Anda di halaman 1dari 22

TUGAS REKAYASA TRANSPORTASI

SIMPANG BERSINYAL

Simpang Lalu Lintas Jl. HM Joyo Martono

Disusun Oleh :

1. Farhan Dzikri Malik (41117210024)


2. Fadli Bimantara (41117210034)
3. Dinda Anastasia Aulia Fauziah (41117210052)
4. Habie Ramadhan (41117210063)
5. Rehan Muslim (41119210041)

Fakultas Teknik
Teknik Sipil
Universitas Mercu Buana
Bekasi
2019
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Transportasi di perkotaan pada umumnya berkembang sejalan dengan pertumbuhan


penduduk, kenaikan pendapatan, pertumbuhan kepemilikan kendaraan, perluasan kota,
serta peningkatan aktivitas ekonomi maupun sosial. Dengan kata lain perkembangan
wilayah berdampak pada sistem transportasi wilayah itu sendiri. erkembangan
prasarana transportasi yang tidak seimbang dibanding dengan laju pertambahan
kepemilikan kendaraan bermotor merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya
kinerja suatu ruas jalan dan simpang. Permasalah tersebut sering terjadi pada Indonesia
termasuk di simpang Jl. Kelapa Dua Raya merupakan salah satu daerah dengan volume
lalu lintas yang cukup tinggi dan cenderung mengalami kemacetan hampir setiap
harinya. Hal tersebut terjadi karena terdapat beberapa faktor, diantaranya adalah
tingginya aktifitas perjalanan pada ruas jalan yang melewati persimpangan tersebut,
menurunnya kapasitas ruasjalan akibat tingginya volume kendaraan, dan adanya
beberapa titik persimpangan yang memberikan waktu tunda lalu lintas yang cukup lama

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, perlu dilakukan analisis terhadap karakteristik


dan kinerja dari simpang lalu lintas Jl. HM. Joyo Martono

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah karakteristik lalu lintas di simpang lalu lintas Jl. Kelapa Dua Depok?
b. Bagaimana kinerja simpang JL. Kelapa dua Depok?
c. Bagaimana kinerja ruas Jl. Komjen.Pol.M.jasmin-Jl.Nusantara dan Jl. Kelapa Dua
Depok?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian


a. Menghitung volume dan analisa kapasitas kendaraan yang melewati Jl.
Komjen.Pol.M.jasin – JL. Nusantara dan JL. Kelapa dua Depok
b. Mengetahui factor-faktor yang berpengatuh terhadap kinerja simpang.
c. Mendapatkan kinerja kerja simpang pada Jalan Kelapa Dua Depok Raya
d. Mengetahui kinerja simpang lalu lintas, meliputi : kapasitas, derajat kejenuhan, panjang
antrian, tundaan.
e. Menerapkan ilmu yang diperoleh di perkuliahan dengan kondisi langsung di lapangan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Transportasi

Transportasi berasal dari kata latin yaitu transportare, dimana “trans” berarti seberang atau
sebelah lain dan “portare” berarti mengangkut atau membawa. Jadi transportasi berarti
mengangkut atau membawa (sesuatu) ke sebelah lain atau dari suatu tempat ke tempat
lainnya.

Menurut Setijowarno dan Frazila (2001) transportasi berarti suatu kegiatan untuk
memindahkan sesuatu (orang dan/atau barang) dari satu tempat ke tempat yang lain,
baik dengan atau tanpa sarana (kendaraan, pipa, dan lain-lain). Menurut Miro
(2005),transportasi diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakkan, mangangkut,
atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, dimana ditempat lain
ini objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu.

Sedangkan menurut Sukarto (2006), transportasi adalah perpindahan dari suatu tempat
ke tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang digerakkan oleh
tenaga manusia, hewan (kuda, sapi, kerbau), atau mesin. Konsep transportasi
didasarkan pada adanya perjalanan (trip)

2.2 Jalan

Jalan menurut UU No. 38 tahun 2004 adalah prasarana transportasi darat yang
meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan
tanah, di bawah permukaan tanah dan /atau air, serta di atas permukaan air, kecuali
jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Jalan merupakan kebutuhan penting bagi
masyarakat karena seiring dengan kebutuhan masyarakat akan transportasi untuk
melakukan kegiatan sehari-hari. Transportasi merupakan usaha mengangkut atau
membawa barang dan/atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lainnya.

Jalan umum menurut fungsinya menurut UU No. 38 Tahun 2004 terdiri dari :

a. Jalan Arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan
masuk dibatasi secara berdaya guna.
b. Jalan Kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata
sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
c. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul
atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
d. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah.
II - 3
2.3 Geometrik Jalan
Geometrik jalan adalah suatu bangun jalan raya yang menggambarkan tentang
bentuk/ukuran jalan raya baik yang menyangkut penampag melintang, memanjang,
maupun aspek lain yang terkait dengan bentuk fisik jalan. Geometrik jalan terdiri dari
:
a. Tipe Jalan, berbagai tipe jalan akan menunjukan kinerja berbeda pada pembebanan
lalu lintas tertentu, misalnya jalan terbagi, tidak terbagi dan jalan satu arah.
Direktorat Jenderal Bina Marga (1997) menetapkan pembagian tipe jalan perkotaan
berdasarkan jumlah jalur, jumlah lajur, arah, dan pembatas (divider atau D) sebagai
berikut:
- 2 lajur 2 arah tak terbagi/ tanpa median (2/2 UD)
- 2 lajur 1 arah tak terbagi/ tanpa median (2/1 UD)
- 4 lajur 2 arah terbagi/dengan median (4/2 D)
- 4 lajur 2 arah tak terbagi/tanpa median (4/2 UD)
b. Lebar Jalur Lalu Lintas, kecepatan arus bebas dan kapasitas meningkat dengan
pertabahan lebar jalur lalu lintas.
c. Kereb, sebagai batas antar jalur lalu lintas dan trotoar berpengaruh terhadap
dampak hambatan samping pada kapasitas dan kecepatan. Kapasitas jalan dengan kerb
kecil dari jalan dengan bahu. Selanjutnya kapasitas berkurang jika terhadap
penghalang tetap dekat tepi jalur lalu linta, tergantung apakah jalan mempunyai
kerb atau bahu.
d. Bahu, Jalan perkotaan tanpa kerb pada umumnya mempunyai bahu pada kedua sisi
jalur lalu lintasnya. Lebar dan kondisi permukaannya mempengaruhi penggunaan
bahu, berupa penambahan kapasitas, kecepatan pada arus tertentu akibat
pertambahan lebar bahu terutama karena pengurangan hambatan samping yang
disebabkan kejadian disisi jalan seperti kendaraan angkutan umum berhenti, pejalan
kaki dan sebagainya.
e. Median, adalah suatu pemisah fisik jalur lalu lintas yang berfungsi untung
menghilang konflik lalu lintas dari arah yang berlawanan, sehingga pada gilirannya
akan meningkatkan keselamatan lalu lintas. Median yang direncanakan dengan baik
juga akan dapat meningkatkan kapasitas jalan.
f. Alinyemen Jalan, berpengaruh pada kecepatan arus bebas biasanya adalah
alinyemen horizontal. Namun karena jari-jarinya di daerahperkotaan tidak terlalu
besar maka pengaruh ini diabaikan.

2.4 Simpang Bersinyal

Simpang bersinyal adalah suatu persimpangan yang terdiri dari beberapa lengan dan
dilengkapi dengan pengaturan sinyal lampu lalu lintas (traffic light). Berdasarkan MKJI
1997, adapun tujuan penggunaan sinyal lampu lalu lintas (traffic light) pada persimpangan
antara lain:

a. Untuk menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus lalu-lintas,


sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat dipertahankan, bahkan selama
kondisi lalu-lintas jam puncak.
b. Untuk memberi kesempatan kepada kendaraan dan/atau pejalan kaki dari jalan simpang
(kecil) untuk memotong jalan utama.
c. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan Ialu-lintas akibat tabrakan antara kendaraan dari
arah yang bertentangan.

2.5 Kinerja Persimpangan


2.5.1 Arus Lalu Lintas
Menurut MKJI (1997), arus lalu lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok kiri Q LT ,
lurus Q ST , dan belok kanan Q RT ) dikonversikan dari kendaraan per jam menjadi
satuan mobil penumpang (smp) perjam dengan menggunakan ekivalen kendaraan
penumpang (emp) untuk masing- masing pendekat terlindung dan terlawan. Nilai
emp untuk jenis kendaraan berdasarkan pendekat dapat terlihat pada Tabel
Untuk menghitung arus dapat menggunakan persamaan berikut:
Q = Q LV + Q HV x emp HV + Q MC x emp MC
di mana:
Q = Arus lalu lintas (smp/jam)
Q LV = Arus kendaraan ringan (kendaraan/jam)
Q HV = Arus kendaraan berat (kendaraan/jam)
Q MC = Arus sepeda motor (kendaraan/jam)
emp HV = Emp kendaraan berat
emp MC = Emp sepeda motor

2.5.2 Arus Jenuh

Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), bahwa arus jenuh


didefinisikan sebagai besarnya keberangkatan rata rata antrian di dalam suatu
pendekat simpang selama sinyal hijau yang besarnya dinyatakan dalam satuan
smp per jam hijau (smp/jam hijau). Adapun nilai arus jenuh suatu persimpangan
bersinyal dapat dihitung dengan persamaan
berikut:
S = S 0 x F CS x F SF x F G x F P x F LT x F RT
di mana:
S = Arus jenuh (smp/waktu hijau efektif)
S0 = Arus jenuh dasar (smp/waktu hijau efektif)
F CS = Faktor koreksi arus jenuh akibat ukuran kota (jumlah penduduk)
F SF = Faktor koreksi arus jenuh akibat adanya gangguan samping
FG = Faktor koreksi arus jenuh akibat kelandaian jalan
FP = Faktor koreksi arus jenuh akibat adanya kegiatan perparkiran dekat
lengan persimpangan
F LT = Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kiri
F RT = Faktor koreksi kapasitas akibat adanya pergerakan belok kanan
Besar setiap faktor koreksi arus jenuh sangat tergantung pada tipe persimpangan.
Penjelasan lebih rinci mengenai nilai setiap faktor koreksi arus jenuh bisa
ditemukan dalam MKJI (1997).

2.5.3 Faktor-faktorPenyesuaian

Faktor penyesuaian ukuran kota (FCcs) diperoleh dari Tabel 2 berikut ini.

Faktor penyesuaian FCcs untuk pengaruh ukuran kota pada kapasitas


jalan perkotaan

Faktor Penyesuaian untuk ukuran kota


Ukuran Kota (Juta Penduduk)
(FCcs)
<0,1 0,86

0,1-0,5 0,90

0,5-1,0 0,94

1,0-3,0 1,00

>3,0 1,04
Faktor penyesuaian untuk tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan
kendaraan takbermotor

Lingkungan Hambatan Tipe Fase Rasio Kendaraan Tak Bermotor


0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 ≥ 0,25
Jalan Samping
Komersial Tinggi Terlawan 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70

(COM) Terlindung 0,93 0,91 0,88 0,87 0,85 0,81


Sedang Terlawan 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,71

Terlindung 0,94 0,92 0,89 0,88 0,86 0,82


Rendah Terlawan 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,72

Terlindung 0,95 0,93 0,90 0,89 0,87 0,83


Permukiman Tinggi Terlawan 0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72

(RES) Terlindung 0,96 0,94 0,92 0,99 0,86 0,84


Sedang Terlawan 0,97 0,92 0,87 0,82 0,79 0,73

Terlindung 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87 0,85


Rendah Terlawan 0,98 0,93 0,88 0,83 0,80 0,75

Terlindung 0,98 0,96 0,94 0,91 0,88 0,88


Akses Tinggi Terlawan 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75
terbatas (RA) /Sedang Terlindung 1,00 0,98 0,95 0,93 0,90 0,88
/Rendah
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

Faktor penyesuaian parkir (FP) dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:


F P = [L p /3-(WA-2)x(L p /3-g)/WA]/g
di mana :
LP = Jarak antara garis henti dan kendaraan yang diparkir pertama (m)
ataupanjang dari lajur pendek
WA = Lebar Pendekat
g = Waktu hijau pada pendekat

Faktor penyesuaian belok kanan (F RT ) ditentukan sebagai fungsi dari rasio kendaraan
belok kanan p RT. Faktor penyesuaian belok kanan hanya berlaku untuk kendaraan
terlindung, tanpa median, jalan dua arah, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk.
F RT = 1,0 + p RT x 0,26
di mana :
F RT = faktor penyesuaian belok kanan
p RT = rasio belok kanan
Faktor penyesuaian belok kanan juga dapat diperoleh nilainya menggunakan gambar
Faktor penyesuaian belok kiri (F LT ) ditentukan sebagai fungsi dari rasio kendaraan belok
kiri p LT . Faktor penyesuaian belok kiri hanya untuk pendekat tipe p tanpa LTOR,
lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk.

F LT = 1,0 – p LT x 0,16

di mana :

F LT = Faktor penyesuaian belok kiri

p LT = Rasio belok kiri

Faktor penyesuaian belok kanan juga dapat diperoleh nilainya menggunakan gambar

2.5.4 Waktu Sinyal

Penentuan waktu sinyal untuk keadaan dengan kendali tetap dilakukan berdasarkan
metoda Webster (MKJI, 1997) untuk meminimumkan tundaan total pada suatu
simpang. Pertama-tama menentukan waktu siklus (c), selanjutnya waktu hijau (g)
pada masing-masing fase (i).
a. Waktu Siklus Sebelum Penyesuaian
Volume lalu lintas mempengaruhi panjang waktu siklus pada fixed time
operation. Panjang waktu siklus akan mempengaruhi tundaan kendaraan rata-
ratayang melewati simpang.
c ua = (1,5 x LTI + 5)/(1 – IFR)
di mana:

c ua = Waktu siklus sebelum penyesuaian sinyal (detik)

LTI = Jumlah waktu hilang per siklus (detik)

IFR = Rasio arus simpang ∑Frcrit

b. Waktu Hijau
Pada umumnya pembagian waktu hijau pada kinerja suatu simpang bersinyal
lebih peka terhadap kesalahan daripada panjangnya waktu siklus.

gi = (cua – LTI) x Pri

dimana:

gi = Tampilan waktu hijau pada fase i (detik)

cua = Waktu siklus sebelum penyesuaian

LTI = Jumlah waktu hilang per siklus (detik)

PRi = Rasio fase FRcrit/∑Frcrit

c. Waktu Siklus yang Disesuaikan


Waktu siklus yang disesuaikan (c) sesuai waktu hijau yang diperoleh dan waktu
hilang (LTI).

C = Σg+ LTI

dimana:

c = Waktu siklus yang disesuaikan (c)


2.5.5 Kapasitas dan Derajat Kejenuhan

a. Kapasitas
Menurut MKJI 1997, perhitungan kapasitas dapat dibuat dengan pemisahan jalur
tiap pendekat, pada satu lengan dapat terdiri dari satu atau lebih pendekat, misal
dibagi menjadi dua atau lebih sub pendekat. Hal ini diterapkan jika gerakan belok
kanan mempunyai fase berbeda dari lalulintas yang lurus atau dapat juga dengan
merubah fisik jalan yaitu dengan membagi pendekat dengan pulau lalu lintas
(canalization). Kapasitas (C) dari suatu pendekat simpang bersinyal dapat
dinyatakan sebagai berikut:

g
C=Sx
c

di mana:

C = Kapasitas pendekat (smp/jam)

S = Arus jenuh (smp/jam hijau)

g = Waktu hijau (detik)

c = Waktu siklus

b. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan diperoleh dari:

q (Q x c)
DS = =
c ( S x g)

di mana :

DS = Derajat kejenuhan

Q = Arus lalu lintas (smp/jam)

C = Kapasitas (smp/jam)
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Lokasi

Jl. Kelapa Dua Depok, Kel. Tugu, Kec Cimanggis, Kota Depok
3.2 Gambaran Umum

Sudah beberapa tahun belakangan ini kota depok mengalami perubahan yang signifikan
yaitu bertambahnya volume lalu lintas yang cukup Padat salah satunya pada simpang Jalan
Kelapa Dua Raya yang merupakan jalan Kolektor dan mempunyai 4/2D (4 lajur 2 arah
terbagi) dijalan Jl.Komjen.Pol.M.Jasin dan 2/2UD ( 2 jalur 2 arah tak terbagi ) dijalan
Nusantara / Jl. klp dua raya yang terletak di Kota Depok. Masalah kemacetan pada Jalan
Kelapa Dua di karenakan tata guna lahan pada ruas jalan tersebut meliputi kampus
universitas gunadarma dan pertokoan, oleh sebab kemacetan sering terjadi terutama pada
jam sibuk di pagi siang dan sore hari.

3.3 Data Volume


Volume kendaraan Total Kendaraan Bermotor
Kode Kendaraan Ringan (LV) Kendaraan Berat (HV) Sepeda Motor (MC)
(MV)
Pendekat
(kend/jam) (smp/jam) (kend/jam) (smp/jam) (kend/jam) (smp/jam) (kend/jam) (smp/jam)
T 408 408 2 2,6 1538 307,6 1948 718,2
U 435 435 0 0 635 127 1070 562
S 423 423 2 2,6 610 122 1035 547,6
B 683 683 2 2,6 1609 321,8 2294 1007,4
3.4 Perhitungan kapasitas (C)
Untuk menghitung kapasitas (C) masing -masing pendekat dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
Rumus : C = S × 𝐠/𝒄
C (Timur) = 3906 × 74/263 = 1009,11 smp/jam
C (Utara) = 3040 × 50/263 = 578,03 smp/jam
C (Selatan) = 3429 × 50/263 = 651,91 smp/jam
C (Barat) = 3822 × 86/263 = 1249,85 smp/jam
3.5 Perhitungan Derajat Kejenuhan
Rumus : DS = 𝐐/𝑪

DS (Timur) = 718,20/1009,11 = 0.65


DS (Utara) = 562/578,03 = 0,97
DS (Selatan) = 547,60/651,91 = 0,84
DS (Barat) = 1007,40/1249,85 = 0,81

3.6 Perhitungan Panjang Antrian


Jumlah antrian smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) dapat dihitung
menggunakan rumus:
Untuk DS > 0,5
3.6.1 Menghitung NQ1

Karena pada setiap pendekat DS > 0,5 maka:


NQ1 (Timur) = 0,25 × 1099,11 × [(0,65 - 1) +√(0,65 - 1)2 + {8 × (0,65 - 0,5)}/1099,11]
= -0,44 smp
NQ1 (Utara) = 0,25 × 578,03 × [(097 - 1) +√(0,97 - 1) 2 + {8 × (0,97 - 0,5)}/578,03]
= 8,34 smp
NQ1 (Selatan) = 0.25 × 651,91 × [(0,84 - 1) +√(0,84 - 1) 2 + {8 × (084- 0,5)}/651,91]
= 2,04 smp
NQ1 (Barat) = 0,25 × 1249,85 × [(0,81 - 1) +√(0,81 - 1) 2 + {8 × (0,81 - 0,5)}/1249,85]
= 1,56 smp

3.6.2 Menghitung NQ2:

GR = g/c
g = Waktu hijau pada pendekat
c = Waktu Siklus
3.6.3 Menghitung NQtot

NQtot (T) = 0,44 + 46,20 = 46,64 smp


NQtot (U) = 8,34+ 40,79 = 49,14 smp
NQtot (S) = 2,04 + 38,56 = 40,60 smp
NQtot (B) = 1,56 + 67,26 = 68,81 smp
NQmax, didapat dari analisis nilai NQ terbesar adalah 68,81 smp

QL (Timur) = 49 × (20/7) = 68 meter

QL (Utara) = 68,79 × (20/5,2) = 264,58 meter

QL (Selatan ) = 58,84 × (20/5,8) = 196,01 meter

QL (Barat ) = 96,34 × (20/7) = 275,26 meter

3.7 Perhitungan Angka Kendaraan Terhenti (NSv)


Angka henti (NS) adalah jumlah rata-rata berhenti per smp (termasuk berhenti
berulang dalam antrian) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Sedangkan Jumlah Kendaraan Terhenti (Nsv) dapat dihitung dengan rumussebagai
berikut:
Nsv = Q × NS
Nsv (Timur) = 718,2 ×0,80 = 574,59 smp/jam
Nsv (Utara) =49,14× 1,08 = 605,33 smp/jam
Nsv (Selatan) =547,60 × 0.91 = 500,19 smp/jam
Nsv (Barat) =1007,4 × 0.84 = 847,75 smp/jam

3.8 Perhitungan Rasio Kendaraan Terhenti (Psv) = NS Total

Rasio kendaraan terhenti (Psv) adalah rasio kendaraan yang harus berhenti akibat sinyal
merah suatu Simpang, dihitung sebagai:

Psv = NS total = ∑Nsv/Qtotal

Psv = NS total = 2527,87/2835,2 = 0.892

3.9 Perhitungan Tundaan

Tundaan adalah waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melewati suatu
simpang, dibandingkan terhadap situasi tanpa simpang, Tundaan pada suatu simpang
dipengaruhi oleh 2 (dua) hal yaitu:
A (T) = 0.32
A (U) = 0.40
A (S) = 0.39
A (B) = 0.31

DT (Timur) = (263 x 0,32) + [(0,44 × 3600)/1099,11] = 84,66 detik/smp


DT (Utara) = (263 × 0,40) + [(8,34 × 3600)/578,03] = 157,78 detik/smp
DT (Selatan) = (263 × 0,39) + [(2,04 × 3600)/651,91] = 113,94 detik/smp
DT (Barat) = (263 × 0,31) + [(1,56 × 3600)/1249,85]= 85,36 detik/smp

DG (Timur) = {(1 – 0,892) x (0,29 x 6)}+ (0,892x 4) = 3,75 detik / smp


DG (Utara) = {(1 – 0,892) x (0,43 x 6)} + (0,892x 4) = 3,85 detik / smp
DG (Selatan)= {(1 – 0,892) x (0,44 x 6)} + (0,892x 4) = 3,85 detik / smp
DG (Selatan)= {(1 – 0,892) x (0,21 x 6)} + (0,892x 4) = 3,70 detik / smp

Total (D) adalah:


D = DT + DG
D untuk Pendekat Timur = 84,66 + 3,75 = 88,41 detik / smp
D untuk Pendekat Utara = 157,78 + 3,85 = 161,63 detik / smp
D untuk Pendekat Selatan = 113,94+ 3,85 = 117,79 detik / smp
D untuk Pendekat Barat = 85,36+ 3,70 = 89,07 detik / smp
Tundaan Total D x Q =

Tundaan Total Pendekat Timur:


D x Q= 88,41 x 718,2 = 63495,13 detik

Tundaan Total Pendekat Utara:


D x Q = 161,63 x 562 = 90835,47 detik

Tundaan Total Pendekat Selatan:


D x Q = 117,79 x 547,6 = 64501,73 detik

Tundaan Total Pendekat Barat:


D x Q = 89,07 x 1007,4 = 89724,1 detik

Tundaan rata-rata untuk seluruh simpang didapat dengan membagi jumlah nilai Tundaan
total ∑(D x Q) dengan Arus total (Qtotal):

DI = (308556,43)/(2835,2) = 108,83 smp/detik.


BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil survei kendaraan pada simpang dan analisa yang telah dilakukan, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.Dari Hasil survey pada volume puncak jam sibuk (peak hour) di peroleh kapasitas sebesar
1948 kend /jam ( Timur ), 1070 Kend/jam ( Utara ), 1035 Kend / Jam ( Selatan ), 2294
Kend/jam (Barat) .
2.Pada analisis kinerja simpang bersinyal Jl Nusantara– Jl Kelapa Dua Raya – Jl Komjem Pol
M Jasmin memiliki nilai derajat kejenuhan (DS) terbesar adalah 0,97 artinya sudah melebihi
angka yang disyaratkan oleh MKJI 1997 yang seharusnya < 0,85 dan dari hasil tundaan rata-
rata simpang didapat tundaan simpang rata-rata adalah103,830 smp/detik. Sehingga didapat
Level of Service (LOS) / tingkat pelayanan simpang yaitu LOS F, yang berarti pergerakan
yang sangat buruk akibat dari nilai tundaan yang tinggi, biasanya menunjukan nilai waktu
siklus yang panjang dan rasio kendaraan yang tinggi.
3.Hasil analisis alternatif solusi dengan penyesuaian waktu siklus dan merubah Fase yang
awalnya 4 menjadi 3 fasemenunjukkan derajat kejenuhan mengalami perubahan dari kondisi
sebelumnya yaitu dengan nilai derajat kejenuhan (DS) adalah 0,76 artinya sudah tepat karena
angka yang disyaratkan oleh MKJI 1997 yaitu< 0,85 dan nilai tundaan simpang rata-rata

adalah31,077 smp/det. Maka, didapat tingkat pelayanan simpang yaitu LOS D.

4.2 Saran
Berikut beberapa saran untuk memperbaiki kinerja lalu lintas pada ruas Jl Komjem Pol M
Jasmin dan Simpang bersinyal Jl Nusantara– Jl Kelapa Dua Raya–Jl KomjemPol M
Jasminantara lain :
1.Dari segi pengaturan lampu lalu lintas perlu dilakukan peninjauan kembali seperti dengan
merubah waktu siklus dikarenakan tundaan yang besar diakibatkan panjangnya waktu siklus
dan merubah fase yang awal 4 fase menjadi 3 fase.
2.Diharapkan dari hasil analisis ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
merencanakan, mendesain atau melakukan perubahan pada simpang bersinyal bersinyal Jl
Nusantara– Jl Kelapa Dua Raya– Jl Komjem Pol M Jasmi.
Daftar Pustaka

Direktorat Jenderal Bina Marga (DIBM).1997.“Manual Kapasitas Jalan Indonesia”


Departemen Pekerjaan Umum Jakarta

Indah Puspita Sari (2016).Analisa kinerja simpang bersinyal Jl. Haji Mulyadijoyomartono –
Bekasi Timur

Mellysha indah (2015).Evaluasi kinerja simpang bersinyal pada persimpangan tanjung api –
api kota Palembang

Mohd. Isa T, Ibrahim, Meliyani.(2010). Analisa kinerja simpang bersinyal berlengan empat
(studi kasus simpang Surabaya, Bandar Aceh)

Morlok, Edwar(1991).Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi . Jakarta

Mustika Rahmadayanti (2016).Pengaruh Pembangunan Proyek MRT terhadap kinerja ruas


jalan dan simpang Jalan RS Fatmawati – Jalan Cipete Raya

Warpani, P. Suwardjoko. (2002).Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Bandung:


Penerbit ITB

Warsiti , Sukoyo, Galih Pamungkas (2013).Analisa kinerja simpang bersinyal pada Jalan
Kaligaran – Jalan Kelud Raya – Jalan Bendungan Raya

Anda mungkin juga menyukai