Anda di halaman 1dari 11

Kegagalan Struktur Jembatan

A. Definisi Kegagalan Bangunan


Menurut Undang-Undang no.18 tahun 1999 dan PP 29 tahun 2000, Definisi
Kegagalan Bangunan secara umum adalah merupakan keadaan bangunan yang tidak
berfungsi, baik sacara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat,
keselamatan dan kesehatan kerja dan/atau keselamatan umum, sebagai akibat kesalahan
penyedia jasa dan atau pengguna jasa setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi
Jembatan berfungsi sebagai prasarana untuk pergerakan arus lalu lintas. Dengan
demikian Jembatan direncanakan agar dapat memberi pelayanan terhadap perpindahan
kendaraan dari suatu tempat ketempat lain dengan Waktu yang Sesingkat Mungkin
dengan persyaratan Nyaman dan Aman (Comfortable and Safe). Sehingga dapat
dikatakan bahwa kecepatan (speed) adalah merupakan faktor yang dapat dipakai sebagai
indikator untuk menilai apakah suatu Jalan/ Jembatan mengalami kegagalan fungsi
Bangunan atau tidak.
B. Penanggung Jawab Kegagalan Bangunan
Kegagalan bangunan dari segi tanggung jawab dapat dikenakan kepada institusi
maupun orang perseorangan, yang melibatkan keempat unsur yang terkait yaitu : (1)
menurut Undang-undang No. 18 tahun 1999, pasal 26, ketiga unsur utama proyek yaitu:
Perencana, Pengawas dan Kontraktor (pembangun). (2) menurut pasal 27, jika
disebabkan karena kesalahan pengguna jasa/bangunan dalam pengelolaan dan
menyebabkan kerugian pihak lain, maka pengguna jasa/bangunan wajib bertanggung-
jawab dan dikenai ganti rugi.
C. Penyebab Kegagalan Struktur Jembatan
Kegagalan Perencana
Penyebab kegagalan perencana umumnya disebabkan oleh : (a) Tidak
mengikuti TOR, (b) Terjadi penyimpangan dari prosedur baku, manual atau peraturan
yang berlaku, (c) Terjadi kesalahan dalam penulisan spesifikasi teknik, (d) Kesalahan
atau kurang profesionalnya perencana dalam menafsirkan data perencanaan dan
dalam menghitung kekuatan rencana suatu komponen konstruksi, (e) Perencanaan
dilakukan tanpa dukungan data penunjang perencanaan yang cukup dan akurat, (f)
Terjadi kesalahan dalam pengambilan asumsi besaran rencana (misalnya beban
rencana) dalam perencanaan, (g) Terjadi kesalahan perhitungan arithmatik (h)
Kesalahan gambar rencana.
Kegagalan Pengawas
Penyebab kegagalan pengawas umumnya disebabkan oleh : (a) Tidak
melakukan prosedur pengawasan dengan benar, (b) Tidak mengikuti TOR, (c)
Menyetujui proposal tahapan pembangunan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, (d)
Menyetujui proposal tahapan pembangunan yang tidak didukung oleh metode
konstruksi yang benar, (e) Menyetujui gambar rencana kerja yang tidak didukung
perhitungan teknis.
Kegagalan Pelaksana
Penyebab kegagalan pengawas umumnya disebabkan oleh : (a) Tidak
mengikuti spesifikasi sesuai kontrak, (b) Salah mengartikan spesifikasi, (c) Tidak
melaksanakan pengujian mutu dengan benar, (d) Tidak menggunakan material yang
benar, (e) Salah membuat metode kerja, (f) Salah membuat gambar kerja, (g)
Pemalsuan data profesi, (h) Merekomendasikan penggunaan peralatan yang salah.
Kegagalan Pengguna Bangunan
Penyebab kegagalan pengawas umumnya disebabkan oleh : (a) Penggunaan
bangunanan yang melebihi kapasitas rencana, (b) Penggunaan bangunan diluar dari
peruntukan rencana, (c) Penggunaan bangunan yang tidak didukung dengan program
pemeliharaan yang sudah ditetapkan, (d) Penggunaan bangunan yang sudah habis
umur rencananya.
(1) Bangunan Bawah
Pondasi adalah merupakan bagian yang paling penting dari bangunan
bawah struktur jembatan yang harus meneruskan beban kendaraan serta
bagian-bagian diatasnya ke lapisan tanah. Kegagalan bangunan bawah (pilar
atau abutmen) terjadi apabila keruntuhan atau amblasnya bangunan bawah
tersebut dan atau terjadi keretakan struktural yang berpengaruh terhadap
fungsi struktur bangunan atas. Kegagalan pondasi dibagi sesuai dengan jenis
pondasi yaitu:
a. Pondasi Langsung, kegagalan pada pondasi langsung secara fisik
dapat terjadi apabila struktur tersebut mengalami:
AMBLAS, berarti elevasi pondasi berada pada level yang lebih rendah
daripada elevasi rencana.
MIRING, berarti posisi pondasi langsung tersebut tidak sesuai dengan
posisi vertikal rencana.
PUNTIR, berarti terjadinya suatu amblas yang disertai posisi miring
yang tidak beraturan .
b. Pondasi sumuran, kegagalan pondasi sumuran secara fisik sama
dengan Pondasi Langsung.
c. Pondasi Tiang Pancang Beton/ Baja, kegagalan pondasi tiang pancang
beton/ baja secara fisik dapat terjadi apabila struktur tersebut
mengalami:
AMBLAS, berarti elevasi pondasi berada pada level yang lebih rendah
daripada elevasi rencana.
PATAH, yaitu kondisi dimana tidak ada kesatuan antara tiang dan
poor bangunan bawah yang mengakibatkan tiang pancang tidak
berfungsi, atau tiang pancang beton mengalami retak struktural.
(2) Bangunan Atas
Kegagalan Bangunan Atas Jembatan dapat dibagi sesuai dengan jenis
bangunan atas yaitu:
a. Retak Struktural
Unsur retak akan mempengaruhi kekuatan struktur adalah lebarnya
dan kedalaman retak yang terjadi. Lebar retak yang berlebihan, disamping
akan secara langsung mengurangi kekuatan struktur juga akan
memberikan peluang udara dan air yang akan mengakibatkan terjadinya
korosi yang pada akhirnya juga mengurangi kekuatan struktrur. Maka oleh
karena itu lebar maksimum dan kedalaman retak harus dibatasi. Besarnya
kedalaman maksimum retak yang diizinkan adalah proporsional dengan
tebal struktur itu sendiri.
b. Lendutan
Lendutan yang berlebihan, disamping akan mempengaruhi
kekuatan struktur juga mempunyai dampak psikologis bagi sipengendara.
Besarnya lendutan maksimum yang diizinkan adalah proporsional dengan
bentang jembatan yang bersangkutan.
c. Getaran/ Goyangan
Amplitudo getaran harus dibatasi sedemikian rupa, baik akibat
angin maupun pergerakan lalu lintas disamping sehingga masih memenuhi
persyaratan baik dari segi stabilitas struktur maupun dari dari kenyamanan
sipengendara. Besarnya amplitudo getaran maksimum yang diizinkan
adalah proporsional dengan bentang jembatan yang bersangkutan.
d. Kerusakan Lantai Kendaraan
Kerusakan lantai kendaran berupa retak, terkelupas dan atau pecah
akan berpengaruh secara langsung terhadap riding quality lantai kendaraan
yang menyebabkan kenyaman sipengendara akan berkurang. Maka. luas
kerusakan dibatasi tidak boleh melebihi angka yang dipersyaratkan yaitu
persentase luas yang rusak terhadap suatu luas segmen yang ditinjau.
e. Tumpuan (Bearing)
Kerusakan tumpuan pada derajat tertentu akan mempengaruhi
sistem pendukungan tumpuan terhadap beban yang pada akhirnya sistem
distribusi beban berubah. Oleh sebab itu tingkat kerusakan tumpuan ini
harus dibatasi sehinga tidak sampai merubah sistem pembebanan original.
Besarnya tingkat kerusakan maksimum yang diizinkan tergantung dari
jenis tumpuan itu sendiri.
f. Expansion Joint
Kerusakan expansion joint yang berupa robek atau terkelupasnya
joint sealantnya tidak terlalu berpengaruh terhadap kekuatan struktur.
Namun akan sangat berbahaya jika lubang yang yang terjadi cukup besar
yang dapat mengakibatkan bahaya bagi kendaraan yang melaju dengan
kecepatan tinggi. Oleh karena itu tingkat kerusakan expansion joint ini
harus sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan kepada pengendara
kendaraan.
Contok Kegagalan Struktur Jembatan Yang Pernah Terjadi :
1. Akibat Perancangan
 Contoh kegagalan struktur akibat kesalahan perancangan adalah pada jembatan
Jembatan Tacoma (the Tacoma Narrows Bridge) dimana konstruksi tidak kaku.
Gambar 2. Gelegar utama Jembatan Tacoma bergoyang

Jembatan Tacoma (the Tacoma Narrows Bridge) dibuka pada bulan Juli
1940. Jembatan ini termasuk jenis jembatan gantung. Dengan gelegar utama
sepanjang 2800 feet sama dengan 854 meter. Jembatan Tacoma adalah jembatan
terpanjang ketiga di dunia. Kontraktor yang membuat Jembatan Tacoma saat itu
memutuskan untuk meminimalkan pengeluaran dengan membuat jembatan
selebar 39 meter untuk mendukung dua jalur lalu lintas.
Penyebab Kegagalan
Kegagalan struktur Jembatan Tacoma Narrows disebabkan oleh getaran
aeroelastic. Getaran aeroelastik adalah getaran yang timbul akibat interaksi gaya
aerodinamik dengan gaya inersia, kekakuan dan redaman struktur. Untuk
mengurangi efek dari getaran aeoelastik adalah dengan usaha peredaman getaran
struktur.
Hal ini tidak terdapat pada struktur Jembatan Tacoma Narrows. Sehingga,
ketika angin berhembus 40 mil per jam (64 km/jam), Jebatan Tacoma Narrows
bergetar dimana bagian sisi kiri jalan turun, sisi kanan akan naik, dan sebaliknya,
dengan bagian tengah yang tidak bergerak, secara berulang-ulang sampai
Jembatan Tacoma Narrows runtuh. Getaran ini dikenal dengan getaran torsional
modus. Getaran ini berbeda dengan getaran transversal maupun getaran
longitudinal. Getaran torsional modus juga merupakan efek dari getaran
aeroelastik.
Upaya Penanggulangan
Seperti yang sudah disebutkan diatas, untuk mencegah getaran aeroelastik
adalah dengan usaha peredaman struktur. Peredaman struktur itu sendiri adalah
dengan menambah berat dari struktur itu sendiri. Untuk struktur Jembatan
Tacoma Narrows sekarang beratnya 15 % lebih berat dari yang pertama, sehingga
aman terhadap efek dinamis tekanan angin.
Jembatan Tacoma Narrows setelah di desain ulang, masih tetap mempertahankan
panjang gelegar utama sebesar 2800 feet. Gelegar utama dibuat dari konstruksi
rangka dan tingginya 33 feet, sedangkan jarak kabel dibuat 60 feet.

Gambar 2. Jembatan Tacoma Narrows yang sudah didesain ulang


2. Akibat Pelaksanaan
 Contoh kegagalan struktur akibat pelaksanaan yaitu pada pembangunan jembatan
Sungai Liong Bengkalis dimana contractor sebagai pelaksana tidak
memperhatikan kondisi tanah yang berada di bawah konstruksi penopang
jembatan.

Gambar Tampak Bentang Jembatan yang melengkung macam ular


Proyek Pembangunan Jembatan Sungai Liong bernilai Milyaran Rupiah di
Kabupaten Bengkalis amburadul. Pihak Kontraktorpun dibikin pusing tujuh
keliling melihat kondisi gelagar Jembatan melengkung dan retak-retak. Padahal
kontraktor pelaksana merupakan perusahaan BUMN yang jelas sudah punya
banyak pengalaman mengerjaan perkerjaan tersebut. Kontraktor sebagai
pelaksana tidak memperhitungkan /mengantispasi kondisi tanah dasar sungai yang
dijadikan dasar untuk mendirikan stelling/begisting jembatan tersebut, sehingga
begisting tersebut tidak mampu menahan berat beton sebelum beton tersebut
mampu menahan beban dirinya sendiri.
PENANGANAN KEGAGALAN STRUKTUR JEMBATAN
DI SURABAYA 1.NurAchmadHusin*)2.Mohammad Khoiri*)*) Dosen
Diploma Teknik Sipil ITS, SurabayaEmail:
husinits@gmail.comABSTRAKJembatan sebagai salah satu sarana yang
menghubungkan antara satu tempat dengan tempat lain yang dipisahkan oleh
selokan, sungai atau bahkan laut sekalipun. Didalam perjalanannya
pembangunan jembatan terjadi beberapa hal yang terkait dengan kegagalan
dalam pembangunan jembatan tersebut. Hal ini diangkat sebagai
pembelajaran bagi kita semua tentang hal-hal yang perlu dan bahkan harus
menjadi perhatian kita semua baik pihak perencana maupun pihak pelaksana.
Kali ini yang kasus yang diangkat adalah salah satu pembuatan jembatan di
Surabaya yang dalam proses pembangunannya mengalami kegagalan yakni
salah satu abutment yang sedang dibangun mengalami defleksi horisontal
sebesar 40 cm.Untuk mengetahui penyebab defleksi dan bagaimana
penanganannya pada struktur abutment jembatan tersebut maka dilakukan
analisis dengan data perencanaan yang ada. Dari analisis diperoleh informasi
bahwa struktur abutment mengalami rotasi yang diakibatkan adanya tekanan
dari tanah urugan di belakang abutment. Berdasarkan analisis tersebut
selanjutnya didalam kelanjutan pembangunan jembatan tersebut berat tanah
urugan di belakang abutment harus dikurangi untuk mengurangi gaya desak
tanah terhadap abutment.Berdasarkan analisis untuk tahapan penanganan
struktur abutment jembatan yang mengalami defleksi tersebut dibuat pada
beberapa tahapan 1.Membersihkanurugantanah di belakan abutment,
2.Membuat urugan di depan abutment, 3. Ereksi girder, 4.Pemasangan
cerucuk sebagai pondasi box culvert, 5.Pemasangan box culvert,
6.Urugkembali di belakang abutment.Kata Kunci : defleksi , rotasi, box
culvert

PENDAHULUAN Jembatan sebagai salah satu sarana yang menghubungkan


antara satu tempat dengan tempat lain yang dipisahkan oleh selokan, sungai
atau bahkan laut sekalipun. Didalam perjalanannya pembangunan jembatan
terjadi berapa hal yang terkait dengan kegagalan dalam pembangunan
jembatan tersebut. Hal ini diangkat sebagai pembelajaran bagi kita semua
tentang hal-hal yang perlu dan bahkan harus menjadi perhatian kita semua
baik pihak perencana maupun pihak pelaksana. Kali ini kasus yang diangkat
adalah salah satu pembangunan jembatan di Surabaya yang dalam proses
pembangunannya mengalami kegagalan yakni salah satu abutment yang
sedang dibangun mengalami defleksi sebesar 40 cm. Kondisi ini
menyebabkan girder yang tersedia tidak bisa dipasang pada tempatnya
dikarenakan spasi yang tersedia tidak cukup untuk ereksi girder di
lapangan.Kondisi kegagalan struktur jembatan eksisting tersebut diatas
menyebabkan dihentikannya pekerjaan pembangunan jembatan tersebut oleh
owner. Langkah berikutnya owner mensyaratkan adanya evaluasi terhadap
kondisi eksisting perencanaan dan pelaksanaan pembangunan jembatan
tersebut untuk keberlanjutan pembangunan jembatan tersebut, dengan
maksud untuk mencari sumber masalah dan metode penanganan
pembangunan jembatan tersebut selanjutnya.
A-2 ISBN : 978-979-18342-2-3 Gambar1 :DenahJembatanGambar2
:Potonganmemanjangjembatan Gambar3 :Potonganmelintangjembatan
A-3 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah
2010TAHAPAN PENANGANAN 1.KONTROL DEFLEKSI EKSISTING
LAPANGANSetelah mendapatkan informasi terkait dengan kegagalan
jembatan tersebut dan diminta untuk melakukan evaluasi terhadap kegagalan
struktur jembatan tersebut selanjutnya dilakukan pengukuran di lapangan
untuk mengetahui secara pasti defleksi arah horisontal yang terjadi pada
struktur abutment jembatan. Hasil pengukuran eksisting menunjukkan
defleksi maksimum yang terjadi pada abutment jembatan adalah 40
cm.Hypotesa awal terhadap timbulnya defleksi struktur abutment jembatan
tersebut adalah diakibatkan tekanan tanah dan tiang pancang sebagai pondasi
tidak mampu menahan tekanan tanah tersebut.

2.EVALUASI PERENCANAAN Hasil pengukuran defleksi eksisting di


lapangan menunjukkan adanya pergerakan yang cukup besar pada struktur
abutment jembatan. Berkenaan dengan hal tersebut perlu dilakukan evaluasi
terhadap data-data yang terkait dengan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan jembatan seperti :1.Perhitungan struktur2.Gambar
Perencanaan3.Data tanah4.Data pendukung
lainnya.untukmencaripenyebabterjadinyadefleksistruktur abutment
jembatantersebut.Adapunkondisi abutment
danpondasinyasebagaimanaditampakkanpadagambar 4 berikutini,Gambar4
:KondisiPondasi AbutmentTinjauan Defleksi Kondisi struktur abutment
jembatan eksisting dilakukan kontrol untuk mengetahui prakiraan defleksi
yang terjadi dengan pembebanan yang ada. Berikut pemodelan struktur
abutment jembatan sebagaimana tampak pada gambar 5 berikut. Pada kondisi
ini dicoba diberikan perkuatan cerucuk untuk memotong bidang sliding
dengan harapan bisa melawan gaya desak yang akan menyebabkan deformasi
ataupun sliding pada struktur abutment jembatan. Dari pemodelan yang ada
diperoleh yaitu struktur abutment jembatan akan berdefleksi sekitar 40 cm
sebagaimana ditunjukkan pada tabel 1 berikut,Tabel 1 : Perhitungan defleksi
abutment
A-4 ISBN : 978-979-18342-2-3 Gambar 5 : Kontrol defleksi struktur
abutment jembatan Dari perhitungan diatas tampak kondisi pondasi eksisting
secara perhitungan menunjukkan kondisi yang cocok antara teoritis dan
kenyataan di lapangan berkenaan dengan struktur abutment tersebut. Hasil
perhitungan secara teoritis menunjukkan kondisi struktur abutment jembatan
eksisting akan mengalami defleksi sebesar 40 cm dan kondisi tersebut cocok
dengan kenyataan di lapangan yang menunjukkan defleksi yang terjadi pada
struktur abutment jembatan sebesar 40 cm. Hal ini menunjukkan bahwa
kondisi eksisting struktur abutment jembatan kurang mampu menerima beban
timbunan setinggi sekitar 5 m di belakang abutment sehingga berdampak
pada defleksi struktur abutment jembatan
tersebut.3.PENANGANANBerdasarkan analisa diatas menunjukkan bahwa
kondisi eksisting struktur abutment tersebut kurang mampu menerima beban
timbunan tanah dibelakang abutment dengan ketinggian sekitar 5 m. Hal itu
ditunjukkan dengan adanya pergerakan pada struktur abutment sekitar 40 cm
ke arah sungai. Sementara itu girder pada saat itu belum dipasang pada
tempatnya. Berdasarkan kondisi tersebut baik dari hasil pengamatan di
lapangan (praktis) dan hasil analisa teoritis menunjukkan adanya pergerakan
dari abutment diakibatkan timbunan tanah di belakangnya sehingga untuk
penanganan struktur jembatan tersebut diusulkan jenis penanganan yakni
dengan penambahan box culvert di belakang abutment. Usulan penanganan
ini mempunyai konsep dasar yang cukup sederhana yakni mengurangi berat
tanah yang ada dibelakang abutment dengan box culvert yang beratnya
sekitar 1/3 dari berat tanah keseluruhan sehingga dengan pengurangan berat
tersebut juga mengurangi tekanan dari belakang abutment. Selanjunya
dilakukan analisa terhadap usulan penambahan box culvert di belakang
abutment untuk menguji keamanan usulan metode penanganan tersebut
sebelum betul-betul diaplikasikan di lapangan. Hal itu untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan sehingga kegagalan awal dari struktur jembatan
tersebut betul-betul bisa diangani dengan tuntas. Sebagaimana tampak pada
gambar 6 dilakukan analisa penambahan box culvert di belakang abutment
diperoleh hasil dengan penambahan box culvert di belakang abutment
prediksi defleksi yang mungkin akan terjadi pada abutment sekitar 1,2 cm.
Kondisi ini secara teoritis menunjukkan penambahan box culvert mampu
mengurangi tekanan tanah terhadap abutment dengan indikasi mengecilnya
defleksi dari 40 cm menjadi 1,2 cm.Berdasarkan hasil analisa diatas
diusulkan penanganan dengan penambahan box culvert sebagaimana
ditunjukkan pada gambar 7 berikut.
A-5 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah
2010Gambar 6 : Analisa penanganan dengan penambahan box
culvertGambar 7 : Usulan bentuk penanganan dengan
penambahan box culvert4.URUTAN PENANGANANHasil
analisa diatas yang melahirkan metode penanganan dengan
penambahan box culvert dilakukan dengan urutan sebagai
berikut :a.Urugan di belakan abutment dilakukan penggalian
dengan tujuan mengurangi tekanan tanah urugan yang terus
menerus terhadap abutment,b.Melakukan urugan di depan
abutment setinggi sekitar 2,5 m untuk mengembalikan posisi
abutment sambil dilakukan pengukuran dan pemantauan
terhadap posisi abutment di lapangan,c.Pemasangan
girder,d.Pemasangan terucuk sebagai pondasi box culvert yang
sekaligus untuk stabilisasi tanah terhadap sliding.e.Pemasangan
box culvert.f.Urug kembali di belakang
abutment.5.KESIMPULANDari pengalaman ini dan analisa
yang dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut
:1.Bahwa tiang pancang yang terpasang kurang mampu
menerima beban tekanan tanah urugan setinggi sekitar 5 m
sehingga berakibat pada gagalnya struktur abutment
jembatan.2.Kejadian ini pula bukan difokuskan pada kesalahan
atau kegagalan strukturnya saja akan tetapi lebih ditekankan
pada kita semua engineer sebagai pembelajaran bagi kita semua
sehingga kedepan kejadian yang sama tidak terulang
kembali.3.Biaya perbaikan akan jauh lebih mahal.

Anda mungkin juga menyukai