Anda di halaman 1dari 74

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH


Penyelenggaraan kegiatan laboratorium bagi mahasiswa pada prinsipnya
adalah untuk mengaplikasikan konsep-konsep dasar pendidikan yang telah
diperoleh pada bangku perkuliahan dalam rangka kerangka penerapan Tri Dharma
Perguruan Tinggi, khususnya dharma kedua yaitu penelitian.
Proses belajar-mengajar di perguruan tinggi, menuntut kita untuk dapat
menyejajarkan pengetahuan teori yang didapatkan di ruang kuliah, dan dapat
diaplikasikan di lapangan, melalui percobaan-percobaan praktis di dalam
laboratorium. Oleh karena itu, keberadaan laboratorium sebagai wahana
pengujicobaan suatu permasalahan keilmuan, pada dasarnya memang diharapkan
berperan penting dalam menunjang proses belajar-mengajar, dan melatih
keterampilan mahasiswa dalam menyelami isi dari mata kuliah, dan menunjang
kurikulum silabus baku.
Dengan demikian, masalah praktikum struktur & bahan konstruksi,
tentunya menjadi aplikasi pengajaran dari teori-teori pengetahuan tentang struktur
dan material dari bahan konstruksi yang diajarkan, khususnya material penyusun
beton. Sehingga dengan mengadakan praktikum beton tersebut, mahasiswa
diharapkan akan dapat memahami masalah yang berhubungan dengan teknologi
beton, terutama mengenai sifat-sifat karakteristik fisik dari beton dan mengetahui
metode-metode pemeriksaan dari bahan penyusun beton itu sendiri.
Sehingga dengan bekal pengetahuan teori yang didukung oleh pengalaman
praktis di laboratorium, mahasiswa akan mudah mengantisipasi permasalahan dan
penanganan suatu pekerjaan ketekniksipilan, setelah mereka terjun di tengah-
tengah masyarakat.
Adapun penulisan hasil-hasil kegiatan praktikum Laboratorium Struktur
dan Bahan dalam format laporan ilmiah seperti ini, tetaplah sebagai proyeksi
banding dari nilai-nilai karakteristik struktur dan bahan konstruksi yang sudah
ditentukan secara variatif. Hal itu juga menjadi wahana kebiasaan mahasiswa

1
mengakomodasikan hasil penelitian dalam bentuk karya tulis yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN


A. Maksud Penulisan
Untuk mempelajari dan meneliti sifat-sifat fisik dari bahan dasar
struktur beton, seperti semen portland, agregat halus, dan agregat kasar,
melalui pengujian atau penelitian (percobaan) dengan menggunakan standar
Internasional di Laboratorium Struktur & Bahan. Selanjutnya dari data-data
yang diperoleh, mencoba memahami dan menganalisis karakteristik dari bahan
tersebut.

B. Tujuan Penulisan
Guna memenuhi syarat kelulusan Praktikum Laboratorium Struktur dan
Bahan pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muslim
Indonesia, untuk nantinya dapat diterapkan di lapangan. Dan untuk
memperoleh gambaran tentang proses dan langkah-langkah yang harus
ditempuh untuk mendapatkan beton yang bermutu baik, dan sesuai dengan
rencana, serta menentukan proporsi campuran berdasarkan sifat-sifat material
penyusun beton. Sekaligus membuktikan hasil dari perencanaan suatu mutu
beton.

1.3. METODE PENULISAN


Sebagai upaya untuk menyajikan laporan praktikum ini secara ilmiah,
objektif dan sistematis, maka dalam penggarapannya harus melalui
tahapan-tahapan dengan selalu mengacu pada pendekatan keilmuan, yang
sekaligus sebagai dasar teori pada pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang dilakukan
di Laboratorium Struktur dan Bahan antara lain:
a. Pengambilan sampel dan sekaligus pemeriksaan material
b. Pengolahan data
c. Analisis perencanaan dan hasil
d. Kajian pustaka

2
1.4. SISTEMATIKA PENULISAN
Laporan Laboratorium Struktur dan Bahan ini, disusun dengan sistematika
penulisan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pengantar penulisan laporan yang berisi
tentang: latar belakang masalah, maksud dan tujuan penulisan,
metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : TEORI DASAR
Bab ini secara singkat memaparkan teori-teori dasar
tentang: beton, semen, agregat, air, bahan tambah (admixture),
penggabungan agregat, perancangan campuran beton dan kuat
tekan beton.
BAB III : PELAKSANAAN PERCOBAAN
Bab ini membahas tentang proses jalannya pelaksanaan
praktikum di laboratorium yang meliputi pemeriksaan dari sifat-
sifat fisik material penyusun beton kecuali air.
BAB IV : ANALISA AGREGAT DAN MIX DESIGN
Bab ini berisi mengenai penggabungan dari agregat,
menghitung perencanaan beton dengan menggunakan metode DOE
(Department of Envirotment) berdasarkan data sifat-sifat material
dari hasil praktikum di Laboratorium Struktur dan Bahan.
BAB V : TABEL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Bab ini berisi tentang tabel pengamatan dan pehitungan
seluruh praktikum di Laboratorium Struktur dan Bahan.
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan hasil diskusi
kelompok tentang analisis hasil yang sudah diperoleh dari
pelaksanaan praktikum Laboratorium Struktur dan Bahan dan
memberikan saran-saran untuk hasil yang telah diperoleh dari
praktikum Laboratorium Struktur dan Bahan.

3
BAB VII : LAMPIRAN
Bab ini berisi tentang lampiran tabel dan grafik yang
digunakan dalam perhitungan data praktikum Laboratorium
Struktur dan Bahan.

4
BAB II
TEORI DASAR
2.1. BETON
2.1.1. Pengertian Umum Beton
Beton banyak digunakan sebagai bahan bangunan. Beton diperoleh
dengan cara mencampurkan semen portland, air, dan agregat (serta
terkadang menggunakan bahan tambah, yang sangat bervariasi mulai dari
bahan kimia tambahan, serat, sampai bahan buangan nonkimia) pada
perbandingan tertentu. Campuran tersebut apabila dituang dalam cetakan
kemudian didiamkan, maka akan mengeras seperti batuan. Pengerasan itu
terjadi oleh peristiwa reaksi kimia antara air dan semen, dan hal ini
berjalan selama waktu yang panjang, dan akibatnya campuran itu selalu
bertambah keras setara dengan umurnya.
Beton yang sudah keras dapat dianggap sebagai batu timan, dengan
rongga-rongga antara butiran yang besar (agregat kasar, kerikil atau batu
pecah) diisi oleh butiran yang lebih kecil (agregat halus atau pasir), dan
pori-pori antara agregat halus ini diisi oleh semen dan pasta semen. Dalam
adukan beton, air dan semen membentuk pasta yang disebut pasta semen.
Pasta semen ini selain mengisi pori-pori diantara butiran-butiran agregat
halus juga bersifat sebagai perekat/pengikat dalam proses pengerasan,
sehingga butiran-butitan agregat saling terekat dengan kuat dan
terbentuklah suatu massa yang kompak/padat.
Kekuatan, keawetan, dan sifat beton yang lain tergantung pada
sifat-sifat bahan dasar tersebut di atas, nilai perbandingan bahan-bahannya,
cara pengadukan maupun cara pengerjaan selama penuangan adukan
beton, cara pemadatan, dan cara perawatan selama proses pengerasan.
Luasnya pemakaian beton disebabkan oleh karena terbuat dari bahan-
bahan yang umumnya mudah diperoleh, serta mudah diolah sehingga
menjadikan beton mempunyai sifat yang dituntut sesuai dengan keadaan
situasi pemakaian tertentu.

5
Kemajuan pengetahuan tentang teknologi beton telah dapat
memenuhi berbagai tuntutan tertentu, misalnya pemakaian bahan lokal
yang dapat diperoleh di suatu daerah tertentu dengan mengubah
perbandingan bahan dasar yang sesuai, maupun cara pengerjaan yang
cocok dengan kemampuan pekerja.
Saat ini, pengetahuan cara pembuatan beton tampaknya lebih
populer dari pada pengetahuan tentang bahan-bahan dasarnya, mungkin
karena pengguna beton lebih tertarik pada tuntutan sifat beton dari pada
pemilihan bahan dasarnya. Hal ini yang mangakibatkan munculnya banyak
pabrik beton jadi (ready mixed concrete), dimana konsumen beton tinggal
menyebutkan saja spesifikasi dari beton yang diinginkan, bahkan muncul
pula pabrik beton pracetak (precest concrete), dimana pemesan
menginginkan suatu elemen struktur yang sudah jadi lengkap dengan
spesifikasi yang diinginkan.
Beton dapat mempunyai kuat tekan yang sangat tinggi, tetapi kuat
tariknya sangat rendah. Kondisi yang demikian, yaitu rendahnya kuat tarik,
pada elemen struktur yang betonnya mengalami tegangan tarik diperkuat
dengan batang baja tulangan, sehingga terbentuk suatu struktur komposit,
yang kemudian dikenal dengan sebutan beton bertulang. Khusus beton saja
yang tidak bertulang disebut beton tanpa tulangan (plain concrete).
Membuat beton sebenarnya tidaklah sesederhana hanya sekedar
mencampurkan bahan-bahan dasarnya untuk membentuk campuran yang
plastis sebagaimana yang sering kita lihat pada pembuatan bangunan
sederhana.
Tetapi jika ingin membuat beton yang baik, dalam arti memenuhi
persyaratan yang lebih ketat karena tuntutan yang lebih tinggi, maka harus
diperhitungkan dangan seksama cara-cara memperoleh adukan beton yang
baik yaitu beton segar (fresh concrete) dan beton keras (hardened
concrete). Beton segar yang baik ialah beton segar yang dapat diaduk,
dapat diangkut, dapat dituang, dapat dipadatkan, tidak ada kecenderungan
untuk terjadi segregasi (pemisahan kerikil dari adukan) maupun bleeding

6
(pemisahan air dan semen dari adukan). Beton keras yang baik adalah
beton yang kuat, tahan lama/awet, kedap air, dan sedikit mengalami
perubahan volume (kembang susutnya kecil).

2.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Pemakaian Beton


Dari uraian sekilas di atas, maka dapat diketahui kelebihan dan
kekurangan beton sebagai bahan konstruksi jika dibandingkan dengan bahan
bangunan lainnya.
Kelebihan beton antara lain:
1. Harganya relatif murah karena menggunakan bahan-bahan dasar dari
bahan lokal, terkecuali semen portland. Hanya untuk daerah tertentu
yang sulit mendapatkan pasir atau kerikil mungkin harga beton agak
mahal.
2. Beton termasuk bahan yang berkekuatan tinggi, sehingga mempunyai
sifat tahan terhadap pengkaratan/pembusukan oleh kondisi lingkungan.
Bila dibuat dengan cara yang baik, kuat tekannya dapat sama dengan
batuan alami.
3. Beton segar dapat dengan mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk
apapun dan ukuran seberapa pun tergantung keinginan.
4. Beton segar dapat disemprotkan di permukaan beton lama yang retak
maupun diisikan ke dalam retakan beton dalam proses perbaikan.
5. Beton termasuk tahan aus dan tahan kebakaran, sehingga biaya
perawatan termasuk rendah.
Kekurangan beton antara lain:
1. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak. Oleh
karena itu, perlu diberi baja tulangan.
2. Beton segar mengerut saat pengeringan dan beton keras mengembang
jika basah, sehingga perlu diadakan pada beton yang panjang/lebar untuk
memberi tempat bagi susut pengerasan dan pengembangan beton.

7
3. Beton keras mengembang dan menyusut bila terjadi penambahan suhu,
sehingga selalu dapat dimasuki air, dan air yang membawa kandungan
garam dapat merusak beton.

2.1.3. Sifat-Sifat Beton


Pemakaian beton sebagai beban konstruksi bangunan mempunyai
kekurangan yang harus dimengerti oleh perencana atau pelaksana, karena
pengertian hal ini dapat mencegah kesulitan-kesulitan dalam segi
pembiayaan bangunan, dan juga terhadap retak-retak maupun kekurangan
konstruksi lainnya yang mengganggu pemandangan, pelayanan dan umur
dari bangunan. Dengan demikian, pengetahuan tentang sifat-sifat beton
dapat menanggulangi permasalahan di atas.
Pada penyusunan laporan praktikum, akan dibahas secara singkat
tentang sifat-sifat yang dimiliki oleh beton, adapun sifat-sifat tersebut terdiri
dari:
1. Kuat hancur (kuat tekan)
Pengertian kuat hancur beton adalah kemampuan suatu beton
untuk menerima atau rnenahan beban sampai pada batas kehancurannya.
Pengujian kuat hancur beton dapat dilakukan dengan cara pembuatan
benda uji kubus maupun silinder yang kemudian ditekan dengan
menggunakan mesin uji kuat tekan.
Sifat kuat hancur dari beton dipengaruhi oleh perbandingan air
semen dan tingkat pemadatannya. Selain itu pula kuat hancur beton
dipengaruhi oleh sejumlah faktor penting, yaitu:
a. Jenis semen dan kualitasnya.
b. Jenis dan kondisi fisik agregat
c. Tingkat perawatan (curing)
d. Pengaruh suhu
e. Umur beton itu sendiri

8
2. Kuat tarik dan lentur
Kuat tarik beton berkisar seperdelapan belas kuat desak pada
waktu umurnya masih muda, dan berkisar seperdua puluh setelahnya.
Biasanya tidak diperhitungkan dalam perencanaan bangunan beton. Kuat
tarik merupakan bagian penting di dalam menahan retak-retak akibat
perubahan kadar air dan suhu. Pengujian kuat tarik diadakan untuk
pembuatan beton konstruksi jalan raya dan lapangan terbang.
3. Rayapan
Rayapan adalah perubahan bentuk yang nonelastis di bawah suatu
pembebanan yang diduga disebabkan oleh penutupan pori-pori dalam,
aliran dari pasta semen, pergerakan kristal di dalam agregat dan
terjadinya penekanan air dari gel semen karena adanya tekanan. Dalam
praktikum, rayapan dan penyusutan kering biasanya timbul secara
bersama dan kadang-kadang membingungkan. Pada beton bertulang,
rayapan umumnya memprakarsai suatu pengalihan beban dari beton
kepada baja tulangan. Hal ini mungkin dapat membebaskan beton dari
suatu tegangan tinggi, tetapi mungkin juga mengakibatkan tegangan yang
berlebihan pada baja tulangan.
Rayapan pada beton yang tidak bertulang kira-kira berbanding
lurus dengan perbandingan dari tegangan pada kekuatan beton dalam
batasan normal yang digunakan dalam perencanaan, tetapi apabila
keruntuhan semakin dekat, kecepatan dari rayapan juga bertambah
dengan cepat. Kecepatan dari rayapan tergantung kepada faktor-faktor
sebagai berikut:
a. Semakin besar kenaikan kekuatan, rayapan makin dapat dikurangi.
b. Jenis semen yang digunakan.
c. Rayapan berkurang apabila perbandingan air semen dan volume dari
pasta semen juga berkurang.
d. Rayapan bertambah apabila agregat makin halus dan biasanya
bertambah besar lagi bila digunakan agregat yang berongga.
e. Kecepatan rayapan berkurang sejalan dengan umur beton.

9
4. Penyusutan kering dan rambatan
Penyusutan beton pada fase concrete hardening dapat terjadi akibat dari
dua hal, yaitu:
a. Proses desikasi, yaitu keluarnya uap air penguapan dari pori-pori yang
ada dalam beton.
b. Proses auto-desikasi, yaitu terhidrasinya air oleh semen dalam pori
yang ada dalam beton.
Untuk menghindari penyusutan beton saat proses pengerasan
berlangsung maka permukaan beton dilindungi dari penguapan dengan
jalan selalu mengadakan penyiraman atau pembasahan pada permukaan
beton sampai berakhir masa pengerasan (biasanya umur 28 hari).
Susut akibat perubahan suhu dapat dihindari dengan cara:
a. Menggunakan kadar semen rendah.
b. Menghindari pengerasan yang cepat (dengan bahan tambah misalnya).
c. Mengusahakan agar agregat dan air pengaduk tetap dingin.
d. Sedapat mungkin menggunakan acuan baja dan penyiraman selama
masa pemeliharaan beton (curing).
e. Membongkar acuan sedini mungkin agar panas hidrasi terlepas.
f. Sedapat mungkin beton yang mengalami fase pengerasan bebas
hambatan terhadap penyusutan, hal ini untuk menghindari tegangan
tarik yang melebihi kemampuan beton.
5. Retak-retak plastis
Retak-retak plastis biasanya timbul sebelum beton mengeras dan
pada bentuk yang normal antara 30 menit sampai 2 jam setelah dicetak
dan diselesaikan bidang muka betonnya. Retak plastis disebabkan oleh:
a. Retak akibat penyusutan plastis
Penyebab utama timbulnya retak ini adalah penguapan yang
sangat cepat dari permukaan beton. Ketika kecepatan dari penguapan
melampaui kecepatan dari merembesnya air, yang pada umumnya
ke atas permukaan beton, maka terjadilah retak karena penyusutan
plastis. Retak ini dapat memasuki ke dalam beton antara 25 mm

10
sampai kedalaman penuh dalam penampang melintang. Hal yang
dikhawatirkan dari adanya retak-retak jenis ini adalah kemungkinan
terjadinya korosi pada tulangan yang ditanam. Oleh karena itu perlu
menutup retak dengan menggunakan emulsi latex atau polimer yang
rendah kekentalannya.
b. Retak akibat penurunan plastis
Retak jenis ini biasa terjadi tetapi tidak selalu, terjadi bidang
tampang yang relatif dalam serta hampir selalu terjadi pada garis atas
permukaan. Meskipun demikian, retak ini juga terlihat pada pelat yang
tebalnya hanya 150 mm. Retak ini diakibatkan oleh penurunan
partikel-partikel padat sampai tertahan oleh pengerasan hasil dari pada
reaksi kimia antara air dan semen, sehingga penurunan ini
menggantikan tempat air yang naik ke permukaan dan tampak sebagai
air kaca.
6. Sifat durability (sifat ketahanan beton)
Untuk mendapatkan sifat ketahanan dari beton, maka hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah:
a. Pengaruh cuaca berupa hujan dan pembekuan pada musim dingin,
serta pengembangan dan penyusutan yang diakibatkan oleh basah dan
kering silih berganti.
b. Daya perusak kimiawi oleh bahan-bahan semacam air laut, konstruksi
di tanah yang rusak, rawa-rawa dan air limbah kimia hasil industi dan
air limbahnya buangan air kotor kota yang berisi kotoran manusia dan
kotoran binatang dan minyak tumbuh-tumbuhan.
c. Mengalami kikisan dari orang berjalan kaki, lalu lintas dan gerakan
ombak laut oleh partikel-partikel air dan angin.
7. Sifat kedap air
Hal-hal yang memengaruhi sifat kedap air beton adalah:
a. Perbandingan air dan semen dalam campuran beton (mutu dan
porositas).
c. Kepadatan (hasil pemadatan/penggetaran dengan vibrator).

11
d. Selalu cukup air pada saat curing (pemeliharaan beton segar).
e. Cukup waktu curing (4 minggu), umur beton bertambah, kedap air
turun.
f. Gradasi agregat (memenuhi spesifikasi).
8. Panas beton
Panas yang timbul saat pengerasan beton diakibatkan karena
hidrasi semen oleh air, terutama pada beton yang tebal panas
terkonsentrasi di dalam beton.
Untuk menghindari panas yang berlebihan, maka diusahakan:
a. Penggunaan semen minimum dengan memenuhi persyaratan
(kekuatan tetap tercapai).
b. Penggunaan semen tipe V akan mengurangi panas hidrasi.

2.1.4. Jenis-Jenis Beton


A. Beton ringan
Beton disebut sebagai beton ringan jika beratnya kurang dari
1800 kg/m3. Pada dasarnya, beton ringan diperoleh dengan cara
pemberian gelembung udara ke dalam campuran beton. Oleh karena itu,
pembuatan beton ringan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai
berikut:
1. Dengan membuat gelembung-gelembung gas/udara dalam adukan
semen. Dengan demikian, akan terjadi banyak pori-pori udara di
dalam betonnya. Bubuk aluminium ditambahkan ke dalam semen
dan akan timbul gelembung-gelembung udara.
2. Dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat bakar,
dan batu apung. Dengan demikian, beton yang terjadi pun akan
lebih ringan.
3. Pembuatan beton dengan tanpa butir-butir agregat halus. Dengan
demikian beton ini disebut beton nonpasir dan hanya dibuat dari
semen dan agregat kasar saja (dengan butir maksimum agregat
kasar 20 mm atau 10 mm).

12
B. Beton massa
Beton yang dibuat dalam struktur yang besar misalnya pada
bendungan, kanal, dan pangkal jembatan dinamakan beton massa
(mass concrete). Batuan dengan ukuran butir yang besar (diameter
150 mm) dan slump kecil dapat mengurangi jumlah semen yang dipakai
menjadi sekitar 5 kantong/zak saja tiap meter kubik beton. Adukan
beton tampak lebih kental dan kering sehingga memerlukan jarum
penggetar agar dapat padat.
Biasanya beton dituang tanpa menggunakan cetakan. Karena
besarnya volume beton yang dituang maka kenaikan temperatur akibat
panas hidrasi perlu diperhatikan dengan serius. Retakan beton akibat
bagian dalam beton yang panas dan bagian luar yang dingin dapat
terjadi. Untuk mengantisipasi akibat panas hidrasi semen ini dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Penuangan beton dengan lapis demi lapis yang tidak terlalu tebal dan
dalam selang waktu yang cukup lama.
2. Pemberian pipa air yang tertanam di dalam beton untuk dilewati air
dingin, sehingga panas hidrasi yang terjadi di bagian dalam beton
dapat di bawah oleh air keluar beton sehingga beton cepat dingin.
Panas hidrasi yang terlalu besar dapat mengakibatkan beton retak-
retak. Retak-retak tersebut akibat besar susutan yang tidak sama.
Oleh karena itu, dapat juga digunakan jenis semen yang panas
hidrasinya rendah (tipe V).
C. Ferosemen
Ferosemen ialah suatu bahan gabungan yang diperoleh dengan
cara memberikan kepada mortar semen suatu tulangan yang berupa
anyaman kawat baja. Mortar semen berfungsi sebagai massa dan kawat
baja sebagai pemberi kekuatan tarik dan daktilitas. Ferosemen dapat
pula diartikan sebagai beton bertulang dengan bentuk khusus, yaitu
dengan tulangan lebih rapat dari pada beton bertulang. Karena distribusi

13
dari tulangan yang kecil-kecil tapi lebih merata maka memperkecil
kemungkinan mortar untuk retak-retak.
Selain itu beberapa sifat lain misalnya ketahanan terhadap
pecah, ketahanan terhadap patah lelah, ketahanan terhadap kelolosan air
(kedap air) lebih baik. Ciri-ciri jenis beton ferosemen dapat diketahui
dengan cara:
1. Penggunaan semen yang banyak, dengan tebal diantara 10 mm
sampai 60 mm dengan volume tulangan sekitar 6 sampai 8 persen,
dengan bentuk tulangan satu lapis atau lebih.
2. Perbandingan volume antara semen dan pasir 1 : 1 1/2 dan 1 : 2, dan
kadang-kadang pula dipakai perbandingan 1 : 3.
3. Batuan yang dipakai, yaitu pasir halus, yang berfungsi sebagai
bahan pengisi sekitar 60 sampai 75 persen volume mortarnya.
4. Ukuran gradasi pasir antara 0,2 mm dan 2,4 mm.
5. Sebagai tulangan ferosemen ini memakai baja berdiameter sekitar 3
mm sampai 8 mm. Untuk skeleton (rangka) dan kawat anyam
dengan diameter kawat sekitar 0,5 mm sampai 1,5 mm.
Baja skeleton merupakan rangka yang berfungsi untuk
membentuk secara tepat ferosemen yang akan dibuat, dan skeleton ini
dipakai untuk pegangan kawat anyam. Kelebihan-kelebihan ferosemen:
1. Struktur yang dibuat dari ferosemen dapat tipis dan ringan. Oleh
karena itu, dapat terjadi penghematan pada tiang pendukungnya
maupun pondasinya. Pengalaman menunjukkan bahwa pengurangan
berat sendiri struktur sekitar 30% , pemakaian baja berkurang sekitar
15%, dan biaya pembuatan atap berkurang sebesar 10%
dibandingkan dengan struktur beton biasa.
2. Karena berat sendiri yang lebih ringan, maka amat memungkinkan
untuk dibuat pabrikasi (dicetak di pabrik).
3. Cara pengerjaannya sederhana sehingga tidak memerlukan pekerja
yang terlatih.
4. Penghematan bahan cetakan dapat dilakukan.

14
D. Beton serat
Beton serat (fiber concrete) ialah bahan komposit yang
terdiri dari beton biasa dan bahan lain yang berupa serat. Serat pada
umumnya berupa batang-batang dangan diameter antara 5 dan 500 mm,
dan panjang sekitar 25 mm. Bahan serat dapat berupa: serat asbestos,
serat tumbuh-tumbuhan (misalnya rami dan katana), serat plastik
(Qvobtpropylene), atau potongan kawat baja.
Pada beton serat, bahan serat dapat berfungsi sebagai berikut:
1. Agregat yang bentuknya tidak bulat.
2. Sifat kemudahan dikerjakan dan mempersulit terjadinya segregasi.
3. Pencegah adanya retak-retak, sehingga menjadikan beton serat lebih
detail dari pada beton biasa.
4. Pembentuk beton serat yang mempunyai sifat lebih tahan benturan
dan lenturan, dimana bahan serat yang dipakai mempunyai modulus
elastisitas yang lebih tinggi (misalnya kawat baja), tetapi bila
manggunakan bahan serat yang modulus elastisitasnya lebih rendah
(misalnya rami atau plastik), maka hanya membuat beton lebih tahan
benturan saja. Katana sifatnya yang lebih tahan benturan dari pada
beton biasa maka sering digunakan pada bangunan hidrolik, landasan
pesawat udara, jalan raya dan lantai jembatan.
E. Beton nonpasir
Beton nonpasir (no fines concrete) ialah suatu bentuk sederhana
dari jenis beton ringan yang diperoleh dangan cara menghilangkan
bagian halus agregat pada pembuatan beton.
Adapun sifat-sifat dari beton nonpasir:
1. Ukuran gradasi agregat kasar yang digunakan berkisar antara
l0 mm sampai 20 mm, walaupun ukuran yang lain dapat pula
digunakan.

15
2. Beton nonpasir terbuat dan pencampuran air, semen, dan agregat
kasar, dimana perbandingan volume antara agregat semen berkisar
antara 6 sampai 10, dan faktor air semen berkisar antara 0,35-0,45.
3. Berat jenis beton nonpasir tergantung pada gradasi agregat kasar
yang digunakan, dan pada umumnya berkisar antara 60-75 persen
dari beton biasa.
Kelebihan dari pada beton nonpasir:
1. Kebaikannya sebagai bahan isolasi panas.
2. Pembuatan beton yang lebih cepat dan sederhana.
3. Berat jenis betonnya berkurang. ·
4. Mengalami sedikit penyusutan.
5. Tidak ada kecenderungan untuk terjadinya segregasi dan dapat
dijatuhkan dengan tinggi jatuh yang lebih tinggi.
6. Pemakaian semen hanya sedikit, otomatis harga lebih murah.
F. Beton siklop
Sifat-sifat dari beton siklop:
1. Menggunakan ukuran gradasi agregat yang relatif besar-besar.
2. Ukuran agregat kasar dapat sampai sebesar 20 cm, namun proporsi
agregat yang lebih besar dari biasanya ini sebaiknya tidak lebih dari
20 persen agregat seluruhnya.
3. Beton ini digunakan pada pembuatan bendungan, pangkal jembatan,
dan sebagainya.
G. Beton hampa (vacuum concrete)
Sifat-sifat dari beton hampa:
1. Setelah campuran beton ini diaduk dan dituang serta dipadatkan, lalu
membuat cetakan beton, dimana air sisa reaksi disedot dengan cara
khusus, yang disebut cara vakum (vacuum method).
2. Setelah air sisa reaksi disedot, maka air yang tertinggal hanya air
yang digunakan untuk reaksi dengan semen sehingga beton yang
diperoleh sangat kuat.

16
H. Mortar
Pasta ialah adukan yang terdiri dari bahan ikat dan air. Mortar
(sering disebut juga mortel, atau spesi) ialah adukan yang terdiri dari
pasir, bahan ikat dan air. Bahan ikat dapat berupa tanah liat, kapur,
maupun semen portland.
Berdasarkan bahan pengikatnya, Mortar dibagi atas:
1. Mortar lumpur
Sifat-sifat dari mortar lumpur:
a. Terbuat dari campuran pasir, tanah liat/lumpur dan air.
b. Material penyusun mortar lumpur harus dicampur sampai rata
dan mempunyai kelecakan (konsistensi, tingkat kepadatan atau
kecairan) yang cukup baik.
c. Penggunaan pasir yang sedikit akan menghasilkan mortar yang
retak-retak setelah mengeras sebagai akibat besarnya susutan
pengeringan.
d. Penggunaan pasir yang banyak akan menyebabkan adukan
kurang dapat melekat.
e. Mortar ini biasa dipakai sebagai bahan tembok atau bahan
tungku api di desa.
2. Mortar kapur
Sifat-sifat mortar kapur:
a. Terbuat dari campuran pasir, kapur dan air.
b. Perbandingan jumlah pasir umumnya digunakan 2 atau 3 kali
volume kapur.
c. Selama proses pengerasan kapur mengalami susutan.
d. Mortar ini dipakai untuk pembuatan tembok bata,
3. Mortar semen
Sifat-sifat mortar semen:
a. Dibuat dari campuran pasir, semen portland dan air dalam
perbandingan air yang tepat.

17
b. Perbandingan antara volume semen dan volume pasir berkisar
antara l : 2 dan l : 6 atau lebih besar.
c. Mortar ini kekuatannya lebih besar dari pada mortar lainnya.
Oleh karena itu bisa dipakai untuk tembok, pilar, kolom atau
bagian lain yang menahan beban.
d. Karena mortar ini kedap air maka dapat pula dipakai untuk
bagian luar dan satu yang berada di bawah tanah.
4. Mortar khusus
Mortar khusus dibuat dengan menambahkan bahan khusus
pada mortar dengan tujuan tertentu. Mortar khusus dapat dibagi atas
dua, antara lain:
a. Mortar ringan, diperoleh dengan menambahkan asbestos fibers,
jute fibers (serat ramz), butir-butir kayu, serbuk gergaji kayu,
dan sebagainya. Mortar digunakan untuk bahan isolasi panas
atau peredam suara.
b. Mortar tahan api, diperoleh dengan menambahkan bubuk bata
api dengan aluminous cement dan dua bubuk bata api. Mortar ini
biasa dipakai untuk tungku api dan sebagainya.
Mortar yang baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
a. Murah.
b. Tahan Lama (awet).
c. Mudah dikerjakan (diaduk, diangkut, dipasang, diratakan).
d. Melekat dengan baik dengan bata, batu, dan sebagainya.
e. Cepat kering atau keras.
f. Tahan terhadap rembesan air.
g. Tidak timbul retak-retak setelah dipasang.
Pada penyusunan laporan praktikum ini, akan dijelaskan pula
tentang pembagian kelas dan mutu beton, yaitu:
1. Beton Kelas I, mutu beton ini disebut mutu Bo, dan dipergunakan untuk
pekerjaan-pekerjaan nonstruktural. Pada pelaksanaannya, tidak
diperlukan keahlian khusus.

18
2. Beton Kelas II, untuk pekerjaan-pekerjaan struktural secara umum. Di
dalam pelaksanaan memerlukan keahlian yang cukup. Beton Kelas II
dibagi dalam mutu-mutu standar yaitu, K-125, K-175, dan K-225.
3. Beton Kelas III, beton untuk pekerjaan-pekerjaan struktural dimana
digunakan mutu beton yang lebih tinggi dari K-225 atau dengan kekuatan
tekan karakteristik 225 Kg/cm2.

2.2. SEMEN
2.2.1. Pengertian Umum
Semen adalah material yang mempunyai sifat adhesif dan
kohesif yang dapat mengadakan ikatan dengan pecahan-pecahan
material menjadi satu kesatuan yang utuh. Semen portland diproduksi
pertama kalinya pada tahun 1824 oleh Asdipin dengan memanaskan
suatu campuran tanah liat yang dihaluskan dengan batu kapur atau
kapur tulis dalam suatu dapur sehingga mencapai suhu yang cukup
tinggi untuk menghilangkan gas asam karbon.
Sebelum tahun 1845, Isaac Johnson membakar bahan bersama-
sama dalam suatu dapur atau pembakaran kapur sampai melebur dan
mengeras kembali, sehingga menghasilkan sejenis yang amat mirip
dengan sifat kimia pokok dari semen portland modern.
Pada abad sekarang ini, semen portland sudah merupakan
bahan pengikat hidrolis yang penting dan banyak digunakan dalam
pembangunan fisik. Lokasi pembuatan semen dipilih pada tempat
dimana jenis bahan baku semen berdekatan. Di dunia ini sebenarnya
terdapat berbagai macam semen, dan tiap macamnya digunakan untuk
kondisi-kondisi tertentu sesuai dengan sifat-sifatnya yang khusus.
Suatu semen jika diaduk dengan air akan terbentuk adukan
pasta semen, sedangkan jika diaduk dengan air kemudian ditambah
pasir akan menjadi mortar semen, dan jika ditambah lagi dengan
kerikil atau batu pecah akan membentuk sebuah beton.

19
Fungsi semen ialah untuk merekatkan butir-butir agregat agar
terjadi suatu massa yang kompak atau padat. Selain itu juga semen
dapat mengisi rongga-rongga di antara butiran agregat. Walaupun
semen hanya kira-kira mengisi 10% saja dari volume beton. Namun
karena merupakan bahan yang aktif maka perlu dipelajari maupun
dikontrol secara ilmiah.
Bahan dasar pembuatan semen portland adalah batuan kapur
atau tanah aspal dan tanah liat serta tanah lempung. Perbandingan
antara tanah liat dengan kapur berganti-ganti antara 60% - 66% dan
20% - 30% tanah liat. Dari bahan inilah, diperoleh bahan kimia untuk
pembuatan semen portland, berupa Kalsium, Oksida (kapur tohor),
Silikon dioksida (silikat, SiO2), Aluminium oksida (Alumina atau
tawas, Al2O3), dan sejumlah bahan lainnya.

2.2.2. Proses Pembuatan Semen


Proses pembuatan semen terdiri atas:
a. Penghalusan (Grinding) bahan baku.
b. Pencampuran bahan baku yang halus dengan proporsi tertentu dan
membakarnya dalam silinder yang berputar (Rotate Klin) pada
temperatur kira-kita 1400oC sampai bahan-bahan tersebut
membentuk gumpalan-gumpalan seperti bola yang disebut dengan
klinker.
c. Klinker didinginkan dan dihaluskan menjadi bubuk, gips
ditambahkan, sehingga terbentuklah semen.
Pencampuran dan penghalusan bahan baku dapat dilakukan
baik dalam air (Wet Process) ataupun di dalam udara biasa
(Dry Process).
Pembuatan semen dengan proses basah (Wet Process):
a. Tanah liat dihancurkan dalam air pada tempat pencucian.
b. Tanah liat yang sudah cair (Clay Slurry) dipompakan ke tempat
pencucian (Wash Mill) kedua. Pada saat itu juga kapur dimasukkan.

20
c. Campuran ini diayak melalui ayakan-ayakan (Sieve), akan
diperoleh semen cair (cement slurry) yang dimasukkan ke tangki
slurry. Jika batuan kapur (Lime stone) digunakan maka harus
dibakar dahulu, dihancurkan dan dimasukkan ke dalam "Ball mill"
bersama-sama dengan tanah liat yang cair.
d. Dari slurry tank, cement slurry diproses dalam rotary klin berupa
silinder berdiameter 7,5 m dan panjang mencapai 230 m yang
berputar perlahan-lahan sambil dilakukan pembakaran terhadap
cement slurry sampai mencapai temperatur 1400oC - 1500oC. Maka
akan diperoleh klinker dengan berdiameter 3 mm - 25 mm.
e. Klinker didinginkan dalam cooler.
f. Klinker digiling halus bersama-sama gypsum dalam ball mill,
gypsum berfungsi untuk menghindari terjadinya flash setting of
cement (pengikat awal yang lebih cepat), diperoleh bubuk semen
yang siap dimasukkan ke silo semen untuk dipasarkan. Semen yang
halus tersebut mempunyai 1,1 x 1012 partikel per kilogramnya.
Pembuatan semen dengan proses kering (Dry Process)
a. Batuan kapur (lime stone) dan lempung (shale) dihaluskan,
dicampurkan dengan perbandingan tertentu dalam grinding mill
(ball mill) menjadi bubuk halus yang disebut dengan "raw meal".
b. Raw meal di pompa ke dalam raw meal silo.
c. Lalu diputar dalam klin pada temperatur 1400°C diperoleh klinker.
d. Kemudian klinker didinginkan dalam cooler.
e. Gypsum ditambahkan kemudian bersama-sama digiling sampai
halus dalam ball.
f. Semen yang diperoleh dimasukkan dalam silo semen dan siap
untuk dipasarkan.

21
2.2.3. Sifat-Sifat Semen
Sifat-sifat semen portland dapat dibagi atas:
1. Sifat kimia
Sifat kimia dari semen portland sangat rumit, dan belum
dimengerti sepenuhnya. Dalam hal ini cukup untuk mengenal
pilihan bahan dan pengertian terhadap pengaruh empat senyawa
kimia terhadap proses pengikatan dan pengerasan.
Komposisi dari semen portland berdasarkan analisis
perhitungan kimia, terdapat susunan bahan dasar dengan persentase
sebagai berikut:
 Silikat (SiO2) 20 % - 25 %
 Aluminium Oksida (A12O3) 3 % - 7 %
 Kalsium Oksida (CaO)/Kapur 62 % - 67 %
 Feroksida (Fe2O3) 2 % - 5 %
 Magnesia (MgO) 0,5 % - 4 %
 Sulfur (SO4) 1 % - 2 %
 Soda/Potash 0,5 % - 1 %
Hampir dua pertiga bagian semen terbentuk dan zat kapur
(Kalsium Oksida) yang proporsinya berperan penting terhadap
sifat-sifat kimia semen (hidrasi semen). Zat kapur yang berlebihan
kurang baik untuk semen, karena dapat menyebabkan terjadinya
desintegrasi (perpecahan) semen setelah timbul ikatan.
Kadar kapur yang tinggi tapi tidak berlebihan, cenderung
memperlambat pengikatan semen, tetapi menghasilkan kekuatan
awal yang tinggi. Kekurangan zat kapur akan menghasilkan semen
yang lemah, dan apabila kurang sempurna pembakarannya akan
menyebabkan ikatan yang cepat.
Silika membentuk sekitar seperlima sedangkan alumina
hanya ada sekitar seperdua belas dalam semen. Silika dalam kadar
tinggi, yang biasanya disertai alumina dengan kadar rendah, akan
menghasilkan semen dengan ikatan lambat tapi kekuatan tinggi,

22
dan meningkatkan ketahanan terhadap agresi kimia. Namun
sebaliknya, apabila alumina pada kadar tinggi dan silika pada kadar
rendah akan menghasilkan semen dengan pengikatan yang cepat
dan kekuatan yang tinggi.
Zat feroksida, memberi warna abu-abu pada semen, dan
berlaku sama seperti alumina. Alkali, Soda (potash) biasanya
hilang melalui cerobong asap, ketika semen dibakar, dan hanya
terdapat dalam jumlah kecil dalam semen. Apabila jumlahnya
berlebihan, akan terjadi pemekaran, serta menambah resiko rusak
karena reaksi agregat dengan alkali.
Ketika semen dicampur dengan air, timbullah reaksi kimia
antara campuran-campurannya dengan air. Pada tingkatan awal,
sejumlah kecil dari retarder (gips, bahan untuk memperlambat
pengerasan) cepat terlarut, dan dapat berpengaruh terhadap reaksi-
reaksi kimia lain yang sedang terjadi. Reaksi-reaksi ini
menghasilkan bermacam-macam senyawa kimia yang
menyebabkan ikatan dan pengerasan (hidrasi). Ada pun senyawa
kimia yang terkandung dalam semen, adalah:
 Trikalsium Silikat (C3S) atau 3CaO.SiO2
3CaO+ SiO2 3CaO.SiO2
 Dikalsium Silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2
2CaO+ SiO2 2CaO.SiO2
 Trikalsium Aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O2
3CaO + Al2O 3C3O.Al2O3
 Tetrakalsium Aluminoferit (C4AF) atau 4CaO.Al2O3.Fe2O3
4C8O + Al2O3 + FC2O3 4C3O.Al2O3.FeO3
2. Sifat fisik.
Sifat-sifat fisik semen terdiri dari:
1. Kehalusan butiran
Reaksi antara semen dan air dimulai dari permukaan
butir-butir semen, sehingga makin luas permukaan butir-butir

23
semen (dari berat semen yang sama) makin cepat proses
hidrasinya. Hal ini berarti bahwa butir-butir semen yang halus
akan menjadi kuat dan menghasilkan panas hidrasi yang lebih
cepat dari pada semen dengan butir-butir yang lebih kasar.
Secara umum, semen berbutir halus meningkatkan kohesi pada
beton segar (fresh concrete) dan dapat pula mengurangi
bleeding, akan tetapi menambah kecenderungan beton untuk
menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak
susut.
2. Pengikatan dan pengerasan semen (setting and hardening)
Pengikatan semen adalah saat tercampurnya air dan
semen sehingga terjadi proses hidrasi yang secara fisik akan
nampak terjadi pasta yang plastis dan dapat dibentuk, sampai
beberapa waktu, lalu mulai terjadi pengerasan. Pengikatan
semen dapat dibagi atas dua bagian, yaitu:
a) Pengikatan awal (initial time)
Pengikatan awal adalah waktu dari pencampuran semen dan
air sampai kehilangan sifat keplastisannya.
b) Pengikatan akhir (final setting time)
Pengikatan akhir adalah waktu dari pencampuran semen
dan air sampai mencapai pastanya menjadi massa yang
keras.
Pada semen portland, waktu ikat awal tidak boleh
kurang dari 45 menit dan waktu ikat akhirnya tidak boleh lebih
dari 375 menit (± 6 jam). Di laboratorium, pengujian waktu ikat
semen dapat diketahui dengan menggunakan alat vicat ataupun
gillmore.
Pada umumnya waktu ikat semen dipengaruhi oleh
kandungan C3A, kandungan gypsum, dan kehalusan semen itu
sendiri.

24
3. Panas hidrasi
Panas hidrasi semen adalah kuantitas panas dalam
kalori/gram pada semen yang terhidrasi. Waktu berlangsungnya
dihitung sampai proses hidrasi berlangsung secara sempurna
pada temperatur tertentu.

2.2.4. Jenis-Jenis Semen Portland


Perubahan komposisi kimia semen yang dilakukan dengan
cara mengubah persentase empat komponen utama semen, maka dapat
menghasilkan beberapa jenis semen sesuai dengan pemakaiannya.
Sesuai dengan tujuan pemakaiannya, semen portland di Indonesia
dibagi menjadi lima jenis, yaitu:
Jenis I : Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak
memerlukan persyaratan-persyaratan khusus.
Jenis II : Semen portland yang dalam penggunaannya
memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi
sedang.
Jenis III : Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut
persyaratan awal yang tinggi.
Jenis IV : Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut
persyaratan panas hidrasi yang rendah.
Jenis V : Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut
persyaratan sangat tahan terhadap sulfat.

2.3. AGREGAT
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan
pengisi dalam campuran mortar atau beton. Komposisi agregat dalam
campuran beton ± 70% dari volume beton sehingga sifat-sifat dan mutu
agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat dan mutu beton. Berbagai
jenis agregat telah dipergunakan untuk membuat beton guna mencapai
berbagai macam tujuan pemakaian, misalnya untuk membuat beton pratekan,

25
beton ringan, beton lembaran dan beton berat untuk penahan radiasi sinar
isotop. Ditinjau dari berat jenisnya, agregat dapat di golongkan ke dalam:
a. Agregat berat
Agregat yang termasuk dalam golongan agregat berat, antara
lain: magnetit, barito, dan butiran besi.
b. Agregat normal
Agregat yang termasuk dalam golongan agregat normal adalah
agregat yang berasal dari alam (kerikil dan batu pecah), atau agregat
buatan seperti pecahan bata dan tarak dapur tinggi dari industri besi/baja.
c. Agregat ringan
Agregat ringan dapat berasal dari alam maupun agregat buatan.
Yang berasal dari alam antara lain batu apung, asbes dan berbagai serat
alam, sedangkan agregat buatan antara lain tarak dapur tinggi yang
bergelembung udara, tanah liat, parlit yang dikembangkan dengan cara
pembakaran.
Di dalam laporan ini hanya dibahas mengenai agregat normal yang
berasal dari alam, karena agregat inilah yang banyak dipergunakan untuk
pembuatan beton di Indonesia. Agregat beton dipisahkan ke dalam dua bagian
yaitu agregat halus yang biasanya disebut pasir, dan agregat kasar yang
biasanya disebut kerikil atau batu pecah. Yang dimaksud dengan agregat
halus adalah agregat yang mempunyai besar butir lebih kecil dari 5 mm,
sedangkan agregat kasar ialah agregat yang ukuran besar butirnya lebih besar
dari 5 mm.
A. Agregat Halus (Pasir Alam)
Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alami dari hasil
disintegrasi alami dari butir batuan atau berupa pasir yang dihasilkan
oleh alat-alat pemecah batu dengan syarat-syarat pengawasan mutu
agregat untuk berbagai mutu beton, maka agregat halus harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:

26
1. Agregat halus terdiri dari butir-butir tajam dan keras. Butir-butir
agregat halus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh
pengaruh cuaca, seperti sinar matahari dan hujan.
2. Kandungan lumpur agregat halus tidak lebih dari 5% terhadap volume
agregat halus. Apabi1a kadar lumpur melampaui batas yang telah
ditentukan, maka agregat tersebut harus dicuci.
3. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu
banyak, yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari Abraham
Harder (dengan larutan NaOH). Agregat halus yang tidak memenuhi
percobaan warna ini dapat juga dipakai, asal kekuatan tekan adukan
agregat tersebut pada umur 7 sampai 28 hari tidak kurang dari 95%
dari kekuatan adukan agregat yang sama. Tetapi dicuci dalam larutan
NaOH 3% dan kemudian dicuci hingga bersih dengan air pada umur
yang sama.
4. Agregat halus terdiri dari butir-butir beraneka ragam besarnya dan
apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan dalam
pasal 35 ayat 1, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Sisa di atas ayakan No. 4 harus minimum 2% dari berat agregat.
b. Sisa di atas ayakan No. l harus minimum 10% dari berat agregat.
c. Sisa di atas ayakan 0,25 mm harus berkisar antara 80% dan 95%.
d. Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat halus untuk semua
mutu beton kecuali dengan petunjuk dari lembaga pemeriksaan
bahan-bahan yang diakui.

B. Agregat Kasar (Kerikil dan Batu Pecah)


Agregat kasar sebagai bahan campuran beton dapat berupa kerikil
sebagai hasil disintegrasi alami dari batu-batuan atau berupa batu pecah
yang diperoleh dari pemecahan batu. Pada umumnya yang dimaksud
dengan agregat kasar adalah agregat dengan besar butiran lebih dari
5 mm dan kurang dari 70 mm. Sesuai dengan syarat-syarat pengawasan

27
umum untuk berbagai mutu beton, maka agregat kasar harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
1. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak
berpori besar. Agregat kasar yang mempunyai butir-butir pipih hanya
dapat dipakai apabila jumlah butir-butir pipih tersebut tidak melebihi
20% dari berat agregat seluruhnya. Butir-butir agregat kasar harus
bersifat kekal artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca,
seperti sinar matahari dan hujan.
2. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%
(ditentukan terhadap berat kering). Lumpur adalah bagian-bagian yang
dapat lolos melalui ayakan 0,063 mm. Dan apabila kadar lumpur
melampaui 1%, maka harus dicuci terlebih dahulu.
3. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak
beton, seperti zat-zat reaktif alkali.
4. Kekerasan dari butir-butir agregat kasar diperiksa dengan bejana
penguji dari Rudef dan dengan menggunakan beban penguji 20 ton,
dimana memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5-19,0 mm dan lebih
dari 24% dari berat agregat.
b. Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,0-30 mm. Lebih dari
22% dari berat agregat, atau dengan menggunakan mesin Los
Angeles, tidak boleh terjadi kehilangan berat lebih dari 50%
berat agregat.
5. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang tidak seragam, dan
apabila diayak dengan ayakan, maka harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
a. Sisa diatas ayakan 1,5" harus lolos 100%.
b. Sisa diatas ayakan 4 mm, harus berkisar antara 90% - 98% dari
berat agregat.
c. Selisih antara sisa-sisa kumulatif di atas 2 ayakan yang
bermuatan, maksimal 60% dan minimal 10%.

28
3.4. AIR
Air merupakan bahan dasar pembuat beton yang penting. Namun
harganya paling murah. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen,
serta untuk menjadi bahan pelumas antara butir-butir agregat agar dapat
mudah dikerjakan dan dipadatkan.
Air yang diperlukan sesuai dengan nilai perbandingan air semen
yang digunakan. Adapun kelebihan air yang akan digunakan berfungsi
sebagai pelumas antara butir-butir agregat. Tetapi perlu dicatat bahwa
tambahan air untuk pelumas tidak boleh terlalu banyak, karena dapat
menyebabkan penurunan kekuatan beton.
Air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum memenuhi
syarat pula untuk bahan campuran beton, tetapi tidak berarti air
pencampur beton harus memenuhi standar persyaratan air minum. Secara
umum, air yang dapat dipakai untuk bahan pencampur beton ialah air
yang bila dipakai akan dapat menghasilkan beton dengan kekuatan lebih
dari 90% kekuatan beton yang memakai air suling.
Adapun persyaratan air yang digunakan untuk pencampuran beton
adalah:
a. Tidak mengandung lumpur (dan benda melayang lainnya) lebih dari
2 gram perliter.
b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam,
zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram perliter.
c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram perliter.
d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari l gram perliter.

2.5. BAHAN TAMBAH (ADMIXTURE)


Bahan tambah adalah suatu bahan berupa serbuk atau cairan,
yang dibubuhkan ke dalam campuran beton selama pengadukannya
dalam jumlah tertentu untuk mengubah beberapa sifatnya. Bahan adiktif
ini ditambahkan pada saat pengadukan dan harus diperhatikan
jumlahnya.

29
Sebenarnya tujuan dari penggunaan admixture ini adalah untuk
memberikan sifat tertentu pada beton, mengubah sifat beton, menghemat
biaya pembuatan beton. Di pasaran, banyak tersedia jenis-jenis bahan
admixture ini,. Namun untuk memperoleh informasi yang detail
mengenai penggunaan admixture sulit kita dapatkan. Oleh karena itu,
pemakaian dari admixture harus hati-hati sekali karena bukan tidak
mungkin hasil yang kita capai nantinya bertolak belakang dengan yang
kita inginkan. Admixture dapat kita kelompokkan dalam 5 kelompok:
1. Air enterainings agents
2. Accelerators
3. Retarders
4. Water reducers
5. Bahan tambahan lainnya

2.6. AGREGAT GABUNGAN


2.6.1. Pengertian umum
Yang dimaksud dengan penggabungan agregat adalah
pencampuran dari agregat halus dan kasar, yang mempunyai
sifat yang berbeda sehingga menjadi suatu campuran yang
homogen dan mempunyai susunan butir sesuai yang kita
rencanakan/sesuai standar. Tujuan diadakannya penggabungan
agregat adalah untuk menghasilkan spesi beton yang:
1. Workabilitasnya baik
2. Ekonomis
3. Memiliki kekuatan tekan hancur yang tinggi
Hal ini dapat dibuktikan, misalnya jika campuran pasir
dan kerikil tidak seragam dan kurang maka dengan
menggunakan semen yang banyak sehingga biayanya besar dan
mudah retak akibat penyusutan yang terlalu banyak.

30
Demikian pula sebaliknya, jika kerikil yang digunakan
terlalu banyak, maka semen yang digunakan sedikit sehingga
pengerjaan yang sulit dan beton akan mudah keropos. Oleh
karena itu, perlu direncanakan perbandingan antara pasir dan
kerikil yang sebaik mungkin sehingga nantinya didapatkan hasil
(spesi) beton yang efisien dan efektif. Sebagai pedoman, untuk
mendapatkan persentase masing-masing agregat yang
diperlukan dalam penggabungan agregat, pertama perlu
diketahui bahwa persentase agregat kasar harus lebih besar dari
persentase agregat halus, yaitu persentase agregat kasar lebih
besar dari 50%.
Ada beberapa cara untuk memperoleh persentase
masing-masing agregat, sehingga membentuk agregat yang
gradasinya akan memenuhi standar, antara lain adalah metode
analisis, metode grafis, metode diagonal, dan metode bujur
sangkar. Pada laporan praktikum ini, kami akan menjelaskan
cara analisis saja.

2.6.2. Penggabungan Agregat dengan Metode Analisis


Menggabungkan agregat halus dan agregat kasar dengan
metode analisis dapat menggunakan persamaan sebagai berikut:
𝒙 𝟏𝟎𝟎−𝒙
Y0 = Y1 𝟏𝟎𝟎 + Y2 𝟏𝟎𝟎

Dimana:
Y0 = Nilai dari rata-rata batas ayakan yang diambil
Y1 = Hasil analisis agregat pertama pada ayakan yang
diambil
Y2 = Hasil analisis agregat kedua pada ayakan yang
diambil
x = Nilai yang dicari
100 = Satuan dalam agregat gabungan,
bahwa agregat 1 + agregat 2 = 100%

31
2.7. PERENCANAAN CAMPURAN BETON
Pada saat ini, dalam bidang pembuatan bangunan banyak
digunakan beton sehingga kita dituntut untuk dapat merancang
perbandingan campuran yang lebih tepat, sesuai dengan ketentuan
perancangan proporsi campuran adukan beton.
Perencanaan adukan beton cara Inggris (The British Mix Design
Method) tercantum dalam “Design of Normal Concrete Mixer" telah
menggantikan cara "Road Note No. 4" sejak tahun 1975. Di Indonesia,
dikenal dengan cara "DOE" (Departement of Environment), Building
Research Enstablishment, British. Perencanaan dengan cara DOE dipakai
sebagai standar perencanaan oleh DPU di Indonesia, dan dimuat dalam
buku standar No. SK-SNI T-15-1990-03 dengan judul bukunya
“Tata Cara Pembuatan Rencana Beton Normal". Dalam perencanaan,
digunakan beberapa tabel dan grafik. Perencanaan adukan beton
dilaksanakan atas pertimbangan:
1. Persyaratan kuat desak
2. Faktor air semen/kadar semen minimum
3. Workabilitas
4. Sifat-sifat agregat dan jenis-jenis semen
5. Kondisi lingkungan
Adapun kekurangan menggunakan metode DOE dalam
perencanaan campuran:
1. Jenis agregat yang hanya ditetapkan sebagai batu pecah dan alami
saja tampaknya sulit, karena walaupun sering agregat alami tetapi
bentuk dan permukaannya tidak bulat atau halus. Kekesaran
permukaan butir merupakan hal yang sulit diukur, dan ini
berpengaruh terhadap jumlah air yang diperoleh.
2. Diagram proporsi agregat halus terhadap agregat total sulit
mendapatkan hasil yang tepat. Hal ini selain karena diagram itu
merupakan daerah, juga karena gradasi agregat halus yang tersedia

32
kadang-kadang tidak berimpit, dengan salah satu kurva dari empat
kurva gradasi yang disediakan.
3. Diagram hubungan antara faktor air semen dan kuat tekan rata-rata
silinder beton tidak sama untuk berbagai jenis agregat yang dipakai
untuk beton, sehingga sebaiknya dipakai diagram yang sesuai untuk
tiap agregat yang digunakan.

2.8. PENGOLAHAN BETON


A. Pengadukan Beton
Pengadukaan beton adalah proses pencampuran antara
bahan-bahan dasar beton dalam perbandingan yang baik. Proses
pengadukan dilakukan sampai warna adukan tampak rata, kelecakan
yang cukup (tidak cair dan tidak padat), dan campurannya kelihatan
homogen. Cara pengadukan dapat dilakukan dengan tangan ataupun
mesin. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses penuangan dan
pemadatan beton:
1. Adukan beton harus dituang secara terus menerus (tidak
terputus) agar diperoleh beton yang seragam.
2. Permukaan cetakan yang berhadapan dengan adukan beton,
harus diolesi minyak agar beton yang terjadi tidak melekat
dengan cetakannya.
3. Selama penuangan dan pamadatan harus dijaga agar posisi
cetakan maupun tulangan tidak berubah.
4. Adukan beton jangan dijatuhkan dengan tinggi jatuh lebih dari
satu meter, agar tidak terjadi pemisahan bahan-bahan
pencampurnya.
5. Pengecoran tidak boleh dilakukan pada waktu turun hujan.
6. Sebaiknya tebal lapisan beton untuk setiap kali penuangan tidak
lebih dari 45 cm pada beton massa dan 30 cm pada beton
bertulang.

33
B. Pemadatan Adukan Beton
Pemadatan adukan beton adalah suatu usaha untuk
menghindari terjadinya rongga di dalam beton. Pemadatan adukan
beton dapat dilakukan secara manual maupun dengan menggunakan
mesin. Pemadatan dengan cara manual dilakukan dangan alat berupa
tongkat baja atau tongkat kayu, sedangkan pemadatan dengan
bantuan mesin dilakukan dangan alat getar (vibrator). Alat getar
mengakibatkan getaran pada beton segar yang baru saja dituang,
sehingga mengalir dan menjadi padat. Penggetaran yang terlalu lama
harus dicegah untuk menghindari mengumpulnya kerikil di bagian
bawah dan hanya mortar yang ada di bagian atas.
C. Perawatan Beton
Perawatan beton adalah suatu pekerjaan menjaga agar
permukaan beton segar selalu lembab, sejak adukan beton
dipadatkan sampai beton dianggap cukup keras, sehingga proses
hidrasi semen berjalan sempurna. Perawatan beton dapat dilakukan
dengan beberapa cara, antara lain:
1. Meletakkan beton segar di dalam ruangan yang lembab.
2. Meletakkan beton segar di dalam air.
3. Menyelimuti permukaan beton dengan karung basah.
4. Menyirami permukaan beton setiap saat secara terus-menerus.
D. Pegujian Slump
Pengujian slump adalah suatu cara untuk mengukur
kelacakan adukan beton, yaitu keenceran/kekentalan adukan yang
berguna dalam pengerjaan beton. Percobaan ini menggunakan alat-
alat sebagai berikut:
1. Corong baja yang berbentuk konis berlubang pada kedua
ujungnya. Bagian bawah berdiameter 20 cm. Adapun bagian
atas berdiameter l0 cm, dan tinggi 30 cm.
2. Tongkat baja dengan diameter 16 mm dan panjang 60 cm serta
bagian ujung tongkat dibulatkan.

34
Pengambilan nilai slump dapat dilakukan dengan cara:
1. Corong baja ditempatkan di atas tempat yang rata dan tidak
menghisap air, dengan diameter yang besar di bawah dan
diameter yang kecil di atas.
2. Adukan beton dimasukkan ke dalam corong dengan hati-hati
dan corong dipegang erat-erat agar tidak bergerak.
3. Adukan beton dimasukkan ke dalam corong sebanyak tiga lapis,
dan setiap lapisnya ditusuk sebanyak 25 kali tusukan dengan
menggunakan tongkat baja. Diusahakan agar tusukan pada
lapisan kedua tidak menyentuh lapisan pertama, begitu pula
tusukan pada lapisan ketiga tidak menyentuh lapisan kedua.
4. Lalu permukaan beton diratakan sama dengan permukaan
corong, setelah itu tunggu 60 detik.
5. Corong ditarik lurus ke atas kemudian diukur penurunan
permukaan atas adukan beton. Besar penurunan adukan beton
tersebut disebut nilai slump.
Dari cara percobaan ini, dapat diketahui bahwa lebih cair
adukan akan diperoleh nilai slump yang lebih besar.

2.9. KUAT TEKAN BETON


Kekuatan beton yang diproduksi mempunyai kecendrungan
bervariasi dari adukan ke adukan. Pengujian terhadap kualitas adukan
dilakukan dari suatu benda uji standar yang berbentuk kubus
(15 x l5 x 15) cm atau (20 x 20 x 20) cm dan benda uji selinder
(15 x 30) cm. Dalam SK-SNI-T-15-03-1991, pengujian terhadap kualitas
beton disyaratkan dengan menggunakan benda uji silinder. Hal ini
disebabkan karena kuat tekan benda uji silinder lebih konstan (tidak
bervariasi terlalu besar). Namun demikian, dalam pengujian di lapangan
masih diperbolehkan dalam menggunakan kubus tetapi hasilnya
dikonversikan dalam silinder. Perbandingan kekuatan hasil uji silinder
terhadap kubus, dalam PBI-71 sebesar 83%.

35
Pengujian suatu benda uji beton standar cenderung akan
memberikan variasi kekuatan yang disebabkan oleh berbagai faktor yang
berbeda-beda sebagai berikut:
a. Variasi kualitas semen
b. Variasi suhu
c. Ketidaktepatan dalam proporsi material
d. Variasi terhadap faktor air semennya
e. Variasi gradasi agregat
f. Pemadatan yang kurang
g. Perawatan yang tidak memuaskan
Pada setiap contoh benda uji tertentu, beberapa faktor di atas akan
cenderung mengurangi kekuatan desak sedangkan yang lain cenderung
untuk meningkatkannya.
Kemudian kuat desak yang diperoleh sebenarnya akan tergantung
pada keseimbangan pengaruh positif dan negatifnya, sehingga terjadi
penyimpangan (deviasi) dari harga rata-rata suatu pengujian dalam
jumlah tertentu.
Analisis kekuatan benda uji dari suatu pengecoran penunjukkan
bahwa nilai distribusinya mempunyai hubungan dengan teori probabilitas
(kemungkinan), sehingga mempunyai distribusi normal atau Gaussian
Standar Deviasi (Sr).
Dengan kekuatan tekan rata-rata (fcr) dan standar deviasi tersebut,
akan berlaku hubungan :
f’c = fcr – k . Sr
dimana nilai (k) tergantung pada jumlah benda uji, yaitu 1,64 untuk
20 benda uji dengan tingkat kegagalan hanya sebesar 5%.
Dalam konsep PBI-1971, telah disebutkan bahwa untuk
melakukan pengujian suatu kualitas campuran beton minimal 20 benda
uji. Dalam TPPKB-89 pasal 5.6.2.3, tercantum bahwa pekerjaan beton
dikatakan memenuhi syarat bila:

36
a. Nilai rata-rata dari semua pasangan hasil benda uji (yang masing-
masing pasangan terdiri dari empat hasil uji kuat tekan) tidak kurang
dari f’c + 0,82 s.
b. Tidak satu pun dari hasil uji tekan (rata-rata dari dua silinder/kubus)
kurang dari 0,85 f’c.
Mutu beton yang diperoleh dari hasil pengujian beberapa benda
uji dinamakan kekuatan karakteristik untuk hasil uji kubus (diberi
kode K) dan kuat tekan yang disyaratkan untuk hasil uji silinder (diberi
kode f’c).

37
BAB III
PELAKSANAAN PERCOBAAN

3.1. PEMERIKSAAN SEMEN


3.1.1. Berat Jenis Semen

A. Tujuan Pemeriksaan

Untuk menentukan berat jenis semen portland yaitu


perbandingan antara berat isi kering semen pada suhu kamar
dengan berat isi air suling pada suhu 4oC yang isinya sama
dengan isi semen.
B. Alat-alat yang Digunakan
1. Botol Le Chatelier
2. Timbangan
3. Corong kaca
4. Gelas ukur dengan kapasitas 250 mL
5. Talam 2 buah
6. Kawat penusuk
7. Bak perendam
8. Termometer
9. Statif
C. Bahan yang Digunakan
1. Semen Portland sebanyak 64 gram
2. Karosin dengan berat jenis 62 API (American Protelium
Institute)
3. Air suling
D. Prosedur Pemeriksaan
a. Menyaring karosin pada gelas ukur dengan menggunakan
kertas saring kurang lebih 1/3 gelas ukur.
b. Selanjutnya menuangkan karosin ke dalam botol Le Chatelier
sampai pada skala antara 0 – 1 dengan menggunakan corong

38
kaca yang dilengkapi dengan selang agar dinding bagian
dalam botol tidak basah.
c. Memasukkan botol Le Chatalier ke dalam bak perendam dan
memasang kedua termometer yaitu satu di dalam botol dan
satunya lagi di dalam bak perendam serta menyamakan
suhunya untuk mencegah variasi suhu 0,2oC.
d. Mengamati suhu kedua termometer tersebut. Setelah suhunya
sama, segera keluarkan botol tersebut dari bak perendam dan
lakukan pembacaan pada skala botol (V1).
e. Memasukkan semen sebanyak 64 gram sedikit demi sedikit
ke dalam botol dengan kawat penusuk, mengusahakan agar
tidak terjadi penempelan semen pada dinding botol di atas
permukaan cairan.
f. Memutar botol secara perlahan-lahan dengan posisi agak
miring, sehingga cairan di dalam botol bebas terhadap
gelembung udara.
g. Mengulangi point c.
h. Setelah suhu air sama dengan cairan di dalam botol, segera
melakukan pembacaan pada skala botol (V2).

E. Rumus Perhitungan
𝐁𝐞𝐫𝐚𝐭 𝐒𝐞𝐦𝐞𝐧
Berat Jenis = x 𝐝
( 𝐕𝟐 − 𝐕𝟏 )

Dimana :
V1 = Pembacaan pertama skala botol
V2 = Pembacaan kedua skala botol
d = Berat isi air suling pada suhu 4°C = 1 gr/cm3

F. Hasil Perhitungan
Terlampir

39
3.1.2. Kehalusan Semen
A. Tujuan Pemeriksaan
Untuk menentukan tingkat kehalusan semen portland
dengan menggunakan saringan, dimana kehalusan adalah faktor
yang penting yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi antara
partikel semen dengan air.

B. Alat-Alat yang digunakan


1. Saringan No.100, No. 200 dan pan
2. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram
3. Talam dan kuas

C. Bahan
Semen Portland 2 x 50 gram

D. Prosedur Pemeriksaan
a. Menimbang dan mencatat tiap saringan dalam keadaan bersih
(A), kemudian menyusun dengan susunan saringan No.100,
No. 200 dengan pan secara berurutan dari yang paling atas.
b. Menimbang semen sebanyak 2 x 50 gram (B).
c. Memasukkan contoh semen ke dalam susunan saringan
tersebut, lalu menggoyangkan saringan sampai tidak ada lagi
contoh semen yang lolos dari masing-masing saringan.
d. Membersihkan debu semen yang melekat pada bagian luar
masing-masing saringan dengan menggunakan kuas.
e. Menimbang dan mencatat masing-masing berat saringan
beserta isinya (C).
f. Menghitung berat contoh semen yang tertahan di atas
masing-masing saringan (D = C - A).
Catatan : Percobaan ini minimal dilakukan sebanyak dua kali.

40
E. Rumus Perhitungan.
D C−A
Persentase Kehalusan = x 100 % = x 100 %
B B

Dimana :
D = Berat tertahan tiap saringan
B = Berat contoh semen

F. Hasil Perhitungan
Terlampir

3.1.3. Konsistensi Normal Semen


A. Tujuan Pemeriksaan
Menentukan waktu pengikatan permulaan semen hidrolis
(dalam keadaan konsistensi normal) dengan menggunakan alat
vicat.

B. Alat-Alat yang Digunakan


1. Mesin aduk (mixer) dengan menggunakan daun pengaduk
dari yang tahan karat serta mangkuk yang dapat lepas
2. Alat vicat dan cincin konis
3. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram
4. Gelas ukur kapasitas 150 cc atau 200 cc
5. Pelat kaca
6. Alat penggorek (scraper)
7. Sarung tangan karet
8. Spatula
9. Talam
10. Stopwatch

C. Bahan yang Digunakan


1. Semen portland sebanyak 500 gram
2. Air suling

41
D. Prosedur Pemeriksaan
1. Pencetakan Pasta
a. Memasang daun pengaduk dan mangkuk bebas air pada
mesin pengaduk (mixer).
b. Memasukkan bahan-bahan ke dalam mangkuk dengan
cara:
 Menuangkan semen ke dalam mangkuk.
 Menuangkan air ke dalamnya sebanyak 125 cc sampai
dengan 155 cc dan membiarkannya bereaksi selama
30 detik (dihitung pada saat mulainya semen
bersentuhan dengan air).
c. Menjalankan mixer dengan kecepatan rendah
(140 ± 5) rpm selama 30 detik.
d. Menghentikan mesin pengaduk selama 15 detik dan
selama jangka waktu tersebut kami mengumpulkan pasta
yang menempel pada dinding mangkuk dengan scraper.
e. Menjalankan kembali mesin pengaduk dengan kecepatan
sedang (285 ± 10) rpm, selama 60 detik.
f. Segera membentuk bola pasta dengan kedua tangan
terbungkus denga sarung tangan karet, lalu melemparkan
6 (enam) kali dari tangan kiri ke tangan kanan atau
sebaliknya dengan jarak lemparan ± 15 cm.
g. Memasukkan bola-bola pasta ke dalam cincin konis (g)
dimana posisi cincin terbalik (lubang besar terletak di atas
dan lubang kecil di bawah) dan dialasi dengan pelat kaca.
h. mencincang bola-bola pasta di dalam cincin konis dengan
menggunakan spatula, agar volume cincin terisi penuh
oleh pasta.
i. Meratakan permukaan pasta dengan menggunakan spatula
dengan cara sekali gerakan, lalu menutupnya dengan

42
menggunakan pelat kaca sambil memutar-mutar agar
permukaannya licin.
j. Membalik posisi cincin bersama pelat kaca, lalu
meratakan dan melicinkan permukaannya dengan cara
pelat kaca tersebut ditarik dalam l (satu) kali tarikan.
2. Penentuan Konsistensi Normal
a. Memusatkan cincin berisi pasta tepat di bawah batang (b)
pada gambar, lalu menempatkan ujung jarum (c) pada
permukaan pasta dan mengunci indikator (e).
a. Menempatkan indikator (f) pada angka nol.
b. Melepaskan batang (b) dan jarum ke dalam pasta.
c. Konsistensi normal tercapai bila batang (b) dan jarum (c)
pasta sedalam 10 ± 1 mm di bawah permukaan selama 30
detik.
Catatan: percobaan ini dilakukan berulang kali dengan
persentase air yang berbeda beda agar konsistensi normal
mudah diperoleh.

E. Rumus Perhitungan
𝑨𝒙𝑩
Jumlah Kebutuhan Air =
𝟏𝟎𝟎
Dimana :
A = Konsistensi Normal yang diperoleh dari percobaan
B = Berat semen yang dipakai dalam percobaan

F. Hasil Perhitungan
Terlampir

43
3.1.4. Waktu Ikat Awal dan Akhir Semen
A. Tujuan Pemeriksaan
Untuk menentukan waktu ikat awal dan akhir dari semen
hidrolis dalam kondisi normal dengan menggunakan alat vicat.

B. Alat-Alat yang Digunakan


1. Mesin pengaduk (mixer) dengan daun pengaduk dari baja
tahan karat serta mangkuk yang mudah lepas.
3. Alat vicat dan cincin konis
4. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram
5. Gelas ukur dengan kapasitas 150 cc atau 200 cc
6. Sarung tangan karet
7. Stopwatch
8. Spatula
9. Alat pengorek (scraper)
10. Talam
11. Ruang lembab yang mampu memberikan kelembaban relatif
minimal 90%

C. Bahan yang Digunakan


a. Semen portland sebanyak 500 gram
b. Air Suling

D. Prosedur Pemeriksaan
1. Pencetakan pasta (pencetakan pasta seperti konsistensi
normal)
2. Penentuan waktu ikat :
a. Segera memasukkan benda uji ke dalam ruangan lembab
dan membiarkannya selama 45 menit.
b. Setelah 45 menit di ruang lembab, kami menempatkan
benda uji pada alat vicat, menurunkan jarum (d) sehingga

44
menyentuh permukaan pasta, mengeraskan sekrup (e) dan
menempatkan indikator (f) pada bacaan angka nol.
c. Melepaskan batang (b) dengan memutar sekrup (e) dan
membiarkannya menyentuh indikator.
d. Memasukkan kembali benda uji tersebut ke dalam ruang
lembab, dan membiarkannya selama 15 menit.
e. Melakukan seperti pada point (c).
f. Mengulangi point (d) dan seterusnya.
Catatan:
1. Jarak antara setiap titik boleh lebih besar dari 6,40 mm
dan jarak titik penetrasi dari pinggir cincin konis tidak
boleh kurang dari 9,40 mm.
2. Waktu ikat awal tercapai apabila penetrasi ≤ 25 mm.
sedangkan waktu ikat akhir tercapai apabila jarum tidak
menembus lagi pada permukaan pasta (penetrasi = 0).

E. Hasil Perhitungan
Terlampir

3.1.5. Berat Volume Semen


A. Tujuan Pemeriksaan
Untuk menentukan berat semen dalam suatu satuan volume
dengan dua kondisi yaitu kondisi padat dan kondisi gembur.

B. Alat-Alat yang Digunakan


1. Timbangan
2. Sekop/sendok agregat
3. Wadah baja berbentuk silinder (bohler)
4. Mistar perata
5. Tongkat pemadat dengan diameter 15 mm dan panjang 60 cm
6. Talam
7. Kuas

45
C. Prosedur Pemeriksaan
1. Kondisi Gembur
a. Menimbang dan catat berat bohler dalam kondisi
kosong (A).
b. Memasukkan contoh semen ke dalam bohler hingga
penuh, meratakan permukaannya dengan menggunakan
mistar perata.
c. Membersihkan sisa-sisa semen yang jatuh ke dasar wadah
bohler dengan menggunakan kuas.
d. Menimbang dan mencatat berat bohler beserta isinya (B).
e. Menghitung berat contoh semen (C = B – A).
f. Mengukur dimensi dan hitung volume bohler (D).
2. Kondisi Padat
a. Menimbang dan mencatat berat bohler dalam kondisi
kosong (A).
b. Memasukkan contoh semen ke dalam bohler dengan tiga
lapisan yang kira-kira sama tebalnya. Masing-masing
lapisan dipadatkan dengan menggunakan tongkat pemadat
sebanyak 25 kali tusukan secara merata.
c. Meratakan permukaannya dengan menggunakan mistar
perata, lalu membersihkan sisa-sisa contoh semen yang
jatuh ke dalam wadah dengan menggunakan kuas.
d. Menimbang dan mencatat berat bohler beserta isinya (B).
e. Menghitung berat contoh semen (C = B – A).
f. Mengukur dimensi dan hitung volume bohler (D).
Catatan:
1. Masing–masing kondisi dilakukan minimal 2 kali
2. Tusukan tongkat pemadat dan harus masuk tepat pada
bagian bawah dari masing-masing lapisan.

46
D. Rumus Perhitungan
𝐂
Berat Volume = (Kg/Liter)
𝐃
Dimana:
C = Berat semen (Kg)
D = Volume contoh semen atau volume bohler (Liter)

F. Hasil Perhitungan
Terlampir

3.2. KARAKTERISTIK AGREGAT

3.2.1. PEMERIKSAAN AGREGAT KASAR

3.2.1.1. Analisa Saringan Agregat Kasar

A. Tujuan Pemeriksaan

Untuk menentukkan ukuran butir agregat kasar dan


pembagian butir (gradasi) agregat kasar dengan
menggunakan saringan ASTM.

B. Alat-Alat yang Digunakan


1. Timbangan dengan ketelitian 1,0 gram
2. Saringan ASTM No. 1,5”, No. 0,75”, No. 0,375”,
dan No. 4
3. Talam
4. Oven
5. Sekop
6. Kuas

C. Bahan yang Digunakan


Agregat kasar sebanyak 6000 gram

47
D. Prosedur Pemeriksaan
a. Mengambil contoh agregat kasar sebanyak
2 x 3000 gram dengan cara perempatan.
b. Memasukkan dalam oven selama ± 24 jam.
c. Mengeluarkan benda uji dari dalam oven, lalu
membiarkannya sejenak hingga dingin.
d. Menimbang benda uji sebanyak 5000 gram (A).
e. Menimbang dan mencatat berat dari masing-masing
saringan dalam kondisi kosong (B).
f. Menyaring benda uji dengan saringan yang disusun dari
yang terbesar di atas hingga yang terkecil di bawah
secara berurutan.
g. Menimbang dan mencatat berat benda uji + saringan
untuk tiap saringan (C).
h. Menghitung dan mencatat benda uji yang tertahan di
atas masing-masing saringan (D = C - B).

E. Rumus Perhitungan
𝐃 𝐂−𝐁
% Tertahan = 𝐱 𝟏𝟎𝟎 % = 𝐱 𝟏𝟎𝟎 %
𝐀 𝐀

% 𝐊𝐮𝐦𝐮𝐥𝐚𝐭𝐢𝐟 = 𝟏𝟎𝟎 % − % 𝐊𝐮𝐦𝐮𝐥𝐚𝐭𝐢𝐟 𝐭𝐞𝐫𝐭𝐚𝐡𝐚𝐧


∑ (% 𝐤𝐮𝐦𝐮𝐥𝐚𝐭𝐢𝐟 𝐭𝐞𝐫𝐭𝐚𝐡𝐚𝐧)
Modulus Kehalusan (Fr) =
𝟏𝟎𝟎 %

F. Hasil Perhitungan
Terlampir

48
3.2.1.2. Kadar Air Agregat Kasar
A. Tujuan Pemeriksaan
Untuk mengetahui besarnya kandungan air di dalam
agregat kasar, dan dapat digunakan untuk menentukan
banyaknya air yang dibutuhkan dalam campuran beton
yang direncanakan.

B. Alat-Alat yang Digunakan


1. Timbangan dengan ketelitian 1,0 gram
2. Talam
3. Oven
4. Sekop

C. Bahan yang Digunakan


Agregat kasar 2 x 3000 gram

D. Prosedur Pemeriksaan
a. Mengambil contoh agregat kasar dengan cara
perempatan.
b. Menimbang agregat sebanyak 2 x 3000 gram (A).
c. Memasukkan kedalam oven selama ± 24 jam.
d. Mengeluarkan benda uji dari dalam oven, lalu
membiarkannya sejenak hingga dingin.
e. Menimbang dan mencatat berat benda uji kering (B).
f. Menghitung berat air yang terdapat dalam agregat (C).

E. Rumus Perhitungan
𝐂 𝐀−𝐁
% Kadar Air = 𝐱 𝟏𝟎𝟎 % = 𝐱 𝟏𝟎𝟎 %
𝐀 𝐀

F. Hasil Perhitungan
Terlampir

49
3.2.1.3. Berat Volume Agregat Kasar
A. Tujuan Pemeriksaan
Untuk menentukan berat agregat kasar dalam satu
satuan volume (kubikasi) dalam dua kondisi, yaitu kondisi
gembur dan padat. Hal ini sangat penting untuk diketahui
guna mengonversi satuan berat ke satuan volume yang
umum digunakan di lapangan.

B. Alat-Alat yang Digunakan


1. Wadah baja berbentuk silinder (bohler)
2. Timbangan dengan ketelitian 1,0 gram
3. Oven
4. Sekop
5. Tongkat pemadat dengan diameter 15 mm dan panjang
60 cm.
6. Mistar perata
7. Kuas
8. Talam

C. Bahan yang Digunakan


Agregat Kasar

D. Prosedur Pemeriksaan
1. Umum
a. Mengambil contoh agregat kasar sebanyak minimal
1,5 kapasitas wadah bohler dengan cara perempatan.
b. Contoh agregat kasar dikeringkan dalam oven
selama ± 24 jam.
c. Mengeluarkan benda uji dari dalam oven, lalu
membiarkannya sejenak hingga dingin.

50
2. Kondisi Gembur
a. Menimbang dan mencatat berat wadah bohler dalam
kondisi kosong (A).
b. Memasukkan benda uji ke dalam bohler hingga
penuh, lalu meratakan permukaannya dengan
menggunakan mistar perata.
c. Membersihkan sisa-sisa agregat yang terdapat pada
bagian bawah dan di luar bohler.
d. Menimbang dan mencatat berat wadah bohler
beserta isinya (B).
e. Menghitung berat benda uji (C = B - A).
f. Mengukur dan menghitung volume bohler (D).

3. Kondisi Padat
a. Menimbang dan mencatat berat wadah bohler dalam
kondisi kosong (A).
b. Memasukkan benda uji ke dalam bohler dengan tiga
lapisan yang tebalnya sama.
c. Masing-masing lapisan dipadatkan dengan
menggunakan tongkat pemadat sebanyak 25 kali
tusukan hingga penuh.
d. Meratakan permukaannya dengan menggunakan
mistar perata.
e. Membersihkan sisa-sisa agregat yang terdapat pada
bagian bawah dan di luar bohler.
f. Menimbang dan mencatat berat wadah bohler
beserta isinya (B).
g. Menghitung berat benda uji (C = B - A).
h. Mengukur & menghitung volume wadah bohler (D).
Catatan: masing-masing kondisi dilakukan sebanyak
2 (dua) kali.

51
E. Rumus Perhitungan
𝐂 𝐁−𝐀
Berat Volume = = (Kg/Liter)
𝐃 𝐃

F. Hasil Perhitungan.
Terlampir

3.2.1.4. Specific Gravity dan Absoprsi Agregat Kasar


A. Tujuan Pemeriksaan
Untuk menentukan Bulk and Apparent Specific
Gravity serta Absorpsi dari agregat kasar pada keadaan
jenuh air kering permukaan atau Surface Saturated Dry
(SSD) guna menentukan komposisi agregat dalam
merencanakan campuran beton.

B. Alat-Alat yang Digunakan


1. Timbangan dengan ketelitian 1,0 gram
2. Keranjang besi (diameter 8 inch dan tinggi 2,5 inch)
3. Oven
4. Alat penggantung keranjang
5. Lap (Handuk)
6. Sekop
7. Bak perendam

C. Bahan yang Digunakan


Agregat Kasar sebanyak 1,5 kapasitas keranjang

D. Prosedur Pemeriksaan
a. Benda uji direndam selama ± 24 jam.
b. Mengeluarkan benda uji dari bak perendam lalu
menghamparkannya di atas karung goni, kemudian
permukaannya dikeringkan dengan handuk sehingga air
permukaan hilang, tetapi harus masih tampak lembab.
(kondisi SSD).

52
c. Menimbang keranjang kosong di udara (A).
d. Memasukkan contoh agregat kondisi SSD ke dalam
keranjang sebanyak maksimum sesuai kapasitas
keranjang.
e. Menimbang dan mencatat berat keranjang + contoh
agregat kondisi SSD di udara (B).
f. Menghitung contoh agregat kondisi SSD di udara
(C = B – A).
g. Mencelupkan keranjang + benda uji ke dalam air
dengan temperatur (73,4 ± 3)°F, lalu
menggoyangkannya sampai benda uji tersebut bebas
dari gelembung udara.
h. Menimbang dan catat berat keranjang + berat benda uji
di dalam air (D).
i. Menimbang dan mencatat berat keranjang dalam air
(E).
j. Mengitung contoh agregat di dalam air (F = D – E).
k. Mengeluarkan benda uji dari dalam keranjang,
kemudian dikeringkan di dalam oven selama ± 24 jam.
l. Mengeluarkan benda uji dari dalam oven, lalu
membiarkannya sejenak hingga dingin.
m. Menimbang dan mencatat benda uji kering (G).

E. Rumus Perhitungan
𝑮
Apparent Specific Gravity = 𝑮−𝑪
Bulk Specific Gravity :
𝑮
On Dry Basic = 𝑪−𝑭
𝑪
SSD Basic = 𝑪−𝑭
𝑪−𝑮
Absorption = x 100 %
𝑮

F. Data Hasil Pengamatan


Terlampir

53
3.2.1.5. Kadar Lumpur Agregat Kasar
A. Tujuan Pemeriksaan
Untuk menentukan persentase kadar lumpur yang
terkandung di dalam agregat kasar. Hal ini perlu diketahui
karena mempengaruhi pengikatan antara agregat dan pasta
semen. Apabila kadar lumpurnya > 1%, maka pengikatan
antara agregat dan pasta semen menjadi kurang baik
(kurang kuat pengikatannya).

B. Alat-Alat yang Digunakan


1. Timbangan dengan ketelitian 1,0 gram
2. Wadah pencuci
3. Oven
4. Talam
5. Sekop
6. Saringan No. 16 dan No. 200

C. Bahan yang Digunakan


Agregat kasar 2 x 3000 gram

D. Prosedur Pemeriksaan
a. Mengambil contoh agregat kasar sebanyak
2 x 3000 gram dengan cara perempatan.
b. Mengeringkan agregat tersebut dalam oven
selama ± 24 jam.
c. Mengeluarkan benda uji dari dalam oven lalu
membiarkannya sejenak hingga dingin.
d. Menimbang dan mencatat berat agregat tersebut (A).
e. Menyaring dengan menggunakan saringan No. 16 dan
No.200.
f. Mencuci agregat tersebut di dalam wadah hingga bersih
dengan cara:

54
1. Setiap bekas air cucian yang akan dibuang, disaring
kembali di atas saringan No. 200.
2. Material yang agak halus dan tertahan pada saringan
No. 200 digabung kembali dengan benda uji yang
berbutir kasar.
3. Pencucian dihentikan apabila air cucian kelihatan
bening (jernih).
g. Benda uji yang telah dicuci bersih sebanyak 3 kali, lalu
dikeringkan dalam oven, serta didiamkan sejenak
hingga dingin.
h. Menimbang dan mencatat berat agregat (B).
i. Menghitung berat lumpur yang terkandung oleh agregat
(C = B - A).

E. Rumus Perhitungan
𝐂 𝐀−𝐁
Kadar Lumpur = 𝐀 x 100 % = x 100 %
𝐀

F. Hasil Perhitungan
Terlampir

3.2.1.6. Percobaan Keausan Agregat Kasar


A. Tujuan Pemeriksaan
Untuk menetukan ketahanan agregat kasar atau
kerikil terhadap gesekan atau keausan dengan
mempergunakan mesin Los Angeles.

B. Alat yang Digunakan


1. Mesin Los Angeles, terdiri dari silinder baja tertutup
kedua sisinya dengan diameter 71 cm (28 inci). Silinder
bertumpu pada kedua poros pendek yang tak menerus
dan berputar pada poros mendatar. Silinder berlubang
untuk memasukkan benda uji, penutup terpasang rapat

55
sehingga permukaan dalam silinder tidak terganggu. Di
bagian dalam, terdapat bila baja melintang penuh
setinggi 8,9 cm (3,56 inci).
2. Saringan 3/4", 1/2" dan 3/8“
3. Timbangan dengan ketelitian 1,0 gram.
4. Bola-bola baja dengan diamater rata-rata 4,8 cm
(17/8 inci) dan berat masing-masing antara
390 - 445 gram
5. Oven
6. Talam

C. Bahan yang Digunakan


Agregat kasar sesuai fraksi yang dibutuhkan dalam daftar
dan telah dicuci bersih serta dikeringkan dalam oven
selama ± 24 jam.

Ukuran Saringan Berat Gradasi Benda Uji


Lewat Tertahan
A B C D E F G
(mm) (mm)
72,20 63,50 2500
63,50 50,80 2500
50,80 38,10 5000
38,10 25,40 1250 5000
25,40 19,05 1250 5000
19,05 12,00 1250 2500 5000
12,00 9,51 1250 2500
9,51 6,35 2500
6,35 4,75 2500
4,75 2,36 5000
Jumlah Bola 12,00 11,00 8,00 6,00 12,00 12,00 12,00
.

56
D. Prosedur Pemeriksaan
a. Mengambil contoh agregat kasar lalu menyaringnya
dengan menggunakan saringan 3/4”, 1/2" dan 3/8"
secara berurutan.
b. Mengambil contoh agregat yang lolos pada saringan
3/4" dan tertahan pada saringan 1/2" dan 3/8"
masing-masing 3000 gram.
c. Mencuci benda uji tersebut yang telah disaring lalu
benda uji dimasukkan ke dalam oven selama ± 24 jam.
d. Mengeluarkan benda uji dari dalam oven lalu
didiamkan sejenak hingga dingin.
e. Menimbang benda uji tersebut masing-masing 2500
gram untuk saringan 1/2“ dan 3/8”. (total agregat =
5000 gram = A)
f. Memasukkan agregat ke dalam mesin Los Angeles lalu
menghidupkan mesin tersebut sebanyak 500 putaran
atau selama ± 15 menit.
g. Mengeluarkan benda uji tersebut dari mesin lalu
menyaringnya di atas saringan No. 8.
h. Mencuci benda uji yang tertahan pada saringan No.8
lalu memasukkannya ke dalam oven selama ± 24 jam.
i. Menimbang dan mencatat berat benda uji tersebut (B).

E. Rumus Perhitungan
𝑨−𝑩
Keausan = x 100 %
𝑨

Dimana :
A = Berat benda uji semula (gram)
B = Berat benda uji tertahan saringan No.8 (gram)

F. Hasil Perhitungan
Terlampir

57
3.2.2. PEMERIKSAAN AGREGAT HALUS
3.2.2.1. Analisa Saringan Agregat Halus
A. Tujuan Pemeriksaan
Untuk mengetahui pembagian atau susunan gradasi
dari suatu agregat halus (pasir) dengan menggunakan
saringan ASTM.

B. Alat–Alat yang Digunakan


1. Timbangan dengan ketelitian sampai 1,0 gram
2. 1 (satu) set saringan ASTM, masing-masing
# No. 4 (4,75 mm)
# No. 8 (2,38 mm)
# No. 16 (1,19 mm)
# No. 30 (0,592 mm)
# No. 50 (0,297 mm)
# No. 100 (0,149 mm)
3. Talam
4. Oven

C. Bahan yang Digunakan


Agregat halus ± 3000 gram diambil dengan cara
perempatan

D. Prosedur Pemeriksaan
1. Tahap Persiapan
a. Mengambil benda uji sebanyak lebih dari yang
dibutuhkan.
b. Contoh pasir lalu dioven ± 3000 gram selama
± 24 jam.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Mengeluarkan benda uji dari dalam oven, lalu
membiarkannya sejenak hingga dingin.
b. Menimbang benda uji sebanyak 3000 gram (A).

58
c. Menimbang dan catat berat tiap saringan dalam
kondisi kosong (B).
d. Menyusun saringan dengan urutan No. 4 terletak
paling atas kemudian No. 8, No. 16, No. 30, No. 50,
No. 100 dan pan terletak di bawahnya secara
berurutan.
e. Memasukkan benda uji ke dalam susunan saringan di
atas lalu menyaring benda uji tersebut.
f. Memisahkan setiap saringan dengan terlebih dahulu
lalu membersihkan bagian bawah pada setiap saringan
dengan kuas, agar pasir yang tertinggal pada bagian
bawah saringan jatuh ke saringan berikutnya.
g. Menimbang tiap saringan + benda uji dan catat
beratnya (C).
h. Menghitung benda uji yang tertahan pada masing-
masing saringan (D = C - B).

E. Rumus Perhitungan
1. Persentase tertahan persaringan
𝐃 𝐂−𝐁
x 100 % = x 100 %
𝐀 𝐀

2. Persentase kumulatif lolos


100 % - (% kumulatif tertahan)

3. Modulus Kehalusan
∑ (% 𝐤𝐮𝐦𝐮𝐥𝐚𝐭𝐢𝐟 𝐭𝐞𝐫𝐭𝐚𝐡𝐚𝐧)
𝟏𝟎𝟎 %

F. Hasil Perhitungan
Terlampir

59
3.2.2.2. Kadar Air Agregat Halus
A. Tujuan Pemeriksaan
Untuk mengetahui kandungan air dalam agregat
halus guna menentukan banyaknya air yang dibutuhkan
dalam campuran beton yang direncanakan.

B. Alat-Alat yang Digunakan


1. Oven
2. Talam
3. Timbangan dengan ketelitian 1,0 gram
4. Sekop/Sendok Agregat

C. Bahan yang Digunakan


Agregat halus (pasir) 2 x 3000 gram

D. Prosedur Pemeriksaan
1. Tahap Persiapan
a. Menyiapkan bahan dan peralatan.
b. Menimbang talam dalam keadaan kosong (A).
c. Memasukkan benda uji 2 x 3000 gram ke dalam
talam kemudian menimbang beratnya (B).
d. Menghitung berat benda uji (C = B – A).
e. Mengeringkan benda uji di dalam oven selama
± 24 jam.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Mengeluarkan talam yang berisi benda uji dari oven.
b. Mendinginkan benda uji, lalu menimbang dan
mencatat berat benda uji kering beserta talam (D).
c. Hitung berat benda uji kering (E = D – A).

60
E. Rumus Perhitungan
𝐂−𝐄
Kadar air = x 100 %
𝐂

Dimana : C = Berat benda uji semula (basah)


E = Berat benda uji kering
F. Hasil Perhitungan
Terlampir

3.2.2.3. Berat Volume Agregat Halus


A. Tujuan Pemeriksaan
Untuk menentukan atau mengetahui berat volume
pasir dalam kondisi gembur atau padat.
B. Alat-Alat yang Digunakan
1. Talam
2. Oven
3. Bohler
4. Timbangan
5. Tongkat pemadat (diameter 15 mm & panjang 60 cm)
6. Mistar perata
7. Kuas
8. Sekop/sendok agregat
C. Bahan yang Digunakan
Agregat halus (pasir) 2 x 3000 gram
D. Prosedur Pemeriksaan
1. Tahap persiapan
a. Mengambil agregat halus sebanyak 1,5 kali
kapasitas bohler.
b. Mengeringkan agregat halus di dalam oven
selama ± 24 jam.
c. Mengeluarkan agregat halus dari dalam oven, lalu
membiarkannya sejenak hingga dingin.

61
2. Tahap Pelaksanaan
a. Kondisi Gembur
1. Menimbang dan mencatat berat bohler dalam
keadaan kosong (A).
2. Memasukkan benda uji ke dalam bohler
hingga penuh, lalu meratakan permukaannya
dengan mistar perata.
3. Membersihkan sisa agregat halus yang
terdapat pada bagian luar bohler dengan
menggunakan kuas.
4. Menimbang dan mencatat berat bohler + benda
uji (B).
5. Mengitung berat benda uji (C = B – A).
6. Mengukur dan meghitung volume bohler (D).
b. Kondisi Padat
1. Menimbang dan mencatat berat bohler dalam
keadaan kosong (A).
2. Memasukkan benda uji dalam 3 lapisan yang
sama tebalnya (setiap lapisan dipadatkan
dengan tongkat pemadat sebanyak 25 kali).
3. Meratakan permukaannya dengan mistar
perata, lalu membersihkan sisa bahan yang
terdapat pada bagian luar bohler dengan
menggunakan kuas.
4. Menimbang wadah dan benda uji (B) lalu
menghitung berat benda uji (C = B – A).
5. Mengukur dan meghitung volume bohler (D).
E. Rumus Perhitungan
𝐂 𝐁−𝐀
Berat Volume = = (Kg/Liter)
𝐃 𝐃

F. Hasil Perhitungan
Terlampir

62
3.2.2.4. Specific Gravity dan Absorpsi Agregat Halus
A. Tujuan Pemeriksaan
Untuk menentukan bulk and apparent specific
gravity dan absorpsi dari agregat halus menurut
ASTM C128 guna menentukan volume agregat halus
dalam beton.

B. Alat-Alat yang Digunakan


1. Saringan No. 4
2. Talam
3. Karung goni
4. Wadah perendaman
5. Picnometer
6. Timbangan
7. Metal sand cone mold + tongkat pemadat
8. Oven
9. Corong kaca
10. Lap/handuk

C. Bahan yang Digunakan


1. Agregat halus (pasir) 2 x 250 gram
2. Air suling

D. Prosedur Pemeriksaan
1. Tahap Persiapan
a. Mengambil benda uji (pasir) sebanyak 2 x
250 gram dengan cara perempatan.
b. Merendam benda uji tersebut ke dalam air (wadah
perendaman) selama ± 24 jam. ·
2. Tahap Pelaksanaan
a. Mengeluarkan benda uji dari wadah perendaman
dan menghamparkannya di atas karung goni lalu
menggosok permukaannya dengan lap/handuk

63
hingga mencapai kondisi FFC (Free Flowing
Condition).
b. Contoh pasir FFC dimasukkan ke dalam metal
sand cone mold dengan 3 (tiga) lapisan, dimana
lapisan pertama dan kedua dipadatkan masing-
masing 8 (delapan) kali tumbukan sedangkan
lapisan ketiga dengan 9 (sembilan) kali tumbukan.
Proses pemadatan ini dilakukan sampai mencapai
kondisi SSD (Surface Saturated Dry).
c. Kondisi SSD ini diperoleh jika kerucut pasir (metal
sand cone mold) diangkat perlahan secara vertikal
dan contoh pasir telah mengalami keruntuhan
(failure).
d. Menimbang dan mencatat berat picnometer dalam
kondisi kosong (A).
e. Menimbang benda uji (pasir SSD) sebanyak
2 x 250 gram (B).
f. Memasukkan benda uji ke dalam picnometer, lalu
menambahkan air ke dalamnya hingga menjadi
90% dari kapasitas picnometer.
g. Menggoyangkan picnometer secara hati-hati
dengan posisi agak miring agar bebas terhadap
gelembung udara.
h. Merendam picnometer yang berisi pasir dan air ke
dalam bak perendam selama ± 24 jam.
i. Menimbang dan catat berat piknometer + pasir +
air (C).
j. Menimbang dan catat berat talam (X).
k. Mengeluarkan benda uji (pasir) dari dalam
picnometer lalu menempatkan pada talam tersebut

64
kemudian memasukkannya ke dalam oven selama
± 24 jam.
l. Mengisi picnometer dengan air suling sampai
mencapai kapasitas sama pada kapasitas
picnometer + pasir + air, kemudian menimbang
dan mencatat berat picnometer + air (D).
m. Mengeluarkan benda uji dari dalam oven, lalu
membiarkannya sejenak hingga dingin, kemudian
menimbang dan mencatat beratnya (Y).
n. Menghitung berat benda uji kering oven
(E = Y – X).

E. Rumus Perhitungan
𝑬
Apparent Specific Gravity =
𝑬+𝑫−𝑪
Bulk Specific Gravity
𝑬
On Dry Basic =
𝑩+𝑫−𝑪
𝑩
SSD Basic =
𝑩+𝑫−𝑪
𝑩−𝑬
Absorption = 𝒙 𝟏𝟎𝟎 %
𝑬
F. Hasil Perhitungan
Terlampir

3.2.2.5. Kadar Lumpur Agregat Halus


A. Tujuan Pemeriksaan
Untuk menentukkan persentase lumpur yang
terkandung dalam agregat halus dengan cara pengendapan.

B. Alat-Alat yang Digunakan


1. Saringan no. 4
2. Gelas ukur 2 buah dengan kapasitas 500 mL
3. Kawat penusuk

65
C. Bahan yang Digunakan
1. Agregat halus (pasir)
2. Air suling

D. Prosedur Pemeriksaan
a. Menyaring benda uji dengan saringan No. 4.
b. Memasukkan benda uji yang lolos saringan No. 4
tersebut ke dalam gelas ukur sebanyak 1/3 dari
kapasitas gelas ukur.
c. Menuangkan air suling ke dalam gelas ukur dengan
ketentuan air lebih tinggi dari permukaan pasir (2/3 dari
kapasitas gelas ukur).
d. Menggoyangkan gelas ukur dalam posisi miring hingga
tidak terdapat gelembung udara di dalam gelas ukur,
kemudian meratakan permukaan benda uji dengan
kawat penusuk.
e. Menyimpannya di tempat yang aman selama ± 24 jam.
f. Setelah disimpan selama ± 24 jam, kemudian diamati
dan dibaca skala gelas ukur dari volume total yaitu
volume pasir + volume lumpur (V2).
g. Mengukur volume pasir (V2).
Catatan: percobaan ini dilakukan minimal dua kali.

E. Rumus Perhitungan
𝐕𝟏 − 𝐕𝟐
% 𝐤𝐚𝐝𝐚𝐫 𝐥𝐮𝐦𝐩𝐮𝐫 = 𝐱 𝟏𝟎𝟎 %
𝐕𝟏
Dimana:
V1 = Volume pasir + Volume lumpur
V2 = Volume pasir

F. Hasil Perhitungan
Terlampir

66
3.2.2.6. Kadar Organik Agregat Halus
A. Tujuan Pemeriksaan
Untuk mengetahui banyaknya bahan organik yang
terkandung dalam agregat halus.

B. Alat-Alat yang Digunakan


1. Saringan No. 4
2. Picnometer 1 buah
3. Talam
4. Gelas ukur
5. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram
6. Pengaduk/spatula
7. Sendok agregat
8. Standar warna (organic plate)

C. Bahan yang Digunakan


1. Agregat halus (pasir) sebanyak 115 gram
2. Air suling sebanyak 150 mL dan larutan NaOH

D. Prosedur Pemeriksaan
a. Mengambil contoh pasir dengan cara perempatan dan
menggunakan saringan No. 4.
b. Memuat larutan NaOH 3% dari volume air.
c. Memasukkan contoh pasir ke dalam picnometer.
d. Menuangkan larutan NaOH 3% ke dalam picnometer
yang telah terisi contoh pasir dengan ketentuan bahwa
permukaan larutan NaOH 3% lebih tinggi dari
permukaan contoh pasir.
e. Menggoyang-goyangkan picnometer yang telah berisi
pasir + larutan NaOH 3% sampai bebas dari gelembung
udara lalu mendiamkannya selama ± 24 jam.

67
f. Melakukan pembacaan terhadap warna cairan yang
nampak di atas permukaan benda uji dan
membandingkannya dengan standar warna yang ada
(No. 1, 2 dan 3).

F. Data Hasil Pengamatan


Terlampir

68
BAB IV
ANALISA AGREGAT & MIX DESIGN

4.1. UMUM
Perhitungan penggabungan agregat itu sangat penting dalam
perancanaan campuran beton (Concrete Mix Design). Susunan butir
penggabungan agregat halus dan kasar sangat menentukan sifat-sifat beton
yang akan dibuat. Dengan perencanaan proporsi gabungan agregat halus dan
agregat kasar, diharapkan dapat menghasilkan suatu spesi baton yang sifat
pengerjaannya (workability) baik, ekonomis dan kuat tekan/beban
hancurnya tinggi.
Ada beberapa cara untuk mendapatkan persentase masing-masing
agregat, sehingga membentuk agregat yang gradasinya akan memenuhi
standar, antara lain cara analisis yaitu perhitungan secara numerik dan cara
grafis yaitu metode bujur sangkar dan diagonal.

4.2. PERHITUNGAN DENGAN METODE ANALISIS


Cara penggabungan agregat kasar dan agregat halus secara analisis
adalah dengan menggunakan rumus penggabungan sebagai berikut:
Y = a x Ypasir + b x Ykerikil
Dimana :
Y = Persentase lolos gabungan sesuai dangan spesifikasi
a = Persentase gabungan dari pasir (nilai yang akan dicari)
b = Persentase gabungan dari kerikil (b = 100% - a)
Ypasir = Persentase kumulatif lolos pasir dari analisis ayakan
Ykerikil = Persentase kumulatif lolos kerikil dari analisis ayakan

69
Untuk menggunakan rumus di atas, maka dicari nilai (a) pada tiap
lubang ayakan standar sehingga pada tiap saringan dipakai rumus sebagai
berikut:
Yizin 1 = a1 x Ypasir + ( 1 – a1 ) x Ykerikil
Yizin 2 = a2 x Ypasir + ( 1 – a2 ) x Ykerikil
Dimana:
Yizin 1 dan Yizin 2 = Berturut-turut adalah batas bawah dan batas atas
dari lengkung gradasi yang disyaratkan pada tiap
saringan.
a1 = Nilai persentase untuk batas bawah pada barchart
a2 = Nilai persentase untuk batas atas pada barchart

4.3 MIX DESIGN BETON (METODE DOE)


Perencanaan adukan beton cara Inggris (The British Mix Design
Method) ini tercantum dalam "Design Of Normal Concrete Mixer" telah
menggantikan cara Road Note 4 sejak tahun 1975. Di Indonesia, dikenal
dengan cara DOE (Departement of Environment), Building Research
Enstablishment, British. Perencanaan dengan metode DOE digunakan
sebagai standar perencanaan oleh Departemen Pekerjaan Umum di
Indonesia dan dimuat dalam buku standar No. SK-SNl-T-15-1990-03
dengan judul bukunya “Tata Cara Rencana Pembuatan Beton Normal”.
Dalam perencanaan, digunakan beberapa tabel dan beberapa grafik.
Langkah-langkah pokok perencanaan metode DOE adalah:
1. Menetapkan kuat tekan beton (f’c) pada umur tertentu.
2. Penentuan nilai standar deviasi (Sr). Standar deviasi ditetapkan
berdasarkan tingkat umum pengendalian pelaksanaan pencampuran
betonnya.
3. Perhitungan nilai margin untuk tambahan kuat tekan yang disyaratkan.
4. Menetapkan kuat tekan rata-rata yang direncanakan.
5. Penentuan Faktor Air Semen (FAS).
6. Penentuan nilai slump rencana.

70
7. Perkiraan kadar air bebas permeter kubik beton (KAB).
8. Penentuan kadar semen permeter kubik beton (KS).
9. Penentuan berat jenis agregat gabungan (BJ Gabungan).
10. Penentuan berat volume beton basah (BVBB).

4.4. PEMBUATAN BENDA UJI BETON


1. Sebelum dimasukkan ke dalam cetakan, terlebih dahulu diuji nilai
slump-nya sehingga mencapai nilai yang disyaratkan.
2. Masukkan campuran beton ke dalam cetakan (yang telah dioles dengan
minyak pelumas) dengan tiga lapisan yang sama tebalnya, dimana
setiap lapisan dipadatkan dengan 25 kali tusukan.
3. Meletakkan cetakan yang berisi campuran beton di atas meja penggetar
kurang lebih 15 detik, sehingga gelembung udara tidak nampak lagi.
4. Meratakan permukaannya kemudian disimpan selama 24 jam dan
setelah itu dilepas dari cetakan, lalu direndam dalam wadah
perendaman.
5. Selanjutnya satu hari sebelum pengetesan, benda uji dikeluarkan dari
wadah perendaman.

4.5 PENGUJIAN SLUMP


A. Tujuan Pemeriksaan
Untuk mengetahui nilai slump campuran beton sebagai dasar untuk
menentukan tingkat pengerjaan (workability) campuran.
B. Alat-Alat yang Digunakan.
1. Kerucut Abrams yang berbentuk kerucut terpancung dengan
diameter bagian bawah 20 cm, bagian atas 10 cm, dan tinggi 30 cm.
2. Tongkat pemadat.
3. Pelat logam dengan permukaan yang rata dan kedap air.
4. Sekop dan sendok semen, serta mistar.

71
C. Prosedur Pemeriksaan
a. Kerucut Abrams disiapkan dan diletakkan di atas lantai yang
permukaannya rata.
b. Memasukkan campuran beton ke dalam kerucut Abrams secara
bertahap yaitu sebanyak tiga lapisan yang kemudian dipadatkan
sebanyak 25 kali tumbukan tiap lapisan.
c. Setelah penuh, permukaan kerucut Abrams diratakan lalu kami
membersihkan campuran yang berada di sekitar kerucut Abrams.
d. Kerucut diangkat secara perlahan-lahan.
e. Mengukur tinggi keruntuhan dari campuran beton segar yang terjadi
dengan mengukur perbedaan tinggi antara bagian yang tertinggi
dengan yang terendah, lalu mengambil nilai rata-rata dari keruntuhan
tersebut.
f. Apabila belum mendapatkan nilai slump yang disyaratkan, maka
diadakan pengetesan ulang sampai dicapai nilai slump yang
dimaksud.
D. Pengukuran Nilai Slump
Térlampir

4.6. BERAT ISI BETON SEGAR


A. Tujuan Pemeriksaan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat isi beton.
B. Alat-Alat yang Digunakan
1. Kubus/silinder yang terbuat dari logam
2. Timbangan dengan kepekaan 1,0 gram
3. Tongkat pemadat dengan diameter 16 mm, dan panjang 30 cm dan
terbuat dari baja
4. Mistar perata
C. Bahan yang Digunakan
Campuran beton segar sesuai dengan kapasitas takaran.

72
D. Prosedur Pemeriksaan
1. Menimbang berat silinder.
2. Memasukkan beton segar ke dalam silinder secara bertahap yaitu
sebanyak tiga lapisan yang kemudian dipadatkan sebanyak 10 kali
tusukan lalu digetarkan dengan mesin penggetar.
3. Setelah penuh, kemudian permukaan silinder diratakan dengan
mistar perata dan sisa campuran yang melekat pada silinder
dibersihkan.
4. Selanjutnya menimbang kubus yang telah berisi campuran beton.
E. Rumus Perhitungan
Berat benda uji = (Berat cetakan + Isi) – Berat cetakan
Volume Kubus = PxLxT
1
Volume Silinder = . 𝜋. d² . t
4
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛
Berat Volume Beton = (kg/m³)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑢𝑏𝑢𝑠
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙
Volume beton per zak semen = ( 𝑚3 )
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐵𝑒𝑡𝑜𝑛
Berat Semen Per meter kubik beton (kg)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑧𝑎𝑘 𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛
=
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑒𝑡𝑜𝑛
Jumlah zak semen per meter kubik (zak)
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 3
=
50
Catatan : 1 zak semen = 50 kg
F. Hasil Perhitungan
Terlampir

4.7 PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON


A. Tujuan Pemeriksaan
Untuk menentukan kuat tekan beton yang telah dibuat.
B. Alat-Alat yang Digunakan
a. Timbangan dengan ketelitian 1,0 gram
b. Mesin kuat tekan beton.

73
C. Bahan yang Digunakan
Benda uji silinder
D. Prosedur Pemeriksaan
a. Benda uji yang telah direndam sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan, diangkat dan dikeringkan. Selanjutnya benda uji
didiamkan selama satu hari.
b. Menimbang benda uji tersebut.
c. Memasukkan benda uji tersebut pada mesin tekan secara sentris
dimana posisi bagian atas dan bagian bawah permukaan harus rata.
d. Pembebanan dilakukan sampai benda uji menjadi hancur dan
mencatat beban maksimum yang terjadi.
E. Hasil Pemeriksaan
Terlampir

74

Anda mungkin juga menyukai