Anda di halaman 1dari 38

TUGAS PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN RAYA

PERKERASAN KAKU
(Rigid Pavement)
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pelaksanaan Perkerasan Jalan Raya
Dosen Pengampu : Wahyu Purnomo, S.T., M.Eng.

Disusun oleh:

Fredy Pradana
5140811144

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
mata kuliah Pelaksanaan Perkerasan Jalan Raya.
Dalam penyusunan tugas ini, penyusun tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
maka dari itu penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Wahyu Purnomo, S.T., M.Eng. selaku dosen pengampu mata kuliah
Pelaksanaan Perkerasan Jalan Raya.
2. Rekan-rekan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Teknologi Yogyakarta dan semua pihak yang telah membantu selama
proses pembuatan makalah Pemadatan Aspal yang tidak dapat kami
sebutkan satu per satu.
Makalah ini kami susun berdasarkan hasil dari berbagai sumber yang kami
dapatkan melalui ebook dan materi dari website tentang kerusakan pada lapis
perkerasan kaku (rigid pavement) yang dilaksanakan pada semester VI tahun
akademik 2016/2017 sebagai salah satu tugas pengganti mata kuliah Pelaksanaan
Perkerasan Jalan Raya.

Dengan segala keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki,


penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari
itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak senantiasa kami harapkan
demi perbaikan dan peningkatan dalam pembuatan makalah berikutnya.

Akhirnya kami berharap semoga tugas pembuatan makalah lapis perkerasan


kaku (rigid pavement) ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya.

Yogyakarta, Mei 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................... 2
1.3. Tujuan ..................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Kerusakan Jalan Perkerasan Lentur ...................... 3
2.2. Jenis-Jenis Kerusakan Jalan Perkerasan Lentur ...................... 7
2.3. Metode Perbaikan Jalan Perkerasan Lentur ............................ 19
2.4. Pemeliharaan Jalan Perkerasan Lentur .................................... 29

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan ............................................................................. 34
3.2. Saran ........................................................................................ 34

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 35

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun
meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas (UU Jalan
No.13/1980). Jalan merupakan prasarana penting dalam transportasi untuk
menunjang kemajuan dalam bidan ekonomi, sosial, budaya, maupun politik
suatu wilayah tersebut.
Untuk kenyamanan dan keamanan bagi pengguna jalan, jalan harus
didukung dengan perkerasan yang baik dalam hal ini menggunakan
perkerasan lentur (flexible pavement) serta perlu adanya pemeliharaan jalan
yang baik. Lapisan perkerasan jalan sendiri terdiri dari lapis permukaan
(surface course), lapis pondasi ata (base course), lapis pondasi bawah
(subbase course) dan lapis tanah dasar (subgrade). Namun pada kondisi di
lapangan, masih banyak sekali ditemukan kerusakan pada lapisan
perkerasan lentur.
Kerusakan jalan yang terjadi khususnya pada perkerasan jalan lentur
di berbagai daerah saat ini merupakan permasalahan yang sangat kompleks
dan kerugian yang diderita berakibat besar khususnya bagi para pengguna
jalan, seperti terjadinya kemacetan, waktu tempuh yang lebih lama,
kecelakaan lalu lintas dan lain sebagainya. Kerugian secara individu bagi
para pengguna jalan tersebut akan menjadi akumulasi kerugian ekonomi
pada daerah tersebut.
Untuk penyebab kerusakan jalan, terdapat banyak sekali penyebab
kerusakannya, namun secara umum penyebab kerusakan pada jalan yaitu
jalan tersebut telah melewati umur rencana jalan, genangan air di
permukaan jalan yang tidak mengalir ke tepi jalan karena drainase yang
buruk, beban lalu lintas yang berlebihan, serta kurangnya pemeliharaan
pada jalan tersebut. Untuk itu perlu adanya pengetahuan tentang jenis-jenis
kerusakan pada jalan perkerasan lentur, metode perbaikan pada jalan
perkerasan lentur serta cara pemeliharaan jalan pada perkerasan lentur.

1
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, dapat disimpulkan beberapa
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa saja jenis-jenis kerusakan pada jalan yang menggunakan lapis
perkerasan lentur (flexible pavement) ?
2. Bagaimana metode yang harus digunakan dalam mengatasi kerusakan
yang terjadi pada lapis perkerasan lentur (flexible pavement) ?
3. Apa saja langkah pemeliharaan jalan yang bisa diterapkan pada jalan
yang menggunakan lapis perkerasan lentur (flexible pavement) ?
1.3. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk menambah wawasan
serta untuk bahan pembelajaran khususnya bagi tim penyusun tentang
kerusakan yang terjadi pada jalan yang menggunakan lapis perkerasaan
lentur, metode perbaikan hingga pemeliharaan yang harus dilakukan pada
jalan yang menggunakan lapis perkerasan lentur.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Kerusakan Jalan Perkerasan Lentur


Lapis perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Lapisan-lapisan perkerasan
bersifat memikul dan menyebarakan beban lalu lintas ke tanah dasar.
Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari :

Gambar 2.1. Lapisan Konstruksi Perkerasan Lentur


a. Lapisan permukaan (surface course)
Lapis permukaan struktur perkerasan lentur terdiri atas campuran
mineral agregat dan bahan pengikat yang ditempatkan sebagai lapisan
paling atas dan biasanya terletak di atas lapis pondasi. Fungsi lapis
permukaan antara lain :
Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda
kendaraan dan menyalurkan ke lapis pondasi.
Sebagai lapisan tidak tembus air untuk melindungi badan
jalan/konstruksi jalan dari kerusakan akibat cuaca.
Sebagai lapisan aus (wearing course)
Bahan untuk lapis permukaan umumnya sama dengan bahan untuk lapis
pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal
diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan
aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti
mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda. Pemilihan
bahan untuk lapis permukaan perlu mempertimbangkan kegunaan,
umur rencana serta pentahapan konstruksi agar dicapai manfaat sebesar-
besarnya dari biaya yang dikeluarkan.

3
b. Lapisan pondasi atas (base course)
Lapis pondasi adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang
terletak langsung di bawah lapis permukaan. Lapis pondasi dibangun di
atas lapis pondasi bawah atau, jika tidak menggunakan lapis pondasi
bawah, langsung di atas tanah dasar. Fungsi lapis pondasi antara lain :
Sebagai bagian konstruksi perkerasan yang menahan beban roda
Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan
Bahan-bahan untuk lapis pondasi harus cukup kuat dan awet sehingga
dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan
untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan
penyelidikan dan pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan
persyaratan teknik. Bermacam-macam bahan yang dapat digunakan
sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil pecah yang
distabilisasi dengan semen, aspal, pozzolan, atau kapur.
c. Lapis pondasi bawah (sub base course)
Lapis pondasi bawah adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang
terletak antara tanah dasar dan lapis pondasi. Biasanya terdiri atas
lapisan dari material berbutir (granular material) yang dipadatkan,
distabilisasi ataupun tidak, atau lapisan tanah yang distabilisasi. Fungsi
lapis pondasi bawah antara lain :
Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung
dan menyebarkan beban roda
Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar
lapisan-lapisan di atasnya dapat dikurangi ketebalannya
(penghematan biaya konstruksi)
Mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapisan pondasi atas
Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan konstruksi berjalan
lancar
Lapis pondasi bawah diperlukan sehubungan dengan terlalu lemahnya
daya dukung tanah dasar terhadap roda-roda alat berat (terutama pada
saat pelaksanaan konstruksi) atau karena kondisi lapangan yang
memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.

4
Bermacam-macam jenis tanah setempat yang relatif lebih baik dari
tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah. Campuran-
campuran tanah setempat dengan kapur atau semen portland, dalam
beberapa hal sangat dianjurkan agar diperoleh bantuan yang efektif
terhadap kestabilan konstruksi perkerasan.
d. Lapisan tanah dasar (subgrade)
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung
pada sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Dalam pedoman ini
diperkenalkan modulus resilien (MR) sebagai parameter tanah dasar
yang digunakan dalam perencanaan Modulus resilien (MR) tanah dasar
juga dapat diperkirakan dari CBR standar dan hasil atau nilai tes soil
index. Korelasi Modulus Resilien dengan nilai CBR (Heukelom &
Klomp) berikut ini dapat digunakan untuk tanah berbutir halus (fine-
grained soil) dengan nilai CBR terendam 10 atau lebih kecil.
MR (psi) = 1.500 x CBR Persoalan tanah dasar yang sering ditemui
antara lain :
Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari jenis tnaah
tertentu sebagai akibat beban lalu lintas.
Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat
perubahan kadar air.
Daya dukung tanah tidak merata dan sukar ditentukan secara
pasti pada daerah dan jenis tanah yang sangat berbeda sifat dan
kedudukannya, atau akibat pelaksanaan konstruksi.
Lendutan dan lendutan balik selama sebelum dan sesudah
pembebanan lalu lintas untuk jenis tanah tertentu.
Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan
penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir
(granular soil) yang tidak dipadatkan secara baik pada saat
pelaksanaan konstruksi.

Aspal yang dipergunakan pada konstruksi perkerasan jalan antara lain


berfungsi sebagai:

5
a. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan
agregat dan antara aspal itu sendiri
b. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori
yang ada pada agregat itu sendiri

Dengan demikian, aspal yang digunakan haruslah memiliki daya tahan


(tidak cepat rapuh) terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik
serta memberikan sifat elastisitas yang baik seperti :
a. Daya tahan (durability)
Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat
asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini
merupakan sifat dari campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat,
campuran dengan aspal, faktor pelaksanaan dan sebagainya.
b. Adhesi dan kohesi
Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga
dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah
kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap
ditempatnya setelah terjadi pengikatan.
c. Kepekaan terhadap temperatur
Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau
lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair
jika temperature bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap
perubahan temperatur. Kepekaan terhadap temperatur dari setiap hasil
produksi aspal berbeda-beda tergantung dari asalnya walaupun aspal
tersebut mempunyai jenis yang sama.
d. Kekerasan aspal
Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan
agregat sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke
permukaan agregat yang telah disiapkan pada proses peleburan. Pada
waktu proses pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal
menjadi getas (viskositas bertambah tinggi). Peristiwa perapuhan terus
berlangsung setelah masa pelaksanaan selesai. Jadi selama masa
pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi yang besarnya

6
dipengaruhi juga oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat.
Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang
terjadi.
2.2. Jenis-Jenis Kerusakan Jalan Perkerasan Lentur
Sebelum masuk ke jenis-jenis kerusakan jalan pada perkerasan lentur,
perlu diketahui penyebab kerusakan yang terjadi pada perkerasan lentur itu
sendiri. Berikut beberapa faktor penyebab terjadinya kerusakan pada
konstruksi perkerasan lentur :
a. Lalu lintas yang dapat berupa peningkatan beban dan repetisi beban
b. Air yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang kurang
baik, naiknya air dengan sifat kapilaritas.
c. Material konstruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh
sifat material itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh sistem
pengolahan yang kurang baik.
d. Iklim. Indonesia beriklim tropis dimana suhu udara dan curah hujan
umumnya tinggi, yang dapat merupakan salah satu penyebab kerusakan
jalan.
e. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil. Kemungkinan disebabkan oleh
sistem pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh
sifat tanah dasar yang memang jelek.
f. Proses pemadatan di atas lapisan tanah dasar kurang baik.

Umumnya kerusakan-kerusakan yang timbul itu tidak disebabkan


oleh satu faktor saja, tetapi dapat merupakan gabungan penyebab yang
saling berkaitan. Sebagai contoh, retak pinggir, pada awalnya dapat
diakibatkan oleh tidak baiknya sokongan dari samping. Dengan terjadinya
retak pinggir, memungkinkan air meresap masuk ke lapis dibawahnya yang
melemahkan ikatan antara aspal dengan agregat, hal ini dapat menimbulkan
lubang-lubang disamping dan melemahkan daya dukung lapisan
dibawahnya.

Dalam mengevaluasi kerusakan jalan perlu ditentukan:


Jenis kerusakan (disstress type) dan penyebabnya

7
Tingkat kerusakan (disstress severity)
Jumlah kerusakan (disstress amount)
Sehingga dengan demikian dapat ditentukan jenis penanganan yang paling
sesuai.
Menurut manual Pemeliharaan Jalan No: 03/MN/B/1983 yang
dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, kerusakan jalan dapat
dibedakan atas:
1. Retak (cracking)
Retak yang terjadi pada lapisan permukaan jalan dapat dibedakan atas:
a. Retak halus (hair cracking), lebar celah lebih kecil atau sama dengan
3 mm, penyebab adalah bahan perkerasan yang kurang baik, tanah
dasar atau bagian perkerasan di bawah lapis permukaan kurang
stabil. Retak halus ini dapat meresapkan air ke dalam permukaan dan
dapat menimbulkan kerusakan yang lebih parah seperti retak kulit
buaya bahkan kerusakan seperti lubang dan amblas. Retak ini dapat
berbentuk melintang dan memanjang, dimana retak memanjang
terjadi pada arah sejajar dengan sumbu jalan, biasanya pada jalur
roda kendaraan atau sepanjang tepi perkerasan atau pelebaran,
sedangkan untuk retak melintang terjadi pada arah memotong sumbu
jalan, dapat terjadi pada sebagian atau seluruh lebar jalan.
Metode pemeliharaan dan penanganan :
Untuk retak halus (< 2 mm) dan jarak antara retakan renggang,
dilakukan metode perbaikan P2 (laburan aspal setempat).
Untuk retak halus (< 2 mm) dan jarak antara retakan rapat,
dilakukan metode perbaikan P3 (penutupan retak).
Untuk lebar retakan (> 2 mm) lakukan perbaikan P4 (pengisian
retak)

Gambar.2.2. Retak halus (hair cracking)

8
b. Retak kulit buaya (aligator crack), lebar celah lebih besar atau sama
dengan 3 mm. Saling berangkai membentuk serangkaian kotak-
kotak kecil yang menyerupai kulit buaya. Retak ini disebabkan oleh
bahan perkerasan yang kurang baik, pelapukan permukaan, tanah
dasar atau bagian perkerasan di bawah lapisan permukaan kurang
stabil, atau bahan pelapis pondasi dalam keadaan jenuh air (air tanah
naik). Umumnya daerah dimana terjadi retak kulit buaya tidak luas.
Jika daerah dimana terjadi retak kulit buaya luas, mungkin hal ini
disebabkan oleh repetisi beban lalu lintas yang melampaui beban
yang dapat dipikul oleh lapisan permukaan tersebut. Retak kulit
buaya dapat diresapi oleh air sehingga lama kelamaan akan
menimbulkan lubang-lubang akibat terlepasnya butir-but ir. Untuk
retak kulit buaya dilakukan metode perbaikan P2 (laburan aspal
setempat) dan P5 (penambalan lubang/patching) sesuai dengan
tingkat kerusakan retak yang terjadi. Perbaikan juga harus disertai
dengan perbaikan drainase disekitarnya, sehingga nantinya air tidak
tergenang di badan jalan yang dapat mempengaruhi umur jalan.

Gambar.2.3. Retak kulit buaya (aligator crack)


c. Retak pinggir (edge crack), retak memanjang jalan, dengan atau
tanpa cabang yang mengarah ke bahu dan terletak dekat bahu. Retak
ini disebabkan oleh tidak baiknya sokongan dari arah samping,
drainase kurang baik, terjadinya penyusutan tanah, atau terjadinya

9
settlement di bawah daerah tersebut. Akar tanaman yang tumbuh di
tepi perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak pinggir ini.
Di lokasi retak, air dapat meresap yang dapat semakin merusak
lapisan permukaan. Retak dapat diperbaiki dengan mengisi celah
dengan campuran aspal cair dan pasir. Perbaikan drainase harus
dilakukan, bahu diperlebar dan dipadatkan. Jika pinggir perkerasan
mengalami penurunan, elevasi dapat diperbaiki dengan
mempergunakan hotmix. Retak ini lama kelamaan akan bertambah
besar disertai dengan terjadinya lubang-lubang.

Gambar.2.4. Retak pinggir (edge crack)


d. Retak sambungan bahu dan perkerasan (edge joint crack), retak
memanjang, umumnya terjadi pada sambungan bahu dengan
perkerasan. Retak dapat disebabkan oleh kondisi drainase di bawah
bahu jalan lebih buruk daripada di bawah perkerasan, terjadinya
settlement di bahu jalan, penyusutan material bahu atau perkerasan
jalan, atau akibat lintasan truk / kendaraan berat dibahu jalan.
Perbaikan dapat dilakukan seperti perbaikan retak refleksi.

10
Gambar 2.5. Retak sambungan bahu dan perkerasan (edge joint
crack)
e. Retak sambungan jalan (lane joint cracks), retak memanjang, yang
terjadi pada sambungan 2 lajur lalu lintas. Hal ini disebabkan tidak
baiknya ikatan sambungan kedua lajur. Perbaikan dapat dilakukan
dengan memasukkan campuran aspal cair dan pasir ke dalam celah-
celah yang terjadi. Jika tidak diperbaiki, retak dapat berkembang
menjadi lebar karena terlepasnya butir-but ir pada tepi retak dan
meresapnya air ke dalam lapisan.

Gambar 2.6. Retak sambungan jalan (lane joint cracks)

f. Retak sambungan pelebaran jalan (widening cracks), adalah retak


memanjang yang terjadi pada sambungan antara perkerasan lama
dengan perkerasan pelebaran. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
daya dukung di bawah bagian pelebaran dan bagian jalan lama, dapat
juga disebabkan oleh ikatan antara sambungan tidak baik. Perbaikan
dilakukan dengan mengisi celah-celah yang timbul dengan
campuran aspal cair dan pasir. Jika tidak diperbaiki, air dapat

11
meresap masuk ke dalam lapisan perkerasan melalui celah-celah,
butir-but ir dapat lepas dan retak dapat bertambah besar.
g. Retak refleksi (reflection cracks), retak memanjang, melintang,
diagonal atau membentuk kotak. Terjadi pada lapis tambahan
(overlay) yang menggambarkan pola retakan dibawahnya. Retak
refleksi dapat terjadi jika retak pada perkerasan lama tidak
diperbaiki secara baik sebelum pekerjaan overlay dilakukan. Retak
refleksi dapat pula terjadi jika terjadi gerakan vertical / horizontal
dibawah lapis tambahan sebagai akibat perubahan kadar air pada
jenis tanah yang ekspansif. Untuk retak memanjang, melintang dan
diagonal perbaikan dapat dilakukan dengan mengisi celah dengan
campuran aspal cair dan pasir. Untuk retak berbentuk kotak
perbaikan dilakukan dengan membongkar dan melapis kembali
dengan bahan yang sesuai.

Gambar. 2.7. Retak refleksi (reflection cracks)


h. Retak susut (shrinkage cracks), retak yang saling bersambungan
membentuk kotak-kotak besar dengan susut tajam. Retak
disebabkan oleh perubahan volume pada lapisan pondasi dan tanah
dasar. Perbaikan dapat dilakukan dengan mengisi celah dengan
campuran aspal cair dan pasir serta dilapisi dengan burtu.

Gambar. 2.8. Retak susut (shrinkage cracks)

12
i. Retak slip (slippage cracks), retak yang bentuknya melengkung
seperti bulan sabit. Hal ini terjadi disebabkan oleh kurang baiknya
ikatan antar lapis permukaan dan lapis dibawahnya. Kurang baiknya
ikatan dapat disebabkan oleh adanya debu, minyak air, atau benda
non adhesive lainnya, atau akibat tidak diberinya tack coat sebagai
bahan pengikat antar kedua lapisan. Retak selip pun dapat terjadi
akibat terlalu banyaknya pasir dalam campuran lapisan permukaan,
atau kurang baiknya pemadatan lapisan permukaan. Perbaikan dapat
dilakukan dengan membongkar bagian yang rusak dengan dan
menggantikannya dengan lapisan yang lebih baik.

Gambar. 2.9. Retak slip (slippage cracks)


2. Distorsi (distortion)
Distorsi / perubahan bentuk dapat terjadi akibat lemahnya tanah dasar,
pemadatan yang kurang pada lapis pondasi, sehingga terjadi tambahan
pemadatan akibat beban lalu lintas. Sebelum perbaikan dilakukan
sewajarnyalah ditentukan terlebih dahulu jenis dan penyebab distorsi
yang terjadi. Dengan demikian dapat ditentukan jenis penanganan yang
tepat. Distorsi dapat dibedakan atas :

a. Alur (ruts), yang terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan.
Alur dapat merupakan tempat menggenangnya air hujan yang jatuh
di atas permukaan jalan, mengurangi tingkat kenyamanan, dan
akhirnya dapat timbul retak- retak. Terjadinya alur disebabkan oleh
lapis perkerasan yang kurang padat, dengan demikian terjadi
tambahan pemadatan akibat repetisi beban lalu lintas pada lintasan
roda. Campuran aspal dengan stabilitas rendah dapat pula
menimbulkan deformasi plastis.

13
Perbaikan dapat dilakukan dengan melakukan metode perbaikan P6
(perataan) untuk kerusakan alur ringan. Untuk kerusakan alur yang
cukup parah dilakukan perbaikan P5 (penambalan lubang).

Gambar. 2.10. Alur


b. Keriting (corrugation), alur yang terjadi melintang jalan. Dengan
timbulnya lapisan permukaan yang berkeriting ini pengemudi akan
merasakan ketidaknyamanan dalam mengemudi. Penyebab
kerusakan ini adalah rendahnya stabilitas campuran yang dapat
berasal dari terlalu tingginya kadar aspal, terlalu banyak
menggunakan agregat halus, agregat berbentuk butiran dan
berpermukaan licin, atau aspal yang dipergunakan mempunyai
penetrasi yang tinggi. Keriting dapat juga terjadi jika lalu lintas
dibuka sebelum perkerasan mantap (untuk perkerasan yang
menggunakan aspal cair). Perbaikan terhadap kerusakan ini dapat
dilakukan dengan melakukan metode perbaikan P6 (perataan) dan
juga perbaikan P5 (penambalan lubang) jika keriting juga disertai
dengan timbulnya lubang-lubang pada permukaan jalan.
Kerusakan ini juga dapat diperbaiki dengan :
Jika lapis permukaan yang berkeriting itu memiliki
lapisan pondasi agregat, perbaikan yang tepat adalah
dengan mengaruk kembali, dicampur dengan lapis
pondasi, dipadatkan kembali dan diberi lapis permukaan
baru.

14
Jika lapis permukaan dengan bahan pengikat memiliki
ketebalan > 5 cm, maka lapis tipis yang mengalami keriting
tersebut diangkat dan diberi lapis permukaan yang baru.

Gambar. 2.11. Keriting (corrugation)


c. Sungkur (shoving), deformasi plastis yang terjadi setempat,
ditempat kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, dan
tikungan tajam. Kerusakan terjadi dengan atau tanpa retak.
Penyebab kerusakan sama dengan kerusakan kerit ing. Perbaikan
dapat dilakukan dengan cara perbaikan P6 (perataan) dan
perbaikan P5 (penambalan lubang).

Gambar. 2.12. Sungkur (shoving)


d. Amblas (grade depressions), terjadi setempat, dengan atau tanpa
retak. Amblas dapat terdeteksi dengan adanya air yang tergenang.
Air yang tergenang ini dapat meresap ke dalam lapisan permukaan
yang akhirnya menimbulkan lobang. Penyebab amblas adalah beban
kendaraan yang melebihi apa yang direncanakan, pelaksanaan
yang kurang baik atau penurunan bagian perkerasan dikarenakan
tanah dasar mengalami settlement.

15
Gambar. 2.13. Amblas (grade depressions)

Perbaikan dapat dilakukan dengan :


Untuk amblas yang < 5cm, lakukan metode perbaikan P6
(perataan)
Untuk amblas yang > 5 cm, lakukan metode perbaikan P5
(penambalan lubang).
Periksa dan perbaiki selokan dan gorong-gorong agar
air lancar mengalir.
Periksa dan perbaiki bahu jalan yang mengalami kerusakan.
e. Jembul (upheaval), terjadi setempat, dengan atau tanpa retak. Hal
ini terjadi akibat adanya pengembangan tanah dasar pada tanah yang
ekspansif. Perbaikan dilakukan dengan membongkar bagian yang
rusak dan melapisnya kembali.

Gambar. 2.14. Jembul (upheaval)


3. Cacat permukaan (disintegration)
Yang termasuk dalam cacat permukaan adalah :
1). Lubang (potholes), berupa mangkuk, ukuran bervariasi dari kecil
sampabesar. Lubang-lubang ini menampung dan meresapkan air ke

16
dalam lapisan permukaan yang menyebabkan semakin parahnya
kerusakan jalan. Lubang dapat terjadi karena :
a. Campuran material lapis permukaan jelek, seperti :
Kadar aspal rendah, sehingga film aspal tipis dan mudah
lepas.
Agregat kotor sehingga ikatan antara aspal dan agregat
tidak baik.
Temperatur campuran tidak memenuhi persyaratan.
b. Lapis permukaan tipis sehingga ikatan aspal dan agregat mudah
lepas akibat pengaruh cuaca.
c. Sistem drainase jelek, sehingga air banyak yang meresap
dan mengumpul pada lapis permukaan.
d. Retak-retak yang terjadi tidak segera ditangani sehingga air
meresap masuk dan mengakibatkan terjadinya lubang-lubang
kecil.
Lubang-lubang tersebut diperbaiki dengan cara:
Untuk lubang yang dangkal ( < 20 mm ), lakukan
metode perbaikan P6 (perataan).
Untuk lubang yang > 20 mm, lakukan metode
perbaikan P5 (penambalan lubang).

Gambar. 2.13. Lubang

2). Pelepasan butir (raveling), dapat terjadi secara meluas dan


mempunyai efek serta disebabkan oleh hal yang sama dengan
lubang. Dapat diperbaiki dengan memberikan lapisan
tambahan diatas lapisan yang mengalami pelepasan butir setelah
lapisan tersebut dibersihkan, dan dikeringkan.

17
Gambar. 2.14. Pelepasan Butir

4. Pengelupasan lapisan permukaan (stripping), dapat disebabkan oleh


kurangnya ikatan antar lapisan permukaan dan lapis dibawahnya, atau
terlalu tipisnya lapis permukaan. Dapat diperbaiki dengan cara digarus,
diratakan dan dipadatkan, setelah itu dilapisi kembali.
a. Pengausan (polished aggregate)
Permukaan menjadi licin, sehingga membahayakan kendaraan.
Pengausan terjadi karena agregat berasal dari material yang tidak
tahan aus terhadap roda kendaraan, atau agregat yang dipergunakan
berbentuk bulat dan licin, tidak berbentuk cubical. Dapat diatasi
dengan menutup lapisan dengan latasir, buras, atau latasbum.

Gambar. 2.15. Pengausan


b. Kegemukan (bleeding / flushing)
Permukaan jalan menjadi licin dan tampak lebih hitam. Pada
temperatur tinggi, aspal menjadi lunak dan akan terjadi jejak roda.
Berbahaya bagi kendaraan karena bila dibiarkan, akan menimbulkan
lipatan-lipatan (keriting) dan lubang pada permukaan jalan.

18
Kegemukan (bleeding) dapat disebabkan pemakaian kadar aspal
yang tinggi pada campuran aspal, pemakaian terlalu banyak aspal
pada pekerjaan prime coat atau tack coat. Dapat diatasi dengan
penanganan P1 (Penebaran Pasir) yaitu dengan menaburkan agregat
panas dan kemudian dipadatkan, atau lapis aspal diangkat dan
kemudian diberi lapisan penutup.

Gambar. 2.16. Kegemukan (bleeding / flushing)


5. Penurunan pada bekas penanaman utiltas (utility cut depression)
Penurunan yang terjadi di sepanjang bekas penanaman utilitas. Hal ini
terjadi karena pemadatan yang tidak memenuhi syarat. Dapat diperbaiki
dengan dibongkar kembali dan diganti dengan lapis yang sesuai.

2.3. Metode Perbaikan Jalan Perkerasan Lentur


Jenis kerusakan jalan pada perkerasan dapat dikelompokan menjadi 2
macam, yaitu kerusakan fungsional dan kerusakan struktural.
1. Kerusakan Fungsional
Kerusakan fungsional adalah kerusakan pada permukaan jalan yang
dapat menyebabkan terganggunya fungsi jalan tersebut. Kerusakan ini
dapat berhubungan atau tidak dengan kerusakan structural. Pada
kerusakan fungsional, perkerasan jalan masih mampu menahanbeban
yang bekerja namun tidak memberikan tingkat kenyamanan dan
keamanan seperti yang diinginkan. Untuk itu lapis permukaan
perkerasan harus dirawat agar tetap dalam kondisi baik dengan
menggunakan metode perbaikan standar Direktorat Jendral Bina Marga
1995.

19
2. Kerusakan Struktural
Kerusakan struktural adalah kerusakan pada stuktur jalan, sebagian atau
seluruhnya yang menyebabkan perkerasan jalan tidak lagi mampu
menahan beban yang bekerja diatasnya. Untuk itu perlu adanya
perkuatan struktur dari perkerasan dengan cara pemberian pelapisan
ulang (overlay), perbaikan dengan perkerasan kaku (rigid pavement),
dan perbaikan dengan CTRB (Cement Treated Recycling Base).

2.3.1. Metode Perbaikan Standar


Penanganan kerusakan jalan pada lapisan lentur menggunakan
metode perbaikan standar Direktorat Jenderal Bina Marga 1995. Jenis-
jenis metode penanganan tiap-tiap kerusakan adalah :
1. Metode Perbaikan P1 (Penebaran Pasir)
a. Jenis kerusakan yang ditangani :
Lokasi-lokasi kegemukan aspal terutama pada tikungan dan
tanjakan.
b. Langkah penanganannya :
Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan.
Memberikan tanda pada jalan yang akan diperbaiki.
Membersikan daerah kerusakan dengan air compressor.
Menebarkan pasir kasar atau agregat halus (tebal > 10 mm) di
atas permukaan yang terpengaruh kerusakan.
Melakukan pemadatan dengan pemadat ringan (1-2 ton)
sampai diperoleh permukaan yang rata dan mempunyai
kepadatan omptimal (kepadatan 95%).
2. Metode Perbaikan P2 (Pelaburan Aspal Setempat)
a. Jenis kerusakan yang ditangani :
Kerusakan tepi bahu jalan beraspal
Retak buaya < 2 mm
Retak garis lebar < 2 mm
Terkelupas
b. Langkah penanganannya :

20
Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan.
Membersikan daerah kerusakan dengan air compressor,
permukaan jalan harus bersih dan kering.
Menyemprotkan dengan aspal keras sebanyak 1,5 kg/m2 dan
untuk cut back 1 liter/m2 .
Menebarkan pasir kasar atau agregat halus 5 mm hingga rata.
Melakukan pemadatan mesin pneumatic sampai diperoleh
permukaan yang rata dan mempunyai kepadatan omptimal
(kepadatan 95%).
3. Metode Perbaikan P3 (Pelapisan Retakan)
a. Jenis kerusakan yang ditangani :
Lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retakan < 2 mm
b. Langkah penanganannya :
Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan.
Membersikan daerah kerusakan dengan air compressor,
permukaan jalan harus bersih dan kering.
Menyemprotkan tack coat (0,2 liter/ m2 di daerah yang akan
di perbaiki).
Menebar dan meratakan campuran aspal beton pada seluruh
daerah yang telah diberi tanda.
Melakukan pemadatan ringan (1 2) ton sampai diperoleh
permukaan yang rata dan kepadatan optimum (kepadatan
95%).
4. Metode Perbaikan P3 (Pelapisan Retakan)
a. Jenis kerusakan yang ditangani :
Lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retakan > 2 mm
b. Langkah penanganannya :
Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan.
Membersikan daerah kerusakan dengan air compressor,
permukaan jalan harus bersih dan kering.
Menyemprotkan cut back 2 liter/ m2 menggunakan aspal
sprayer atau dengan tenaga manusia.

21
Menebar pasir kasar pada retakan yang telah di isi aspal (tebal
10 mm)
Memadatkan minimal 3 lintasan dengan baby roller.
5. Metode Perbaikan P5 (Penambalan Lubang)
a. Jenis kerusakan yang ditangani :
Lubang kedalaman > 50 mm
Keriting kedalaman > 30 mm
Amblas kedalaman > 50 mm
Jembul kedalaman > 50 mm
Kerusakan tepi perkerasan jalan, dan
Retak buaya lebar > 2 mm
b. Langkah penanganannya :
Menggali material sampai mencapai lapisan dibawahnya.
Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan tenaga
manusia.
Menyemprotkan lapis resap pengikat (prime coat) dengan
takaran 0.5 liter/m2.
Menebarkan dan memadatkan campuran aspal beton sampai
diperoleh permukaan yang rata.
Memadatkan dengan baby roller (minimum 5 lintasan).
6. Metode Perbaikan P6 (Perataan)
a. Jenis kerusakan yang ditangani :
Keriting dengan kedalaman <30 mm
Lokasi lubang dengan kedalaman < 50 mm
Lokasi alur dengan kedalaman < 30 mm
Lokasi terjadinya penurunan dengan kedalaman < 50 mm
Lokasi jembul dengan kedalaman < 50 mm
b. Langkah penanganannya :
Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan tenaga
manusia.
Menaburkan tack coat 0.5 liter/m2.

22
Menaburkan campuran aspal beton kemudian memadatkannya
sampai diperoleh permukaan yang rata.
Memadatkan dengan baby roller (minimum 5 lintasan).
2.3.2. Perbaikan Jalan Dengan Overlay
Konstruksi jalan yang telah habis masa pelayanannya, telah
mencapai indeks permukaan akhir yang perlu diberi lapis tambahan
untuk dapat kembali mempunyai nilai kekuatan, tingkat kenyamanan,
tingkat keamanan, tingkat kekedapan terhadap air dan tingkat kecepatan
air mengalir. Langkah-langkah untuk merencanakan perbaikan jalan
dengan overlay adalah sebagai berikut :
1. Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR)
Menghitung lalu-lintas harian rata-rata (LHR) diperoleh dengan
survey secara langsung dilapangan, masing-masing kendaraan
dikelompokan menurut jenis dan beban kendaraan dengan satuan
kendaraan/hari/2 lajur.
2. Koefisien Kekuatan Relatif (a) dari Tiap Jenis Lapisan
Kekuatan struktur perkerasan jalan lama (existing pavement) diukur
menggunakan alat FWD atau dinilai dengan menggunakan Tabel
2.1.

23
Tabel 2.1. koefisien Kekuatan Relatif (a)

Koefisien
BAHAN KONDISI PERMUKAAN Kekuatan
Relatif (a)

Lapis Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya
permukaan dan/atau hanya terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan 0.35 0.40
beton aspal rendah
<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau 0.25 0.35
<5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau


<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau 0.20 0.30
5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau


<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau 0.14 0.20
>10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau 0.08 0.15
>10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi

Lapis Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya 0.20 0.35
pondasi dan/atau hanya terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan
yang rendah
distabilisasi <10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau 0.15 0.25
<5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau


<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau 0.15 0.20
>5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau


<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau 0.10 0.20
>10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau 0.08 0.15
>10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi

Lapis Tidak ditemukan adanya pumping, degradation, or contamination by 0.10 0.14


pondasi atau fines 0.00 0.10
lapis pondasi Terdapat pumping, degradation, or contamination by fines
bawah
granular

Sumber : Departemen pekerjaan Umum, 2002.

24
3. Tebal Lapisan Jalan Lama
Struktur perkerasan lentur umumnya terdiri dari: lapis pondasi bawah
(subbase course), lapis pondasi (base course), dan lapis permukaan
(surface course). Untuk mengetahui tebal lapisan jalan lama dapat
diperoleh dari Departemen Pekerjaan Umum setempat.

4. Indeks Tebal Perkerasan Ada (ITPAda)


Indeks tebal perkerasan ada (ITPAda) diperoleh dari mengalikan
masing-masing tebal lapisan jalan (subbase course, base course, dan
surface course) dengan koefisien kekuatan relative (a).

5. Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu kendaraan (E)


Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban gandar sumbu
(setiap kendaraan) ditentukan menurut tabel pada Lampiran D
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur 2002. Tabel ini hanya berlaku
untuk roda ganda. Untuk roda tunggal karakteristik beban yang
berlaku agar berbeda dengan roda ganda. Untuk roda tunggal
dipergunakan rumus berikut :

Beban gandar satu sumbu tunggal dalam KN 4


Angka Ekuivalen = ( ) .....(2.1)
53 Kn

6. Lalu Lintas Pada Lajur Rencana


Lalu lintas pada lajur rencana (W18) diberikan dalam kumulatif
beban gandar standar. Untuk mendapatkan lalu lintas pada lajur
rencana ini digunakan rumus sebagai berikut:
W18 = DD DL W18 .............................................................(2.2)
Dimana:
W18 = Beban gandar standar kumulatif untuk dua arah
DD = Faktor distribusi arah = 0.5 (Pt T-01-2002-B)
DL = Faktor distribusi lajur (dari Tabel 2.2)
Pada umumnya DD diambil 0,5. Pada beberapa kasus khusus
terdapat pengecualian dimana kendaraan berat cenderung menuju satu
arah tertentu. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa DD
bervariasi dari 0,3 0,7 tergantung arah mana yang berat dan kosong.

25
Tabel 2.2. Faktor Distribusi Lajur (DL)
Jumlah lajur % beban gandar standar
per arah dalam lajur rencana
1 100
2 80 - 100
3 60 - 80
4 50 - 75
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.

Lalu-lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan


lentur dalam pedoman ini adalah lalu-lintas komulatif selama umur
rencana. Besaran ini didapatkan dengan mengalikan beban gandar
standar kumulatif pada lajur rencana selama setahun (W18) dengan
besaran kenaikan lalu lintas (traffic growth). Secara numerik
rumusan lalu-lintas kumulatif ini adalah sebagai berikut :

(1+ )1
W18 = W18 Pertahun x ...............................................(2.3)

Dimana :
W18 = Jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif
W18 Pertahun = Beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun
n = Umur pelayanan (tahun)
g = perkembangan lalu lintas (%)

7. Modulus Resilien
Dalam pedoman ini diperkenalkan modulus resilien (MR) sebagai
parameter tanah dasar yang digunakan dalam perencanaan.
Modulus resilien (MR) tanah dasar juga dapat diperkirakan dari CBR
standar dan hasil atau nilai tes soil index. Korelasi Modulus Resilien
dengan nilai CBR (Heukelom & Klomp) berikut ini dapat digunakan
untuk tanah berbutir halus (fine-grained soil) dengan nilai CBR
terendah 10 atau lebih kecil.
MR (psi) = 1.500 x CBR .............................................................(2.4)

26
8. Reliabilitas
Konsep reliabilitas merupakan upaya untuk menyertakan derajat
kepastian (degree of certainty) ke dalam proses perencanaan untuk
menjamin bermacam-macam alternative perencanaan akan bertahan
selama selang waktu yang direncanakan (umur rencana). Faktor
perencanaan reliabilitas memperhitungkan kemungkinan variasi
perkiraan lalu-lintas (w18) dan perkiraan kinerja (W18), dan
karenanya memberikan tingkat reliabilitas (R) dimana seksi
perkerasan akan bertahan selama selang waktu yang direncanakan.
Pada umumnya, dengan meningkatnya volume lalu-lintas dan
kesukaran untuk mengalihkan lalu-lintas, resiko tidak
memperlihatkan kinerja yang diharapkan harus ditekan. Hal ini dapat
diatasi dengan memilih tingkat reliabilitas yang lebih tinggi. Tabel 3
memperlihatkan rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-
macam klasifikasi jalan. Perlu dicatat bahwa tingkat reliabilitas yang
lebih tinggi menunjukkan jalan yang melayani lalu-lintas paling
banyak, sedangkan tingkat yang paling rendah, 50 % menunjukkan
jalan lokal.

Tabel 2.3. Rekomendasi Tingkat Reliabilitas Untuk Bermacam-


Macam Klasifikasi Jalan.

Klasifikasi Jalan Rekomendasi tingkat reliabilitas


Perkotaan Antar Kota
Bebas Hambatan 85 99.9 80 99,9
Arteri 80 99 75 95
Kolektor 80 95 75 95
Lokal 50 80 50 80
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.

9. Indeks Permukaan (IP)


Indeks permukaan ini menyatakan nilai ketidakrataan dan kekuatan
perkerasan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu-
lintas yang lewat.Adapun beberapa ini IP beserta artinya adalah
seperti yang tersebut di bawah ini:

27
IP = 2,5 : menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.
IP = 2,0 : menyatakan tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang
masih mantap.
IP = 1,5 : menyatakan tingkat pelayanan terendah yang masih
mungkin (jalan tidak terputus).
IP = 1,0 : menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat
sehingga sangat mengganggu lalu-lintas kendaraan.
Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana,
perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan
sebagai mana diperlihatkan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPT)

Kualifikasi Jalan
Lokal Kolektor Arteri Bebas hambatan
1,0 1,5 1,5 1,5 2,0 -
1,5 1,5 2,0 2,0 -
1,5 2,0 2,0 2,0 2,5 -
- 2,0 2,5 2,5 2,5
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.

Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana


(IP0) perlu diperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan pada
awal umur rencana sesuai dengan Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IP0)

IP0 Ketidakrataan *)
Jenis Lapis Perkerasan
(IRI,m/km)

4 1,0
LASTON
3,9 3,5 > 1,0
3,9 3,5 2,0
LASBUTAG
3,4 3,0 > 2,0
3,4 3,0 3,0
LAPEN
2,9 2,5 > 3,0
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.

28
10. Indek Tebal Perkerasan Perlu (ITPPerlu)
Untuk menentukan indeks tebal perkerasan perlu (ITPPerlu) diperoleh
dari gambar 2.17 dibawah ini:

Gambar 2.17. Nomogram Untuk Perencanaan Tebal Perkerasan


Lentur

2.4. Pemeliharaan Jalan Perkerasan Lentur


2.4.1. Tujuan Pemeliharaan Jalan
Dengan selesainya pembangunan suatu jaringna jalan, maka
kegiatan penyelenggaraan jalan sekarang telah berubah penekanannya,
yaitu dari pekerjaan pembangunan jalan baru ke pekerjaan pemeliharaan
jalan. Pemeliharaan jalan mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
a. Mempertahankan kondisi agar jalan tetap berfungsi
Kegiatan pemeliharaan ini dilakukan untuk menjaga jalan dapat
digunakan sepanjang tahunnya guna melayani kebutuhan sosial
ekonomi masyarakat setempat. Jika akses jalan tersebut
putus/tertutup sehingga tidak dapat digunakan, maka akan
berdampak kepada masalah sosial ekonomi dan bahkan
keamanan/integritas suatu daertah tersebut.

29
b. Mengurangi tingkat kerusakan jalan
Jalan yang digunakan untuk melayani lalu lintas akan mengalami
penurunan kondisi dan pada kahirnya jalan akan semakin jelek
mutunya dan penurunan tersebut berlanjut sampai kondisi jalan
tersebut rusak atau bahkan rusak berat sehingga tidak dapat
dipergunakan kembali. Untuk itu jalan kemudian akan di
rehabilitasi/dikembalikan kondisinya seperti kondisi semula.
Dengan pemeliharaan jalan, maka laju kerusakan jalan tersebut
dapat dikurangi sehingga jalan dapat melayani lalu lintas sesuai
dengan umur rencananya. Penyelenggara jalan sangat
berkepentingan agar umur pelayanan jalan sesuai dengan umur
rencananya.
c. Memperkecil biaya operasi kendaraan (BOK)
Besarnya biaya operasi kendaraan ditentukan oleh : jenis kendaraan,
geometri dari jalan, dan kondisi dari jalan. Sehingga dengan
pemeliharaan jalan yang baik maka tingkat kerataan dapat
dipertahankan dan biaya operasi kendaraan tidak meningkat. Jalan
yang semakin rusak akan menyebabkan ketidakrataan yang tinggi
dan memberikan konsekuensi keausan kendaraan dan konsumsi
bahan bakar semakin tinggi (Richard Robinson dkk, 1998).
2.4.2. Bentuk Pemeliharaan Jalan
Bentuk dari pemeliharaan jalan yang sering digunakan untuk lapis
perkerasan lentur antara lain :
a. Pemeliharaan Rutin
Pemeliharaan Rutin adalah penanganan yang diberikan hanya
terhadap lapis permukaan yang sifatnya untuk meningkatkan
kualitas berkendaraan (Riding Quality), tanpa meningkatkan
kekuatan struktural, dan dilakukan sepanjang tahun.
Pemeliharaan rutin dilakukan sepanjang tahun, bentuknya adalah:
Penanganan pada lapis permukaan
Meningkatkan kualitas perkerasan namun tidak untuk
meningkatkan kekuatan struktural

30
b. Pemeliharaan Berkala
Pemeliharaan berkala adalah pemeliharaan yang dilakukan terhadap
jalan pada waktu waktu tertentu (tidak menerus sepanjang tahun)
dan sifatnya meningkatkan kemampuan struktural.
Pemeliharaan berkala, bentuknya antara lain:
Dilakukan dalam jangka waktu tertentu,
Berfungsi untuk meningkatkan kemampuan struktural jalan.
c. Peningkatan Jalan
Maksud peningkatan adalah penanganan jalan guna memperbaiki
pelayanan jalan yang berupa peningkatan struktural dan atau
geometriknya agar mencapai tingkat pelayanan yang direncanakan.
Biasanya dalam bentuk overlay.
2.4.3. Metode Pemeliharaan Jalan
Metode pemeliharaan jalan berdasarkan Bina Marga. Pada metode
Bina Marga ini jenis kerusakan yang perlu diperhatikan saat melakukan
survai adalah kekasaran permukaan, lubang, tambalan, retak, alur, dan
amblas. Penentuan nilai kondisi jalan dilakukan dengan menjumlahkan
setiap angka dan nilai untuk masing-masing keadaan kerusakan.
Prosedur analisis data dengan menggunakan metode Bina Marga:
a. Menetapkan jenis jalan dan kelas jalan,
b. Menghitung LHR untuk setiap ruas jalan dan menetapkan nilai kelas
jalan dengan menggunakan tabel berikut :
Tabel. 2.6. Nilai Kelas Jalan Berdasarkan LHR

LHR (smp/hari) Nilai Kelas Jalan


< 20 0
20 50 1
50 200 2
200 500 3
500 2000 4
2000 5000 5
5000 20000 6
20000 50000 7
> 50000 8

31
c. Mentabelkan hasil survei dan mengelompokkan data sesuai dengan
jenis kerusakan;
d. Menghitung parameter setiap jenis kerusakan dan melakukan
penilaian terhadap setiap jenis kerusakan berdasarkan Tabel Bina
Marga,
Tabel 2.7. Nilai Jenis Kerusakan
Retak-retak (Cracking ) Alur (Ruts) Kekasaran Permukaan
Tipe Angka Kedalaman Angka Jenis Angka
Buaya 5 > 20 mm 7 Disintegration 4
Acak 4 11 20 mm 5 Pelepasan Butir 3
Melintang 3 6 10 mm 3 Rough 2
Memanjang 1 0 5 mm 1 Fatty 1
Tidak Ada 1 Tidak ada 0 Close Texture 0
Lebar Angka Tambalan dan Lubang Amblas
> 2 mm 3 Luas Angka Kedalaman Angka
1 2 mm 2 > 30% 3 > 5/100 m 4
< 1 mm 1 20 30% 2 2 - 5/100 m 2
Tidak ada 0 10 20% 1 0 2/100 m 1
Luas Kerusakan Angka < 10% 0 Tidak Ada 0
> 30% 3
10% - 30% 2
< 10% 1
Tidak ada 0

e. Menjumlahkan setiap angka untuk semua jenis kerusakan, dan


menetapkan nilai kondisi jalan berdasarkan total angka kerusakan,
Tabel. 2.8. Nilai Dari Total Angka Kerusakan

Total Angka Kerusakan Angka


26 29 9
22 25 8
19 21 7
16 18 6
13 15 5
10 12 4
79 3
46 2
03 1

32
f. Melakukan perhitungan urutan prioritas (UP) kondisi jalan
merupakan fungsi dari kelas LHR dan nilai kondisi jalannya, yang
secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
UP = 17 (Kelas LHR + Nilai Kondisi Jalan)
Berdasarkan nilai UP hasil perhitungan secara matematis seperti
diatas, maka dapat ditentukan sebagai berikut:
UP = 0 3: jalan dimasukkan dalam program peningkatan
jalan.
UP = 4 6: jalan dimasukkan dalam program pemeliharaan
berkala.
UP = 7 atau lebih: jalan dimasukkan dalam program
pemeliharaan rutin

33
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa jalan lapis perkerasan
lentur perlu adanya pemeliharaan dan perbaikan baik secara rutin maupun
secara berkala. Bila tidak dilakukan pemeliharaan dan perbaikan terhadap
kerusakan maka jalan tersebut akan mengalami kerusakan yang lebih parah
bahkan tidk bisa difungsikan sebagai prasarana transportasi yang
mengakibatkan kerugian aspek sosial ekonomi masyarakat suatu daerah.
Kerjasama antar instansi yang berwenang dalam penyelenggaraan
jalan sangat dibutuhkan dalam menunjang pemeliharaan maupun perbaikan
jalan demi kelancaran transpotasi pada jalan itu sendiri. Serta perlunya
pemahanan dalam mengidentifikasi kerusakan, penentuan pilihan metode
perbaikan serta cara pemeliharaan jalan dapat memberikan efisensi dalam
hal biaya maupun operasional untuk perbaikan dan pemeliharaan jalan.
3.2. Saran
a. Untuk meminimalisir masalah kerusakan jalan yang terjadi, maka
rancangan pemeliharaannya perlu dilakukan survei yang lebih akurat
dengan melibatkan sejumlah instansi terkait.
b. Agar kerusakan yang terjadi pada ruas jalan tidak semakin parah, maka
perlu segera dilakukan tindakan perbaikan pada bagian-bagian yang
rusak, sehingga tidak menimbulkan kerusakan yang lebih parah.

34
DAFTAR PUSTAKA

Andriyanto. C. 2010. Pemilihan Teknik Perbaikan Perkerasan Jalan Dan Biaya


Penanganannya. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Anonim. Makalah Kerusakan Jalan Perkerasan Lentur.

Anonim. Teknik Pemeliharaan Jalan.

Departemen Pekerjaan Umum.2005. Teknik Pengelolaan Jalan. Puslitbang


Prasaranan Tansportasi. Bandung.

Sukirman. S. 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Penerbit Nova. Bandung

35

Anda mungkin juga menyukai