Anda di halaman 1dari 24

BAB IV

KAJIAN RUAS JALAN

4.1. Jalan Perkotaan

4.1.1. Definisi dan Jenis Prasarana

Karena karekteristik lalu-lintas perkotaan berbeda dengan lalu-lintas antar kota,


maka perlu ditetapkan definisi yang membedakan keduanya. Manual Kapasitas Jalan
Indonesia (Bina Marga, 1997) mendefinisikan ruas jalan perkotaan sebagai ruas jalan
yang memiliki pengembangan permanen dan menerus sepanjang seluruh atau atau hampir
seluruh jalan. Adanya jam puncak lalu-lintas pagi dan sore serta tingginya persentase
kendaraan pribadi juga merupakan ciri lalu-lintas perkotaan. Keberadaan kereb juga
merupakan ciri prasarana jalan perkotaan. Jalan perkotaan juga diwarnai ciri alinyemen
vertikal yang datar atau hampir datar serta alinyemen horizontal yang lurus atau hampir
lurus.
Sehubungan dengan analisis kapasitas ruas jalan, jenis jalan dapat dibedakan
berdasarkan jumlah jalur (carriage-way), jumlah lajur (lane) dan jumlah arah. Suatu
jalan dikatakan memiliki 1 jalur bila tidak bermedian (tak terbagi / undivided / UD) dan
dikatakan memiliki 2 jalur bila bermedian tunggal (terbagi / divided / D). Manual
Kapasitas Jalan Indonesia (Bina Marga, 1997) membagi jenis jalan perkotaan menjadi :

- Jalan dua-lajur dua-arah (2/2 UD)


- Jalan empat-lajur dua-arah tak terbagi (4/2 UD)
- Jalan empat-lajur dua-arah terbagi (4/2 D)
- Jalan enam-lajur dua-arah terbagi (6/2 D)
- Jalan satu hingga tiga-lajur satu-arah (1-3/1)

4.1.2. Batasan Ruas

Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 mendefinisikan suatu ruas jalan
sebagai :
- di antara dan tidak dipengaruhi oleh simpang bersinyal atau simpang tak bersinyal
utama
- mempunyai karakteristik yang hampir sama sepanjang jalan

Fakultas Teknik UPB 32


Definisi ini secara prinsip berkesesuaian dengan Higway Capacity Manual (TRB, 1994).
Sebagai contoh potongan melintang jalan yang masih dipengaruhi antrian akibat simpang
atau arus iringan kendaraan yang tinggi yang keluar dari simpang bersinyal tidak dapat
dipilih untuk analisis kapasitas suatu ruas. Selain itu bila terdapat perubahan karekteristik
yang mendasar dalam hal geometrik, hambatan samping, komposisi kendaraan dan lain-
lain, maka harus dianggap sebagai ruas yang berbeda (dengan demikian maka di antara
dua simpang dapat didefinisikan lebih dari satu ruas).

4.2.3. Karakteristik Jalan


Karakteristik utama jalan yang akan mempengaruhi kapasitas dan kinerja jalan
jika dibebani lalu-lintas adalah sebagai berikut :
- Jenis jalan (lihat 4.1.1.), lebar jalur lalu-lintas, kereb, bahu, median, alinyemen jalan
- Pemisahan arah lalu-lintas, komposisi lalu-lintas
- Pengaturan lalu-lintas
- Aktivitas sisi jalan (hambatan samping)
- Perilaku pengemudi dan populasi kendaraan

4.2.4. Hambatan Samping


Menurut MKJI 1997, hambatan samping disebabkan oleh 4 jenis kejadian yang
masing-masing memiliki bobot pengaruh yang berbeda terhadap kapasitas, yaitu :
- Pejalan kaki ( bobot : 0,5 )
- Kendaraan parkir / berhenti ( bobot : 1,0 )
- Kendaraan keluar / masuk dari / ke sisi-sisi jalan ( bobot : 0,7 )
- Kendaraan bergerak lambat ( bobot ; 0,4 )
Frekuensi tiap kejadian hambatan samping dicacah dalam rentang 100 meter ke
kiri dan kanan potongan melintang yang diamati kapasitasnya lalu dikalikan dengan
bobotnya masing-masing. Frekuensi kejadian terbobot menentukan kelas hambatan
samping :
- < 100 ( kelas : amat rendah/VL, daerah pemukiman)
- 100-299 (kelas : rendah/L, daerah pemukiman dengan beberapa kendaraan umum)
- 300-499 (kelas : sedang/M, daerah industri dengan beberapa toko di sisi jalan)
- 500-899 (kelas : tinggi/H, daerah komersial, aktivitas sisi jalan tinggi)
- >900 (kelas : amat tinggi/VH, daerah komersial dengan aktivitas pasar)

4.2.5. Tingkat Analisis


Analisis kapasitas dapat dilakukan pada dua tingkat yang berbeda :
- Analisis operasional dan perancangan : Merupakan penentuan kinerja ruas jalan
akibat volume lalu-lintas yang ada atau yang diramalkan. Kapasitas juga dapat
dihitung, yaitu volume maksimum yang dapat dilewatkan dengan mempertahankan
tingkat kinerja tertnetu. Lebar jalan atau jumlah lajur yang diperlukan untuk
melewatkan volume lalu-lintas tertentu dapat juga dihitung untuk tujuan perencanaan.
Pengaruh kapasitas dan kinerja dari segi perencanaan lain, misalnya pembuatan
median atau perbaikan lebar bahu, dapat juga diperkirakan. Ini adalah tingkat analisa
yang paling rinci.
- Analisis perencanaan : Sebagaimana untuk perencanaan, tujuannya adalah untuk
memperkirakan jumlah lajur yang diperlukan untuk jalan rencana, tetapi nilai volume

Fakultas Teknik UPB 33


diberikan hanya berupa perkiraan LHRT. Rincian geometri serta masukan lainnya
dapat diperkirakan atau didasarkan pada nilai normal yang direkomendasikan.

4.2.6. Volume dan Komposisi Lalu-Lintas


Berdasarkan tingkat analisisnya (lihat 4.2.5.) ketersediaan data lalu-lintas dapat
dibagi menjadi dua bagian :
- Hanya tersedia data LHRT, pemisahan arah (SP) dan komposisi lalu-lintas :
Volume jam perencanaan dihitung dengan QDH = k x LHRT x SP/100. Selanjutnya
untuk mengetahui jumlah tiap jenis kendaraan QDH dikalikan dengan persentase tiap
jenis kendaraan. MKJI 1997 menyarankan komposisi lalu-lintas yang berbeda-beda
berdasarkan ukuran kota.
- Data yang tersedia adalah arus lalu-lintas per jenis per arah
Volume jam perencanaan yang masih bersatuan kendaraan / jam harus dialihkan
menjadi smp/jam. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (Bina Marga, 1997)
menyarankan nilai emp yang berbeda-beda berdasarkan jenis kendaraan, jenis jalan
dan volume jam perencanaan (kendaraan / jam). Khusus untuk dua-lajur dua-arah,
lebar jalur lalu-lintas juga mempengaruhi besarnya emp. Sebagai contoh untuk jalan
empat-lajur dua-arah terbagi, nilai emp pada volume jam perencanaan  1050
kendaraan / jam untuk kendaraan berat 1,30 dan sepeda motor 0,40. Untuk jalan
empat-lajur dua-arah terbagi, nilai emp pada volume jam perencanaan  1050
kendaraan / jam untuk kendaraan berat 1,20 dan sepeda motor 0,25.

4.2.7. Kapasitas

Kapasitas ruas didefinisikan sebagai arus lalu-lintas maksimum yang dapat


melintas dengan stabil pada suatu potongan melintang jalan pada keadaan (geometrik,
pemisahan arah, komposisi lalu-lintas, lingkungan) tertentu.. Untuk jalan dua-lajur dua-
arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua-arah (kombinasi dua-arah), tetapi untuk jalan
dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan per lajur. MKJI
1997 menetapkan kapasitas berdarkan Rumus 4.2.

C = C0 x FCW x FCSP x FCSF x FCCS ……………………………………….………...(4.2)

C0 = Kapasitas Dasar (smp/jam)


FCW = Faktor penyesuai lebar jalan
FCSP = Faktor penyesuai pemisahan arah
FCSF = Faktor penyesuai hambatan samping dan lebar bahu / jarak kereb – penghalang
FCCS = Faktor penyesuai ukuran kota

Kapasitas dasar ditentukan berdasarkan jenis jalan. Nilai kapasitas dasar menurut MKJI
1997 adalah sebagai berikut :
- Jalan empat-lajur terbagi atau jalan satu arah (C0 = 1650 smp / jam / lajur)
- Jalan empat-lajur tak terbagi (C0 = 1500 smp / jam / lajur)
- Jalan dua-lajur dua-arah (C0 = 2900 smp / jam / dua arah)

Fakultas Teknik UPB 34


Menurut MKJI 1997, faktor penyesuai lebar jalan akan bernilai 1,00 untuk lebar
lajur standar (3,5 m) atau lebar jalur standar (7 m) untuk jalan dua-lajur dua-arah. Lebar
lajur yang kurang dari 3,5 m akan berakibat pada berkurangnya kapasitas (FCW < 1),
sedangkan lebar lajur yang lebih dari 3,5 m akan berakibat pada bertambahnya kapasitas
(FCW > 1). Besar-kecilnya pengurangan kapasitas teresebut selain tergantung pada
selisihnya dengan lebar lajur standar, juga tergantung pada jenis jalan. Sebagai contoh
untuk jalan dua-lajur dua-arah terbagi, besarnya FCW adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1. Faktor Penyesuai Lebar Lajur FCW Jalan Perkotaan

Lebar Lajur (m) 5 6 7 8 9 10 11


FCW 0,56 0,87 1,00 1,14 1,25 1,29 1,34

Faktor penyesuai pemisahan arah hanya untuk jalan tak-terbagi. Secara umum
reduksi kapasitas akan meningkat bila pemisahan arah makin menjauh dari 50%-50%.
Pada jalan empat-lajur reduksi kapasitas lebih kecil daripada jalan dua-arah untuk
pemisahan arah yang sama.

Tabel 4.2. Faktor Penyesuai Pemisahan Arah FCSP Jalan Perkotaan

Pemisahan Arah SP %-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30


FCSP Dua-lajur 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
Empat-lajur 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94

Faktor penyesuai hambatan samping ditentukan berdasarkan jenis jalan, kelas


hambatan samping, lebar bahu (atau jarak kereb ke penghalang) efektif. Sebagai contoh
untuk jalan dua-lajur dua-arah dan lebar bahu efektif (WS) 1m, nilai FCSF adalah sebagai
berikut :

Tabel 4.3. Faktor Penyesuai Hambatan Samping Jalan Perkotaan (FCSF) untuk
WS = 1 m
Kelas Hambatan Samping VL L M H VH
FCSF 0,96 0,94 0,92 0,86 0,79

Faktor penyesuai ukuran kota (FCCS) ditentukan berdasarkan jumlah penduduk di


kota tempat ruas jalan yang bersangkutan berada. MKJI 1997 menyarankan reduksi
terhadap kapasitas dasar bagi kota berpenduduk kurang dari 1 juta jiwa dan kenaikan
terhadap kapasitas dasar bagi kota berpenduduk lebih dari 3 juta jiwa.

Tabel 4.4. Faktor Penyesuai Ukuran Kota (FCCS)


Ukuran Kota (Juta Penduduk) FCCS
< 0,1 0,86
0,1 – 0,5 0,90
0,5 – 1,0 0,94
1,0 – 3,0 1,00
> 3,0 1,04

Fakultas Teknik UPB 35


4.2.8. Tingkat Pelayanan
Istilah tingkat pelayanan hanya dikenal di negara-negara yang memiliki
karakteristik lalu-lintas relatif seragam di seluruh wilayah negaranya seperti Amerika
Serikat dan Australia. Istilah ini menurut HCM (TRB, 1985) merupakan ukuran kualitatif
yang menerangkan kondisi operasional dalam arus lalu-lintas dan penilaiannya oleh
pemakai jalan (pada umumnya dinyatakan dalam kecepatan, waktu tempuh, kebebasan
bergerak, interupsi lalu-lintas, kenyamanan dan keselamatan). Karena berkaitan dengan
persepsi pemakai jalan, maka MKJI 1997, tidak menggunakan pendekatan seperti yang
dilakukan di Amereka Serikat. Persepsi mengenai kenyamanan bagi masyarakat
Sumatera Utara misalnya, belum tentu sama dengan masyarakat Yogyakarta. Sebagai
gantinya MKJI 1997 menggunakan beberapa ukuran kinerja sebagai berikut :
- Derajat Kejenuhan (Q/C)
- Kecepatan arus bebas (FV, )
- Kecepatan Ruang Rata-Rata (V, pada literatur internasional biasa digunakan s)

4.2.9. Derajat Kejenuhan


Derajat kejenuhan (DS) didefinisikan sebagai rasio volume (Q) terhadap kapasitas
(C), digunakan sebagai faktor kunci dalam penentuan perilaku lalu-lintas pada suatu ruas
jalan. Nilai derajat kejenuhan menunjukkan pakah ruas jalan akan mempunyai masalah
kapasitas atau tidak.

DS = Q / C ……………………………………………………………...……………..(4.2)

Derajat kejenuhan dihitung dengan menggunakan volume dan kapasitas yang dinyatakan
dalam smp/jam.

4.2.10. Kecepatan Arus Bebas


Kecepatan arus bebas didefinisikan sebagai kecepatan pada saat tingkatan arus
nol, sesuai dengan kecepatan yang akan dipilih pengemudi seandainya mengendarai
kendaraan bermotor tanpa halangan kendaraan bermotor lain dijalan (yaitu saat arus=0).
Kecepatan arus bebas mobil menumpang biasanya 10-15 % lebih tinggi dari jenis
kendaraan lain. Persamaan untuk penentuan kecepatan arus bebas pada jalan perkotaan
mempunyai bentuk berikut :

FV = (FV0 + FVW) x FFVSF x FFVCS ………………………………….……………..(4.3.)

FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan ( km/jam)


FV0 = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan dan alinyemen yang
diamati (km/jam)
FVW = Penyesuaian kecepatan akibat lebar jalur lalu-lintas (km/jam)
FFVSF = Faktor penyesuai hambatan samping dan lebar bahu / jarak kereb ke penghalang
FFVCS = Faktor penyesuaian ukuran kota

Kecepatan arus bebas dasar ditentukan berdasarkan jenis jalan dan jenis
kendaraan. Secara umum kendaran ringan memiliki kecepatan arus bebas lebih tinggi
daripada kendaraan berat dan sepeda motor. Jalan terbagi memiliki kecepatan arus bebas

Fakultas Teknik UPB 36


lebih tinggi daripada jalan tidak terbagi. Bertambahnya jumlah lajur sedikit menaikkan
kecepatan arus bebas. Sebagai contoh Tabel 4.5. menyajikan nilai kecepatan arus bebas
yang disarankan MKJI 1997 untuk kendaraan ringan.

Tabel 4.5. Kecepatan Arus Bebas (FV0) untuk Kendaraan Ringan di Jalan
Perkotaan
Jenis Jalan FV0 (Km/Jam)
Enam-lajur terbagi (6/2 D) atau tiga-lajur satu-arah (3/1) 61
Empat-lajur terbagi (4/2 D) atau dua-lajur satu-arah (2/1) 57
Empat-lajur tak-terbagi (4/2 UD) 53
Dua-lajur tak-terbagi (2/2 UD) 44

Penyesuaian kecepatan akibat lebar jalur lalu-lintas ditentukan berdasarkan jenis


jalan dan lebar jalur lalu-lintas efektif (We). Pada jalan selain 2/2 UD pertambahan /
pengurangan kecepatan bersifat linier sejalan dengan selisihnya dengan lebar lajur
standar (3,5 m). Hal yang berbeda terjadi pada jalan 2/2 UD terutama untuk We (2 arah)
kurang dari 6 m sebagaimana tercantum pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Penyesuaian Kecepatan Akibat Lebar Jalur Lalu-Lintas FVW di Jalan
Perkotaan
We (m) 5 6 7 8 9 10 11
FVW (km/jam) -9,5 -3,0 0,0 3,0 4,0 6,0 7,0

Faktor penyesuai hambatan samping ditentukan berdasarkan jenis jalan, kelas


hambatan samping, lebar bahu (atau jarak kereb ke penghalang) efektif. Sebagai contoh
untuk jalan dua-lajur dua-arah dan lebar bahu efektif (WS) 1m, nilai FCSF adalah sebagai
berikut :

Tabel 4.7. Faktor Penyesuai Hambatan Samping Jalan Perkotaan (FVSF) untuk
WS = 1 m
Kelas Hambatan Samping VL L M H VH
FVSF 1,01 0,98 0,93 0,86 0,79

Faktor penyesuai ukuran kota (FVCS) ditentukan berdasarkan jumlah penduduk di


kota tempat ruas jalan yang bersangkutan berada. MKJI 1997 menyarankan reduksi
terhadap kecepatan arus bebas dasar bagi kota berpenduduk kurang dari 1 juta jiwa dan
kenaikan terhadap kecepatan arus bebas dasar bagi kota berpenduduk lebih dari 3 juta
jiwa.

Tabel 4.8. Faktor Penyesuai Ukuran Kota (FCCS)


Ukuran Kota (Juta Penduduk) FCCS
< 0,1 0,90
0,1 – 0,5 0,93
0,5 – 1,0 0,95
1,0 – 3,0 1,00
> 3,0 1,03

Fakultas Teknik UPB 37


4.2.11. Kecepatan Rata-Rata Ruang
Kecepatan rata-rata ruang adalah kecepatan rata-rata kendaraan untuk menempuh
ruas yang sedang dianalisis. Nilai kecepatan rata-rata ruang dipengaruhi oleh derajat
kejenuhan dan kecepatan arus bebas. Gambar 4.1. menunjukkan hubungan tersebut di
atas untuk jalan dua-lajur dua-arah .

80
Kecepatan Rata-rata Kendaraan ringan LV (km/jam)

FVLV (Km/jam)
70

60 70

60
50

50
40
40
30
30

20

10

0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

Derajat Kejenuhan Q/C

Gambar 4.1. Kecepatan Kendaraan Ringan sebagai Fungsi Q/C pada jalan 2/2UD

4.2.12. Contoh Kasus


Suatu jalan dua-lajur dua-arah dengan lebar jalur lalu-lintas efektif 6 m dan lebar
bahu efektif masing-masing 1 m pada kedua sisi telah terbangun pada sebuah kota
berpenduduk 900.000 jiwa. Observasi lapangan menunjukkan bahwa kejadian hambatan
samping adalah sebagai berikut :
- 125 pejalan kaki / jam / 200 m
- 200 kendaraan parkir atau berhenti / jam / 200 m
- 150 kendaraan masuk atau keluar dari atau ke sisi-sisi jalan / jam / 200 m
- 200 kendaraan lambat / jam
Arus yang melintas pada ruas tersebut saat ini pada tiap arah masing-masing 387
smp / jam dan 166 smp / jam.
Pertanyaan :
Dengan menggunakan metode yang disarankan MKJI 1997 :
1. Hitung kapasitas ruas jalan tersebut (smp / jam) !
2. Hitung ukuran-ukuran kinerja ruas tersebut !

Jawab :
Q = 387 + 166 = 553 smp/jam
387 / Q x 100 % = 387 / 553 * 100 % = 70 %
SP : 70%-30%
Frekuensi terbobot kejadian hambatan samping = 125x 0,5+200x 1,0+150x0,7+200x0,4
= 448 (kelas hambatan samping : M)
C0 = 2900 smp/jam (untuk 2/2 UD)

Fakultas Teknik UPB 38


FCW = 0,87 (untuk We = 6 m pada 2/2 UD, Tabel 4.1.)
FCSP = 0,88 (untuk SP 70%-30% pada 2/2 UD, Tabel 4.2.)
FCSF = 0,92 (untuk WS =1 m, kelas hambatan samping M pada 2/2 UD, Tabel 4.3.)
FCCS = 0,94 (untuk jalan 2/2 UD pada kota berpenduduk 0,5-1 juta jiwa, Tabel 4.4.)
C = C0 x FCW x FCSP x FCSF x FCCS (Rumus 4.1.)
= 2900 x 0,87 x 0,88 x 0,92 x 0,94
= 1920 smp/jam
DS = Q / C (Rumus 4.22.)
= 553 / 1920
= 0,29
FV0 = 44 km/jam (untuk kendaraan ringan pada 2/2 UD, Tabel 4.5.)
FVW = -3 km/jam (untuk kendaraan ringan pada 2/2 UD, We =6 m, Tabel 4.6.)
FFVSF = 0,86 (untuk WS =1 m, kelas hambatan samping H pada 2/2 UD, Tabel 4.7.)
FFVCS = 0,95 (untuk jalan 2/2 UD pada kota berpenduduk 0,5-1 juta jiwa, Tabel 4.8.)
FV = (FV0 + FVW) x FFVSF x FFVCS (Rumus 4.3.)
= (44 – 3) x 0,86 x 0,95
= 33,5 km/jam
FVLV = 26,4 km/jam (untuk DS = 0,29 dam FV = 33,5 km/jam, Gambar 4.1)

Fakultas Teknik UPB 39


4.3. Jalan Luar Kota

4.3.1. Definisi dan Jenis Prasarana


Pada ruas jalan luar kota tidak ada pengembangan yang menerus pada sisi
manapun, meskipin mungkin terdapat pengembangan permanen yang jarang terjadi,
seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan.Kios kecil dan kedai pada sisi jalan
bukan merupakan pengembangan permanen.
Jenis jalan luar kota pada yang diidentifikasi MKJI 1997 pada umumnya sama
dengam jenis jalan perkotaan (lihat butir 4.1.1.) kecuali tidak dicantumkannya jalan satu-
arah dalam daftar jenis jalan luar kota.

4.3.2. Batasan Ruas


Ruas jalan didefinisikan sebagai suatu panjang jalan :
- di antara dan tak terpengaruh oleh simpang utama, dan
- mempunyai rencana geometrik dan arus serta komposisi lalu-lintas yang serupa di
seluruh panjangnya.
Titik di mana karakteristik jalan berubah secara berarti otomatis menjadi batas
ruas sekalipun tidak ada simpang di dekatnya.
Ruas jalan luar kota secara umum diharapkan jauh lebih panjang dari ruas jalan
perkotaan atau semi perkotaan karena pada umumnya karakteristik geometrik dan
karakteristik lainnya tidak sering berubah dan simpang utamanya tidak selalu berdekatan.
Panjangnya mungkin puluhan kilometer. Tetapi perlu untuk menetapkan batas ruas di
mana terdapat perubahan karakteristik yang penting, walaupun ruas yang dihasilkan lebih
pendek.
Batas ruas harus ditempatkan di mana jenis medan berubah, walaupun
karakteristik lainnya untuk geometrik, lalu-lintas dan lingkungan (hambatan) tetap sama.
Tetapi tidak perlu mempermasalahkan tentang perubahan kecil pada geometriknya
(misalnya perbedaan lebar jalur lalu-lintas yang kurang dari setengah meter, terutama jika
perubahan kecil tersebut jarang terjadi dan dalam rentang yang pendek. Kelandaian
khusus selalu merupakan ruas tersendiri.
Jika jalan luar kota bertemu dengan satu atau lebih simpang utama, terutama jika
simpang bersinyal, baik di daerah perkotaan maupun bukan, maka pengaruh simpang
simpang tersebut perlu diperhitungkan. Hal ini dapat dikerjakan sebagai berikut:
- Waktu tempuh dihitung, dengan menggunakan prosedur jalan luar kota, seolah-olah
tidak ada gangguan dari simpang-simpang yaitu analisis dikerjakan seolah-olah tidak
ada simpang-simpang(waktu tempuh tak terganggu).
- Untuk setiap simpang utama sepanjang tersebut, tundaan dihitung dengan
menggunakan MKJI 1997 pada bab yang sesuai.
- Tundaan-tundaan simpang ditambahkan pada waktu tempuh tak terganggu, untuk
mendapatkan waktu tempuh keseluruhan (dan jika diperlukan dikonversikan ke
kecepatan rata-rata dengan membagi jarak keseluruhan dengan waktu tempuh
keseluruhan.

4.3.3 Karakteristik Jalan


Karakteristik utama jalan yang akan mempengaruhi kapasitas dan kinerjanya
apabila dibebani lalu-lintas ditunjukkan di bawah. Setiap titik dari jalan tertentu yang

Fakultas Teknik UPB 40


mempunyai perubahan penting dalam rencana geometrik, karakteristik arus lalu-lintas
atau kegiatan sisi jalan, menjadi batas ruas jalan seperti diuraikan di atas.

A. Geometrik
- Lebar jalur lalu-lintas : kapasitas meningkat dengan bertambahnya lebar jalur lalu-
lintas.
- Karakteristik bahu : kapasitas, dan kecepatan pada volume tertentu, sedikit bertambah
dengan bertambahnya lebar bahu. Kapasitas berkurang jika terdapat penghalang tetap
dekat tepi jalur lalu-lintas.
- Ada atau tidaknya median (terbagi atau tak terbagi) : median yang direncanakan
dengan baik meningkatkan kapasitas. Tetapi mungkin ada alasan lain mengapa median
tidak diinginkan, misalnya kekurangan tempat, biaya, jalan masuk ke prasarana sisi
jalan dsb.
- Lengkung vertikal : mempunyai dua pengaruh, makin berbukit jalannya makin lambat
lambat kendaraan bergerak di tanjakan (ini biasanya tidak diimbangi di turunan) dan
juga pundak bukit mengurangi jarak pandang. Kedua pengaruh ini mengurangi
kapasitas dan kinerja pada arus tertentu
- Lengkung Horizontal : jalan dengan banyak tikungan tajam memaksa kendaraan untuk
bergerak lebih lambat daripada di jalan lurus, agar yakin bahwa ban mempertahankan
gesekan yang aman dengan permukaan jalan. Lengkung horizontal dan vertikal dapat
dinyatakan sebagai jenis alinyemen umum (Tabel 4.9). Mereka sering juga
dihubungkan dengan kelas jarak pandang (Tabel 4.10.)

Tabel 4.9. Ketentuan Jenis Alinyemen


Tipe Keterangan Lengkung Vertikal : Lengkung Horizontal
Alinyemen naik + turun (m/km) (rad/km)
F Datar < 10 < 1,0
R Bukit 10 – 30 1,0 – 2,5
H Gunung > 30 > 2,5

Tabel 4.10. Kelas Jarak Pandang (SDC)


Kelas Jarak Pandang % Segmen Dengan Jarak Pandang Paling
Sedikit 300 m
A > 70
B 30 – 70
C < 30

Lengkung vertikal dan horizontal sangat penting pada jalan dua-lajur dua-arah.
- Jarak pandang: apabila jarak pandangnya panjang, menyiap akan lebih mudah dan
kecepatan serta kapasitas lebih tinggi. Meskipun sebagian tergantung pada lengkung
vertikal dan horizontal, jarak pandang juga tergantung pada ada atau tidaknya
penghalang pandangan dari tumbuhan, pagar, bangunan dll.

Fakultas Teknik UPB 41


B. Arus, komposisi dan pemisahan arah
- Pemisahan arah lalu-lintas: kapasitas tertinggi pada jalan datar tak terbagi, apabila
pemisahan arah adalah 50%-50%, yaitu apabila arus pada kedua arah sama.
- Komposisi lalu-lintas: komposisi lalu-lintas mempengaruhi hubungan arus-kecepatan,
jika volume dan kapasitas dinyatakan dalam kendaraan / jam, yaitu tergantung pada
rasio sepeda motor atau kendaraan berat dalam arus. Jika volume dan kapasitas
dinyatakan dalam satuan mobil menumpang (smp/jam), maka kecepatan kendaraan
ringan dan kapasitas (km / jam) tidak terpengaruh oleh komposisi lalu-lintas.

C. Pengendalian lalu-lintas
Pengendalian kecepatan, pergerakan kendaraan berat, parkir, dsb akan mempengaruhi
kapasitas jalan.

D. Hambatan samping
Hambatan samping yang telah terbukti sangat berpengaruh pada kapasitas dan
kinerja jalan luar kota ada 4 jenis yang masing memiliki bobot yang berbeda sebagai
berikut :
- Pejalan kaki (bobot : 0,6)
- Kendaraan berhenti (bobot : 0,8)
- Kendaraan keluar / masuk dari / ke sisi-sisi jalan (bobot : 1,0)
- Kendaraan bergerak lambat (bobot ; 0,4)

Frekuensi tiap kejadian hambatan samping dicacah dalam rentang 100 meter ke
kiri dan kanan potongan melintang yang diamati kapasitasnya lalu dikalikan dengan
bobotnya masing-masing. Frekuensi kejadian terbobot menentukan kelas hambatan
samping :
- < 50 (kelas : amat rendah/VL, perkebunan/daerah belum berkembang)
- 50-149 (kelas : rendah/L, beberapa pemukiman dan kegiatan rendah)
- 150-249 (kelas : sedang/M, pedesaan, kegiatan pemukiman)
- 250-349 (kelas : tinggi/H, pedesaan, beberapa kegiatan pasar)
- >350 (kelas : amat tinggi/VH, dekat perkotaan, kegiatan pasar/perniagaan)

E. Fungsi jalan dan guna lahan


Kelas fungsional jalan (arteri, kolektor, lokal) dapat mempengaruhi kecepatan
arus bebas, karena kelas fungsional cenderung mencerminkan jenis perjalanan yang
terjadi di jalan. Ada hubungan yang kuat antara kelas fungsional dan kelas administratif
jalan (nasional, propinsi, kabupaten). Jika terdapat keraguan tentang kelas fungsional dari
suatu jalan, maka kelas administratif dapat digunakan sebagai indikator.

4.3.4. Metodologi Perhitungan


A. Jenis perhitungan
Prosedur yang diberikan dalam bagian ini :
- kecepatan arus bebas;
- kapasitas;
- derajat kejenuhan (arus/kapasitas);
- kecepatan pada kondisi arus lapangan;

Fakultas Teknik UPB 42


- derajat iringan (hanya pada jalan 2/2 UD) pada kondisi arus lapangan;
- volume lalu-lintas yang dapat ditampung oleh ruas jalan sambil mempertahankan
kualitas lalu-lintas tertentu (yaitu kecepatan atau derajat iringan yang ditentukan).

B. Tingkat analisis
Penjelasan tingkat analisis yang meliputi analisis operasional, perancangan dan
perencanaan dapat dilihat pada butir 4.1.5.
Analisis operasional dapat dikerjakan pada satu dari dua jenis ruas jalan yang
berbeda berikut ini :
- Ruas alinyemen umum : Dalam hal ini ruas digolongkan dalam jenis alinyemen yang
menggambarkan kondisi umum lengkung horizontal dan vertikal dari ruas datar, bukit,
atau gunung.
- Kelandaian khusus : Suatu bagian jalan yang curam menerus dapat menjadi pereduksi
kapasistas dalam kedua arah mendaki dan menurun dan dapat mempunyai pengaruh
kinerja yang tidak diperhitungkan secara penuh apabila menggolongkan bagian curam
dalam jenis alinyemen umum. Maka dari itu MKJI 1997 juga memungkinkan untuk
analisis operasional dari kelandaian khusus. Prosedur kelandaian khusus yang
diberikan dalam MKJI 1997 pada dasarnya hanya berlaku untuk jalan dua-lajur dua-
arah karena masalah kelandaian biasanya terburuk pada jenis jalan ini. Prosedur
memungkinkan pengaruh kemiringan diperhitungkan sebagai dasar studi tindak
perbaikan seperti pelebaran atau penyediaan suatu lajur pendakian.

C. Periode analisis
Analisis kapasitas dilakukan untuk suatu periode satu jam puncak; volume serta
kecepatan rata-rata ditentukan pada periode ini. Menggunakan periode analisis sehari
penuh (LHRT) adalah terlalu kasar untuk analisis operasional dan perencanaan. Di lain
pihak, menggunakan 15 menit puncak dari satu jam puncak adalah terlalu rinci. Pada
manual ini, volume dinyatakan dalam ukuran per jam (smp / jam), kecuali dinyatakan
lain. Untuk perancangan di mana arus biasanya diberikan hanya dalam LHRT, telah
disiapkan tabel untuk mengubah arus secara langsung dari LHRT menjadi ukuran kinerja
dan sebaliknya, untuk anggapan kondisi tertentu.

D. Jalan terbagi dan tak terbagi


Untuk jalan tak terbagi, termasuk jalan bebas hambatan tak terbagi, seluruh
analisis (selain analisis untuk kelandaian khusus) dikerjakan untuk gabungan kedua arah
gerakan. Untuk jalan terbagi, analisis dikerjakan terpisah untuk masing-masing arah
seolah-olah masing-masing arah merupakan jalan satu-arah yang terpisah.

4.3.5. Arus dan Komposisi Lalu-Lintas


Pada MKJI 1997, nilai arus lalu-lintas (Q) mencerminkan komposisi lalu-lintas,
dengan menyatakan arus adalam satuan mobil penumpang (smp). Semua nilai arus lalu-
lintas (per arah dan total) dikonversikan menjadi satuan mobil penumpang (smp) dengan
menggunakan ekivalensi mobil penumpang (emp) yang diturunkan secara empiris untuk
jenis kendaraan berikut :
- Kendaraan ringan / LV (meliputi mobil menumpang, minibus, truk pick-up dan jip)
- Kendaraan berat-menengah / MHV (meliputi truk 2 gandar dan bus kecil)

Fakultas Teknik UPB 43


- Bus besar / LB
- Truk besar / LT(meliputi truk 3 gandar dan truk gandengan)
- Sepeda motor / MC
Pengaruh kehadiran kendaraan tidak bermotor dimasukkan sebagai kejadian
terpisah dalam faktor penyesuai hambatan samping.
Ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk masing-masing jenis kendaraan
tergantung pada jenis jalan, jenis alinyemen dan volume lalu-lintas total yang dinyatakan
dalam kendaraan / jam. Emp sepeda motor ada juga dalam masalah jalan 2/2, tergantung
pada lebar efektif jalur lalu-lintas.

4.3.6. Kapasitas
Definisi kapasitas sama dengan yang telah diuraikan pada butir 4.1.7. Persamaan
dasar menurut MKJI 1997 untuk penentuan kapasitas jalan luar kota adalah sebagai
berikut :

C = C0 x FCW x FCSP x FCSF ……………………………………………….………...(4.4.)

C0 = Kapasitas dasar (smp/jam)


FCW = Faktor penyesuai lebar jalan
FCSP = Faktor penyesuai pemisahan arah
FCSF = Faktor penyesuai hambatan samping dan lebar bahu

Kapasitas dasar ditentukan berdasarkan jenis jalan dan jenis alinyemen. Sebagai
contoh untuk jalan dua-lajur dua-arah dengan alinyemen datar kapasitas dasar adalah
3100 smp/jam. Makin tinggi kelandaian memanjang jalan maka kapasitas dasar akan
semakin rendah. Gambar 4.2 menunjukkan hubungan kecepatan dan kerapatan untuk
jalan dua-lajur tak terbagi.

Gambar 4.2. Hubungan Kecepatan-Kerapatan untuk Jalan Luar Kota 2/2 UD

Faktor penyesuai lebar jalan ditentukan berdasarkan jenis jalan dan lebar efektif
jalur lalu-lintas (WC). Sebagai contoh untuk jalan dua-lajur dua-arah FCW adalah sebagai
berikut :

80
Kecepatan LV (Km/jam)

70 o o o Ooo o
o
o o o o o
o
o o o o o o oo
60 o o
o o
o o o o
o o
o o
50 o oo o o o o o
o o o o
o o
40 o o o
30 GARIS REGRESI LINEAR
V bebas 68 km/jam
20 Kemiringan = -0,01005
Kapasitas 3100 sm-/jam
10

0
500 1000 1500 2000 2500 3000

Arus ( smp/jam)

Fakultas Teknik UPB 44


Tabel 4.11. Faktor Penyesuai Lebar Lajur FCW Jalan Luar Kota
Lebar Lajur (m) 5 6 7 8 9 10 11
FCW 0,69 0,91 1,00 1,08 1,15 1,21 1,27

Faktor penyesuai pemisahan arah hanya untuk jalan tak-terbagi. Secara umum
reduksi kapasitas akan meningkat bila pemisahan arah makin menjauh dari 50%-50%.
Pada jalan empat-lajur reduksi kapasitas lebih kecil daripada jalan dua-arah untuk
pemisahan arah yang sama.

Tabel 4.12. Faktor Penyesuai Pemisahan Arah FCSP Jalan Luar Kota
Pemisahan Arah SP %-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
FCSP Dua-lajur 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
Empat-lajur 1,00 0,975 0,95 0,925 0,90

Faktor penyesuai hambatan samping ditentukan berdasarkan jenis jalan, kelas


hambatan samping, lebar bahu efektif. Sebagai contoh untuk jalan dua-lajur dua-arah dan
lebar bahu efektif (WS) 1m, nilai FCSF adalah sebagai berikut :

Tabel 4.13. Faktor Penyesuai Hambatan Samping (FCSF) Jalan Luar Kota untuk
WS = 1 m
Kelas Hambatan Samping VL L M H VH
FCSF 0,99 0,95 0,91 0,87 0,83

4.3.7. Tingkat Pelayanan


Penjelasan selengkapanya mengenai istilah tingkat pelayanan dapat diihat pada
butir 4.1.8. MKJI 1997 menggunakan beberapa ukuran kinerja sebagai berikut untuk
mengganti peran tingkat pelayanan :
- Derajat Kejenuhan (Q/C)
- Kecepatan arus bebas (FV)
- Kecepatan Rata-Rata Ruang (V)
- Derajat Iringan

4.3.8. Derajat Kejenuhan


Penjelasan selengkapnya mengenai istilah derajat kejenuhan dapat dilihat pada
butir 4.1.9

4.3.9. Kecepatan Arus Bebas


Penjelasan selengkapnya mengenai kecepatan arus bebas dapat dilihat pada butir
4.1.10. Persamaan untuk penentuan kecepatan arus bebas mempunyai bentuk berikut :

FV = (FV0 + FVW) x FFVSF x FFVRC ………………………………………………..(4.5.)

FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan ( km/jam)


FV0 = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan dan alinyemen yang
diamati (km/jam)

Fakultas Teknik UPB 45


FVW = Penyesuaian kecepatan akibat lebar jalan (km/jam)
FFVSF = Faktor penyesuai hambatan samping dan lebar bahu
FFVRC = Faktor penyesuai kelas fungsional jalan dan guna lahan

Kecepatan arus bebas dasar ditentukan berdasarkan jenis jalan, jenis alinyemen,
kelas jarak pandang dan jenis kendaraan. Secara umum kendaran ringan memiliki
kecepatan arus bebas lebih tinggi daripada kendaraan berat-menengah, bus besar, truk
besar dan sepeda motor. Namun pada jalan datar bus besar cenderung memiliki kecepatan
arus bebas tertinggi. Jalan terbagi memiliki kecepatan arus bebas relatif lebih tinggi
daripada jalan tidak terbagi. Bertambahnya jumlah lajur cukup banyak menaikkan
kecepatan arus bebas. Sebagai contoh Tabel 4.14. menyajikan nilai kecepatan arus bebas
yang disarankan MKJI 1997 untuk kendaraan ringan pada 2/2 UD.

Tabel 4.14. Kecepatan Arus Bebas (FV0) untuk Kendaraan Ringan pada Jalan Luar
Kota 2/2 UD
Jenis Alinyemen / Kelas Jarak Pandang FV0 (Km/Jam)
Datar / A 68
Datar / B 65
Datar / C 61
Bukit 61
Gunung 55

Penyesuaian kecepatan akibat lebar jalur lalu-lintas ditentukan berdasarkan jenis


jalan, lebar jalur lalu-lintas efektif (We), jenis alinyemen dan kelas jarak pandang. Pada
jalan selain 2/2 UD pertambahan / pengurangan kecepatan cenderung bersifat linier
sejalan dengan selisihnya dengan lebar lajur standar (3,5 m). Hal yang berbeda terjadi
pada jalan 2/2 UD terutama untuk We (2 arah) kurang dari 6 m sebagaimana tercantum
pada Tabel 4.15.

Tabel 4.15. Penyesuaian Kecepatan Akibat Lebar Jalur Lalu-Lintas FVW


untuk Kelas Jarak Pandang A atau B pada Jalan Luar Kota
We (m) 5 6 7 8 9 10 11
FVW (km/jam) -9 -2,0 0,0 1,0 2,0 3,0 3,0

Faktor penyesuai hambatan samping ditentukan berdasarkan jenis jalan, kelas


hambatan samping, lebar bahu efektif. Sebagai contoh untuk jalan dua-lajur dua-arah dan
lebar bahu efektif (WS) 1m, nilai FCSF adalah sebagai berikut :

Tabel 4.16. Faktor Penyesuai Hambatan Samping (FVSF) Jalan Luar Kota untuk
WS = 1 m
Kelas Hambatan Samping VL L M H VH
FVSF 1,00 0,97 0,92 0,87 0,79

Faktor penyesuai kelas fungsional jalan dan guna lahan (FVRC) ditentukan
berdasarkan jenis jalan, kelas fungsional jalan dan persentase pengembangan sisi jalan.
kota berpenduduk lebih dari 3 juta jiwa. Secara umum makin sedikit pengembangan sisi

Fakultas Teknik UPB 46


jalan, makin sedikit reduksinya terhadap kecepatan arus bebas dasar. Jalan arteri
mengalami reduksi kecepatan arus bebas dasar lebih sedikit dibandingkan jalan kolektor
atau lokal. Secara umum, jenis jalan hanya berpengaruh cukup besar terhadap nilai FVRC
pada jalan kolektor dan lokal . Tabel 4.17. menyajikan nilai-nilai FVRC yang disarankan
MKJI 1997 untuk jalan kolektor dua-lajur dua-arah.

Tabel 4.17 Faktor Penyesuai Kelas Fungsional Jalan dan Guna Lahan (FCRC)
% Pengembangan Sisi Jalan FCRC
0 0,94
25 0,88
50 0,87
75 0,86
100 0,84

4.3.10. Kecepatan Ruang Rata-Rata


Penjelasan selengkapnya mengenai kecepatan ruang rata-rata dapat dilihat pada
Bab 3. Menurut MKJI 1997, nilainya dipengaruhi oleh DS dan FV. (Gambar 4.3)
90

FVLV (Km/jam)
Kecepatan Rata-rata Kendaraan ringan LV (km/jam)

80

70 90

60 80 80

70
50
60
40 50

40
30
30
20

10

0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

Derajat Kejenuhan Q/C

Gambar 4.3. Kecepatan Kendaraan Ringan sebagai Fungsi Q/C pada Jalan Luar
Kota 2/2UD
4.3.11. Derajat Iringan
Penjelasan selengkapnya mengenai derajat iringan dapat dilihat pada sub bab 3.8.
Derajat iringan pada jalan luar kota adalah fungsi dari derajat kejenuhan yang menurut
MKJI 1997 dapat dirumuskan sebagai berikut :

DB = DS / (0,814670 x DS + 0,283470) ……………………………………...….(4.6.)

DB = Derajat Iringan
DS = Derajat Kejenuhan

Fakultas Teknik UPB 47


4.3.12. Contoh Kasus
Suatu jalan kolektor dua-lajur dua-arah dengan lebar jalur lalu-lintas efektif 6 m
dan lebar bahu efektif masing-masing 1 m pada kedua sisi telah terbangun di daerah
perkebunan pedalaman dengan pengembangan gunalahan di sisi jalan 25 %. Ruas dengan
jarak pandang  300 m ada 50 %. Jalan ini terletak pada alinyemen datar.
Arus yang melintas pada ruas tersebut saat ini pada tiap arah masing-masing 1205
smp / jam dan 992 smp / jam.
Pertanyaan :
Dengan menggunakan metode yang disarankan MKJI 1997 :
1. Hitung kapasitas ruas jalan tersebut (smp / jam) !
2. Hitung ukuran-ukuran kinerja ruas tersebut !

Jawab :
Q = 1205 + 992 = 2197 smp/jam
1205 / Q x 100 % = 1205 / 2197 * 100 % = 55 %
SP : 55%-45%
Daerah perkebunan pedalam  kelas hambatan samping : VL
C0 = 3100 smp/jam (untuk 2/2 UD pada jenis alinyemen datar)
FCW = 0,91 (untuk We = 6 m pada 2/2 UD, Tabel 4.11.)
FCSP = 0,97 (untuk SP 55%-45% pada 2/2 UD, Tabel 4.12)
FCSF = 0,99 (untuk WS =1 m, kelas hambatan samping VL pada 2/2 UD, Tabel 4.13.)
C = C0 x FCW x FCSP x FCSF (Rumus 4.4.)
= 3100 x 0,91 x 0,97 x 0,99 = 2709 smp/jam
DS = Q / C (Rumus 4.2.)
= 2197 / 2709
= 0,81
FV0 = 65 km/jam (untuk kendaraan ringan pada 2/2 UD, Datar/B, Tabel 4.14.)
FVW = -3 km/jam (untuk kendaraan ringan pada 2/2 UD,We=6 m, Datar/B Tabel 4.15.)
FFVSF = 1,00 (untuk WS=1 m, kelas hambatan samping H pada 2/2 UD, Tabel 4.16.)
FFVRC = 0,93 (untuk jalan kolektor 2/2 UD, pengembangan sisi jalan 25 %, Tabel 4.17.)
FV = (FV0 + FVW) x FFVSF x FFVCS (Rumus 4.5.)
= (65 – 3) x 1,00 x 0,93
= 58 km/jam
VLV = 34 km/jam (untuk DS = 0,81 da FV = 58 km/jam, Gambar 4.3)
Derajat Iringan = 0,86 (untuk DS = 0,81, Gambar 4.4)

Fakultas Teknik UPB 48


4.4. Jalan Bebas Hambatan

4.4.1. Pendahuluan
Jalan bebas hambatan adalah jalan untuk lalu lintas menerus dengan pengendalian
jalan masuk secara penuh, baik merupakan jalan terbagi ataupun tidak terbagi (di
Indonesia sama artinya dengan jalan tol).
MKJI menyajikan prosedur perhitungan untuk kecepatan arus bebas, kapasitas,
kecepatan dan derajat iringan (hanya untuk 2/2 UD) pada jalan bebas hambatan yang
direncanakan di perkotaan dan di luar kota. Dalam MKJI, ada 2 jenis jalan bebas
hambatan, yaitu :
- Dua-lajur dua-arah tidak terbagi (MW 2/2 UD)
- Empat-lajur dua-arah terbagi (MW 4/2 D)

Prosedur perhitungan dapat dipergunakan untuk :


- Analisis operasi, perencanaan dan perancangan jalan bebas hambatan pada alinyemen
datar, perbukitan atau pegunungan.
- Analisis operasi, perencanaan dan perancangan dari kelandaian khusu pada jalan bebas
hambatan 2/2 UD.

Ruas jalan bebas hambatan didefinisikan sebagai suatu panjang jalan bebas hambatan :
- diantara dan tidak terpengaruh oleh simpang susun dengan jalur penghubung, ke luar
dan masuk, dan
- yang mempunyai karakteristik rencana geometrik dan arus lalu lintas yang serupa

Karakteristik utama jalan bebas hambatan yang akan mempengaruhi kapasitas dan
kinerjanya apabila dibebani lalu lintas, adalah sebagai berikut :

a. Geometrik Jalan
- Lebar jalur lalu lintas : Kapasitas meningkat dengan bertambahnya lebar jalur lalu
lintas.
- Karakteristik bahu : kinerja pada suatu arus tertentu, akan meningkat dengan
bertambahnya lebar bahu. Pengemudi pada jalan bebas hambatan di daerah Jabotabek
mempunyai kebiasaan menggunakan bahu yang diperkeras sebagai lajur tambahan bila
lajur lalu lintas biasa mengalami kemacetan. Faktor ini belum diperhitungkan dalam
MKJI, karena dari pertimbangan keselamatan sangat tidak dianjurkan.
- Ada atau tidak adanya median : median yang direncanakan dengan baik meningkatkan
kapasitas. Tetapi mungkin ada alasan lain mengapa median tidak diinginkan, misalnya
kurang tempat, kurang biaya dan sebagainya.
- Lengkung vertikal : makin pegunungan medannya, melalui mana jalan bebas
hambatan lewat, makin rendah kapasitas dan kinerja pada suatu arus tertentu.
- Lengkung horisontal : jalan bebas hambatan tak terbagi dengan bagian lurus yang
panjang, sedikit tikungan dan sedikit pundak-bukit memungkinkan jarak pandang
lebih panjang dan penyalipan lebih mudah, memberikan kapasitas yang lebih tinggi.

Fakultas Teknik UPB 49


b. Volume, Komposisi dan Pemisahan arah
- Pemisahan arah Lalu lintas pada jalan bebas hambatan tak terbagi : kapasitas tertinggi
pada jalan datar apabila pemisahan arah adalah 50%-50% : yaitu bila arus sama pada
kedua arah.
- Komposisi lalu lintas : jika volume dan kapasitas diukur dalam kendaraan per jam,
komposisi lalu lintas akan mempengaruhi kapasitas. Meskipun demikian, dengan
mengukur volume dalam satuan mobil penumpang (smp) seperti dalam MKJI 1997
pengaruhnya tetap diperhitungkan.

c. Pengaturan lalu lintas


Pengendalian kecepatan maksimum dan minimum, gerakan kendaraan berat,
penanganana kejadian kendaraan yang mogok dan senagainnya akan mempengaruhi
kapasitas jalan bebas hambatan.

d. Pengemudi dan populasi kendaraan


Sikap pengemudi dan populasi kendaraan (umur, tenaga dan kondisi kendaraan
dalam masing-masing kelas kendaraan, sebagaimana terlihat dari komposisi kendaraan)
adalah berbeda antara berbagai daerah di Indonesia. Kendaraan yang lebih tua dari suatu
jenis tertentu, atau sikap pengemudi yang kurang gesit menghasilkan kapasitas dan
kinerja yang lebih rendah. Karena pengaruh-pengaruh ini mungkin tidak diukur secara
langsung.

4.4. Metodologi
A. Pendekatan Umum
Prosedur perhitungan yang diberikan dalam MKJI 1997 secara umum serupa
dengan Manual Kapasitas Jalan Amerika Serikat (US HCM) tahun 1985 dan
perubahannya tahun 1994.

(a). Jenis Perhitungan


Prosedur yang diberikan memungkinkan melakukan perhitungan karakteristik lalu lintas
untuk ruas jalan bebas hambatan, yaitu sebagai berikut :
- Kecepatan arus bebas
- Kapasitas
- Derajat kejenuhan (volume/kapasitas)
- Kecepatan pada kondisi arus lapangan
- Derajat iringan pada kondisi arus lapangan (hanya untuk 2/2 UD)
- Arus lalu lintas yang dapat dilewatkan oleh ruas jalan bebas hambatan, sambil
mempertahankan kualitas lalu lintas tertentu (kecepatan atau iringan)
(b). Tingkatan Analisis
Penjelasan selengkapnya dapat dilihat pada butir 4.1.5. dan butir 4.2.3.2.
(c). Periode Analisis
Penjelasan selengkapnya dapat dilihat pada butir 4.2.3.3.
(d). Jalan Terbagi dan Tak Terbagi
Penjelasan selengkapnya dapat dilihat pada butir 4.2.3.4.

Fakultas Teknik UPB 50


B. Variabel
(a). Volume dan Komposisi Lalu lintas
Pada MKJI 1997 nilai volume lalu lintas (Q) mencerminkan komposisi lalu lintas,
dengan menghitung volume dalan satuan mobil penumpang (smp). Seluruh nilai volume
lalu lintas (per arah dan total) dikonversi menjadi satuan mobil penumpang (smp) dengan
menggunkan emp (ekivalensi mobil penumpang) yang diturunkan secara empiris untuk
jenis kendaraan sebagaimana yang tercantum pada butir 4.2.4. kecuali tidak
diperkenankannya sepeda motor menggunakan jalan bebas hambatan. Menurut MKJI
1997, emp dipengaruhi jenis alinyemen, jenis jalan, total arus dalam kendaraan / jam dan
jenis kendaraan. Tabel 4.18. memberikan contoh untuk nilai emp untuk jalan bebas
hambatan 2/2 UD pada alinyemen bukit. Bagian yang diberi latar belakang lebih gelap
akan digunakan dalam contoh kasus.

Tabel 4.18. Ekivalensi Mobil Penumpang (emp) untuk MW 2/2 UD pada Alinyemen
Bukit
Total Arus emp
(Kendaraan/Jam) MHV LB LT
0 – 699 1,2 1,6 5.2
700 – 1199 1,8 2,5 5,0
1200 – 1799 1,5 2,0 4,0
 1800 1,3 1,7 3,2

(b). Kecepatan Arus Bebas


Penjelasan selengkapnya mengenai kecepatan arus bebas dapat dilihat pada butir
4.1.10. Persamaan untuk penentuan kecepatan arus bebas adalah sebagai berikut :

FV = FV0 + FVW …………………………………………………………………..(4.7)

FV = kecepatan arus bebas untuk kendaraan ringan pada kondisi lapangan


FV0 = kecepatan arus bebas dasar bagi kendaraan ringan untuk kondisi jalan dan jenis
alinyemen yang dipelajari
FVW = penyesuaian untuk lebar jalur lalu lintas dan bahu jalan (km/jam)

Kecepatan arus bebas dasar dipengaruhi jenis jalan, jenis alinyemen dan jenis
kendaraan. Tabel 4.19. menunjukkan nilainya untuk MW 2/2 UD. Baris yang berlatar
belakang lebih gelap akan digunakan pada contoh kasus.

Tabel 4.19. Kecepatan Arus Bebas Dasar pada MW 2/2 UD

Jenis Jalan Bebas Hambatan / Kecepatan Arus Bebas Dasar


Jenis Alinyemen LV MHV LB LT
Datar / A 80 66 85 63
Datar / B-C 78 63 81 60
Bukit 70 55 68 51
Gunung 62 44 55 39

Fakultas Teknik UPB 51


Menurut MKJI 1997, nilai FVW dipengaruhi jenis jalan, lebar efektif jalur lalu-
lintas (We) dan jenis alinyemen. Tabel 4.20. menyajikan contoh nilai-nilai yang
disarankan MKJI 1997 untuk MW 2/2 UD.

Tabel 4.20. Penyesuaian Akibat Pengaruh Lebar Jalur Lalu-Lintas dan Jenis
Alinyemen pada Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Ringan (FVW)

We FVW (km/jam)
(m) Jenis Alinyemen
Datar Bukit Gunung
6,5 -2 -1 -1
7,0 0 0 0
7,5 1 1 1

(c). Kapasitas
Penjelasan selengkapnya mengenai kapasitas dapat dilihat pada butir 4.1.7.
Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas jalan bebas hambatan adalah :

C = C0 x FCW x FCSP (smp/jam) ……………………………………………….(4.8.)

C = kapasitas
C0 = kapasitas dasar
FCW = faktor penyesuaian jalan bebas hambatan
FCSP = faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan bebas hambatan tak
terbagi)

Kapasitas dasar jalan bebas hambatan dipengaruhi jenis jalan dan jenis alinyemen.
Tabel 4.21. dan Tabel 4.22. menunjukkan besarnya kapasitas dasar menurut MKJI 1997.

Tabel 4.21. Kapasitas Dasar (C0) untuk Jalan Bebas Hambatan Terbagi

Jenis Jalan Bebas Hambatan / Kapasitas Dasar (smp/jam/lajur)


Jenis Alinyemen
Empat dan enam-lajur terbagi
- Datar 2300
- Bukit 2250
- Gunung 2150

Tabel 4.22. Kapasitas Dasar (C0) untuk Jalan Bebas Hambatan Tak-Terbagi

Jenis Jalan Bebas Hambatan / Kapasitas Dasar – Total Kedua Arah


Jenis Alinyemen (smp/jam)
Dua-lajur tak-terbagi
- Datar 3400
- Bukit 3300
- Gunung 3200

Fakultas Teknik UPB 52


Faktor penyesuai lebar jalur lalu-lintas dipengaruhi jenis jalan dan lebar efektif
jalur lalu-lintas. Tabel 4.23. menyajikan nilai faktor tersebut yang disarankan MKJI 1997.

Tabel 4.23. Faktor Penyesuai Kapasitas Akibat Lebar Jalur Lalu-Lintas (FCW)

Jenis Jalan Bebas Lebar Efektif FCW


Hambatan Jalur Lalu-Lintas We (m)
Empat-lajur terbagi Per lajur
Enam-lajur terbagi 3,25 0,96
3,50 1,00
3,75 1,03
Dua-lajur tak-terbagi Total kedua arah
6,5 0,96
7,0 1,00
7,5 1,04

Faktor penyesuai kapasitas akibat pemisahan arah dipengaruhi oleh SP dan hanya
berlaku untuk jalan tak-terbagi sebagaimana dijelaskan pada Tabel 4.24. berikut ini.

Tabel 4.24. Faktor Penyesuai Kapasitas Akibat Pemisahan Arah (FCSP)

Pemisahan arah SP % - % 50 - 50 55 - 45 60 -40 65 – 35 70 -30


FCSP Jalan bebas hambatan 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
tak terbagi

(d). Derajat Kejenuhan


Penjelasan selengkapnya mengenai derajat kejenuhan dapat dilihat pada butir
sebelumnya.

(e). Kecepatan Ruang Rata-Rata


Penjelasan selengkapnya mengenai kecepatan ruang rata-rata (V) dapat dilihat
pada butir 4.1.11. Untuk Jalan MW 2/2 UD hubungan antara DS, FV dan V dapat dilihat
pada Gambar 4.6.

(f). Derajat Iringan


Penjelasan selengkapnya mengenai derajat iringan dapat dilihat pada butir 4.2.11.
Derajat iringan pada jalan bebas hambatan adalah fungsi dari derajat kejenuhan yang
menurut MKJI 1997 dapat dirumuskan sebagai berikut :

DB = DS / (0,814600 x DS + 0,258458) ……………………………………...….(4.9.)

DB = Derajat Iringan
DS = Derajat Kejenuhan

Fakultas Teknik UPB 53


100

FVLV = km /jam
90

80
Kecepatan LV rata-rata ( km/jam)

100
70 90

60
80
70
50
60
40

30

20

10

0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0

Derajat Kejenuhan ( Q/C )

Gambar 4.5. Kecepatan sebagai Fungsi dari DS pada MW 2/2 UD

4.3.3. Contoh Kasus


Suatu jalan bebas hambatan dua-lajur dua-arah dengan lebar jalur lalu-lintas
efektif 6,8 m dan lebar bahu efektif masing-masing 1 m pada kedua sisi telah terbangun.
Ruas dengan jarak pandang  300 m ada 50 %. Jalan ini terletak pada alinyemen bukit.
Arus yang melintas pada ruas tersebut saat ini pada tiap arah masing-masing 1450
smp / jam dan 1187 smp / jam.

Pertanyaan :
Dengan menggunakan metode yang disarankan MKJI 1997 :
1. Hitung kapasitas ruas jalan tersebut (smp / jam) !
2. Hitung ukuran-ukuran kinerja ruas tersebut !

Fakultas Teknik UPB 54


Jawab :
Q = 1450 + 1187 = 2637 smp/jam
1450 / Q x 100 % = 1450 / 2637 * 100 % = 55 %
SP : 55%-45%
Daerah perkebunan pedalam  kelas hambatan samping : VL
C0 = 3300 smp/jam (untuk MW 2/2 UD pada jenis alinyemen bukit, Tabel 4.22)
FCW = 0,984 (untuk We = 6,8 m pada MW 2/2 UD, Tabel 4.23. dengan interpolasi)
FCSP = 0,97 (untuk SP 55%-45% pada MW 2/2 UD, Tabel 4.24)
C = C0 x FCW x FCSP (Rumus 4.8.)
= 3300 x 0,984 x 0,97
= 3150 smp/jam
DS = Q / C (Rumus 4.2.)
= 2637 / 3150
= 0,84
FV0 = 70 km/jam (untuk kendaraan ringan pada MW 2/2 UD, Bukit, Tabel 4.19.)
FVW = -0,4 km/jam (untuk kendaraan ringan pada MW 2/2 UD,We=6,8 m, Bukit,
Tabel 4.20.)
FV = FV0 + FVW (Rumus 4.7.)
= 70 – 0,4
= 69,6 km/jam
VLV = 34 km/jam (untuk DS = 0,84 dan FV = 69,6 km/jam, Gambar 4.5)
Derajat Iringan = DS / (0,8146 x DS + 0,258458) (Rumus 4.9)
= 0,84 / (0,8146 x 0,84 + 0,258458)
= 0,89

Fakultas Teknik UPB 55

Anda mungkin juga menyukai