Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PRAKTIKUM

PERANCANGAN JALAN (+Pr)

Disusun oleh:
KELOMPOK K/ KELAS G/ GENAP/ 2021-2022
Astried Harera 20511443
M. Rangga Harikusuma 20511445

PRODI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN
PERENCANAAN UNIVERSITAS ISLAM
INDONESIA YOGYAKARTA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Umum
1.1.1 Latar Belakang
Jalan Raya merupakan sarana transportasi darat yang membentuk jaringan
transportasi untuk menghubungkan daerah-daerah, sehingga roda perekonomian
dan pembangunan dapat berputar dengan baik. Seiring dengan bertambah
kepemilikan kendaraan menyebabkan meningkatnya volume lalu lintas, sementara
kapasitas jalan tetap. Hal ini akan mengakibatkan kemacetan lalu lintas. Dengan
demikian jalan merupakan suatu kebutuhan yang cukup esensial bagi suatu daerah
dalam rangka peningkatan pertumbuhan masyarakat, baik itu di bidang ekonomi,
politik, sosial, budaya, dan hankam.
Pada kondisi masyarakat tertentu, pembangunan fasilitas transportasi ini
mendukung kemajuan dari masyarakat itu sendiri dari segi ekonomi dan aspek lain
yang mencakup kepentingan masyarakat secara luas. Dengan melihat pentingnya
jalan dalam kebutuhan masyarakat maka pembangunan jalan dilakukan dengan
semaksimal mungkin dan sangat memperhatikan dengan serius dari mulai proses
analisis, perhitungan geometrik, desain, pelaksanaan, perkerasan, serta hal-hal lain
yang menjadi bagian dari proses pembangunan jalan serta infrastruktur
transportasi khususnya di Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam.
Terdapat beberapa pertimbangan dalam perencanaan jalan sedang yaitu
bentuk dari geometrik jalan sehingga mampu memberikan pelayanan serta
kenyamanan terhadap pengguna jalan yang mampu memberikan rasa aman dan
mengoptimalkan fungsi jalan itu sendiri. Pembangunan jalan ini dilakukan dengan
menggunakan standar kelas jalan yang telah ditentukan dengan
mempertimbangkan dari segi biaya yang tentunya tidak mengesampingkan faktor
keamanan serta keselamatan baik dalam proses pembuatan sampai jalan itu
digunakan oleh pengguna jalan.
Menyadari hal-hal diatas, maka disusun suatu peraturan perencanaan
sedemikian rupa sehingga memberi pengembangan secara bertahap, sesuai dengan
pertimbangan yang ada. Pada dasarnya perencanaan geometrik merupakan bagian
dari perencanaan jalan, dimana dimensi yang nyata dari suatu jalan beserta
bagian- bagiannya disesuaikan dengan susunan serta sifat-sifat lalu lintas yang
akan melaluinya. Perencanaan geometrik secara umum telah menyangkut aspek-
aspek perencanaan bagian-bagian jalan antara lain :
1. Lebar jalan,
2. Tikungan,
3. Kelandaian,
4. Jarak pandang henti,
5. Jarak pandang menyiap dan juga,
6. Kondisi dari bagian-bagian tersebut.
Jarak pandang henti adalah jarak dimana kendaraan dapat berhenti dengan
aman (saat ketika pengemudi melihat rintangan hingga kendaraan berhenti
sebelum menabrak). Juga perencanaan pertemuan jalan (Intersection atau
Interchange) masuk dalam geometrik ini.
1. Intersection : Pertemuan jalan yang sebidang
2. Interchange : Pertemuan jalan yang tidak sebidang
Melalui perencanaan jalan ini diharapkan dapat menciptakan paduan yang
baik antara waktu dan ruang sehubungan dengan kendaraan yang bersangkutan
hingga dapat menghasilkan efisiensi keamanan serta kenyamanan yang optimal
dalam batas-batas ekonomi yang masih layak.
Jadi perencanaan geometrik ini adalah berhubungan dengan arus lalu
lintas, sedangkan perencanaan konstruksi berhubungan dengan beban lalu lintas
yang melalui jalan tersebut. Untuk menentukan tebal perkerasan diperlukan data
berat kendaraan. Namun demikian perencanaan geometrik ini dan perencanaan
jalan secara keseluruhan (Over All Planning)
Perencanaan suatu jalan yang lengkap tidak saja menyangkut kenyamanan,
keamanan, ekonomis, tapi juga keindahan jalan. Sehingga jalan menjadi manis
atau
cantik, seimbang dengan lingkungan dan memberi pemandangan yang indah
kepada pemakai jalan.

1.1.2 Peta Lokasi


Lokasi pekerjaan Perancangan Jalan di Jatilawang, Banyumas, Jawa
Tengah sebagaimana terlihat pada Gambar 1.1 di bawah ini :

Gambar 1.1 Peta Lokasi Pekerjaan di Kabupaten Banyumas


(Sumber : Google Earth Pro Tahun 2022)

1.1.3 Time Schedule


Time schedule merupakan rancangan waktu pelaksanaan kegiatan, mulai
dari awal kegiatan hingga akhir pelaksanaan. Dalam time schedule dijelaskan
secara detail aktivitas apa saja yang harus dilakukan dan kapan harus
terselesaikan. Jadi, time schedule adalah pedoman kegiatan yang harus dilalui
sejak hari pertama hingga terselesaikannya seluruh kegiatan.
1. Fungsi Time Schedule memegang peranan penting dalam setiap kegiatan,
baik skala kecil maupun skala besar. Mulai dari kegiatan sekolah, kampus
hingga sebuah proyek. Semuanya membutuhkan time schedule.
2. Semua elemen kegiatan bisa dilaksanakan terjadwal dan tepat waktu.
Dengan demikian bisa menjadi monitoring sekaligus kontrol aktivitas.
Membantu menyusun urutan aktivitas yang harus dikerjakan. Misalnya
time schedule pendirian rumah, yakni mulai dari waktu yang harus
diselesaikan untuk penyiapan lahan, selanjutnya diteruskan dengan
menyiapkan desain rumah, pemilihan pekerja, penyediaan bahan baku,
pengerjaan, dan seterusnya.
3. Meningkatkan efektifitas dan efisien. Dengan time schedule semua
kegiatan telah terjadwal dan diberi tenggang waktu pelaksanaannya.
Artinya, tidak ada kegiatan yang mengalir begitu saja. Dengan cara ini,
setiap orang yang terlibat di dalam kegiatan tersebut akan bersungguh-
sungguh mematuhi time schedule yang telah dibuat. Sehingga tidak ada
waktu, tenaga, biaya, maupun pikiran yang telah terbuang secara percuma.
Semua difungsikan seoptimal mungkin mengikuti time schedule tersebut.
4. Mencapai hasil riil time schedule menjelaskan urutan kegiatan yang harus
dilakukan dari awal hingga akhir. Artinya, ada bentuk riil yang akan
dicapai dengan adanya time schedule ini.
Berikut ini merupakan time schedule dari awal kegiatan perancangan jalan
di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh dari mulai tanggal 09 Maret 2022 hingga akhir
proses perancangan yaitu berakhir di tanggal 10 Juli 2022. Sangat diharapkan
tercapainya time schedule berjalan sesuai estimasi waktu.

Gambar 1.2 Time Schedule


1.2 Jalan Raya Baru
Pembangunan jalan raya harus pula memperhitungkan kemungkinan
pengembangan yang akan terjadi di sekitar jalan raya tersebut, perubahan
alinyemen dan desain geometri akan menjadi sangat sulit karena biaya sangat
mahal, karena ketelitian perencanaan sangat diperlukan.
1.2.1 Langkah-Langkah Kerja Jalan Baru
Langkah-langkah dari pembuatan jalan baru yaitu sebagai berikut :
1. Pembersihan lahan
Sebelum jalan dibangun maka langkah pertama yang harus dilakukan
adalah pembersihan lahan, baik pembersihan dari pohon-pohon maupun akar-akar
pohon, dan pemerataan tanah dengan menggunakan alat excavator.
2. Pemerataan tanah
Setelah lahan dibersihkan, kemudian dilakukan pekerjaan pemerataan
tanah dengan menggunakan bulldozer. Untuk memindahkan tanah bekas galian
digunakan dump truck.
3. Penghamparan material pondasi bawah
Penghamparan material pondasi bawah berupa batu kali dengan
menggunakan transportasi dump truck kemudian diratakan dan dipadatkan dengan
menggunakan alat tandem roller. Pekerjaan perataan dengan tandem roller
dilakukan lagi pada saat penghamparan lapis pondasi atas dan lapis permukaan
gunanya untuk pemadatan. Pada saat penghamparan lapis pondasi dilakukan
pekerjaan pengukuran elevasi urugan dengan alat theodolite dan perlengkapannya.
4. Penghamparan lapisan aspal
Setelah selesai penghamparan material untuk lapisan pondasi bawah baru
dilakukan proses selanjutnya adalah penghamparan aspal yang sebelumnya telah
dipanaskan terlebih dahulu hingga mencair. Untuk menghamparkan aspal
digunakan alat asphalt finisher. Setelah aspal berhasil dihamparkan dengan
elevasi jalan raya yang telah diukur menggunakan theodolite sesuai pekerjaan
perencanaan, selanjutnya adalah pemadatan dengan bulldozer hingga memenuhi
kepadatan dan elevasi yang direncanakan.
5. Tahap finishing
Pekerjaan selanjutnya adalah finishing pemadatan dan perataan jalan raya
dengan alat peneumatic roller. Jalan raya sudah jadi dengan konstruksi sebagai
berikut :
Keterangan : Perkerasan jalan raya dibuat berlapis-lapis seperti kue lapis,
dengan tujuan untuk dapat menerima beban dan menyebarkan beban serta
meneruskan beban ke bawahnya. Biasanya material yang dipakai untuk
perkerasan lapisan jalan raya adalah semakin kebawah semakin berkurang
kualitasnya. Karena lapisan yang ada dibawahnya semakin sedikit menerima
beban.
6. Lapisan permukaan (Surface Course)
Lapisan permukaan ini terletak paling atas pada jalan raya. Lapisan yang
langsung bersentuhan dengan pijakan atau lapisan yang langsung bersentuhan
dengan ban kendaraan. Lapisan ini berfungsi sebagai penahan beban roda
kendaraan. Lapisan permukaan tersebut juga memiliki stabilitas yang tinggi,
kedap air untuk melindungi lapisan pondasi yang ada dibawahnya. Sehingga air
mengalir ke saluran samping bagian jalan raya, tahan terhadap keausan akibat
gesekan rem kendaraan dan diperuntukan untuk meneruskan beban kendaraan ke
lapisan bagian bawahnya.
7. Lapisan pondasi atas (Base Course)
Lapisan pondasi atas terletak pada bawah lapisan permukaan. Lapisan ini
berfungsi terutama untuk menahan gaya lintang akibat beban roda dan
meneruskan ke lapisan bawahnya. Sebagai bantalan untuk lapisan permukaan, dan
lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah material yang digunakan untuk
lapisan ini adalah harus material dengan kualitas yang tinggi sehingga kuat
menahan beban yang direncanakan.
8. Lapisan pondasi bawah (Subbace Course)
Lapisan pondasi bawah adalah berada dibawah lapisan pondasi atas, dan
diatas lapisan tanah dasar. Lapisan ini berfungsi untuk menyebarkan beban lapisan
pondasi bawah ke lapisan tanah dasar jalan raya. Apabila kondisi tanah pada
lokasi pembangunan jalan raya dengan spesifikasi yang direncanakan maka tanah
tersebut akan langsung dipadatkan dengan menggunakan alat. Tebalnya berkisar
antara 50- 100 cm. Fungsi utamanya adalah sebagai perletakan jalan raya.
1.2.2 Faktor Pemilihan Trase
Ada beberapa cara untuk memilih trase yang dapat memenuhi syarat
bahwa suatu jalan layak digunakan, terutama jalan dibangun di area pegunungan.
1. Trase diusahakan jalur terpendek
Hal yang paling diutamakan perencana adalah jalan yang ekonomis.
Ekonomis dimaksudkan suatu jalan yang dapat dibangun dengan kualitas bagus
dan harga yang terjangkau. Maka dengan merencanakan trase yang pendek, biaya
dalam pembangunan jalan relatif kecil.
2. Tidak terlalu curam
Salah satu syarat dalam merencanakan jalan adalah memberikan
kenyamanan bagi pengguna jalan. Jalan yang terlalu curam akan membuat
kendaraan menjadi berat akibat adanya gaya sentrifugal. Sehingga pengguna jalan
tidak lagi menemukan kenyamanan saat menggunakan jalan tersebut.
3. Sudut luar tidak terlalu besar
Sudut luar dalam menarik trase jalan akan sangat mempengaruhi keadaan
jalan setelah dibangun. Perencanaan jalan diharapkan mampu merencanakan jalan
dengan tikungan kurang dari 90 derajat. Agar tikungan yang terbentuk tidak
terlalu tajam, sehingga aman bagi pengguna jalan.
4. Galian dan timbunan
Galian dan timbunan merupakan hal yang sangat diperhatikan dalam
merencanakan jalan. Biasanya dalam merencanakan jalan, besar timbunan dan
galian telah ditentukan terlebih dahulu. Agar biaya yang dikeluarkan untuk
melaksanakan suatu bangunan jalan tidak lebih besar dari yang tersedia.
Perencanaan jalan harus merencanakan trase jalan sedemikian rupa sehingga tidak
terjadi galian dan timbunan yang terlalu besar. Caranya dengan menarik garis
trase pada elevasi muka tanah yang tidak terlalu jauh perbedaan ketinggian antara
awal dengan akhir.
Langkah-Langkah Untuk Membuat Trase Jalan Baru
Berikut merupakan langkah-langkah untuk membuat trase jalan baru
menggunakan software Google Earth Pro 2022, Global Mapper 20.1, dan
Autodesk Civil 3D 2022.
1. Buka aplikasi Google Earth Pro 2022.

2. Kemudian cari daerah yang akan dibuat trase jalan baru pada Search Bar.
Untuk kelompok kami mendapatkan daerah Jatilawang, Banyumas, Jawa
Tengah.
3. Klik Tools kemudian Options untuk mengubah sistem Degrees, Minutes,
Seconds ke Universal Transverse Mercator (UTM) dan satuan pengukuran
ke meters, kilometers. Kemudian klik Apply dan OK.

4. Buat koordinat awal dan akhir trase rencana dengan cara klik Add
Placemark, kemudian ubah nama ke Titik Awal dan Titik Akhir, zona ke
49N, dan titik sesuai dengan koordinat yang sudah ditentukan dalam KAK.
5. Kemudian buat area yang memuat kedua titik tersebut dengan cara klik
Add Polygon untuk membuat daerah kontur.
6. Selanjutnya Save Polygon tersebut dengan nama file Daerah Kontur,
kemudian Save juga Titik Awal dan Titik Akhirnya.

7. Buka aplikasi Global Mapper v20.1.


8. Klik Configuration, kemudian klik Project dan ubah Geographic
(Latitude/Longitude) ke UTM. Selanjutnya ubah Zone ke Zone 49, klik
Apply dan OK.

9. Klik Online Sources, pada Select Data Source pilih SRTM Worldwide
Elevation Data (1–arc-second Resolution, SRTM Plus V3), kemudian klik
Connect.
10. Import Titik Awal dan Titik Akhir, serta Daerah Polygon yang sudah di
simpan dari Google Earth Pro 2022. Selanjutnya klik kanan pada Daerah
Kontur dan pilih ZOOM_TO - Zoom to Selected Layer(s).

11. Berikut adalah gambar dari hasil zoom ke Daerah Kontur.


12. Kemudian klik icon “Create Contour” lalu akan muncul Contour
Generation Option, kemudian pilih Contour Bounds dan klik draw a box
pada bagian daerah kontur yang telah dibuat.

13. Setelah “Draw a Box” kemudian dilanjutkan dengan “Use Layers


Bounds”. Pada bagian tersebut bagian . yang dipilih adalah “Daerah
Kontur.kmz” kemudian OK.
14. Klik File lalu Export, kemudian pilih Export Elevation Grid Format.

15. Selanjutnya muncul Select Export Format, pilih DEM, dan klik OK.
16. Kemudian akan muncul DEM Export Options, pilih Daerah Kontur dan
klik OK.

17. Simpan file tersebut dengan nama Area Kontur Kelompok E.dem
18. Buka aplikasi Autodesk Civil 3D 2022.

19. Klik kanan pada Drawing 1 dan pilih Edit Drawing Settings.
20. Setelah muncul tampilan pada “Drawing Settings”, pastikan drawing units
sudah dalam satuan meters. Kemudian untuk zone dipilih Indonesia lalu
untuk Coordinate System dipilih DGN 95 / UTM Zone 49 lalu apply dan
OK.

21. Klik Surfaces, kemudian pilih Create Surface from DEM.


22. Akan muncul Grid Surface From DEM, kemudian pilih file yang akan
dibuka dan klik Open.

23. Lalu muncul kontur wilayah yang kami pilih

24. Kemudian letakkan koordinat titik awal dan titik akhir yang sudah ditentukan
pada
Koordinat yang kami pilih yaitu :
 Titik Awal
Koordinat x : 292335.00
Koordinat y : 9168861.00
 Titik Akhir
Koordinat x : 296430.00
Koordinat y : 9166246.00

25. Kemudian masuk pada pembuatan trase. Untuk menentukan titik-titik tikungan
pada trase, maka perhatikan dulu wilayah yang akan dilalui jalan. Hindari
pembuatan jalan yang melewati lahan-lahan yang tidak boleh dilalui.
Untuk Kelompok K, kami membuat 2 trase untuk perbandingan.
 Trase 1 (Bentuk Tikungan A A)

 Trase 2 (Bentuk Tikungan V A)


BAB II
ALINYEMEN DAN TRASE

2.1 Teori Umum


Jalan adalah prasarana dari transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan lainnya yang diperuntukkan bagi lalu
lintas yang berada di atas permukaan tanah. Jalan juga berfungsi sebagai akses
untuk masyarakat bepergian dari suatu tempat ke tempat lainnya. Untuk itu
diperlukan suatu perkerasan yang melapisi permukaan jalan tersebut agar
kendaraan dan pengguna jalan yang melewati merasa aman dan nyaman, yang
nantinya mempermudah masyarakat dalam menunjang segala aktivitasnya dengan
waktu yang lebih efisien untuk menuju suatu tempat.
Hasil perencanaan yang baik perlu memperhatikan keterpaduan antara
tiga eleman yaitu Alinyemen Vertikal, Alinyemen Horizontal dan potongan
melintang Jalan. Koordinasi antara alinyemen Vertikal dan Horizontal
harus memenuhi ketentuan sbb ;
a. Alinyemen Horizontal berimpit dengan alinyemen vertikal dan alinyemen
horizontal lebih panjang sedikit melingkupi alinyemen vertikal.
b. Hindari Tikungan tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau
bagian atas lengkung vertikal cembung.
c. Hindarkan Lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan
panjang.
d. Hindarkan, dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horizontal.
e. Hindarkan Tikungan tajam diantara bagian jalan yang lurus dan panjang.

2.2 Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan dan Volume Jalan Rencana
2.2.1 Umum
Lalu lintas merupakan turunan kedua dari transportasi di dalam Undang-
Undang No 22 tahun 2009 yang didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang
di Ruang Lalu Lintas Jalan, sedang yang dimaksud dengan Ruang Lalu Lintas
Jalan
adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan, orang,
dan/atau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung. Khususnya di daerah
Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, merupakan salah satu daerah yang sebagian
besar orang menggunakan kendaraan pribadi.
Perhitungan lalu lintas merupakan suatu metode perhitungan kendaraan
dalam survei lalu lintas. Perhitungan lalu lintas atau traffic counting dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu perhitungan tangan (manual) dan perhitungan
mekanik.
Volume adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik atau pada
suatu ruas jalan dalam waktu yang lama (minimal 24 jam) tanpa membedakan
arah dan lajur. Segmen jalan selama selang waktu tertentu yang dapat
diekspresikan dalam tahunan, harian (LHR), jam-an atau sub jam. Nilai arus atau
rate of flow adalah volume lalu lintas yang biasanya kurang dari satu jam tetapi
diekspresikan dalam satu jam.
Untuk mendapatkan nilai arus suatu segmen jalan yang terdiri dari banyak
tipe kendaraan maka semua tipe-tipe kendaraan tersebut harus dikonversi ke
dalam Satuan Mobil Penumpang (SMP). Konversi kendaraan ke dalam satuan
SMP diperlukan angka faktor ekivalen untuk berbagai jenis kendaraan.
Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan (LHRT) adalah jumlah lalu lintas
kendaraan rata-rata yang melewati satu jalur jalan selama 24 jam dan diperoleh
dari data selama satu tahun penuh.

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑎𝑙𝑢 𝑙𝑖𝑛𝑡𝑎𝑠 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛


𝐿𝐻𝑅𝑇 =
365

LHRT dinyatakan dalam smp/hari/2 arah atau kendaraan/hari/2 arah untuk


jalan 2 lajur 2 arah, smp/hari/1 lajur atau kendaraan/hari/1 arah untuk jalan
berlajur banyak dengan median.
Berikut ini merupakan data hasil survei lalu lintas harian di Kabupaten
Pidie pada tahun 2020.
Tabel 2.1 Data Hasil Survei Lalu Lintas Harian Tahun 2019

AADT 1 2,3,4 5B 6B 7A1 7A2 7B1 7B2 7C1 7C2A 7C2B 7C3

0 1679 90 945 15 183 0 0 16 12 5 11


Sumber: Kerangka Acuan Kerja

Tabel 2.2 Data Ekivalensi Mobil Penumpang (EMP)

LV Mobil penumpang dan 1,0


kendaraan ringan lain

HV 5B 1,3

6B

7A1

7A2

7C1

7C2A

7C2B

7C3
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997

Desain perkerasan untuk jalan alterntatif yang terpilih direncanakan dengan


umur rencana 20 tahun, akan dibangun mulai tahun 2021 dengan memakan waktu
1 tahun untuk konstruksi. Angka pertumbuhan lalu lintas dari tahun 2019 hingga
2022 diperkirakan mencapai 3% per tahun. Dari tahun 2023 hingga akhir umur
rencana diperkirakan tumbuh 4.5% per tahun. Desain perkerasan jalan hendaknya
mengikuti dokumen Manual Perkerasan Jalan Ditjen Bina Marga 2017, dengan
memilih jenis perkerasan lentur (flexible pavement).
Tabel 2.3 Dimensi Kendaraan Rencana

Sumber: Bina Marga 2017

Gambar 2.1 Dimensi Kendaraan Kecil, Sedang, dan Besar


(Sumber: Bina Marga 2017)

2.2.2 Perhitungan Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan


Diketahui:
Data lalu lintas yang digunakan untuk perencanaan diperoleh dari
survei O-D pada tahun 2019, sebagai berikut:
r = 4,5 %
LHR Tahun 2019:
● Mobil penumpang & kend. ringan lain = 1679
● 5B = 90
● 6B = 945
● 7A1 = 15
● 7A2 = 183
● 7C1 = 16
● 7C2A = 12
● 7C2B =5
● 7C3 = 11

1. LHR (2019)
LHR = 𝑟 × (1 + 𝐿𝐻𝑅 2019)4
LHR dalam satuan SMP = LHR x EMP
a. Gol. Mobil penumpang dan kendaraan ringan
lain LHR = 4,5% × (1 + 1679)4
= 1466,798
LHR dalam satuan SMP = 1466,798 x 1
= 1466,798 smp
b. Gol. 5B
LHR = 4,5% × (1 + 450)4
= 536,633
LHR dalam satuan SMP = 536,633 x 1,3
= 697,623 smp
c. Gol. 6B
LHR = 4,5% × (1 + 1500)4
= 1788,778
LHR dalam satuan SMP = 1788,778 x 1,3
= 2325,411 smp
Tabel 2.4 Rekapitulasi Lalu Lintas Harian Rata-Rata

Gol. Kendaraan LHR 2020 LHR 2020-2024 LHR 2020-2024 (SMP)

Mobil penumpang dan 12300 14667,979 14667,979


kendaraan ringan lain

5B 450 536,633 697,623

6B 1500 1788,778 2325,411

7A1 120 143,102 186,033

7A2 280 333,905 434,077

7C1 70 83,476 108,519

7C2A 55 65,589 85,265

7C2B 70 83,476 108,519

7C3 30 35,776 46,508

JUMLAH 18659,935

2.2.3 Volume Jam Rencana


VJR adalah volume lalu lintas selama 1 jam pada jam sibuk, yang nilainya
direncanakan sebesar persentase tertentu terhadap LHRT Rencana. VJR
digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas lainnya,
dirumuskan sebagai berikut:

𝑉𝐽𝑅 = 𝐿𝐻𝑅𝑇𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 𝐾
×
𝐹

Faktor K didefinisikan sebagai rasio antara volume lalu lintas pada jam
sibuk terhadap LHRT. Faktor K dan F tergantung pada karakteristik lalu-lintas.
Berikut ini diberikan Tabel yang memberikan korelasi antara LHRT Rencana,
faktor K dan faktor F, diambil dari “Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Raya
Antar Kota”- Ditjen Bina Marga 1997:
Tabel 2.5 Faktor K dan Faktor F

𝑉𝐽𝑅 = 𝐿𝐻𝑅𝑇𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 𝐾
×
𝐹
7%
𝑉𝐽𝑅 = 18.659,935 ×
1% = 13.619,544

2.3 Klasifikasi Teknis Jalan


2.3.1 Kelas Jalan
Untuk pengaturan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas, jalan dibagi
menjadi beberapa kelas (diatur menurut UU di bidang lalu lintas dan angkutan
jalan).

Tabel 2.6 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan

Fungsi Kelas Muatan Sumbu


Terberat MST (Ton)
Arteri I >10
II 10
III A 8

Kolektor III A 8
III B
Sumber : Bina Marga 1997

Berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan dikelompokkan atas:


1. Jalan bebas hambatan
Jalan bebas hambatan (freeway) adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus
yang memberikan pelayanan menerus/tidak terputus dengan pengendalian
jalan masuk secara penuh, dan tanpa adanya persimpangan sebidang, serta
dilengkapi
dengan pagar ruang milik jalan, paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah dan
dilengkapi dengan median.

2. Jalan raya
Jalan raya (highway) adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus dengan
pengendalian jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi dengan median,
paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah.
3. Jalan sedang
Jalan sedang (road) adalah jalan umum dengan lalu lintas jarak sedang dengan
pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2
(dua) arah dengan lebar paling sedikit 7 (tujuh) meter.
4. Jalan kecil
Jalan kecil (street) adalah jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat,
paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar paling sedikit 5,5
(lima setengah) meter.
2.3.2 Fungsi Jalan
Jalan umum menurut fungsinya berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang No
38 Tahun 2004 tentang Jalan dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor,
jalan lokal, dan jalan lingkungan.
1. Jalan arteri
Jalan arteri meliputi jalan arteri primer dan arteri sekunder. Jalan arteri primer
merupakan jalan arteri dalam skala wilayah tingkat nasional, sedangkan jalan
arteri sekunder merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah
jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Angkutan utama adalah angkutan
bernilai ekonomis tinggi dan volume besar.
2. Jalan kolektor
Jalan kolektor meliputi jalan kolektor primer dan jalan kolektor sekunder.
Jalan kolektor primer merupakan jalan kolektor dalam skala wilayah,
sedangkan jalan kolektor sekunder dalam skala perkotaan. Jalan kolektor
merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau
pembagi dengan ciri
perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk
dibatasi.
3. Jalan lokal
Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4. Jalan lingkungan
Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
2.3.3 Status Jalan
Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional,
jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.
1. Jalan Nasional
Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan
primer yang menghubungkan antar ibu kota provinsi, dan jalan strategis
nasional, serta jalan tol. Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian
sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan
membayar tol. Tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk
penggunaan jalan.
2. Jalan Provinsi
Jalan provinsi adalah jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibu kota provinsi dengan ibu kota kabupaten/kota, atau antar
ibu kota kabupaten/kota dan jalan strategis provinsi.
3. Jalan Kabupaten
Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer
yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan provinsi di atas, yang
menghubungkan ibu kota kabupaten dengan ibu kota kecamatan, ibu kota
kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan
umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan
jalan strategis kabupaten.
4. Jalan Kota
Jalan kota merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil menghubungkan antar persil, serta menghubungkan
antar pusat permukiman yang berada di dalam kota.
5. Jalan Desa
Jalan desa adalah jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar
permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
Tabel 2.7 Standar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 Tahun 2011

37
Lanjutan Tabel 2.7 Standar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 Tahun 2011

38
Lanjutan Tabel 2.7 Standar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 Tahun 2011

39
Tabel 2.8 Lebar Lajur Jalan Ideal

Fungsi Kelas Lebar Lajur Ideal (m)


Arteri I 3,75
II, III A 3,50
Kolektor III A, III B 3,00

Lokal III C 3,00

Berdasarkan dari tabel di atas pada fungsi jalan arteri dengan kelas I,
didapatkan lebar jalur ideal sebesar 3,75 m.

Tabel 2.9 Penentuan Lebar Jalur dan Bahu Jalan

Sumber: Bina Marga 1997

Dengan Jalan Kelas I – jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor,
termasuk yang memiliki muatan dengan lebar tidak melebihi 2500 mm, ukuran
panjang tidak melebihi 1800 mm, dan berat maksimal tidak lebih dari 10 ton. Dari
tabel di atas didapatkan lebar lajur ideal sebesar 7,0 m dan lebar bahu jalan
sebesar 2,0 m.
2.3.4 Bagian-Bagian Jalan dan Pemanfaatannya
1. Bahu jalan adalah jalur yang terletak berdampingan dengan Jalur lalu lintas
yang berfungsi sebagai:
a. ruangan untuk tempat berhenti sementara kendaraan yang mogok atau
yang sekedar berhenti karena pengemudi ingin berorientasi mengenai
jurusan yang akan ditempuh, atau untuk beristirahat.

40
b. ruangan untuk menghindarkan diri pada saat-saat darurat, sehingga dapat
mencegah terjadinya kecelakaan.
c. memberikan kelegaan pada pengemudi, dengan demikian dapat
meningkatkan kapasitas jalan yang bersangkutan.
d. memberikan sokongan pada konstruksi perkerasan jalan dari arah samping.
e. ruangan pembantu pada waktu mengadakan pekerjaan perbaikan atau
pemeliharaan jalan (untuk tempat penempatan alat-alat, dan penimbunan
bahan material).
f. ruangan untuk lintasan kendaraan-kendaraan patroli, ambulans, yang
sangat dibutuhkan pada keadaan darurat seperti terjadinya kecelakaan.
2. Median berfungsi sebagai:
a. menyediakan daerah netral yang cukup lebar dimana pengemudi masih
dapat mengontrol kendaraannya pada saat-saat darurat.
b. menyediakan jarak yang cukup untuk membatasi/mengurangi kesilauan
terhadap lampu besar dari kendaraan yang berlawanan arah.
c. menambah rasa kelegaan, kenyamanan dan keindahan bagi setiap
pengemudi.
d. mengamankan kebebasan samping dari masing-masing arah arus lalu lintas.
3. Besarnya lebar lajur lalu lintas hanya dapat ditentukan dengan pengamatan
langsung di lapangan karena:
a. Lintasan kendaraan yang satu tidak mungkin akan dapat diikuti oleh
lintasan kendaraan lain dengan tepat.
b. Lajur lalu lintas tak mungkin tepat sama dengan lebar kendaraan
maksimum. Untuk keamanan dan kenyamanan setiap pengemudi
membutuhkan ruang gerak antara kendaraan.
c. Lintasan kendaraan tak mungkin dibuat tetap sejajar sumbu lajur lalu
lintas, karena kendaraan selama bergerak akan mengalami gaya-gaya
samping seperti tidak ratanya permukaan, gaya sentrifugal di tikungan, dan
gaya angin akibat kendaraan lain yang menyiap.
Lebar lajur lalu lintas dipengaruhi oleh faktor-faktor Kapasitas Dasar dan
Kapasitas Mungkin. Kapasitas Dasar dan Kapasitas Mungkin dari suatu jalan

41
dapat

42
berkurang dikarenakan oleh lebar lajur yang sempit dan penyempitan lebar bahu,
hambatan di sepanjang daerah manfaat jalan, kelandaian, serta kendaraan yang
berukuran besar.

2.4 Penentuan Kondisi Medan Jalan


Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar
kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur. Klasifikasi menurut
medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:

Tabel 2.10 Klasifikasi Menurut Medan Jalan

No Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan (%)


1 Datar D <3
2 Perbukitan B 3 - 25
3 Pegunungan G > 25
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.038/T/BM/1997

Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus


mempertimbangkan keseragaman kondisi medan menurut rencana trase jalan
dengan mengabaikan perubahan-perubahan pada bagian kecil dari segmen rencana
jalan tersebut.
Satuan Mobil Penumpang untuk jenis kendaraan dan kondisi medan
lainnya dapat dilihat pada buku Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)
No.036/T/BM/1997 dan dapat dilihat pada Tabel 2.12.

Tabel 2.11 Ekivalen Mobil Penumpang (EMP)

No Jenis Kendaraan Datar/Perbukitan Pegunungan


1 Sedan, Jeep, Station Wagon 1,0 1,0

2 Pick-Up, Bus Kecil, Truk Kecil 1,2-2,4 1,9-3,5


3 Bus dan Truk Besar 1,2-5,0 2,2-6,0
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) No.036/T/BM/1997

43
Klasifikasi jenis medan berdasarkan kemiringan untuk merancang
geometrik yang tertera pada Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota
N0. 038/T/BM/1997. Berdasarkan tata cara tersebut,trase 1 memiliki kemiringan
rata-rata sebesar 5,476%. Sedangkan pada trase 2 memiliki kemiringan rata-rata
sebesar 4,254%. Sehingga, kedua trase tersebut termasuk dalam medan jalan
perbukitan (B) karena kemiringan rata-rata medannya berada di 3 - 25%.
Perhitungan medan jalan pada trase 1 adalah sebagai berikut:
Potongan 0-0 = 15,523−15,671 × 100 = 4,6%
10

Potongan 1-1 = 15,671−15,820 × 100 = 2,4%


10

Potongan 2-2 = 15,820−15,969 × 100 = 2,3%


10

Dari perhitungan tersebut didapatkan 367 potongan dari stasiun 0+000.00


ke stasiun 3+660.32, rata-rata elevasi tanah dasar maksimal adalah sebesar 20,4%
dan rata-rata elevasi tanah dasar minimal adalah sebesar -22%. Sehingga rata-rata
kemiringan medan + adalah sebesar 5,476% dan rata-rata kemiringan medan -
adalah sebesar -5,80%.
Perhitungan medan jalan pada trase 2 adalah sebagai berikut:
Potongan 1-1 = 15,98−15,52 × 100 = 4,6 %
10

Potongan 2-2 = 16,22−15,98 × 100 = 2,4 %


10

Potongan 3-3 = 16,45−16,22 × 100 = 2,3 %


10

Dari perhitungan tersebut didapatkan 403 potongan dari stasiun 0+000.00


ke stasiun 3+822.27, rata-rata elevasi tanah dasar maksimal adalah sebesar 20,4%
dan rata-rata elevasi tanah dasar minimal adalah sebesar -19,7%. Sehingga rata-
rata kemiringan medan + adalah sebesar 4,254% dan rata-rata kemiringan medan -
adalah sebesar -4,328%.
Untuk kondisi medan yang sulit, kecepatan rencana (Vr) suatu segmen
jalan dapat diturunkan dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20
km/jam.

44
Tabel 2.12 Kecepatan Rencana (Vr) Sesuai Klasifikasi Fungsi dan Klasifikasi Medan
Jalan

Fungsi Kecepatan Rencana Vr (km/jam)


Datar Bukit Pegunungan

Arteri 70-120 60-80 40-70

Kolektor 60-90 50-60 30-50


Lokal 40-70 30-50 20-30
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) No.036/T/BM/1997

Dari klasifikasi di atas dengan data yang dimiliki yaitu didapatkan kondisi medan
perbukitan. Maka, sesuai dengan klasifikasi fungsi jalan dan medan jalan akan
digunakan kecepatan rencana (Vr) sebesar 80 km/jam

45

Anda mungkin juga menyukai