Anda di halaman 1dari 22

Modul PRJL IV. Perencanaan Geometrik Jalan Bab.

3 Kriteria Desain Dan Dokumen desain Geometrik

BAB 3

KRITERIA DESAIN DAN


DOKUMEN DESAIN GEOMETRIK

3.1. PARAMETER DESAIN


3.1.1. POTONGAN MELINTANG JALAN
Bentuk potongan melintang jalan dipengaruhi oleh bentuk medan. Bentuk medan terdiri dari datar,
berbukit dan pegunungan. Penampang melintang jalan dengan medan datar terdapat galian seluruhnya
ataupun timbunan seluruhnya (gambar 3-1 dan 3-2). Pada medan berbukit terdapat galian dan
timbunan sekaligus (gambar 3-3) sedangkan pada medan pegunungan, adakalanya seluruhnya
merupakan galian (gambar 3-4).

Gambar 3-1 Potongan melintang jalan dengan galian seluruhnya

Gambar 3-2 Potongan melintang jalan dengan timbunan seluruhnya

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI-Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan – Maret 2010 3-1
Modul PRJL IV. Perencanaan Geometrik Jalan Bab. 3 Kriteria Desain Dan Dokumen desain Geometrik

Gambar 3-3 Penampang melintang jalan pada medan berbukit

Gambar 3-4 Penampang melintang jalan pada medan pegunungan

3.1.2. DATA LALU LINTAS


3.1.2.1. STUDI TRANSPORTASI JALAN
1) STUDI JARINGAN JALAN
Analisis lalu lintas yang akan digunakan pada studi jaringan jalan adalah menggunakan sistem
analisis jaringan, yaitu jaringan jalan yang ada di sekitar wilayah studi ditinjau sebagai satu
kesatuan sistem jaringan transportasi yang saling mempengaruhi dan terkoordinasi.
Analisis suatu jaringan dilakukan untuk dapat menggambarkan pola pergerakan yang ada di dalam
suatu wilayah, sekaligus untuk mengetahui karakteristik masing-masing ruas jalan yang ada. Hal ini
dapat dilakukan apabila diketahui beberapa informasi-informasi awal yang berkaitan dengan
kondisi jaringan jalan yang berada di wilayah tersebut. Informasi tersebut bisa diperoleh dengan
melakukan survei primer maupun survei skunder.

Hasil analisis jaringan yang dilakukan digunakan sebagai masukan untuk melakukan analisis ruas
dan analisis persimpangan untuk beberapa ruas dan simpang yang berada pada sekitar lokasi
yang akan dibangun, sehingga dapat dilihat performance atau karakteristiknya.

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI-Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan – Maret 2010 3-2
Modul PRJL IV. Perencanaan Geometrik Jalan Bab. 3 Kriteria Desain Dan Dokumen desain Geometrik

Analisis lalu lintas ini dilakukan untuk kondisi pada saat ini (eksisting) dan untuk kondisi yang akan
datang sesuai tahun target pengembangan yang telah ditetapkan.

2) VOLUME LALU LINTAS


Untuk mendapatkan gambaran kondisi lalu lintas pada saat ini dan juga sebagai acuan dalam
memperkirakan kondisi lalu lintas yang akan datang, maka perlu diadakan survei lalu lintas. Survei
lalu lintas yang dilakukan pada suatu daerah antara lain :
a. Survei perhitungan volume lalu lintas terklasifikasi :
Survei perhitungan volume lalu lintas terklasifikasi ini dilakukan pada beberapa ruas yang ada
pada daerah pengembangan yang diperkirakan dapat mewakili atau menggambarkan fluktuasi
volume lalu lintas ruas tersebut. Survei perhitungan volume lalu lintas ini dilakukan dengan
cara perhitungan langsung di lapangan pada beberapa ruas jalan di daerah pengembangan.
Dengan survei ini didapatkan volume lalu lintas yang mewakili pada ruas-ruas yang telah
ditentukan, yang nantinya dapat digunakan sebagai barometer (pedoman) dalam validasi
model yang digunakan dalam prakiraan volume lalu lintas di masa yang akan datang.
b. Survei asal - tujuan :
Survei asal - tujuan ini dilakukan untuk mengetahui pola bangkit tarikan (O-D/asal tujuan) yang
ada pada daerah pengembangan. Hal ini dapat dilihat dari berapa besarnya persentase jumlah
kendaraan yang cocok setelah dilakukan skenario pemilihan rute tertentu yang diaplikasikan
dalam survei di lapangan. Selain itu dapat juga digunakan untuk mengetahui waktu tempuh
perjalanan dari satu ruas ke ruas yang lainnya. Jadi survei ini dapat dikombinasikan dengan
survei waktu perjalanan.

3) PRAKIRAAN “DEMAND” PERGERAKAN LALU LINTAS

Untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi lalu lintas di masa yang akan datang, diperlukan
suatu prakiraan (forecasting) permintaan (demand) pergerakan. Sehingga dari hasil prakiraan
pergerakan tersebut dapat diperoleh gambaran tentang kebutuhan penanganan terhadap
transportasi yang akan terjadi di masa yang akan datang.

Gambaran pergerakan lalu lintas di masa datang tersebut mengacu pada rencana tata ruang yang
telah membuat rencana-rencana pengembangan yang akan dilakukan pada wilayah di daerah
pengembangan. Khususnya yang berkaitan dengan rencana pembangunan sarana dan prasana
transportasi dan rencana pengembangan tata guna lahan di masa yang akan datang. Dalam
melakukan peramalan pergerakan lalu lintas diperlukan pengembangan suatu model transportasi
yang sesuai dengan pola pergerakan pada daerah pengembangan. Dari data survei lalu lintas yang
telah dilakukan dicoba untuk mendapatkan matriks asal tujuan. Setelah itu matrik asal tujuan yang
didapatkan dari model tersebut dibebankan ke dalam jaringan jalan yang ada di daerah
pengembangan untuk mendapatkan volume lalu lintas pada tiap-tiap ruas jalan. Untuk
mendapatkan volume lalu lintas masing-masing perioda rencana, dilakukan proses yang sama
seperti sebelumnya dengan memprediksikan atau memprakirakan pertumbuhan data lalu lintas
yang ada untuk masing-masing perioda rencana. Hasil dari tahapan pembebanan lalu lintas dalam
jaringan tersebut digunakan sebagai masukan pada tiap tahap analisa ruas dan analisa simpang
dengan menggunakan batasan-batasan (standard) yang telah ditetapkan pada “Manual Kapsitas
Jalan Indonesia “ (IHCM, Indonesian Highway Capacity Manual).

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram alur yang terdapat pada Gambar 3-5 berikut ini :

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI-Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan – Maret 2010 3-3
Modul PRJL IV. Perencanaan Geometrik Jalan Bab. 3 Kriteria Desain Dan Dokumen desain Geometrik

Jaringan Jalan
Data lalu lintas

Matrix Estimation Maximum


Entropy (ME2 model)

Matrik Asal tujuan

Pembebanan

Volume lalu lintas

Analisa ruas dan simpang

Gambar 3-5 Prosedur Pemodelan Lalu lintas

3.1.2.2. ANALISIS LALU LINTAS


Analisis lalu lintas meliputi :
 Kajian kondisi lalu lintas saat ini, berdasarkan data lalu lintas yang tersedia serta hasil survei
lalu lintas.
 Kajian kondisi serta rencana pengembangan fasilitas transportasi berbagai moda
 Kajian rencana pengembangan jaringan jalan pada daerah pengaruh.
Untuk menganalisis lalu lintas di daerah studi, perencana pada umumnya menggunakan paket-
paket program yang sesuai dengan kebutuhan antara lain misalnya SATURN (Simulation
Assignment & Unassignment of Traffic in Urban Road Network) dan SIDRA (Signalised &
Unsignalised Intersection Design and Research Aid) yang menggunakan parameter model US
HCM (US Highway Capacity Manual) atau IHCM (Indonesian Highway Capacity Manual), dan lain-
lain.

3.1.3. VOLUME LALU LINTAS, KECEPATAN RENCANA DAN SMP (SATUAN MOBIL
PENUMPANG)
3.1.3.1. VOLUME LALU LINTAS HARIAN RENCANA

 Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VHLR) adalah prakiraan volume lalu lintas harian pada
akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam SMP/hari.
 Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam sibuk tahun rencana
lalu lintas, dinyatakan dalam SMP/jam, dihitung dengan rumus :

K
VJR  VLHR 
Badan Sertifikasi F – Maret 2010
Asosiasi Pusat HPJI-Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan 3-4
Modul PRJL IV. Perencanaan Geometrik Jalan Bab. 3 Kriteria Desain Dan Dokumen desain Geometrik

Dimana :

K (disebut faktor K), adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk, dan
F (disebut faktor F), adalah faktor variasi tingkat lalu lintas per
seperempat jam dalam satu jam.

 VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas lainnya yang
diperlukan.
 Tabel 3-1. menyajikan faktor-K dan faktor-F yang sesuai dengan VLHR-nya.

Tabel 3-1. Penentuan faktor-K dan faktor F berdasarkan Volume Lalu Lintas Rata-rata

FAKTOR – K FAKTOR – F
VLHR
(%) (%)
> 50.000 4-6 0,9-1
30.000 – 50.000 6-8 0,8-1
10.000 – 30.000 6-8 0,8-1
5.000 – 10.000 8-10 0,6-0,8
1.000 - 5.000 10-12 0,6-0,8
< 1.000 12-16 < 0,6

3.1.3.2. KECEPATAN RENCANA


Kecepatan rencana, VR, pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih sebagai dasar
perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-kendaraan bergerak dengan aman
dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang lengang, dan pengaruh samping
jalan yang tidak berarti.
VR untuk masing-masing fungsi jalan dapat ditetapkan dari Tabel 3-2.
Untuk kondisi medan yang sulit, V R suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan syarat bahwa
penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam.

Tabel 3-2. Kecepatan Rencana VR , sesuai klasifikasi fungsi dan klasifikasi medan jalan

Kecepatan Rencana VR (km/jam)


Fungsi
Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70-120 60-80 40-70
Kolektor 60-90 50-60 30-50
Lokal 40-70 30-50 20-30

3.1.3.3. SATUAN MOBIL PENUMPANG

 SMP adalah angka satuan kendaraan dalam hal kapasitas jalan, di mana mobil penumpang
ditetapkan memiliki satu SMP.

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI-Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan – Maret 2010 3-5
Modul PRJL IV. Perencanaan Geometrik Jalan Bab. 3 Kriteria Desain Dan Dokumen desain Geometrik

 SMP untuk jenis-jenis kendaraan dan kondisi medan lainnya dapat dilihat dalam Tabel 3-3.
Detail nilai SMP dapat dilihat pada buku Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)
No.036/T/BM/1997.

Tabel 3-3 Ekivalen Mobil Penumpang

Datar/
No Jenis Kendaraan Pegunungan
Perbukitan
1. Sedan, Jeep, Station Wagon 1,0 1,0

2. Pick-Up, Bus Kecil, Truck Kecil 1,2-2,4 1,9-3,5

3. Bus dan Truck Besar 1,2-5,0 2,2-6,0

3.1.4. KENDARAAN RENCANA

Sifat lalu lintas meliputi LAMBAT dan CEPATNYA kendaraan yang bersangkutan, sedangkan
komposisi lalu lintas menggambarkan jenis kendaraan yang melaluinya.
Dalam penggunaannya, hanya dipakai kendaraan bermotor saja yang di bagi dalam 3 kelompok
katergori :
 Kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang.
 Kendaraan sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau bus besar 2 as.
 Kendaraan besar, diwakili oleh truk-semi-trailer.

3.1.5. KAPASITAS JALAN


Kapasitas suatu jalan adalah kemampuan jalan menerima lalu lintas, jadi kapasitas menyatakan jumlah
kendaraan maximum yang melalui suatu titik (suatu tempat) dalam satu satuan waktu.

3.1.5.1. KAPASITAS DASAR JALAN

Kapasitas Dasar adalah kapasitas ideal yaitu kapasitas jalan dalam kondisi ideal yang meliputi :
 Lalu lintas mempunyai ukuran standar
 Lebar perkerasan ideal = 3,6 m
 Lebar bahu = 1,8 m dan tidak ada penghalang
 Jumlah tikungan dan tanjakan sedikit

Untuk di Indonesia Kapasitas Dasar Jalan di hitung menurut Rumus :

Co = 600 x We
Co = Kapasitas Dasar Jalan
We = Lebar efektif Jalan
Co  600 SMP/m lebar

3.1.5.2. KAPASITAS DASAR JALAN INDONESIA

Kapasitas Jalan Indonesia dihitung berdasarkan rumus yang telah ditetapkan dalam Manual
Kapasitas Jalan Indonesia yang dibagi dalam beberapa jenis fasilitas jalan dan dalam Modul ini
diambil hanya fasilitas jalan perkotaan dan jalan luar kota :

Kapasitas Jalan Luar Kota :


C = Co X FCw X FCsp X FC mc X FC sf (SMP/jam)
Dimana :

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI-Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan – Maret 2010 3-6
Modul PRJL IV. Perencanaan Geometrik Jalan Bab. 3 Kriteria Desain Dan Dokumen desain Geometrik

C = kapasitas (SMP/jam)
Co = kapasitas Dasar untuk kondisi tertentu (Ideal) (SMP/jam)
FCw = faktor penyesuaian untuk lebar jalur lalu lintas
FC sp = faktor penyesuaian untuk pemisah arah
FC mc = faktor penyesuaian lalu lintas sepeda motor
FC sf = faktor penyesuaian Hambatan samping

Kapasitas Jalan Perkotaan :

C = Co X Fw X Fks X F sp X Fsf X Fsc

Dimana :

C = kapasitas (SMP/jam)
Co = kapasitas Dasar (SMP/jam)
Fw = faktor penyesuaian untuk lebar jalur lalu lintas
Fsp = faktor penyesuaian untuk kereb dan bahu jalan
Fks = faktor penyesuaian pemisah arah (berlaku untuk jalan satu arah)
Fsf = faktor penyesuaian Hambatan samping
Fsc = faktor penyesuaian ukuran kota

Untuk lebih mengerti dan memahami tentang kapasitas jalan, perencana geometrik jalan dapat
mempelajarinya dari Manual Kapasitas Jalan Indonesia yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Bina Marga.

Mengutip angka-angka dari Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1994), kapasitas Dasar jalan untuk
luar kota adalah seperti Tabel 3-4 dibawah ini :

Tabel 3-4 Kapasitas Dasar Jalan Luar (Antar) Kota

Tipe Jalan/
Kapasitas Dasar SMP/jam Catatan
Tipe Medan

Dua-lajur tak terbagi Total kedua arah


- Medan 3100
datar 3000
- Medan 2900
perbukuitan
- Medan Perlajur
pegunungan 1700
1650
Empat-lajur tak terbagi 1600
- Medan
datar Perlajur
- Medan 1900
perbukitan 1850
- Medan 1800
pegunungan

Empat – lajur terbagi :


- Medan
datar
- Medan
perbukitan
- Medan
pegunungan

Dan untuk kapasitas dasar jalan perkotan adalah seperti Tabel 3-5 dibawah ini :

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI-Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan – Maret 2010 3-7
Modul PRJL IV. Perencanaan Geometrik Jalan Bab. 3 Kriteria Desain Dan Dokumen desain Geometrik

Tabel 3-5 Kapasitas Dasar Jalan Perkotaan

Tipe Jalan Kapasitas Dasar


Perkotaan SMP/jam

Dua lajur – Dua arah (2/2) 2900


Empat lajur – Dua arah (4/2) 5700
Jalan satu – arah (1-3/1) 3200

3.1.6. TOPOGRAFI

Topografi merupakan faktor penting dalam menentukan lokasi jalan dan pada umumnya
mempengaruhi alinyemen dan standard perencanaan Geometrik Jalan seperti landai jalan, jarak
pandang, penampang melintang, dan lain-lainnya.
Bukit, lembah, sungai dan danau seringkali memberikan pembatasan terhadap lokasi dan
perencanaan.

Untuk memperkecil biaya pembangunan jalan, maka standar perencanaan geometrik jalan perlu sekali
disesuaikan dengan topografi; sehingga jenis medan dibagi menjadi tiga golongan umum berdasarkan
besarnya kelerengan melintang dalam arah kurang lebih tegak lurus sumbu jalan (Lihat Tabel 3-6.
Klasifikasi menurut medan jalan).

Adapun pengaruh lereng (kemiringan tanah) meliputi hal-hal seperti :

1) Tikungan
Jari-jari tikungan dan pelebaran perkerasan diambil sedemikian rupa sehingga terjamin keamanan
kendaraan yang melalui tikungn tersebut dan pandangan bebas yang cukup luas.

2) Tanjakan
Adanya tanjakan yang cukup curam, dapat mengurangi kecepatan kendaraan dan kalau tenaga tarik
kendaraan tersebut tidak cukup, maka berat muatan kendaraan harus dikurangi; tanjakan yang cukup
curam akan mengurangi kapasitas angkut dan sangat membahayakan. Oleh karena itu diusahakan
supaya tanjakan dibuat landai.

3) Bentuk Penampang Melintang


Akibat medan sesuai topografi, perlu diambil kemiringan melintang yang ekonomis agar didapat volume
galian dan timbunan yang sekecil mungkin, hal ini menyangkut efisiensi biaya proyek.

4) Klasifikasi Medan Yang Dilalui Trase Jalan

Besarnya lereng melintang dan klasifikasi medan adalah seperti Tabel 3-8 berikut ini.

Tabel 3-6 Klasifikasi Medan dan Lereng Melintang

Lereng Melintang
Klasifikasi Medan
(%)

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI-Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan – Maret 2010 3-8
Modul PRJL IV. Perencanaan Geometrik Jalan Bab. 3 Kriteria Desain Dan Dokumen desain Geometrik

Datar (D) <3


Bukit (B) 3-25
Gunung(G) > 25

3.2. ASPEK KESELAMATAN, KEAMANAN DAN KENYAMANAN LALU LINTAS


3.2.1. LEBAR JALUR JALAN, BAHU JALAN DAN LAJUR IDEAL

Dalam merencanakan geometrik jalan, perencana harus mempertimbangkan dengan cermat parameter
keselamatan pengguna jalan yang terdiri dari 3 (tiga) komponen utama yaitu geometrik jalan,
kendaraan dan pengemudi. Ketiga komponen utama tersebut yaitu geometrik jalan, kendaraan dan
pengemudi dan interaksi dari ketiganya adalah kecepatan kendaraan. Agar pelayanan jalan memenuhi
persyaratan keselamatan maka perlu didisain kecepatan rencana untuk suatu jalan. Kecepatan
rencana adalah kecepatan yang sangat menentukan elemen-elemen geometrik jalan raya.

Jari-jari lengkung, superelevasi dan jarak pandangan langsung bersangkutan dengannya. Sementara
itu lebar jalur kendaraan atau jumlah lajur jelas mempengaruhi kecepatan kendaraan. Oleh karena itu
lebar jalur jalan, lebar bahu jalan dan kecepatan rencana harus direncanakan secara bersamaan.
Untuk menetapkan kecepatan rencana, dapat digunakan Tabel 3-2. Kecepatan Rencana V R, dipilih
sesuai klasifikasi fungsi dan klasifikasi medan jalan, sedangkan untuk lebar jalur jalan dan bahu jalan
dapat digunakan angka-angka dari tabel-tabel yang diambil dari Tata Cara Perencanaan Geometrik
Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997 sebagai berikut :

Tabel 3-7 Penentuan Lebar Jalur Jalan dan Bahu Jalan

VLHR (smp/hari)
Pengelompokan Jalan Satu-
No. 3.000 – 10.000 –
Menurut Fungsi an < 3000 > 25.000
10.000 25.000

1. ARTERI
1.1. Ideal
 Lebar Jalur Jalan M 6.00 7.00 7.00 2n x 3.50*)
 Lebar Bahu Jalan M 1.50 2.00 2.00 2.5
1.2. Minimum
 Lebar Jalur Jalan M 4.50 6.00 7.00 2 x 7.00*)
 Lebar Bahu Jalan M 1.00 1.50 2.00 2.00

2. KOLEKTOR
2.1. Ideal
 Lebar Jalur Jalan M 6.00 7.00 7.00 2n x 3.50*)
 Lebar Bahu Jalan M 1.50 1.50 2.00 2.00
2.2. Minimum
 Lebar Jalur Jalan M 4.50 6.00 **) **)
 Lebar Bahu Jalan M 1.00 1.50 **) **)

3. LOKAL
3.1. Ideal
 Lebar Jalur Jalan M 6.00 7.00 - -
 Lebar Bahu Jalan M 1.00 1.50 - -
3.2. Minimum
 Lebar Jalur Jalan M 4.50 6.00 - -
 Lebar Bahu Jalan M 1.00 1.00 - -

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI-Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan – Maret 2010 3-9
Modul PRJL IV. Perencanaan Geometrik Jalan Bab. 3 Kriteria Desain Dan Dokumen desain Geometrik

Keterangan
**) Mengacu pada persyaratan ideal
*) 2 jalur terbagi, masing-masing n x 3.50 m dimana n = jumlah lajur per jalur.
- Tidak ditentukan.

Lebar Lajur Jalan Ideal dapat dilihat pada Tabel 3-8 tersebut di bawah :

Tabel 3-8 Lebar Lajur Jalan Ideal

FUNGSI KELAS LEBAR LAJUR IDEAL (M)

Arteri I, Khusus 3.75


II, III 3.50
I 3.50
Kolektor
II, III 3.00
Lokal II, III 3.00
Lingkungan Tidak dicakup dalam modul ini

Dipandang dari segi mengemudi, kecepatan rencana dinyatakan sebagai kecepatan yang
memungkinkan seorang pengemudi berketrampilan sedang dapat mengemudikan dengan aman dan
nyaman dalam kondisi cuaca cerah, lalu lintas lengang dan tanpa pengaruh lainnya yang serius.

Dengan perkataan lain Perencanaan Geometrik Jalan mempunyai batas keamanan. Ada 3 (tiga) aspek
yang harus ditetapkan secara cermat dalam perencanaan geometrik agar kecepatan rencana
memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan yaitu aspek jarak pandang, radius
minimum dan landai maksimum. Ketiga aspek ini akan memberikan pengaruh yang sangat
menentukan dalam merencanakan alinyemen jalan. Oleh karena itu kecepatan rencana dapat
dilampaui pada saat mengemudi jika alinyemen, sebagai tambahan kondisi tersebut diatas, baik
keadaannya.

Dalam hal pembatasan topografi atau lainnya menghalangi pemakaian kecepatan rencana yang tepat,
dapat dipakai kecepatan rencana yang satu tingkat lebih rendah bagi bagian tersebut, meskipun
kecepatan rencana tak dapat diturunkan kurang dari 20 km/jam.

Untuk menjamin kondisi mengemudi yang mantap, suatu perencanaan geometrik harus menerus untuk
jarak yang panjang. Dianjurkan agar kecepatan rencana yang sama digunakan untuk ruas jalan raya
yang panjangnya sekurang-kurangnya 10 km dengan hanya memperkenankan penurunan kecepatan
sekali-sekali. Jika kecepatan rencana harus sering diturunkan maka kecepatan rencana semula atau
kelas standar harus dipertimbangkan kembali.

3.2.2. JARAK PANDANG


Kemungkinan untuk melihat kedepan adalah faktor penting dalam suatu operasi kendaraan di jalan
agar tercapai keadaan yang aman dan efisien, untuk itu harus diadakan jarak pandang yang cukup
sehingga pengendara dapat memilih kecepatan dari kendaraan dan tidak menghantam barang tidak
terduga diatas jalan. Demikian pula jalan pada dua jalur yang memungkinkan pengendara berjalan
diatas jalur berlawanan untuk menyiap kendaraan lain dengan aman. Jadi jarak pandang adalah suatu
jarak yang diperlukan oleh seorang pengendara pada saat mengendara sedemikian sehingga jika
pengemudi melihat suatu halangan yang membahayakan, pengendara dapat melakukan sesuatu untuk
menghindari bahaya tersebut dengan aman. Dibedakan dua jarak pandang, yaitu Jarak Pandang Henti
(Jh) dan Jarak Pandang Mendahului (Jd).

3.2.2.1. JARAK PANDANG HENTI

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI-Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan – Maret 2010 3 - 10
Modul PRJL IV. Perencanaan Geometrik Jalan Bab. 3 Kriteria Desain Dan Dokumen desain Geometrik

Jarak Pandang Henti (Jh) adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengendara untuk
menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di depan, seperti yang
digambarkan pada gambar 6-4 dan 6-5 (Lihat Bab 6) dan setiap titik disepanjang jalan harus
memenuhi (Jh).
Jh diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengendara adalah 105 cm dan tinggi halangan
15 cm diukur dari permukaan jalan.
Jh terdiri atas 2 elemen jarak, yaitu :
 Jarak tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengendara melihat
suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat pengemudi menginjak rem;
dan
 Jarak pengereman (Jhr) adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan kendaraan sejak
pengendara menginjak rem sampai kendaraan berhenti.

Jh dalam satuan meter, dapat dihitung dengan rumus :

2
 VR 
 
VR  3,6  …………………….. ( 1 )
Jh  T
3,6 2 gf '

Dimana :
VR = kecepatan rencana (km/jam)
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det²
f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,35-0,55.

Persamaan (1) disederhanakan menjadi :

2
VR
J h  0,694 V R  0,004
f
…………………….. ( 2 )

Tabel 3-9. berisi Jh minimum yang dihitung berdasarkan persamaan (2) dengan pembulatan-
pembulatan untuk berbagai VR.

Tabel 3-9. Jarak Pandang Henti (Jh) minimum.

VR, km/jam 120 100 80 60 50 40 30 20

Jh minimum (m) 250 175 120 75 55 40 27 16

Jarak Pandang Henti untuk jalan perkotaan dapat menggunakan tabel 3-10. seperti di bawah ini.

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI-Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan – Maret 2010 3 - 11
Modul PRJL IV. Perencanaan Geometrik Jalan Bab. 3 Kriteria Desain Dan Dokumen desain Geometrik

Tabel 3-10. Jarak Pandang Henti Minimum

Kecepatan Rencana (km/jam) Jarak Pandang Henti (Jh)

100 165
80 110
60 75
50 55
40 40
30 30
20 20

3.2.2.2. JARAK PANDANG MENDAHULUI

Jarak Pandang Mendahului (Jd) adalah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan mendahului
kendaraan lain didepannya dengan aman sampai kendaraan tersebut kembali ke lajur semula (lihat
gambar 3-6).
Jd diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalan 105 cm dan tinggi halangan
adala 105 cm.

Jd, dalam satuan meter ditentukan sebagai berikut :


Jd = d1 + d2 + d3 + d4
Dimana :

d1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m),


d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kendaraan
kembali ke lajur semula (m).
d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang
datang dari arah berlawanan setelah proses menahului selesai (m).
d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah
berlawanan, yang besarnya diambil sama dengan 2/3 d 2 (m).

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI-Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan – Maret 2010 3 - 12
Modul PRJL IV. Perencanaan Geometrik Jalan Bab. 3 Kriteria Desain Dan Dokumen desain Geometrik

Gambar 3-6. Jarak Pandang Mendahului

Jd yang sesuai dengan VR ditetapkan dari tabel 3-11 seperti dibawah ini.

Tabel 3-11. Panjang Jarak Pandang Mendahului

VR, km/jam 120 100 80 60 50 40 30 20

Jd (m) 800 670 550 350 250 200 150 100

Daerah mendahului harus disebar disepanjang jalan dengan jumlah panjang minimum 30% dari
panjang total ruas jalan tersebut. Pada jalan perkotaan jarak pandang mendahului harus ditentukan
pada bagian jalan yang dipilih, pada jalan dua jalur dua arah, seperti tabel 3-12 di bawah ini.

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI-Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan – Maret 2010 3 - 13
Modul PRJL IV. Perencanaan Geometrik Jalan Bab. 3 Kriteria Desain Dan Dokumen desain Geometrik

Tabel 3-12 Jarak Pandang Mendahului

Keceptan Rencana Jd standar Jd minimum


(km/jam) (m) (m)
80 550 350
60 350 250
50 250 200
40 200 150
30 150 100
20 100 70

3.2.2.3. DAERAH BEBAS SAMPING DI TIKUNGAN

Daerah bebas samping di tikungan adalah ruang utnuk menjamin kebebasan pandang di tikungan
sehingga Jh dipenuhi.
Daerah bebas samping dimaksudkan untuk memberikan kemudahan pandangan di tikungan
dengan membebaskan obyek-obyek penghalang sejauh E (m), diukur dari garis tengah lajur dalam
sampai obyek penghalang pandangan sehingga persyaratan J h dipenuhi (lihat gambar 3-6. dan 3-
7.).
Daerah bebas samping di tikungan dihitung berdasarkan rumus-rumus sebagai berikut :
(1) Jika Jh < Lt :

  90 0 J h 
E  R 1  cos  (1)
  RR 

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI-Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan – Maret 2010 3 - 14
Modul PRJL IV. Perencanaan Geometrik Jalan Bab. 3 Kriteria Desain Dan Dokumen desain Geometrik

Gambar 3-7a Daerah bebas samping di tikungan, untuk J h < Lt

Gambar 3-7b. Daerah bebas samping di tikungan, untuk Jh > Lt

(2) Jika Jh > Lt :

  900 J h  1  900 J h 
E  R 1  cos    J h  Lt  sin   (2)
  R
 R   2  R
 R 

Dimana: R = Jari-jari tikungan (m)


Jh = Jarak pandang henti (m)
Lt = Panjang tikungan (m)

Tabel 3-13 dan 3-14 berisi nilai E, dalam satuan meter, yang dihitung menggunakan persamaan (1)
dengan pembulatan-pembulatan untuk J h < Lt. Tabel tersebut dapat dipakai untuk menetapkan E.
Tabel 3-15 untuk Jh > Lt

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI-Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan – Maret 2010 3 - 15
Modul PRJL IV. Perencanaan Geometrik Jalan Bab. 3 Kriteria Desain Dan Dokumen desain Geometrik

Tabel 3-13 E (m) untuk Jh < Lt , VR (km/jam) dan Jh (m)

VR = 20 30 40 50 60 80 100 120
R (m)
Jh = 16 27 40 55 75 120 175 250

5000 1,6
3000 2,6
2000 1,9 3,9
1500 2,6 5,2
1200 3,2 6,5
1000 1,5 3,8 7,8
800 1,8 4,8 9,7
600 2,2 6,4 13,0
500 3,0 7,6 15,5
400 1,8 3,6 9,5 Rmin = 500
300 2,3 4,5 Rmin = 350
250 1,5 2,8 6,0
200 1,9 3,5 7,2
175 2,2 4,0 Rmin = 210
150 1,5 2,5 4,7
130 1,7 2,9 5,4
120 1,8 3,1 5,8
100 2,0 3,4 Rmin = 115
90 2,2 3,8
80 2,5 4,2
70 1,5 2,8 4,7
60 1,8 3,3 Rmin =
80
50 2,3 3,9
40 3,0 Rmin =
50
30 Rmin =
30
20 1,6
10 2,1
Rmin =
15

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI-Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan – Maret 2010 3 - 16
Modul PRJL IV. Perencanaan Geometrik Jalan Bab. 3 Kriteria Desain Dan Dokumen desain Geometrik

Tabel 3-14 E (m) untuk Jh < Lt , VR (km/jam) dan Jh (m) di mana Jh – Jt = 25 m

VR = 20 30 40 50 60 80 100 120
R (m)
Jh = 16 27 40 55 75 120 175 250

6000 1,6
5000 1,6 1,9
3000 2,5 3,1
2000 1,5 3,3 4,7
1500 2,1 4,1 6,2
1200 2,5 4,9 7,8
1000 3,2 6,1 9,4
800 1,5 4,2 8,2 11,7
600 2,0 5,1 9,8 15,6
500 2,3 6,4 12,2 18,6
400 1,8 2,9 8,5 Rmin = 350 Rmin = 500
300 1,5 2,4 3,9 10,1
250 1,8 2,9 4,7 Rmin = 210
200 2,2 3,6 5,8
175 1,5 2,6 4,1 6,7
150 1,7 3,0 4,8 7,8
130 2,0 3,5 5,5 8,9
120 2,2 3,7 6,0 9,7
110 2,4 4,1 6,5 Rmin = 115
100 2,6 4,5 7,2
90 1,5 2,9 5,0 7,9
80 1,6 3,2 5,6 8,9
70 1,9 3,7 6,4 Rmin =
60 2,2 4,3 7,4 80
50 2,6 5,1 8,8
40 3,3 6,4 Rmin =
30 4,4 8,4 50
20 6,4 Rmin =
15 8,4 30
Rmin =
15

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI-Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan – Maret 2010 3 - 17
Modul PRJL IV. Perencanaan Geometrik Jalan Bab. 3 Kriteria Desain Dan Dokumen desain Geometrik

Tabel 3-15. E (m) untuk Jh > Lt , VR (km/jam) dan Jh (m) di mana Jh – Jt = 50 m

VR = 20 30 40 50 60 80 100 120
R (m)
Jh = 16 27 40 55 75 120 175 250
6000 1,8
5000 2,2
3000 2,0 3,6
2000 1,6 3,0 5,5
1500 2,2 4,0 7,3
1200 2,7 5,0 9,1
1000 1,6 3,3 6,0 10,9
800 2,1 4,1 7,5 13,6
600 1,8 2,7 5,5 10,0 18,1
500 2,1 3,3 6,6 12,0 21,7
400 1,7 2,7 4,1 8,2 15,0 Rmin = 500
300 2,3 3,5 5,5 10,9 Rmin = 350
250 1,7 2,8 4,3 6,5 13,1
200 2,1 3,5 5,3 8,2 Rmin = 210
175 2,4 4,0 6,1 9,3
150 1,5 2,9 4,7 7,1 10,8
130 1,8 3,3 5,4 8,1 12,5
120 1,9 3,6 5,8 8,8 13,5
110 2,1 3,9 6,3 9,6 Rmin = 115
100 2,3 4,3 7,0 10,5
90 2,6 4,7 7,7 11,7
80 2,9 5,3 8,7 13,1
70 3,3 6,1 9,9 Rmin =
60 3,9 7,1 11,5 80
50 4,6 8,5 13,7
40 5,8 10,5 Rmin =
30 7,6 13,9 50
20 11,3 Rmin =
15 14,8 30
Rmin =
15

3.2.3. PELEBARAN TIKUNGAN

Kendaraan yang berjalan pada suatu tikungan menempati lebar lapis perkerasan yang lebih besar
daripada kendaraan yang berjalan pada jalan yang lurus karena roda – roda belakang pada lintasan
jalan dengan kecepatan rendah disebelah dalam dan bagian depan dan tonjolan depan mengurangi
kebebasan antara kendaraan – kendaraan yang menyiap dan melewatinya. Juga putaran kendaraan
pada suatu jalur pada suatu tikungan lebih besar daripada putaran kendaraan pada jalan yang lurus.

Maka pada tikungan – tikungan yang tajam perlu perkerasan jalan diperlebar. Pelebaran pada tikungan
merupakan faktor – faktor dari jari – jari lengkung, kecepatan, kendaraan, jenis dan elemen kendraan
rencana yang dipergunakan sebagai dasar perencanaan.

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI-Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan – Maret 2010 3 - 18
Modul PRJL IV. Perencanaan Geometrik Jalan Bab. 3 Kriteria Desain Dan Dokumen desain Geometrik

Elemen – elemen dari pelebaran pada tikungan adalah :


 Off tracking ( u )
 Kesukaran dalam mengemudi di tikungan ( Z )

Untuk memperoleh gambaran, perhatikan gambar 3-8. Jadi semakin tinggi kecepatan kendaraan dan
semakin tajam tikungan tersebut, semakin besar tambahan pelebaran pada tikungan akibat kesukaran
dalam mengemudi. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan terlemparnya kendraan kearah luar dalam
gerakan menikung tersebut.

Gambar 3-8. Pelebaran Perkerasan Pada Tikungan

Untuk jalan – jalan Nasional, Propinsi, dan Kabupaten persyaratan untuk pelebaran akan dibatasi
seperti yang nampak pada tabel 3-16. Gambar 3-9. yang memberikan pelebaran yang disarankan
( dalam meter ) dalam kaitannnya dengan lebar lapis perkerasan dan jari – jari lengkung. Pelebaran
ditempatkan pada bagian dalam lengkung dimulai pada bagian lurus kira – kira 15 m sebelum titik
singgung ( permulaan lengkung ) tetapi mungkin dikehendaki mulai dari permulaan lengkung peralihan
dimana jalan tersebut menikung (superelevasi).

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI-Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan – Maret 2010 3 - 19
Modul PRJL IV. Perencanaan Geometrik Jalan Bab. 3 Kriteria Desain Dan Dokumen desain Geometrik

Tabel 3-16. Tambahan Pelebaran

Jari – jari Lebar lapis Perkerasan


lengkung 6,0 m 4,5 m
160 0,50 0,75
120 0,75 0,75
90 0,75 1,00
60 1,00 1,25
45 1,25 1,50
30 1,50 1,75

Gambar 3-9. Pelebaran Lengkung Horizontal

3.3. DOKUMEN DESAIN GEOMETRIK


3.3.1. CHECKLIST DESAIN GEOMETRIK
Dalam membuat desain geometrik jalan, perlu ditentukan terlebih dahulu standar geometrik yang akan
dipakai sebagai patokan dalam perencanaan. Hal-hal yang perlu ditetapkan standarnya tersebut dibuat
dalam suatu daftar seperti terlihat pada tabel 3-17. Tabel 3-18. adalah suatu contoh standar desain
yang dipakai untuk jalan perkotaan.

Tabel 3-17. Standar Desain Geometrik

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI-Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan – Maret 2010 3 - 20
Modul PRJL IV. Perencanaan Geometrik Jalan Bab. 3 Kriteria Desain Dan Dokumen desain Geometrik

Klasifikasi Desain Standar

Terain Datar
Klasifikasi Fungsional Arteri Primer
ROW (m) 50
Kecepatan rencana (kpj) 60
Lebar lalu-lintas (m) 2 (2 x 3,50)
Jari-jari minimum (m) 120
Jarak pandang henti minimum (m) 75
Jarak pandang menyiap minimum (m) 250
Lebar median minimum (m) 1,0
Lebar garis tepi median (m) 0,5
Lebar bahu (dengan trotoar) 2,0
Lebar Trotoar (m) 1,5
Gradien Maksimum (%) 5
Panjang Kritis landai (m) 500
Kemiringan melintang badan jalan (%) 2
Kemiringan Lereng bahu jalan (%) 4
Superelevasi maksimum (%) 10

Tabel 3-18. Summary of Geometric Design Standard for Urban Roads

ITEM UNIT
DESIGN STANDARD
DESIGN CLASSIFICATION -
DESIGN SPEED Km/Hr 60 80 100

Cross Section element


Lane Width m 3,50 3,50 3,50
Minimum Median Width m 2,00 2,00 2,00
Marginal Strip m 0,50 0,50 0,50
Left Shoulder m 2,00 2,00 2,00
Right Shoulder Width m 0,75 0,75 0,75
Cross Slope at Tangent Sections % 2,50 2,50 2,50
Maximum Cross Slope on Curve % 6,00 6,00 6,00

Horizontal Alignment
Desirable Min. Horizontal Radius m 200,00 400,00 700,00
Standard Min. Radius m 150,00 230,00 460,00
Desirable Min. Horizontal Radius Without m 1.200,0 2.000,0 5.000,00
Transition 0 0
Standard Min. Radius Without Transition m 600,00 1.000,0 1.700,00
0
Standard Min. Transition Curve Length m 50,00 70,00 85,00
Curve Widening R < 280 m per Lane m 0,25 0,25 0,25
Maximum Super elevation % 6,00 6,00 6,00

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI-Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan – Maret 2010 3 - 21
Modul PRJL IV. Perencanaan Geometrik Jalan Bab. 3 Kriteria Desain Dan Dokumen desain Geometrik

Vertical Alignment
Maximum Gradien % 5,00 4,00 3,00
Max. Gradien, Slope < 600 % - 5,00 4,50
Max. Gradien, Slope < 500 % 6,00 6,00 6,00
Max. Gradien, Slope < 400 % 7,00 7,00 6,00
Max. Gradien, Slope < 300 % 8,00 - -
Desirable Min. Radius, Crest m 2.000,0 4.500,0 10.000,0
0 0 0
Standard Min. Radius, Crest m 1.400,0 3.000,0 6.500,00
0 0
Desirable Min. Radius, Sag m 1.500,0 3.000,0 4.500,00
0 0
Standard Min. Radius , Sag m 1.000,0 2.000,0 3.000,00
0 0
Min. Re:ative Slope Between Channels % 1,00 1,00 1,00
Vertical Clearance (+ 100 mm) 5,20 5,20 5,20
Maximum Super Elevation % - - -

Slight Distance
Min. Stopping Sight Distance m 75,00 110,00 165,00

3.3.2. DOKUMEN DESAIN GEOMETRIK


Laporan Desain Geometrik Jalan adalah merupakan bagian atau bab dari Laporan Teknik
Perencanaan Jalan. Dalam laporan Desain Geometrik Jalan harus memuat hal-hal sebagai berikut :
 Desain standar geometrick yang digunakan
 Gambar lay out alinyemen horizontal
 Gambar lay out alinyemen vertikal
 Gambar tipikal penampang melintang jalan
 Jumlah rencana tikungan dan persimpangan
 Jumlah jembatan dan gorong-gorong
 Kuantitas pekerjaan major dan minor
 Kebutuhan landscape jalan
 Data-data pendukung perencanaan jalan antara lain seperti lab test, topografi asumsi, drainase
jalan dan lain-lain
 Gambar-gambar teknik lainnya.
 Dan lain-lain.

3.3.3. GAMBAR TEKNIK


Salah satu produk desain geometrik jalan adalah gambar-gambar teknik berikut gambar detailnya.
Dalam gambar-gambar teknik terlihat jelas bentuk dan ukuran-ukuran semua bagian-bagian jalan
seperti lebar perkerasan, galian dan timbunan, letak dan besarnya jari-jari tikungan dan lain
sebagainya.
Gambar kerja (shop drawing) adalah gambar-gambar yang dibuat di lapangan untuk menjelaskan lebih
rinci dari bagian-bagian jalan yang akan dikerjakan.

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI-Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan – Maret 2010 3 - 22

Anda mungkin juga menyukai