Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Jalan


Menurut UU RI No 38 Tahun 2004 jalan adalah prasarana transportasi darat
yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan
tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah atau air, seta di atas
permukaan air, kecuali jalan kereta api, dan jalan kabel.

2.2 Geometrik Jalan


Menurut PKJI 2014, geometrik jalan merupakan salah satu karakteristik
utama jalan yang akan mempengaruhi kapasitas dan kinerja jalan jika dibebani
lalu lintas. Geometrik jalan berupa sketsa tipikal penampang melintang segmen
jalan dan ukuran dari tiap bagian jalan. Elemen potongan melintang jalan dapat di
lihat pada Gambar 2.1 berikut ini.

Tipikal Jalan Sedang (atau jalan Kecil) dengan kereb dan trotoar

Gambar 2.1. Elemen Potongan Melintang Jalan yang digunakan dalam Analisis (PKJI, 2014)

Diantara yang termaksud dalam geometri jalan adalah sebagai berikut :


l. Tipe jalan Berbagai tipe jalan akan menunjukkan kinerja berbeda-beda pada
bembebanan lalu lintas tertentu, contohnya jalan terbagi dan tak terbagi, jalan
4
satu arah. Tipe jalan perkotaan adalah sebagai berikut :
a. Jalan dua-lajur dua-arah tanpa median
b. Jalan empat-lajur-dua-arah
l) Tak terbagi ( tanpa median )
2) Terbagi ( dengan median )
c. Jalan enam-lajur dua-arah terbagi
d. Jalan satu arah
2. Lebar jalur lalu lintas : kecepatan arus bebas dan kapasitas meningkat dengan
pertambahan lebar jalur lalu lintas.
3, Kereb beton sebagai batasan antara jalur lalu lintas dan trotoar sangat
berpengaruh terhadap dampak hambatan samping jalan pada kapasitas dan
kecepatan, Kapasitas jalan dengan kereb beton lebih kecil dari jalan dengan
bahu. Selanjutnya kapasitas berkurang jika terdapat penghalang tetap dekat
tepi jalur lalu lintas, tergantung apakah jalan mempunyai kereb beton atau
bahu.
4. Bahu jalan perkotaan tanpa kereb beton kecepatan dan kapasitas jalan akan
meningkat bila lebar bahu semakin lcbar. Lebar dan kondisi permukaannya
mempengaruhi penggunaan bahu, berupa penambahan lebar bahu, terutama
karena pengaruh hambata samping yang disebabkan kejadian di Sisi jalan
seperti kendaraan umum berhenti, pejalan kaki dan sebagainya.
5. Ada atau tidaknya median, median yang direncanakan dengan baik akan
meningkatkan kapasitas.

2.3 Parameter yang Berhubungan dengan Karakteristik Arus Lalu Lintas


Terdapat delapan variabel atau ukuran dasar yang digunakan untuk
menjelaskan karakteristik arus lalu lintas. Tiga variabel utama (makroskopis)
adalah kecepatan (V), volume (Q), dan kepadatan/density (D). Tiga variabel lain
(mikroskopis) yang digunakan dalam analisis arus lalu lintas adalah headway (h),
spacing (s), dan lane occupancy (R). Serta dua parameter lain yang berhubungan
dengan spacing dan headway yaitu, clearance (c) dan gap (g). (Khisty, C. J, dkk,
2005).
1. Kecepatan (V)
Kecepatan didefenisikan sebagai suatu laju pergerakan yang ditandai dengan
5
besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kenderaan dibagi dengan waktu
tempuh. Persamaan yang digunakan untuk menentukan kecepatan tempuh dapat
dilihat di Persamaan 2.1.
𝑉 = 𝐿 / 𝑇𝑇 (2.1)
Dimana:
V = Kecepatan rata-rata LV (km/jam)
L = panjang segmen (km)
TT = waktu tempuh rata-rata
LV =panjang segmen (jam)
2. Volume (Q)
Volume merupakan jumlah sebenarnya dari kenderaan yang diamati atau
diperkirakan dari suatu titik selama rentang waktu tertentu. Untuk menentukan
volume dapat dicari dengan Persamaan 2.2.
Q=N/𝑇 (2.2)
Dimana:
Q = volume (kend/jam)
N = jumlah kendaraan (kend)
T = waktu pengamatan (jam)
3. Kerapatan (D)

Kepadatan (konsentrasi) didefenisikan sebagai jumlah kenderaan yang


menempati suatu panjang tertentu dari lajur atau jalan, dirata-ratakan terhadap
waktu. Kerapatan menunjukan kemudahan bagi kendaraan untuk bergerak, seperti
pindah lajur, dan untuk memilih kecepatan yang diinginkan. Kerapatan dapat
dihitung dengan Rumus 2.3.
k=n/L (2.3)
Dimana :
K = Kerapatan (kend/km)
n = Jumlah kendaraan (kend)
L = Panjang ruas jalan (km)
Penggolongan tipe kendaraan untuk jalan perkotaan berdasarkan PKJI 2014
adalah sebagai berikut :
1. Kendaraan ringan / Lighl Vehicle (LV) yaitu kendaraan bermotor ber as 2
dengan 4 roda dan denganjarak as 2,0 — 3,0 m ( meliputi : mobil

6
penumpang, mini bus, pick-up, oplet dan truck kecil ).
2. Kendaraan berat / Heavy Vehicle ( HV ) yaitu kendaraan bcrmotor dengan
jarak as lebih dami 3,50 m, biasanya beroda lebih dari 4 ( meliputi ; bis,
truck 2 as, truck 3 as, dan truck kombinasi )
3. Sepeda Motor / Motor Cycle ( MC ) yaitu kendaraan bermotor dengan 2
atau 3 roda ( meliputi : sepeda motor dan kendaraan roda 3 )
4. Kendaraan tak bemotor / Unmotorised ( UM ) dimasukkan sebagai kejadian
temisah dalam faktor penyesuaian hambatan samping.
Berbagai jenis kendaraan diekivalensikan ke satuan mobil penumpang
dengan menggunakan faktor ekivalensi mobi penumpang (emp), emp adalah
faktor yang menunjukkan berbagai tipe kendaraan dibandingkan dengan
kendaraan ringan.

2.4 Hambatan Samping


Menurut PKJI 2014, hambatan samping yaitu aktivitas samping jalan yang
dapat menimbulkan konflik dan berpengaruh terhadap pergerakan arus lalu lintas
serta menurunkan fungsi kinerjajalan,
Adapun tipe hambatan samping terbagi menjadi :

1. Pejalan kaki dan penyebranganjalan.


2. Jumlah kendaraan berhenti dan parkir.
3. Jumlah kendaraan bermotor yang masuk dan keluar dari lahan samping jalan
dan jalan samping,
4. Arus kendaraan lambat, yaitu arus total(kend/jam) sepeda, becak, delman,
pedati, traktor dan sebagainya.
Menurut PKJI tahun 2014, hambatan samping adalah kegiatan di samping
(sisi jalan) yang berdampak terhadap kinerja lalu lintas. Aktifitas pada Sisi jalan
sering menimbulkan konflik yang berpengaruh terhadap lalu lintas terutama pada
kapasitas jalan dan kecepatan lalu lintas jalan perkotaan. Tabel 2.I dan Tabel 2.2
berikut menjelaskan ekivalen kendaraan ringan untuk jalan tak terbagi dan kriteria
kelas hambatan samping.

7
Tabel 2.I. Ekivalen Kendaraan Ringan uníuk Jalan Terbagi
No. Jenis Hambatan Samping Utama Bobot

1 Pejalan kaki di badan jalan dan yang menyebrang 0,5


2 Kendaraan umum dan kendaraan lainnya yang berhenti 1,0
3 Kendaraan keluar/masuk sisi atau lahan samping jalan 0,7
4 Arus kendaraan lambat (kendaraan tak bermotor) 0,4

Sumber : PKJI, 201

Tabel 2.2. Kriteria Kelas Hambatan Samping

Nilai frekuensi kejadian


Kelas hambatan (di kedua sisi di kali Ciri-ciri khusus
samping bobot
Daerah Pennukiman, tersedia jalan
<100 lingkungan (frontage road)
Sangat rendah, SR
Daerah Permukiman, ada beberapa angkutan
100 - 299 umum (angkot)
Rendah, R
Daerah Industri, ada beberapa toko di
300 -499 sepanjang sisi jalan
Sedang, S
Daeľah Komersial, aktiyitas sisi jalon yang
500 899 tinggi
Tinggi, T
Daerah Komersial, ada aktivitas pasar sisi
>900 jalan
Sangat tinggi, ST
Sumber : PKJI, 2014

2.5 Kecepatan Arus Bebas (VB)


Berdasarkan Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia, nilai kecepatan arus bebas
jenis kendaraan ringan ditetapkan sebagai kriteria dasar untuk kinerja segmen
jalan, nilai kecepatan arus bebas untuk kendaraan berat dan sepeda motor
ditetapkan hanya sebagai referensi, Kecepatan arus bebas untuk kendaraan ringan
biasanya 10-15% lebih tinggi dari tipe kendaraan Iainnya, Kecepatan arus bebas
dihitung menggunakan persamaan 2.4 berikut.
VB = (VBD + VBL) FVBHS X FVBUK (2.4)

Dimana :

8
VB = Kecepatan arus bebas untuk KR (km/jam)
VBD = Kecepatan arus bebas dasar untuk KR
VBL = Nilai penyesuaian kecepatan akibat lebar jalan (km/jam)
FVBHS = Faktor penyesuaian kecepatan bebas akibat hambatan
samping
FVBUK = Faktor penyesuaian kecepatan bebas untuk ukuran kota
Berikut adalah beberapa tabel yang mendukung perhitungan kapasitas jalan.
Tabel 2.3 dan Tabel 2.4 adalah tabel kecepatan arus bebas dasar berdasarkan jenis
kendaraan dan lebar jalur lalu lintas efektif menurut tipe jalan dari Pedoman
Kapasitas Jalan Indonesia tahun 2014.
Tabel 2.3. Kecepatan Arus Bebas Dasar (VBD)

VBD (km/jam)
Tipe jalan Rata-rata semua
KR KB SM
kendaraan
6/2 T atau 3/1 61 52 48 57
4/2 atau 2/I 57 50 47 55

2/2TT 44 40 40 42
Sumber : PKJI, 2014

Tabel 2.4, Nilai Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Dasar Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif
Tipe jalan Lebar jalur efektif —Le (m)

Per Lajur 3,00 -4


3,25 -2
3,50
3,75 2
4/2T atau
4,00 4
Jalan Satu Arah
Per Lajur 5,00 -50
6,00 -3
7,00 0
8,00 3
9,00 4
10,00 6
1 1,00 7
2/2TT
Sumber : PKJI, 2014
Berikut adalah beberapa tabel faktor penyesuaian akibat hambatan samping.
Tabel 2.5 dan Tabel 2.6 adalah tabel penyesuaian kecepatan arus bebas akibat
hambatan samping untuk jalan berbahu dan tabel penyesuaian kecepatan arus
bebas untuk jalan berkereb dengan jarak kereb dengan jarak ke penghalang
terdekat Lk-p.

9
Tabel 2.5. Faktor Penyesuaian Kecepatan Ärus Bebas akibat Hambatan Samping (FVBHS) untuk
Jalan Berbahu dengan Lebar Evektif (LBE)
FVBHS
Tipe Jalan KHS LBE (m)
≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥2m
Sangat rendah 1,02 1,03 1,03 1,04
Rendah 0,98 1,00 1,02 1,03
4/2 T
Sedang 0,94 0,97 1,00 1,02
Tinggi 0,89 0,93 0,96 0,99
Sangat tinggi 0,84 0,88 0,92 0,96
2/2 TT Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,01
atau Jalan Rendah 0,96 0,98 0,99 1,00
satu arah Sedang 0,90 0,93 0,96 0,99
Tinggi 0,82 0,86 0,90 0,95
Sangat tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91
Sumber : PKJI, 2014

Tabel 2.6. Faktor Penyesuaian Kecepatan Årus Bebas akibat Hambatan Samping (FV BHS) untuk
jalan berkereb dengan jarak kereb dengan jarak ke penghalang terdekat Lk-p
FVBHS
Tipe Jalan KHS Lk-p (m)
≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥2m
Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,02
Rendah 0,97 0,98 0,99 1,00
4/2 T
Sedang 0,93 0,95 0,97 0,99
Tinggi 0,87 0,90 0,93 0,96
Sangat tinggi 0,81 0,85 0,88 0,92
Sangat rendah 0,98 0,99 0,99 1,00
2/2 TT Rendah 0,93 0,95 0,96 0,98
atau Jalan
Sedang 0,87 0,89 0,92 0,95
satu arah
Tinggi 0,78 0,81 0,84 0,88
Sangat tinggi 0,68 0,72 0,77 0,82
Sumber ; PK.JI, 2014

Berikut adalah table 2.7 yaitu tabel faktor penyesuaian untuk pengaruh ukuran
kota pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan.
Tabel 2.7 Faktor Penyesuaian untuk Pengaruh Ukuran Kota pada Kecepatan Arus Bebas
Kendaraan Ringan
Ukuran Kota (juta penduduk) Faktor Penyesuaian untuk Ukuran Kota,
FVBUK
< 0,1 0,90
0,1 – 0,5 0,93
10
0,5 – 1,0 0,95
1,0 – 3,0 1,00
> 3,0 1,03
Sumber: PK.JI, 2014

2.6 Kapasitas
Menurut Clark H. Oglesby (1990), kapasitas suatu ruas jalan adalah jumlah
kendaraan maksimum yang memiliki kemungkinan yang cukup untuk melewati
ruas jalan tersebut (dalam satu atau pun kedua arah) dalam periode waktu tertentu.
Sedangkan, dalam PJKI’14 kapasitas adalah arus lalu lintas maksimum dalam
satuan ekr/jam yang dapat dipertahankan sepanjang segmen jalan tertentu dalam
kondisi tertentu, yaitu yang melingkupi geometrik, lingkungan, dan lalu lintas. Nilai
kapasitas diamati melalui pengumpulan data lapangan. Kapasitas dapat dihitung
menggunakan Rumus 2.6.
C= Co × FCLJ × FCPA × FCHS × FC UK
(2.5)
Dimana:
C = kapasitas, skr/jam
Co = kapasitas dasar, skr/jam
FCLJ = faktor penyesuaian kapasitas terkait lebar lajur atau jalur lalu lintas
FCPA = faktor penyesuaian kapasitas terkait pemisahan arah, hanya pada
jalan tak terbagi
FCHS = faktor penyesuaian kapasitas terkait KHS pada jalan berbahu
atau berkereb
FCUK = faktor penyesuaian kapasitas terkait ukuran kota
Kapasitas dasar (Co) ditetapkan secara empiris dari kondisi segmen jalan yang
ideal, yaitu jalan dengan kondisi geometrik lurus, sepanjang 300m, dengan lebar
lajur rata-rata 2,75m, memiliki kereb atau bahu berpenutup, ukuran kota 1-3Juta
jiwa, dan hambatan samping sedang. Co jalan perkotaan ditunjukkan dalam Tabel
2.10. Faktor penyesuaian (FC) nilai Co disesuaikan dengan perbedaan lebar lajur
atau jalur lalu lintas (FCLJ), pemisahan arah (FCPA), kelas hambatan samping pada
jalan berbahu (FCHS), dan ukuran kota (FCUK). Besar nilai masing-masing FC
ditunjukkan dalam Tabel 2.11 hingga Tabel 2.15.

11
Tabel 2.8 Kapasitas Dasar
Tipe Jalan Co (skr/jam) Catatan
4/2 T atau jalan satu arah 1650 Per lajur (satu arah)
2/2 TT 2900 Per jalur (dua arah)
Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum, 2014

Tabel 2.9 Faktor Penyesuaian Kapasitas akibat Perbedaan Lebar Lajur atau Jalur Lalu Lintas
Tipe Jalan Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif, WC (m) FCLJ
Lebar perlajur; 3,00 0,92
3,25 0,96
4/2 T atau jalan satu arah
3,50 1,00
3,75 1,04
4,00 1,08
Lebar jalur 2 arah; 5,00 0,56
6,00 0,87
2/2 TT 7,00 1,00
8,00 1,14
9,00 1,25
10,00 1,29
11,00 1,34
Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum, 2014

Tabel 2.10 Faktor Penyesuaian Kapasitas terkait Pemisah Arah Lalu Lintas
Pemisah PA %-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
Arah
FCPA 2/2 TT 1,00 0,97 0,94 0.91 0.88

Catatan : Untuk jalan terbagi dan jalan satu arah, faktor penyesuaian kapasitas untuk
pemisah arah tidak dapat diterapkan dan nilainya 1,0

Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum, 2014


Tabel 2.11 Faktor Penyesuaian Kapasitas akibat KHS pada Jalan Berbahu
FCHS
Tipe Jalan KHS
Lebar Bahu Efektif LBe, m

≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0

SR 0,96 0,98 1,01 1,03


R 0,94 0,97 1,00 1,02
4/2 T
S 0,92 0,95 0,98 1,00
T 0,88 0,92 0,95 0,98
ST 0,84 0,88 0,92 0,96
2/2 TT atau jalan satu arah SR 0.94 0,96 0,99 1,01
R 0,92 0,94 0,97 1,00

12
S 0,89 0,92 0,95 0,98
T 0,82 0,86 0,90 0,95
ST 0,73 0,79 0,85 0,91
Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum, 2014

Tabel 2.12 Faktor Penyesuaian Kapasitas akibat KHS pada Jalan Berkereb dengan Jarak dari
Kerebke Hambatan Samping Terdekat Sejauh Lk-p
FCHS
Tipe Jalan KHS Jarak Kereb ke Penghalang
Terdekat Lk-p, m
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
SR 0,95 0,97 0,99 1,01
R 0,94 0,96 0,98 1,00
4/2 T
S 0,91 0,93 0,95 0,98
T 0,86 0,89 0,92 0,95
ST 0,81 0,85 0,88 0,92
SR 0,93 0,95 0,97 0,99
R 0,90 0,92 0,95 0,97
2/2 TT atau jalan satu arah
S 0,86 0,88 0,91 0,94
T 0,78 0,81 0,84 0,88
ST 0,68 0,72 0,77 0,82
Sumber: Kementrian Pekerjaan Umum, 2014
Tabel 2.13 Faktor Penyesuaian Kapasitas Terkait Ukuran Kota
Ukuran Kota (Jutaan Penduduk) FCUK
< 0,1 0,86
0,1 – 0,5 0,90
0,5 – 1,0 0,94
1,0 – 3,0 1,00
> 3,0 1,04
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia, 2014

2.7 Kinerja Lalu Lintas Jalan


Kriteria kinerja lalu lintas dapat ditentukan berdasarkan nilai DJ atau VT pada
suatu kondisi jalan tertentu terkait dengan geometrik, arus lalu lintas, dan
lingkungan jalan baik untuk kondisi eksisting maupun untuk kondisi desain.
Semakin besar nilai DJ atau semakin tinggi VT menunjukkan semakin baik
kinerja lalu lintas.
Untuk memenuhi kinerja lalu lintas Yang diharapkan diperlukan bcberapa
alternatif perbaikan atau perubahan jalan terutama geometrik, Persyaratan teknis
jalan menetapkan bahwa untuk jalan arteri dan kolektor jika DJ sudah mencapai
13
0,85 maka segmen jalan tersebut sudah harus dipertimbangkan untuk ditingkatkan
kapasitasnya misalnya dengan menambah Iajur jalan. Untuk jalan lokal jika DJ
sudah mencapai 0,90 maka segmen jalan tersebut sudah harus dipertimbangkan
untuk ditingkatkan kapasitasnya.
Cara lain untuk menilai kinerja lalu lintas adalah dengan melihat DJ eksisting
yang dibandingkan dengan DJ desain sesuai umur pelayanan yang diinginkan.
Jika DJ desain terlampaui oleh DJ eksisting maka perlu untuk merubah dimensi
penampang melintang jalan untuk meningkatkan kapasitasnya.
A. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan (DJ) adalah ukuran utama yang digunakan untuk
menentukan tingkat kinerja segmen jalan. Nilai DJ menunjukkan kualitas kinerja
arus lalu lintas dan bervariasi antara nol sampai dengan satu. Nilai yang
mendekati nol menunjukkan arus yang tidak jenuh yaitu kondisi arus yang
lengang dimana kehadiran kendaraan lain tidak mempengaruhi kendaraan yang
lainnya. Nilai yang mendekati 1 menunjukkan kondisi arus pada kondisi
kapasitas, kepadatan arus sedang dengan kecepatan arus tertentu yang dapat
dipertahankan selama paling tidak satu jam.
Derajat kejenuhan merupakan perbandingan antara arus total sesungguhnya
(Q) dengan kapasitas sesungguhnya (C). Derajat kejenuhan ialah pencerminan
kenyamanan pengemudi dalam mengemudikan kendaraannya. DJ dapat dihitung
menggunakan Rumus 2.6.
DJ= Q / C (2.6)
Dimana:
DJ = Derajat kejenuhan
Q = Arus lalu lintas (skr/jam)
C = Kapasitas (skr/jam)
B. Kecepatan Tempuh (VT)
Kecepatan tempuh (VT) merupakan kecepatan aktual kendaraan yang besarannya
ditentukan berdasarkan fungsi dari DJ dan VB. Penentuan besar nilai VT
dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.6.
Vt = L/Wt (2.6) Dimana :
Vt = Kecepatan (km/jam)
L = Panjang segmen (km)
14
Wt = Waktu tempuh Gam)
C. Waktu Tempuh (WT)
Waktu tempuh (WT) dapat diketahui berdasarkan nilai VT dalam menempuh
segmen ruas jalan yang dianalisis sepanjang L, persamaan 2.7 menggambarkan
hubungan antara WT, L dan VT.
WT = L/VT (2,7)
Keterangan :
L Panjang segmen jalan (km) Kecepatan tempuh kendaraan ringan atau
kecepatan rata-rata ruang kendaraan ringan (km/jam)
WTWaktu tempuh rata-rata kendaraan ringan (jam)
D. Tundaan
Tundaan adalah waktu yang hilang akibat adanya gangguan lalu-lintas yang
berada diluar kemampuan pengemudi untuk mengontrolnya, Tundaan dapat
dihitung dengan persamaan (2.8).
D = Tq – To (2.8)
Dimana :
D = Tundaan (detik)
Tq = Waktu tempuh pada arus q
To = Waktu tempuh pelayanan atau saat kecepatan arus bebas
E. Tingkat Pelayanan Jalan
Tingkat pelayanan adalah suatu ukuran yang digunakan untuk mengetahui
kualitas suatu ruas jalan tertentu dalam melayani arus lalu lintas yang
melewatinya. Hubungan antara kecepatan dan volume jalan perlu di ketahui
karena kecepatan dan volume merupakan aspek penting dalam menentukan
tingkat pelayanan jalan.
Apabilah volume lalu lintas pada suatu jalan meningkat dan tidak dapat
mempertahankan suatu kecepatan konstan.
Maka pengemudi akan mengalami kelelahan dan tidak dapat memenuhi waktu
perjalan yang direncanakan. Standarisasi nilai tingkat pelayanan jalan dapat di
lihat pada (Tabel 2.14).

15
Tabel 2.14 Standarisasi nilai tingkat pelayanan jalan
Tingkat Pelayanan Karakteristik Operasi Terkait
Arus bebas
A
Kecepatan perjalanan rata-rata > 80 Km/jam
V/C ratio < 0,6
 Load factor pada simpang = 0
Arus stabil
B
Kecepatan perjalanan rata-rata turun s/d > 40 Km/jam
V/C ratio < 0,7
Load factor < 0,1
Arus stabil
C
Kecepatan perjalanan rata-rata turun s/d > 30 Km/jam
V/C ratio < 0,8
Load factor < 0,3
Mendekati arus tidak stabil
D
Kecepatan perjalanan rata-rata turun s/d > 25 Km/jam
V/C ratio < 0,9
Load factor < 0,7
Arus tidak stabil, terhambat, dengan tundaan yang tidak dapat
E
ditolerir
Kecepatan perjalanan rata-rata sekitar 25 Km/jam
Volume pada kapasitas
Load factor pada simpang < 1
Arus tertahan, macet
F
Kecepatan perjalanan rata-rata < 15 Km/jam
V/C ratio permintaan melebihi 1
simpang jenuh

Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: Km 14 Tahun 2006


Tingkat pelayanaan merupakan kualitas berdasarkan hasil ukuran, yang
penilainnya tergantung pada beberapa faktor pengaruh, diantaranya kecepatan dan
waktu perjalanan, gangguan lalu lintas,keamanan, layanan dan biaya operasional
kenderaan. Tingkat pelayanan dipengaruhi beberapa faktor:
1. Kecepatan atau waktu perjalanan.
2. Hambatan atau halangan lalu lintas (misalnya: jumlah berhenti per kilometer <
kelambatan–kelambatan kecepatan secara tiba-tiba).
3. Kebebasan untuk manuver.
16
4. Kenyamanan pengemudi.
5. Biaya operasional kenderaan.
Tetapi semua faktor tidak dapat dihitung dengan sebenarnya sehingga
diperunakan dua ukuran dalam menentukan tingkat pelayanan, yaitu:
1. Kecepatan, dimana biasa dipakai kecepatan rata–rata.
2. Rasio antara volume lalu lintas dengan kapasitas.
Tingkat pelayanan di tentukan dalam skala interval yang terdiri dari enam
tingkat. Tingkat–tingkat ini disebut:A, B, C, D, E, F, dimana A merupakan tingkat
pelayanan tertinggi. Apabila volume bertambah maka kecepatan berkurang oleh
bertambah banyak kenderaan sehingga kenyamanan pengemudi menjadi
berkurang.Hubungan kapasitas dengan pelayanan dapat dilihat dalam Tabel 2.15.
Tabel 2.15 Hubugan kapasitas dengan tingkat pelayanan (MKJI, 1997).
Tingkat Pelayanan Karakteristik

Arus bebas: volume rendah dan kecepatan tinggi,


A
pengemudi dapat memilih jalur yangdikehendakinya
Arus stabil: kecepatan sedikit terbatas oleh lalu lintas,
B
volume pelayanan yang dipakai untuk design jalur
Arus stabil: kecepatan dikontrol oleh lalu lintas, volume
C
pelayanan yang dipakai untuk jalanperkotaan
Mendekati arus yang tidak stabil: kecepatan rendah –
D
rendah
Arus yang tidak stabil: kecepatan yang mudah dan
E
berbeda- beda,volume kapasitas
Arus yang terhambat: kecepatan rendah volume di atas
F
kapasitas dan banyak berhenti
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997 (MKJI, 1997)

2.8 Analisa Statistik


A. Analisis Regresi
Analisis regresi merupakan sebuah alat statistik yang memberikan penjelasan
tentang pola hubungan (model) antara dua variabel atau lebih. Dalam analisis
regresi, dikenal dua jenis variabel yaitu :
1. Variabel tergantung disebut juga variabel dependent yaitu variabel yang
keberadaannya diperngaruhi oleh variabel lainnya yang sifatnya tidak dapat
berdiri sendiri dan dinotasikan dengan Y.

17
2. Variabel bebas disebut juga variabel independent yaitu variabel yang
mempengaruhi variable lain yang sifatnya berdiri sendiri dan dinotasikan
dengan X.
Penelitian ini akan digunakan analisis regresi linier berganda untuk
menentukan karakteristik ruas jalan. Karakteristik ruas jalan terdiri atas volume
kendaraan, kecepatan lalu lintas, dan kepadatan. Karakteristik lalu lintas yaitu
kecepatan merupakan variabel terikat(Y) dan yang ditetapkan sebagai variabel
bebas, yaitu volume lalu lintas(X1), dan hambatan samping(X2). Analisis regresi
linier berganda memberikan kemudahan bagi pengguna untuk memasukkan lebih
dari satu variabel prediktor hingga pvariabel prediktor dimana banyaknya p
kurang dari jumlah observasi (n). Sehingga model regresi dapat ditunjukkan
dalam persamaan 2.9.
Y= a1 + b1X1 + b2X2+b3X3...+ bn Xn (2.9)
Dimana :
Y = variabel dependent (nilai yang diprediksikan)
x1, x2,… xn = variabel independent
a = konstanta (nilai Y apabila X1, X2,Xn = 0)
b1,b2,…b4 = koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan).
Nilai bo, b1, b2, bp dapat dihitung dengan menggunakan analisis regresi linier
berganda(Ghozali, 2018). Regresi linier berganda merupakan model persamaan
yang menjelaskan hubungan satu variabel tak bebas/ response (Y) dengan dua
atau lebih variabel bebas/predictor (X1, X2,…Xn). Tujuan dari uji regresi linier
berganda adalah untuk memprediksi nilai variable tak bebas/ response (Y) apabila
nilai-nilai variabel bebasnya/ predictor (X1, X2,..., Xn) diketahui. Disamping itu
juga untuk dapat mengetahui bagaimanakah arah hubungan variabel tak bebas
dengan variabel - variabel bebasnya.
Persamaan regresi linier berganda secara matematik diekspresikan oleh :
Y = a + b1 X1 + b2 X2 + … + bn Xn (2.10)
Dimana :
Y = variable tak bebas (nilai variabel yang akan diprediksi)
a = konstanta
b1,b2,…, bn = nilai koefisien regresi
X1,X2,…, Xn = variable bebas
18
Bila terdapat 2 variable bebas, yaitu X1 dan X2, maka bentuk persamaan
regresinya adalah :
Y = a + b1X1 + b2X2
Keadaan-keadaan bila koefisien-koefisien regresi, yaitu b1 dan b2 mempunyai
nilai :
1. Nilai=0. Dalam hal ini variabel Y tidak dipengaruh oleh X1 dan X2
2. Nilainya negative. Disini terjadi hubungan dengan arah terbalik antara
variabel tak bebas Y dengan variabel-variabel X1 dan X2
3. Nilainya positif. Disni terjadi hubungan yang searah antara variabel tak
bebas Y dengan variabel bebas X1 dan X2

Nilai a, b1 dan b2 diperoleh dari determinan, yaitu : (2.11)

det M1 26
a  1
det M 26
det M 2 52
b1   2
det M 26
det M 3 78
b2   3
det M 26
B. Analisis Koefisien Korelasi
Analisis koefisien korelasi adalah alat statistik yang dapat digunakan untuk
menentukan kuatnya hubungan antara variabel bebas dan variabel tidak bebas
yang dinyatakan dengan nilai koefisien korelasi ( r ). Koefisien korelasi adalah
suatu ukuran asosiasi ( linier ) relatif antara dua variabel. Nilai koefisien korelasi
bervariasi antara -1 sampai dengan +1 ( - 1 < r < + 1 ). Apabila nilai koefisien
korelasi sama dengan 0 (nol ), maka dikatakan tidak terdapat korelasi antara
peubah bebas dan peubah tidak bebas, sedangkan apabila nilai koefisien korelasi
sama dengan 1 ( satu ) dikatakan mempunyai hubungan yang sempurna.
Nilai koefisien korelasi dihitung dengan rumus sebagai berikut ini(Sugiyono,
2018) :
𝑟= 𝑛∑𝑥𝑦−∑𝑥.∑𝑦 (2.12)
√{(𝑛∑𝑥2−(∑𝑥)2}{(𝑛∑𝑦2−(∑𝑦)2
Sebagai koefisien penentu digunakan koefisien determinasi( R2) yang
dihitung dengan mengkuadratkan nilai koefisien korelasi.
C. Analisis Koefisien Determinasi

19
Koefisien determinasi adalah korelasi antara nilai Y dan Y ditulis R, yang
disajikan secara statistik dalam bentuk R2. Besamya nilai koefisien determinasi
menunjukkan besarnya persentase pengaruh semua variabel independen terhadap
nilai variabel dependen. Besarnya nilai koefisien determinasi berkisar antara 0
(nol) sampai dengan 1 (satu). Secara matematis dirumuskan sebagai berikut
(Sugiyono, 2018) :
𝑅2= ∑ (𝑌−𝑌)2 𝑛 𝑖=1 (2.13)
∑ (𝑌1 𝑛 𝑖=1 −𝑌 )̅ 2
Dimana :
R = koefisien determinasi
Y = variabel tidak bebas yang dicari dari persamaan regresi
Y = rata-rata nilai variabel tidak bebas aktual
Yi = nilai variabel tidak bebas aktual
n = jumlah pengamatan
Bila semakin besar nilai R2, maka akan semakin tepat suatu garis linier yang
digunakan sebagai pendekatan. Nilai R2 suatu persamaan regresi semakin
mendekati nol, menunjukkan semakin kecil pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependennya ataupun sebaliknya.

2.9 Alternatif Pemecahan Masalah


Dalam buku Perencanaan dan Permodelan Transportasi Edisi kedua oleh
Ofyzar Z, Tamin, beberapa tindakan pemecahan masalah yang dapat dilakukan
dijelaskan akibat kemacetan adalah sebagai berikut.
A. Kebutuhan Akan Transportasi
Diperlukan sistem jaringan transportasi antara kota utama dengan kota satelit
tersebut dalam hal ini perlu dilakukan pelebaran jalan yang mengundang masalah
pembebasan Iahan, Usaha lain adalah mengatur lokasi pusat kegiatan utama
sebagai pusat bangkitan lalulintas sehingga pergerakan pemenuhan kebutuhan
tersebut hanya terjadi pada luas wilayah tertentu saja.
B. Prasarana Transportasi
Beberapa tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan luas jalan dan
kapasitas prasarana transportasi akan dijelaskan berikut ini.
I) Pelebaran dan perbaikan geometrik persimpangan. Pembuatan jembatan
20
penyeberangan baik untuk pejalan kaki maupun untuk kendaraan pada
daerah tertentu untuk mengurangi kecelakaan sewaktu menyeberang dan
juga untuk membuka isolasi akibat pembangunan jalan bebas hambatan
yang memisahkan satu daerah menjadi dua daerah yang terisolasi.
2) Pembuatan persimpangan tidak sebidang untuk mengurangi titik konflik
bagi kendaraan yang menggunakan persimpangan tersebut.
3) Pembangunan jalan terobosan baru untuk melengkapi sistem jaringan
jalan yang telah ada dan pembenahan sistem hirarki jalan. Hal ini
terutama terlihat pada daerah perbatasan dengan daerah administrasi lain.
4) Pembuatan jembatan penyeberangan baik untuk pejalan kaki maupun
untuk kendaraan pada daerah tertentu untuk mengurangi kecelakaan
sewaktu menyeberang dan juga untuk membuka isolasi akibat
pembangunan jalan bebas hambatan yang memisahkan satu daerah
menjadi dua daerah yang terisolasi.
C. Rekayasa dan Manajemen Lalu Lintas
Rekayasa menajemen lalulintas dapat dilakukan dengan berbagai cara yang
diuraikan berikut ini.
l) Perbaikan sistem lampu lalu lintas dan sistem jaringan jalan
a. Pemasangan dan perbaikan sistem lampu lalu lintas secara terisolasi
dimaksud untuk mengikuti fluktuasi lalu lintas yang berbeda-beda dalam 1
jam, 1 hari, maupun I minggu. Selain itu juga dilakukan secara terkoordinasi
yaitu dengan mengatur seluruh lampu lalu lintas secara terpusat. Pengaturan
ini dapat mengurangi tundaan dan kemacetan. Sistem ini dikenal dengan
Area Traffic Control Syslem (ATCS). Beberapa kola di Indonesia telah
dilengkapi dengan sistem tersebut seperti DKI-Jakarta, Bandung, dan
Surabaya.
b. Perbaikan perencanaan sistem jaringan jalan yang ada termasuk jaringan
jalan KA, jalan raya, bus, dilaksanakan untuk menunjang Sistem Angkutan
Umum Transportasi Perkotaan Terpadu (SAUTPT).
c. Penerapan manajemen transportasi, antara lain kebijakan perparkiran,
perbaikan fasilitas pejalan kaki, dan jalur khusus bus. Perlunya penerapan
pembatasan lalu lintas terhadap penggunaan kendaraan pribadi telah

21
diterima oleh para pakar transportasi sebagai hal yang penting dalam
menanggulangi masalah kemacetan di daerah perkotaan.
2) Kebijakan peıparkiran
Penggunaan badan jalan sebagai tempat parkir jelas memperkecil kapasitas
jalan tersebut karena sebagian besar lebar jalan digunakan sebagai tempat
parkir. Pelaksanaan pengaturan parkir meliputi:
a Pembatasan tempat parkir di badan jalan
b Merencanakan fasilitas tempat parkir di luar daerah, seperti park-and-ride
c Pengaturan biaya parkir
d. Denda yang tinggi terhadap pelanggar parkir
3) Prioritas angkutan umum
Angkutan umum menggunakan prasarana secara lebih efisien dibandingkan
dengan kendaraan pribadi terutama pada waktu sibuk. Terdapat dua buah jenis
ukuran agar pelayanan angkutan umum lebih baik:
a. Perbaikan operasi pelayanan, frekuensi, kecepatan dan kenyamanan.
b. Perbaikan sarana penunjang jalan yaitu penentuan lokaşi dan desain
tempat pemberhentian dan terminal yang baik terutama dengan adanya
moda transportasi yang berbeda-beda seperti jalan raya dan jalan rel, atau
antara transportasi perkotaan dan antar kota. Serta pemberian prioritas
yang lebih tinggi pada angkutan umum. Teknik yang sering digunakan
adalah jalur khusus bus, prioritas bus, lampu lalu lintas, tempat berhenti
taksi.

22

Anda mungkin juga menyukai