Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Transportasi dan Kemacetan


Transportasi adalah pergerakan manusia dan/atau barang dari tempat yang satu ke
tempat yang lain. Pergerakan timbul karena adanya aktifitas didalam masyarakat (Tamin &
Z., 2000). Pentingnya transportasi tersebut tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan
akan jasa angkutan bagi mobilitas manusia serta barang sebagai akibat meningkatnya
perkembangan penduduk dan perkembangan pemukiman di kota-kota besar yang berakibat
terhadap kemacetan, (Wijayanto, 2019). Latar belakang kebutuhan akan perpindahan dalam
suatu masyarakat, baik orang maupun barang menimbulkan pengangkutan. Untuk itu
diperlukan alat-alat angkut, dan pergerakan alat-alat angkut tersebut secara keseluruhan
menimbulkan lalu lintas. Derajat kebutuhan akan angkutan menunjukan aktivitas masyarakat
dengan demikian perkembangan BPS lalu lintas mengikuti perkembangan masyarakat yang
bersangkutan. Pertumbuhan volume lalu lintas yang cepat menyebabkan jalan-jalan menjadi
macet dan angka rata-rata kecelakaan pada pertemuan jalan baik dikota atau didaerah
menjadi tinggi. Untuk menjawab semua tantangan atau problema tersebut maka diperlukan
analisa dan studi lalu lintas yang diperlukan untuk perencanaan dan pemeliharaan jalan guna
sebagai dasar pendekatan konstruktif dan pendekatan pembatasan, sehingga jalan-jalan yang
ada dan jalan yang baru dapat digunakan secara efisien, (Widyaningsih, 2016).
Definisi kemacetan menurut Direktorat Jenderal Bina Marga, (Departemen PU,
1997) yaitu suatu kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan yang ditinjau
melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang mengakibatkan kecepatan bebas ruas jalan
tersebut mendekati 0 km/jam sehingga menyebebkan terjadinya antrian. (Afrin & Yodo,
2020) mengatakan bahwa definisi umum dari kemacetan adalah ketika kebutuhan perjalanan
melebihi kapasitas jalan raya. (Bergkamp, 2011), kemacetan adalah kondisi dimana terjadi
penumpukan kendaraan di jalan yang disebabkan banyaknya kendaraan dan tidak mampu
diimbangi oleh sarana serta prasarana lalu lintas. (Narotikah et al., 2019), menyatakan bahwa
kemacetan lalu lintas merupakan isu penting yang mempengaruhi aspek sosial, sektor
ekonomi dan lingkungan. (Taghdisi et al., 2019), Akibat yang dirasakan dari kemacetan juga
bisa terlihat jelas dari bentuk antrian yang panjang dan terjadinya keterlambatan. (Dampak
kemacetan juga menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi pengguna jalan, terutama
dalam hal pemborosan bahan bakar (Susanti, 2015), Oleh karena itu, jika ada gangguan pada

https://lib.mercubuana.ac.id/
9

kinerja mereka sehari-hari, akan berdampak pada kualitas hidup.(Narotikah et al.,


2019). Kemacetan terjadi akibat kepadatan penduduk yang tinggi, pertumbuhan kendaraan
bermotor dan infrastrukturnya, serta menjamurnya transportasi online dan layanan
pengiriman. (Afrin & Yodo, 2020).

2.2. Kinerja Ruas Jalan


Menurut (Suwardi, 2010) kinerja ruas jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk
melayani kebutuhan arus lalu lintas sesuai dengan fungsinya yang dapat diukur dan
dibandingkan dengan standar tingkat pelayanan jalan. Nilai tingkat pelayanan jalan
dijadikan sebagai parameter kinerja ruas jalan.
Menurut MKJI 1997 (Departemen PU, 1997), Kinerja merupakan suatu ukuran
kuantitatif mengenai kondisi operasional dari fasilitas lalu lintas. Adapun beberapa
parameter yang digunakan dalam menentukan kinerja ruas jalan adalah sebagai berikut:

2.2.1 Arus dan Komposisi Lalu Lintas


Didalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) (Departemen PU, 1997),
nilai arus lalu lintas mencerminkan komposisi lalu lintas, dengan menyatakan arus lalu lintas
dalam satuan mobil penumpang (smp). Semua nilai arus lalu lintas (per arah dan total) diubah
menjadi satuan mobil penumpang (smp) dengan menggunakan ekivalen mobil penumpang
(emp) yang diturunkan secara empiris untuk tipe kendaraan berikut:
a. Kendaraan ringan (Light Vehicle) [LV], Meliputi kendaraan bermotor 2 as beroda empat
dengan jarak as 2.0-3.0 m (termasuk mobil penumpang, mikrobis, pick-up, truk kecil,
sesuai sistem klasifikasi Bina Marga),
b. Kendaraan berat (Heavy Vehicle) [HV], Meliputi kendaraan motor dengan jarak as lebih
dari 3.5 m biasanya beroda lebih dari empat (termasuk bis, truk 2 as, truk tiga as, dan
truk kombinasi),
c. Sepeda Motor (Motor Cycle) [MC], Meliputi kendaraan bermotor roda 2 atau tiga
(termasuk sepeda motor dan kendaraan roda tiga sesuai sistem klasifikasi Bina Marga),
d. Kendaraan Tidak Bermotor (Un Motorized) [UM], Meliputi kendaraan beroda yang
menggunakan tenaga manusia, hewan,dan lain-lain (termasuk becak, sepeda, kereta
kuda, kereta dorong dan lain-lain sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

https://lib.mercubuana.ac.id/
10

Nilai ekuivalen mobil penumpang (emp) untuk jalan perkotaan terbagi dan satu arah
disajikan pada Tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2. 1 Ekuivalen mobil penumpang (Emp) untuk jalan perkotaan terbagi
dan satu-Arah

Tipe jalan: Arus lalu lintas emp


jalan satu arah dan per lajur
HV MC
jalan terbagi (kend/jam)
Dua lajur satu arah (2/1) 0 1.30 0.40
dan
Empat lajur terbagi (4/2D) ≥ 1050 1.20 0.25
Tiga lajur satu arah (3/1) 0 1.30 0.40
dan
Enam lajur terbagi (6/2D) ≥ 1100 1.20 0.25
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum (MKJI 1997)

2.2.2 Kapasitas Jalan


Menurut (Tamin & Z., 2000), kapasitas jalan adalah arus maksimum yang melewati
suatu titik dijalan yang dapat dipertahankan persatuan jam pada kondisi tertentu. Untuk jalan
dua lajur dua arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi dua arah). Namun
untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan per lajur.
Kapasitas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp). Menurut (Hicks R.G, 1999),
kapasitas jalan adalah kapasitas satu ruas jalan dalam satu sistem jalan raya adalah jumlah
kendaraan maksimum yang memiliki kemungkinan yang cukup untuk melewati ruas jalan
tersebut dalam periode waktu tertentu dan dibawah kondisi jalan dan lalu lintas yang umum.
Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997), arti dari kapasitas adalah
: Arus lalu-lintas maximum yang dapat dipertahankan (tetap) pada suatu bagian jalan dalam
kondisi tertentu (misalnya: rencana geometrik, lingkungan, komposisi lalu-lintas dan
sebagainya. Catatan: Biasanya dinyatakan dalarn kend/jam atau smp/jam). Kapasitas harian
sebaiknya tidak digunakan sebagai ukuran. Keterkaitan dengan kapasitas jalan untuk jalan
Jl. Arief Rahman Hakim Kota Depok dapat digolongkan kedalam Jalan dalam Kota,
sehingga perhitungan rumus untuk menghitung kapasitas jalan, berdasarkan pada rumus
kapasitas jalan dalam kota. Kapasitas jalan adalah volume maksimum dimana lalu lintas
dapat lewat sepanjang jalan tersebut pada keadaan tertentu (geometrik, distribusi arah dan

https://lib.mercubuana.ac.id/
11

komposisi lalulintas, faktor lingkungan). Hal ini berguna sebagai tolak ukur dalam penetapan
keadaan lalu lintas sekarang atau pengaruh dari usulan pengembangan.
Ada dua ukuran kapasitas jalan yang sering digunakan, selain yang didefinisikan di
atas lainya adalah kapasitas aktual, yaitu kapasitas yang operasional, sebagai akibat
pengaruh lingkungan jalan (hambatan samping) dan lebar efektif jalan. Berikut ini
persamaan tentang kapasitas suatu ruas jalan menurut metode Manual Kapasitas Jalan
Indonesia (MKJI,1997) untuk daerah perkotaan:
C = CO x FCW x FCSP x FCSF x FCCS
dimana:
C = Kapasitas (smp/jam)
CO = Kapasitas dasar (smp/jam), adalah kapasitas segmen jalan pada kondisi
geometrik,pola arus lalulintas, dan faktor lingkungan yang ditentukan sebelumnya
FCW = Faktor penyesuaian lebar jalan, yakni penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat
lebar arah lalulintas
FCSP = Faktor penyesuaian pemisah arah, untuk kapasitas dasar akibat pemisahan arah
lalulintas
FCSF = Faktor Penyesuaian Hambatan Samping dan Bahu Jalan/Kerb
FCcs = Faktor penyesuaian ukuran kota, yaitu jumlah penduduk dalam kota (juta)

dimana:
a. Kapasitas Dasar (CO)
Jika kondisi sesungguhnya sama dengan kasus dasar (ideal) tertentu, maka semua
faktor penyesuaian menjadi 1,0 sehingga besarnya kapasitas sama dengan kapasitas dasar.
Nilai kapasitas dasar disajikan pada tabel 2.2 sebagai berikut:
Tabel 2. 2 Kapasitas dasar (Co) untuk jalan perkotaan

Tipe jalan Kapasitas dasar Keterangan


Empat lajur terbagi atau jalan satu arah 1650 Per lajur
Empat lajur tak terbagi 1500 Per lajur
Dua lajur tak terbagi 2900 Total dua arah
sumber: Departemen Pekerjaan Umum (MKJI 1997)

https://lib.mercubuana.ac.id/
12

b. Faktor Penyesuaian Lebar Arah lalu Lintas (FCW)


Kapasitas juga dipengaruhi oleh lebar arah lalu lintas dapat dilihat pada Tabel 2.3
sebagai berikut:
Tabel 2. 3 Faktor penyesuaian kapasitas FCW untuk pengaruh lebar
arah lalu lintas untuk jalan perkotaan

Lebar Arah Lalu Lintas


Type Jalan Efektif (Wc) FCw
(m)
Per lajur
3,00 0,92
Empat lajur terbagi (4/2D) 3,25 0,96
atau jalan satu arah 3,50 1,00
3,75 1,04
4,00 1,08
Per lajur
3,00 0,91
Empat lajur tak terbagi 3,25 0,95
(4/2UD) 3,50 1,00
3,75 1,05
4,00 1,09
Total dua arah
5 0,56
6 0,87
Dua lajur dua arah tak terbagi 7 1,00
(2/2UD) 8 1,14
9 1,25
10 1,29
11 1,34
sumber: Departemen Pekerjaan Umum (MKJI

c. Faktor Penyesuaian Pemisah Arah (FCSP)


Untuk faktor penyesuaian kapasitas pemisah arah (FC SP) nilai untuk jalan terbagi dan
satu arah faktor penyesuaian arah bernilai 1,0. Nilai factor penyesuaian pemisah arah
disajikan pada tabel 2.4 sebagai berikut:

https://lib.mercubuana.ac.id/
13

Tabel 2. 4 Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah (FC SP)

Pemisah arah SP % - % 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30

Dua lajur dua arah


1.00 0.97 0.94 0.91 0.88
(2/2)
FCSP
Empat lajur dua arah
1.00 0.985 0.97 0.955 0.94
(4/2)
sumber: Departemen Pekerjaan Umum (MKJI 1997)

d. Faktor Penyesuaian Hambatan Ssmping (FCSF)


MKJI (1997), Nilai faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping dibedakan
berdasarkan tipe jalan dengan bahu dan tipe jalan dengan kereb. Untuk menentukan Kelas
Hambatan Samping (FCSF) dapat dilihat pada tabel 2.5 dibawah ini:
Tabel 2. 5 Faktor penyesuaian FCSF untuk pengaruh hambatan samping dan lebar bahu
pada kapasitas jalan perkotaan dengan bahu

Faktor Penyesuaian Untuk hambatan


Samping dan Lebar bahu (FCw)
Kelas Hambatan
Type Jalan Lebar Bahu (Ws) (m)
Samping
≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥ 2,0 m
Sangat Rendah 0,96 0,98 1,01 1,03
Rendah 0,94 0,97 1,02 1,02
4/2 D Sedang 0,92 0,95 0,98 1,00
Tinggi 0,88 0,93 0,95 0,98
Sangat Tinggi 0,84 0,88 0,92 0,96
Sangat Rendah 0,96 0,99 1,01 1,03
Rendah 0,94 0,97 1,00 1,02
4/2 UD Sedang 0,92 0,95 0,98 1,00
Tinggi 0,87 0,91 0,94 0,98
Sangat Tinggi 0,80 0,86 0,90 0,95
Sangat Rendah 0,94 0,96 0,99 0,99
2/2 UD atau Rendah 0,92 0,94 0,97 0,97
jalan satu Sedang 0,89 0,92 0,95 0,94
arah Tinggi 0,82 0,86 0,90 0,88
Sangat Tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91
sumber: Departemen Pekerjaan Umum (MKJI 1997)

2.3. Karateristik Arus Lalu Lintas


Arus lalu lintas merupakan arus atau volume lalu lintas pada suatu jalan raya yang
diukur berdasarkan jumlah kendaraan yang melewati titik tertentu selama selang waktu

https://lib.mercubuana.ac.id/
14

tertentu. Arus lalu lintas di suatu lokasi tergantung pada beberapa faktor yang berhubungan
dengan daerah setempat yakni besaran-besaran yang bervariasi tiap jam dalam sehari, tiap
hari dalam seminggu, dan tiap bulan dalam setahun (C. H. Oglesby & Hicks, 1990). Menurut
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI, 1997) Menyebutkan bahwa arus lalu lintas adalah
jumlah kendaraan yang melewati suatu titik jalan persatuan waktu, dinyatakan dalam
kendaraan/jam, smp/jam.

2.3.1. Volume lalu lintas


Volume lalu lintas adalah banyaknya kendaraan yang melewati suatu titik
pengamatan dalam satuan waktu (hari, jam, menit). Satuan volume lalu lintas umumnya
dipergunakan sehubunngan dengan penentuan jumlah dan lebar lajur adalah: Lalu Lintas
Harian Rata-rata, Volume jam perencanaan, dan Kapasitas (Sukirman, 1994).

2.3.2. Kecepatan
Menurut (Hobbs & D., 1995) kecepatan adalah laju perjalanan yang biasanya
dinyatakan dalam kilometer per jam (km/jam), dan umumnya terbagi menjadi tiga jenis
yaitu :
1. Kecepatan setempat: kecepatan kendaraan pada suatu saat diukur dari suatu tempat yang
di tentukan.
2. Kecepatan bergerak: kecepatan kendaraan rata-rata pada suatu arah pada saat
kendaraan bergerak dan di dapat dengan membagi panjang arah dibagi dengan lama
waktu kendaraan bergerak menempuh arah tersebut.
3. Kecepatan perjalanan: kecepatan efektif kendaraan yang sedang dalam perjalanan antara
dua tempaat, dan merupakan jarak antara dua tempat dibagi dengan lama waktu bagi
kendaraan untuk menyelesaikan perjalanan antara dua tempat tersebut, dengan lama
waktu mencakup setiap waktu berhenti yang ditimbulkan oleh hambatan lalu lintas.

2.3.3. Kepadatan
Kepadatan atau kerapatan atau konsentrasi lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang
menempati suatu panjang ruas jalan pada suatu waktu tertentu. Biasanya dinyatakan dalam
kendaraan per kilometer (kendaraan/km). Kepadatan suatu ruas jalan tergantung pada
volume lalu lintas dan kecepatannya (Hendarto & dkk, 2001).

https://lib.mercubuana.ac.id/
15

2.4. Satuan Mobil Penumpang


Kementrian Transportasi dalam surat edarannya (Circular) nomor 727
mengemukakan pengertian tentang satuan mobil penumpang, disingkat smp (dalam bahasa
inggris: passenger car unit, disingkat pcu). Data berbagai kendaraan lain (selain mobil)
dikonversikan ke satuan tersebut dengan mengalikannya dengan faktor tertentu. Pemakaian
satuan mobil penumpang ekivalen (smp) dapat terbukti untuk perbandingan secara luas
tentang nilai pentingnya beberapa rute, tetapi ini harus dipakai dengan hati-hati dan lebih
baik tidak dipakai untuk tujuan perancangan (Hobbs & D., 1995).

2.5. Kapasitas Ruas Jalan


Kapasitas jalan adalah kapasitas suatu ruas jalan dalam satu sistem jalan raya adalah
jumlah kendaraan maksimum yang memiliki kemungkinan yang cukup untuk melewati ruas
jalan tersebut (dalam satu maupun dua arah ) dalam periode waktu tertentu dan dibawah
kondisi jalan dan lalu lintas yang umum (C. H. Oglesby & Hicks, 1990). Menurut MKJI
1997 kapasitas adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan pada kondisi
tertentu (geometri, distribusi arah, komposisi lalu lintas, dan faktor lingkungan).

2.6. Geometrik Jalan


Merujuk pada lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor:
19/PRT/M/2011, (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2011) tentang tabel persyaratan
teknis dari pada sistim jaringan segmen jalan klasifikasi arteri sekunder meliputi, yaitu:
1. LHRT (smp/hari); jalan sedang median datar ≤ 19.500
Fungsi jalan (penggunaan jalan); jalan sedang arteri (kelas I, II, III, Khusus),
2. Tipe jalan paling kecil 2/2TT,
3. Pekerasan jalan; jenis perkerasan jalan raya berpenutup aspal/beton, kerataan IRI paling
besar 6 dan RCI sedang,
4. Kecepatan rencana, VR, (Km/Jam); jalan raya 40 – 80,
5. RUMAJA; lebar 13,00 m, tinggi 5,00 m, kedalaman 1,50 m,
6. RUMIJA; jalan sedang 15,00 m,
7. RUWASJA; jalan sedang 15,00 m,
8. Badan jalan; jalan sedang 11,00 m,
9. Lebar arah; jalan sedang 7,00,
10. Lebar bahu; jalan sedang 1,50 m\

https://lib.mercubuana.ac.id/
16

11. Median; jalan sedang tanpa median,


12. Lebar arah pemisah arah; jalan sedang tanpa arah pemisah,
13. Lebar trotoar; 1,00 m,
14. Lebar saluran tepi jalan; jalan sedang 1,00 m,
15. Lebar ambang pengaman; jalan sedang 1,00 m,
16. Kemiringan perkerasan; jalan sedang 2 %,
17. Kemiringan bahu; jalan sedang 4 %,
18. Jarak antara jalan masuk paling; jalan sedang pada jalan arteri tidak kurang dari 1,0 Km
dan pada jalan kolektor 0,5 Km. Untuk mengatasi jalan masuk yang banyak pada jalan
lama, dapat dibuat arah samping yang menampung semua jalan masuk dan membatasi
bukaan sebagai jalan masuk ke arah jalan utama.
Sedangkan menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI Jalan Perkotaan, 1997)
menjelaskan bahwa geometri jalan dengan klasifikasi jalan perkotaan tipe dua-lajur dua-arah
(4/2D) mempunyai indikator tipe jalan, yaitu:
1. Terdapat segmen arah dengan lebar 7 (tujuh) meter
2. Adanya bahu efektif paling sedikit lebar 2 (dua) meter pada setiap sisi
3. Tidak terdapat adanya median
4. Komposisi pemisah arah 50-50
5. Aktivitas samping kategori rendah
6. Ukuran kota dengan penduduk 1,00 – 3,00 Juta jiwa
7. Eksisting alinyemen segmen jalan datar atau hampir semua datar

https://lib.mercubuana.ac.id/
17

Gambar 2. 1 Penjelasan istilah geometrik jalan perkotaan


Sumber: MKJI 1997 Jalan Perkotaan

2.6.1. Pengertian Komponen-komponen Jalan


Di dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, komponen-komponen jalan terdiri
dari:
1. Badan Jalan Adalah bagian jalan yang meliputi seluruh arah lalu lintas, median, dan bahu
jalan
2. Bahu Jalan Adalah bagian daerah manfaat jalan yang berdampingan dengan arah lalu
lintas untuk menampung kendaraan yang berhenti, keperluan darurat, dan untuk
pendukung samping bagi lapis pondasi bawah, lapis pondasi, dan lapis permukaan.
3. Batas Median Jalan Adalah bagian median selain arah tepian, yang biasanya ditinggikan
dengan batu tepi jalan.
4. Daerah Manfaat Jalan (Damaja) Adalah daerah yang meliputi seluruh badan jalan,
saluran tepi jalan dan ambang pengaman.
5. Daerah Milik Jalan (Damija) Adalah daerah yang meliputi seluruh daerah manfaat jalan
dan daerah yang diperuntukkan bagi pelebaran jalan dan penambahan arah lalu lintas di
kemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk pengaman jalan.
6. Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) Adalah lajur lahan yang berada di bawah
pengawasan penguasa jalan, ditujukan untuk penjagaan terhadap terhalangnya

https://lib.mercubuana.ac.id/
18

pandangan bebas pengemudi kendaraan bermotor dan untuk pengamanan konstruksi


jalan dalam hal ruang milik jalan tidak mencukupi.
7. Arah Adalah suatu bagian pada lajur lalu lintas yang ditempuh oleh kendaraan bermotor
(beroda 4 atau lebih) dalam satu jurusan
8. Arah Lalu lintas Adalah bagian ruang manfaat jalan yang direncanakan khusus untuk
lintasan kendaraan bermotor (beroda 4 atau lebih).
9. Lajur Adalah bagian arah yang memanjang dengan atau tanpa marka jalan, yang
memiliki lebar cukup untuk satu kendaraan bermotor sedang berjalan, selain sepeda
motor.
10. Rambu Lalu Lintas Adalah salah satu alat perlengkapan jalan dalam bentuk tertentu yang
memuat lambang, huruf, angka, kalimat dan/atau perpaduan di antaranya, yang
digunakan untuk memberikan peringatan, larangan, perintah dan petunjuk bagi pemakai
jalan.

2.7. Karateristik Geometri


2.7.1 Tipe jalan
Berbagai tipe jalan akan menunjukkan kinerja yang berbeda pada pembebanan lalu
lintas tertentu. Tipe jalan ditunjukkan dengan potongan melintang jalan yang di tunjukkan
oleh arah dan arah pada setiap segmen jalan (MKJI, 1997).

2.7.2 Arah dan lajur lalu lintas


Arah lalu lintas adalah keseluruhan bagian perkerasan jalan yang diperuntukkan
untuk lalu lintas kendaraan. Arah lalu lintas terdiri dari beberapa lajur (lane) kendaraan.
Lajur lalu lintas yaitu bagian dari arah lalu lintas yang khusus di peruntukkan untuk dilewati
oleh satu rangkaian kendaraan dalam satu arah. Lebar arah lalu lintas merupakan bagian dari
jalan yang paling menentukan lebar melintang secara keseluruhan(Sukirman, 1994).

2.7.3 Bahu jalan


Menurut (Sukirman, 1994) bahu jalan adalah arah yang terletak berdampingan
dengan arah lalu lintas. Bahu jalan berfungsi sebagai:
1. Ruang untuk tempat berhenti sementara kendaraan yang mogok atau yang sekedar
berhenti karena pengemudi ingin berorientasi mengenai jurusan yang akan di tempuh
atau untuk beristirahat,

https://lib.mercubuana.ac.id/
19

2. Ruang untuk menghindarkan diri dari saat-saat darurat sehingga dapat mencegah
terjadinya kecelakaan,
3. Memberikan kelegaan kepada pengemudi, dengan demikian dapat meningkatkan
kapasitas jalan bersangkutan,
4. Memberikan sokongan pada konstruksi perkerasan jalan dari arah samping,
5. Ruang pembantu pada waktu mengerjakan pekerjaan perbaikan/ pemeliharaan jalan
(untuk penempatan alat-alat dan bahan material),
6. Ruang untuk perlintasan kendaraan-kendaraan patroli, ambulans, yang sangat
membutuhkan pada saat keadaan darurat seperti terjadinya kecelakaan.

2.7.4 Trotoar dan kerb


Trotoar adalah bagian jalan yang disediakan untuk pejalan kaki yang biasanya
sejajar dengan jalan dan dipisahkan dari arah jalan oleh kerb (MKJI,1997). Menurut
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI, 1997) kerb adalah batas yang ditinggikan berupa
bahan kaku antara tepi arah lalu lintas dan trotoar. Kerb pada umumnya digunakan pada
jalan-jalan di daerah perkotaan, sedangkan untuk jalan-jalan antar kota kerb digunakan jika
jalan tersebut di rencanakan untuk lalu lintas dengan kecepatan tinggi atau apabila melintasi
perkampungan (Sukirman, 1994).

2.7.5 Median jalan


Menurut (Sukirman, 1994) median adalah arah yang terletak di tengah jalan untuk
membagi jalan dalam masing-masing arah. Median serta batas batasnya harus terlihat oleh
setiap mata pengemudi baik siang hari maupun malam hari serta disegala cuaca dan keadaan.
Fungsi median adalah sebagai berikut:
1. Menyediakan daerah netral yang cukup lebar dimana pengemudi masih dapat
mengontrol keadaannya pada saat-saat darurat.
2. Menyediakan jarak yang cukup untuk membatasi / mengurangi kesilauan terhadap lampu
besar dari kendaraan yang berlawanan.
3. Menambah rasa kelegaan, kenyamanan, dan keindahan bagi setiap pengemudi.
Mengamankan kebebasan samping dari masing-masing arah lalu lintas.

https://lib.mercubuana.ac.id/
20

2.8. Tinjauan Lingkungan


Menurut (Munawar, 2006) mengatakan faktor lingkungan dapat mempengaruhi
kinerja lalu lintas yaitu: tipe lingkungan jalan, gangguan samping dan ukuran kota.

2.8.1. Tipe lingkungan jalan


Tipe lingkungan jalan menggambarkan tata guna lahan dan aksesbilitas dari seluruh
aktivitas jalan. Lingkungan jalan dapat dibedakan menjadi tiga tipe bagian jalan utama
berdasarkan pengamatan visual.
1. Komersial (commercial) yaitu penggunaan lahan untuk kegiatan komersial (missal:
pertokoan, pasar, perkantoran) dengan akses samping jalan langsung untuk kendaraan
dan pejalan kaki,
2. Pemukiman (residential) yaitu penggunaan lahan untuk pemukiman dengan akses
samping jalan langsung untuk kendaraan dan pejalan kaki,
3. Akses terbatas (restricted access) yaitu tidak atau dibatasi untuk akses samping jalan
langsung (contoh adanya pagar pembatas jalan, tebing jalan).

2.8.2. Gangguan samping/hambatan samping


Menurut (MKJI 1997), Hambatan samping digambarkan sebagai adanya pengaruh
dari aktivitas samping jalan seperti pejalan kaki yang berjalan di sepanjang jalan, angkutan
kota, pemberhentian bus untuk naik turun penumpang, kendaraan yang masuk dan keluar
sisi jalan, kendaraan lambat (becak, gerobak, dll), dan ruang parkir di badan jalan. Dalam
analisis ini parkir pada badan jalan yang menimbulkan kemacetan dengan tundaan yang
tinggi dimasukkan sebagai hambatan samping. Hambatan samping dapat dinyatakan dalam
ukuran tinggi, sedang, dan rendah.

2.8.3. Ukuran kota


Ukuran kota diklasifikasikan dalam jumlah penduduk pada kota yang bersangkutan.
Dimasukkannya ukuran kota sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kapasitas, karena
dianggap ada korelasi antara ukuran kota dengan sifat pengemudi. Semakin besar ukuran
kota semakin agresif pengemudi di jalan raya sehingga semakin tinggi kapasitas jalan.
(Departemen PU, 1997)

https://lib.mercubuana.ac.id/
21

2.9. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCCS)


Faktor penyesuaian ukuran kota (FCCS) ditentukan berdasarkan jumlah penduduk di
kota tempat ruas jalan yang bersangkutan berada. Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
menyarankan reduksi terhadap kecepatan arus bebas dasar bagi kota berpenduduk kurang
dari 1 juta jiwa dan kenaikan terhadap kapasitas dasar bagi kota berpenduduk lebih dari 3
juta jiwa. Faktor penyesuain ukuran kota dapat dilihat pada tabel 2.6 berikut
Tabel 2. 6 Faktor penyesuaian FCCS untuk pengaruh ukuran kota pada
kecepatan arus bebas kendaraan ringan jalan perkotaan

No. Ukuran Kota (juta jiwa) Faktor Penyesuaian Untuk Ukuran Kota
(FCCS)
< 0,1 0,90
0,2 - 0, 5 0,93
0,6 - 1,0 0,95
1,1 - 3,0 1,00
> 3,0 1,03
sumber: Departemen Pekerjaan Umum (MKJI 1997)

2.10. Derajat Kejenuhan


Derajat kejenuhan adalah rasio arus terhadap kapasitas jalan. Biasanya digunakan
sebagai faktor kunci dalam penentuan perilaku lalu lintas pada suatu segmen jalan dan
simpang. Dari nilai derajat kejenuhan ini dapat diketahui apakah segmen jalan tersebut akan
memiliki kapasitas atau tidak. Menurut MKJI 1997 persamaan untuk mencari besarnya
kejenuhan adalah sebagai berikut :
DS = Qsmp / C
dimana:
DS = Derajat kejenuhan.
C = Kapasitas (smp/jam)
Qsmp = Arus total (smp/jam).

Jika nilai DS < 0,75, maka jalan tersebut masih layak, tetapi jika DS > 0,75, maka
diperlukan penanganan pada jalan tersebut untuk mengurangi kepadatan. Derajat kejenuhan
(DS) merupakan rasio arus lalu lintas terhadap kapasitas (smp/jam) Derajat kejenuhan

https://lib.mercubuana.ac.id/
22

digunakan untuk menganalisis perilaku lalu lintas. Derajat kejenuhan diklasifikasikan


menjadi 3 kategori nilai derajat kejenuhan (MKJI, 1997), yaitu :
a. Tingkat Kapasitas Tinggi apabila didapat nilai DS diatas 0,85.
b. Tingkat Kapasitas Sedang apabila didapat nilai DS antara 0,7 sampai 0.85.
c. Tingkat Kapasitas Rendah apabila didapat nilai DS dibawah 0,7.

2.11. Hubungan Kecepatan Arus Bebas Dengan Derajat Kejenuhan


Kecepatan arus bebas mempunyai suatu kaitan dengan derajat kejenuhan. Hal ini
dapat dilihat dari grafik hubungan kecepatan sebagai fungsi dari derajat kejenuhan (Q/C)
pada Gambar 2.2 dan Gambar 2.3. Gambar tersebut digunakan dalam mencari tingkat
pelayanan dari suatu jalan maupun kecepatan teoritis pada suatu jalan. Untuk mencari tingkat
pelayanan, hal pertama yang dilakukan adalah memplot garis yang diambil berdasarkan
kecepatan arus bebas secara sejajar dengan garis kecepatan rata-rata kendaraan ringan yang
tersedia. Kemudian menarik garis keatas berdasarkan besarnya derajat kejenuhan.
Pertemuan antara garis kecepatan arus bebas dengan derajat kejenuhan kemudian ditarik
garis ke kiri untuk mendapatkan kecepatan perjalanan rata-rata teoritis. Selanjutnya
pertemuan ketiga garis tersebut akan menentukan tingkat pelayanan jalan. Garis putus-putus
pada grafik menunjukkan bahwa tingkat pelayanan sudah mencapai kondisi F dimana arus
tertahan dan terjadi antrean kendaraan yang panjang, kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan
volume rendah serta terjadi kemacetan untuk durasi yang cukup lama, keadaan antrean,
kecepatan maupun volume turun sampai 0 (nol).

Gambar 2. 2 Kecepatan sebagai fungsi dari DS untuk jalan 2/2 UD


(sumber: MKJI 1997 Jalan Perkotaan)

https://lib.mercubuana.ac.id/
23

Gambar 2. 3 Kecepatan sebagai fungsi dari DS untuk jalan banyak-lajur dan satu-arah
(sumber: MKJI 1997 Jalan Perkotaan)

2.12. Tingkat Pelayanan


Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2006 (Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor, 2006) mengenai Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di
Jalan. Pada BAB III Pasal 7, tingkat pelayanan jalan ditentukan dalam suatu skala interval
yang terdiri dari 6 (enam) tingkat. Tingkat-tingkat ini dinyatakan dengan huruf A yang
merupakan tingkat pelayanan tertinggi sampai F yang merupakan tingkat pelayanan paling
rendah. Apabila volume lalu lintas meningkat, maka tingkat pelayanan jalan menurun karena
kondisi lalu lintas yang memburuk akibat interaksi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
tingkat pelayanan. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pelayanan,
antara lain: volume, kapasitas, dan kecepatan. Tingkatan tingkat pelayanan sebagai berikut:
1. Tingkat Pelayanan A
a. Arus bebas dengan volume lalu lintas rendah dan kecepatan tinggi.
b. Kepadatan lalu lintas sangat rendah dengan kecepatan yang dapat dikendalikan oleh
pengemudi berdasarkan batasan kecepatan maksimum/minimum dan kondisi fisik
jalan.
c. Pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang diinginkannya tanpa atau dengan
sedikit tundaan
2. Tingkat Pelayanan B
a. Arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan mulai dibatasi oleh
kondisi lalu lintas.

https://lib.mercubuana.ac.id/
24

b. Kepadatan lalu lintas rendah hambatan internal lalu lintas belum memengaruhi
kecepatan.
c. Pengemudi masih punya cukup kebebasan untuk memilih kecepatannya dan lajur
jalan yang digunakan.
3. Tingkat Pelayanan C
a. Arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan dikendalikan oleh volume
lalu lintas yang lebih tinggi.
b. Kepadatan lalu lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas meningkat.
c. Pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah lajur atau
mendahului.
4. Tingkat Pelayanan D
a. Arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi dan kecepatan masih
ditolerir namun sangat terpengaruh oleh perubahan kondisi arus
b. Kepadatan lalu lintas sedang namun fluktuasi volume lalu lintas dan hambatan
temporer dapat menyebabkan penurunan kecepatan yang besar.
c. Kepadatan lalu lintas sedang namun fluktuasi volume lalu lintas dan hambatan
temporer dapat menyebabkan penurunan kecepatan yang besar.
5. Tingkat Pelayanan E
a. Arus lebih rendah daripada tingkat pelayanan D dengan volume lalu lintas
mendekati kapasitas jalan dan kecepatan sangat rendah.
b. Kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu lintas tinggi.
c. Pengemudi mulai merasakan kemacetan-kemacetan durasi pendek.
6. Tingkat Pelayanan F
a. Arus tertahan dan terjadi antrean kendaraan yang panjang.
b. Kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta terjadi kemacetan
untuk durasi yang cukup lama.
c. Dalam keadaan antrean, kecepatan maupun volume turun sampai 0.

Tingkat pelayanan dapat dilihat pada tabel 2.7 berikut:

https://lib.mercubuana.ac.id/
25

Tabel 2. 7 Tingkat Pelayanan Jalan


Tingkat
Kondisi Lapangan Rasio Q/C
Pelayanan
Arus bebas dengan kecepatan tinggi, pengemudi
A dapat memilih kecepatan yang diinginkan tanpa 0,00 – 0,20
tundaan
Arus stabil, kecepatan mulai dibatasi oleh kondisi
B lalu lintas, pengemudi memiliki kebebasan yang 0,20 – 0,44
cukup untuk memilih kecepatan
Arus stabil, tetapi kecepatan dan gerak kendaraan
C dibatasi oleh kondisi lalu lintas, pengemudi 0,45 – 0,74
dibatasi dalam memilih kecepatan
Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih
D dikendalikan oleh kondisi arus lalu lintas, rasio Q/C 0,75 – 0,84
masih bisa ditoleransi
Volume lalu lintas mendekati kapasitas, arus tidak
E 0,85 – 1,00
stabil, kecepatan kadang terhenti
F Arus lalu lintas macet, kecepatan rendah, terjadi antrian >1,00

2.13. Sistem Satu Arah


Sistem satu arah (SSA) adalah suatu pola lalu lintas yang dilakukan dengan merubah
jalan dua arah menjadi jalan satu arah yang berfungsi untuk meningkatkan keselamatan dan
kapasitas jalan dan persimpangan sehingga meningkatkan kelancaran lalu lintas yang
biasanya diterapkan diwilayah perkotaan. Sistem ini banyak diterapkan di Indonesia, seperti
sacara luas di Surabaya dan Bandung, secara parsial di Jakarta. (Wikibuku, 2017).
Menurut (C. H. da. H. Oglesby & R.G., 1993:409), Jalan satu arah adalah jalan
dimana lalu lintas kendaraan bergerak hanya satu jurusan saja. Di banyak kota, jaringan jalan
di dalam kota menggunakan basis operasi satu arah sedangkan arah lalu lintas yang
berlawanan menggunakan alternatif. Di beberapa lokasi lain beberapa arah merupakan jalan
arteri lalu lintas utama. Menurut (Hobbs & D., 1995), mendesain jalan satu arah diperlukan
jalan pelengkap dengan frekuensi yang tepat dari jalan yang terhubung. Tata letak jenis grid
adalah ideal karena memungkinkan adanya pasangan jalan dengan kapasitas yang sama.
Titik pemberhentian pada jalan satu arah merupakan tempat bidang-bidang kritis yang

https://lib.mercubuana.ac.id/
26

membutuhkan perencanaan yang cermat untuk menangani tempat-tempat konflik yang


ditimbulkan oleh tuntutan adanya belokan-belokan tambahan. Pada tempat-tempat dengan
arus lalu lintas padat, jalan simpang dengan satu arah akan menguntungkan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana diperlukan sebuah
pendekatan yang akan digunakan untuk pelaksanaan penelitian. Dalam penelitian
kuantitatif, Statistical Product and Service Solutions atau yang biasa kita kenal dengan SPSS
menjadi salah satu software penting untuk mengolah dan menganalisis data. Data yang
diambil dari jawaban kuisioner yang disebar kepada pengguna jalan dan warga yang tinggal
di Jl. Arif Rahman Hakim kota Depok dengan membuat skor pada masing-masing kuisioner.
Pada penelitian ini selain menggunakan metode SPSS juga tidak terlepas sesuai dengan
kaidah Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, sehingga didapatkan tahapan-tahapan
penelitian secara terencana dan sistematis untuk mengetahui kinerja lalu lintas terhadap
sistem dua arah (SDA) dan saat diberlakukannya sistem satu arah (SSA) di Jl. Arif Rahman
Hakim kota Depok.

2.14. Tinjauan Penelitian Terdahulu


Tolak ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah rangkuman dari penelitian
terdahulu yang terkait kinerja lalu lintas jalan. Adapun tinjauan penelitian terdahulu
disajikan pada tabel 2.8 berikut ini:

https://lib.mercubuana.ac.id/
Tabel 2. 8 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Nama dan Tahun


No. Judul dan Objek Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
Penelitian,
1 (Hartanto & Imanuel, Metode analisis: Hasil studi: menunjukkan dengan adanya SSA,
Jurnal:
2018) VISSIM. rata-rata kecepatan pada ruas jalan meningkat dari
Analisis Lalu Lintas Variabel: 15,5 km/jam menjadi 17,7 km/jam dan tundaan
Penerapan Sistem Satu Lalu lintas, pada simpang berkurang dari 60,3
Arah Di Kawasan Dukuh Manajemen dan detik/kendaraan menjadi 43,7 detik/kendaraan.
Atas, Jakarta Rekayasa, Sistem satu Penerapan SSA diperkirakan akan meningkatkan
arah, Dukuh Atas, kinerja lalu lintas di kawasan Dukuh Atas.
Vissim Penerapan SSA ini akan lebih baik jika diterapkan
juga pada kawasan Dukuh Atas bagian barat
mengelilingi KCP BNI sehingga simpang Dukuh
Bawah tidak perlu menggunakan APILL.
2 (Purwanto, Djoko, 2015) Jurnal MKTS ISSN: 0854- Metode Analisis Bahwa pemberlakuan sistem satu arah pada Jl.
1809 Efektifitas MKJI 1997 Indraprasta dinilai belum efektif mengingat
Pemberlakuan Sistem Satu Variabel: derajat kejenuhannya relatif masih kecil,
Arah Pada Jalan Indraprasta Sebaran beban lalu sementara Jl.Mgr. Soegiyopranoto mempunyai
Kota Semarang Dalam lintas, Sistem satu derajat kejenuhan yang besar. Maka perlu
Rangka Pemerataan arah, Efektifitas dilakukan pemberlakuan sistem satu arah pada Jl.
Sebaran Beban Lalu Lintas Indraprasta, Jl. Imam Bonjol, dan Jl. Mgr.
Soegiyopranoto, sehingga membentuk “rotary
link“, juga perlu memberlakukan contra flow
untuk angkutan umum terutama di Jl.
Soegiyopranoto dan Jl. Imam Bonjol; perlu
dilakukan pula penataan simpang-simpang yang
menghubungkan ketiga ruas jalan yang
bersangkutan meliputi pengaturan sinyal dan
geometriknya.

https://lib.mercubuana.ac.id/
28

Tabel 2. 8 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Nama dan Tahun


No. Judul dan Objek Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
Penelitian,
3 (Mubarak & dkk, 2021) Journal of Civil Metode Analisis Hasil perhitungan diperoleh nilai derajat
Engineering; MKJI 1997 kejenuhan 0,80 dengan Tingkat layanan D.
e-ISSN: 2622-870X p- Kecepatan arus bebas 33,50 km/jam. Kecepatan
Variabel:
ISSN: 2622-8084 minimum kendaraan saat terjadi kemacetan pada
Pengaruh Hambatan Derajat kejenuhan; hari Minggu adalah 19.18 km/jam atau 11,92
Samping Terhadap Kinerja Kemacetan lalu lintas; Mph. Sementara kapasitas ruas jalan 1856,03
Lalu Lintas Di Kabupaten Alternatif; kecepatan smp/jam hal ini menunjukkkan keadaan ruas jalan
Kampar minimum sudah sangat jenuh sehingga diperlukan perbaikan
kinerja jalan. Menghilangkan data parkir,
kendaraan berhenti dan kendaraan keluar masuk.
Sehingga didapat kapasitas ruas jalan C = 2028,68
smp/jam. Kecepatan arus bebas = 38,17 km/jam.
Derajat kejenuhan = 0,74 sudah dibawah standar
dari ketentuan MKJI 1997.
4 (Fricilia & Naufal Rudini, C-Line/Jurnal Teknik Perubahan arus lalu lintas pada sistem satu arah di
Metode Analisis
2020) Sipil/Vol. IX No. 2, Juli jalan Arif Rahman Hakim Berdampak Baik Pada
MKJI 1997
2020 lajur dua yaitu lajur dari simpang rambada
Evaluasi Perubahan Lalu Variabel: menuju simpang PLN (ke Arah Beji), dibuktikan
Lintas Akibat Sistem Satu Lalu Lintas Kota, dengan perubahan derajat kejenuhan (dari 0,55
Arah (Studi Kasus Jl. Arif Sistem Satu Arah, menjadi 0,32) atau tingkat pelayananya yang
Rahman Hakim, Depok) Jalan Arif Rahman (berubah dari C menjadi B), kedua aspek tersebut
Hakim, Depok di ambil pada saat sore hari pada saat jam sibuk.

5 (Rusmin, 2019) Tesis S2: Metode: VISSIM Antrian dan tundaan yang terjadi di akibatkan
Variabel: oleh konflik antar kendaraan padat nya

https://lib.mercubuana.ac.id/
29

Tabel 2. 8 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Nama dan Tahun


No. Judul dan Objek Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
Penelitian,
Pemodelan Simulasi Losari Makassar, kendaraan, serta banyaknya kesalahan pengemudi
Perubahan Arah Lalu Lintas Panjang Antrian, dalam mengambil lajur sebelum persimpang an.
Kawasan Pantai Losari Penugasan Dinamis, Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya rekayasa
Makassar Berbasis Tundaan, Vissim lalu lintas dengan simpang ber sinyal atau
Mikrosimulasi Lalu Lintas perubahan arah pergerakan lalu lintas.
6 (Nunung Widyaningsih, Jurnal Indonesia Sosial Volume kendaraan yang masuk area parkir pada
Metode: MKJI 1997
2021) Sains Jumat, 13 November 2020 sebanyak 34 mobil dan
Vol. 2 No. 3 Maret 2021 Metode Kuantitatif 41 motor, Sabtu, 21 November 2020 sebanyak 48
Variabel: mobil dan 65 motor dan Minggu, 27 November
P-ISSN: 2723 - 6692 dan E-
2020 sebanyak 41 mobil dan 61 motor.
ISSN: 2723 - 6595 akumulasi parkir;
Akumulasi parkir terbesar pada hari Sabtu
Analisis: angka pergantian
sebanyak 11 mobil terjadi antara pukul 08:00-
Karakteristik Parkir Dan parkir; durasi parkir;
08:59 WIB dan Minggu sebanyak 104 motor
Kebutuhan Ruang Parkir Di indeks parkir; MKJI
terjadi antara pukul 14:00-14:59 WIB. Durasi
Kawasan Kuliner Pasar 1997; ruas jalan.
parkir Sabtu rata rata parkir mobil adalah 1,81
Lama Tangerang jam/kend dan 2 jam/kend untuk motor. Pada hari
Sabtu Indeks parkir mobil terbesar adalah
120,93% pukul 16:00-16:59 WIB dan 108,26%
untuk motor terjadi pada Selasa pukul 17:00-
17:59 WIB. PTO terbesar adalah 1 kend/SRP/
waktu pengamatan. Dilihat dari analisis ruas jalan
untuk kecepatan survey di jalan Kisamaun di jam

https://lib.mercubuana.ac.id/
30

Tabel 2. 8 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Nama dan Tahun


No. Judul dan Objek Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
Penelitian,
puncak pagi, siang dan sore memliki tingkat
pelayanan atau Level of Service (LOS) yaitu D.
Hal ini menunjukan bahwa terjadi tingkat arus
kendaraan pada sore hari Sabtu, 21 November
2020 dari 16:00-17:00 WIB.
7 (Asnan, 2019) Tesis S2: Metode: Alternatif jangka pendek yang dapat digunakan
Analisis Kinerja Ruas Jalan Study Literatur dan berupa alternatif 1 yaitu pelebaran dengan
Pada Overpass Dikaitkan Metode Observasi memanfaatkan trotoar selebar 0,4 meter sehingga
Dengan Antrian Kendaraan dan Survey badan jalan pada overpass menjadi 4,3 meter dan
(Studi Kasus Overpass Variabel: meng hasilkan derajat keje nuhan pada overpass
Sidokepung) volume lalu lintas, Sidokepung 1,28 hasil tersebut masih tinggi
invent tarisasi over dengan kata lain masih terjadi kemacetan. Untuk
pas, kecepatan penanganan jangka panjang dapat menggunakan
kendaraan, kapasitas, Alternatif 2 yaitu dengan melebarkan badan jalan
Antrian pada overpass menjadi 6,5 meter serta trotoar
menjadi 1 meter dan menghasilkan derajat
kejenuhan Sidokepung 0,72. Alternatif 3 sama
dengan alternatif2 namun lebar badan jalan pada
overpass sebesar 8 meter dan menghasilkan
derajat kejenuhan pada overpass Sidokepung
0,59.
8 (Ortigosa et al., 2014) Working Paper: Analysis of Metode: Formulasi - Lalu lintas dua arah membuat jarak tempuh
Oneway And Twoway Analitik CORSIM terpendek dan terjadi kemacetan degan pola
Street Configurations On Simulasi kemacetan yang berulang.
Urban Grid Networks Variabel: - Lalu lintas satu arah memiliki waktu tempuh
lebih Panjang, tetapi lebih lancar.

https://lib.mercubuana.ac.id/
31

Tabel 2. 8 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Nama dan Tahun


No. Judul dan Objek Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
Penelitian,
Lalu lintas perkotaan, - Jaringan dua arah dengan belok dapat
Desain Jaringan, jalan dilakukan apabila kepadatan lalu lintas rendah.
satu arah, Jalan dua
arah, Dilarang belok
kiri.

9 (Zhang et al., 2020) Metode: Metode Model perencanaan dengan memodifikasi jalan
Kuantitatif dengan dua arah menjadi jalan satu arah di Kota Baru
Original Paper: Study On Algoritma Genetika Tongzhou dapat meningkatkan operasi lalu lintas
The Influence Of Oneway di wilayah tersebut.
Variabel:
Street Optimization Design
On Traffic Operation Jalan satu arah,
System Algoritma genetik,
Simulasi Lalu lintas,
Model Perencanaan
jaringan jalan
10 (Riggs et al., 2016) Metode; Sensus Banyak komunitas di Amerika Serikat mengubah
Paper:
LEHD jalan satu arah menjadi arus lalu lintas dua arah.
The Economic Impact of Variabel: Hasil studi ini menunjukkan bahwa perubahan
Oneway Street Disain jalan, Dua jalan bukanlah jalan keluar untuk pembangunan
Conversions: Advancing a arah, Pengembangan ekonomi, tetapi dapat menjadi strategi baru yang
Context Sensitive masyarakat, efektif untuk sektor lainnya
Framework Pengembangan
Ekonomi, Regenerasi

https://lib.mercubuana.ac.id/
2.15. Research Gap
Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya, maka
posisi penelitian ini akan ditunjukkan pada Tabel 2.9 di bawah ini:
Tabel 2. 9 Research Gap Penelitian
No. Urut Peneliti
(11)
URAIAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Penelitian
ini
Lalu Lintas
Rekayasa
Kinerja Lalu Lintas
Satu Arah
Dua Arah
Hambatan Samping
Derajat Kejenuhan
VARIABEL

PARAMETER Kemacetan
KORELASI
Kecepatan
KINERJA LALU
LINTAS Parkir
Volume Kendaraan
Antrian
Simulasi Lalu lintas
Model Perencanaan Jalan
Pembangunan Ekonomi
Situasi Kendaraan
Situasi Jalan
Kawasan Dukuh Atas Jakarta
Jl. Indraprasta Semarang
Kabupaten Kampar
Jl. Arif Rahman Hakim kota Depok
Kawasan Pantai Losari Makasar
STUDI KASUS
Kawasan kuliner Pasar Lama Tangerang
Overpas Sidokepung Surabaya
Zurich
Kota Baru Tungzhou, China
Amerika Serikat
VISSIM
MKJI 1997
Study Literatur dan Observasi
TOOLS METODE
Simulasi CORSIM
ANALISIS
Algoritma Genetika
Sensus LEHD
Regresi Linier Berganda SPSS

KETERANGAN: VARIABEL PENELITIAN TERDAHULU

VARIABEL PENELITIAN SAAT INI

Keterangan:
1. (Hartanto & Imanuel, 2018) 6. (Nunung Widyaningsih, 2021)
2. (Purwanto & Yulipriyono, 2015) 7. (Asnan, 2019)
3. (Mubarak & dkk, 2021) 8. (Ortigosa et al., 2014)
4. (Fricilia & Naufal Rudini, 2020) 9. (Zhang et al., 2020)
5. (Raihana & Widyaningsih, 2021) 10. (Riggs et al., 2016)

https://lib.mercubuana.ac.id/
33

2.16. Novelty Penelitian


Merujuk kepada research gap pada Tabel 2.22 di atas, maka novelty atau kebaruan
dari penelitian ini adalah analisis pengaruh situasi kendaraan, hambatan samping, situasi
jalan pada sistem dua arah dan sistem satu arah terhadap kinerja lalu lintas dengan
menggunakan metode SPSS.

2.17. Kerangka Pikir


Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan juga penelitian terdahulu,
kerangka pikir pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.4 sebagai berikut:

https://lib.mercubuana.ac.id/
34

Permasalahan

Jalan Arif Rahman Hakim kota


Depok merupakan ruas jalan
sistem dua arah (4/2D), dimana
terjadi kemacetan pada jalur 1
(satu). Untuk mengatasi masalah
kemacetan, diberlakukan sistem
satu arah (4/1D) yang diberlakukan
pada pukul 15.00 – 22.00 wib

Penyebab Manfaat
Terdapat faktor-faktor penyebab Memberikan referensi untuk
terjadinya kemacetan seperti pertimbangan bagi Pemerintah
situasi kendaraan, hambatan Kota Depok (Dishub) dan pihak
samping, situasi jalan yang terkait dalam kaitannya melakukan
mempengaruhi kinerja lalu lintas rekayas lalu lintas dengan
di Jl. Arif Rahman Hakim kota diberlakukannya sistem dua arah
Depok. menjadi sistem satu arah untuk
mengurangi kemacetan pada jam
sibuk untuk meningkatkan kinerja
Lalu Lintas.

Dampak

Diberlakukannya sistem dua arah,


pada jalur 1 arah Jl. Margonda Tema Penelitian
Raya menuju Jl. Nusantaran terjadi
kemacetan akibat situasi Berdasarkan permasalahan,
kendaraan, hambatan samping dan penyebab dan dampak di atas,
situasi jalan. Dengan maka Peneliti melakukan
diberlakukannya sistem satu arah, penelitian dengan judul “Analisis
pada jalur 1 kemacetan sudah Pengaruh Diberlakukannya Sistem
dapat berkurang dimana kendaraan Dua Arah dan Sistem Satu Arah
sudah terbagi di jalur 2 sehingga terhadap Kinerja Lalu Lintas di Jl.
dapat meningkatkan kinerja lalu Arif Rahman Hakim Kota Depok.
lintas.

Gambar 2. 4 Kerangka Pikir Alur Penelitian


(Sumber: Olahan Sendiri)

https://lib.mercubuana.ac.id/
35

2.18. Pengaruh Variabel Bebas dan Variabel Terikat


Pada penelitian ini mempunyai 6 (enam) variabel bebas yaitu situasi kendaraan
sistem dua arah (X1), hambatan samping sistem dua arah (X2), situasi jalan sistem dua
arah (X3), situasi kendaraan sistem satu arah (X4), hambatan samping sistem satu arah (X5),
situasi jalan sistem satu arah (X6), sedangkan variabel terikat adalah kinerja lalu lintas (Y).
Variabel bebas, merupakan variabel yang mempengaruhi dan menjadi sebab perubahan
variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas.
Yang terjadi yaitu:
1. Pengaruh situasi kendaraan sistem dua arah (X1) terhadap kinerja lalu lintas
2. Pengaruh hambatan samping pada sistem dua arah (X2) terhadap kinerja lalu lintas
3. Pengaruh situasi jalan pada sistem dua arah (X3) terhadap kinerja lalu lintas
4. Pengaruh situasi kendaraan sistem satu arah (X4) terhadap kinerja lalu lintas
5. Pengaruh hambatan samping pada sistem satu arah (X5) terhadap kinerja lalu lintas
6. Pengaruh situasi jalan pada sistem satu arah (X6) terhadap kinerja lalu lintas
7. Pengaruh situasi kendaraan sistem dua jalur (X1), hambatan samping pada sistem dua
arah (X2), situasi jalan pada sistem dua arah (X3), situasi kendaraan sistem satu arah
(X4), hambatan samping pada sistem satu arah (X5) dan situasi jalan pada sistem satu
arah (X6), terhadap kinerja lalu lintas

Secara skematis dapat digambarkan seperti yang disajikan pada Gambar 2.5 sebagai
berikut,

https://lib.mercubuana.ac.id/
36

Situasi Kedaraan
Sistem Dua Arah (X1)

Hambatan Samping
Sistem Dua Arah (X2)

Situasi Jalan Sistem


Dua Arah (X3) Kinerja Lalu Lintas
(Y)
Situasi Kedaraan
Sistem Satu Arah (X4)

Hambatan Samping
Sistem Satu Arah (X5)

Situasi Jalan Sistem


Satu Arah (X6)

Gambar 2. 5 Pengaruh situasi kendaraan sistem dua arah (X1), hambatan samping pada
sistem dua arah (X2), situasi jalan pada sistem dua arah (X3), situasi
kendaraan sistem satu arah (X4), hambatan samping pada sistem satu arah
(X5) dan situasi jalan pada sistem satu arah (X6) terhadap kinerja lalu lintas
(Y).

2.19. Hipotesis
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh situasi kendaraan sistem dua arah (X1)
terhadap kinerja lalu lintas,
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh hambatan samping pada sistem dua arah
(X2) terhadap kinerja lalu lintas,
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh situasi jalan pada sistem dua arah (X3)
terhadap kinerja lalu lintas,
4. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh situasi kendaraan sistem satu arah (X4)
terhadap kinerja lalu lintas,
5. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh hambatan samping pada sistem satu arah
(X5) terhadap kinerja lalu lintas,
6. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh situasi jalan pada sistem satu arah (X6)
terhadap kinerja lalu lintas,

https://lib.mercubuana.ac.id/
37

7. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh situasi kendaraan sistem dua arah (X1),
hambatan samping pada sistem dua arah (X2), situasi jalan pada sistem dua arah (X3),
situasi kendaraan sistem satu arah (X4), hambatan samping pada sistem satu arah (X5)
dan situasi jalan pada sistem satu arah (X 6) yang paling dominan terhadap kinerja lalu
lintas.

https://lib.mercubuana.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai