PERANCANGAN
JALAN (+Pr)
Disusun oleh:
KELOMPOK L/ KELAS G/
GENAP/ 2021-2022
Astried Harera 20511443
M. Rangga Harikusuma 20511445
1
LEMBAR PENGESAHAN
PERANCANGAN JALAN (+Pr)
Disusun oleh:
KELOMPOK L/ KELAS G/ GENAP/ 2021-2022
Astried Harera 20511443
M. Rangga Harikusuma 20511445
2
SURAT PERNYATAAN
Kami, mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Universitas Islam Indonesia. Yang bertanda tangan ini adalah:
Dengan penuh kesadaran dalam rangka turut serta dan berperan aktif menegakkan
nilai-nilai kejujuran yang ditanamkan di dalam pendidikan di JTS, FTSP, UII
guna berlatih membentuk karakter yang Islami, kami dengan ini menyatakan
dengan sejujur-jujurnya sebagai berikut ini.
3
4. Kami menyatakan bahwa kami menggunakan aplikasi Google Earth Pro,
Global Mapper, Autodesk Civil 3D, Autodesk Autocad, Google Document,
dan Microsoft Office yang telah berlisensi.
5. Kami sanggup tidak melakukan kecurangan dalam bentuk apapun termasuk
mengganti data teknis tugas besar yang telah ditentukan oleh dosen
pengampu/asisten, tidak akan memanipulasi tugas baik hasil perhitungan
maupun gambar detail penulangan dari hasil/milik orang lain dengan cara
mencontek, mengkopi atau men-scan gambar-gambar penulangan.
6. Apabila di kemudian hari ditemukan oleh asisten/dosen adanya kecurangan-
kecurangan akademik, maka kami ikhlas menerima sanksi pembatalan tugas
besar ini dengan konsekuensi tidak memperoleh nilai tugas besar sebagai
syarat kelulusan mata kuliah ini.
Demikianlah surat pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya dan sejujur-
jujurnya tanpa paksaan dari siapapun agar kami memperoleh hidayah dan barokah
ilmu dari Allah SWT untuk menyongsong masa depan kami yang lebih baik dan
berkarakter islami yang kuat.
Yogyakarta,
4
LEMBAR KONSULTASI PRAKTIKUM
KELAS :G
KELOMPOK :L
Yogyakarta,
Dosen Pengampu
5
CATATAN KONSULTASI PRAKTIKUM
6
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Besar
Perancangan Jalan ini. Laporan ini merupakan salah satu syarat mata kuliah
Perancangan Jalan yang wajib ditempuh di Jurusan Teknik Sipil Universitas Islam
Indonesia.
Pada kesempatan kali ini penulis juga ingin mengucapkan rasa terima
kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan serta motivasinya
dalam penyelesaian laporan ini, diantaranya yaitu kepada :
1. Bapak Mochammad Sigit Darmosudiharjo selaku dosen Perancangan Jalan.
2. Saudara Aditia Ilham Pratama selaku asisten dosen Perancangan Jalan.
3. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan Laporan Tugas Besar
Perancangan Jalan ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik
dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan. Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi penulis serta
mahasiswa pada umumnya.
7
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 9
1.1 Umum 9
1.1.1 Latar Belakang 9
1.1.2 Peta Lokasi 11
1.1.3 Time Schedule 11
1.2 Jalan Raya Baru
1.2.1 Langkah-Langkah Kerja Jalan Baru 13
1.2.2 Faktor Pemilihan Trase 15
1.2.3 Langkah-Langkah Untuk Membuat Trase Jalan Baru 16
1.2.4 Langkah-Langkah Untuk Membuat Trase 34
8
2.5.2 Pembuatan Alinyemen Vertikal 70
2.6 Analisis Perhitungan Trase 1 81
2.6.1 Penentuan Koordinat Trase 81
2.6.2 Perhitungan Alinyemen Horizontal 84
2.6.3 Perhitungan Jarak Pandang 92
2.6.4 Perhitungan Pelebaran di Tikungan 97
2.6.5 Perhitungan Alinyemen Vertikal 103
2.7 Analisis Perhitungan Trase 2 123
2.7.1 Penentuan Koordinat Trase 123
2.7.2 Perhitungan Alinyemen Horizontal 126
2.7.3 Perhitungan Jarak Pandang 135
2.7.4 Perhitungan Pelebaran Di Tikungan 138
2.7.5 Perhitungan Alinyemen Vertikal 143
2.8 Pemilihan Trase yang Digunakan Error! Bookmark not defined.
9
4.2 Bangunan Pelengkap Jalan (Trase 2) 171
4.2.1 Bangunan Drainase Jalan 171
4.2.2 Perhitungan Drainase Permukaan 172
4.2.3 Perhitungan Gorong-gorong 182
10
7.1 Syarat-Syarat Umum 229
7.2 Syarat-Syarat Administrasi 246
PENUTUP 261
11
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Data Hasil Survei Lalu Lintas Harian Tahun 2020....................49
1
Tabel 2.24 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi & Stasiun PVI 1 Tiap Pias
Trase 1..................................................................................................................115
Tabel 2.25 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 2 Tiap Pias
Trase 1..................................................................................................................116
Tabel 2.26 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 3 Tiap Pias
Trase 1..................................................................................................................116
Tabel 2.27 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 4 Tiap Pias
Trase 1..................................................................................................................116
Tabel 2.28 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 5 Tiap Pias
Trase 1..................................................................................................................117
Tabel 2.29 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 6 Tiap Pias
Trase 1..................................................................................................................117
Tabel 2.30 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 7 Tiap Pias
Trase 1..................................................................................................................117
Tabel 2.31 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 8 Tiap Pias
Trase 1..................................................................................................................118
Tabel 2.32 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 9 Tiap Pias
Trase 1..................................................................................................................118
Tabel 2.33 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 10 Tiap Pias
Trase 1..................................................................................................................118
Tabel 2.34 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 11 Tiap Pias
Trase 1..................................................................................................................119
2
Tabel 2.40 Rekapitulasi Perhitungan PVC Trase 2..................................147
Tabel 2.42 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 1 Tiap Pias
Trase 2..................................................................................................................149
Tabel 2.43 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 2 Tiap Pias
Trase 2..................................................................................................................149
Tabel 2.44 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 3 Tiap Pias
Trase 1..................................................................................................................149
Tabel 2.45 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 4 Tiap Pias
Trase 2..................................................................................................................150
Tabel 2.46 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 5 Tiap Pias
Trase 2..................................................................................................................150
Tabel 2.47 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 6 Tiap Pias
Trase 2..................................................................................................................150
Tabel 2.48 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 7 Tiap Pias
Trase 2..................................................................................................................151
Tabel 2.49 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 8 Tiap Pias
Trase 2..................................................................................................................151
Tabel 2.50 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 9 Tiap Pias
Trase 2..................................................................................................................151
Tabel 2.51 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 10 Tiap Pias
Trase 2..................................................................................................................152
Tabel 2.52 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 11 Tiap Pias
Trase 2..................................................................................................................152
3
Tabel 3.3 Nilai VDF dengan Keterangan Muatan....................................162
Tabel 4.5 Kecepatan Aliran Air Ijin Berdasarkan Kemiringan Saluran. .176
4
Tabel 6.11 Rincian Pekerjaan Penyiapan Badan Jalan............................210
Tabel 6.15 Rincian Pekerjaan Lapis Pondasi Agregat Bawah Kelas A...214
5
DAFTAR GAMBAR
6
Gambar 2.21 Detail Alinyemen Vertikal PPV 1 Trase 2.........................153
7
dhd
8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Umum
1.1.1 Latar Belakang
Jalan Raya merupakan sarana transportasi darat yang membentuk jaringan
transportasi untuk menghubungkan daerah-daerah, sehingga roda perekonomian
dan pembangunan dapat berputar dengan baik. Seiring dengan bertambah
kepemilikan kendaraan menyebabkan meningkatnya volume lalu lintas, sementara
kapasitas jalan tetap. Hal ini akan mengakibatkan kemacetan lalu lintas. Dengan
demikian jalan merupakan suatu kebutuhan yang cukup esensial bagi suatu daerah
dalam rangka peningkatan pertumbuhan masyarakat, baik itu di bidang ekonomi,
politik, sosial, budaya, dan hankam.
Pada kondisi masyarakat tertentu, pembangunan fasilitas transportasi ini
mendukung kemajuan dari masyarakat itu sendiri dari segi ekonomi dan aspek lain
yang mencakup kepentingan masyarakat secara luas. Dengan melihat pentingnya
jalan dalam kebutuhan masyarakat maka pembangunan jalan dilakukan dengan
semaksimal mungkin dan sangat memperhatikan dengan serius dari mulai proses
analisis, perhitungan geometrik, desain, pelaksanaan, perkerasan, serta hal-hal lain
yang menjadi bagian dari proses pembangunan jalan serta infrastruktur
transportasi khususnya di Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam.
Terdapat beberapa pertimbangan dalam perencanaan jalan sedang yaitu
bentuk dari geometrik jalan sehingga mampu memberikan pelayanan serta
kenyamanan terhadap pengguna jalan yang mampu memberikan rasa aman dan
mengoptimalkan fungsi jalan itu sendiri. Pembangunan jalan ini dilakukan dengan
menggunakan standar kelas jalan yang telah ditentukan dengan
mempertimbangkan dari segi biaya yang tentunya tidak mengesampingkan faktor
keamanan serta keselamatan baik dalam proses pembuatan sampai jalan itu
digunakan oleh pengguna jalan.
9
Menyadari hal-hal diatas, maka disusun suatu peraturan perencanaan
sedemikian rupa sehingga memberi pengembangan secara bertahap, sesuai dengan
pertimbangan yang ada. Pada dasarnya perencanaan geometrik merupakan bagian
dari perencanaan jalan, dimana dimensi yang nyata dari suatu jalan beserta
bagian- bagiannya disesuaikan dengan susunan serta sifat-sifat lalu lintas yang
akan melaluinya. Perencanaan geometrik secara umum telah menyangkut aspek-
aspek perencanaan bagian-bagian jalan antara lain :
1. Lebar jalan,
2. Tikungan,
3. Kelandaian,
4. Jarak pandang henti,
5. Jarak pandang menyiap dan juga,
6. Kondisi dari bagian-bagian tersebut.
Jarak pandang henti adalah jarak dimana kendaraan dapat berhenti dengan
aman (saat ketika pengemudi melihat rintangan hingga kendaraan berhenti
sebelum menabrak). Juga perencanaan pertemuan jalan (Intersection atau
Interchange) masuk dalam geometrik ini.
1. Intersection : Pertemuan jalan yang sebidang
2. Interchange : Pertemuan jalan yang tidak sebidang
Melalui perencanaan jalan ini diharapkan dapat menciptakan paduan yang
baik antara waktu dan ruang sehubungan dengan kendaraan yang bersangkutan
hingga dapat menghasilkan efisiensi keamanan serta kenyamanan yang optimal
dalam batas-batas ekonomi yang masih layak.
Jadi perencanaan geometrik ini adalah berhubungan dengan arus lalu
lintas, sedangkan perencanaan konstruksi berhubungan dengan beban lalu lintas
yang melalui jalan tersebut. Untuk menentukan tebal perkerasan diperlukan data
berat kendaraan. Namun demikian perencanaan geometrik ini dan perencanaan
jalan secara keseluruhan (Over All Planning)
Perencanaan suatu jalan yang lengkap tidak saja menyangkut kenyamanan,
keamanan, ekonomis, tapi juga keindahan jalan. Sehingga jalan menjadi manis
atau
10
cantik, seimbang dengan lingkungan dan memberi pemandangan yang indah
kepada pemakai jalan.
11
Membantu menyusun urutan aktivitas yang harus dikerjakan. Misalnya
time schedule pendirian rumah, yakni mulai dari waktu yang harus
diselesaikan untuk penyiapan lahan, selanjutnya diteruskan dengan
menyiapkan desain rumah, pemilihan pekerja, penyediaan bahan baku,
pengerjaan, dan seterusnya.
3. Meningkatkan efektifitas dan efisien. Dengan time schedule semua
kegiatan telah terjadwal dan diberi tenggang waktu pelaksanaannya.
Artinya, tidak ada kegiatan yang mengalir begitu saja. Dengan cara ini,
setiap orang yang terlibat di dalam kegiatan tersebut akan bersungguh-
sungguh mematuhi time schedule yang telah dibuat. Sehingga tidak ada
waktu, tenaga, biaya, maupun pikiran yang telah terbuang secara percuma.
Semua difungsikan seoptimal mungkin mengikuti time schedule tersebut.
4. Mencapai hasil riil time schedule menjelaskan urutan kegiatan yang harus
dilakukan dari awal hingga akhir. Artinya, ada bentuk riil yang akan
dicapai dengan adanya time schedule ini.
Berikut ini merupakan time schedule dari awal kegiatan perancangan jalan
di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh dari mulai tanggal 09 Maret 2022 hingga akhir
proses perancangan yaitu berakhir di tanggal 10 Juli 2022. Sangat diharapkan
tercapainya time schedule berjalan sesuai estimasi waktu.
12
1.2 Jalan Raya Baru
Pembangunan jalan raya harus pula memperhitungkan kemungkinan
pengembangan yang akan terjadi di sekitar jalan raya tersebut, perubahan
alinyemen dan desain geometri akan menjadi sangat sulit karena biaya sangat
mahal, karena ketelitian perencanaan sangat diperlukan.
1.2.1 Langkah-Langkah Kerja Jalan Baru
Langkah-langkah dari pembuatan jalan baru yaitu sebagai berikut :
1. Pembersihan lahan
Sebelum jalan dibangun maka langkah pertama yang harus dilakukan
adalah pembersihan lahan, baik pembersihan dari pohon-pohon maupun akar-akar
pohon, dan pemerataan tanah dengan menggunakan alat excavator.
2. Pemerataan tanah
Setelah lahan dibersihkan, kemudian dilakukan pekerjaan pemerataan
tanah dengan menggunakan bulldozer. Untuk memindahkan tanah bekas galian
digunakan dump truck.
3. Penghamparan material pondasi bawah
Penghamparan material pondasi bawah berupa batu kali dengan
menggunakan transportasi dump truck kemudian diratakan dan dipadatkan dengan
menggunakan alat tandem roller. Pekerjaan perataan dengan tandem roller
dilakukan lagi pada saat penghamparan lapis pondasi atas dan lapis permukaan
gunanya untuk pemadatan. Pada saat penghamparan lapis pondasi dilakukan
pekerjaan pengukuran elevasi urugan dengan alat theodolite dan perlengkapannya.
4. Penghamparan lapisan aspal
Setelah selesai penghamparan material untuk lapisan pondasi bawah baru
dilakukan proses selanjutnya adalah penghamparan aspal yang sebelumnya telah
dipanaskan terlebih dahulu hingga mencair. Untuk menghamparkan aspal
digunakan alat asphalt finisher. Setelah aspal berhasil dihamparkan dengan
elevasi jalan raya yang telah diukur menggunakan theodolite sesuai pekerjaan
perencanaan, selanjutnya adalah pemadatan dengan bulldozer hingga memenuhi
kepadatan dan elevasi yang direncanakan.
5. Tahap finishing
13
Pekerjaan selanjutnya adalah finishing pemadatan dan perataan jalan raya
dengan alat peneumatic roller. Jalan raya sudah jadi dengan konstruksi sebagai
berikut :
Keterangan : Perkerasan jalan raya dibuat berlapis-lapis seperti kue lapis,
dengan tujuan untuk dapat menerima beban dan menyebarkan beban serta
meneruskan beban ke bawahnya. Biasanya material yang dipakai untuk
perkerasan lapisan jalan raya adalah semakin kebawah semakin berkurang
kualitasnya. Karena lapisan yang ada dibawahnya semakin sedikit menerima
beban.
6. Lapisan permukaan (Surface Course)
Lapisan permukaan ini terletak paling atas pada jalan raya. Lapisan yang
langsung bersentuhan dengan pijakan atau lapisan yang langsung bersentuhan
dengan ban kendaraan. Lapisan ini berfungsi sebagai penahan beban roda
kendaraan. Lapisan permukaan tersebut juga memiliki stabilitas yang tinggi,
kedap air untuk melindungi lapisan pondasi yang ada dibawahnya. Sehingga air
mengalir ke saluran samping bagian jalan raya, tahan terhadap keausan akibat
gesekan rem kendaraan dan diperuntukan untuk meneruskan beban kendaraan ke
lapisan bagian bawahnya.
7. Lapisan pondasi atas (Base Course)
Lapisan pondasi atas terletak pada bawah lapisan permukaan. Lapisan ini
berfungsi terutama untuk menahan gaya lintang akibat beban roda dan
meneruskan ke lapisan bawahnya. Sebagai bantalan untuk lapisan permukaan, dan
lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah material yang digunakan untuk
lapisan ini adalah harus material dengan kualitas yang tinggi sehingga kuat
menahan beban yang direncanakan.
8. Lapisan pondasi bawah (Subbace Course)
Lapisan pondasi bawah adalah berada dibawah lapisan pondasi atas, dan
diatas lapisan tanah dasar. Lapisan ini berfungsi untuk menyebarkan beban lapisan
pondasi bawah ke lapisan tanah dasar jalan raya. Apabila kondisi tanah pada
lokasi pembangunan jalan raya dengan spesifikasi yang direncanakan maka tanah
tersebut akan langsung dipadatkan dengan menggunakan alat. Tebalnya berkisar
14
antara 50- 100 cm. Fungsi utamanya adalah sebagai perletakan jalan raya.
15
1.2.2 Faktor Pemilihan Trase
Ada beberapa cara untuk memilih trase yang dapat memenuhi syarat
bahwa suatu jalan layak digunakan, terutama jalan dibangun di area pegunungan.
1. Trase diusahakan jalur terpendek
Hal yang paling diutamakan perencana adalah jalan yang ekonomis.
Ekonomis dimaksudkan suatu jalan yang dapat dibangun dengan kualitas bagus
dan harga yang terjangkau. Maka dengan merencanakan trase yang pendek, biaya
dalam pembangunan jalan relatif kecil.
2. Tidak terlalu curam
Salah satu syarat dalam merencanakan jalan adalah memberikan
kenyamanan bagi pengguna jalan. Jalan yang terlalu curam akan membuat
kendaraan menjadi berat akibat adanya gaya sentrifugal. Sehingga pengguna jalan
tidak lagi menemukan kenyamanan saat menggunakan jalan tersebut.
3. Sudut luar tidak terlalu besar
Sudut luar dalam menarik trase jalan akan sangat mempengaruhi keadaan
jalan setelah dibangun. Perencanaan jalan diharapkan mampu merencanakan jalan
dengan tikungan kurang dari 90 derajat. Agar tikungan yang terbentuk tidak
terlalu tajam, sehingga aman bagi pengguna jalan.
4. Galian dan timbunan
Galian dan timbunan merupakan hal yang sangat diperhatikan dalam
merencanakan jalan. Biasanya dalam merencanakan jalan, besar timbunan dan
galian telah ditentukan terlebih dahulu. Agar biaya yang dikeluarkan untuk
melaksanakan suatu bangunan jalan tidak lebih besar dari yang tersedia.
Perencanaan jalan harus merencanakan trase jalan sedemikian rupa sehingga tidak
terjadi galian dan timbunan yang terlalu besar. Caranya dengan menarik garis
trase pada elevasi muka tanah yang tidak terlalu jauh perbedaan ketinggian antara
awal dengan akhir.
16
1.2.3 Langkah-Langkah Untuk Membuat Trase Jalan Baru
Berikut merupakan langkah-langkah untuk membuat trase jalan baru
menggunakan software Google Earth Pro 2022, Global Mapper 20.1, dan
Autodesk Civil 3D 2022.
1. Buka aplikasi Google Earth Pro 2022.
2. Kemudian cari daerah yang akan dibuat trase jalan baru pada Search Bar.
Untuk kelas kami mendapatkan daerah Aceh.
17
3. Klik Tools kemudian Options untuk mengubah sistem Degrees, Minutes,
Seconds ke Universal Transverse Mercator (UTM) dan satuan pengukuran
ke meters, kilometers. Kemudian klik Apply dan OK.
4. Buat koordinat awal dan akhir trase rencana dengan cara klik Add
Placemark, kemudian ubah nama ke Titik Awal dan Titik Akhir, zona ke
49N, dan titik sesuai dengan koordinat yang sudah ditentukan dalam KAK.
18
5. Kemudian buat area yang memuat kedua titik tersebut dengan cara klik
Add Polygon untuk membuat daerah kontur.
19
6. Selanjutnya Save Polygon tersebut dengan nama file Daerah Kontur,
kemudian Save juga Titik Awal dan Titik Akhirnya.
20
8. Klik Configuration, kemudian klik Project dan ubah Geographic
(Latitude/Longitude) ke UTM. Selanjutnya ubah Zone ke Zone 49, klik
Apply dan OK.
9. Klik Online Sources, pada Select Data Source pilih SRTM Worldwide
Elevation Data (1–arc-second Resolution, SRTM Plus V3), kemudian klik
Connect.
21
10. Import Titik Awal dan Titik Akhir, serta Daerah Polygon yang sudah di
simpan dari Google Earth Pro 2022. Selanjutnya klik kanan pada Daerah
Kontur dan pilih ZOOM_TO - Zoom to Selected Layer(s).
22
12. Kemudian klik icon “Create Contour” lalu akan muncul Contour
Generation Option, kemudian pilih Contour Bounds dan klik draw a box
pada bagian daerah kontur yang telah dibuat.
23
14. Klik File lalu Export, kemudian pilih Export Elevation Grid Format.
15. Selanjutnya muncul Select Export Format, pilih DEM, dan klik OK.
24
16. Kemudian akan muncul DEM Export Options, pilih Daerah Kontur dan
klik OK.
17. Simpan file tersebut dengan nama Area Kontur Kelompok E.dem
25
18. Buka aplikasi Autodesk Civil 3D 2022.
19. Klik kanan pada Drawing 1 dan pilih Edit Drawing Settings.
26
20. Setelah muncul tampilan pada “Drawing Settings”, pastikan drawing units
sudah dalam satuan meters. Kemudian untuk zone dipilih Indonesia lalu
untuk Coordinate System dipilih DGN 95 / UTM Zone 49 lalu apply dan
OK.
27
22. Akan muncul Grid Surface From DEM, kemudian pilih file yang akan
dibuka dan klik Open.
28
24. Klik Countur, kemudian klik kanan dan pilih Edit Surface Style.
29
26. Ketik Doptype dan tekan enter.
27. Kemudian akan muncul Point Style, pilih Point Style yang akan digunakan
dan klik OK.
30
28. Tempatkan Point pada Titik Awal.
31
30. Klik Surface, kemudian Save Drawing As dengan jenis file dalam bentuk
dwg, kemudian beri nama file dan klik Save.
31. Kemudian kembali lagi ke Global Mapper V.20.1. Lalu Klik Export dan
pilih Export Vector/Lidar Format
32
32. Akan muncul Select Export Format, kemudian pilih KML/KMZ (Vector
Data Only).
33. Pada KML/KMZ Export Options klik Use Layer Bounds, akan muncul
Select Layers, selanjutnya pilih Daerah Kontur.kmz dan klik OK.
33
34. Simpan hasil pekerjaan dengan cara klik Save As dalam bentuk KMZ
Files, beri nama dan klik Save.
35. Buka kembali Google Earth Pro 2020. Selanjutnya buka file yang sudah
disimpan sebelumnya, maka akan muncul konturnya akan muncul di
Google Earth Pro 2020.
34
1.2.4 Langkah-Langkah Untuk Membuat Trase
1. Trase Satu
a. Buka Civil 3D 2022, kemudian klik kanan pada Drawing 1, setelah itu
muncul Drawing Settings - Drawing 1. Pada Units and Zone ubah
Available coordinate system ke DGN85 / UTM zone 49N.
b. Klik Ambient Settings, pastikan semua unit satuannya sudah dalam meter.
Kemudian klik Apply dan OK.
35
c. Klik Points, kemudian pilih Create maka akan muncul Import Point, pilih
file yang akan di import dan klik Open.
d. Sesuaikan dengan format ENZ, kemudian klik centang pada Add Point to
Point Group, kemudian beri nama “Kelompok E” dan klik OK.
36
e. Tekan scroll 2 kali pada mouse, agar langsung menuju ke gambar yang
akan dikerjakan. Berikut adalah tampilan gambarnya.
f. Kemudian buat Surface dengan cara klik kanan pada Surfaces, maka akan
muncul Create Surface dan klik Style. Ubah style menjadi Contours 1m
and 5m (Background), selanjutnya klik titik tiga di sebelahnya, pilih
contours dan sesuaikan interval mayor dan minornya.
37
g. Ubah Render Material menjadi ByLayer, kemudian klik OK.
h. Klik kanan pada Point Group, kemudian klik Add dan pilih Kelompok E,
klik Apply dan OK.
38
i. Klik kanan pada “Kelompok E”, selanjutnya pilih Properties dan muncul
Point Group Properties. Pada menu Information, klik <none> pada Point
style dan Point table style. Klik Apply dan OK.
j. Pada Surfaces “Area Kontur” klik kanan, kemudian pilih Add Labels,
selanjutnya pada Label type kita ubah menjadi Contour - Multiple at
interval.
39
k. Kemudian tambahkan Command “DDTYPE” untuk membuat point style
pada titik koordinat pada daerah kontur.
l. Selanjutnya copy point style untuk dipasang pada daerah kontur sesuai
dengan koordinat titik awal. Koordinat yang dipasang menyesuaikan
KAK.
40
m. Lakukan kembali langkah 12 dengan memperhatikan koordinat titik akhir.
n. Kemudian buat beberapa titik pada area kontur dengan point style untuk
memudahkan dalam menentukan trase jalan.
41
o. Klik menu Alignment kemudian pilih Alignment Creation Tools.
p. Selanjutnya beri nama “Trase 1”, setelah itu atur Starting design speed
dengan kecepatan 80 km/h, kemudian untuk minimum radius table pilih
AASHTO 2011 Metric eMax 10%.
42
q. Kemudian akan muncul Alignment Layout Tools, pilih Tangent-Tangent
(No Curves).
43
s. Kemudian kembali klik kanan dan klik kembali dari 2-titik 3-titik 4 dan
seterusnya. Berikut merupakan hasil dari Trase 1.
2. Trase Dua
a. Buat titik awal dan titik akhir sama seperti cara yang sebelumnya.
44
b. Kemudian buat beberapa titik pada area kontur untuk membuat trase jalan
baru.
45
d. Selanjutnya beri nama “Trase 2”, setelah itu atur Starting design speed
dengan kecepatan 80 km/h, kemudian untuk minimum radius table pilih
AASHTO 2011 Metric eMax 10%.
46
f. Kemudian kembali klik kanan dan klik kembali dari 2-titik 3-titik 4 dan
seterusnya. Berikut merupakan hasil dari Trase 2.
47
BAB II
ALINYEMEN DAN TRASE
2.2 Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan dan Volume Jalan Rencana
2.2.1 Umum
Lalu lintas merupakan turunan kedua dari transportasi di dalam Undang-
Undang No 22 tahun 2009 yang didefinisikan sebagai gerak kendaraan dan orang
di Ruang Lalu Lintas Jalan, sedang yang dimaksud dengan Ruang Lalu Lintas
48
Jalan
49
adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan, orang,
dan/atau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung. Khususnya di daerah
Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, merupakan salah satu daerah yang sebagian
besar orang menggunakan kendaraan pribadi.
Perhitungan lalu lintas merupakan suatu metode perhitungan kendaraan
dalam survei lalu lintas. Perhitungan lalu lintas atau traffic counting dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu perhitungan tangan (manual) dan perhitungan
mekanik.
Volume adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik atau pada
suatu ruas jalan dalam waktu yang lama (minimal 24 jam) tanpa membedakan
arah dan lajur. Segmen jalan selama selang waktu tertentu yang dapat
diekspresikan dalam tahunan, harian (LHR), jam-an atau sub jam. Nilai arus atau
rate of flow adalah volume lalu lintas yang biasanya kurang dari satu jam tetapi
diekspresikan dalam satu jam.
Untuk mendapatkan nilai arus suatu segmen jalan yang terdiri dari banyak
tipe kendaraan maka semua tipe-tipe kendaraan tersebut harus dikonversi ke
dalam Satuan Mobil Penumpang (SMP). Konversi kendaraan ke dalam satuan
SMP diperlukan angka faktor ekivalen untuk berbagai jenis kendaraan.
Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan (LHRT) adalah jumlah lalu lintas
kendaraan rata-rata yang melewati satu jalur jalan selama 24 jam dan diperoleh
dari data selama satu tahun penuh.
50
Tabel 2.1 Data Hasil Survei Lalu Lintas Harian Tahun 2020
AADT 1 2,3,4 5B 6B 7A1 7A2 7B1 7B2 7C1 7C2A 7C2B 7C3
HV 5B 1,3
6B
7A1
7A2
7C1
7C2A
7C2B
7C3
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
51
Tabel 2.3 Dimensi Kendaraan Rencana
52
r = 4,5 %
LHR Tahun 2020:
● Mobil penumpang & kend. ringan lain = 12300
● 5B = 450
● 6B = 1500
● 7A1 = 120
● 7A2 = 280
● 7C1 = 70
● 7C2A = 55
● 7C2B = 70
● 7C3 = 30
1. LHR (2020-2024)
LHR = 𝑟 × (1 + 𝐿𝐻𝑅 2020)4
LHR dalam satuan SMP = LHR x EMP
a. Gol. Mobil penumpang dan kendaraan ringan
lain LHR = 4,5% × (1 + 12300)4
= 1466,798
LHR dalam satuan SMP = 1466,798 x 1
= 1466,798 smp
b. Gol. 5B
LHR = 4,5% × (1 + 450)4
= 536,633
LHR dalam satuan SMP = 536,633 x 1,3
= 697,623 smp
c. Gol. 6B
LHR = 4,5% × (1 + 1500)4
= 1788,778
LHR dalam satuan SMP = 1788,778 x 1,3
= 2325,411 smp
53
Tabel 2.4 Rekapitulasi Lalu Lintas Harian Rata-Rata
JUMLAH 18659,935
𝑉𝐽𝑅 = 𝐿𝐻𝑅𝑇𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 𝐾
×𝐹
Faktor K didefinisikan sebagai rasio antara volume lalu lintas pada jam
sibuk terhadap LHRT. Faktor K dan F tergantung pada karakteristik lalu-lintas.
Berikut ini diberikan Tabel yang memberikan korelasi antara LHRT Rencana,
faktor K dan faktor F, diambil dari “Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Raya
Antar Kota”- Ditjen Bina Marga 1997:
54
Tabel 2.5 Faktor K dan Faktor F
𝑉𝐽𝑅 = 𝐿𝐻𝑅𝑇𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 𝐾
×𝐹
7%
𝑉𝐽𝑅 = 18.659,935 ×
1% = 13.619,544
Kolektor III A 8
III B
Sumber : Bina Marga 1997
55
dengan pagar ruang milik jalan, paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah dan
dilengkapi dengan median.
2. Jalan raya
Jalan raya (highway) adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus dengan
pengendalian jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi dengan median,
paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah.
3. Jalan sedang
Jalan sedang (road) adalah jalan umum dengan lalu lintas jarak sedang dengan
pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2
(dua) arah dengan lebar paling sedikit 7 (tujuh) meter.
4. Jalan kecil
Jalan kecil (street) adalah jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat,
paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar paling sedikit 5,5
(lima setengah) meter.
2.3.2 Fungsi Jalan
Jalan umum menurut fungsinya berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang No
38 Tahun 2004 tentang Jalan dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor,
jalan lokal, dan jalan lingkungan.
1. Jalan arteri
Jalan arteri meliputi jalan arteri primer dan arteri sekunder. Jalan arteri primer
merupakan jalan arteri dalam skala wilayah tingkat nasional, sedangkan jalan
arteri sekunder merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah
jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Angkutan utama adalah angkutan
bernilai ekonomis tinggi dan volume besar.
2. Jalan kolektor
Jalan kolektor meliputi jalan kolektor primer dan jalan kolektor sekunder.
Jalan kolektor primer merupakan jalan kolektor dalam skala wilayah,
sedangkan jalan kolektor sekunder dalam skala perkotaan. Jalan kolektor
merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau
56
pembagi dengan ciri
57
perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk
dibatasi.
3. Jalan lokal
Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4. Jalan lingkungan
Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
2.3.3 Status Jalan
Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional,
jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.
1. Jalan Nasional
Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan
primer yang menghubungkan antar ibu kota provinsi, dan jalan strategis
nasional, serta jalan tol. Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian
sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan
membayar tol. Tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk
penggunaan jalan.
2. Jalan Provinsi
Jalan provinsi adalah jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibu kota provinsi dengan ibu kota kabupaten/kota, atau antar
ibu kota kabupaten/kota dan jalan strategis provinsi.
3. Jalan Kabupaten
Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer
yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan provinsi di atas, yang
menghubungkan ibu kota kabupaten dengan ibu kota kecamatan, ibu kota
kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan
umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan
jalan strategis kabupaten.
4. Jalan Kota
58
Jalan kota merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil menghubungkan antar persil, serta menghubungkan
antar pusat permukiman yang berada di dalam kota.
5. Jalan Desa
Jalan desa adalah jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar
permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
59
Tabel 2.7 Standar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 Tahun 2011
60
Lanjutan Tabel 2.7 Standar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 Tahun 2011
61
Lanjutan Tabel 2.7 Standar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 Tahun 2011
62
Tabel 2.8 Lebar Lajur Jalan Ideal
Berdasarkan dari tabel di atas pada fungsi jalan arteri dengan kelas I,
didapatkan lebar jalur ideal sebesar 3,75 m.
Dengan Jalan Kelas I – jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor,
termasuk yang memiliki muatan dengan lebar tidak melebihi 2500 mm, ukuran
panjang tidak melebihi 1800 mm, dan berat maksimal tidak lebih dari 10 ton. Dari
tabel di atas didapatkan lebar lajur ideal sebesar 7,0 m dan lebar bahu jalan
sebesar 2,0 m.
2.3.4 Bagian-Bagian Jalan dan Pemanfaatannya
1. Bahu jalan adalah jalur yang terletak berdampingan dengan Jalur lalu lintas
yang berfungsi sebagai:
a. ruangan untuk tempat berhenti sementara kendaraan yang mogok atau
yang sekedar berhenti karena pengemudi ingin berorientasi mengenai
jurusan yang akan ditempuh, atau untuk beristirahat.
63
b. ruangan untuk menghindarkan diri pada saat-saat darurat, sehingga dapat
mencegah terjadinya kecelakaan.
c. memberikan kelegaan pada pengemudi, dengan demikian dapat
meningkatkan kapasitas jalan yang bersangkutan.
d. memberikan sokongan pada konstruksi perkerasan jalan dari arah samping.
e. ruangan pembantu pada waktu mengadakan pekerjaan perbaikan atau
pemeliharaan jalan (untuk tempat penempatan alat-alat, dan penimbunan
bahan material).
f. ruangan untuk lintasan kendaraan-kendaraan patroli, ambulans, yang
sangat dibutuhkan pada keadaan darurat seperti terjadinya kecelakaan.
2. Median berfungsi sebagai:
a. menyediakan daerah netral yang cukup lebar dimana pengemudi masih
dapat mengontrol kendaraannya pada saat-saat darurat.
b. menyediakan jarak yang cukup untuk membatasi/mengurangi kesilauan
terhadap lampu besar dari kendaraan yang berlawanan arah.
c. menambah rasa kelegaan, kenyamanan dan keindahan bagi setiap
pengemudi.
d. mengamankan kebebasan samping dari masing-masing arah arus lalu lintas.
3. Besarnya lebar lajur lalu lintas hanya dapat ditentukan dengan pengamatan
langsung di lapangan karena:
a. Lintasan kendaraan yang satu tidak mungkin akan dapat diikuti oleh
lintasan kendaraan lain dengan tepat.
b. Lajur lalu lintas tak mungkin tepat sama dengan lebar kendaraan
maksimum. Untuk keamanan dan kenyamanan setiap pengemudi
membutuhkan ruang gerak antara kendaraan.
c. Lintasan kendaraan tak mungkin dibuat tetap sejajar sumbu lajur lalu
lintas, karena kendaraan selama bergerak akan mengalami gaya-gaya
samping seperti tidak ratanya permukaan, gaya sentrifugal di tikungan, dan
gaya angin akibat kendaraan lain yang menyiap.
Lebar lajur lalu lintas dipengaruhi oleh faktor-faktor Kapasitas Dasar dan
Kapasitas Mungkin. Kapasitas Dasar dan Kapasitas Mungkin dari suatu jalan
64
dapat
65
berkurang dikarenakan oleh lebar lajur yang sempit dan penyempitan lebar bahu,
hambatan di sepanjang daerah manfaat jalan, kelandaian, serta kendaraan yang
berukuran besar.
66
Klasifikasi jenis medan berdasarkan kemiringan untuk merancang
geometrik yang tertera pada Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota
N0. 038/T/BM/1997. Berdasarkan tata cara tersebut,trase 1 memiliki kemiringan
rata-rata sebesar 5,476%. Sedangkan pada trase 2 memiliki kemiringan rata-rata
sebesar 4,254%. Sehingga, kedua trase tersebut termasuk dalam medan jalan
perbukitan (B) karena kemiringan rata-rata medannya berada di 3 - 25%.
Perhitungan medan jalan pada trase 1 adalah sebagai berikut:
Potongan 0-0 = 15,523−15,671 × 100 = 4,6%
10
15,671−15,820
Potongan 1-1 = × 100 = 2,4%
10
67
Tabel 2.12 Kecepatan Rencana (Vr) Sesuai Klasifikasi Fungsi dan
Klasifikasi Medan Jalan
Dari klasifikasi di atas dengan data yang dimiliki yaitu didapatkan kondisi
medan perbukitan. Maka, sesuai dengan klasifikasi fungsi jalan dan medan jalan
akan digunakan kecepatan rencana (Vr) sebesar 80 km/jam.
b. Kemudian pilih garis pertama dengan garis kedua pada tikungan pertama
68
c. Pilih titik tengah pada tikungan untuk menentukan radius
69
e. Lalu pilih 210 m untuk specify radius
70
g. Klik spasi kembali untuk menentukan specify spiral out length dengan
memilih 72 m.
71
i. Lakukan step yang sama seperti diatas untuk titik pada tikungan kedua
j. Lakukan step kembali yang sama seperti diatas untuk titik pada tikungan ketiga
72
k. Lakukan step kembali yang sama seperti diatas untuk titik pada tikungan
keempat
73
2.5.2 Pembuatan Alinyemen Vertikal
a. Klik titik tikungan yang sebelumnya sudah dibuat. Lalu klik kanan dan pilih
Edit Superelevation
b. Akan muncul tampilan seperti diatas. Lalu pilih Calculate superelevation now
74
c. Kemudian pilih Divided Planar with Median
d. Klik Lines. Lalu atur Normal Lane Width dengan ukuran 3,75 m dan
Normal Lane Slope dengan angka -2%
75
e. Lalu klik Shoulder Control lalu isi garis centang pada calculate bagian
Outside edge shoulders. Kemudian isi Normal shoulders width dengan angka
1.5 m dan Normal shoulders slope dengan angka -4%
76
g. Klik icon untuk memunculkan hasil superelevasi seperti diatas pada titik
tikungan pertama.
h. Klik icon untuk memunculkan hasil superelevasi seperti diatas pada titik
tikungan kedua.
77
i. Klik icon untuk memunculkan hasil superelevasi seperti diatas pada titik
tikungan ketiga.
j. Klik icon untuk memunculkan hasil superelevasi seperti diatas pada titik
tikungan keempat.
78
k. Klik Profile kemudian pilih Create Surface Profile.
79
m. Lalu klik Create Profil View.
80
o. Klik kanan pada area medan lalu Edit Profile View Style.
81
q. Klik Profile kemudian Profile Creation Tools
82
s. Klik Design Criteria lalu atur default criteria dengan AASHTO 2011,
kemudian OK.
t.Akan muncul Profile Layout Tools, lalu klik kemudian pilih Draw Tangents
With Curves
83
u. Pilih type “Parabolic”, lalu atur Length pada Crest Curves dan Sag Curves
dengan angka 150 m. lalu OK.
v. Tarik garis desain untuk melintang jalan yang nantinya akan digunakan untuk
pembuatan lengkung vertikal.
84
w. Klik icon untuk memunculkan
hasil
85
b. Rute jalan dipilih sedatar mungkin mengikuti garis kontur atau transisi.
c. Syarat antara sudut belokan pertama dan sudut belokan kedua diusahakan
sepanjang-panjangnya.
d. Perencanaan sudut belok pada masing-masing tikungan disesuaikan dengan
kecepatan rencana kendaraan (Vr)
Dalam pengerjaan ini, perhitungan dalam koordinat trase berikut ini:
1. Koordinat Trase
Titik koordinat didapatkan pada rincian pada program Autodesk Civil 3D,
berikut ini merupakan koordinat pada trase pertama.
Titik Koordinat
X Y
A 821469 595402
1 821146 595468
2 820757 595050
3 820815 594198
4 819665 593358
B 819660 592936
86
= √(820757 − 820815)2 + (595050 − 594198)2
= 853,972 m
𝛼𝐴−1 𝑋1−𝑋𝐴
= 90° − 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 | |
𝑌1−𝑌𝐴
821146−821469
= 90° − 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 |595468−595402 |
= 78,451°
𝑋2−𝑋1
𝛼1−2 = 90° + 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 | |
𝑌2−𝑌1
820757−821146
= 90° + 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 |595050−595468 |
= 137,058°
𝑋3−𝑋2
𝛼2−3 = 90° + 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 | |
𝑌3−𝑌2
820815−820757
= 90° + 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 |594198−595050 |
= 176,106°
𝑋4−𝑋3
𝛼3−4 = 90° + 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 | |
𝑌4−𝑌3
819665−820815
= 90° + 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 |593358−594198 |
= 126,146°
𝑋𝐵−𝑋4
𝛼4−𝐵 = 90° + 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 | |
𝑌𝐵−𝑌4
819660−819665
= 90° + 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 |592936−593358 |
= 179,321°
4. Perhitungan Sudut Delta (Δ)
87
𝛥1 = (𝛼1−2) − (𝛼𝐴−1)
88
= 137,058° - 78,451°
= 58,607°
𝛥2 = (𝛼2−3) − (𝛼1−2)
= 176,106° - 137,058°
= 39,048°
𝛥3 = (𝛼3−4) − (𝛼2−3)
= 126,146° - 176,106°
= 49,960°
𝛥4 = (𝛼4−5) − (𝛼3−4)
= 179,321° - 126,146°
= 53,175
2.6.2 Perhitungan Alinyemen Horizontal
1. Jari-Jari Tikungan
a. Menurut Bina Marga 1997
Perencanaan alinyemen horizontal radius tikungan dipengaruhi oleh nilai e dan
f serta nilai kecepatan rencana yang diterapkan. Artinya terdapat nilai radius
minimum untuk nilai superelevasi maksimum dan koefisien melintang
maksimum.
89
Lanjutan Tabel 2.14 R Minimum dan D Minimum untuk Beberapa
Kecepatan Rencana
Keterangan :
𝑅𝑚𝑖𝑛 = jari-jari minimum (m)
Vr = kecepatan rencana (km/jam)
𝑒𝑚𝑎𝑥 = superelevasi maksimum (%)
𝑓𝑚𝑎𝑥 = koefisien gesekan melintang
𝑅𝑚𝑖𝑛
802
= 127×(8%+0,14) = 229,062 m
90
b. Menurut AASHTO 2011
91
2. Jenis Tikungan
a. Tikungan 1
Vr = 80 km/jam
Rc = 210 m
Ls = 72 m
e = 0,020
𝛥1 = 58,607°
𝐿𝑠×90
θs = 𝜋×𝑅𝑐
72×90
= 𝜋×210
= 9,821°
𝛥𝑐 = 𝛥1- 2θs
= 58,607° - 2 (9,821°)
= 38,965°
𝛥𝐶
Lc = [2 × 𝜋 × 𝑅𝑐] × [ ]
360°
38,965°
= [2 × 𝜋 × 210] × [ ]
360°
= 142,814 m
Ltot = Lc + 2Ls
= 142,814 + 2 (72)
= 286,814 m
286,814
½ Ltot = 2
= 143,407 m
Kaki Terpendek = 275,502 m
𝐿𝑠3
Xc = 𝐿𝑠 − [ ]
40 𝑅𝑐2
723
= 72 − [ ]
40 2102
= 71,788 m
2
Yc =( 𝐿𝑠
)
6 × 𝑅𝑐
2
72
=( )
6 × 210
= 4,114 m
92
P = Yc – (1 – cos θs). Rc
= 4,114 – (1 – cos 9,821°). 210
= 1,03 m
k = Xc – Rc sin θs
= 71,788 – 210 sin 9,821°
= 35,969 m
Ts = (Rc + P) tan Δ/2 + k
= (210 + 1,03) tan 58,607/2 + 35,969
= 154,408 m
Es = (Rc + p) × sec 1 𝛥
− 𝑅𝑐
2 1
= 31,994 m
Kesimpulannya, karena Syarat Ts < Kaki terpendek (OK)! tikungan
pertama pada Trase Pertama menggunakan tikungan S-C-S
b. Tikungan 2
Vr = 80 km/jam
Rc = 210 m
Ls = 72 m
e = 0,02
𝛥2 = 39,048°
𝐿𝑠×90
θs = 𝜋×𝑅𝑐
72×90
= 𝜋×210
= 9,821°
∆c = 𝛥2- 2θs
= 39,048° - 2 (9,821°)
= 19,406°
𝛥𝑐
Lc = [2 × 𝜋 × 𝑅𝑐] × [ ]
360°
19,406°
= [2 × 𝜋 × 210] × [ ]
360°
= 71,126 m
93
Ltotal = Lc + 2Ls
= 71,126 + 2 (72)
= 215,126 m
215,126
½ Ltot = 2
= 107,563 m
Kaki terpendek = 416,986 m
𝐿𝑠3
Xc = 𝐿𝑠 − [ ]
40 𝑅𝑐2
723
= 72 − [ ]
40 2102
= 71,788 m
2
Yc =( 𝐿𝑠
)
6 × 𝑅𝑐
2
=( 72
)
6 × 210
= 4,114 m
P = Yc – ( 1 – cos θs ) . Rc
= 4,114 – ( 1 – cos 9,821°) . 210
= 1,03 m
k = Xc – Rc sin θs
= 71,788 – 210 sin 9,821°
= 35,969 m
Ts = (Rc + P) tan 𝛥2/2 + k
= (210 + 1,03) tan 39,048/2 + 35,969
= 110,797 m
Es = (Rc + p) ×sec 1 𝛥
2 − 𝑅𝑐
2
= 13,902 m
Kesimpulannya, karena Syarat Ts < Kaki terpendek (OK)!, tikungan
kedua pada Trase Pertama menggunakan tikungan S-C-S
c. Tikungan 3
Vr = 80 km/jam
94
Rc = 210 m
Ls = 72 m
e = 0,02
𝛥3 = 49,960°
𝐿𝑠×90
θs = 𝜋×𝑅𝑐
72×90
= 𝜋×210
= 9,821°
∆c = 𝛥3- 2θs
= 49,960° - 2 (9,821°)
= 30,318°
𝛥𝑐
Lc = [2 × 𝜋 × 𝑅𝑐] × [ ]
360°
30,318°
= [2 × 𝜋 × 210] × [ ]
360°
= 111,122 m
Ltotal = Lc + 2Ls
= 111,122 + 2 (72)
= 255,122m
255,122
½ Ltot = 2
= 127,561 m
Kaki terpendek = 702,057 m
𝐿𝑠3
Xc = 𝐿𝑠 − [ ]
40 𝑅𝑐2
723
= 72 − [ ]
40 2102
= 71,788 m
2
Yc =( 𝐿𝑠
)
6 × 𝑅𝑐
2
72
=( )
6 × 210
= 4,114 m
P = Yc – ( 1 – cos θs ) . Rc
= 4,114 – ( 1 – cos 9,821°) . 210
95
= 1,03 m
k = Xc – Rc sin θs
= 71,788 – 210 sin 9,821°
= 35,969 m
Ts = (Rc + P) tan 𝛥3/2 + k
= (210 + 1,03) tan 49,960/2 + 35,969
= 134,283 m
Es = (Rc + p) × sec 1 𝛥
2 − 𝑅𝑐
3
= 22,806 m
Kesimpulannya, karena Syarat Ts < Kaki terpendek (OK)!, tikungan
ketiga pada Trase Pertama menggunakan tikungan S-C-S
d. Tikungan 4
Vr = 80 km/jam
Rc = 210 m
Ls = 72 m
e = 0,02
𝛥4 = 53,175°
𝐿𝑠×90
θs = 𝜋×𝑅𝑐
72×90
= 𝜋×210
= 9,821°
∆c = 𝛥4- 2θs
= 53,175° - 2 (9,821°)
= 33,534°
Kaki terpendek = 268,020 m
𝛥𝑐
Lc = [2 × 𝜋 × 𝑅𝑐] × [ ]
360°
33,534°
= [2 × 𝜋 × 210] × [ ]
360°
= 122,908 m
Ltotal = Lc + 2Ls
96
= 122,908 + 2 (72)
= 266,908 m
266,908
½ Ltot = 2
= 133,454 m
𝐿𝑠3
Xc = 𝐿𝑠 − [ ]
40 𝑅𝑐2
723
= 72 − [ ]
40 2102
= 71,788 m
2
Yc =( 𝐿𝑠
)
6 × 𝑅𝑐
2
72
=( )
6 × 210
= 4,114 m
P = Yc – ( 1 – cos θs ) . Rc
= 4,114 – ( 1 – cos 9,821°) . 210
= 1,03 m
k = Xc – Rc sin θs
= 71,788 – 210 sin 9,821°
= 35,969 m
Ts = (Rc + P) tan 𝛥4/2 + k
= (210 + 1,03) tan 53,175/2 + 35,969
= 141,588 m
Es = (Rc + p) ×sec 1 𝛥
2 − 𝑅𝑐
4
= 25,984 m
Kesimpulannya, karena Syarat Ts < Kaki terpendek (OK)!,
tikungan keempat pada Trase Pertama menggunakan tikungan S-C-S.
2.6.3 Perhitungan Jarak Pandang
Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi
pada saat mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu
halangan yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk
97
menghindari
98
bahaya tersebut dengan aman. Dibedakan dua jarak pandang, yaitu Jarak Pandang
Henti (JPH) dan Jarak Pandang Menyiap (JPM).
1. Jarak Pandang Henti (JPH)
JPH adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk
menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di
depan. Setiap titik di sepanjang jalan harus memenuhi JPH. JPH diukur
berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi
halangan 15 cm diukur dari permukaan jalan. JPH terdiri atas 2 elemen jarak,
yaitu :
a. Jarak Tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak
pengemudi melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti
sampai saat pengemudi menginjak rem; dan
b. Jarak Pengereman (Jhr) adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan
kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti.
JPH, dalam satuan meter, dapat dihitung dengan rumus :
𝑉𝑟2
JPH = 0,278 × 𝑉𝑟 × 𝑡 + 0,039 ×
254×𝑎+𝐺
𝑔
Keterangan :
Vr = kecepatan rencana (km/jam)
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5
detik a = perlambatan longitudinal
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 𝑚/𝑑𝑒𝑡2
G = kelandaian maksimum jalan
Diketahui :
Vr = 80 km/jam
t = 2,5 detik
a = 3,4 m/s2
g = 9,81 m/s2
G = 5%
99
𝑉𝑟2
JPH = 0,278 × 𝑉𝑟 × 𝑡 + 0,039 ×
254× 𝑎+𝐺
𝑔
802
= 0,278 × 80 × 2,5 + 0,039 ×
254× 3,4 +5%
9,81
= 58,078 m
100
JPM = D1 + D2 + D3 + D4
D1 = 0,278 × 𝑡1 𝑎×𝑡1
× (𝑉𝑟 − 𝑚 + )
2
D2 = 0,278 × t2 × Vr
D3 = 30 m - 100 m, digunakan 50 m
D4 = 2 × 𝑑
3 2
t1 = 2,12 + 0,026 × Vr
t2 = 6,56 + 0,048 × Vr
a = 2,052 + 0,0036 × Vr
Keterangan :
Vr = Kecepatan rencana
t1 = Waktu tanggap
t2 = Waktu kendaraan berada pada lajur
kanan m = Perbedaaan kecepatan (15 km/jam)
a = percepatan rata-rata bergantung pada kecepatan rencana 2,26-2.36
km/j/detik
d1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m)
d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke
lajur semula (m)
d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang
datang dari arah berlawanan setelah proses mendahului selesai (m)
d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan yang
besarnya diambil sama dengan 213 d3 (m).
Diketahui :
Vr = 80 km/jam
m = 15 km/jam
t1 = 2,12 + 0,026 × Vr
= 2,12 + 0,026 × 80
= 4,2 detik
101
t2 = 6,56 + 0,048 × Vr
= 6,56 + 0,048 × 80
= 10,4 detik
a = 2,052 + 0,0036 × Vr
= 2,052 + 0,0036 × 80
= 2,34 km/jam
D1 = 0,278 × 𝑡1 𝑎×𝑡1
× (𝑉𝑟 − 𝑚 + )
2
2,34×4,2
= 0,278 × 4,2 × (80 − 15 + )
2
= 81,632 m
D2 = 0,278 × t2 × Vr
= 0,278 × 10,4 × 80
= 231,296 m
D3 = 30 m - 100 m, digunakan 50 m
D4 =2×𝑑
3 2
= × 231,296
2
3
= 154,197 m
JPM = D1 + D2 + D3 + D4
= 81,632 + 231,296 + 50 + 154,197
= 517,125 m
JPM yang sesuai dengan Vr ditetapkan dari Tabel 2.23 dibawah ini :
panjang
102
minimum 30% dari panjang total ruas jalan tersebut.
103
2.6.4 Perhitungan Pelebaran di Tikungan
Pada perancangan jalan ini, kami menggunakan jalan kelas I. Menurut
Departemen PU tahun 1997, untuk jalan kelas I, Kendaraan yang digunakan
adalah truk/bus gandengan dengan ketentuan sebagai berikut.
Lebar kendaraan (b) = 2,60 m
Jarak antar-gandar (p) = 8,60 m
Tonjolan depan kendaraan (A) = 1,20 m
104
Tabel 2.17 Jari-Jari yang Diizinkan Tanpa Lengkung Peralihan
60 700
80 1250
100 2000
120 5000
1. Tikungan Pertama
Data perhitungan
Jumlah lajur (n) = 2 lajur
Lebar jalur = 3,75 m
Lebar perkerasan pada bagian lurus (Bn) = 2 x 3,75 m
Jari-jari pada tengah lintasan (R) = 210 m
Kecepatan Rencana (Vr) = 80 km/jam
a. Rc adalah radius lengkung untuk lintasan lurus roda depan yang besarnya
dipengaruhi oleh sudut .
1 𝐵𝑛 1
Rc = 𝑅 − [ ( )] + [ × 𝑏]
2 2 2
1 7,5 1
= 210 − [ ( )] + [ × 2,6]
2 2 2
= 209,43 m
b. B adalah lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan pada
lajur sebelah dalam.
B = √{ 1 2 1
√𝑅𝑐 − (𝑝 + 𝐴)2 + 𝑏} + (𝑝 + 𝐴)2 − √𝑅𝑐2 − (𝑝 + 𝐴)2 + 𝑏
2 2 2
2 2
= √{√209,43 1
− (8,6 + 2,1)2 + × 2,6} + (8,6 + 2,1)2 −
2
2 1
√209,43 − (8,6 + 2,1)2 + × 2,6
2
= 2,872 m
c. Off Tracking (U)
U =B-b
= 2,872 - 2,6
105
= 0,272 m
d. Tambahan akibat kesukaran mengemudi di tikungan
(Z) 0,105 𝑉𝑟
Z =
√𝑅
0,105×80
= √210
= 0,58 m
e. Tambahan lebar perkerasan di tikungan 1 (∆b)
C = Kebebasan Samping
C = 1 Bn - b
2
= 1 × 7,5 − 2,6
2
= 1,15
Bt = n (B + C) + Z
= 2 (2,872 + 0,9) + 0,58
= 8,124 m
Δb = Bt - Bn
= 8,124 - 7,5
= 0,624 m
½ Δb = ½ × 0,624
= 0,312 m
2. Tikungan Kedua
Data perhitungan
Jumlah lajur (n) = 2 lajur
Lebar jalur = 3,75 m
Lebar perkerasan pada bagian lurus (Bn) = 2 x 3,75 m
Jari-jari pada tengah lintasan (R) = 210 m
Kecepatan Rencana (Vr) = 80 km/jam
a. Rc adalah radius lengkung untuk lintasan lurus roda depan yang besarnya
dipengaruhi oleh sudut .
1 𝐵𝑛 1
Rc = 𝑅 − [ ( )] + [ × 𝑏]
2 2 2
1 7,5 1
= 210 − [ ( )] + [ × 2,6]
2 2 2
106
= 209,43 m
b. B adalah lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan pada
lajur sebelah dalam.
B = √{ 1 2 1
√𝑅𝑐 − (𝑝 + 𝐴)2 + 𝑏} + (𝑝 + 𝐴)2 − √𝑅𝑐2 − (𝑝 + 𝐴)2 + 𝑏
2 2 2
2
2 1
= √{√209,43 − (8,6 + 2,1)2 + × 2,6} + (8,6 + 2,1)2 −
2
2 1
√209,43 − (8,6 + 2,1)2 + × 2,6
2
= 2,872 m
c. Off Tracking (U)
U =B-b
= 2,872 - 2,6
= 0,272 m
d. Tambahan akibat kesukaran mengemudi di tikungan
(Z) 0,105 𝑉𝑟
Z =
√𝑅
0,105×80
= √210
= 0,58 m
e. Tambahan lebar perkerasan di tikungan 1
(∆b) C = Kebebasan Samping
C = 1 Bn - b
2
= 1 × 7,5 − 2,6
2
= 1,15
Bt = n (B + C) + Z
= 2 (2,872 + 0,9) + 0,58
= 8,124 m
Δb = Bt - Bn
= 8,124 - 7,5
= 0,624 m
½ Δb = ½ × 0,624
= 0,312 m
107
3. Tikungan Ketiga
Data perhitungan
Jumlah lajur (n) = 2 lajur
Lebar jalur = 3,75 m
Lebar perkerasan pada bagian lurus (Bn) = 2 x 3,75 m
Jari-jari pada tengah lintasan (R) = 210 m
Kecepatan Rencana (Vr) = 80 km/jam
a. Rc adalah radius lengkung untuk lintasan lurus roda depan yang besarnya
dipengaruhi oleh sudut .
1 𝐵𝑛 1
Rc = 𝑅 − [ ( )] + [ × 𝑏]
2 2 2
1 7,5 1
= 210 − [ ( )] + [ × 2,6]
2 2 2
= 209,43 m
b. B adalah lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan pada
lajur sebelah dalam.
B = √{ 1 2 1
√𝑅𝑐 − (𝑝 + 𝐴)2 + 𝑏} + (𝑝 + 𝐴)2 − √𝑅𝑐2 − (𝑝 + 𝐴)2 + 𝑏
2 2 2
2
2 1
= √{√209,43 − (8,6 + 2,1)2 + × 2,6} + (8,6 + 2,1)2 −
2
2 1
√209,43 − (8,6 + 2,1)2 + × 2,6
2
= 2,872 m
c. Off Tracking (U)
U =B-b
= 2,872 - 2,6
= 0,272 m
d. Tambahan akibat kesukaran mengemudi di tikungan
(Z) 0,105 𝑉𝑟
Z =
√𝑅
0,105×80
= √210
= 0,58 m
e. Tambahan lebar perkerasan di tikungan 1
(∆b) C = Kebebasan Samping
108
C = 1 Bn - b
2
= 1 × 7,5 − 2,6
2
= 1,15
Bt = n (B + C) + Z
= 2 (2,872 + 0,9) + 0,58
= 8,124 m
Δb = Bt - Bn
= 8,124 - 7,5
= 0,624 m
½ Δb = ½ × 0,624
= 0,312 m
4. Tikungan Keempat
Data perhitungan
Jumlah lajur (n) = 2 lajur
Lebar jalur = 3,75 m
Lebar perkerasan pada bagian lurus (Bn) = 2 x 3,75 m
Jari-jari pada tengah lintasan (R) = 210 m
Kecepatan Rencana (Vr) = 80 km/jam
a. Rc adalah radius lengkung untuk lintasan lurus roda depan yang besarnya
dipengaruhi oleh sudut .
1 𝐵𝑛 1
Rc = 𝑅 − [ ( )] + [ × 𝑏]
2 2 2
1 7,5 1
= 210 − [ ( )] + [ × 2,6]
2 2 2
= 209,43 m
b. B adalah lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan pada
lajur sebelah dalam.
B = √{ 1 2 1
√𝑅𝑐 − (𝑝 + 𝐴)2 + 𝑏} + (𝑝 + 𝐴)2 − √𝑅𝑐2 − (𝑝 + 𝐴)2 + 𝑏
2 2 2
=√{√ 1 2
209,432 − (8,6 + 2,1)2 + × 2,6} + (8,6 + 2,1) −
2
2
1
√209,432 − (8,6 + 2,1)2 + × 2,6
2
109
= 2,872 m
110
c. Off Tracking (U)
U =B-b
= 2,872 - 2,6
= 0,272 m
d. Tambahan akibat kesukaran mengemudi di tikungan
(Z) 0,105 𝑉𝑟
Z =
√𝑅
0,105×80
= √210
= 0,58 m
e. Tambahan lebar perkerasan di tikungan 1
(∆b) C = Kebebasan Samping
C = 1 Bn - b
2
= 1 × 7,5 − 2,6
2
= 1,15
Bt = n (B + C) + Z
= 2 (2,872 + 0,9) + 0,58
= 8,124 m
Δb = Bt - Bn
= 8,124 - 7,5
= 0,624 m
½ Δb = ½ × 0,624
= 0,312 m
2.6.5 Perhitungan Alinyemen Vertikal
Menurut buku Rekayasa Jalan Raya yang diterbitkan oleh Gunadarma
(1997) menyatakan, alinyemen vertikal adalah perpotongan antara bidang vertikal
dengan sumbu jalan. Untuk jalan dengan dua lajur, alinyemen vertikal ini adalah
perpotongan bidang vertikal melalui sumbu jalan, sedangkan untuk jalan dengan
jumlah lajur banyak, dengan median yang dimaksud dengan alinyemen vertikal
adalah perpotongan bidang vertikal melalui tepi dalam masing-masing perkerasan.
Di dalam perancangan geometrik jalan harus diusahakan agar alinyemen
vertikal mendekati permukaan tanah asli yang secara teknis berfungsi sebagai
111
tanah
112
dasar, untuk dapat mengurangi pekerjaan tanah. Agar tidak terjadi kesulitan dalam
masalah pengairan drainase permukaan jalan, sedapat mungkin diusahakan agar
permukaan jalan berada di atas permukaan tanah asli. Namun demikian, perlu juga
diperhatikan aspek lain yang berkaitan dengan alinyemen horizontal. Dalam
perancangan alinyemen vertikal perlu diperhatikan elevasi genangan air di tempat-
tempat tertentu agar permukaan jalan tidak terendam air pada saat terjadi
genangan.
1. Perhitungan Kelandaian
Perhitungan kelandaian menggunakan data elevasi rencana dan stasiun.
Berikut ini merupakan data titik elevasi rencana beserta stasiun perhitungan
alinyemen vertikal pada Trase 1 (Pertama):
113
Rumus Kelandaian:
Dengan cara yang sama akan didapatkan hasil perhitungan seperti pada
tabel di bawah ini:
Kelandaian (%)
g1 1,482
g2 0,00
g3 -1,857
g4 0,00
g5 1,533
g6 0,00
g7 -0,396
g8 0,00
g9 -1,731
g10 0,00
g11 -3,219
g12 0,00
2. Perhitungan PPV
a. PPV1
Δ1 = |𝑔2| − |𝑔1|
= |0,00| − |1,482|
114
= - 1,482
Stasiun PPV1 = √(𝑆𝑡𝑎. 𝑃𝑉1 − 𝑆𝑡𝑎. 𝐴𝐴)2 − (𝑒𝑙. 𝑃𝑉1 − 𝑒𝑙. 𝐴𝐴)2
= √(227,50 − 0,00)2 − (18,904 − 15,523)2
= 227.53
b. PPV2
Δ2 = |𝑔3| − |𝑔2|
= |−1,86| − |0,00|
= 1,86
Stasiun PPV2 = √(𝑆𝑡𝑎. 𝑃𝑉2 − 𝑆𝑡𝑎. 𝑃𝑉1)2 − (𝑒𝑙. 𝑃𝑉2 − 𝑒𝑙. 𝑃𝑉1)2
= √(727,50 − 227,50)2 − (18,904 − 18,904)2
= 500
c. PPV3
Δ3 = |𝑔4| − |𝑔3|
= |0,00| − |−1,86|
= 1,86
Stasiun PPV3 = √(𝑆𝑡𝑎. 𝑃𝑉3 − 𝑆𝑡𝑎. 𝑃𝑉2)2 − (𝑒𝑙. 𝑃𝑉3 − 𝑒𝑙. 𝑃𝑉2)2
= √(953,64 − 727,5)2 − (14,705 − 18,904)2
= 226,18
Lakukan langkah yang sama seperti diatas maka akan didapat hasil
seperti tabel dibawah :
PPV
PPV1 227,53
PPV2 500,00
PPV3 226,18
PPV4 500,00
PPV5 227,37
115
Lanjutan Tabel 2.20 Rekapitulasi Perhitungan PPV Trase 1
PPV
PPV6 500,00
PPV7 224,32
PPV8 500,00
PPV9 226,66
PPV10 200,00
PPV11 219,05
3. Perhitungan LV
Berikut merupakan LV yang dipakai berdasarkan perhitungan excel :
a. LV1 dipakai = 104,03 m
b. LV2 dipakai = 129,98 m
c. LV3 dipakai = 55,70 m
d. LV4 dipakai = 45,99 m
e. LV5 dipakai = 107,31 m
f. LV6 dipakai = 68,30 m
g. LV7 dipakai = 159,38 m
h. LV8 dipakai = 121,14 m
i. LV9 dipakai = 51,92 m
j. LV10 dipakai = 225,31 m
k. LV11 dipakai = 96,56 m
4. Perhitungan EV
Berikut adalah perhitungan EV sebagai berikut :
a. EV1 = 𝛥1×𝐿𝑣1
800
1,49×104,03
= 800
= 0,19
116
b. EV2 = 𝛥2×𝐿𝑣3
800
1,86×129,98
= 800
= 0,30
c. EV3 = 𝛥3×𝐿𝑣3
800
1,86×55,70
= 800
= 0,13
d. EV4 = 𝛥4×𝐿𝑣4
800
1,53×45,99
= 800
= 0,09
e. EV5 = 𝛥5×𝐿𝑣5
800
1,53×107,31
= 800
= 0,21
Lakukan langkah yang sama seperti diatas maka akan didapat hasil seperti
tabel dibawah :
Tabel 2.21 Rekapitulasi Perhitungan EV Trase 1
EV
EV1 0,19
EV2 0,30
EV3 0,13
EV4 0,09
EV5 0,21
EV6 0,19
EV7 0,45
EV8 0,26
117
Lanjutan Tabel 2.21 Rekapitulasi Perhitungan EV Trase 1
EV
EV9 0,11
EV10 0,91
EV11 0,39
5. Perhitungan PVC
Berikut adalah perhitungan PVC:
𝑔1
a. Elevasi PVC1 = Elevasi PPV1 - (1 × 𝐿𝑣1 × )
2 100
1,49
= 18,90 - (1 × 104,03 × )
2 100
= 18,13
Stasiun PVC1 = Stasiun PPV1 - (1 × 𝐿𝑣1)
2
= 227,50 - (1 × 104,03)
2
= 175,48
𝑔2
b. Elevasi PVC2 = Elevasi PPV2 - (1 × 𝐿𝑣2 × )
2 100
0,00
= 18,90 - (1 × 129,98 × )
2 100
= 18,90
Stasiun PVC2 = Stasiun PPV2 - (1 × 𝐿𝑣2)
2
= 727,50 - ( × 129,98)
1
2
= 662,51
𝑔3
c. Elevasi PVC3 = Elevasi PPV3 - (1 × 𝐿𝑣3 × )
2 100
−1,86
= 14,71 - (1 × 55,70 × ( ))
2 100
= 15,22
Stasiun PVC3 = Stasiun PPV3 - (1 × 𝐿𝑣3)
2
= 953,64 - (1 × 55,70)
2
= 925,79
118
Lakukan langkah yang sama seperti diatas maka akan didapat hasil seperti
tabel dibawah :
Tabel 2.22 Rekapitulasi Perhitungan PVC Trase 1
6. Perhitungan PVT
Berikut adalah perhitungan PVT:
𝑔2
a. Elevasi PVT1 = Elevasi PPV1 + (1 × 𝐿𝑣1 × )
2 100
0,00
= 18,90 + (1 × 104,03 × )
2 100
= 18,90
Stasiun PVT1 = Stasiun PPV1 + (1 × 𝐿𝑣1)
2
= 227,50 + (1 × 104,03)
2
= 279,52
𝑔3
b. Elevasi PVT2 = Elevasi PPV2 + (1 × 𝐿𝑣2 × )
2 100
119
−1,86
= 18,90 + (1 × 129,98 × ( ))
2 100
=17,70
Stasiun PVT2 = Stasiun PPV2 + (1 × 𝐿𝑣2)
2
1
= 727,50 + ( × 129,98)
2
= 792,49
𝑔4
c. Elevasi PVT3 = Elevasi PPV3 + (1 × 𝐿𝑣3 × )
2 100
0,00
= 14,71 + (1 × 55,70 × )
2 100
= 14,71
Stasiun PVT3 = Stasiun PPV3 + (1 × 𝐿𝑣3)
2
= 953,64 + (1 × 55,70)
2
= 981,49
Lakukan langkah yang sama seperti diatas maka akan didapat hasil
seperti tabel dibawah :
120
Lanjutan Tabel 2.23 Rekapitulasi Perhitungan PVT
104,03
= 5
= 20,81
𝛥1.𝑋12
Elevasi titik 1 = 𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑉𝐶 + (𝑋 . 𝑔 ) − ( )
1 1 1 2.𝐿𝑣1
1,49×20,812
= 18,13 + (20,81 × 1,486) − ( )
2×104,03
= 18,41
Stasiun titik 1 = Stasiun PVC1 + X1
= 175,48 + 20,81
= 196,29
X2 = 𝐿𝑣1 + 𝑋1
5
= 104,03 + 20,81
5
= 41,61
𝛥1.𝑋2 2
Elevasi titik 2 = 𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑉𝐶 + (𝑋 . 𝑔 ) − ( )
1 2 1 2.𝐿𝑣1
1,49×41,61
= 18,13 + (41,61 × 1,486) − ( )
2×104,03
= 18,63
Stasiun titik 2 = Stasiun PVC1 + X2
121
= 175,48 + 41,61
= 217,10
X3 = 𝐿𝑣1 + 𝑋2
5
= 104,03 + 41,61
5
= 62,42
𝛥1.𝑋3 2
Elevasi titik 3 = 𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑉𝐶 + (𝑋 . 𝑔 ) − ( )
1 3 1 2.𝐿𝑣1
1,49×62,422
= 18,13 + (62,42 × 1,486) − ( )
2×104,03
= 18,78
Stasiun titik 3 = Stasiun PVC1 + X3
= 175,48 + 62,42
= 237,90
X4 = 𝐿𝑣1 + 𝑋3
5
104,03
= + 62,42
5
= 83,22
𝛥1.𝑋4 2
Elevasi titik 4 = 𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑉𝐶 + (𝑋 . 𝑔 ) − ( )
1 4 1 2.𝐿𝑣1
1,49×83,222
= 18,13 + (83,22 × 1,486) − ( )
2×104,03
= 18,87
Stasiun titik 4 = Stasiun PVC1 + X4
= 175,48 + 83,22
= 258,71
X5 = 𝐿𝑣1 + 𝑋4
5
104,03
= + 83,22
5
= 104,03
𝛥1.𝑋5 2
Elevasi titik 5 = 𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑉𝐶 + (𝑋 . 𝑔 ) − ( )
1 5 1 2.𝐿𝑣1
1,49×104,032
= 18,13 + (104,03 × 1,486) − ( )
2×104,03
= 18,90
122
Stasiun titik 5 = Stasiun PVC1 + X5
= 175,48 + 104,03
= 279,52
b. PVI 2
X1 = 𝐿𝑣2
5
129,98
= 5
= 26,00
Elevasi titik 1 = 𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑉𝐶 + (𝑋 . 𝛥2.𝑋12
𝑔 )−( )
2 1 2 2.𝐿𝑣2
1,86×26,002
= 18,90 + (26,00 × 0,00) − ( )
2×129,98
= 18,86
Stasiun titik 1 = Stasiun PVC2 + X1
= 662,51 + 26,00
= 688,51
X2 = 𝐿𝑣2 + 𝑋1
5
129,98
= + 26,00
5
= 51,99
= 18,71
Stasiun titik 2 = Stasiun PVC2 + X2
= 662,51 + 51,99
= 714,50
X3 = 𝐿𝑣2 + 𝑋2
5
= 129,98 + 51,99
5
= 77,99
= 18,47
Stasiun titik 3 = Stasiun PVC2 + X3
= 662,51 + 77,99
= 740,50
X4 = 𝐿𝑣2 + 𝑋3
5
129,98
= + 77,99
5
= 103,98
= 18,13
Stasiun titik 4 = Stasiun PVC2 + X4
= 662,51 + 103,98
= 766,49
X5 = 𝐿𝑣2 + 𝑋4
5
129,98
= + 103,98
5
= 129,98
= 17,70
Stasiun titik 5 = Stasiun PVC2 + X5
= 662,51 + 129,98
= 792,49
Tabel 2.24 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 1 Tiap Pias
Trase 1
Tabel 2.25 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 2 Tiap Pias
Trase 1
Tabel 2.26 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 3 Tiap Pias
Trase 1
Tabel 2.27 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 4 Tiap Pias
Trase 1
125
9,20 1 9,20 14,72 1439,84
Tabel 2.28 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 5 Tiap Pias
Trase 1
Tabel 2.29 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 6 Tiap Pias
Trase 1
Tabel 2.30 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 7 Tiap Pias
Trase 1
126
31,88 1 31,88 22,13 2357,43
Tabel 2.31 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 8 Tiap Pias
Trase 1
Tabel 2.32 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 9 Tiap Pias
Trase 1
Tabel 2.33 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 10 Tiap Pias
Trase 1
127
45,06 1 45,06 19,23 3264,28
Tabel 2.34 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 11 Tiap Pias
Trase 1
128
Gambar 2.6 Detail Alinyemen Vertikal PPV 2 Trase 1
129
Gambar 2.9 Detail Alinyemen Vertikal PPV 5 Trase 1
130
Gambar 2.12 Detail Alinyemen Vertikal PPV 8 Trase 1
131
Gambar 2.15 Detail Alinyemen Vertikal PPV 11 Trase 1
132
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan trase di antaranya
yaitu:
a. Perencanaan garis trase dibuat sependek mungkin.
b. Rute jalan dipilih sedatar mungkin mengikuti garis kontur atau transisi.
c. Syarat antara sudut belokan pertama dan sudut belokan kedua diusahakan
sepanjang-panjangnya.
d. Perencanaan sudut belok pada masing-masing tikungan disesuaikan dengan
kecepatan rencana kendaraan (Vr)
Dalam pengerjaan ini, perhitungan dalam koordinat trase berikut ini:
1. Koordinat Trase
Titik koordinat didapatkan pada rincian pada program Autodesk Civil 3D,
berikut ini merupakan koordinat pada trase kedua.
Titik Koordinat
X Y
A 821469 592402
1 821146 595468
2 820757 595050
3 820815 594198
Lanjutan Tabel 2.35 Koordinat Trase Kedua
Titik Koordinat
X Y
4 820421 592886
B 819660 592936
133
𝐷𝐴−1 = √(𝑋𝐴 − 𝑋1)2 + (𝑌𝐴 − 𝑌1)2
𝛼𝐴−1 𝑋1−𝑋𝐴
= 90° − 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 | |
𝑌1−𝑌𝐴
821146−821469
= 90° − 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 |595468−595402 |
= 78,451°
𝑋2−𝑋1
𝛼1−2 = 90° + 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 | |
𝑌2−𝑌1
820757−821146
= 90° + 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 |595050−595468 |
= 137,058°
𝑋3−𝑋2
𝛼2−3 = 90° + 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 | |
𝑌3−𝑌2
820815−820757
= 90° + 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 |594198−595050 |
= 176,106°
𝑋4−𝑋3
𝛼3−4 = 90° + 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 | |
𝑌4−𝑌3
134
820421−820815
= 90° + 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 |5934198594198 |
= 163,285°
𝑋𝐵−𝑋4
𝛼4−𝐵 = 90° + 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 | |
𝑌𝐵−𝑌4
819660−820421
= 90° + 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 |592936−592886 |
= 86,241°
4. Perhitungan Sudut Delta (Δ)
𝛥1 = (𝛼1−2) − (𝛼𝐴−1)
= 137,058° - 78,451°
= 58,607°
𝛥2 = (𝛼2−3) − (𝛼1−2)
= 176,106° - 137,058°
= 39,048°
𝛥3 = (𝛼3−4) − (𝛼2−3)
= 163,285° - 176,106°
= 12,821°
𝛥4 = (𝛼4−5) − (𝛼3−4)
= 86,241° - 16,715°
= 69,526°
135
Keterangan :
𝑅𝑚𝑖𝑛 = jari-jari minimum (m)
Vr = kecepatan rencana (km/jam)
𝑒𝑚𝑎𝑥 = superelevasi maksimum (%)
𝑓𝑚𝑎𝑥 = koefisien gesekan melintang
2. Jenis Tikungan
Menentukan lengkung peralihan:
Waktu tempuh maksimal
Ls = 𝑉𝑟
×3
3,6
80
= ×3
3,6
= 66,667 m
Antisipasi Gaya sentripetal
3
𝐸
Ls = 0,022𝑉𝑟 − 2,727. 𝑉𝑟 ×
𝑅×𝐶 𝐶
8%
0,022×803 − 2,727.80 ×
= 229,062×0,4 0,4
= 79,304 m
Tingkat pencapaian perubahan kelandaian
𝑉𝑟
Ls = ×3
3,6
80
= ×3
3,6
= 38,095 m
Ls diambil = 80 m
a. Tikungan 1
Vr = 80 km/jam
Rc = 210 m
Ls = 80 m
e = 0,020
136
𝛥1 = 58,607°
𝐿𝑠×90
θs = 𝜋×𝑅𝑐
80×90
= 𝜋×210
= 10,912°
𝛥𝑐 = 𝛥1- 2θs
= 58,607° - 2 (10,912°)
= 36,782°
𝛥𝐶
Lc = [2 × 𝜋 × 𝑅𝑐] × [ ]
360°
36,782°
= [2 × 𝜋 × 210] × [ ]
360°
= 134,815 m
Ltot = Lc + 2Ls
= 134,815 + 2 (80)
= 294,815 m
294,815
½ Ltot = 2
= 147,407 m
Kaki Terpendek = 275,502 m
𝐿𝑠3
Xc = 𝐿𝑠 − [ ]
40 𝑅𝑐2
803
= 80 − [ ]
40× 2102
= 79,710 m
2
Yc =( 𝐿𝑠
)
6 × 𝑅𝑐
2
80
=( )
6 × 210
= 5,079 m
P = Yc – ( 1 – cos θs ) . Rc
= 5,079 – ( 1 – cos 10,912°) . 210
= 1,27 m
k = Xc – Rc sin θs
= 79,710 – 210 sin 10,912°
137
= 39,956 m
Ts = (Rc + P) tan Δ/2 + k
= (210 + 1,27) tan 58,607/2 + 39,956
= 158,531 m
Es = (Rc + p) ×sec 1 𝛥
− 𝑅𝑐
2 1
= 32,271 m
Kesimpulannya, karena Syarat Ts < Kaki terpendek (OK)! tikungan
pertama pada Trase Kedua menggunakan tikungan S-C-S
80×90
= 𝜋×210
= 10,912°
∆c = 𝛥2- 2θs
138
= 39,048° - 2 (10,912°)
= 17,223°
𝛥𝑐
Lc = [2 × 𝜋 × 𝑅𝑐] × [ ]
360°
17,223°
= [2 × 𝜋 × 210] × [ ]
360°
= 63,127 m
Ltotal = Lc + 2Ls
= 63,127 + 2 (80)
= 223,127 m
223,127
½ Ltot = 2
= 111,564 m
Kaki terpendek = 416,986 m
𝐿𝑠3
Xc = 𝐿𝑠 − [ ]
40 𝑅𝑐2
803
= 80 − [ ]
40 ×2102
= 79,710 m
2
𝐿𝑠
Yc =( )
6 × 𝑅𝑐
2
=( 80
)
6 × 210
= 5,079 m
P = Yc – ( 1 – cos θs ) . Rc
= 5,079 – ( 1 – cos 10,912°) . 210
= 1,27 m
k = Xc – Rc sin θs
= 79,710 – 210 sin 10,912°
= 39,956 m
Ts = (Rc + P) tan 𝛥2/2 + k
= (210 + 1,27) tan 39,048/2 + 39,956
= 114,869 m
Es = (Rc + p) ×sec 1 𝛥
2 − 𝑅𝑐
2
80×90
= 𝜋×210
= 10,912°
∆c = 𝛥3- 2θs
= 12,821° - 2 (10,912°)
= - 9,003°
𝛥𝑐
Lc = [2 × 𝜋 × 𝑅𝑐] × [ ]
360°
−9,003°
= [2 × 𝜋 × 210] × [ ]
360°
= - 32,999 m
Ltotal = Lc + 2Ls
140
= -32,999 + 2 (80)
= 127,001m
127,001
½ Ltot = 2
= 63,501 m
Kaki terpendek = 674,942 m
𝐿𝑠3
Xc = 𝐿𝑠 − [ ]
40 𝑅𝑐2
803
= 80 − [ ]
40 ×2102
= 79,710 m
2
𝐿𝑠
Yc =( )
6 × 𝑅𝑐
2
80
=( )
6 × 210
= 5,079 m
P = Yc – ( 1 – cos θs ) . Rc
= 5,079 – ( 1 – cos 10,912°) . 210
= 1,27 m
k = Xc – Rc sin θs
= 79,710 – 210 sin 10,912°
= 39,956 m
Ts = (Rc + P) tan 𝛥3/2 + k
= (210 + 1,27) tan 12,821/2 + 35,956
= 63,693 m
Es = (Rc + p) ×sec 1 𝛥
2 − 𝑅𝑐
3
= 2,599 m
Kesimpulannya, karena Syarat Ts < Kaki terpendek (OK)!, tikungan
ketiga pada Trase Kedua menggunakan tikungan S-C-S
141
Gambar 2.19 Tikungan 3
(Sumber : Infraworks)
d. Tikungan 4
Vr = 80 km/jam
Rc = 210 m
Ls = 80 m
e = 0,02
𝛥4 = 69,526°
𝐿𝑠×90
θs = 𝜋×𝑅𝑐
80×90
= 𝜋×210
= 10,912°
∆c = 𝛥4- 2θs
= 69,526° - 2 (10,912°)
= 47,701°
Kaki terpendek = 268,020 m
𝛥𝑐
Lc = [2 × 𝜋 × 𝑅𝑐] × [ ]
360°
47,701°
= [2 × 𝜋 × 210] × [ ]
360°
= 174,835 m
Ltotal = Lc + 2Ls
142
= 174,835 + 2 (80)
= 334,835 m
334,835
½ Ltot = 2
= 167,418 m
Kaki terpendek = 371,320 m
𝐿𝑠3
Xc = 𝐿𝑠 − [ ]
40 𝑅𝑐2
803
= 80 − [ ]
40 ×2102
= 79,710 m
2
Yc =( 𝐿𝑠
)
6 × 𝑅𝑐
2
80
=( )
6 × 210
= 5,079 m
P = Yc – ( 1 – cos θs ) . Rc
= 5,079 – ( 1 – cos 10,912°) . 210
= 1,27 m
k = Xc – Rc sin θs
= 79,710 – 210 sin 10,912°
= 39,956 m
Ts = (Rc + P) tan 𝛥4/2 + k
= (210 + 1,27) tan 69,526/2 + 35,956
= 186,589 m
Es = (Rc + p) ×sec 1 𝛥
2 − 𝑅𝑐
4
= 47,170 m
Kesimpulannya, karena Syarat Ts < Kaki terpendek (OK)!, tikungan
keempat pada Trase Kedua menggunakan tikungan S-C-S.
143
Gambar 2.20 Tikungan 4
(Sumber : Infraworks)
2.7.3 Perhitungan Jarak Pandang
Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi
pada saat mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu
halangan yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk
menghindari bahaya tersebut dengan aman. Dibedakan dua jarak pandang, yaitu
Jarak Pandang Henti (JPH) dan Jarak Pandang Menyiap (JPM).
1. Jarak Pandang Henti (JPH)
Sama seperti dengan perhitungan JPH pada Trase 1 yaitu :
𝑉𝑟2
JPH = 0,278 × 𝑉𝑟 × 𝑡 + 0,039 ×
254×𝑎+𝐺
𝑔
Keterangan :
Vr = kecepatan rencana (km/jam)
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5
detik a = perlambatan longitudinal
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 𝑚/𝑑𝑒𝑡2
G = kelandaian maksimum jalan
Diketahui :
144
Vr = 80 km/jam
t = 2,5 detik
a = 3,4 m/s2
g = 9,81 m/s2
G = 5%
𝑉𝑟2
JPH = 0,278 × 𝑉𝑟 × 𝑡 + 0,039 ×
254× 𝑎+𝐺
𝑔
802
= 0,278 × 80 × 2,5 + 0,039 ×
254× 3,4 +5%
9,81
= 58,078 m
2. Jarak Pandang Mendahului (JPM)
Untuk JPM juga sama, yakni mengikuti perhitungan yang sama dengan Trase
1.
JPM = D1 + D2 + D3 + D4
D1 = 0,278 × 𝑡1 𝑎×𝑡1
× (𝑉𝑟 − 𝑚 + )
2
D2 = 0,278 × t2 × Vr
D3 = 30 m - 100 m, digunakan 50 m
D4 = 2 × 𝑑
3 2
t1 = 2,12 + 0,026 × Vr
t2 = 6,56 + 0,048 × Vr
a = 2,052 + 0,0036 × Vr
Keterangan :
Vr = Kecepatan rencana
t1 = Waktu tanggap
t2 = Waktu kendaraan berada pada lajur
kanan m = Perbedaaan kecepatan (15 km/jam)
a = percepatan rata-rata bergantung pada kecepatan rencana 2,26-2.36
km/j/detik
d1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m)
145
d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke
lajur semula (m)
d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang
datang dari arah berlawanan setelah proses mendahului selesai (m)
d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan yang
besarnya diambil sama dengan 213 d3 (m).
Diketahui :
Vr = 80 km/jam
m = 15 km/jam
t1 = 2,12 + 0,026 × Vr
= 2,12 + 0,026 × 80
= 4,2 detik
t2 = 6,56 + 0,048 × Vr
= 6,56 + 0,048 × 80
= 10,4 detik
a = 2,052 + 0,0036 × Vr
= 2,052 + 0,0036 × 80
= 2,34 km/jam
D1 = 0,278 × 𝑡1 𝑎×𝑡1
× (𝑉𝑟 − 𝑚 + )
2
2,34×4,2
= 0,278 × 4,2 × (80 − 15 + )
2
= 81,632 m
D2 = 0,278 × t2 × Vr
= 0,278 × 10,4 × 80
= 231,296 m
D3 = 30 m - 100 m, digunakan 50 m
D4 =2×𝑑
3 2
= 2 × 231,296
3
= 154,197 m
146
JPM = D1 + D2 + D3 + D4
= 81,632 + 231,296 + 50 + 154,197
= 517,125 m
2.7.4 Perhitungan Pelebaran Di Tikungan
Pada perancangan jalan ini, kami menggunakan jalan kelas I. Menurut
Departemen PU tahun 1997, untuk jalan kelas I, Kendaraan yang digunakan
adalah truk/bus gandengan dengan ketentuan sebagai berikut.
Lebar kendaraan (b) = 2,60 m
Jarak antar-gandar (p) = 8,60 m
Tonjolan depan kendaraan (A) = 1,20 m
1. Tikungan Pertama
Data perhitungan
Jumlah lajur (n) = 2 lajur
Lebar jalur = 3,75 m
Lebar perkerasan pada bagian lurus (Bn) = 2 x 3,75 m
Jari-jari pada tengah lintasan (R) = 210 m
Kecepatan Rencana (Vr) = 80 km/jam
a. Rc adalah radius lengkung untuk lintasan lurus roda depan yang besarnya
dipengaruhi oleh sudut .
1 𝐵𝑛 1
Rc = 𝑅 − [ ( )] + [ × 𝑏]
2 2 2
1 7,5 1
= 210 − [ ( )] + [ × 2,6]
2 2 2
= 209,43 m
b. B adalah lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan pada
lajur sebelah dalam.
B = √{ 1 2 1
√𝑅𝑐 − (𝑝 + 𝐴)2 + 𝑏} + (𝑝 + 𝐴)2 − √𝑅𝑐2 − (𝑝 + 𝐴)2 + 𝑏
2 2 2
2 2
= √{√209,43 1
− (8,6 + 2,1)2 + × 2,6} + (8,6 + 2,1)2 −
2
2 1
√209,43 − (8,6 + 2,1)2 + × 2,6
2
= 2,872 m
147
c. Off Tracking (U)
148
U =B-b
= 2,872 - 2,6
= 0,272 m
d. Tambahan akibat kesukaran mengemudi di tikungan
(Z) 0,105 𝑉𝑟
Z =
√𝑅
0,105×80
= √210
= 0,58 m
e. Tambahan lebar perkerasan di tikungan 1 (∆b)
C = Kebebasan
Samping C = 1 Bn - b
2
= 1 × 7,5 − 2,6
2
= 1,15
Bt = n (B + C) + Z
= 2 (2,872 + 0,9) + 0,58
= 8,124 m
Δb = Bt - Bn
= 8,124 - 7,5
= 0,624 m
½ Δb = ½ × 0,624
= 0,312 m
2. Tikungan Kedua
Data perhitungan
Jumlah lajur (n) = 2 lajur
Lebar jalur = 3,75 m
Lebar perkerasan pada bagian lurus (Bn) = 2 x 3,75 m
Jari-jari pada tengah lintasan (R) = 210 m
Kecepatan Rencana (Vr) = 80 km/jam
a. Rc adalah radius lengkung untuk lintasan lurus roda depan yang besarnya
dipengaruhi oleh sudut .
149
1 𝐵𝑛 1
Rc = 𝑅 − [ ( )] + [ × 𝑏]
2 2 2
1 7,5 1
= 210 − [ ( )] + [ × 2,6]
2 2 2
= 209,43 m
b. B adalah lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan pada
lajur sebelah dalam.
B = √{ 1 2 1
√𝑅𝑐 − (𝑝 + 𝐴)2 + 𝑏} + (𝑝 + 𝐴)2 − √𝑅𝑐2 − (𝑝 + 𝐴)2 + 𝑏
2 2 2
2
2 1
= √{√209,43 − (8,6 + 2,1)2 + × 2,6} + (8,6 + 2,1)2 −
2
2 1
√209,43 − (8,6 + 2,1)2 + × 2,6
2
= 2,872 m
c. Off Tracking (U)
U =B-b
= 2,872 - 2,6
= 0,272 m
d. Tambahan akibat kesukaran mengemudi di tikungan
(Z) 0,105 𝑉𝑟
Z =
√𝑅
0,105×80
= √210
= 0,58 m
e. Tambahan lebar perkerasan di tikungan 1 (∆b)
C = Kebebasan
Samping C = 1 Bn - b
2
= 1 × 7,5 − 2,6
2
= 1,15
Bt = n (B + C) + Z
= 2 (2,872 + 0,9) + 0,58
= 8,124 m
Δb = Bt - Bn
= 8,124 - 7,5
150
= 0,624 m
½ Δb = ½ × 0,624
= 0,312 m
3. Tikungan Ketiga
Data perhitungan
Jumlah lajur (n) = 2 lajur
Lebar jalur = 3,75 m
Lebar perkerasan pada bagian lurus (Bn) = 2 x 3,75 m
Jari-jari pada tengah lintasan (R) = 210 m
Kecepatan Rencana (Vr) = 80 km/jam
a. Rc adalah radius lengkung untuk lintasan lurus roda depan yang besarnya
dipengaruhi oleh sudut .
1 𝐵𝑛 1
Rc = 𝑅 − [ ( )] + [ × 𝑏]
2 2 2
1 7,5 1
= 210 − [ ( )] + [ × 2,6]
2 2 2
= 209,43 m
b. B adalah lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan pada
lajur sebelah dalam.
B = √{ 1 2 1
√𝑅𝑐 − (𝑝 + 𝐴)2 + 𝑏} + (𝑝 + 𝐴)2 − √𝑅𝑐2 − (𝑝 + 𝐴)2 + 𝑏
2 2 2
2 2
= √{√209,43 1
− (8,6 + 2,1)2 + × 2,6} + (8,6 + 2,1)2 −
2
2 1
√209,43 − (8,6 + 2,1)2 + × 2,6
2
= 2,872 m
c. Off Tracking (U)
U =B-b
= 2,872 - 2,6
= 0,272 m
d. Tambahan akibat kesukaran mengemudi di tikungan
(Z) 0,105 𝑉𝑟
Z =
√𝑅
0,105×80
=
151
√210
152
= 0,58 m
e. Tambahan lebar perkerasan di tikungan 1 (∆b)
C = Kebebasan
Samping C = 1 Bn - b
2
= 1 × 7,5 − 2,6
2
= 1,15
Bt = n (B + C) + Z
= 2 (2,872 + 0,9) + 0,58
= 8,124 m
Δb = Bt - Bn
= 8,124 - 7,5
= 0,624 m
½ Δb = ½ × 0,624
= 0,312 m
4. Tikungan Keempat
Data perhitungan
Jumlah lajur (n) = 2 lajur
Lebar jalur = 3,75 m
Lebar perkerasan pada bagian lurus (Bn) = 2 x 3,75 m
Jari-jari pada tengah lintasan (R) = 210 m
Kecepatan Rencana (Vr) = 80 km/jam
a. Rc adalah radius lengkung untuk lintasan lurus roda depan yang besarnya
dipengaruhi oleh sudut .
1 𝐵𝑛 1
Rc = 𝑅 − [ ( )] + [ × 𝑏]
2 2 2
1 7,5 1
= 210 − [ ( )] + [ × 2,6]
2 2 2
= 209,43 m
b. B adalah lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan pada
lajur sebelah dalam.
B = √{ 1 2 1
√𝑅𝑐 − (𝑝 + 𝐴)2 + 𝑏} + (𝑝 + 𝐴)2 − √𝑅𝑐2 − (𝑝 + 𝐴)2 + 𝑏
2 2 2
153
2 2
= √{√209,43 1
− (8,6 + 2,1)2 + × 2,6} + (8,6 + 2,1)2 −
2
2 1
√209,43 − (8,6 + 2,1)2 + × 2,6
2
= 2,872 m
c. Off Tracking (U)
U =B-b
= 2,872 - 2,6
= 0,272 m
d. Tambahan akibat kesukaran mengemudi di tikungan
(Z) 0,105 𝑉𝑟
Z =
√𝑅
0,105×80
= √210
= 0,58 m
e. Tambahan lebar perkerasan di tikungan 1 (∆b)
C = Kebebasan
Samping C = 1 Bn - b
2
= 1 × 7,5 − 2,6
2
= 1,15
Bt = n (B + C) + Z
= 2 (2,872 + 0,9) + 0,58
= 8,124 m
Δb = Bt - Bn
= 8,124 - 7,5
= 0,624 m
½ Δb = ½ × 0,624
= 0,312 m
2.7.5 Perhitungan Alinyemen Vertikal
Menurut buku Rekayasa Jalan Raya yang diterbitkan oleh Gunadarma
(1997) menyatakan, alinyemen vertikal adalah perpotongan antara bidang vertikal
dengan sumbu jalan. Untuk jalan dengan dua lajur, alinyemen vertikal ini adalah
perpotongan bidang vertikal melalui sumbu jalan, sedangkan untuk jalan dengan
154
jumlah lajur banyak, dengan median yang dimaksud dengan alinyemen vertikal
adalah perpotongan bidang vertikal melalui tepi dalam masing-masing perkerasan.
Di dalam perancangan geometrik jalan harus diusahakan agar alinyemen
vertikal mendekati permukaan tanah asli yang secara teknis berfungsi sebagai
tanah dasar, untuk dapat mengurangi pekerjaan tanah. Agar tidak terjadi kesulitan
dalam masalah pengairan drainase permukaan jalan, sedapat mungkin diusahakan
agar permukaan jalan berada di atas permukaan tanah asli. Namun demikian, perlu
juga diperhatikan aspek lain yang berkaitan dengan alinyemen horizontal. Dalam
perancangan alinyemen vertikal perlu diperhatikan elevasi genangan air di tempat-
tempat tertentu agar permukaan jalan tidak terendam air pada saat terjadi
genangan.
1. Perhitungan Kelandaian
Perhitungan kelandaian menggunakan data elevasi rencana dan stasiun.
Berikut ini merupakan data titik elevasi rencana beserta stasiun perhitungan
alinyemen vertikal pada Trase 2 (Kedua):
155
PPV9 2730,95 21,135
PPV10 3280,48 21,135
PPV11 3605,90 11,900
BB 3820,34 11,900
Kelandaian (%)
g1 1,981
g2 0,00
g3 -1,475
g4 0,00
g5 -1,942
g6 0,00
g7 1,237
g8 0,00
g9 0,984
g10 0,00
g11 -2,838
g12 0,00
2. Perhitungan PPV
Tabel 2.38 Rekapitulasi Perhitungan PPV Trase 2
PPV
PPV1 214,79
156
PPV2 272,00
PPV3 199,00
PPV4 499,51
PPV5 217,53
PPV6 350,00
PPV7 434,98
PPV8 224,69
PPV9 318,60
PPV10 549,53
PPV11 325,55
3. Perhitungan LV
Berikut merupakan LV yang dipakai berdasarkan perhitungan excel :
a. LV1 dipakai = 138,66 m
b. LV2 dipakai = 103,25 m
c. LV3 dipakai = 44,25 m
d. LV4 dipakai = 135,92 m
e. LV5 dipakai = 58,25 m
f. LV6 dipakai = 86,60 m
g. LV7 dipakai = 86,60 m
h. LV8 dipakai = 29,52 m
i. LV9 dipakai = 68,88 m
j. LV10 dipakai = 198,65 m
k. LV11 dipakai = 85,14 m
4. Perhitungan EV
Didapat hasil perhitungan EV seperti tabel dibawah :
157
Tabel 2.39 Rekapitulasi Perhitungan EV Trase 2
EV
EV1 0,34
EV2 0,19
EV3 0,08
EV4 0,33
EV5 0,14
EV6 0,13
EV7 0,13
EV8 0,04
EV9 0,08
EV10 0,770
EV11 0,30
5. Perhitungan PVC
Didapat hasil perhitungan PVC seperti tabel dibawah :
Tabel 2.40 Rekapitulasi Perhitungan PVC Trase 2
158
PVC6 12,62 1709,43
PVC7 17,64 2144,38
PVC8 18,00 2397,61
6. Perhitungan PVT
Didapat hasil perhitungan PVT seperti tabel dibawah :
Tabel 2.41 Rekapitulasi Perhitungan PVT
159
PVT 12 11,90 3820,34
Tabel 2.42 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 1 Tiap Pias
Trase 2
Tabel 2.43 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 2 Tiap Pias
Trase 2
Tabel 2.44 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 3 Tiap Pias
Trase 1
160
8.85 2 17.70 16.96 681.30
Tabel 2.45 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 4 Tiap Pias
Trase 2
Tabel 2.46 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 5 Tiap Pias
Trase 2
Tabel 2.47 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 6 Tiap Pias
Trase 2
161
17.32 2 34.64 12.70 1744.07
Tabel 2.48 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 7 Tiap Pias
Trase 2
Tabel 2.49 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 8 Tiap Pias
Trase 2
Tabel 2.50 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 9 Tiap Pias
Trase 2
162
13.78 2 27.55 21.01 2724.06
Tabel 2.51 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 10 Tiap Pias
Trase 2
Tabel 2.52 Rekapitulasi Perhitungan Elevasi dan Stasiun PVI 11 Tiap Pias
Trase 2
163
Gambar 2.21 Detail Alinyemen Vertikal PPV 1 Trase 2
164
Gambar 2.23 Detail Alinyemen Vertikal PPV 3 Trase 2
165
Gambar 2.26 Detail Alinyemen Vertikal PPV 6 Trase 2
166
Gambar 2.29 Detail Alinyemen Vertikal PPV 9 Trase 2
8 Jumlah Cembung 6 6
9 Jumlah Cekung 5 5
10 Sudut Delta Tertinggi 58,607° 69,526°
169
BAB III
PERENCANAAN LAPIS PERKERASAN
170
Gambar 3.1 Flowchart Perkerasan Desain Lentur
1. Menentukan umur rencana
Tabel 3.1 Umur Rencana Jalan
Fondasi jalan 40
171
2. Menentukan nilai-nilai ESA4 dan ESA5 sesuai umur rencana yang dipilih
Dalam kerangka acuan kerja diketahui data lalu lintas harian (LHR) sehingga
dapat dihitung nantinya nilai ESA4 dan ESA5 dengan rumus dan persyaratan
berikut
Menggunakan VDF masing-masing kendaraan niaga
ESA TH-1 = (ΣLHRJK × VDFJK) × 365 × DD × DL × R
Dengan
ESA TH-1 : kumulatif lintasan sumbu standar ekuivalen (equivalent standard
axle) pada tahun pertama
LHRJK : lintas harian rata-rata tiap jenis kendaraan niaga (satuan
kendaraan per hari)
VDFJK : Faktor Ekivalen Beban (Vehicle Damage Factor) tiap jenis
kendaraan niaga
DD : Faktor distribusi arah
DL : Faktor distribusi lajur (Tabel 4.2)
CESAL : Kumulatif beban sumbu standar ekivalen selama umur
rencana R : Faktor pengali pertumbuhan lalu lintas kumulatif
Untuk nilai VDF didapat dari tabel berikut dengan pertimbangan data lalu
lintas tidak diketahui muatan kendaraan
172
Tabel 3.2 Nilai VDF Tanpa Keterangan Muatan
Berdasarkan Bina Marga 2017 untuk jalan dua arah, faktor distribusi arah (DD)
diambil 0,5 kecuali untuk kendaraan niaga yang cenderung lebih tinggi.
Sedangkan untuk distribusi lajur (DL) berdasarkan jumlah lajur setiap arah
dapat dilihat pada tabel berikut
173
Tabel 3.4 Distribusi Lajur
1 100
2 80
3 60
4 50
Sumber: Manual Desain Perkerasan Jalan 2017
Untuk faktor pengali pertumbuhan lalu lintas (R) terdapat dua variasi, yg
pertama selama umur rencana jalan diasumsikan pertumbuhan lalu lintas konstan
dan yang kedua pertumbuhan lalu lintas terdapat perbedaan. Berikut untuk
pertumbuhan lalu lintas konstan,
(1 + 0,01 𝑖1)𝑈𝑅 − 1
𝑅=
0,01 𝑖1
Dengan
R = faktor pengali pertumbuhan lalu lintas kumulatif
i = laju pertumbuhan lalu lintas tahunan (%)
UR = umur rencana (tahun)
Sedangkan untuk pertumbuhan lalu lintas yang berbeda saat umur rencana dengan
rumus berikut
174
Tabel 3.5 Penentuan Tipe Perkerasan
175
Metode persentil menggunakan distribusi data nilai CBR pada
segmen seragam yang dianggap terdistribusi secara normal. Nilai persentil
ke “x” dari suatu kumpulan data membagi kumpulan data tersebut dalam
dua bagian, yaitu bagian yang mengandung “x” persen data dan bagian
yang mengandung (100 – x) persen data. Nilai CBR yang dipilih adalah
adalah nilai persentil ke 10 (10th percentile) yang berarti 10% data segmen
yang bersangkutan lebih kecil atau sama dengan nilai CBR pada persentil
tersebut. Atau: 90% dari data CBR pada segmen seragam tersebut lebih
besar atau sama dengan nilai CBR pada persentil tersebut. Prosedur
perhitungan untuk persentil ke–10 adalah sebagai berikut:
1) Susun data CBR secara berurutan dari nilai terkecil hingga terbesar.
2) Hitung jumlah total data nilai CBR (n).
3) Hitung 10% dari (n), nilai yang diperoleh disebut sebagai indeks.
4) Jika indeks yang diperoleh dari langkah (iii) merupakan bilangan
pecahan, lakukan pembulatan ke bilangan terdekat dan lanjutkan ke
langkah v(a). Jika indeks yang dihasilkan berupa bilangan bulat,
lanjutkan ke langkah v(b).
5) Dari kumpulan data yang sudah diurutkan (langkah 1), hitung mulai
dari data terkecil hingga mencapai data diurutan yang diperoleh dari
langkah
3. Nilai CBR pada urutan tersebut adalah nilai CBR persentil ke–10.
6) Dari kumpulan data yang sudah diurutkan (langkah 1), hitung mulai
dari data terkecil hingga mencapai data diurutan yang diperoleh dari
langkah
3. Nilai CBR persentil ke–10 adalah nilai rata-rata dari dua nilai CBR
yaitu CBR pada urutan tersebut dan urutan berikutnya
176
5. Menentukan Struktur Pondasi
Tabel 3.6 Desain Pondasi Jalan Minimum
No. CBR
1 6
2 6
3 8
177
Lanjutan Tabel 3.8 Data CBR
No. CBR
4 7
5 7
6 7
7 7
8 9
9 10
10 8
11 9
12 8
13 6
14 7
15 9
7A2 280
7C1 70
7C2A 55
7C2B 70
7C3 30
178
Dalam perencanaan digunakan perkerasan lentur dengan lapisan aspal dan
lapisan berbutir dengan umur jalan 20 tahun sesuai tabel 3.1. Konstruksi jalan
dilakukan di Pulau Sumatera berdasarkan KAK sebagai penghubung antar
kecamatan di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh sehingga didapat hasil total
kendaraan 18659,935 smp/hari.
3.2.2 Menghitung ESAL4 dan ESAL5
ESATH-1 = (ΣLHRJK x VDFJK) x 365 x DD x DL x R
Untuk nilai VDF di dapat dari tabel 3.2 dan 3.3 berdasarkan muatan dan
lokasi jalan yang akan dibuat.
Berdasarkan perencanaan jalan Bina Marga 2017 nilai distribusi arah
didapat sebesar 0,5. Di lampiran PermenPU19-2011 Jalan Arteri dengan lebar
badan jalan 9 m dengan rincian median, 7,5 m digunakan lalu lintas jalan serta 1,5
m digunakan bahu jalan setiap samping jalan. Dengan lebar jalan lalu lintas sebesar
7,5 m digunakan 2 arah sehingga dibagi 2 untuk setiap arahnya menjadi 3,75 m
Maka nilai DL di dapat 1 berdasarkan tabel 3.4.
Dengan pertumbuhan lalu lintas diasumsikan konstan saat umur jalan.
Maka perhitungannya sebagai berikut,
(1+0,01𝑖)𝑈𝑅−1
= 0,01𝑖
(1+0,01×4,5)20−1
= 0,01×4,5
= 31,371
Sesuai dengan KAK data lalu lintas harian rata-rata tahun 2020, jalan
dibangun tahun 2023 dengan memakan waktu 1 tahun. Jalan diasumsikan
menerima periode beban awal di tahun 2024 dan umur akhir jalan tahun 2044.
Pertumbuhan lalu lintas dari 2020 hingga akhir umur rencana diperkirakan
mencapai 4,5% per tahun. Berikut perhitungannya,
179
Berikut rekapitulasi dari perhitungan ESAL 4 dan ESAL 5
Tabel 3.10 Perhitungan ESAL 4 dan ESAL 5
181
bawah CBR desain 6,01. Dari tabel 3.6 berdasarkan data diatas maka tidak
diperlukan perbaikan untuk perkerasan lentur.
3.2.5 Menentukan Detail Perkerasan
Berdasarkan Tabel 3.7 di atas menggunakan Bagan Desain 3B. Maka
didapat pada struktur perkerasan FFF7 dengan rincian seperti pada gambar di
bawah ini.
AC WC 40 mm
AC BC 60 mm
AC Base 210 mm
LFA Kelas A 300 mm
182
BAB IV
PERANCANGAN BANGUNAN PELENGKAP
4.1 Umum
Menurut Departemen Pekerjaan Umum, bangunan pelengkap jalan
merupakan bangunan yang dibuat dalam rangka pengamanan konstruksi jalan dari
pengaruh dan kondisi alam sekitarnya terutama air seperti drainase. Sedangkan
perlengkapan jalan berkaitan dengan lalu lintas baik secara langsung maupun tidak
langsung berupa bangunan untuk pengamanan dan pengaturan lalu lintas.
Bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan merupakan satu kesatuan dari
konstruksi jalan secara keseluruhan.
183
sistem drainase permukaan
Pola drainase konstruksi jalan sejauh mungkin harus berusaha untuk
mempertahankan penyerapan air ke dalam tanah seperti kondisi sebelumnya.
Sasaran utama bukan lagi merupakan pengaliran air permukaan ke badan jalan
terdekat dengan secepatnya.
Sasaran dari suatu sistem drainase jalan yang baik adalah :
1. Mengalirkan air hujan yang jatuh pada permukaan jalan ke arah luar.
2. Mengendalikan tinggi muka air tanah di bawah konstruksi jalan.
3. Mencegah air tanah dan air permukaan yang mengarah ke konstruksi jalan.
4. Mengalirkan air yang melintas melintang jalur jalan secara terkendali.
Data hujan juga diperlukan untuk menentukan koreksi faktor regional pada
perhitungan tebal perkerasan lentur dengan metode analisis komponen. Dalam
perhitungan dimensi saluran, salurannya dianggap sebagai saluran terbuka (open
channel).
Data banjir didapatkan dari data yang ada pada tahun-tahun sebelumnya.
Konstruksi jalan pada dasarnya tidak boleh terendam banjir. Melalui analisis
statistik dapat ditentukan tinggi banjir rencana yang akan terjadi di sungai. Periode
ulang untuk perhitungan banjir adalah 5 tahun untuk konstruksi jalan, dan 50
tahun untuk konstruksi jembatan.
Dalam perencanaan drainase dapat mengikuti pedoman teknis perencanaan
drainase jalan yang diterbitkan oleh Departemen Pekerjaan Umum.
4.2.2 Perhitungan Drainase Permukaan
1. Perhitungan Saluran
Pada perhitungan ini, digunakan trase 2 (trase yang dipilih)
184
Diketahui : Elevasi tertinggi = 12 m
Elevasi terendah = 15,273 m
Lebar perkerasan jalan = 7,5 m
Lebar bahu jalan = 1,5 m
Panjang saluran (p) = 214,750 m
2. Perhitungan Analisis Hidrologi
L1 = 186,523 m
L2 = 76,708 m
Penyelesaian :
a. Menentukan Luas Daerah Tangkapan Hujan (A)
Luas perkerasan jalan (𝐴1) = Lebar perkerasan jalan × P
= 7,5 × 214,750
= 1610,625 𝑚2
Luas bahu jalan (𝐴2) = Lebar bahu jalan × P
= 1,5 × 214,750
= 322,125 𝑚2
Luas tebing =
√𝐿22+(𝐸𝑙𝑣.𝐾𝑖𝑟𝑖 𝐴𝑡𝑎𝑠−𝐸𝑙𝑣.𝐾𝑖𝑟𝑖 𝐵𝑎𝑤𝑎ℎ)2+√𝐿12+(𝐸𝑙𝑣.𝐾𝑎𝑛𝑎𝑛 𝐴𝑡𝑎𝑠−𝐸𝑙𝑣.𝐾𝑎𝑛𝑎𝑛 𝐵𝑎𝑤𝑎ℎ)2
( )
2
= 14151,862 𝑚2
Luas Tebing dengan Faktor Keamanan (A3) = Luas Tebing × 2,5
= 14151,862 × 2,5
185
= 35379,656 𝑚2
Jadi luas daerah tangkapan hujan secara total adalah :
𝐴𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝐴1 + 𝐴2 + 𝐴3 = 1610,625 + 322,125 + 14151,862
= 37312,406 𝑚2
b. Perhitungan Analisis Hidrologi
1) Menentukan Koefisien Pengaliran (α)
Tabel 4.1 Koefisien Pengaliran (α)
186
1 Pegunungan yang curam 0,75-0,90
2 Tanah bergelombang dan hutan 0,50-0,75
3 Dataran yang ditanami 0,45-0,60
Lanjutan Tabel 4.3 Kecepatan Aliran Air Ijin Berdasarkan Jenis Material
187
4 Kerikil halus 0,75
5 Lempung kokoh 0,75
6 Lempung padat 1,10
188
2 5 0,995
3 10 0,980
4 15 0,955
5 20 0,920
6 25 0,875
7 30 0,820
8 50 0,500
Sumber : Diklat Drainase Perkotaan, IR. H. A. Halim Hasmar, MT.
α desain = [𝛼1 𝐴1 𝐴2 𝐴3
× ] + [𝛼2 × ] + [𝛼3 × ]
𝐴 𝐴 𝐴
= 0,381
2) Kemiringan Tebing
12−19,201 12−15,273
( )+( )
76,708 186,523
I = 2
×100%
= -5,57 %
3) Menentukan Waktu Konsentrasi (tc)
a) Untuk Jalan Perkerasan
𝑖1 = 2% (dari tabel diperoleh v1 = 0,9 m/dt)
𝐿1
7,5
𝑡𝑜1 =
𝑣1 = = 0,00231 𝑗𝑎𝑚
0,9 × 3600
b) Untuk Bahu Jalan
𝑖2 = 4% (dari tabel diperoleh v2 = 1,2 m/dt)
𝐿2
1,5
𝑡𝑜2 =
𝑣2 = = 0,00035 𝑗𝑎𝑚
1,2 × 3600
189
c) Untuk Daerah Perkebunan
𝑖3 = 5,57% (dari tabel diperoleh v3 = 1,2 m/dt)
𝐿3 131,616
𝑡𝑜3 = = = 0,03047 𝑗𝑎𝑚
𝑣 3 1,2 × 3600
d) Untuk
Saluran
𝑖4 = 1,83% (dari tabel diperoleh v4 = 0,6 m/dt)
𝐿4
214,75
𝑡𝑑4 =
𝑣4 = = 0,09942 𝑗𝑎𝑚
0,6 × 3600
Maka waktu konsentrasi :
tc = td + Σ to
= 0,09942 + 0,03313
= 0,13255 jam
4) Menentukan Intensitas Curah Hujan (It)
Diketahui : Curah hujan R = 5132,30
mm/jam
2 2
𝑅 24 5132,30 24
It = ( ) × ( )3 = ( )×( 3
) = 18,751 mm/jam
24 𝑡𝑐 24 0,13255
190
Gambar 4.2 Tampang Melintang Saluran Drainase
1) Luas tampang saluran
Fs =BxH
= 1𝐻 × 𝐻 = 1𝐻2
2) Keliling basah saluran
Ps = B + 2H
= 1H + 2H
= 3H
3) Radius hidrolik
1𝐻2
R = 𝐹𝑠 = = 0,333H
𝑃𝑠 3𝐻
191
H = 0,1867
B = 1H
= 1 x 0,1867
= 0,1867 m = 0,2 (H pakai)
B (m) H (m)
192
CA 7 0,5 0,5 0,2040 1,6578 40 x 40 x 100
193
CA 21 0,3 0,3 0,1337 7,6481 40 x 40 x 100
194
0,11
F = 2,54
= 0,07 𝑚2
Lalu menghitung diameter (θ = 45˚)
F = 1 ×(4,5 - sin θ ) × 𝐷2
8
𝐷2 = 0,145 𝑚2
= 0,381 m
Maka diameter yang dipakai adalah 0,4 m. lalu syarat untuk ketinggian air
di dalam gorong-gorong adalah d = 0,8 × D, ,maka :
d = 0,8 × D
d = 0,8 × 0,4
d = 0,32 m
Berikut gambar penampang gorong-gorong beserta dimensi.
= ( 1 × 40 𝑐𝑚) + 0,02
10
= 4,02 cm
Dipakai = 5 cm
Berikut gambar dari penampang melintang beserta dengan ketebalannya :
195
Gambar 4.6 Penampang Melintang Gorong-Gorong Catchment 1 dan
Ketebalannya
BAB V
POTONGAN MELINTANG DAN MEMANJANG JALAN
5.1 Umum
1. Potongan Melintang Jalan
Penampang merupakan gambar irisan tegakan. Bila pada topografi dapat
dilihat bentuk proyeksi tegak mode bangunan, maka pada gambar penampang bisa
dilihat model potongan tegak bangunan dalam arah memanjang. Bisa dipahami
bahwa gambar penampang merupakan gambaran dua dimensi dengan elemen
unsur jarak (datar) dan ketinggian. Pada gambar penampang umumnya lebih kecil
dari skala tegak (Kwantes, dkk, 1987).
Ada jenis penampang yang merupakan keharusan :
196
a. Penampang memanjang, yaitu penampang horizontal sepanjang garis
sumbu pada seluruh panjang suatu kerja.
b. Penampang melintang, yaitu penampang vertikal yang dibuat tegak
lurus pada garis sumbu suatu kerja (Irvine, W, 1995).
Informasi yang diperoleh dari penampang memberikan data untuk :
a. Menentukan gradien yang cocok untuk kerja konstruksi.
b. Menghitung volume kerja tanah.
c. Memberikan rincian tentang kedalaman galian atau tinggi timbunan
yang akan ditentukan (Irvine, W, 1995).
Alur galian (increasing) adalah sebuah alur yang digali di badan jalan
selebar perkerasan jalan yang telah ditentukan dan sejauh profil memanjang jalan
untuk tempat lapisan dari perkerasan jalan. Alur galian (increasing) ini jika dibuat
di jalan badan yang ditimbun haruslah ditunggu dulu sampai tanah. Tanah
tersebut padat betul (compacing). Jika tanah basah, dikorek sedalam yang
diperlukan (tidak kurang daripada sedalam tanah gembur) (Husni, 1974).
Bila transisi diantara galian dan timbunan berada pada sisi bukit,
sebanyak 5 penampang melintang mungkin diperlukan. Secara teoritis
penampang melintang yang lengkap tidak diperlukan pada sudut-sudut
penampang yang mencolok ke dalam permukaan tetapi penstasionannya
diperlukan untuk menentukan puncak piramida. Piramida yang mempunyai dasar
akhir dengan bentuk segitiga. Jadi penampang melintang pada transisi menjadi 3,
yaitu :
a. Pada dasar timbunan
b. Pada titik grade di garis sumbu
c. Pada titik grade di dasar galian
Ketiga penampang transisi sangat berdekatan. Kontur grade tersebut
dianggap tegak lurus pada garis sumbu. Selanjutnya akan berbentuk baji pada
sebelah menyebelah kontur (Meyer dan Gibson, 1984).
Pada rencana jalan, potongan memanjang umumnya bisa diukur langsung
dengan cara sifat dasar kecuali pada lokasi perpotongan dengan sungai. Gambar
potongan memanjang jalan merupakan potongan-potongan melintang sungai.
197
Gambar potongan memanjang suatu rute umumnya digambar pada suatu lembar
198
bersama-sama dengan peta rencana di geometri horizontal (Terzaghi dan Peck,
1987).
Pematangan tanah pembangunan adalah pekerjaan-pekerjaan menjelang
tanah yang sesungguhnya serta kegiatan-kegiatan pembangunan lainnya. Proses
pematangan mencakup :
a. Menghilangkan pepohonan dan semak-semak beserta akar-akarnya.
b. Menimbun selokan dengan kemungkinan menggali sarana air baru.
c. Meninggikan tanah (Kwantes, dkk, 1987).
Galian bergantung pada :
a. Jenis tanah yang akan digali
b. Beban atas.
Masalah pokok dalam pembuatan analisis distribusi adalah penentuan
lokasi dari penstasionan titik-titik keseimbangan antara galian dengan timbunan
ditambah dengan penyusutan yang diperbolehkan.Pada pekerjaan kecil titik-titik
keseimbangan (balance) yang utama bisa didapat dengan membuat subtotal yang
terpisah dari galian-galian dan timbunan-timbunan yang telah dikoreksi, titik-titik
keseimbangan ditentukan letaknya dimana kedua subtotal adalah sama. Pada
pekerjaan penting. Cara ini kurang baik dan cara ini tidak menetapkan titik – titik
keseimbangan diantaranya juga tidak memberikan data untuk menghitung
overhaul, juga tidak menunjukkan bagaimana menjadwalkan pekerjaan. Analisis
yang lebih detail dapat dibuat dengan cara stasion atau dengan cara diagram massa
(Meyer, 1984).
2. Potongan Memanjang Jalan
Suatu penampang melintang tertentu dapat menentukan tingkat pelayanan
dimana keamanan menjadi pertimbangan utama. Pengetahuan tentang hal-hal ini
belum lengkap sehingga tidak diketahui sampai sejauh mana unsur-unsur tersebut
serta interaksinya berpengaruh terhadap kecelakaan. Untuk pembuatan jalan
berkaitan dengan galian dan timbunan sangat memerlukan pengetahuan tentang
tanah baik struktur maupun jenis tekanan kondisinya (Irvine, 1995).
Analisis stabilitas suatu talud bukanlah merupakan suatu pekerjaan yang
ringan. Bahkan untuk mengetahui evaluasi variabel seperti tanah dan
199
lapisannya
200
serta parameter-parameter kekuatan geser tanah mungkin merupakan pekerjaan
yang membosankan. Rembesan dalam talud dan kepemilikan,kemungkinan
longsor atau tergelincir menambah rumitnya masalah yang akan ditangani
(Elias, 1999).
Masalah pokok dalam pembuatan analisis distribusi adalah penentuan
lokasi dari penstasional titik-titik keseimbangan antara mana galian dan
timbunan ditambah dengan penyusutan yang diperbolehkan. Pada pekerjaan
kecil titik-titik keseimbangan (balance) yang utama bisa didapat dengan
membuat sub total yang terpisah dari galian-galian dan timbunan-timbunan
yang telah dikoreksi, titik-titik keseimbangan ditentukan letaknya dimana kedua
sub total adalah sama. Pada pekerjaan penting, cara ini kurang baik. Ia tidak
menunjukkan bagaimana menjadwalkan pekerjaan. Analisis yang lebih detail 149
dapat dibuat dengan cara station atau dengan cara diagram massa (Meyer dan
David 1984).
Penampang memanjang jalan diperlukan untuk membuat trase jalan
kereta api, jalan raya, sungai, saluran irigasi (saluran air) misalnya irisan tegak
penampang memanjang yang mengikuti sumbu rute. Penampang merupakan
gambaran irisan tegak. Bila pada peta topografi bisa dilihat bentuk proyek tegak
model bangunan, maka pada gambar penampang bisa dilihat moel potongan
tegak bangunan dalam arah memanjang ataupun melintang tegak lurus arah
potongan memanjang (Forsblad, 1989).
Pada masa lalu, kemiringan yang besar masih merupakan standar bagi
beberapa perencanaan jalan raya karena tidak terlalu banyak melibatkan
pekerjaan tanah. Tetapi, pada tahun-tahun terakhir kemiringan biasanya
diperdatar lagi agar pengoperasian kenderaan dapat lebih aman, memungkinkan
penanaman pohon serta mengurangi erosi dimana kestabilan merupakan hal
yang pokok dan untuk mengurangi biaya perawatan. Kemiringan yang curam
pad timbunan badan jalan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan yang serius.
Kemiringan timbunan yang datar memiliki keuntungan yang lain yaitu dapat
dilihat dari tiap kenderaan sehingga jalan akan nampak lebih aman untuk
dilalui (Purwardjo, 1986).
201
Galian-galian seperti sumur-sumur dan alur-alur kita berikan tanda dengan
rambu-rambu. Rambu-rambu ini disusun dari dua buah piket atau lebih yang
dibagian atasnya dipasang sepotong papan horizontal. Bagian atas papan ini
ditetapkan dengan cermat terhadap HAP. Permukaan tanah atau bagian atas
tengah jalan tergantung dari situasi setempat. Setidak-tidaknya kita pasangkan
pada semua titik dari galian sebuah rambu dan demikian pula untuk alur-alur
dengan jarak masing-masing maksimal sekitar 20 m. Penempatan rambu-rambu
hendaknya diatur sedemikian rupa, sehingga ke semua itu sewaktu
berlangsungnya penggalian tidak akan menimbulkan getaran (Forsblad, 1989).
Bila transisi diantara galian dan timbunan berada pada sisi bukit sebanyak
5 penampang melintang mungkin diperlukan, secara teoritis penampang
melintang yang lengkap tidak memerlukan pada sudut-sudut penampang yang 150
mencolok ke dalam permukaan tetapi pengoperasionalnya diperlukan untuk
menentukan puncak piramida-piramida yang mempunyai dasar akhir dengan
bentuk segitiga. Jadi penampang melintang pada tradisi menjadi 3, yaitu :
a. Pada dasar timbunan
b. Pada titik grade di garis sumbu
c. Pada titik grade di dasar galian
Ketiga penampang-penampang pada transisi sangat berdekatan, kontur
grade tersebut dianggap tegak lurus pada garis sumbu, selanjutnya akan
berbentuk baji pada sebelah-sebelah kontur grade (Elias, 1999).
Dalam pembuatan penampang memanjang ini, terdiri dari pembuatan
galian dan timbunan. Pembuatan galian dan timbunan ini harus disesuaikan
supaya penekanan biaya dan tenaga yang digunakan dalam pengangkutan dapat
benar-benar diefisienkan. Untuk itu pembuatan penampang memanjang jalan ini
perlu dipelajari dan harus benar-benar dipahami. Penampang umumnya
merupakan irisan tegakan, bila pada peta topografi dapat dilihat bentuk proyeksi
tegak model bangunan, maka pada gambar penampang bisa dilihat model
potongan tegak bangunan dalam arah memanjang ataupun melintang tegak
lurus arah potongan memanjang bisa dipahami bahwa gambar penampang
merupakan gambaran dua dimensi dengan elemen unsur jarak (datar) dan
202
ketinggian. Pada
203
gambaran penampang dibuat dan disajikan dalam rencana rancangan bangunan
dalam arah tegak skala horizontal pada gambar penampang umumnya lebih kecil
dari skala tegak (Irvine, 1995).
204
Gambar 5.2 Pembagian Luas Potongan Jalan Melintang
Untuk mencari luas galian dan timbunan pada gambar Civil 3D digunakan
metode “Average End Area” yaitu menghitung volume dengan cara
menjumlahkan luas suatu jenis material di satu stasiun ke luas jenis material di
stasiun berikutnya dan membagi hasilnya dengan dua, kemudian mengalikan
hasilnya dengan jarak antar bagian (L).
V = 𝐿 (𝐴 + 𝐴 )
2 1 2
1 22.76 0 0 0
2 65.37 0 2643.81 0
3 145.49 0 6325.98 0
205
4 245.45 0 11728.21 0
5 263.11 0 2233.6 0
6 265.25 0 4596.73 0
7 258.19 0 2569.01 0
8 252.3 0 1935.81 0
9 238.33 0 4085.23 0
10 192.25 0 5279.13 0
13 53.46 0 1950.15 0
16 0 53.87 0 575.68
17 0 53.96 0 101.13
18 0 52.91 0 854.85
19 0 49.5 0 813.66
206
20 0.23 32.31 2.86 644.93
29 0 57.06 0 885.07
30 0 49.28 0 2126.72
36 17.69 0 26.06 0
37 31.86 0 258.46 0
207
Lanjutan Tabel 5.1 Rekapitulasi Galian dan Timbunan
40 77.57 0 1646.51 0
43 117.53 0 2552.28 0
44 135.8 0 2952.21 0
45 146.14 0 1792.65 0
46 161.24 0 1596.5 0
47 209.85 0 4281.63 0
48 169.35 0 4375.16 0
49 144.66 0 2579.85 0
50 133.28 0 928.7 0
208
55 0 150.68 0 837.08
56 0 183.87 0 901.26
57 0 340.02 0 9066.39
58 0 190.59 0 10612.23
60 94.54 0 5422.68 0
64 0 54.47 0 3162.76
67 0 202.5 0 7864.99
69 333.05 0 11718.28 0
70 335.41 0 20053.76 0
209
71 174.07 0 15284.49 0
72 8.08 0 5464.47 0
74 0 102.77 0 4087.32
81 167.7 0 3150.46 0
82 173.17 0 297.17 0
83 237.65 0 4432.28 0
84 239.05 0 119.03 0
85 249.73 0 5562.33 0
86 246.51 0 457.61 0
210
87 210.6 0 4934.17 0
88 174.31 0 4534.19 0
89 166.31 0 1029.39 0
90 144.97 0 2708.13 0
91 129.96 0 2391.9 0
92 131.17 0 2501.02 0
93 230.99 0 10864.65 0
94 148.6 0 11387.79 0
96 0 195.52 0 6956.97
97 0 63.15 0 5173.37
211
Potongan Luas (Sq.m) Volume (Cu.m)
212
122 248.24 0 6026.58 0
213
138 0 175.04 0 8349.01
214
BAB VI
RENCANA ANGGARAN BIAYA (RAB)
6.1 Umum
Rencana Anggaran Biaya (RAB) merupakan perkiraan atau perhitungan
biaya–biaya yang diperlukan untuk tiap pekerjaan dalam suatu proyek konstruksi,
sehingga diperoleh biaya total yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek
tersebut.
Tujuan penyusunan atau pembuatan RAB bagi kontraktor adalah :
a. Sebagai dasar untuk mengikuti tender dan pengajuan penawaran.
b. Sebagai dasar perkiraan modal/dana yang harus disediakan.
c. Sebagai dasar dalam penyediaan bahan, alat, tenaga dan waktu untuk
pelaksanaan.
Rencana anggaran biaya dibuat sebelum proyek dilaksanakan, jadi masih
merupakan anggaran perkiraan, bukan anggaran yang sebenarnya berdasarkan
pelaksanaan (actual cost).
Ada 2 macam cara pembuatan RAB, yaitu :
a. Rencana Anggaran Biaya Kasar
Yaitu rencana anggaran biaya yang perhitungannya hanya didasarkan pada
luas lantai bangunan dikalikan satuan harga per m2 nya. Rencana Anggaran
biaya kasar digunakan jika ingin mengetahui anggaran biaya proyek secara
cepat dengan cara pendekatan.
b. Rencana Anggaran Biaya Secara Rinci
Yaitu rencana anggaran biaya yang dihitung berdasarkan volume tiap jenis
pekerjaan dikalikan harga tiap jenis pekerjaan tersebut,untuk seluruh jenis
kegiatan yang ada pada proyek tersebut, sehingga diperoleh rencana anggaran
biaya total untuk seluruh proyek tersebut.
215
Dalam penyusunan atau pembuatan RAB data yang diperlukan adalah
sebagai berikut :
a. Gambar-gambar rencana arsitektur dan struktur serta gambar-gambar lain
(gambar bestek).
b. Peraturan dan syarat-syarat (bestek/RKS).
c. Berita Acara Penjelasan Pekerjaan.
d. Buku AHSP Triwulan Padang Tahun 2020
e. peraturan/spesifikasi bahan dari pabrik/industri.
f. Daftar harga bahan yang digunakan di daerah tersebut.
g. Daftar upah tiap pekerjaan.
h. Daftar volume tiap pekerjaan.
i. Peraturan pemerintah daerah yang berkaitan dengan pembangunan
216
6.2.2 Daftar Harga Bahan
Adapun daftar harga bahan adalah sebagai berikut.
Tabel 6.2 Daftar Harga Bahan
16 Agregat S - m3 Rp 210.543,00
217
6.2.3 Daftar Harga Alat
Adapun daftar harga alat adalah sebagai berikut.
Tabel 6.3 Daftar Harga Alat
218
6.2.4 Mobilisasi
Tabel 6.4 Rincian Pekerjaan Mobilisasi
A BASE CAMP
B PERALATAN
219
18 Vibro Sheep Foot Roller Unit 1 Rp10.000.000,00 Rp10.000.000,00
E MOBILISASI PERSONIL
G DEMOBILISASI
220
6.2.5 AHS Drainase
Tabel 6.5 Rincian Pekerjaan Galian Tanah Untuk Saluran Selokan
A TENAGA
B BAHAN
C PERALATAN
A TENAGA
221
3 Mandor Jam 0,4016 Rp 16.285,71 Rp 6.540,45
B BAHAN
C PERALATAN
A TENAGA
B BAHAN
C PERALATAN
222
JUMLAH HARGA ALAT Rp 0,00
A TENAGA
B BAHAN
C PERALATAN
223
Tabel 6.9 Timbunan Biasa dari Sumber Galian
A TENAGA
B BAHAN
C PERALATAN
224
IEN SATUAN HARGA
A TENAGA
B BAHAN
C PERALATAN
A TENAGA
225
JUMLAH HARGA TENAGA Rp 71,80
B BAHAN
C PERALATAN
A TENAGA
B BAHAN
C PERALATAN
226
3 Dump Truck Jam 0,0147 Rp 570.816,40 Rp 8.400,14
A TENAGA
B BAHAN
C PERALATAN
227
D JUMLAH (A+B+C) Rp 378.557,08
A TENAGA
B BAHAN
C PERALATAN
228
6.2.8 AHS Pekerjaan Berbutir
Tabel 6.15 Rincian Pekerjaan Lapis Pondasi Agregat Bawah Kelas A
A TENAGA
B BAHAN
C PERALATAN
229
6.2.9 AHS Perkerasan Aspal
Tabel 6.16 Rincian Pekerjaan Lapis Resap Pengikat-Aspal Cair
A TENAGA
B BAHAN
C PERALATAN
A TENAGA
230
B BAHAN
C PERALATAN
A TENAGA
B BAHAN
231
4 Aspal Kg 62,315 Rp 15.301,00 Rp 953.481,82
C PERALATAN
A TENAGA
B BAHAN
232
1 Agr Pecah Mesih 5-10 mm M3 0,3720 Rp 235.900,00 Rp 87.744,08
dan 10-15 mm
C PERALATAN
A TENAGA
233
2 Mandor Jam 0,0201 Rp 16.285,71 Rp 327,34
B BAHAN
C PERALATAN
234
6.2.10 AHS Pengembalian Kondisi dan Pekerjaan Minor
Tabel 6.21 Rincian Pekerjaan Marka Jalan Termoplastik
A TENAGA
B BAHAN
C PERALATAN
235
Tabel 6.22 Rincian Pekerjaan Patok Kilometer
A TENAGA
B BAHAN
C PERALATAN
A TENAGA
236
1 Pekerja Jam 0,7743 Rp 12.714,29 Rp 9.844,67
B BAHAN
C PERALATAN
A TENAGA
237
JUMLAH HARGA TENAGA Rp 26.738,03
B BAHAN
C PERALATAN
A TENAGA
B BAHAN
238
JUMLAH HARGA BAHAN Rp 612.000,00
C PERALATAN
A TENAGA
B BAHAN
C PERALATAN
239
E BIAYA UMUM DAN KEUNTUNGAN = 10% X D Rp 70.643,24
240
6.3 Rencana Anggaran Biaya
Perhitungan rencana anggaran biaya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 6.27 RAB Pekerjaan Jalan Baru
RENCANA ANGGARAN BIAYA
SAT
NO URAIAN Koef HARGA SATUAN JUMLAH
.
a b c d e f=dxe
DIV 1. UMUM
1.1 Mobilisasi dan Demobilisasi Ls 1 Rp1.607.000.000,00 Rp1.607.000.000,00
1.2 Manajemen Mutu Ls 1 Rp 540.000.000,00 Rp 540.000.000,00
Jumlah Harga Pekerjaan Divisi 1 Rp 2.147.000.000,00
DIV 2 DRAINASE
Galian Tanah Untuk Saluran
2.1 Selokan m3 1910,17 Rp 58.787,02 Rp 112.293.210,42
Saluran Drainase Berbentuk
2.2 U DS 1 ukuran 40x40x100 pcs 7641 Rp 882.639,00 Rp 6.744.244.599,00
Gorong - gorong beton
2.3 ukuran diameter 40 cm pcs 25 Rp 377.500,00 Rp 9.437.500,00
Jumlah Harga Pekerjaan Divisi 2 Rp 6.865.975.309,42
DIV 3. PEKERJAAN TANAH
3.1 Galian Biasa m3 281227,62 Rp 31.503,14 Rp 8.859.551.919,45
3.2 Timbunan Biasa m3 162908,16 Rp 95.833,69 Rp15.612.089.605,68
3.3 Penyiapan Badan Jalan m3 95508,5 Rp 15.427,84 Rp 1.473.490.203,80
Pembersihan dan
3.4 Pengupasan lahan m2 191017 Rp 16.812,65 Rp 3.211.502.689,81
Jumlah Harga Pekerjaan Divisi 3 Rp29.156.634.418,73
DIV 4. PELEBARAN PERKERASAN DAN BAHU JALAN
Lapis pondasi agregat kelas
4.1 A m3 7087,709 Rp 416.434,79 Rp 2.951.568.576,23
Lapis pondasi agregat kelas
4.2 S m3 2377,945 Rp 314.457,66 Rp 747.763.017,28
241
Jumlah Harga Pekerjaan Divisi 4 Rp 3.699.331.593,51
DIV 5. PEKERJAAN BERBUTIR
Lapis pondasi agregat bawah
5.1 kelas A m3 17811,346 Rp 416.434,79 Rp 7.417.264.048,79
Jumlah Harga Pekerjaan Divisi 5 Rp 7.417.264.048,79
DIV 6. PERKERASAN ASPAL
Lapis Resap Pengikat-Aspal
6.1 Cair LTR 57300 Rp 25.977,09 Rp 1.488.487.431,41
6.2 Lapis Perekat- Aspal Cair LTR 28650 Rp 26.165,43 Rp 749.639.509,36
6.3 Laston lapis aus(AC-WC) ton 2374,846 Rp 1.521.072,89 Rp 3.612.313.861,01
Laston Lapis Antara (AC-
6.4 BC) ton 3562,269 Rp 468.270,42 Rp 1.668.105.187,18
Laston Lapis Pondasi (AC-
6.5 Base) ton 12467,942 Rp 1.285.859,06 Rp16.032.016.152,87
Jumlah Harga Pekerjaan Divisi 6 Rp23.550.562.141,82
DIV 7 PENGEMBALIAN KONDISI DAN PEKERJAAN MINOR
7.1 Marka Jalan Termoplastik m2 1260,6 Rp 206.983,84 Rp 260.923.828,82
7.2 Patok kilometer buah 40 Rp 306.825,30 Rp 12.273.011,93
Rambu Jalan Tunggal
dengan Permukaan Pemantul
7.3 Engineering Grade buah 14 Rp 1.297.344,23 Rp 18.162.819,20
7.4 Pagar Pengaman m 3820 Rp 863.800,70 Rp 3.299.718.667,25
7.5 Lampu Jalan buah 128 Rp 678.901,13 Rp 86.899.344,27
7.6 Barrier m 3820,000 Rp 777.075,67 Rp 2.968.429.064,86
Jumlah Harga Pekerjaan Divisi 7 Rp6.646.406.736,34
TOTAL RAB Rp79.483.174.248,61
6.4 Rekapitulasi
Tabel 6.28 Rekapitulasi RAB Pekerjaan Jalan Baru
NAMA
PROYEK PEMBUATAN JALAN BARU PROVINSI ACEH
Tahun
Anggaran 2021/2022
Jumlah Harga
No. Div Uraian Penawaran
242
1 Umum Rp2.147.000.000
2 Pekerjaan Drainase Rp6.865.975.309
3 Pekerjaan Tanah Rp29.156.634.419
4 Pelebaran Perkerasan dan Bahu Jalan Rp3.699.331.594
5 Pekerjaan Berbutir Rp7.417.264.049
6 Pekerjaan Aspal Rp23.550.562.142
7 Pengembalian Kondisi dan Pekerjaan Minor Rp6.646.406.736
(A) Jumlah Harga Penawaran Rp79.483.174.249
(B) Pajak Pertambahan Nilai )PPN) = 10% x (A) Rp7.948.317.425
(C) JUMLAH TOTAL HARGA PENAWARAN = (A) + (B) Rp87.431.491.673
DELAPAN PULUH TUJUH MILYAR EMPAT RATUS TIGA PULUH
SATU JUTA EMPAT RATUS SEMBILAN PULUH SATU RIBU
Terbilang : ENAM RATUS TUJUH PULUH TIGA RUPIAH
243
BAB VII
RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT
PASAL 2
PEMBERI TUGAS PEKERJAAN
Pemberi Tugas Pekerjaan ini adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum
Provinsi Aceh, selaku Penanggung Jawab Proyek. Pemimpin Proyek dijabat oleh
Kepala Seksi Jalan dan Jembatan Provinsi Aceh.
PASAL 3
PERENCANA
Perencana dari pekerjaan ini adalah Seksi Bina Program Dinas Pekerjaan
Umum Provinsi Aceh.
244
PASAL 4
DIREKSI PEKERJA
Yang bertindak sebagai Direksi Pekerjaan adalah Badan Pengawas
Pembangunan Provinsi Aceh
PASAL 5
PENGAWAS LAPANGAN
1. Sebagai Pengawas Pelaksanaan Pekerjaan sehari di tempat pekerjaan, akan
ditunjuk Petugas yang dibekali dengan Surat Tugas dari Pemimpin Proyek.
2. Pengawas Lapangan atau Direksi Lapangan, tidak dibenarkan merubah
ketentuan-ketentuan pelaksanaan, sebelum mendapat izin atau sepengetahuan
dari Perencana dan Pemimpin Proyek.
3. Bilamana Pengawas Lapangan atau Direksi Lapangan menjumpai kelainan-
kelainan, kejanggalan-kejanggalan di lapangan atau adanya penyimpangan-
penyimpangan dari RKS yang ada, supaya segera memberitahukan kepada
Perencana atau Pemimpin Proyek.
4. Disamping Pengawas Lapangan atau Direksi Lapangan yang ditunjuk, maka
Perencana juga diberi tugas untuk mengadakan pengawas berkala, terutama
pada pekerjaan-pekerjaan yang menyangkut segi konstruksi atau pekerjaan-
pekerjaan yang perlu mendapat perhatian.
PASAL 6
PEMBORONG
1. Bila Pemborong atau Rekanan akan memulai kegiatan pelaksanaan pekerjaan
di lapangan, maka sebelumnya supaya memberi tahu dan minta izin lebih dulu
kepada Pemimpin Proyek dan Pengelola Proyek yang lain secara tertulis.
2. Untuk melaksanakan pekerjaan ini, maka pihak Pemborong supaya
menempatkan seorang Kepala Pelaksana yang ahli dan cakap dan kepadanya
supaya diberi wewenang penuh oleh Direktur atau Pimpinan Perusahaan, yang
bertanggung jawab dan yang dapat bertindak untuk dan atas namanya.
245
3. Kepala Pelaksana yang diberi kuasa penuh tadi, harus selalu bertugas di
tempat pekerjaan untuk menerima perintah-perintah dari Direksi dan
Pengelola Proyek serta Pemimpin Proyek, agar pekerjaan dapat berjalan lancar
dan sesuai dengan Rencana Kerja dan Syarat-Syarat yang telah ditetapkan.
4. Kepala Pelaksana yang ditunjuk harus berpengalaman dan pembantu-
pembantunya minimal harus dapat memahami dan mengerti Gambar-Gambar
Bestek dan Ketentuan-Ketentuan yang ada dalam RKS, sehingga pelaksanaan
dapat berjalan dengan baik dan lancar.
PASAL 7
SYARAT-SYARAT PESERTA PELELANGAN
1. Yang dapat mengikuti Pelelangan Pekerjaan ini ialah Pemborong yang
berdomisili di Kabupaten Pidie dan mempunyai Prakualifikasi dari Panitia
Prakualifikasi Provinsi Daerah Tingkat II Pidie yang masih berlaku, untuk
bidang usaha Pekerjaan Pemborongan dengan klasifikasi dan kualifikasi untuk
bidang dan sub-bidang pekerjaan atau spesialisasi sebagai berikut :
Bidang Pekerjaan : Jalan Kualifikasi : I
Bidang Pekerjaan : Jalan Kualifikasi : I
2. Bagi Pemborong yang telah mengikuti Pelelangan dan telah memasukkan
Surat Penawaran, jika mengundurkan diri akan dikenakan sanksi sebagai
berikut :
a. Tidak diikutsertakan dalam Pelelangan Pekerjaan yang akan datang.
PASAL 8
PEMBERIAN PENJELASAN
1. Pemberian Penjelasan Pekerjaan akan diberikan pada
: Hari/Tanggal : Senin, 25 Juli 2022
Jam : 08.00 s.d. selesai WIB
Tempat : Ruang Rapat PT. MAJU LANCAR
Dan akan diberikan penjelasan pekerjaan lebih lanjut di lokasi pekerjaan. Pada
hari dan tanggal tersebut, semua Peserta Rapat Penjelasan Pekerjaan dianggap
246
telah mempelajari dan meneliti dengan seksama semua Gambar Rencana dan
247
semua Peraturan, Ketentuan dan Persyaratan yang tersebut dalam Rencana
Kerja dan Syarat-Syarat ini.
2. Peserta Rapat Penjelasan Pekerjaan, berhak mengajukan pertanyaan yang
diajukan lagi, maka semua Peserta Rapat Pemberian Penjelasan Pekerjaan ini
dianggap sudah cukup memahami dan dapat menerima semua persyaratan dan
Ketetapan yang telah ditentukan.
3. Perbaikan, Pembetulan, Penambahan dan Pengurangan-Pengurangan maupun
hasil tanya jawab dan semua Pemberian Penjelasan Pekerjaan yang dimuat
dalam risalah Berita Acara Pemberian Penjelasan Pekerjaan dan yang akan
ditandatangani oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) wakil Pemborong Peserta
Rapat Penjelasan Pekerjaan, merupakan lampiran Kontrak yang sifatnya
mengikat.
4. Pemborong yang tidak hadir dan tidak mengirimkan wakilnya pada waktu
Pemberian Penjelasan Pekerjaan atau Pemborong tidak mengikuti sepenuhnya
sampai Pemberian Penjelasan Pekerjaan selesai, maka Pemborong yang
bersangkutan dinyatakan mengundurkan diri atau dianggap tidak mengikuti
Pelelangan.
5. Risalah Berita Acara Pemberian Penjelasan Pekerjaan dapat diambil oleh
Peserta Rapat pada :
Hari/Tanggal : Senin, 25 Juli 2022
Jam : 09.00 s.d. 15.00 WIB
Tempat : Bag. Administrasi PT. MAJU LANCAR
PASAL 9
PELELANGAN
1. Pelelangan atau Penawaran Pekerjaan akan dilakukan dengan Peraturan
Pelelangan Terbatas atau Penunjukan Langsung.
2. Pemasukan Surat Penawaran Pekerjaan, paling lambat pada :
Hari/Tanggal : Senin, 1 Agustus 2022
Jam : 14.00 WIB
Tempat : Bag. Administrasi PT. MAJU LANCAR
248
Pembukaan Surat-Surat Penawaran Pelelangan akan dilakukan pada :
Hari/Tanggal : Senin, 13 Juni 2022
Jam : 08.30 WIB
Tempat : Ruang Rapat PT. MAJU LANCAR
Wakil Pemborong (bukan Direktur Perusahaan sendiri) yang mengikuti dan
menghadiri Pelelangan Pekerjaan, harus membawa Surat Kuasa bermaterai
Rp. 6.000,00 (enam ribu rupiah) dari Direktur atau Pimpinan Perusahaan dan
harus bertanggung jawab penuh. Surat Kuasa tersebut, supaya dibuat di atas
kertas kop perusahaan asli.
PASAL 10
SYARAT-SYARAT PENAWARAN
1. Penawaran yang diminta adalah Penawaran yang lengkap menurut Gambar
bestek, seusai peraturan dan ketentuan yang tercantum dalam Rencana Kerja
dan Syarat-Syarat dan semua Ketentuan Tambahan yang dimuat dalam
Risalah Berita Acara Pemberian Penjelasan Pekerjaan yang ada.
2. Surat Penawaran (supaya menggunakan contoh Blangko terlampir); Rencana
Anggaran Biaya; Daftar Analisa Pekerjaan; Surat Kuasa; Surat Kesanggupan
memberikan Jaminan Pelaksanaan (hanya berlaku untuk pelelangan dengan
nilai di atas Rp. 100.000.000); Surat Pernyataan Kesanggupan untuk Tunduk
pada Peraturan Pelelangan; Surat Pernyataan Bukan Pegawai Negeri Sipil bagi
Direkturnya atau Pimpinannya; Surat Kesanggupan untuk mengikuti Program
ASTEK (Asuransi Sosial Tenaga Kerja) dan Surat Pernyataan Kesanggupan
Membayar Retribusi Izin Galian Golongan C, supaya dibuat di atas kertas
dengan kop nama perusahaan atau nama pemborong yang bersangkutan.
Sedang untuk pembuatan Rencana Anggaran Biaya dan Daftar Analisa
Pekerjaan, cukup hanya pada lembar di depan saja atau lembaran pertama dan
lembar- lembar kertas yang lain, bisa menggunakan kertas jenis lain, ukuran
folio. Pada lembar kertas-kertas yang lain, di pojok kanan bawah, supaya
dibubuhkan cap perusahaan dan diparaf.
249
3. Surat Penawaran maupun lampiran-lampirannya, jika tidak ditandatangani
oleh Direktur atau Pimpinan Perusahaan sendiri, tetapi diserahkan kepada
seseorang yang diberi kuasa, maka yang bersangkutan harus melampirkan
Surat Kuasa bermaterai Rp. 6.000,00 (enam ribu rupiah) yang dibuat di atas
kertas kop nama perusahaan. Orang yang diberi Kuasa tersebut, namanya
harus tercantum di dalam Akte Pendirian Perusahaan.
PASAL 11
SAMPUL DAN ISI SURAT PENAWARAN
1. Surat Penawaran diajukan dalam sampul tertutup.
2. Sampul Surat Penawaran disediakan oleh Panitia Pelelangan atau akan
ditentukan lain dan hal ini akan diberitahukan pada waktu pemberian
Penjelasan Pekerjaan.
3. Sampul Surat Penawaran, berisi antara lain sebagai berikut :
a. Syarat-Syarat Teknik (dibuat 5 (lima) ganda), terdiri :
1) Surat Penawaran Surat Penawaran bermaterai Rp. 6.000,00 (enam ribu
rupiah) yang ditandatangani oleh Direktur atau Pimpinan Perusahaan.
Surat Penawaran tersebut supaya diberi tanggal, bulan dan tahun serta
dicap perusahaan. Pada materai harus dibubuhkan tanggal, bulan dan
tahun. Tanda tangan Penawar dan Cap Perusahaan, harus kena pada
materai.
2) Daftar Rencana Anggaran Biaya atau Daftar Rincian Pekerjaan.
3) Daftar Analisa Pekerjaan.
4) Daftar Harga Satuan Bahan, Upah, Tenaga dan Harga Satuan Pekerjaan.
5) Jadwal Waktu Pelaksanaan Pekerjaan atau Time Schedule.
6) Daftar nama-nama pelaksana yang akan ditugaskan untuk
melaksanakan pekerjaan ini.
b. Syarat-Syarat Administrasi (dibuat 5 (lima) ganda) terdiri :
1) Rekaman Surat Jaminan Penawaran, berupa Surat Jaminan Bank dari
BPD atau Bank Pemerintah atau Bank Lain atau Lembaga Keuangan
Lain (PT. Persero Asuransi Kerugian Jasa Raharja) yang ditetapkan
250
oleh
251
Menteri Keuangan, sebesar antara 1% (satu persen) sampai 3% (tiga
persen) dari perkiraan harga penawaran. Untuk keseragaman besarnya
Jaminan Penawaran ini, maka Panitia Pelelangan akan menetapkan
untuk pekerjaan ini sebesar Rp 14.834.589.389 berlaku selama 3 (tiga)
bulan mulai tanggal Pelelangan.
2) Surat Pernyataan Kesanggupan Memberikan Jaminan Pelaksanaan,
minimal 5% dari Harga Penawaran (hanya berlaku untuk Pelelangan
dengan nilai di atas Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Surat
Pernyataan Kesanggupan Memberikan Jaminan Pelaksanaan tersebut,
supaya dibuat di atas kertas kop nama Perusahaan yang asli bermeterai
Rp. 6.000,00 (seribu rupiah), ditanda tangani oleh Direktur atau
Pimpinan Perusahaan, diberi tanggal, bulan dan tahun serta dicap
perusahaan.
3) Rekaman referensi atau Surat Keterangan Bank Pembangunan Daerah
(BPD) yang masih berlaku dan dibuat khusus untuk Proyek ini.
4) Rekaman Surat Undangan untuk mengikuti Pelelangan dari Panitia
Pelelangan.
5) Rekaman Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK), yang masih
berlaku.
6) Rekaman Pemilikan Nomor Wajib Pajak (NPWP) disertai Surat
Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dari Direktorat
Jenderal Pajak.
7) Rekaman Surat Tanda Daftar Rekanan (TDR) dari Panitia
Prakualifikasi Provinsi Daerah Tingkat I Pidie yang masih berlaku,
sesuai dengan bidang pekerjaan yang diikuti pelelangan.
8) Rekaman Surat Tanda Anggota KADIN dan GAPENSI.
9) Rekaman referensi pengalaman pekerjaan untuk bidang usaha yang di
prakualifikasikan, minimal 5 (lima) tahun terakhir.
10) Rekaman Kepemilikan Peralatan.
11) Neraca Perusahaan Terakhir.
12) Susunan Kepemilikan Modal Perusahaan.
252
13) Daftar Susunan Pengurus Perusahaan atau Daftar Personalia
Perusahaan.
14) Surat Keterangan Bukan Pegawai Negeri Sipil atau TNI bagi Direktur
atau Pimpinan Perusahaan.
15) Rekaman Surat Akte Pendirian Perusahaan yang terakhir termasuk
dengan semua perubahannya.
16) Surat Pernyataan Kesanggupan untuk Tunduk pada Peraturan
Pelelangan. Semua Surat Pernyataan Kesanggupan dan Surat
Keterangan tersebut, supaya dibuat di atas kertas kop nama perusahaan
yang asli bermaterai Rp. 6.000,00 (enam ribu rupiah), ditandatangani
oleh Direktur atau Pimpinan Perusahaan, diberi tanggal, bulan dan
tahun serta dicap perusahaan.
17) Surat Pernyataan Kesanggupan untuk mengikuti Program Asuransi
Sosial Tenaga Kerja atau ASTEK, dibuat di atas kertas kop nama
perusahaan yang asli bermaterai Rp. 6.000,00 (enam ribu rupiah),
ditandatangani oleh Direktur atau Pimpinan Perusahaan, diberi tanggal,
bulan dan tahun serta dicap perusahaan. PERHATIAN: Semua surat-
surat yang asli, harus dibawa pada waktu mengikuti Pelelangan
Pekerjaan ini, dan diserahkan kepada Panitia Pelelangan, sebelum
acara Pelelangan Pekerjaan dimulai.
18) Pada sudut kiri atas sampul Surat Penawaran, baik yang disediakan
oleh Panitia Pelelangan maupun bukan, supaya ditulis yang jelas
dengan huruf balok atau diketik dengan kata-kata :
SURAT PENAWARAN PELELANGAN PEKERJAAN
PEMBANGUNAN JALAN RAYA PROVINSI ACEH
Dan pada sudut kanan bawah sampul Surat Penawaran, supaya ditulis :
KEPADA
PEMERINTAH DAERAH ACEH
DI PIDIE
PASAL 12
253
SAMPUL SURAT PENAWARAN YANG TIDAK SAH
1. Sampul Surat Penawaran dibuat menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang
ada atau terdapat harga penawaran atau tanda-tanda dan atau kode-kode lain,
di luar Syarat-syarat dan Ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan.
2. Pada Sampul Surat Penawaran terdapat nama Pemborong atau Penawar.
PASAL 13
SURAT PENAWARAN YANG TIDAK SAH
Surat Penawaran akan dinyatakan Tidak Sah dan Gugur, apabila :
1. Surat Penawaran; Daftar Rencana Anggaran Biaya; Daftar Analisa Pekerjaan;
Surat Kuasa; Surat Kesanggupan Memberikan Jaminan Pelaksanaan (hanya
berlaku untuk Pelelangan Pekerjaan dengan nilai di atas Rp. 50,00 juta); Surat
Pernyataan untuk Tunduk pada Peraturan Pelelangan dan Surat Kesanggupan
untuk Mengikuti Program ASTEK; tidak dibuat di atas kertas kop nama
perusahaan dari Pemborong atau Rekanan yang bersangkutan.
2. Surat Penawaran tidak dimasukkan ke dalam sampul tertutup, dan tidak dilak
di 5 (lima) tempat, sesuai dengan ketentuan yang ada.
3. Surat Penawaran yang Asli tidak bermaterai Rp. 6.000 (enam ribu rupiah) dan
di atas materai tidak dibubuhkan tanggal dan materai tidak terkena tanda
tangan Penawar serta tidak terkena cap Perusahaan.
4. Surat Penawaran tidak ditandatangani oleh Penawar.
5. Harga penawaran yang tertulis dengan angka, tidak sesuai dengan yang tertulis
dengan huruf atau yang tertulis tidak jelas sama sekali.
6. Terdapat salah satu lampiran Surat Penawaran yang tidak ditandatangani oleh
Penawar dan tidak dicap Perusahaan.
7. Tidak jelas besarnya jumlah Penawaran, baik yang tertulis dengan angka
maupun yang tertulis dengan huruf.
8. Surat Penawaran dikirim kepada Anggota Panitia atau Pejabat.
9. Surat Penawaran dari Pemborong yang tidak diundang.
10. Terdapat lampiran Surat Penawaran yang tidak sah.
PASAL 12
254
PENETAPAN CALON DAN PENGUMUMAN PEMENANG LELANG
1. Panitia Lelang akan menetapkan 3 (tiga) calon pemenang pekerjaan ini,
berdasarkan Peraturan dan Ketentuan yang berlaku Penawaran yang paling
menguntungkan Negara dalam arti :
a. Penawarannya di bawah Pagu pekerjaan yang diborongkan.
b. Penawaran secara Teknis dapat dipertanggungjawabkan.
c. Perhitungan harga yang ditawarkan dapat dipertanggungjawabkan.
d. Penawaran tersebut adalah yang terendah di antara Penawaran-penawaran
yang memenuhi Syarat-Syarat sebagaimana dimaksud dalam butir 1.1-1.3.
2. Dalam hal ada dua Peserta Pelelangan atau lebih mengajukan harga
Penawaran yang sama, maka Panitia dengan memperhatikan ketentuan yang
ada, akan memilih peserta yang menurut pertimbangannya mempunyai
kecakapan dan kemampuan yang lebih besar dan hal ini akan dicatat dalam
Berita Acara.
3. Panitia membuat laporan kepada Pejabat yang berwenang mengambil
keputusan mengenai Penetapan Calon Pemenang. Berdasarkan laporan yang
disampaikan oleh Panitia, Pejabat yang berwenang menetapkan Pemenang
Pelelangan dan Cadangan Pemenang atau Pemenang urutan kedua di antara
calon yang diusulkan oleh Panitia.
4. Keputusan Pejabat yang berwenang tentang Penetapan Calon Pemenang
Pelelangan, diumumkan oleh Panitia kepada para Peserta Pelelangan dalam
suatu pertemuan yang diadakan untuk keperluan tersebut.
5. Penetapan Pemenang Pelelangan akan diumumkan secara jelas.
6. Kepada Peserta Pelelangan yang berkeberatan atas Penetapan Pemenang
Pelelangan, diberikan kesempatan untuk mengajukan Sanggahan secara
tertulis kepada Atasan dari Pejabat yang berwenang, selambat-lambatnya
dalam waktu 4 (empat) hari kerja, setelah hari pengumuman tersebut.
7. Sanggahan hanya dapat diajukan terhadap pelaksanaan prosedur Pelelangan.
Jawaban terhadap sanggahan akan diberikan secara tertulis, selambat-
lambatnya dalam waktu 4 (empat) hari kerja setelah diterimanya sanggahan
tersebut.
255
PASAL 15
PELELANGAN ULANG
1. Pelelangan dinyatakan gagal apabila :
a. Pelelangan tidak sah, apabila diikuti kurang dari 10 (sepuluh) Rekanan.
b. Penawaran yang memenuhi Syarat-Syarat ternyata kurang dari 3 (tiga)
Peserta.
c. Harga Standar atau Pagu Biaya Pekerjaan dilampaui.
d. Dana yang tersedia tidak cukup.
e. Harga-harga yang ditawarkan dianggap tidak wajar.
f. Sanggahan dari rekanan ternyata benar.
g. Berhubung dengan pelbagai hal, tidak memungkinkan mengadakan
penetapan.
2. Dalam hal Pelelangan dinyatakan gagal atau Pemenang yang ditunjuk
mengundurkan diri atau Pemenang urutan kedua tidak bersedia untuk ditunjuk
sebagai Pelaksana, maka Panitia atas permintaan Kepala Daerah mengadakan
Pelelangan Ulang.
PASAL 16
PENUNJUKAN PEMENANG
1. Pemimpin Proyek akan memberikan Pekerjaan kepada rekanan sesuai dengan
peraturan dan ketentuan yang berlaku.
2. Surat Keputusan Penunjukan Pemenang akan diberikan paling cepat 6 (enam)
hari kerja dan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja, setelah
Pengumuman Penetapan Pemenang dan setelah selesainya masa sanggahan.
3. Untuk Pemborongan Pekerjaan atau Pembelian Barang dengan nilai di atas
Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), Pemenang yang bersangkutan
sebelum menandatangani Surat Perjanjian atau Kontrak, diwajibkan
memberikan Jaminan Pelaksanaan, berupa Surat Jaminan Bank Pembangunan
Daerah Pidie(Bank Aceh Syariah) atau dapat juga berupa Jaminan Surat Bond
dari PT. (Persero) Asuransi Kerugian Jasa Raharja. Pada saat Jaminan
Pelaksanaan diterima oleh Kepala Dinas atau Lembaga atau Satuan Kerja
256
Daerah lainnya
257
atau Pemimpin Proyek, maka Jaminan Penawaran Pemenang yang
bersangkutan segera dikembalikan.
4. Pemborong atau Rekanan yang telah ditunjuk (setelah menerima Surat
Pengumuman Lelang), harus segera menyerahkan Surat Pernyataan
Kesanggupan untuk Melaksanakan Pekerjaan.
5. Pemborong atau Rekanan yang telah ditunjuk (setelah menerima Surat
Perintah Kerja), harus segera menyerahkan Daftar Isian Tenaga Kerja kepada
Perum ASTEK.
PASAL 17
SYARAT-SYARAT PELAKSANAAN
Pekerjaan harus dilaksanakan oleh Pemborong atau Rekanan menurut :
1. Rencana Kerja dan Syarat-Syarat, Gambar Bestek termasuk Gambar-Gambar
Penjelasnya.
2. Rencana Kerja dan Syarat-Syarat dengan segala perubahan-perubahannya,
yang dimuat dalam risalah Berita Acara Pemberian Penjelasan Pekerjaan.
3. Petunjuk-petunjuk lisan maupun tertulis dari Pemimpin Proyek, Direksi, dan
Petugas teknis lainnya, yang tidak menyimpang dari Rencana Kerja dan
Syarat- Syarat dan dokumen-dokumen pemenang lainnya
PASAL 18
PENETAPAN UKURAN DAN PERUBAHAN-PERUBAHAN
1. Pemborong harus bertanggung jawab atas tepatnya ukuran-ukuran pekerjaan
sesuai dengan apa yang tercantum pada Gambar Bestek.
2. Pemborong berkewajiban untuk meneliti kembali dan mencocokkan semua
ukuran-ukuran yang terdapat pada Gambar Bestek dan segera memberitahukan
kepada Direksi atau Perencana jika terdapat kelainan atau perbedaan atau
ketidakcocokan antara Gambar yang satu dengan Gambar-Gambar yang lain.
3. Bilamana ternyata terdapat selisih atau perbedaan atau ketidakcocokan
ukuran- ukuran dalam Gambar Bestek dan Rencana Kerja dan Syarat-Syarat
(RKS), maka RKS inilah yang dijadikan Pedoman atau perencana setelah
258
mempertimbankan dari segi teknis, akan membetulkan atau sebagaimana
mestinya.
4. Bilamana dalam Pekerjaan perlu diadakan perubahan-perubahan, maka
Perencana akan membuat Gambar Perubahan atau Gambar Revisi dengan
Tanda Warna Boxi di atas Gambar aslinya. Suatu perubahan pekerjaan yang
menyangkut masalah biaya, harus ada persetujuan dari Pemimpin Proyek.
5. Di dalam pelaksanaan pekerjaan, Pemborong tidak boleh menyimpang dari
ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Rencana Kerja dan Syarat-Syarat
dan ukuran-ukuran pada Gambar Bestek, kecuali seizin Pemimpin Proyek.
PASAL 19
PENJAGAAN DAN PENERANGAN
1. Pemborong harus mengurus Penjagaan di luar jam kerja baik siang maupun
malam hari dalam masalah pekerjaan, termasuk bangunan yang sudah
dikerjakan; Kantor Direksi; Gudang Barang dan lain sebagainya.
2. Untuk kepentingan keamanan dan penjagaan, perlu diadakan penerangan
lampu pada tempat-tempat tertentu atas petunjuk Direksi Lapangan.
3. Pemborong harus menjaga jangan sampai terjadi kebakaran atau sabotase di
tempat pekerjaan. Oleh karena itu, Pemborong harus menyediakan di tempat
pekerjaan alat-alat pemadam kebakaran dan alat-alat lain untuk keperluan
tersebut.
4. Pemborong bertanggung jawab sepenuhnya atas keamanan bahan bangunan,
alat-alat kerja dan lain-lain, yang disimpan dalam gudang dan di lokasi
pekerjaan. Apabila sampai terjadi kebakaran atau pencurian, maka Pemborong
harus segera mendatangkan gantinya, demi untuk kelancaran pelaksanaan
pekerjaan.
5. Segala resiko dari kemungkinan kehilangan dan kebakaran yang menimbulkan
kerugian, baik pada pelaksanaan pekerjaan dan bahan bangunan yang telah
tersedia, gudang maupun lingkungan sekitarnya, sepenuhnya menjadi
tanggungan Pemborong.
259
PASAL 20
KESEJAHTERAAN DAN KESELAMATAN KERJA
1. Bilamana terjadi kecelakaan, maka Pemborong harus segera mengambil
langkah dan tindakan yang perlu untuk keselamatan si korban dan kejadian ini
harus segera diberitahukan kepada Pemimpin Proyek dan juga kepada Perum
ASTEK untuk diurus dan diselesaikan pertanggungan asuransinya.
2. Pemborong harus memenuhi dan mentaati semua peraturan-peraturan yang
ada, tentang perawatan si korban maupun keluarganya.
3. Pemborong harus menyediakan obat-obatan yang perlu, yang tersusun
menurut Syarat-Syarat ke-Palang Merahan dan setiap kali habis digunakan,
harus segera dilengkapi kembali.
4. Pemborong harus juga selalu menyediakan air minum yang sudah dimasak di
tempat pekerjaan, untuk para pekerja yang melaksanakan pekerjaan tersebut.
PASAL 21
PENGGUNAAN BAHAN-BAHAN
1. Pemborong di dalam melaksanakan pekerjaan ini, supaya mengutamakan
penggunaan bahan-bahan produksi dalam negeri
2. Semua bahan-bahan yang akan digunakan untuk pekerjaan ini sebelum
digunakan harus ditunjukkan dahulu contoh bahannya untuk mendapatkan
persetujuan pemakaian dari Pengawas Lapangan dan Pemimpin Proyek dan
semua bahan yang digunakan harus berkualitas baik.
3. Semua bahan yang telah dinyatakan tidak dapat dipakai atau ditolak
pemakaiannya oleh Pemimpin Proyek atau Pengawas Lapangan, maka
Pemborong harus segera menyingkirkannya dari lokasi pekerjaan dalam waktu
1 (satu) kali 24 jam. Bilamana Pemborong mengabaikan perintah penyingkiran
bahan yang disengketakan oleh Pemimpin Proyek maupun Pengawas
Lapangan, maka bahan-bahan tersebut akan disita, tanpa memberitahukan
kepada Pemborong terlebih dulu dan ini merupakan resiko Pemborong.
4. Bilamana Pemborong setelah diperingatkan, tetapi melanjutkan pekerjaan
dengan bahan-bahan yang telah dinyatakan tidak dapat dipakai tersebut, maka
260
Pemimpin Proyek maupun Pengawas Lapangan berhak untuk menyuruh
membongkar pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh Pemborong itu dan harus
segera diganti dengan bahan-bahan yang memenuhi Syarat-Syarat yang telah
ditentukan.Semua kesalahan dan keteledoran ini menjadi resiko dan
tanggungan Pemborong.
5. Bilamana Pemimpin Proyek maupun Pengawas Lapangan sangsi akan mutu
kualitas bahan-bahan yang akan digunakan pada proyek atau pekerjaan ini,
maka Pemimpin Proyek maupun Pengawas Lapangan berhak meminta kepada
Pemborong untuk memeriksakan bahan-bahan yang disengketakan tersebut
kepada seorang yang ahli dalam hal ini. Atau Pemimpin Proyek maupun
Pengawas Lapangan akan minta diperiksakan bahan-bahan tersebut pada
laboratorium bahan yang ditunjuk oleh Pemimpin Proyek maupun Pengawas
Lapangan dan semua biaya yang timbul menjadi beban Pemborong.
PASAL 22
RISIKO KENAIKAN HARGA DAN FORCE MAJEURE
1. Selama Pemborong melaksanakan pekerjaan ini, Pemborong tidak dapat
mengajukan Klaim atau Tuntutan kepada Pemberi Tugas, bilamana terjadi
atau timbul adanya kenaikan harga bahan, upah tenaga kerja, sewa alat-alat
kerja dan lain sebagainya.
2. Apabila terjadi Force Majeure atau keadaan memaksa, maka pihak Pemborong
harus secepatnya memberitahukan kepada Pemberi Tugas secara tertulis,
paling lambat sehari setelah adanya peristiwa atau kejadian tersebut.
3. Semua kejadian akibat Force Majeure, seperti Bencana Alam, Sabotase,
Keputusan Pemerintah di bidang Moneter dan lain-lain kejadian yang dapat
dibenarkan Pemerintah, maka hal ini bukan menjadi tanggungan Pemborong.
PASAL 23
PAPAN NAMA PENGENAL PROYEK
Pada tempat atau lokasi pekerjaan, supaya dipasang papan nama pengenal
proyek.
261
1. Papan nama pengenal proyek dibuat dari bahan kayu dan seng, berukuran 1,00
x 2,00 meter atau akan ditentukan lain.
2. Cat dasar papan nama pengenal proyek, warna putih.
3. Model huruf balok dan warna huruf hitam.
4. Kaki papan nama pengenal proyek, supaya dibuat 2 (dua) buah.
5. Pembuatan papan nama pengenal proyek, harus baik, rapi dan kokoh.
Dipasang pada tempat yang mudah dilihat umum. Papan Nama Pengenal
Proyek :
262
PASAL 24
LAIN-LAIN
1. Hal-hal yang belum tercantum dan diuraikan dalam Rencana Kerja dan Syarat-
Syarat ini, akan dijelaskan dalam Rapat Pemberian Penjelasan Pekerjaan.
Semua penjelasan yang diberikan berikut penambahan, pengurangan atau
perubahan-perubahan yang ada, akan dimuat dalam Risalah Berita Acara
Pemberian Penjelasan Pekerjaan dan merupakan ketentuan yang mengikat, di
samping Rencana Kerja dan Syarat-Syarat dan Gambar-Gambar Bestek yang
ada.
2. Rencana Anggaran Biaya atau RAB, supaya dibuat seperti contoh terlampir
dalam Dokumen Pelelangan ini. Pada pekerjaan ini, volume atau kuantitas
pekerjaan diberitahukan, tetapi sama sekali tidak mengikat dan merupakan
ancar-ancar dan bantuan perhitungan saja. Yang mengikat adalah Gambar
Bestek termasuk Gambar-Gambar Penjelasnya; Rencana Kerja dan Syarat-
Syarat atau RKS serta Berita Acara Pemberian Penjelasan Pekerjaan.
Pemborong diberi kebebasan sepenuhnya untuk menghitung sendiri dengan
keyakinannya dan tidak perlu terpengaruh oleh volume pekerjaan yang
diberikan oleh Panitia Pelelangan Pekerjaan. Volume pekerjaan yang
diberikan oleh Panitia Pelelangan tersebut bisa dipergunakan untuk bahan
perhitungan atau untuk ancar-ancar atau untuk bantuan pengecekan
perhitungan yang dibuat atau dilakukan oleh Pemborong sendiri. Pemborong
tidak bisa mengajukan klaim atau tuntutan pada Panitia Pelelangan Pekerjaan
atau kepada siapapun, terhadap volume pekerjaan yang diberikan ini.
3. Bilamana jenis pekerjaan yang dicantumkan dalam contoh Rencana Kerja dan
Syarat-Syarat atau RKS terdapat kekurangan dan untuk itu perlu ditambahi
sesuai dengan kebutuhan pekerjaan yang ada, maka Pemborong diperkenankan
untuk menambahkan kekurangan pekerjaan menurut itemnya masing-masing.
Mengurangi Item pekerjaan tidak diperbolehkan.
4. Daftar Analisa yang dipakai untuk menghitung Harga Satuan Pekerjaan pada
pekerjaan ini, harus berdasarkan Analisa Bina Marga, yaitu Standarisasi
Analisa
263
Biaya Pembangunan Jalan dan Jembatan No. 02/ST/BM/73 yang ada, atau
akan ditentukan lain sesuai dengan penjelasan yang diberikan.
5. Untuk pekerjaan-pekerjaan yang analisa pekerjaannya tidak ada pada
Standarisasi Analisa Biaya Pembangunan Jalan dan Jembatan No.
02/ST/BM/73, maka Pemborong diberi kebebasan untuk membuat analisa
sendiri, sepanjang harga satuan pekerjaan yang diajukan masih dalam batas-
batas kewajaran dan dapat dipertanggungjawabkan.
6. Angka Rupiah dari bahan-bahan, upah tenaga dan alat-alat, yang tercantum
baik dalam Rencana Anggaran Biaya atau RAB, Daftar Analisa Pekerjaan,
Harga Satuan Bahan dan Upah Tenaga maupun yang tercantum dalam Daftar
Harga Satuan Pekerjaan dan Upah Tenaga yang dibuat harus sama.
264
Jaminan Pelaksanaan Kontrak, berupa Surat Jaminan dari BPD atau Bank
Milik Pemerintah atau Bank atau Lembaga Keuangan lain yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan. Sesuai Surat Edaran Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I Nusa Tenggara Barat Nomor : 551.1/37203, tanggal 9 Oktober 1991
dan Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor : KU.03.06-Mn/573,
tanggal 19 Desember 1991, maka Surat Jaminan Penawaran dan Surat
Jaminan Pelaksanaan dapat berupa Jaminan Surety Bond dari P.T. (Persero)
Asuransi Kerugian Jasa Raharja. Pada saat Surat Jaminan Pelaksanaan
diterima oleh Kepala Dinas, atau Lembaga Satuan Kerja Daerah lainnya atau
Pemimpin Proyek, maka Surat Jaminan Penawaran Pemenang yang
bersangkutan segera dikembalikan.
6. Besarnya Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari Nilai Kontrak.
7. Dalam hal Pemborong atau Rekanan dalam waktu yang telah ditetapkan tidak
melaksanakan pekerjaan atau penyerahan barang, maka Jaminan Pelaksanaan
menjadi milik Pemerintah Daerah
8. Dalam hal Pemborong atau Rekanan mengundurkan diri setelah
menandatangani Kontrak, maka Jaminan Pelaksanaan menjadi milik
Pemerintah Daerah. Penunjukan Pemborong atau Rekanan berikutnya
dilaksanakan dengan ketentuan yang ada.
9. Jaminan Pelaksanaan dikembalikan kepada Pemborong atau Rekanan setelah
Pemborong atau Rekanan melaksanakan Pekerjaan atau Penyerahan Barang
sesuai dengan Surat Perjanjian Pemborongan atau Kontrak.
PASAL 2
RENCANA KERJA ATAU JADWAL WAKTU PELAKSANAAN
PEKERJAAN
1. Pemborong harus segera menyusun Rencana Kerja Pelaksanaan Pekerjaan
selambat-lambatnya Satu Minggu setelah Surat Perintah Kerja atau SPK
diterbitkan dan diterima oleh Pemborong.
265
2. Pemborong harus melaksanakan pekerjaan menurut Rencana Kerja dan
Syarat- Syarat, Gambar Rencana beserta Gambar-Gambar Penjelasnya, yang
dibuat dan telah disepakati bersama tersebut.
3. Pemborong tetap bertanggung jawab sepenuhnya atas selesainya Pekerjaan
tepat pada waktunya.
PASAL 3
LAPORAN HARIAN DAN MINGGUAN
1. Pemborong diwajibkan membuat Laporan Harian dan Laporan Mingguan,
yang menunjukkan Prestasi Kemajuan Fisik Pekerjaan kepada Pemberi Tugas,
yang diketahui oleh Direksi Lapangan dan Pengelola Proyek yang lain.
2. Penilaian Prestasi Kerja atas dasar Pekerjaan yang sudah dikerjakan, tidak
termasuk tersedianya bahan-bahan bangunan di tempat-tempat pekerjaan dan
tidak atas dasar besarnya pengeluaran uang yang telah dilakukan Pemborong.
3. Pemborong pada Pembuatan Laporan ini yaitu, Pembuatan Laporan
Penandatangan bahan Bangunan; Penggunaan Alat-alat bantu kerja;
Pengerahan tenaga kerja; Daya penerimaan aspal; Laporan keadaan cuaca dan
lain sebagainya. Semua Laporan tersebut supaya dibuat 6 (enam) ganda.
PASAL 4
DOKUMENTASI
1. Sebelum pekerjaan dimulai kegiatannya, maka keadaan lapangan atau tempat
dimana pekerjaan akan dilaksanakan, yang masih di keadaan fisik 0% atau
keadaan yang masih asli sebelum proyek ada supaya diambil Gambar Foto
atau diPotret.
2. Pemborong diwajibkan membuat Foto Dokumentasi pada tahapan-tahapan
pekerjaan fisik mencapai 0%, 50% dan 100%. Pengambilan foto proyek,
supaya diusahakan pada satu titik, sehingga nantinya akan tampak dan
diketahui jelas perubahan-perubahan dan perkembangan-perkembangan yang
akan terjadi selama terselenggaranya Pelaksanaan Proyek.
266
Pengambilan foto proyek sekurang-kurangnya 4 (empat) buah titik, pada
tempat atau posisi yang berbeda.
Ukuran foto 9x15 cm. Berwarna atau ukuran kartu Pos. Disamping itu,
Pemborong supaya membuat juga Slide sebanyak 2 (dua) titik pengambilan,
yaitu untuk keadaan fisik proyek : 0% dan 100%.
Jadi ada 4 (empat) buah Slide; 2 (dua) buah pada keadaan fisik 0% dan 2 (dua)
buah pada keadaan fisik proyek selesai. Pemborong juga harus membuat dan
menyerahkan foto proyek ukuran 10 R untuk keadaan fisik proyek 0% dan
100%, masing-masing sebanyak 2 (dua) buah.
3. Khusus untuk penyerahan pekerjaan pertama atau penyerahan pekerjaan yang
telah mencapai fisik 100%, supaya dilampiri foto pemeriksaan pekerjaan oleh
BPP (Badan Pengawas Pembangunan) pada Berita Acara pengajuan
permohonan pembayaran angsuran.
4. Semua foto Dokumentasi proyek tersebut, supaya dimasukkan ke dalam
Album Khusus.
Ukuran, warna dan bentuk Album Foto Khusus tersebut akan ditentukan
kemudian, sehingga akan diperoleh keseragaman.
PASAL 5
CARA PEMBAYARAN ANGSURAN
1. Pembayaran Angsuran akan dilaksanakan secara berangsur-angsur sesuai
dengan prestasi pekerjaan yang telah dicapai.
2. Tiap pengajuan pembayaran angsuran, harus disertai Berita Acara pembayaran
angsuran dan dilampiri Laporan Keuangan fisik proyek, yang sudah
ditandatangani oleh Direksi Lapangan dan Pengelola Proyek.
3. Tiap-tiap pengajuan pembayaran angsuran dan penyerahan pekerjaan pertama,
harus disertai Berita Acara pemeriksaan pekerjaan dan dilampiri pula dengan
Daftar Hasil Opname Pekerjaan dan foto-foto proyek, sesuai dengan Prestasi
Pekerjaan.
4. Penilaian prestasi pekerjaan atas dasar pekerjaan yang sudah selesai
dilaksanakan, jadi tidak termasuk tersedianya bahan-bahan bangunan di lokasi
267
atau tempat pekerjaan dan tidak atas dasar besarnya uang yang telah
dikeluarkan oleh Pemborong.
5. Pembayaran akan dilakukan sebanyak 5 (lima) kali angsuran, dengan rincian
sebagai berikut :
a. Angsuran pertama sebesar 25% dari harga borongan, dibayarkan setelah
pekerjaan selesai 30%.
b. Angsuran kedua sebesar 30% dari harga borongan, dibayarkan setelah
pekerjaan selesai 60%
c. Angsuran ketiga sebesar 20% dari harga borongan, dibayarkan setelah
pekerjaan selesai 80%.
d. Angsuran keempat sebesar 20% dari harga borongan, dibayarkan setelah
pekerjaan selesai 100% dan diserahkan untuk yang pertama kalinya oleh
Pemborong.
e. Angsuran kelima atau angsuran terakhir sebesar 5% dari harga borongan,
dibayarkan setelah jangka waktu Pemeliharaan selesai dan pekerjaan
diserahkan untuk yang kedua kalinya oleh Pemborong.
6. Cara pembayaran angsuran bisa berlaku lain dari ketentuan yang tersebut pada
Pasal 5.5 dan hal ini akan dicantumkan dalam risalah Berita Acara pemberian
penjelasan pekerjaan.
PASAL 6
SURAT PERJANJIAN PEMBORONGAN ATAU KONTRAK
PEMBORONGAN
1. Pada pemberian pekerjaan ini, akan dibuat Surat Perjanjian Pemborongan atau
Kontrak Pemborongan antara Pemberi Tugas dan Pemborong.
2. Bea materai Surat Perjanjian Pemborongan atau Kontrak Pemborongan,
menjadi beban dan tanggungan pihak Pemborong.
3. Surat Perjanjian Pemborongan atau Kontrak Pemborongan ini, dibuat sejumlah
18 (delapan belas) ganda.
4. Buku Kontrak Pemborongan atau Kontrak Pemborongan dibuat oleh Dinas
dan biaya pembuatan Buku Kontrak, menjadi tanggungan dan beban
268
Pemborong.
269
5. Buku Kontrak Pemborongan berisi antara lain :
a. Surat Perjanjian Pemborongan.
b. Surat Perintah Kerja atau SPK.
c. Surat Pernyataan Kesanggupan Pemborong untuk melaksanakan pekerjaan.
d. Surat Pengumuman Pemenang Lelang.
e. Risalah Berita Acara Pemberian Penjelasan Pekerjaan.
f. Surat Ketetapan Pemenang Pelelangan atau Penunjukkan Langsung dari
Kepala Daerah.
g. Berita Acara Pembukaan Surat Penawaran.
h. Berita Acara Evaluasi atau Penelitian Harga Penawaran.
i. Surat Undangan untuk mengikuti Pelelangan.
j. Rencana Kerja dan Syarat-syarat serta Gambar Rencana, beserta Gambar-
Gambar penjelasnya.
k. Surat Penawaran beserta Lampiran-lampirannya.
l. Surat-surat lainnya yang ada kaitannya dengan Pelelangan pekerjaan ini.
PASAL 7
WAKTU MULAI PELAKSANAAN PEKERJAAN
1. Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kalender terhitung dari
Surat Perintah Kerja (SPK) yang diterbitkan oleh Pemberi Tugas, maka
pelaksanaan pekerjaan dalam arti sebenarnya harus sudah dimulai
kegiatannya.
2. Bilamana ketentuan seperti tersebut di atas tidak ada dipenuhi, maka Jaminan
Pelaksanaan yang sudah diserahkan kepada Proyek dinyatakan hilang dan
menjadi milik Pemerintah Daerah.
3. Meskipun Jaminan Pelaksanaan sudah dinyatakan hilang, Pemborong tetap
harus bertanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan tersebut sampai
selesai.
PASAL 8
WAKTU PELAKSANAAN DAN PENYERAHAN PEKERJAAN
270
1. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 365 (tiga ratus enam puluh lima)
hari kalender, termasuk hari Minggu, hari raya dan hari-hari hujan.
2. Pekerjaan dapat diserahkan untuk yang pertama kalinya, bilamana pekerjaan
sudah benar-benar selesai 100% dan dapat diterima dengan baik oleh Direksi
dan Pemberi Tugas dengan disertai Berita Acara Penyerahan Pekerjaan
Pertama dan dilampiri Daftar Kemajuan Pekerjaan serta foto-foto proyek.
3. Permintaan pemeriksaan pekerjaan untuk Penyerahan Pertama, diajukan
kepada Pemberi Tugas, BPP dan Direksi selambat-lambatnya 15 (lima belas)
hari, sebelum tanggal penyerahan.
PASAL 10
PERPANJANGAN WAKTU PENYERAHAN PEKERJAAN
Surat permintaan perpanjangan waktu penyerahan pekerjaan pertama harus
diajukan 15 (lima belas) hari, sebelum batas waktu penyerahan pekerjaan pertama
berakhir dan surat permintaan perpanjangan waktu tersebut supaya dilampiri:
1. Data yang lengkap disertai alasan-alasan untuk bahan pertimbangan perlunya
perpanjangan waktu penyerahan pekerjaan pertama.
2. Jadual waktu pelaksanaan pekerjaan baru yang diperhitungkan lebih sempurna
untuk penyelesaian pekerjaan selanjutnya.
3. Surat permohonan perpanjangan waktu penyerahan pekerjaan yang pertama,
tanpa disertai dengan data pendukung yang lengkap dan alasan yang kuat,
tidak akan diperhatikan.
271
4. Permohonan perpanjangan waktu penyerahan pertama dapat diterima oleh
pimpinan proyek, bila :
a. Adanya pekerjaan tambah atau pekerjaan kurang yang tidak dapat dielakan
lagi, setelah atau sesudah kontrak perjanjian pemborongan ditandatangani.
b. Adanya surat perintah tertulis dari pimpinan proyek, bahwa pekerjaan
untuk sementara waktu supaya dihentikan.
c. Adanya surat perintah tertulis dari pimpinan proyek, tentang pekerjaan
tambah atau pekerjaan kurang.
d. Pekerjaan tidak bisa dimulai tepat pada waktunya, karena adanya masalah
tanah yang akan dipergunakan untuk pekerjaan atau bangunan, belum bisa
dibebaskan atau diselesaikan atau karena adanya hal lain diluar
kemampuan pemborong.
e. Adanya gangguan curah hujan yang turun terus menerus di tempat
pekerjaan dan daerah sekitarnya yang mempengaruhi dan mengganggu
pelak. pekerjaan. Dengan adanya hal yang demikian, maka laporan data
curah hujan yang dibuat, supaya dilampirkan dalam Surat Kemajuan
Pekerjaan Pengajuan permohonan perpanjangan waktu.
PASAL 11
DENDA
1. Menyimpang dari pasal 49 A.V. 41 bilamana batas waktu penyerahan
pekerjaan yang pertama kali di lampaui atau tidak bisa dipenuhi oleh
pemborong, maka kepada pemborong akan dikenakan sanksi denda sebesar
2/1000 (dua per seribu) sehari sampai sebanyak–banyaknya 5% dari nilai
kontrak harga borongan. Uang denda tersebut harus dilunasi pada waktu
penyerahan pembayaran angsuran terakhir.
2. Menyimpang dari pasal 49 A.V.41 terhadap segala kelalaian mengenai
peraturan atau tugas yang tercantum dalam rencana kerja dan syarat–syarat ini,
maka sepanjang dalam RKS ini tidak ada ketentuan mengenai denda lainnya,
maka pemborong dikenakan denda sebesar 1/1000 (satu per seribu) dari Nilai
272
Harga Kontrak untuk setiap kali kelalaian setelah diberi teguran secara tertulis
sampai sebanyak 3 (tiga) kali.
3. Apabila ada perintah untuk mengerjakan pekerjaan tambah dan tidak
disebutkan jangka waktu pelaksanaannya, maka jangka waktu pelaksanaan
tidak akan diperpanjang.
PASAL 12
PEKERJAAN TAMBAH DAN PEKERJAAN KURANG
1. Pekerjaan tambah dan pekerjaan kurang, hanya dapat dilaksanakan oleh
pemborong, atas perintah tertulis dari Pemberi Tugas atau Pimpinan Proyek.
2. Sebelum pekerjaan tambah dikerjakan oleh Pemborong, maka Pemborong
supaya mengajukan Rencana Anggaran Biaya Pekerjaan Tambah kepada
Pimpinan Proyek, agar Pemimpin Proyek dapat mempertimbangkan apakah
pekerjaan tambah tersebut dapat terbayar atau tidak.
3. Di dalam mengajukan Rencana Anggaran Biaya Pekerjaan Tambah maka pada
perhitungan Harga Satuan Pekerjaan, supaya sudah dimasukan keuntungan
pemborong 10% dan PPN atau Pajak Pertambahan Nilai 10%.
4. Perhitungan pekerjaan tambah dan pekerjaan kurang didasarkan pada Harga
Satuan Pekerjaan Pemborong yang telah dimasukan dalam harga penawaran
atau kontrak.
5. Bila Harga Satuan Pekerjaan belum tercantum dalam Surat Penawaran yang
diajukan, maka hal ini akan diselesaikan secara musyawarah atau negosiasi.
273
PASAL 13
PENCABUTAN PEKERJAAN
Sesuai dengan pasal 62 A.V.41 Sub 3 b, maka Pemimpin Proyek berhak
membatalkan atau mencabut pekerjaan dari tangan pemborong, apabila ternyata
pihak Pemborong telah menyerahkan pekerjaan keseluruhan atau sebagian
pekerjaan kepada pemborong lain, semata – mata hanya mencari keuntungan saja
dari pekerjaan tersebut.
Pada pencabutan pekerjaan Pemborong, maka yang dapat dibayarkan
kepada pemborong :
Hanya pekerjaan yang telah selesai dilaksanakan dan telah di opname serta
disetujui oleh Pemimpin Proyek, serta harga bahan–bahan bangunan yang berada
di tempat atau lokasi pekerjaan, sepenuhnya menjadi resiko dan tanggung jawab
Pemborong sendiri.
Bilamana sisa uang pekerjaan dipandang atau menurut perhitungan
Pemimpin Proyek tidak cukup banyak, maka Pemborong harus menunggu
penyelesaian pekerjaan tersebut oleh pemborong lain sampai pekerjaan selesai
100%, serta sudah untuk pertama kali dan dapat diterima baik oleh Pemimpin
Proyek.
Meskipun sebagian dari pekerjaan tersebut telah diserahkan kepada
pemborong lain, maka seluruh pekerjaan masih tetap menjadi tanggung jawab
Pemborong Utama (Main Contractor).
PASAL 14
PERSELISIHAN
Perselisihan yang bersifat teknis akan diselesaikan oleh Panitia Abitrasi
yang terdiri dari seorang Wakil Pemberi Tugas atau Direksi, seorang Wakil
Pemborong dan seorang lagi yang dipilih oleh kedua Wakil tersebut di atas.
Keputusan–keputusan panitia tersebut mengikat untuk kedua belah
pihak.Perselisihan–perselisihan lainnya yang bersifat umum atau bersifat hukum,
akan diajukan dan diserahkan untuk diselesaikan oleh Pengadilan Negeri.
274
PASAL 15
PEMBAYARAN UANG MUKA
1. Pembayaran uang muka setinggi–tingginya 20 % (dua puluh persen) dari Nilai
Surat Perjanjian Pemborongan atau Kontrak.
2. Pembayaran uang muka dilakukan setelah pemborong menyerahkan Jaminan
Uang Muka yang diberikan oleh Bank milik Pemerintah, atau Bank Lain atau
Lembaga Keuangan Lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.Sesuai
dengan surat edaran Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor:
551.1/37203, tanggal 09 Oktober 1991, maka untuk mendapatkan Uang Muka
tersebut, harus ada garansi dari Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat. Nilai
Surat Jaminan Bank tersebut, sekurang–kurangnya sama dengan besarnya
Uang Muka yang diberikan. Penggunaan Uang Muka tersebut, adalah
sepenuhnya diperuntukan bagi Pelaksanaan Proyek yang diberikan.
3. Uang muka sebagaimana dimaksud dalam pasal 15.1. dapat diperhitungkan
berangsur–angsur secara merata pada tahap–tahap Pembayaran Angsuran,
sesuai dengan Surat Perjanjian Pemborongan atau Kontrak dengan ketentuan
bahwa uang muka tersebut selambat–lambatnya harus telah lunas pada saat
pekerjaan mencapai prestasi 100% (seratus persen) atau pada waktu
penyerahan pekerjaan pertama.
PASAL 16
KERJA SAMA DENGAN GOLONGAN EKONOMI LEMAH
Apabila dalam Pemborongan atau Pembelian yang terpilih adalah
Pemborong atau rekanan yang tidak termasuk Golongan Ekonomi Lemah, maka:
1. Pemborong atau Rekanan tersebut wajib bekerja sama dengan Pemborong atau
Rekanan Golongan Ekonomi Lemah setempat, antara lain sebagai Sub
Kontraktor atau Leveransir Barang, Bahan dan Jasa.
2. Dalam melaksanakan Pasal 2.16 Ayat 1 tersebut, maka Pemborong atau
Rekanan tersebut wajib bekerja sama dengan Pemborong atau Rekanan yang
terpilih tetap bertanggung jawab atas selesainya pekerjaan tersebut.
275
3. Bentuk kerja sama tersebut adalah hanya untuk sebagian pekerjaan saja dan
tidak dibenarkan men Subkontrakkan seluruh pekerjaan tersebut.
4. Pemborong atau Rekanan Golongan Ekonomi Kuat yang terpilih, harus
membuat Laporan Periodik mengenai pelaksanaan ketetapan sebagaimana
dimaksud dalam butir 1, termasuk pelaksanaan pembayarannya dan
disampaikan pada Pemimpin Proyek yang bersangkutan.
5. Apabila Pemborong atau rekanan yang bersangkutan tidak melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir 1, 2, dan 3, maka di samping
kontrak akan batal, Pemborong atau Rekanan Golongan bersangkutan akan
dikeluarkan dari Daftar Rekanan Mampu atau DRM.
PASAL 17
WAKIL KONTRAKTOR
1. Dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender setelah penandatanganan
Kontrak, Kontraktor harus menunjuk seorang Pelaksana sebagai wakil
Kontraktor di lapangan yang menjadi penanggung jawab Lapangan selama
masa Pelaksanaan Pekerjaan sampai dengan selesainya masa pemeliharaan
guna memenuhi kewajiban yang disebutkan dalam Dokumen Kontrak.
Pelaksana yang ditunjuk harus orang yang namanya tercantum dalam Daftar
Personil Inti yang diajukan dalam Penawaran, atau orang lain atas persetujuan
secara tertulis dari Pemimpin Proyek.
2. Wakil Kontraktor yang tersebut dalam ayat 1 dari pasal ini harus mempunyai
kekuasaan penuh untuk bertindak atas nama Kontraktor dalam melaksanakan
kewajiban menurut Dokumen Kontrak dan harus berada terus–menerus di
lokasi pekerjaan serta harus memberikan seluruh waktunya untuk mengawasi
pekerjaan. Penunjukan penugasan tersebut harus mendapat persetujuan tertulis
Pemimpin Proyek.
276
PASAL 18
TUNTUTAN PIHAK KETIGA
Kontraktor harus membebaskan Pemilik, Pemberi Tugas, Pemimpin
Proyek, Direktur Teknik dan Pengawas terhadap tuntutan pihak ketiga yang terjadi
karena kecelakaan, kerusakan atau kerugian yang timbul akibat pelaksanaan,
penyelesaian dan pemeliharaan pekerjaan.
PASAL 19
PENGAMANAN PEKERJAAN
Selama masa pelaksanaan dan masa pemeliharaan pekerjaan, Kontraktor
bertanggung jawab atas pengamanan pekerjaan tetap dan pekerjaan sementara.
Dalam hal ini terjadi kerusakan atau kerugian atas pekerjaan sementara
maka Kontraktor harus memperbaiki dan memulihkan kembali seperti semula
sesuai dengan syarat–syarat dalam Dokumen Kontrak dan perintah Direksi Teknik
kecuali bila kehilangan atau kerusakan itu terjadi akibat keadaan memaksa (force
majeure).
PASAL 20
HAK MEMASUKI LAPANGAN
Pemimpin Proyek atau setiap petugas yang diberi kuasa olehnya, setiap
waktu dapat memasuki lapangan, dan semua bengkel, tempat pekerjaan sedang
dipersiapkan, dan pabrik dari mana bahan, barang atau mesin diperoleh untuk
keperluan pekerjaan, dan Kontraktor harus mengusahakan semua fasilitas dan
bantuan dalam memperoleh hak untuk melewati jalan masuk tersebut.
PASAL 21
TUJUAN KONTRAK
Tujuan dari kontrak ini adalah untuk melaksanakan pekerjaan di bawah
ini:
Proyek Pembangunan Jalan Raya Provinsi Aceh. Baik pekerjaan tersebut
maupun pekerjaan lain yang mungkin diperintahkan dan dilaksanakan Perjanjian
277
Kontrak ini harus dilaksanakan sesuai dengan Dokumen Kontrak yang tercantum
dalam daftar pada pasal 2.
PASAL 22
DOKUMEN KONTRAK
Kontrak ini meliputi dokumen-dokumen berikut ini :
1. Perjanjian Kontrak
2. Syarat–syarat Umum Kontrak
3. Syarat–syarat Administrasi
4. Syarat–syarat Teknis
5. Penawaran dan Jadwal Daftar Kuantitas dan Harga
6. Gambar Rencana
7. Dokumen penawaran :
a. Metode Pelaksanaan
b. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan
c. Daftar Peralatan
d. Daftar Staf Kontraktor
8. Surat Perjanjian, yang ditandatangani kedua belah pihak dan Berita
Acara serta Dokumen lainnya yang dikeluarkan selama pelelangan dan
evaluasi penawaran.
9. Pemberitahuan Pemenang dan Surat Kesanggupan
10. Agenda, bila ada semua dokumen di atas membentuk suatu keseluruhan
dimana setiap pasal dari dokumen–dokumen yang ada tersebut harus
diberikan segera bersama dan saling melengkapi satu sama lain
PASAL 23
PENGAWASAN PELAKSANAAN
Pengawasan pelaksanaan pekerjaan kontrak ini akan dilaksanakan oleh
Direksi Teknik. PIHAK KEDUA harus melaksanakan pekerjaan sesuai dengan
perintah dan petunjuk Direksi Teknik menurut batasan–batasan dalam Dokumen
Kontrak, Direksi Teknik menyiapkan dan memberikan kepada PIHAK
278
KEDUA,
279
gambar–gambar yang diperlukan dalam Dokumen Kontrak untuk pelaksanaan
Kontrak pada saat yang tepat sebelum atau selama pekerjaan berlangsung.
PIHAK PERTAMA yang dalam hal ini Dinas PU Provinsi Babakan timur,
selaku Direksi Teknik yang mewakili PIHAK PERTAMA dan memberitahukan
secara tertulis kepada PIHAK KEDUA.
PASAL 24
KEWAJIBAN KONTRAKTOR DAN PEMBERI TUGAS
PIHAK KEDUA wajib menyelesaikan pekerjaan dengan lengkap dan
memeliharanya sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan dan PIHAK
PERTAMA mempertimbangkan/menilai penyelesaian pekerjaan tersebut serta
membayar PIHAK KEDUA sebesar nilai kontraknya pada waktu dan cara yang
telah ditentukan dalam Kontrak.
PASAL 25
JUMLAH NILAI KONTRAK
Besarnya nilai kontrak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang
dihitung berdasarkan harga satuan, lump sum dan perkiraan besarnya kuantitas
yang dicantumkan dalam jadual kuantitas dan Harga adalah sebesar : Besarnya
nilai kontrak ini dapat diubah sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat dari
Dokumen Kontrak.
280
PENUTUP
281
2.1 Peralatan Konstruksi
Pada umumnya suatu proyek pembangunan dengan skala besar ditunjang
dengan alat-alat yang memadai yang bertujuan memudahkan dan membantu
dalam menjalankan pekerjaan sehingga dapat berjalan lebih efisien. Adapun
peralatan dalam pekerjaan konstruksi dapat berupa alat berat, alat fabrikasi, alat
pengujian lapangan dan lain sebagainya. Berikut beberapa peralatan konstruksi
yang digunakan pada Proyek Pembangunan Pembangunan Jalan Tol Solo -
Yogyakarta
- NYIA Kulon Progo Paket 1.1 :
1. Dump Truck
Dump Truck merupakan kendaraan yang dalam pekerjaan konstruksi jalan
kereta api biasanya digunakan untuk mengangkut bahan material seperti pasir,
kerikil, bantalan beton, batu pecah atau tanah untuk keperluan konstruksi.
Pengisian muatan dalam bak dump truck biasanya dilakukan dengan bantuan
excavator. Kemudian untuk menurunkan muatannya digunakan hidrolik yang
berada dalam dump truck tersebut ke arah vertikal pada bak bagian depan
sehingga material akan turun ke bawah melalui bak belakang. Dump truck yang
digunakan adalah dump truck dengan tipe XX yang memiliki kapasitas angkut
maksimum 8 ton. Adapun gambar Dump Truck dapat dilihat pada Gambar 2.1
berikut.
282
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
283
Gambar 2.3 Mobile Concrete Pumo
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
4. Excavator
Alat ini merupakan jenis alat berat yang paling umum dan paling banyak
digunakan, paling umum dan paling banyak digunakan untuk melakukan
pekerjaan tanah pada suatu proyek konstruksi. konstruksi. Excavator dapat bekerja
untuk berbagai macam pekerjaan tanah seperti menggali, menggali, mendorong,
mendorong dan mengangkut. mengangkut. Ukuran dan jenisnya juga sangat
beragam, dari kecil hingga besar dan jenis juga bervariasi, dari roda karet untuk
tanah ringan hingga roda karet untuk medan ringan hingga roda besi untuk medan
berat dengan kontur medan terjal. yang telah menjadi alat yang paling banyak
digunakan untuk melakukan pekerjaan tanah berat dalam proyek konstruksi apa
pun. Excavator yang digunakan pada proyek ini merupakan kepemilikan dari XX
dengan menggunakan jenis excavator yaitu Komatsu PC200 dan Kobelco SK 200-
8 dengan kapasitas mesin 138 HP serta kapasitas bucket 0,9m3 Adapun gambar
Excavator dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut.
284
5. Bulldozer
Bulldozer adalah jenis peralatan konstruksi bertipe traktor menggunakan
Track/ rantai serta dilengkapi dengan pisau yang terletak di depan. Bulldozer
diaplikasikan untuk pekerjaan menggali, mendorong dan menarik material. Pada
proyek ini Bulldozer digunakan untuk pembukaan dan pembentukan badan jalan
dengan jenisnya yaitu XX dengan kapasitas. Adapun gambar Bulldozer dapat
dilihat pada gambar 2.5 berikut.
285
Gambar 2.6 Vibratory Roller Compactor
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
286