Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Geometrik dan Drainase Jalan
Raya Semester Genap (II) Program Studi Diploma III Teknik Sipil
Politeknik Negeri Banyuwangi
Disusun Oleh :
KELOMPOK 5 / KELAS 1B
Dosen Pengampu
i
LEMBAR PENGESAHAN
Hari : Minggu
Tanggal : 4 Juli 2021
Nama Kelompok :
1) Muhammad Raflyanto Nur Iqbal (362022401067)
2) Aida Ayu Safitri (362022401068)
3) Moch. Ryan Reynaldi (362022401094)
4) Dyah Wahyu Arianing Tyas (362022401103)
Laporan Tugas Besar Geometrik dan Drainase Jalan Raya disusun dan diajukan
sebagai salah satu syarat guna menempuh dan menyelesaikan mata kuliah Geometrik
dan Drainase Jalan Raya pada Program Studi Diploma III Teknik Sipil Politeknik
Negeri Banyuwangi.
ii
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puji syukur serta nikmat pada Allah SWT atas rahmat-Nya
yang melimpah. Atas terselesaikannya Laporan Tugas Besar Geometrik Dan Drainase
Jalan Raya Laporan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan tugas mata kuliah
Geometrik Dan Drainase Jalan Raya Program Studi DIII-Teknik Sipil Politeknik
Negeri Banyuwangi. Tujuan dibuatnya laporan ini yaitu untuk mengetahui kompetensi
mahasiswa dalam menentukan trase jalan beserta perhitungannya. Dalam penyusunan
laporan praktikum ini, tentu tak lepas dari pengarahan dan bimbingan dari berbagai
pihak. Maka Kami ucapkan rasa hormat dan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu. Pihak-pihak yang terkait itu diantaranya :
1. Dosen pembimbing mata kuliah Geometrik dan Drainase Jalan Raya, Ibu WAHYU
NARIS WARI,ST.,MT.
2. Kami juga berterimakasih kepada kedua orang tua yang telah mendukung dan
mendoakan dalam penyelesaian tugas mata kuliah GDJR
3. Serta teman-teman seangkatan terutama kelas 1B yang dapat bersama-sama
mencapai tujuan pada perkuliahan ini.
Kami menyadari bahwa laporan yang sudah kami buat ini masih jauh dari
sempurna, maka dari itu kami akan menerima dengan senang hati setiap kritik dan saran
yang membangun. Mohon maaf jika masih banyak kekurangan, semoga laporan
praktikum kami ini dapat memberikan manfaat untuk setiap pembaca dan juga
menambah ilmu bagi kita semua.
Banyuwangi, 4 Juli 2021
Penulis
iii
DAFTAR ISI
v
BAB 6 PENUTUP ................................................................................................ 85
6.1 Kesimpulan .............................................................................................. 85
6.2 Saran ........................................................................................................ 85
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 86
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR TABEL
viii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan tugas besar ini adalah untuk mengaplikasikan
pembelajaran pada mata kuliah geometri dan dasar perencanaan jalan raya
tentang perencanaan geometri jalan raya. Serta mahasiswa diharapkan dapat
menghitung dengan benar tentang dasar –dasar perencanaan jalan raya dan
nantinya dapat mengaplikasikannya di lapangan.
2
BAB 2
LANDASAN TEORI
3
2.2.1 Klasifikasi Menurut Fungsi Jalan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.34 tahun
2006 tentang jalan, klasifikasi jalan menurut fungsinya terbagi menjadi
empat jalan, yaitu:
1. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-
rata tinggi antara kota yang penting atau antara pusat produksi
dan pusat-pusat eksport, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara
berdaya guna.
Adapun ciri-cirinya sebagai berikut :
a. Dilalui oleh kendaraan berat > 10 ton, 10 ton adalah beban ganda
b. Dilalui oleh kendaraan dengan kecepatan tinggi > 80 km/jam
2. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan pengumpul atau pembagi dengan perjalanan jarak sedang,
kecepatan rata-rata sedang, jumlah jalan masuk dibatas serta
melayani daerah-daerah di sekitarnya.
Adapun cirinya sebagai berikutnya:
a. Kendaraan yang melaluinya yaitu kendaraan ringan < 10 ton.
b. Dilalui oleh kendaraan dengan kecepatan sedang (40-80
km/jam)
3. Jalan penghubung atau jalan lokal merupakan jalan keperluan
aktivitas daerah yang sempit juga dipakai sebagai jalan penghubung
antara jalan- jalan dari golongan yang lama atau yang belainan.
Adapun ciri-cirinya sebagai berikut:
a. Melayani semua jenis pemakai jalan, kendaraan ringan serta
kendaraan berat namun dibatasi dari pusat pemukiman ke pusat
industri.
b. Kecepatan kendaraan rendah (maksimum 60 km/jam).
4. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan
4
rata- rata rendah dan bahaya untuk kendaraan-kendaraan kecil.
5
Setelah didapat nilai LHR yang direncanakan dan dikalikan
dengan factor eqivalensi (FE), maka didapat klasifikasi kelas jalan
tersebut. Nilai factor eqivalensi dapat dilihat pada table dibawah ini :
6
Tabel 2. 4 Klasifikasi Jalan Perkotaan Tipe II
7
Tabel 2. 6 Klasifikasi Medan jalan
Kemiringan
No Jenis Medan Notasi
Medan (%)
1 Datar D 0– 9,9
2 Perbukitan B 10– 24,9
3 Pegunungan G >25
(Sumber : Peraturan Perencanaan Geometri Jalan Raya, 1970)
8
biarpun tidak dominan terhadap perkembangan ekonomi, tidak
mempunyai peranan tertentu dalam menjamin terselenggaranya
pemerintahan yang baik dalam Pemerintahan Daerah Tingkat I
dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan sosial.
d. Jalan dalam Daerah Khusus Ibu kota Jakarta, kecuali jalan yang
termasuk jalan nasional.
3. Jalan kabupaten.
Jalan kabupaten dapat dikelompokkan menjadi empat bagian,
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Jalan kolektor primer, yang tidak termasuk dalam kelompok
jalan nasional dan kelompok jalan provinsi.
b. Jalan lokal primer.
c. Jalan sekunder lain, selain yang dimaksud sebagai jalan nasional
dan jalan provinsi.
d. Jalan selain dari yang disebutkan di atas, yang mempunyai nilai
strategis terhadap kepentingan kabupaten, yakni jalan yang
walaupuntidak dominan terhadap pengembangan ekonomi,
tapi mempunyai peranan tertentu dalam menjamin
terselenggaranya pemerintahan dalam Pemerintahan Daerah.
4. Jalan kotamadya
Jalan kotamadya merupakan jaringan jalan sekunder yang berada
didalam kotamadya.
5. Jalan desa
Jaringan jalan sekunder di dalam desa, yang merupakan hasil
swadaya masyarakat, baik yang ada di desa maupun di kelurahan.
9
2.3 Potongan Melintang Jalan
Sebelum mengetahui apa yang dimaksud dengan penampang melintang
jalan, tentu akan lebih mudah dicermati apabila kita mengetahui terlebih dahulu
apa yang dimaksud dengan jalan. Adapun definisi jalan dapat dilihat
berdasarkanUndang Undang Jalan Raya No. 38/2004 yaitu:
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan pelengkapannya diperuntukkan bagi
lalu lintas yang berada di permukaan tanah, dibawah permukaan tanah, air,
diatas permukaan air kecuali rel kereta api, lori dan jalan kabel.
▪ Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum
▪ Jalan khusus adalah jalan khusus instansi, badan usaha, perseorangan,
atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri.
▪ Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan
dan sebagai jalan nasional yang penggunaannya diwajibkan membayar tol.
10
dikelompokkan dalam beberapa bagian, yaitu:
1. Jalur Lalu Lintas
Jalur lalu lintas adalah keseluruhan bagian perkerasan jalan yang
diperuntukkan untuk lalu lintas kendaraan. Jalur lalu lintas terdiri dari
beberapa lajur kendaraan. Jalur lalu lintas terdiri dari beberapa tipe,
diantaranya:
a. 1 Jalur – 2 lajur – 2 arah (2/2tb) Ket: tb = tidak terbagi
b. 1 jalur – 2 lajur – 1 arah (2 /1tb) b = berbagi
c. 2 jalur – 4 lajur – 2 arah (4/2b)
d. 2 jalur – n lajur – 2 arah (n/2b)
Lebar jalur sangat ditentukan jumlah dan lebar jalur
peruntukkannya. Lebar jalur minimum adalah 4,5 m yang
memungkinkan 2 kendaraan saling berpas-pasan.
11
Tabel 2. 7 Klasifikasi Lebar Lajur
3. Bahu Jalan
Bahu jalan adalah daerah yang disediakan di tepi luar jala antara lapis
perkerasan dengan penurunan badan jalan yang terletak berdampingan
dengan jalur lalu lintas. Bahu jalan mempunyai kemiringan untuk
keperluan pengaliran air dari permukaan jalan dan juga unuk
memperkokoh konstruksi perkerasan. Bahu jalan memiliki fungsi
sebagai :
a. Ruangan untuk tempat berhenti sementara kendaraan yang mogok
atau yang sekedar berhenti karena pengemudi ingin berorientasi
mengenai jurusan yang akan ditempuh, atau untuk istirahat
b. Ruangan untuk menghindarkan diri dari saat-saat darurat, sehingga
dapat mencegah terjadinya kecelakaan
c. Memberikan kelegaan pada pengemudi dengan demikian dapat
meningkatkan kapasitas jalan yang bersangkutan
d. Memberikan sokongan pada konstruksi perkerasan jalan dari arah
samping
e. Ruangan untuk lintasan kendaraan-kendaraan patroli, ambulans,
yang sangat dibutuhkan pada keadaan darurat seperti terjadinya
kecelakaan
f. Ruangan pembantu pada waktu mengadakan pekerjaan perbaikan
atau pemeliharaan jalan (untuk tempat penempatan alat-alat, dan
penimbuan bahan material.
Berdasarkan tipe perkerasannya, bahu jalan dapat dibedakan atas :
a. Bahu lunak (soft shoulder) yaitu bahu jalan yang tidak diperkeras,
12
hanya dibuat dari material perkerasan jalan tanpa pengikat.
Biasanya digunakan material agregat bercampur sedikit lempung.
b. Bahu yang tidak diperkeras ini dipergunakan untuk daerah-daerah
yang tidak begitu penting, dimana kendaraan yang berhenti dan
mempergunakan bahu tidak begitu banyak jumlahnya.
c. Bahu diperkeras (hard shoulder) yaitu bahu yang dibuat dengan
mempergunakan bahan pengikat sehingga lapisan tersebut lebih
kedap air dibandingkan dengan bahu yang tidak diperkeras.
13
4. Trotoar
Trotoar adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur
lalu lintas yang khusus dipergunakan untuk pejalan kaki (pedestrian).
Untuk keamanan pejalan kaki maka trotoar ini harus dibuat terpisah dari
jalur lalu lintas oleh struktur fisik berupa kerb. Perlu tidaknya trotoar
disediakan sangat tergantung dari volume pedestrian dan volume lalu
lintas pemakai jalan tersebut. Lebar trotoar yangdibutuhkan ditentukan
oleh volume pejalan kaki, tingkat pelayanan pejalan kaki yang
diinginkan, dan fungsi jalan. Lebar trotoar yang umum digunakan
berkisar 1,5 – 3,0 m.
5. Saluran Samping
Saluran samping berguna untuk :
a. Mengalirkan air dari permukaan perkerasan jalan ataupun dari bagian
luar jalan
b. Menjaga supaya konstruksi jalan selalu berada dalam keadaan kering
tidak terendam air.
Umumnya bentuk saluran samping trapesium, atau empat
persegi panjang. Untuk daerah perkotaan, dimana daerah pembebasan
jalan sudah sangat terbatas, maka saluran samping dapat dibuat empat
persegi panjang dari konstruksi beton dan ditempatkan di bawah
trotoar. Sedangkan di daerah pedalaman dimana pembebasan lahan
bukan menjadi masalah, saluran samping umumnya dibuat berbentuk
trapesium. Dinding saluran dapat dengan mempergunakan pasangan
batu kali, atau tanah asli. Lebar dasar saluran disesuaikan dengan
besarnya debit yang diperkirakan akan mengalir pada saluran tersebut,
minimum sebesar 30 cm.
Landai dasar biasanya dibulatkan mengikuti kelandaian dari
jalan. Tetapi pada kelandaian jalan yang cukup besar, dan saluran hanya
terbuat dari tanah asli, kelandaian dasar saluran tidak lagi mengikuti
kelandaian jalan. Hal ini untuk mencegah pengkikisan oleh aliran air.
14
Kelandaian dasar saluran dibatasi sesuai dengan material dasar saluran.
Jika terjadi perbedaan yang cukup besar antara kelandaian saluran dan
kelandaian jalan, maka perlu dibuatkan terasering.
6. Median
Pada arus lalu lintas yng tinggi serig kali di butuhkan median guna
memisahkan arus lalu lintas yang berlaanan arah. Jadi medin adalah
jalur yang terletak di tengah jalan untuk membagi jalan dalam masing-
masinh arah.
Secara garis besar median berfungsi sebagai :
a. Menyediakan daerah netral yang cukup lebar dimana pengemudi
masih dapat mengontrol kendaraannya pada saat-saat darurat
b. Menyediakan jarak yang cukup untuk membatasi /mengurangi
kesilauan terhadap lampu besar dari kendaraan yang berlawanan
arah
c. Menambah rasa kelegaan, kenyamanan dan keindahan bagi setiap
pengemudi
d. Mengamankan kebebasan samping dari masing-masing arah arus
lalu-lintas.
e. Ruang lapak tunggu penyeberang jalan.
f. Penempatan fasilitas jalan.
g. Tempat prasarana kerja sementara.
h. Penghijauan
15
melintang jalan tanpa median)
(Penampang melintang jalan dengan median)
7. Saluran samping
Saluran samping berguna untuk :
a. Mengalirkan air dari permukaan perkerasan jalan ataupun dari
bagian luar jalan
b. Menjaga supaya konstruksi jalan selalu berada dalam keadaankering
tidak terendam air
Umumnya bentuk saluran samping trapesium, atau empat persegi
panjang. Untuk daerah perkotaan, dimana daerah pembebasan jalan
sudah sangat terbatas, maka saluran samping dapat dibuat empat persegi
panjang dari konstruksi beton dan ditempatkan di bawah trotoar.
Sedangkan di daerah pedalaman dimana pembebasan lahan bukan
menjadi masalah, saluran samping umumnya dibuat berbentuk
trapesium. Dinding saluran dapat dengan mempergunakan pasangan
batu kali, atau tanah asli. Lebar dasar saluran disesuaikan dengan
besarnya debit yang diperkirakan akan mengalir pada saluran tersebut,
minimum sebesar 30 cm.
Landai dasar biasanya dibulatkan mengikuti kelandaian dari jalan.
Tetapi pada kelandaian jalan yang cukup besar, dan saluran hanya
terbuat dari tanah asli, kelandaian dasar saluran tidak lagi mengikuti
kelandaian jalan. Hal ini untuk mencegah pengkikisan oleh aliran air.
Kelandaian dasar saluran dibatasi sesuai dengan material dasar saluran.
Jika terjadi perbedaan yang cukup besar antara kelandaian saluran dan
kelandaian jalan, maka perlu dibuatkan terasering.
1. Kemiringan melintang jalur lalu lintas
2. Kemiringan melintang bahu
3. Kemiringan lereng
16
8. Talud/kemiringan lereng
Talud jalan umumnya dibuat 2H : 1V, tetapi untuk tanah-tanah
yang mudah longsor talud jalan harus dibuat sesuai dengan besarnya
landai yang aman, yang diperoleh dari perhitungan kestabilan lereng.
Berdasarkan keadaan tanah pada lokasi jalan tersebut, mungkin saja
dibuat bronjong, tembok penahan tanah, lereng bertingkat (berm)
ataupun hanya ditutupi rumput saja.
9. Kereb
Kareb adalah penonjolan atau peninggian tepi perkerasan atau bahu
jalan, yang terutama dimaksudkan untuk keperluan- keperluan drainase,
mencegah keluarnya kendaraan dari tepi perkerasan, dan memberikan
ketegasan tepi perkerasan. Pada umumnya kereb digunakan pada jalan-
jalan di daerah perkotaan, sedangkan untuk jalan-jalan antar kota kereb
hanya dipergunakan jika jalan tersebut direncanakan untuk lalu lintas
dengan kecepatan tinggi atau apabila melintasi perkampungan.
Berdasarkan fungsi dari kereb, maka kereb dapat dibedakan atas:
17
pada jalan yangmemerlukan sistem drainase perkerasan lebih baik.
Pada jalan lurus diletakkan di tepi luar dari perkerasan, sedangkan
pada tikungan .
18
jalan, dan ambang pengamannya. Badan jalan meliputi jalur lalu lintas,
dengan atau tanpa pemisah dan bahu jalan.
a. Daerah Milik Jalan
Daerah milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang
dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh Pembina
Jalan dengan suatu hak tertentu. Biasanya pada tiap jarak 1 km
dipasang patok Damija berwarna kuning.Tinggi 5 meter si atas
permukaan perkerasan pada sumbu jalan dan kedalaman ruang bebas
1,5 meter di bawah muka jalan.Sejalur tanah tertentu di luar Damaja
tetapi di dalam Damija dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan
keluasan keamanan penggunaan jalan antara lain untuk keperluan
pelebaran Damaja di kemudian hari
b. Daerah Pengawasan Jalan
Daerah pengawasan jalan adalah sejalur tanah tertentu yang
terletak di luar Daerah Milik Jalan, yang penggunaannya diawasi
oleh Pembina Jalan, dengan maksud agar tidak mengganggu
pandangan pengemudi dan konstruksi bangunan jalan, dalam hal ini
tak cukup luasnya Damija.
19
2.4 Kriteria Perencanaan Jalan
Dalam perencanaan jalan, bentuk geometric jalan harus ditetapkan
sedemikian rupa sehingga jalan yang bersangkutan dapat memberikan
pelayanaan yang optimal kepada arus lalu lintas sesuai dengan fungsinya.
Dalam perencanaan geometric jalan terdapat 3 tujuan utama, yaitu :
1. Memberikan Keamanan dan kenyamanan, seperti jarak pandang, ruang
yang cukup bagi maneuver kendaraan dan koefisien gesek permukaan jalan
yang cukup.
2. Menjamin suatu perencanaan yang ekonomis.
3. Memberikan suatu keseragaman geometri jalan sehubung dengan jenis
medan.
Berikut ini adalah parameter kendaraan yang direncanakan dalam
perencanaan geometri jalan antara lain :
20
Bus dengan dua atau tiga gandar dengan jarak as 5,0 – 6,0 m.
5. Truk Besar
Truk tiga gandar dan kombinasi tiga, jarak gandar (gandar pertama
kedua) < 3,5 m (sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).
6. Sepeda Motor
Kendaraan bermotor dengan 2 atau 3 roda (meliputi : sepeda motor
dan kendaraan roda 3 sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).
7. Kendaraan Tak Bermotor (UM)
Kendaraan dengan roda yang digerakkan oleh orang atau hewan
(meliputi : sepeda, becak, kereta kuda, dan kereta dorong sesuai
sistemklasifikasi Bina Marga).
Tabel 2. 8 Dimensi Kendaraan Rencana
21
Gambar 2. 2 Dimensi Kendaraan Sedang
22
f. Batasan kecepaatan yang diizinkan.
23
2.5 Perencanaan Alinyemen Horizontal
Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang
horizontal. Alinyemen horizontal dikenal juga dengan nama “situasi jalan” atau
“trase jalan”. alinyemen horizontal terdiri dari garis-garis lurus (biasa disebut
“tangen), yang dihubungkan dengan garis-garis lengkung. Garis lengkung
tersebut dapat terdiri dari busur lingkaran ditambah dengan lengkung peralihan
atau busur- busur peralihan saja ataupun busur lingkaran saja (Hamirhan
Saodang, 2010).
1. Bagian Lurus
Panjang maksimum bagian lurus, dapat ditempuh dalam waktu ≤ 2,5 menit
(sesuai VR), dengan pertimbangakan keselamatan pengemudi akibat kelelahan.
Tabel 2. 10 Panjang Bagian Lurus Maksimum
2. Tikungan
Bagian yang paling kritis dari suatu alinyemen horizontal ialah bagian
lengkung (tikungan). Hal ini disebabkan oleh adanya suatu gaya sentrifugal
yang akan melemparkan kendaraan keluar daerah tikungan tersebut.
Pada saat kendaraan melalui daerah superelevasi, akan terjadi gesekan arah
melintang jalan antara ban dengan permukaan aspal yang menimbulkan
gaya gesekan melintang dengan gaya normal yang disebut dengan
koefisien gesekan melintang (f).
Gaya sentrifugal ini mendorong kendaraan secara radial keluar jalur.
Atas dasar ini maka perencanaan tikungan agar dapat memberikan
keamanan dan kenyamanan perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut :
24
3. Jari-jari lengkung minimum
Untuk menghindari terjadinya kecelakaan, maka untuk kecepatan tertentu
ditentukan jari-jari minimum untuk supereleavsi maksimum 10 %.Nilai
panjang jari-jari minimum dapat dilihat pada tabel berikut :
4. Bentuk-bentuk Tikungan
Di dalam suatu perencanaan garis lengkung maka perlu diketahui
hubungan kecepatan rencana dengan kemiringan melintang jalan
(suprelevasi) karena garis lengkung yang direncanakan harus dapat
mengurangi gaya sentrifugal secara berangsur-angsur mulai dari nol
sampai nol kembali. Bentuk tikungan dalam perencanaan tersebut adalah :
25
kendaraannya, namun apabila ditinjau dari penggunaan lahan dan biaya
pembangunannya yang relatif terbatas, jenis tikungan ini merupakan
pilihan yang sangat mahal. Adapun batasan dimana diperbolehkan
menggunakan full circle adalah sebagai berikut :
26
Gambar 2. 4 Tikungan Full Circle
Catatan :
Tikungan FC hanya digunakan untuk R yang besar agar tidak
terjadi patahan, karena dengan R kecil akan diperlukan
superelevasi yangbesar.
27
Rumus-rumus yang digunakan pada tikungan spiral – circle - spiral,
yaitu :
28
Kontrol :
Lc > 20 mL > 2 Ts
Jika L < 20 m, gunakan jeniss tikungan spiral-spiral
29
2.5.3 Lengkung Peralihan (spiral-spiral)
Bentuk tikungan ini digunakan pada tikungan yang tajam. Rumus-
rumus yang digunakan pada tikungan spiral-spiral, yaitu :
30
5. Superelevasi
Penggambaran superelevasi dilakukan untuk mengetahui kemiringan-
kemiringan jalan pada bagian tertentu yaitu berfungsi untuk mempermudah
dalam pelaksanaan pengerjaan.
a. Superelevasi dapat dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang
normal pada bagian jalan yang lurus sampai kemiringan penuh
(superelevasi) pada bagian lengkung,
b. Pada tikungan spiral-circle-spiral, pencapaian superelevasi dilakukan
secara linier, diawali dari bentuk normal samapi lengkung peralihan (S)
yang berbentuk pada bagian lurus jalan, lalu dilanjutkan sampai
superelevasi penuh pada akhir bagian lengkung peralihan
c. Pada tikungan full circle , pencapaian superelevasi dilakukan secara
linier, diawali dari bagian lurus sepanjang 2/3 Ls sampai dengan bagian
lingkaran penuh sepanjang 1/3 Ls.
d. Pada tikungan spiral-spiral. Pencapaian superelevasi seluruhnya
dilakukan pada bagian spiral
e. Superelevasi tidak diperlukan jika ruas cukup besar, untuk itu cukup
lereng luar diputar sebesar lereng normal (LP), atau bahkan tetap lereng
normal (LN).
6. Pencapaian superelevasi
Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang
berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima pada saat berjalan
melalui tikungan pada kecepatan VR. Superelevasi dicapai secara bertahap
dari kemiringan melintang normal pada bagian jalan yang lurus sampai
kemiringan penuh (Superelevasi) pada bagian lengkung.
Pada tikungan S-C-S, pencapaian superelevasi dilakukan secara
31
dilanjutkansampai superelevasi penuh pada akhir pada bagian lengkungan
peralihan (SC) .
Metoda atau tata cara untuk melakukan superelevasi, yaitu dengan
mengubah lereng potongan melintang, dilakukan dengan bentuk profil dari
tepi perkerasan yang dibundarkan, tetapi disarankan cukup untuk
mengambil garis lurus saja.
Ada tiga cara untuk mendapatkan superelevasi yaitu:
a. Memutar perkerasan jalan terhadap profil sumbu.
b. Memutar perkerasan jalan terhadap tepi jalan sebelah dalam.
c. Memutar perkerasan jalan terhadap tepi jalan sebelah luar.
32
Gambar 2. 8 Metoda Pencapaian Superelevasi pada Tikungan Tipe FC
dengan Lengkung Peralihan Fiktif.
33
7. Pelebaran Pada Tikungan
Kendaraan yang bergerak dari jalan lurus menuju tikungan, seringkalitidak
dapat mempertahankan lintasannya pada lajur yang disediakan. Hal ini
disebabkan karena:
1. Pada waktu berbelok pertama kali hanya roda depan, sehingga lintasan
roda belakang agak keluar lajur (off tracking).
2. Jarak lintasan kendaraan tidak lagi berimpit, karena bemper depan dan
belakang kendaraan akan mempunyai lintasan yang berbeda dengan
lintasan roda depan dan roda belakang kendaraan.
3. Pengemudi akan mengalami kesulitan dalam pertahankan lintasannya
tetap pada lajur jalannya terutama pada tikungan-tikungan yang tajam
atau pada kecepatan-kecepatan tinggi.
34
8. Penentuan Stationing
Penentuan (stationing) panjang jalan pada tahap perencanaan adalah
memberikan nomor pada interval-interval tertentu dari awal pekerjaan.
Nomor jalan (sta jalan) dibtuhkan sebagai sarana komunikasi untuk dengan
cepat mengenali lokasi yang sedang dibicarakan , selanjutnya. Nomor jalan
ini sangat bermanfaat pada saat pelaksanaan dan perencanaan. Disamping
itu dari penomoran jalan tersebut diperoleh informasi tentang panjang jalan
secara keseluruhan . setiap sta jalan dilengkapi dengan gambar potongan
melintangnya. Adapun interval masing-masing penomoran jika tidak
adanya perubahan arah tangen pada alinyemen horizontal maupun
alinyemen vertikal sebagai berikut :
- Setiap 100 m, untuk daerah datar
- Setiap 50 m, untuk daerah bukit
- Setiap 25 m, untuk daerah gunung
Nomor jalan (sta jalan) ini sama fungsinya dnegan patok-patok km
disepanjang jalan, namun juga terdapat perbedaannya antara lain :
1. Patok km merupakan petunjuk jarak yang di ukur dari patok km 0, yang
umumya terletak di ibukota provinsi atau kotamadya, sedangkan patok
sta merupakan petunjuk jarak yang di ukur dari awal sampai akhir
pekerjaan.
2. Patok km berupa patok permanen yang dipasang dengan ukuran standar
yang berlaku, sedangkan patok sta merupakan patok sementara selama
masa pelaksanaan proyek jalan tersebut.
35
2.6 Perencanaan Alinyemen Horizontal
Alinyemen vertikal adalah perencanaan elevasi sumbu jalan pada setiap
titik yang ditinjau, berupa profil memanjang. Pada perencanaan alinyemen
vertikal akan ditemui kelandaian positif (tanjakan) dan kelandaian negative
(turunan), sehingga kombinasi berupa lengkung cembung dan lengkung
cekung. Disamping kedua lengkung tersebut ditemui pula kelandaian datar.
Kondisi tersebut dipengaruhi oleh keadaan topografi yang dilalui oleh rute jalan
rencana. Kondisi topograpi tidak saja berpengaruh pada perencanaan
alinyemen horizontal, tetapi mempengaruhi perencanaan alinyemen vertikal
(Hendarsin L. Shirley, 2000).
36
Tabel 2. 14 Jarak Pandang Menyiap
3. Kelandaian
Untuk menghitung dan merencanakan lengkung vertikal, ada beberapahal
yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Karakteristik Kendaraan Pada Kelandaian
Hampir seluruh kendaraan penumpang dapat berjalan dengan baik
dengan kelandaian 7-8 % tanpa adanya perbedaan dibandingkan dengan
bagian datar.Pengamatan menunjukan bahwa mobil penumpang pada
kelandaian 3% hanya sedikit sekali pengaruhnya dibandingkan dengan
jalan datar. Sedangkan untuk truk, kelandaian akan lebih besar
pengaruhnya.
b. Kelandaian Maksimum
Kelandaian maksimum berdasarkan pada kecepatan truk yang
bermuatan penuh mampu mampu bergerak dengan kecepatan tidak
kurang dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi
rendah.
Tabel 2. 15 Kelandaian Maksimum Yang Diizinkan
37
c. Kelandaian Minimum
Pada jalan yang menggunakan kreb pada tepi perkerasannya perlu
dibuat kelandaian minimum 0,5 % untuk keperluan saluran kemiringan
melintang jalan dengan kreb hanya cukup untuk mengalirkan air
kesamping.
d. Panjang Kritis Suatu Kelandaian
Tabel 2. 16 Tabel Panjang Kritis Kelandaian
4. Lengkung Vertikal
Lengkung vertikal direncanakan untuk merubah secara bertahap
perubahan dari dua macam kelandaian arah memanjang pada setiap lokasi
yang diperlukan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi goncangan akibat
perubahan kelandaian dan menyediakan jarak pandang henti yang cukup
38
untuk keamanan dan kenyamanan.
39
Gambar 2. 10 Alinyemen Vertikal Cembung
40
Gambar 2. 11 Alinyemen Vertikal Cekung
Dengan bantuan gambar diatas, yaitu tinggi lampu besar kendaraan = 0,60
m dan sudut bias = 10, maka diperoleh hubungan praktis, sebagai berikut :
41
BAB 3
TRASE JALAN
42
tikungan yang terbentuk tidak terlalu tajam, sehingga aman bagi
pengguna jalan.
• Galian dan timbunan
Galian (cut) dan timbunan (fill) merupakan hal yang juga sangat
diperhatikan dalam merencanakan jalan. Biasanya dalam
merencanakan jalan besar galian dan timbunan telah ditentukan terlebih
dahulu. Agar biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan bangunan
jalan tidak lebih besar yang tersedia. Perencana jalan harus
merencanakan trase jalan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi galian
dan timbunan yang terlalu besar. Caranya dengan menarik garis trase
pada elevasi muka tanah yang tidak terlalu jauh perbedaan ketinggian
antara awal dan akhir.
42
3.1 Trase Jalan Alternatif I
43
10 610 600 580 30 30 100 √
11 610 590 575 35 30 116,66667 √
12 600 590 575 25 30 83,333333 √
13 570 570 570 0 30 0 √
14 540 540 540 0 30 0 √
15 515 515 515 0 30 0 √
16 490 490 490 0 30 0 √
17 465 465 465 0 30 0 √
18 440 440 440 0 30 0 √
19 420 420 420 0 30 0 √
20 390 390 390 0 30 0 √
21 375 375 375 0 30 0 √
22 365 365 363 2 30 6,6666667 √
23 360 365 365 5 30 16,666667 √
24 348 350 350 2 30 6,6666667 √
25 325 325 350 25 30 83,333333 √
26 320 320 320 0 30 0 √
27 300 300 300 0 30 0 √
28 280 280 280 0 30 0 √
29 275 275 275 0 30 0 √
30 260 260 260 0 30 0 √
PERSENTASE (%) 53,33 3,3333 43,33
Sumber : Hasil Perhitungan 2021
44
Gambar 3. 3 Jalur Alternatif I Pada Milimeter Blok
a) Koordinat Titik
A = (7000;81500)
P1 = (3000;56000)
P2 = (24000;44000)
B = (29500;22500)
b) Sudut Azimuth
𝜒𝑃1− 𝜒𝐴
- ∝ 𝐴1 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( 𝛾𝑃1− 𝛾𝐴 )
3000 − 7000
∝ 𝐴1 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
56000 − 81500
−4000
∝ 𝐴1 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
−25500
∝ 𝐴1 = 8,914927
∝ 𝐴1 = 8° 54′ 53′′
𝜒𝑃2− 𝜒𝑃1
- ∝ 12 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( 𝛾𝑃2− 𝛾𝑃1 )
45
24000 − 3000
∝ 12 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
44000 − 56000
21000
∝ 12 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
−12000
∝ 12 = −60,255119
∝ 12 = 60,255119
∝ 2𝐵 = 60° 16′ 18′′
𝜒𝐵− 𝜒𝑃2
- ∝ 2𝐵 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( 𝛾𝐵− 𝛾𝑃2 )
29500 − 24000
∝ 2𝐵 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
22500 − 44000
5500
∝ 2𝐵 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
−21500
∝ 2𝐵 = −14,349332
∝ 2𝐵 = 14,349332
∝ 2𝐵 = 14° 20′ 57′′
c) Perhitungan Jarak
- 𝑑 𝐴1 = √(𝜒𝑃1 − 𝜒𝐴)2 + (𝛾𝑃1 − 𝛾𝐴)2
𝑑 𝐴1 = √(−4000)2 + (−25.500)2
𝑑 𝐴1 = √16.000 + 625.000
𝑑 𝐴1 = √641.000
𝑑 𝐴1 = 800,624 𝑚
46
- 𝑑2𝐵 = √(𝜒𝐵 − 𝜒𝑃2)2 + (𝛾𝐵 − 𝛾𝑃2)2
d) Rumus Sinus
𝜒𝑃1 − 𝜒𝐴 3000 − 7000 −4.000
𝑑𝐴1 = = =
sin ∝ 𝐴1 sin 8° 54′ 53′′ 0,488047
= −8195,932𝑚
𝜒𝑃2 − 𝜒𝑃1 24000 − 3000 21.000
𝑑12 = = ′ ′′
=
sin ∝ 12 sin 14° 20 57 −0,977577
= −21481,684 𝑚
𝑥𝐵 − 𝜒𝑃2 29.000 − 24.000 5.500
𝑑2𝐵 = = ′ ′′
=
sin ∝ 2𝐵 𝑠𝑖𝑛 60° 16 18 −0,535296
= −10274,689 𝑚
e) Rumus Cosinus
𝛾𝑃1 − 𝛾𝐴 56000 − 81500 −25.500
𝑑𝐴1 = = ′
=
cos ∝ 𝐴1 cos 8° 54 53′′ −0,872817
= 29215,746 𝑚
𝛾𝑃2 − 𝛾𝑃1 44.000 − 56.000 −12.000
𝑑12 = = =
cos ∝ 12 cos 60° 16′ 18′′ −0,844664
= 14206,832 𝑚
𝛾𝐵 − 𝛾𝑃2 22.500 − 44.000 −21.500
𝑑2𝐵 = = =
cos ∝ 2𝐵 cos 14° 20′ 57′′ −0,210577
= 102100,419 𝑚
47
3.4 Trase Jalan Alternatif II
48
14 385 370 375 10 30 33,33333333 √
15 380 370 360 20 30 66,66666667 √
16 370 360 350 20 30 66,66666667 √
17 360 350 330 30 30 100 √
18 350 335 325 25 30 83,33333333 √
19 330 325 325 5 30 16,66666667 √
20 325 315 300 25 30 83,33333333 √
21 325 315 300 25 30 83,33333333 √
22 325 315 300 25 30 83,33333333 √
23 300 300 280 20 30 66,66666667 √
24 295 285 280 15 30 50 √
25 285 275 260 25 30 83,33333333 √
26 275 265 260 15 30 50 √
27 275 270 260 15 30 50 √
28 270 260 250 20 30 66,66666667 √
PERSENTASE (%) 10,71 10,714 78,571
Sumber : Hasil Perhitungan 2021
49
Gambar 3. 5 Jalur Alternatif II pada Milimeter Blok
a) Koordinat Titik
A1 = (7.000;81.500)
P1 = (20.000;66.500)
P2 = (30.500;39.000)
B2 = (29.500;22.500)
b) Sudut Azimuth
𝜒𝑃1− 𝜒𝐴
- ∝ 𝐴1 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( 𝛾𝑃1− 𝛾𝐴 )
20.000 − 7.000
∝ 𝐴1 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
66.500 − 81500
13.000
∝ 𝐴1 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
−15.000
∝ 𝐴1 = −40,91438
∝ 𝐴1 = 40,91438
∝ 𝐴1 = 40° 54′ 51′′
𝜒𝑃2− 𝜒𝑃1
- ∝ 12 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( 𝛾𝑃2− 𝛾𝑃1 )
50
30.500 − 20.000
∝ 12 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
39.000 − 66.500
10.000
∝ 12 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
−27.500
∝ 12 = −19,98311
∝ 12 = 19,98311
∝ 12 = 19° 58′ 59′′
𝜒𝐵− 𝜒𝑃2
- ∝ 2𝐵 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( 𝛾𝐵− 𝛾𝑃2 )
29.500 − 30.500
∝ 2𝐵 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
22.500 − 39.000
−1.000
∝ 2𝐵 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
−16.500
∝ 2𝐵 = 3,46823
∝ 2𝐵 = 3° 28′ 5′′
c) Perhitungan Jarak
- 𝑑 𝐴1 = √(𝜒𝑃1 − 𝜒𝐴)2 + (𝛾𝑃1 − 𝛾𝐴)2
𝑑 𝐴1 = √(13.000)2 + (−15.000)2
𝑑 𝐴1 = √169.000.000 + 225.000.000
𝑑 𝐴1 = √394. .000.000
𝑑 𝐴1 = 19.849,43 𝑚
51
- 𝑑2𝐵 = √(𝜒𝐵 − 𝜒𝑃2)2 + (𝛾𝐵 − 𝛾𝑃2)2
d) Rumus Sinus
𝜒𝑃1 − 𝜒𝐴 20.000 − 7.000 13.000
𝑑𝐴1 = = ′
=
sin ∝ 𝐴1 sin 40° 54 51′′ −0,073609
= −176.608,84 𝑚
𝜒𝑃2 − 𝜒𝑃1 30.500 − 20.000 10.500
𝑑12 = = ′
= = 11.590,43 𝑚
sin ∝ 12 sin 19° 58 59′′ 0,90592
𝑥𝐵 − 𝜒𝑃2 29.500 − 30.500 −1.000
𝑑2𝐵 = = ′ ′′
= = −3.116,62 𝑚
sin ∝ 2𝐵 sin 3° 28 5 0,32086
e) Rumus Cosinus
𝛾𝑃1 − 𝛾𝐴 66.500 − 81.500 −13500
𝑑𝐴1 = = = = 13.536,68𝑚
cos ∝ 𝐴1 cos 19° 58′ 59′′ −0,99729
𝛾𝑃2 − 𝛾𝑃1 39.000 − 66.500 −29500
𝑑12 = = = = −69.667,49 𝑚
cos ∝ 12 cos 19° 58′ 59′′ 0,42344
𝛾𝐵 − 𝛾𝑃2 22.500 − 39.000 −16000
𝑑2𝐵 = = = = 16.893,14 𝑚
cos ∝ 2𝐵 cos 3° 28′ 5′′ −0,94713
52
3.5 Trase Jalan Alternatif III
53
Data Elevasi Trase Alternatif 3
Elevasi Beda Lebar Kemiringan
No D B G
Kiri Tengah Kanan tinggi penguasaan (%)
1 598 600 600 2 30 6,66666667 √
2 573 575 575 2 30 6,66666667 √
3 548 550 550 2 30 6,66666667 √
4 525 525 525 0 30 0 √
5 500 500 500 0 30 0 √
6 476 475 475 1 30 3,33333333 √
7 460 455 450 10 30 33,3333333 √
8 440 440 440 0 30 0 √
9 423 423 425 2 30 6,66666667 √
10 400 400 400 0 30 0 √
11 375 375 375 0 30 0 √
12 355 350 348 7 30 23,3333333 √
13 325 330 350 25 30 83,3333333 √
14 340 330 325 15 30 50 √
15 330 325 325 5 30 16,6666667 √
16 330 320 310 20 30 66,6666667 √
17 325 315 310 15 30 50 √
18 320 310 300 20 30 66,6666667 √
19 305 290 280 25 30 83,3333333 √
20 300 300 290 10 30 33,3333333 √
21 290 285 280 10 30 33,3333333 √
22 285 280 275 10 30 33,3333333 √
23 275 265 260 15 30 50 √
24 275 265 260 15 30 50 √
25 270 260 250 20 30 66,6666667 √
26 270 260 250 20 30 66,6666667 √
27 275 270 260 15 30 50 √
54
28 280 275 260 20 30 66,6666667 √
29 280 275 260 20 30 66,6666667 √
30 275 265 260 15 30 50 √
31 270 260 255 15 30 50 √
32 275 275 255 20 30 66,6666667 √
33 275 265 250 25 30 83,3333333 √
PERSENTASE (%) 30,3 6,061 63,64
Sumber : Hasil Perhitungan 2021
55
Gambar 3. 7 Trase Alternatif III Pada Milimeter Blok
a) Koordinat Titik
A = (7.000;81.500)
P1 = (34.000;68.000)
P2 = (38.000;38.500)
B = (29.500;22.500)
b) Sudut Azimuth
𝜒𝑃1− 𝜒𝐴
- ∝ 𝐴1 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( 𝛾𝑃1− 𝛾𝐴 )
34.000 − 7.000
∝ 𝐴1 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
68.000 − 81.500
27.000
∝ 𝐴1 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
−13.000
∝ 𝐴1 = −64,29005
∝ 𝐴1 = 64,29005
∝ 𝐴1 = 64° 17′ 24′′
56
𝜒𝑃2− 𝜒𝑃1
- ∝ 12 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( 𝛾𝑃2− 𝛾𝑃1 )
38.000 − 34.000
∝ 12 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
38.500 − 68.000
4.000
∝ 12 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
−29.500
∝ 12 = −7,72183
∝ 12 = 7,72183
∝ 12 = 7° 43′ 18′′
𝜒𝐵− 𝜒𝑃2
- ∝ 2𝐵 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( 𝛾𝐵− 𝛾𝑃2 )
29.500 − 38.000
∝ 2𝐵 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
22.500 − 38.500
−8.500
∝ 2𝐵 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
−16.000
∝ 2𝐵 = 27,97947
∝ 2𝐵 = 27° 58′ 46′′
c) Perhitungan Jarak
- 𝑑 𝐴1 = √(𝜒𝑃1 − 𝜒𝐴)2 + (𝛾𝑃1 − 𝛾𝐴)2
𝑑 𝐴1 = √(27.000)2 + (−13.500)2
𝑑 𝐴1 = √729.000.000 + 182.250.000
𝑑 𝐴1 = √747.250.000
𝑑 𝐴1 = 27.335,87 𝑚
57
- 𝑑2𝐵 = √(𝜒𝐵 − 𝜒𝑃2)2 + (𝛾𝐵 − 𝛾𝑃2)2
d) Rumus Sinus
𝜒𝑃1 − 𝜒𝐴 34.000 − 7.000 27.000
𝑑𝐴1 = = ′ ′′
= = 30.870,20 𝑚
sin ∝ 𝐴1 sin 40 ° 54 51 0,87463
𝜒𝑃2 − 𝜒𝑃1 38.000 − 34.000 4.000
𝑑12 = = = = 29.590,18 𝑚
sin ∝ 12 sin 20° 53′ 51′′ 0,13518
𝑥𝐵 − 𝜒𝑃2 29.500 − 22.500 7000
𝑑2𝐵 = = = = 13.817,33 𝑚
sin ∝ 2𝐵 sin 3° 28′ 5′′ 0,50661
e) Rumus Cosinus
𝛾𝑃1 − 𝛾𝐴 68.000 − 81.500 −13.500
𝑑𝐴1 = = ′ 0′′
= = 27.847,11 𝑚
cos ∝ 𝐴1 cos 40 ° 54 5 −0,48479
𝛾𝑃2 − 𝛾𝑃1 38.500 − 68.000 −29.500
𝑑12 = = ′ ′′
= = −29.773,32 𝑚
cos ∝ 12 cos 20° 53 51 0,99082
𝛾𝐵 − 𝛾𝑃2 22.500 − 38.500 −16000
𝑑2𝐵 = = ′ ′
= = 18.557,83 𝑚
cos ∝ 2𝐵 cos 3° 28 5′ 0,86217
58
3.6 Trase Jalan Alternatif IV
59
11 375 380 380 5 30 16,666667 √
12 373 373 375 2 30 6,6666667 √
13 350 350 350 0 30 0 √
14 335 335 335 0 30 0 √
15 330 325 350 20 30 66,666667 √
16 300 300 300 0 30 0 √
17 290 280 275 15 30 50 √
18 275 275 270 5 30 16,666667 √
19 275 275 278 3 30 10 √
20 270 265 255 15 30 50 √
21 260 258 250 10 30 33,333333 √
22 250 245 230 20 30 66,666667 √
23 225 230 225 0 30 0 √
24 230 225 215 15 30 50 √
25 215 225 225 10 30 33,333333 √
26 225 220 215 10 30 33,333333 √
27 225 220 215 10 30 33,333333 √
28 220 215 210 10 30 33,333333 √
29 220 215 200 20 30 66,666667 √
30 220 215 205 15 30 50 √
31 220 215 200 20 30 66,666667 √
32 220 215 200 20 30 66,666667 √
33 220 215 200 20 30 66,666667 √
34 220 215 210 10 30 33,333333 √
35 200 200 210 10 30 33,333333 √
36 220 220 225 5 30 16,666667 √
37 225 225 225 0 30 0 √
38 225 230 230 5 30 16,666667 √
39 245 245 245 0 30 0 √
40 250 250 250 0 30 0 √
60
41 250 250 250 0 30 0 √
42 275 265 250 25 30 83,333333 √
PERSENTASE (%) 45,24 11,905 42,857
Sumber: Hasil Perhitungan 2021
a) Koordinat Titik
A = (7000;81500)
P1 = (32000;83500)
P2 = (50500;60000)
P3 = (46000;30500)
B = (29500;22500)
b) Sudut Azimuth
𝜒𝑃1− 𝜒𝐴
- ∝ 𝐴1 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( 𝛾𝑃1− 𝛾𝐴 )
32000 − 7000
∝ 𝐴1 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
83500 − 81500
61
16000
∝ 𝐴1 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
2000
∝ 𝐴1 = 82,874984
∝ 𝐴1 = 82° 52′ 29′′
𝜒𝑃2− 𝜒𝑃1
- ∝ 12 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( 𝛾𝑃2− 𝛾𝑃1 )
50500 − 32000
∝ 12 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
60000 − 83500
18500
∝ 12 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
−23500
∝ 12 = −38,211025
∝ 12 = 38,211025
∝ 12 = 38° 12′ 39′′
𝜒𝑃3− 𝜒𝑃2
- ∝ 23 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( 𝛾𝑃3− 𝛾𝑃2 )
46000 − 50500
∝ 23 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
30500 − 60000
−4500
∝ 23 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
−29500
∝ 23 = 8,673174
∝ 23 = 8° 40′ 23′′
𝜒𝐵− 𝜒𝑃3
- ∝ 3𝐵 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( 𝛾𝐵− 𝛾𝑃3 )
29500 − 46000
∝ 3𝐵 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
22500 − 30500
−16500
∝ 3𝐵 = 𝐴𝑟𝑐 tan ( )
−8000
∝ 3𝐵 = 64,133643
∝ 3𝐵 = 64° 8′ 1′′
c) Perhitungan Jarak
- 𝑑 𝐴1 = √(𝜒𝑃1 − 𝜒𝐴)2 + (𝛾𝑃1 − 𝛾𝐴)2
62
𝑑 𝐴1 = √(27000)2 + (−13500)2
𝑑 𝐴1 = √729.000.000 + 182.250.000
𝑑 𝐴1 = √911.250.000
𝑑 𝐴1 = 30186,9177 𝑚
63
d) Rumus Sinus
𝜒𝑃1 − 𝜒𝐴 34000 − 7000 27000
𝑑𝐴1 = = ′ ′′
= = 47602,6763 𝑚
sin ∝ 𝐴1 sin 63 ° 26 5 0,567195
𝜒𝑃2 − 𝜒𝑃1 38000 − 34000 4000
𝑑12 = = = = 4035,1868 𝑚
sin ∝ 12 sin 7° 43′ 18′′ 0,99128
𝜒𝑃3 − 𝜒𝑃2 38000 − 34000 4000
𝑑23 = = = = 4035,1868 𝑚
sin ∝ 23 sin 7° 43′ 18′′ 0,99128
𝑥𝐵 − 𝜒𝑃3 29500 − 38000 −8500
𝑑2𝐵 = = =
sin ∝ 3𝐵 sin 27° 58′ 46′′ 0,290606
= −29249,2240 𝑚
e) Rumus Cosinus
𝛾𝑃1 − 𝛾𝐴 68000 − 81500 −13500
𝑑𝐴1 = = ′ ′′
=
cos ∝ 𝐴1 cos 63 ° 26 5 0,823584
= −16391,7706 𝑚
𝛾𝑃2 − 𝛾𝑃1 38500 − 68000 −29500
𝑑12 = = =
cos ∝ 12 cos 7° 43′ 18′′ 0,131771
= −223873,2346 𝑚
𝛾𝑃3 − 𝛾𝑃2 38500 − 68000 −29500
𝑑23 = = =
cos ∝ 12 cos 7° 43′ 18′′ 0,131771
= −223873,2346 𝑚
Jadi dari perhitungan diatas kami memilih trase jalan alternatif I karena
memiliki nilai kemiringan yang cukup stabil, dan dari ke-empat alternatif
tersebut persentase bidang datar yang paling banyak adalah alternatif 1.
64
BAB 4
PERENCANAAN ALINYEMEN HORIZONTAL
802
= 127 (0,1+0,14)
6400
= 30,48
= 209,97 m = 210 m
Jadi Rr yang direncanakan harus lebih besar dari 210 m, yaitu Rr =
239 m
65
181913,53 (0,1+0,14)
= 802
181913,53 (0,24)
= 6400
43.659,25
= 6400
= 6,822 m
1. Tikungan Sipral-Circle-Spiral (s – c – s )
1432,39 1432,39
Dtjd = = = 5,993 m
𝑅𝑟 239
Dtjd2 Dtjd
etjd = − emax [ ] + 2. emax -
Dmax2 Dmax
5,9932 5.993
= - 0,1 [ ] + 2 . 0,1 -
6,822 6,82
= 44,44 m
b. Berdasarkan Rumus (Modifikasi Formula Short)
0,022−𝑉𝑟 2 2.727 . 𝑉𝑟 . etjd
Ls = −
𝑅𝑟 . 𝐶 𝐶
66
0,022− 802 2,727 . 80 . 0,098
= −
239 . 0,6 0,6
= 78,549 – 35,632
= 42,917 m
c. Berdasarkan Tingkat Pencapaian Perubahan Kelandaian
Karena Vr ≥ 80 km/jam , maka Rr = 0,025 m/s
𝑒𝑚 − 𝑒𝑛
Ls = [ ]Vr
𝑅𝑐 . 3,6
0,1− 0,02
=[ ] 80
0,025−3,6
0,08
= . 80
0,09
= 71,11 m
d. Berdasarkan Landai Relatif
Ls ≥ (e) B. Mmax
≥ (0,1) 3,5 . 200
≥ 70
Diambil nilai Ls yang terbesar yaitu dengan cara tingkat
pencapaian perubahan kelandaian = 71,11m .
𝐿𝑠 . 90˚ 71,11 . 90
• Өs = = = 8˚ 31 ̍ 69 ̎
𝛱 . 𝑅𝑟 3,14 . 239
= 8,53 m
• 𝐴1 =8° 54′ 53′′; 12 = 60° 16′ 18′′
𝐴1 − 12 = 8° 54′ 53 − 60° 16′ 18′′
∆T = 51° 21′ 25′′ atau 51,356
67
Karena e lebih besar dari 3% dan Lc > 25 m,
makadisarankan menggunakan lengkung Spiral –
Circle – Spiral ( S – C – S )
𝐿𝑠2
P = 6. − 𝑅𝑟 (1 − 𝑐𝑜𝑠 Ө)
𝑅𝑟
71,112
= 6. − 239 (1 − 8,53)
239
= 3,53 – 2,64
= 0,897 m
𝐿𝑠2
Xs = 𝐿𝑠 [1 − 40 . ]
𝑅𝑟 2
71,112
= 71,11 [1 − 40 . ]
2392
= 70,952 m
𝐿𝑠2
Ys = 6 . 𝑅𝑟
71,112
= 6. 239
= 3,526 m
Kc = Xs – Rr . sin Өs
= 70,952 – 239 . sin 8,53
= 70,896 – 2,628
= 35,046 m
Ts = (Rr + P) tan 0,5 . ΔP1 + Kc
= (239 +0,897) tan 0,5 . 51,356 + 35,5046
= 2,519× 51,356+35,046
= 110,88+35,046
= 145,93 𝑚
(𝑅𝑟+𝑃)
Es = cos 0,5 . − 𝑅𝑟
𝛥𝑃1
(239 + 0,897)
= cos 0,5 .51,356 − 239
= 234,329 m
Kontrol
etjd ≥ 3%
68
9,8% ≥ 3% … OK
Ls ≥ 20 m
71,11 ≥ 20 m … OK
Lc ≥ 25 m
502,99 ≥ 25 m … OK
Lc + 2 Ls ≥ 2Ts
644,99 ≥ 100,5 … OK
1 1 1
= 239 - 2 (7) − (2 (7) + (7))
2
= 235,5 – (4,76)
= 240,26
69
0,105 x 80
=
√239
= 0,543 m
Bt = n (B+ C) + Z
= 2 (0,132 + 1) + 0,543 = 2,807 m
∆𝑏 = 𝐵𝑡 − 𝐵𝑛
= 2,807 – 7
= – 4,193 m → Maka jalan tidak perlu pelebaran pada
tikungan 1
= 239 - 1,75
= 237,25
= 7,554 m
70
Jh < L = 7,554 m < 11,5 , jadi jarak pandang henti 7,554 m kebebasan
samping memenuhi syarat.
= 142,442 + 173,388
= 315,830 > 11,5
Jadi jarak pandang henti menyiap yaitu 315,830 kebebasan tidak
memiliki syarat.
71
C =1m
Rc = 240 ,26 m
B = 0,123 m
Z = 0,54 m
Bt = 2,807 m
∆b = - 4,193 m
M = 315,830 m
72
4.3 Perencanaan Tikungan 2
Data yang direncanakan
Vr = 80 km/jam
Lebar perkerasan = 2 x 3,5 = 7 m
em = 10%
Dm = 6,822 m
C = 0,6
5,9932 5,993
= – 0,1[ 6,822 ]+ 2 x 0,1 x
6,82
73
= 0,098 atau 9,8%
Berdasarkan rumus modifikasi start formula
0,022 x Vr3 2,727 x Vr x etjd
Ls = –
Rr x C C
0,022 x 803 2,727 x 80 x 0,098
= –
239 x 0,6 0,6
11.242,621
=
142,8
= 78,729 m
a. Rumus berdasarkan waktu tepuh
𝑉𝑟
Ls = xt
3,6
80
= x3
3,6
= 66,66 m
= 71,11 m
Ls x 90°
P2 =
π𝑅1
74
71,11 X 90°
=
3,14 𝑋 239
6399,9
=
750,46
= 8,527 m
∆c = ∆P2 – 2Ꝋ𝑠
= 45,922– 2 (8,53)
= 28,862
(∆P2 – 2Ꝋ𝑠 )𝑥 π R
Lc =
180
(45,922 –2 (8,53))x 3,14 x 239
=
180
= 120,332 m
P = ( y1 – R (1 – cos𝜃𝑠 )
= (3,526 − 239 (1 − cos 8˚ 31 ̍ 69 ̎ ))
= 0,89 m
Ls2
Xs = Ls (1 − )
40 𝑥 𝑅𝑟 2
71,112
= 71,11 (1 − )
40 𝑥 2392
= 70,95 m
Ls2
Ys =
6 𝑥 𝑅𝑟
71,112
=
6 𝑥 239
= 3,526 m
Kc = Xs – Rr sin𝜃𝑠
= 70,95 – 239 sin 8,53
= 35,472 m
Ts = (Rr + P) tan 0,5 ∆𝑝2 + Kc
= (239 + 0,73) tan 0,5 – 45,922+ 35,550
75
= 108,030 m
(Rr + P)
Es = – 239
𝑐𝑜𝑠0,5 𝑥 ∆P2
(239 + 0,89)
= – 239
𝑐𝑜𝑠0,5 𝑥 45° 55′ 21′′
= – 233,043 m
Kontrol
etjd ≥ 3%
9,8% ≥ 3% … OK
Ls ≥ 20 m
71,11 ≥ 20 m … OK
Ls ≥ 25 m
78,729 ≥ 25 m … OK
Lc + 2 Ls ≥ 2Ts
262,552 ≥ 216,06 … OK
76
1 1 1
Rc = Rr - 2 𝑤 − (2 𝑤 + 𝑤)
2
1 1 1
= 239 - 2 (7) − (2 (7) + (7))
2
= 235,5 – (4,76)
= 240,26
77
= 239 – 1,75
= 237,25 m
Jadi Pandang Henti (Jh) < 𝐿
90 x jh
E = R`[1 − 𝑐𝑜𝑠 ]
𝜋 𝑥 𝑅`
90 𝑥 120
= 237,25 [1 − 𝑐𝑜𝑠 ]
3,14 𝑥 237,25
= 237,25 x (0,035)
= 8,303 m
jh< 𝐿 → 8,303 m < 11,5 m
jadi jarak pandang henti 8,303 m kebebasan sampingh memenuhi
syarat.
= 451,799 + 2,986
= 454,785 >11,5 jadi jarak pandang menyiap 454,785 kebebasan
samping tidak memenuhi syarat.
4. Rekapitulasi DataTikungan 2
Jenis Tikungan : Spiral-Circle-Spiral (SCS)
Vr = 80 km/jam
Rr = 239 m
Dm = 6,822 m
Dtjd = 5,993 m
ℯtjd= 0,098 atau 8,9%
Ls = 71,11 m
ΔT = 45 ˚ 55 ̍ 21 ̎
Өs = 8,53m
Δc = 28,862 m
78
Lc = 120,332 m
Xs = 70,95 m
Ys = 3,526 m
P = 0,89 m
Kc = 35,472 m
Es = - 233,043 m
Ts = 108,030 m
L = 11,5 m
Jh = 120 m
Jd = 550 m
E = 8,303 m
M = 45,785 m
79
80
BAB 5
PERENCANAAN ALINYEMEN VERTIKAL
A = g1 – g2
= -3,33 % - (-3,07)%
= - 303,67 % (Cembung)
Elevation station
- Sta 0 + 000 = 600
- Sta 0 + 300 = sta 0 + 000 + g1 (300)
−3,33%
= 600 + (300)
100%
= 590,01 (PPV)
E1k = 590,01
E1 I dengan cara y
U ̍ = 300 – 0 = 300
𝐴
y = 200 . 𝐿 𝑥 3002
= 303,67
𝑥 3002
200 . 950
303,67
= 190.000 𝑥 90.000
y = 143,84
Maka E1 I = E1k – y
= 590,01 – 143,84
= 446,17
PTV = E1k + g2 (PTV - PPV)
−3,07%
= 176 + (950-300)
100%
= 570,05 (PTV)
81
2. Sta 0+950 → sta 1+1460
375−570
g1 = 1490−700 𝑥 100% = -27,84%
365−375
g2 = 540−620 𝑥 100% = −0,86%
A = g1 – g2
= - 27,84% - (- 0,86 %)
= -26,98 % (Cembung)
Elevasi Station
- Sta 0+950 = 570,05
- Sta 0 + 1.460 = sta 0 + 950 + g1 (1.490 - 700)
− 27,84%
= 540 + (790)
100%
= 759,93 (PPV)
E1k = 759,93
E1 I dengan cara y
U ̍ = 700 – 0 = 700
𝐴
y = 200 . 𝐿 𝑥(1.490 − 700)2
= −26,98
𝑥 7902
200 𝑥 1.240
−26,98
= 248.000 𝑥 624.100
y = 67,89
Maka E1I = E1k – y
= 759,93 – (67,89)
= 691,95
PTV = E1k + g2 (PTV - PLV)
−0,68 %
= 759,93 + (540 - 620)
100%
= 796,47 (PTV)
82
TABEL ALINYEMEN VERTIKAL
JENIS ELEVASI STATIONING
NO A(%) LV (m) EV (m)
TIKUNGAN S PLV PPV PTV S PLV PPV PTV
1 Cembung -303,67 950 143,84 600 600 590,01 570,05 0+000 0+000 0+300 0+950
2 Cembung -26,98 1490 67,89 570,05 570,05 759,93 796,47 0+950 0+950 1+1490 1+1490
KETERANGAN :
LV : Panjang lengkung grafik cembung atau cekung (PPGJR)
Jarak vertikal titik PPV ke bagian lengkung dibawah
EV :
diatasnya
83
84
BAB 6
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari hasil perhitungan perencanaan didapat jalan dengan medan
datar yaitu Alternatif 1 serta jarak jalannya tidak terlalu panjang sehingga
pekerjaannya lebih ekonomis karena dapat meminimalisir galian dan
timbunan.
Tikungan 1
ΔT = 51˚21̍ 25 ̎ atau 51,356
Lc = 502,99 m
Ts =145,93 m
Es = 234,329 m
Tingkungan 2:
∆T = 45˚ 55 ̍ 21 ̎ atau 45,922
Lc = 120,332 m
Ts = 108,030 m
Es = - 233,043 m
6.2 Saran
1. Dalam memilih jalur alternatif pilih jalur yang terbaik, maksudnya jalur
tersebut memiliki rute datar dan jarak tidak terlalu jauh.
2. Perhatikan perhitungan dan input data.
3. Untuk melakukan perhitungan perencanaan jalan sebaiknya dilakukan
dengan teliti, karena perhitungan awal sangat mempengaruhi hasil dari
perhitungan-perhitungan setelahnya.
85
DAFTAR PUSTAKA
86