TINJAUAN PUSTAKA
Tipikal Jalan Sedang (atau jalan Kecil) dengan kereb dan trotoar
Gambar 2.1. Elemen Potongan Melintang Jalan yang digunakan dalam Analisis (PKJI, 2014)
6
penumpang, mini bus, pick-up, oplet dan truck kecil ).
2. Kendaraan berat / Heavy Vehicle ( HV ) yaitu kendaraan bcrmotor dengan
jarak as lebih dami 3,50 m, biasanya beroda lebih dari 4 ( meliputi ; bis,
truck 2 as, truck 3 as, dan truck kombinasi )
3. Sepeda Motor / Motor Cycle ( MC ) yaitu kendaraan bermotor dengan 2
atau 3 roda ( meliputi : sepeda motor dan kendaraan roda 3 )
4. Kendaraan tak bemotor / Unmotorised ( UM ) dimasukkan sebagai kejadian
temisah dalam faktor penyesuaian hambatan samping.
Berbagai jenis kendaraan diekivalensikan ke satuan mobil penumpang
dengan menggunakan faktor ekivalensi mobi penumpang (emp), emp adalah
faktor yang menunjukkan berbagai tipe kendaraan dibandingkan dengan
kendaraan ringan.
7
Tabel 2.I. Ekivalen Kendaraan Ringan uníuk Jalan Terbagi
No. Jenis Hambatan Samping Utama Bobot
Dimana :
8
VB = Kecepatan arus bebas untuk KR (km/jam)
VBD = Kecepatan arus bebas dasar untuk KR
VBL = Nilai penyesuaian kecepatan akibat lebar jalan (km/jam)
FVBHS = Faktor penyesuaian kecepatan bebas akibat hambatan
samping
FVBUK = Faktor penyesuaian kecepatan bebas untuk ukuran kota
Berikut adalah beberapa tabel yang mendukung perhitungan kapasitas jalan.
Tabel 2.3 dan Tabel 2.4 adalah tabel kecepatan arus bebas dasar berdasarkan jenis
kendaraan dan lebar jalur lalu lintas efektif menurut tipe jalan dari Pedoman
Kapasitas Jalan Indonesia tahun 2014.
Tabel 2.3. Kecepatan Arus Bebas Dasar (VBD)
VBD (km/jam)
Tipe jalan Rata-rata semua
KR KB SM
kendaraan
6/2 T atau 3/1 61 52 48 57
4/2 atau 2/I 57 50 47 55
2/2TT 44 40 40 42
Sumber : PKJI, 2014
Tabel 2.4, Nilai Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Dasar Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif
Tipe jalan Lebar jalur efektif —Le (m)
9
Tabel 2.5. Faktor Penyesuaian Kecepatan Ärus Bebas akibat Hambatan Samping (FVBHS) untuk
Jalan Berbahu dengan Lebar Evektif (LBE)
FVBHS
Tipe Jalan KHS LBE (m)
≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥2m
Sangat rendah 1,02 1,03 1,03 1,04
Rendah 0,98 1,00 1,02 1,03
4/2 T
Sedang 0,94 0,97 1,00 1,02
Tinggi 0,89 0,93 0,96 0,99
Sangat tinggi 0,84 0,88 0,92 0,96
2/2 TT Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,01
atau Jalan Rendah 0,96 0,98 0,99 1,00
satu arah Sedang 0,90 0,93 0,96 0,99
Tinggi 0,82 0,86 0,90 0,95
Sangat tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91
Sumber : PKJI, 2014
Tabel 2.6. Faktor Penyesuaian Kecepatan Årus Bebas akibat Hambatan Samping (FV BHS) untuk
jalan berkereb dengan jarak kereb dengan jarak ke penghalang terdekat Lk-p
FVBHS
Tipe Jalan KHS Lk-p (m)
≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥2m
Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,02
Rendah 0,97 0,98 0,99 1,00
4/2 T
Sedang 0,93 0,95 0,97 0,99
Tinggi 0,87 0,90 0,93 0,96
Sangat tinggi 0,81 0,85 0,88 0,92
Sangat rendah 0,98 0,99 0,99 1,00
2/2 TT Rendah 0,93 0,95 0,96 0,98
atau Jalan
Sedang 0,87 0,89 0,92 0,95
satu arah
Tinggi 0,78 0,81 0,84 0,88
Sangat tinggi 0,68 0,72 0,77 0,82
Sumber ; PK.JI, 2014
Berikut adalah table 2.7 yaitu tabel faktor penyesuaian untuk pengaruh ukuran
kota pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan.
Tabel 2.7 Faktor Penyesuaian untuk Pengaruh Ukuran Kota pada Kecepatan Arus Bebas
Kendaraan Ringan
Ukuran Kota (juta penduduk) Faktor Penyesuaian untuk Ukuran Kota,
FVBUK
< 0,1 0,90
0,1 – 0,5 0,93
10
0,5 – 1,0 0,95
1,0 – 3,0 1,00
> 3,0 1,03
Sumber: PK.JI, 2014
2.6 Kapasitas
Menurut Clark H. Oglesby (1990), kapasitas suatu ruas jalan adalah jumlah
kendaraan maksimum yang memiliki kemungkinan yang cukup untuk melewati
ruas jalan tersebut (dalam satu atau pun kedua arah) dalam periode waktu tertentu.
Sedangkan, dalam PJKI’14 kapasitas adalah arus lalu lintas maksimum dalam
satuan ekr/jam yang dapat dipertahankan sepanjang segmen jalan tertentu dalam
kondisi tertentu, yaitu yang melingkupi geometrik, lingkungan, dan lalu lintas. Nilai
kapasitas diamati melalui pengumpulan data lapangan. Kapasitas dapat dihitung
menggunakan Rumus 2.6.
C= Co × FCLJ × FCPA × FCHS × FC UK
(2.5)
Dimana:
C = kapasitas, skr/jam
Co = kapasitas dasar, skr/jam
FCLJ = faktor penyesuaian kapasitas terkait lebar lajur atau jalur lalu lintas
FCPA = faktor penyesuaian kapasitas terkait pemisahan arah, hanya pada
jalan tak terbagi
FCHS = faktor penyesuaian kapasitas terkait KHS pada jalan berbahu
atau berkereb
FCUK = faktor penyesuaian kapasitas terkait ukuran kota
Kapasitas dasar (Co) ditetapkan secara empiris dari kondisi segmen jalan yang
ideal, yaitu jalan dengan kondisi geometrik lurus, sepanjang 300m, dengan lebar
lajur rata-rata 2,75m, memiliki kereb atau bahu berpenutup, ukuran kota 1-3Juta
jiwa, dan hambatan samping sedang. Co jalan perkotaan ditunjukkan dalam Tabel
2.10. Faktor penyesuaian (FC) nilai Co disesuaikan dengan perbedaan lebar lajur
atau jalur lalu lintas (FCLJ), pemisahan arah (FCPA), kelas hambatan samping pada
jalan berbahu (FCHS), dan ukuran kota (FCUK). Besar nilai masing-masing FC
ditunjukkan dalam Tabel 2.11 hingga Tabel 2.15.
11
Tabel 2.8 Kapasitas Dasar
Tipe Jalan Co (skr/jam) Catatan
4/2 T atau jalan satu arah 1650 Per lajur (satu arah)
2/2 TT 2900 Per jalur (dua arah)
Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum, 2014
Tabel 2.9 Faktor Penyesuaian Kapasitas akibat Perbedaan Lebar Lajur atau Jalur Lalu Lintas
Tipe Jalan Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif, WC (m) FCLJ
Lebar perlajur; 3,00 0,92
3,25 0,96
4/2 T atau jalan satu arah
3,50 1,00
3,75 1,04
4,00 1,08
Lebar jalur 2 arah; 5,00 0,56
6,00 0,87
2/2 TT 7,00 1,00
8,00 1,14
9,00 1,25
10,00 1,29
11,00 1,34
Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum, 2014
Tabel 2.10 Faktor Penyesuaian Kapasitas terkait Pemisah Arah Lalu Lintas
Pemisah PA %-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
Arah
FCPA 2/2 TT 1,00 0,97 0,94 0.91 0.88
Catatan : Untuk jalan terbagi dan jalan satu arah, faktor penyesuaian kapasitas untuk
pemisah arah tidak dapat diterapkan dan nilainya 1,0
12
S 0,89 0,92 0,95 0,98
T 0,82 0,86 0,90 0,95
ST 0,73 0,79 0,85 0,91
Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum, 2014
Tabel 2.12 Faktor Penyesuaian Kapasitas akibat KHS pada Jalan Berkereb dengan Jarak dari
Kerebke Hambatan Samping Terdekat Sejauh Lk-p
FCHS
Tipe Jalan KHS Jarak Kereb ke Penghalang
Terdekat Lk-p, m
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
SR 0,95 0,97 0,99 1,01
R 0,94 0,96 0,98 1,00
4/2 T
S 0,91 0,93 0,95 0,98
T 0,86 0,89 0,92 0,95
ST 0,81 0,85 0,88 0,92
SR 0,93 0,95 0,97 0,99
R 0,90 0,92 0,95 0,97
2/2 TT atau jalan satu arah
S 0,86 0,88 0,91 0,94
T 0,78 0,81 0,84 0,88
ST 0,68 0,72 0,77 0,82
Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum, 2014
Tabel 2.13 Faktor Penyesuaian Kapasitas Terkait Ukuran Kota
Ukuran Kota (Jutaan Penduduk) FCUK
< 0,1 0,86
0,1 – 0,5 0,90
0,5 – 1,0 0,94
1,0 – 3,0 1,00
> 3,0 1,04
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia, 2014
15
Tabel 2.14 Standarisasi nilai tingkat pelayanan jalan
Tingkat Pelayanan Karakteristik Operasi Terkait
Arus bebas
A
Kecepatan perjalanan rata-rata > 80 Km/jam
V/C ratio < 0,6
Load factor pada simpang = 0
Arus stabil
B
Kecepatan perjalanan rata-rata turun s/d > 40 Km/jam
V/C ratio < 0,7
Load factor < 0,1
Arus stabil
C
Kecepatan perjalanan rata-rata turun s/d > 30 Km/jam
V/C ratio < 0,8
Load factor < 0,3
Mendekati arus tidak stabil
D
Kecepatan perjalanan rata-rata turun s/d > 25 Km/jam
V/C ratio < 0,9
Load factor < 0,7
Arus tidak stabil, terhambat, dengan tundaan yang tidak dapat
E
ditolerir
Kecepatan perjalanan rata-rata sekitar 25 Km/jam
Volume pada kapasitas
Load factor pada simpang < 1
Arus tertahan, macet
F
Kecepatan perjalanan rata-rata < 15 Km/jam
V/C ratio permintaan melebihi 1
simpang jenuh
17
2. Variabel bebas disebut juga variabel independent yaitu variabel yang
mempengaruhi variable lain yang sifatnya berdiri sendiri dan dinotasikan
dengan X.
Penelitian ini akan digunakan analisis regresi linier berganda untuk
menentukan karakteristik ruas jalan. Karakteristik ruas jalan terdiri atas volume
kendaraan, kecepatan lalu lintas, dan kepadatan. Karakteristik lalu lintas yaitu
kecepatan merupakan variabel terikat(Y) dan yang ditetapkan sebagai variabel
bebas, yaitu volume lalu lintas(X1), dan hambatan samping(X2). Analisis regresi
linier berganda memberikan kemudahan bagi pengguna untuk memasukkan lebih
dari satu variabel prediktor hingga pvariabel prediktor dimana banyaknya p
kurang dari jumlah observasi (n). Sehingga model regresi dapat ditunjukkan
dalam persamaan 2.9.
Y= a1 + b1X1 + b2X2+b3X3...+ bn Xn (2.9)
Dimana :
Y = variabel dependent (nilai yang diprediksikan)
x1, x2,… xn = variabel independent
a = konstanta (nilai Y apabila X1, X2,Xn = 0)
b1,b2,…b4 = koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan).
Nilai bo, b1, b2, bp dapat dihitung dengan menggunakan analisis regresi linier
berganda(Ghozali, 2018). Regresi linier berganda merupakan model persamaan
yang menjelaskan hubungan satu variabel tak bebas/ response (Y) dengan dua
atau lebih variabel bebas/predictor (X1, X2,…Xn). Tujuan dari uji regresi linier
berganda adalah untuk memprediksi nilai variable tak bebas/ response (Y) apabila
nilai-nilai variabel bebasnya/ predictor (X1, X2,..., Xn) diketahui. Disamping itu
juga untuk dapat mengetahui bagaimanakah arah hubungan variabel tak bebas
dengan variabel - variabel bebasnya.
Persamaan regresi linier berganda secara matematik diekspresikan oleh :
Y = a + b1 X1 + b2 X2 + … + bn Xn (2.10)
Dimana :
Y = variable tak bebas (nilai variabel yang akan diprediksi)
a = konstanta
b1,b2,…, bn = nilai koefisien regresi
X1,X2,…, Xn = variable bebas
18
Bila terdapat 2 variable bebas, yaitu X1 dan X2, maka bentuk persamaan
regresinya adalah :
Y = a + b1X1 + b2X2
Keadaan-keadaan bila koefisien-koefisien regresi, yaitu b1 dan b2 mempunyai
nilai :
1. Nilai=0. Dalam hal ini variabel Y tidak dipengaruh oleh X1 dan X2
2. Nilainya negative. Disini terjadi hubungan dengan arah terbalik antara
variabel tak bebas Y dengan variabel-variabel X1 dan X2
3. Nilainya positif. Disni terjadi hubungan yang searah antara variabel tak
bebas Y dengan variabel bebas X1 dan X2
det M1 26
a 1
det M 26
det M 2 52
b1 2
det M 26
det M 3 78
b2 3
det M 26
B. Analisis Koefisien Korelasi
Analisis koefisien korelasi adalah alat statistik yang dapat digunakan untuk
menentukan kuatnya hubungan antara variabel bebas dan variabel tidak bebas
yang dinyatakan dengan nilai koefisien korelasi ( r ). Koefisien korelasi adalah
suatu ukuran asosiasi ( linier ) relatif antara dua variabel. Nilai koefisien korelasi
bervariasi antara -1 sampai dengan +1 ( - 1 < r < + 1 ). Apabila nilai koefisien
korelasi sama dengan 0 (nol ), maka dikatakan tidak terdapat korelasi antara
peubah bebas dan peubah tidak bebas, sedangkan apabila nilai koefisien korelasi
sama dengan 1 ( satu ) dikatakan mempunyai hubungan yang sempurna.
Nilai koefisien korelasi dihitung dengan rumus sebagai berikut ini(Sugiyono,
2018) :
𝑟= 𝑛∑𝑥𝑦−∑𝑥.∑𝑦 (2.12)
√{(𝑛∑𝑥2−(∑𝑥)2}{(𝑛∑𝑦2−(∑𝑦)2
Sebagai koefisien penentu digunakan koefisien determinasi( R2) yang
dihitung dengan mengkuadratkan nilai koefisien korelasi.
C. Analisis Koefisien Determinasi
19
Koefisien determinasi adalah korelasi antara nilai Y dan Y ditulis R, yang
disajikan secara statistik dalam bentuk R2. Besamya nilai koefisien determinasi
menunjukkan besarnya persentase pengaruh semua variabel independen terhadap
nilai variabel dependen. Besarnya nilai koefisien determinasi berkisar antara 0
(nol) sampai dengan 1 (satu). Secara matematis dirumuskan sebagai berikut
(Sugiyono, 2018) :
𝑅2= ∑ (𝑌−𝑌)2 𝑛 𝑖=1 (2.13)
∑ (𝑌1 𝑛 𝑖=1 −𝑌 )̅ 2
Dimana :
R = koefisien determinasi
Y = variabel tidak bebas yang dicari dari persamaan regresi
Y = rata-rata nilai variabel tidak bebas aktual
Yi = nilai variabel tidak bebas aktual
n = jumlah pengamatan
Bila semakin besar nilai R2, maka akan semakin tepat suatu garis linier yang
digunakan sebagai pendekatan. Nilai R2 suatu persamaan regresi semakin
mendekati nol, menunjukkan semakin kecil pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependennya ataupun sebaliknya.
21
diterima oleh para pakar transportasi sebagai hal yang penting dalam
menanggulangi masalah kemacetan di daerah perkotaan.
2) Kebijakan peıparkiran
Penggunaan badan jalan sebagai tempat parkir jelas memperkecil kapasitas
jalan tersebut karena sebagian besar lebar jalan digunakan sebagai tempat
parkir. Pelaksanaan pengaturan parkir meliputi:
a Pembatasan tempat parkir di badan jalan
b Merencanakan fasilitas tempat parkir di luar daerah, seperti park-and-ride
c Pengaturan biaya parkir
d. Denda yang tinggi terhadap pelanggar parkir
3) Prioritas angkutan umum
Angkutan umum menggunakan prasarana secara lebih efisien dibandingkan
dengan kendaraan pribadi terutama pada waktu sibuk. Terdapat dua buah jenis
ukuran agar pelayanan angkutan umum lebih baik:
a. Perbaikan operasi pelayanan, frekuensi, kecepatan dan kenyamanan.
b. Perbaikan sarana penunjang jalan yaitu penentuan lokaşi dan desain
tempat pemberhentian dan terminal yang baik terutama dengan adanya
moda transportasi yang berbeda-beda seperti jalan raya dan jalan rel, atau
antara transportasi perkotaan dan antar kota. Serta pemberian prioritas
yang lebih tinggi pada angkutan umum. Teknik yang sering digunakan
adalah jalur khusus bus, prioritas bus, lampu lalu lintas, tempat berhenti
taksi.
22