Disusun oleh:
KELOMPOK K/ KELAS G/ GENAP/ 2021-2022
Astried Harera 20511443
M. Rangga Harikusuma 20511445
1.1 Umum
1.1.1 Latar Belakang
Jalan Raya merupakan sarana transportasi darat yang membentuk jaringan
transportasi untuk menghubungkan daerah-daerah, sehingga roda perekonomian
dan pembangunan dapat berputar dengan baik. Seiring dengan bertambah
kepemilikan kendaraan menyebabkan meningkatnya volume lalu lintas, sementara
kapasitas jalan tetap. Hal ini akan mengakibatkan kemacetan lalu lintas. Dengan
demikian jalan merupakan suatu kebutuhan yang cukup esensial bagi suatu daerah
dalam rangka peningkatan pertumbuhan masyarakat, baik itu di bidang ekonomi,
politik, sosial, budaya, dan hankam.
Pada kondisi masyarakat tertentu, pembangunan fasilitas transportasi ini
mendukung kemajuan dari masyarakat itu sendiri dari segi ekonomi dan aspek lain
yang mencakup kepentingan masyarakat secara luas. Dengan melihat pentingnya
jalan dalam kebutuhan masyarakat maka pembangunan jalan dilakukan dengan
semaksimal mungkin dan sangat memperhatikan dengan serius dari mulai proses
analisis, perhitungan geometrik, desain, pelaksanaan, perkerasan, serta hal-hal lain
yang menjadi bagian dari proses pembangunan jalan serta infrastruktur
transportasi khususnya di Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam.
Terdapat beberapa pertimbangan dalam perencanaan jalan sedang yaitu
bentuk dari geometrik jalan sehingga mampu memberikan pelayanan serta
kenyamanan terhadap pengguna jalan yang mampu memberikan rasa aman dan
mengoptimalkan fungsi jalan itu sendiri. Pembangunan jalan ini dilakukan dengan
menggunakan standar kelas jalan yang telah ditentukan dengan
mempertimbangkan dari segi biaya yang tentunya tidak mengesampingkan faktor
keamanan serta keselamatan baik dalam proses pembuatan sampai jalan itu
digunakan oleh pengguna jalan.
Menyadari hal-hal diatas, maka disusun suatu peraturan perencanaan
sedemikian rupa sehingga memberi pengembangan secara bertahap, sesuai dengan
pertimbangan yang ada. Pada dasarnya perencanaan geometrik merupakan bagian
dari perencanaan jalan, dimana dimensi yang nyata dari suatu jalan beserta
bagian- bagiannya disesuaikan dengan susunan serta sifat-sifat lalu lintas yang
akan melaluinya. Perencanaan geometrik secara umum telah menyangkut aspek-
aspek perencanaan bagian-bagian jalan antara lain :
1. Lebar jalan,
2. Tikungan,
3. Kelandaian,
4. Jarak pandang henti,
5. Jarak pandang menyiap dan juga,
6. Kondisi dari bagian-bagian tersebut.
Jarak pandang henti adalah jarak dimana kendaraan dapat berhenti dengan
aman (saat ketika pengemudi melihat rintangan hingga kendaraan berhenti
sebelum menabrak). Juga perencanaan pertemuan jalan (Intersection atau
Interchange) masuk dalam geometrik ini.
1. Intersection : Pertemuan jalan yang sebidang
2. Interchange : Pertemuan jalan yang tidak sebidang
Melalui perencanaan jalan ini diharapkan dapat menciptakan paduan yang
baik antara waktu dan ruang sehubungan dengan kendaraan yang bersangkutan
hingga dapat menghasilkan efisiensi keamanan serta kenyamanan yang optimal
dalam batas-batas ekonomi yang masih layak.
Jadi perencanaan geometrik ini adalah berhubungan dengan arus lalu
lintas, sedangkan perencanaan konstruksi berhubungan dengan beban lalu lintas
yang melalui jalan tersebut. Untuk menentukan tebal perkerasan diperlukan data
berat kendaraan. Namun demikian perencanaan geometrik ini dan perencanaan
jalan secara keseluruhan (Over All Planning)
Perencanaan suatu jalan yang lengkap tidak saja menyangkut kenyamanan,
keamanan, ekonomis, tapi juga keindahan jalan. Sehingga jalan menjadi manis
atau
cantik, seimbang dengan lingkungan dan memberi pemandangan yang indah
kepada pemakai jalan.
2. Kemudian cari daerah yang akan dibuat trase jalan baru pada Search Bar.
Untuk kelompok kami mendapatkan daerah Jatilawang, Banyumas, Jawa
Tengah.
3. Klik Tools kemudian Options untuk mengubah sistem Degrees, Minutes,
Seconds ke Universal Transverse Mercator (UTM) dan satuan pengukuran
ke meters, kilometers. Kemudian klik Apply dan OK.
4. Buat koordinat awal dan akhir trase rencana dengan cara klik Add
Placemark, kemudian ubah nama ke Titik Awal dan Titik Akhir, zona ke
49N, dan titik sesuai dengan koordinat yang sudah ditentukan dalam KAK.
5. Kemudian buat area yang memuat kedua titik tersebut dengan cara klik
Add Polygon untuk membuat daerah kontur.
6. Selanjutnya Save Polygon tersebut dengan nama file Daerah Kontur,
kemudian Save juga Titik Awal dan Titik Akhirnya.
9. Klik Online Sources, pada Select Data Source pilih SRTM Worldwide
Elevation Data (1–arc-second Resolution, SRTM Plus V3), kemudian klik
Connect.
10. Import Titik Awal dan Titik Akhir, serta Daerah Polygon yang sudah di
simpan dari Google Earth Pro 2022. Selanjutnya klik kanan pada Daerah
Kontur dan pilih ZOOM_TO - Zoom to Selected Layer(s).
15. Selanjutnya muncul Select Export Format, pilih DEM, dan klik OK.
16. Kemudian akan muncul DEM Export Options, pilih Daerah Kontur dan
klik OK.
17. Simpan file tersebut dengan nama Area Kontur Kelompok E.dem
18. Buka aplikasi Autodesk Civil 3D 2022.
19. Klik kanan pada Drawing 1 dan pilih Edit Drawing Settings.
20. Setelah muncul tampilan pada “Drawing Settings”, pastikan drawing units
sudah dalam satuan meters. Kemudian untuk zone dipilih Indonesia lalu
untuk Coordinate System dipilih DGN 95 / UTM Zone 49 lalu apply dan
OK.
24. Kemudian letakkan koordinat titik awal dan titik akhir yang sudah ditentukan
pada
Koordinat yang kami pilih yaitu :
Titik Awal
Koordinat x : 292335.00
Koordinat y : 9168861.00
Titik Akhir
Koordinat x : 296430.00
Koordinat y : 9166246.00
25. Kemudian masuk pada pembuatan trase. Untuk menentukan titik-titik tikungan
pada trase, maka perhatikan dulu wilayah yang akan dilalui jalan. Hindari
pembuatan jalan yang melewati lahan-lahan yang tidak boleh dilalui.
Untuk Kelompok K, kami membuat 2 trase untuk perbandingan.
Trase 1 (Bentuk Tikungan A A)
2.2 Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan dan Volume Jalan Rencana
2.2.1 Umum
Lalu lintas merupakan turunan kedua dari transportasi di dalam Undang-
Undang No 22 tahun 2009 yang didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang
di Ruang Lalu Lintas Jalan, sedang yang dimaksud dengan Ruang Lalu Lintas
Jalan
adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan, orang,
dan/atau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung. Khususnya di daerah
Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, merupakan salah satu daerah yang sebagian
besar orang menggunakan kendaraan pribadi.
Perhitungan lalu lintas merupakan suatu metode perhitungan kendaraan
dalam survei lalu lintas. Perhitungan lalu lintas atau traffic counting dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu perhitungan tangan (manual) dan perhitungan
mekanik.
Volume adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik atau pada
suatu ruas jalan dalam waktu yang lama (minimal 24 jam) tanpa membedakan
arah dan lajur. Segmen jalan selama selang waktu tertentu yang dapat
diekspresikan dalam tahunan, harian (LHR), jam-an atau sub jam. Nilai arus atau
rate of flow adalah volume lalu lintas yang biasanya kurang dari satu jam tetapi
diekspresikan dalam satu jam.
Untuk mendapatkan nilai arus suatu segmen jalan yang terdiri dari banyak
tipe kendaraan maka semua tipe-tipe kendaraan tersebut harus dikonversi ke
dalam Satuan Mobil Penumpang (SMP). Konversi kendaraan ke dalam satuan
SMP diperlukan angka faktor ekivalen untuk berbagai jenis kendaraan.
Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan (LHRT) adalah jumlah lalu lintas
kendaraan rata-rata yang melewati satu jalur jalan selama 24 jam dan diperoleh
dari data selama satu tahun penuh.
AADT 1 2,3,4 5B 6B 7A1 7A2 7B1 7B2 7C1 7C2A 7C2B 7C3
HV 5B 1,3
6B
7A1
7A2
7C1
7C2A
7C2B
7C3
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
1. LHR (2019)
LHR = 𝑟 × (1 + 𝐿𝐻𝑅 2019)4
LHR dalam satuan SMP = LHR x EMP
a. Gol. Mobil penumpang dan kendaraan ringan
lain LHR = 4,5% × (1 + 1679)4
= 1466,798
LHR dalam satuan SMP = 1466,798 x 1
= 1466,798 smp
b. Gol. 5B
LHR = 4,5% × (1 + 450)4
= 536,633
LHR dalam satuan SMP = 536,633 x 1,3
= 697,623 smp
c. Gol. 6B
LHR = 4,5% × (1 + 1500)4
= 1788,778
LHR dalam satuan SMP = 1788,778 x 1,3
= 2325,411 smp
Tabel 2.4 Rekapitulasi Lalu Lintas Harian Rata-Rata
JUMLAH 18659,935
𝑉𝐽𝑅 = 𝐿𝐻𝑅𝑇𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 𝐾
×
𝐹
Faktor K didefinisikan sebagai rasio antara volume lalu lintas pada jam
sibuk terhadap LHRT. Faktor K dan F tergantung pada karakteristik lalu-lintas.
Berikut ini diberikan Tabel yang memberikan korelasi antara LHRT Rencana,
faktor K dan faktor F, diambil dari “Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Raya
Antar Kota”- Ditjen Bina Marga 1997:
Tabel 2.5 Faktor K dan Faktor F
𝑉𝐽𝑅 = 𝐿𝐻𝑅𝑇𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 𝐾
×
𝐹
7%
𝑉𝐽𝑅 = 18.659,935 ×
1% = 13.619,544
Kolektor III A 8
III B
Sumber : Bina Marga 1997
2. Jalan raya
Jalan raya (highway) adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus dengan
pengendalian jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi dengan median,
paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah.
3. Jalan sedang
Jalan sedang (road) adalah jalan umum dengan lalu lintas jarak sedang dengan
pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2
(dua) arah dengan lebar paling sedikit 7 (tujuh) meter.
4. Jalan kecil
Jalan kecil (street) adalah jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat,
paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar paling sedikit 5,5
(lima setengah) meter.
2.3.2 Fungsi Jalan
Jalan umum menurut fungsinya berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang No
38 Tahun 2004 tentang Jalan dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor,
jalan lokal, dan jalan lingkungan.
1. Jalan arteri
Jalan arteri meliputi jalan arteri primer dan arteri sekunder. Jalan arteri primer
merupakan jalan arteri dalam skala wilayah tingkat nasional, sedangkan jalan
arteri sekunder merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah
jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Angkutan utama adalah angkutan
bernilai ekonomis tinggi dan volume besar.
2. Jalan kolektor
Jalan kolektor meliputi jalan kolektor primer dan jalan kolektor sekunder.
Jalan kolektor primer merupakan jalan kolektor dalam skala wilayah,
sedangkan jalan kolektor sekunder dalam skala perkotaan. Jalan kolektor
merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau
pembagi dengan ciri
perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk
dibatasi.
3. Jalan lokal
Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4. Jalan lingkungan
Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
2.3.3 Status Jalan
Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional,
jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.
1. Jalan Nasional
Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan
primer yang menghubungkan antar ibu kota provinsi, dan jalan strategis
nasional, serta jalan tol. Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian
sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan
membayar tol. Tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk
penggunaan jalan.
2. Jalan Provinsi
Jalan provinsi adalah jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibu kota provinsi dengan ibu kota kabupaten/kota, atau antar
ibu kota kabupaten/kota dan jalan strategis provinsi.
3. Jalan Kabupaten
Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer
yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan provinsi di atas, yang
menghubungkan ibu kota kabupaten dengan ibu kota kecamatan, ibu kota
kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan
umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan
jalan strategis kabupaten.
4. Jalan Kota
Jalan kota merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil menghubungkan antar persil, serta menghubungkan
antar pusat permukiman yang berada di dalam kota.
5. Jalan Desa
Jalan desa adalah jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar
permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
Tabel 2.7 Standar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 Tahun 2011
37
Lanjutan Tabel 2.7 Standar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 Tahun 2011
38
Lanjutan Tabel 2.7 Standar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 Tahun 2011
39
Tabel 2.8 Lebar Lajur Jalan Ideal
Berdasarkan dari tabel di atas pada fungsi jalan arteri dengan kelas I,
didapatkan lebar jalur ideal sebesar 3,75 m.
Dengan Jalan Kelas I – jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor,
termasuk yang memiliki muatan dengan lebar tidak melebihi 2500 mm, ukuran
panjang tidak melebihi 1800 mm, dan berat maksimal tidak lebih dari 10 ton. Dari
tabel di atas didapatkan lebar lajur ideal sebesar 7,0 m dan lebar bahu jalan
sebesar 2,0 m.
2.3.4 Bagian-Bagian Jalan dan Pemanfaatannya
1. Bahu jalan adalah jalur yang terletak berdampingan dengan Jalur lalu lintas
yang berfungsi sebagai:
a. ruangan untuk tempat berhenti sementara kendaraan yang mogok atau
yang sekedar berhenti karena pengemudi ingin berorientasi mengenai
jurusan yang akan ditempuh, atau untuk beristirahat.
40
b. ruangan untuk menghindarkan diri pada saat-saat darurat, sehingga dapat
mencegah terjadinya kecelakaan.
c. memberikan kelegaan pada pengemudi, dengan demikian dapat
meningkatkan kapasitas jalan yang bersangkutan.
d. memberikan sokongan pada konstruksi perkerasan jalan dari arah samping.
e. ruangan pembantu pada waktu mengadakan pekerjaan perbaikan atau
pemeliharaan jalan (untuk tempat penempatan alat-alat, dan penimbunan
bahan material).
f. ruangan untuk lintasan kendaraan-kendaraan patroli, ambulans, yang
sangat dibutuhkan pada keadaan darurat seperti terjadinya kecelakaan.
2. Median berfungsi sebagai:
a. menyediakan daerah netral yang cukup lebar dimana pengemudi masih
dapat mengontrol kendaraannya pada saat-saat darurat.
b. menyediakan jarak yang cukup untuk membatasi/mengurangi kesilauan
terhadap lampu besar dari kendaraan yang berlawanan arah.
c. menambah rasa kelegaan, kenyamanan dan keindahan bagi setiap
pengemudi.
d. mengamankan kebebasan samping dari masing-masing arah arus lalu lintas.
3. Besarnya lebar lajur lalu lintas hanya dapat ditentukan dengan pengamatan
langsung di lapangan karena:
a. Lintasan kendaraan yang satu tidak mungkin akan dapat diikuti oleh
lintasan kendaraan lain dengan tepat.
b. Lajur lalu lintas tak mungkin tepat sama dengan lebar kendaraan
maksimum. Untuk keamanan dan kenyamanan setiap pengemudi
membutuhkan ruang gerak antara kendaraan.
c. Lintasan kendaraan tak mungkin dibuat tetap sejajar sumbu lajur lalu
lintas, karena kendaraan selama bergerak akan mengalami gaya-gaya
samping seperti tidak ratanya permukaan, gaya sentrifugal di tikungan, dan
gaya angin akibat kendaraan lain yang menyiap.
Lebar lajur lalu lintas dipengaruhi oleh faktor-faktor Kapasitas Dasar dan
Kapasitas Mungkin. Kapasitas Dasar dan Kapasitas Mungkin dari suatu jalan
41
dapat
42
berkurang dikarenakan oleh lebar lajur yang sempit dan penyempitan lebar bahu,
hambatan di sepanjang daerah manfaat jalan, kelandaian, serta kendaraan yang
berukuran besar.
43
Klasifikasi jenis medan berdasarkan kemiringan untuk merancang
geometrik yang tertera pada Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota
N0. 038/T/BM/1997. Berdasarkan tata cara tersebut,trase 1 memiliki kemiringan
rata-rata sebesar 5,476%. Sedangkan pada trase 2 memiliki kemiringan rata-rata
sebesar 4,254%. Sehingga, kedua trase tersebut termasuk dalam medan jalan
perbukitan (B) karena kemiringan rata-rata medannya berada di 3 - 25%.
Perhitungan medan jalan pada trase 1 adalah sebagai berikut:
Potongan 0-0 = 15,523−15,671 × 100 = 4,6%
10
44
Tabel 2.12 Kecepatan Rencana (Vr) Sesuai Klasifikasi Fungsi dan Klasifikasi Medan
Jalan
Dari klasifikasi di atas dengan data yang dimiliki yaitu didapatkan kondisi medan
perbukitan. Maka, sesuai dengan klasifikasi fungsi jalan dan medan jalan akan
digunakan kecepatan rencana (Vr) sebesar 80 km/jam
45