Anda di halaman 1dari 15

MINI RISET HIDROLOGI

MENGANALISIS LAJU INFILTRASI PADA TANAH DENGAN VARIASI


KEPADATAN

NAMA : MUHAMMAD ARYANANDA


NIM : 5193550006
PRODI : TEKNIK SIPIL S-1
KELAS :C
DOSEN PENGAMPU : Dr. Ir. RUMILLA HARAHAP, M.T
SARRA RAHMADANI, S.T., M.Eng
MATA KULIAH : HIDROLOGI

PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warrahmatulahi wabarokatuh Puji dan syukur kita panjatkan ke


hadirat Allah SWT karena berkat limpahan Rahmat dan juga Karunia – Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas Mini Riset ini dengan baik. Salawat berangkaikan salam juga tidak lupa
kita hadiahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW, semoga kita mendapatkan
syafaatnya di Yaumil Mahsyar kelak, aamiin ya Rabbal aalamiin.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas Mini Riset yang penulis buat ini masih
terdapat kekurangan. Di samping itu penulis tetap berusaha dengan sebaik-baiknya agar tugas
yang penulis buat ini dapat dimengerti dan dapat dipahami oleh pembaca. Penulis tak lupa
berterima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Hidrologi yaitu Ibu Dr. Ir. Rumillah
Harahap, M.T., dan Ibu Sarra Rahmadani, S.T., M.Eng yang telah memberikan arahan dan juga
saran kepada penulis terkait tugas Mini Riset ini.

Penulis juga mohon maaf atas segala kesalahan dan juga kekhilafan dalam penyusunan
tugas Mini Riset ini. Penulis berharap tugas Mini Riset ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis juga mohon saran dan kritik yang membangun agar kedepannya penulis dapat membuat
makalah yang lebih baik lagi. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih.
Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarrokatuh.

Medan, 23 November 2020

Muhammad Aryananda
i
DAFTAR ISI

COVER .........................................................................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 1
BAB II KAJIAN TEORI .............................................................................................. 2
2.1 Originitas ..................................................................................................... 2
2.2 Kajian Teori yang Relevan .......................................................................... 5
BAB III PEMBAHASAN .............................................................................................. 6
3.1 Metodologi Penelitian ................................................................................. 6
3.2 Hasil Analisis ................................................................................................ 7
BAB IV PENUTUP ...................................................................................................... 11
4.1 Kesimpulan ................................................................................................. 11
4.2 Saran................................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian besar langsung menuju ke saluran
drainase yang terbuang ke laut ataupun sungai. Dilain sisi pada daerah perkotaan dengan
pesatnya pembangunan dan permukiman penduduk menyebabkan berkurangnya resapan air
hujan ke dalam tanah. Perubahan tata guna lahan di daerah resapan tersebut diperkirakan telah
mengganggu rantai siklus hidrologi.
Siklus hidrologi merupakan gerakan air laut ke udara, kemudian jatuh ke permukaan
bumi lagi sebagai hujan. Hujan yang jatuh ke tanah sebagian ada yang langsung melimpas ke
laut dan ada yang meresap ke dalam tanah. Air yang meresap kedalam tanah ini disebut
infiltrasi. Infiltrasi merupakan bagian yang hilang pada aliran limpasan yang terjadi. Sehingga
perlu adanya pengkajian akibat kehilangan karena proses infiltrasi ini. Pengkajian ini dapat
dilakukan dalam berbagai cara. Cara pengukurannya yaitu diantaranya dengan cara
penggenangan (flooding) dan cara penyiraman (sprinkling). Cara flooding adalah dengan
menggenangi tanah dalam suatu tabung untuk mendapatkan tinggi air yang konstan. Sedangkan
cara sprinkling adalah dengan menggunakan sepetak tanah yang dikondisikan, kemudian hujan
buatan dibuat untuk memperhitungkan pengaruh hujan terhadap waktu, hingga dihasilkan nilai
limpasan dan besarnya kehilangan infiltrasi yang terjadi

1.1 Rumusan Masalah


Penelitian ini didasarkan pada masalah sebagai berikut:
 Bagaimana pengaruh kepadatan tanah terhadap laju infiltrasi?

1.2 Tujuan Manfaat


Tujuan dari kajian ini adalah mengatahui laju infiltrasi pada lahan perkotaan yang
dipengaruhi oleh kepadatan tanah.

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari kajian ini adalah sebagai pengembangan ilmu berkaitan dengan
tata guna lahan perkotaan yang berwawasan lingkungan.

1
BAB II

KAJIAN TEORI
2.1 ORIGINITAS

Air yang jatuh di permukaan tanah akan mengalir sebagai aliran limpasan dan
sebagian akan masuk ke dalam tanah atau menginfiltrasi. Kondisi ini sangat dipengaruhi
oleh berbagai hal, diantaranya: intensitas curah hujan, porositas tanah, kerapatan massa
tanah, kadar air tanah, tekstur tanah, struktur tanah, kepadatan tanah, kemiringan lahan,
kandungan bahan organik tanah, dan keadaan vegetasi permukaan tanah Laju air infiltrasi
pada tanah dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah. Tanah dengan pori-pori yang
rapat akan mempunyai kapasitas infiltrasi yang kecil dibanding dengan tanah yang memilki
pori-pori besar.
Infiltrasi merupakan gerakan air dari permukaan tanah yang tidak kedap air masuk
ke dalam tanah karena adanya gaya grafitasi dan gaya kapiler tanah (Seyhan 1990).
Infiltrasi mempunyai arti penting terhadap:
a) Proses limpasan. Daya infiltrasi menentukan besarnya air hujan yang dapat diserap
ke dalam tanah. Sekali air hujan tersebut masuk ke dalam tanah, air akan diuapkan
kembali atau mengalir sebagai air tanah. Aliran air tanah sangat lambat.
b) Pengisian lengas tanah dan air tanah pengisi lengas tanah adalah penting untuk tujuan
pertanian. Pada permukaan air tanah yang dangkal dalam lapisan tanah yang berbutir
tidak begitu kasar, pengisian kembali lengas tanah ini dapat diperoleh dari kenaikan
kapiler air tanah.
Kapasitas infiltrasi adalah kemampuan tanah dalam merembeskan (menginfiltrasikan)
air yang terdapat di permukaan atau aliran air permukaan kebagian dalam tanah
tersebut, yang dengan sendirinya dengan adanya perembesan itu aliran air permukaan
akan sangat berpengaruh (Kartasapoetra, 1989). Kapasitas infiltrasi terjadi ketika
intensitas hujan melebihi kemampuan tanah dalam menyerap kelembaban tanah.
Sebaliknya, apabila intensitas hujan lebih kecil dari pada kapasitas infiltrasi, maka laju
infiltrasi sama dengan laju curah hujan. Penentuan besarnya infiltrasi dapat dilakukan
dengan melalui tiga cara, yaitu:
 Menentukan perbedaan volume air hujan buatan dengan volume air larian pada
percobaan labolatorium menggunakan simulasi hujan buatan (metode simulasi
labolatorium).
2
 Menggunakan alat ring infiltrometer atau Turftech infiltrometer (metode pengukuran
lapangan)
 Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan (metode separasi hidrograf).
Model Horton adalah salah satu model infiltrasi yang terkenal dalam hidrologi.
Horton mengakui bahwa kapasitas infiltrasi berkurang seiring dengan bertambahnya waktu
hingga mendekati nilai konstan. Model Horton dapat dinyatakan secara matematis mengikuti
persamaan berikut:
(1) Keterangan:
f = laju infiltrasi (cm/menit)

fc = laju infiltrasi konstan (cm/menit) fo = laju infiltrasi awal (cm/menit)


k = konstanta geofisik
Model ini sangat simpel dan lebih cocok untuk data percobaan. Kelemahan utama dari
model ini terletak pada penentuan parameternya fo, fc dan k dan ditentukan dengan data
fitting.

2.2 KAJIAN TEORI YANG RELEVAN


a. Hubungan Laju Infiltrasi dengan Kepadatan
Kapasitas infiltrasi merupakan nilai laju infiltrasi yang maksimun. Dari nilai
kapasitas infiltrasi pada penelitian dapat dibahas tentang hubungan kepadatan tanah dengan
besarnya kapasitas infiltrasi. Dengan menggunakan regresi program excel didapat kurva
sebagai berikut

Perbandingan Kapasitas Infiltrasi dengan Berat Isi Tanah Kering


12
11
10
y = 0.144e1.950x
9
R² = 0.108
8

1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7


Berat Isi Tanah Kering (gr/cm3)

Gambar 6 Kurva Perbandingan Kapasitas Infiltrasi dengan Kepadatan

Dengan menggunakan regresi exponential didapat nilai R2 = 0,108 berarti 10,8 % kapasitas
infiltrasi dipengaruhi oleh parameter kepadatan (ɣd), sisanya 89,2 % dipengaruhi oleh
parameter yang lain.

3
Hal ini menunjukkan kurva diatas tidak layak untuk dipergunakan karena mempunyai R2
yang sangat rendah.
Dari hasil uji t antara kapasitas infiltrasi dengan kepadatan maka dapat diketahui
bahwa kepadatan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap laju infiltrasi. Hal
ini telah dijelaskan sebelumnya bahwa berdasarkan variasi kepadatan yaitu kepadatan
tinggi, sedang, dan rendah didapat hasil laju infiltrasi model Horton yang beragam. Dalam
kenyataan seharusnya semakin kecil nilai kepadatan tanah suatu lokasi, maka laju
infiltrasinya akan semakin besar. Tetapi hasil dari pengukuran di lapangan memperoleh
hasil yang berbanding terbalik dengan teori sebenarnya. Hal ini disebabkan lokasi dengan
kepadatan rendah memiliki kadar air rata-rata yang sangat tinggi. Parameter kadar air inilah
yang menyebabkan laju infiltrasinya sangat rendah, walaupun memiliki nilai kepadatan
yang kecil. Jadi dapat disimpulkan bahwa lokasi yang memiliki kepadatan tinggi ataupun
rendah tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap besar kecilnya laju infiltrasi.

b. Laju Infiltrasi Model Horton


Pendugaan laju infiltrasi dengan model Horton yang telah dilakukan di 15 titik lokasi
menghasilkan kuva model Horton yang beranekaragam. Keanekaragaman tersebut tidak
lain dikarenakan banyaknya parameter yang berpengaruh terhadap laju infiltrasi Dari ketiga
macam variasi kepadatan tanah yang telah dikelompokkan yaitu kepadatan tanah tinggi,
sedang, dan rendah diperoleh kurva model Horton rata-rata seperti berikut :

Model Horton

f horton rata-rata
kepadatan tinggi

f horton rata-rata
kepadatan sedang

f horton rata-rata
kepadatan rendah

Waktu (Menit)

Gambar 5 Model Horton Seluruh Variasi Kepadatan


Semakin tinggi kepadatan suatu lokasi maka seharusnya semakin kecil laju
infiltrasinya. Sebaliknya jika semakin rendah kepadatan suatu lokasi maka seharusnya
semakin besar laju infiltrasinya.
Dari kurva diatas diketahui lokasi dengan kepadatan tinggi mempunyai laju infiltrasi
yang lebih rendah dibanding lokasi dengan kepadatan sedang. Hal ini menunjukkan bahwa
kepadatan tanah (ɣd) akan mempengaruhi besar kecilnya laju infiltrasi.
4
Sedangkan untuk kepadatan yang rendah dari kurva di atas diperoleh nilai laju
infiltrasi yang relatif kecil. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya laju infiltrasi tidak hanya
dipengaruhi oleh kepadatan tanahnya saja tetapi parameter yang lain seperti kadar air juga
sangat berpengaruh terhadap laju infiltrasi. Diketahui bahwa lokasi dengan kepadatan rendah
memiliki kadar air rata-rata yang sangat tinggi. Parameter kadar air inilah yang menyebabkan
laju infiltrasinya sangat rendah, walaupun memiliki nilai ɣd yang kecil.

5
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 METODOLOGI PENELITIAN


Penelitian ini dilaksanakan pada 15 titik lokasi di Wilayah Kota Medan Penentuan
lokasi berdasarkan pembagian peta sifat fisik tanah di Kota Medan. Penelitian di lapangan
menggunakan alat Turftec infiltrometer untuk pendugaan laju infiltrasinya dan alat
Sandcone untuk mengukur kepadatan tanah.

Tabel 1 Koordinat Lokasi Penelitian

Koordinat
LOKASI
X Y
Amplas 7°58'20.49" 112°40'12.78"
SetiaBudi 7°55'57.13" 112°36'0.52"
Gajah Mada 7°58'48.09" 112°41'9.31"
Johor 7°55'3.57" 112°37'27.04"
Pancing 8° 0'46.44" 112°38'38.23"
Gatot Subroto 7°55'58.19" 112°39'32.15"
Djamin Ginting 7°56'34.19" 112°36'1.80"
Helvet 7°57'57.47" 112°38'32.36"
Petisah 7°58'23.84" 112°36'30.88"
Marelan 8° 1'2.41" 112°38'2.71"
Sunggal 7°58'59.83" 112°36'30.54"
Merdeka 7°57'41.53" 112°36'25.49"
Padang Bulan 7°56'33.44" 112°35'40.54"
Denai 7°57'43.81" 112°37'58.54"
Kesawan 7°59'53.16" 112°36'49.33"

Data-data yang diperoleh adalah data primer yang merupakan pengamatan langsung
dari lapangan yaitu diantaranya data laju infiltrasi dan kepadatan tanah. Selain data dari
lapangan terdapat juga data hasil analisis dari laboratorium seperti data kadar air dan tekstur
tanah. Pada penelitian ini laju infiltrasi akan dianalisis menggunakan Model Horton. Model
persamaan Horton membutuhkan data dari lapangan berupa laju infiltrasi (f), laju infiltrasi pada
saat konstan (fc), dan laju infiltrasi awal (fo). Laju infiltrasi juga akan dianalisis seberapa besar
pengaruhnya terhadap parameter kepadatan dengan analisis regresi menggunakan program
SPSS versi 17.

6
3.2 HASIL ANALISIS DATA
a. Analisis Hasil Pengolahan Data
Hasil pengukuran laju infiltrasi di 15 lokasi penelitian dibedakan menjadi 3 kelompok
variasi kepadatan, yaitu berdasarkan kepadatan rendah, sedang, dan tinggi. Dari 15 lokasi titik
penelitian akan didapat nilai ɣd untuk pembagian variasi kepadatan. Lokasi yang termasuk
kelompok kepadatan tinggi akan mempunyai nilai ɣd tinggi yaitu Setia Budi, Amplas, Gajah
Mada, Pancing, dan Johor. Lokasi yang termasuk kelompok kepadatan rendah akan
mempunyai nilai ɣd kecil yaitu Kesawan, Sunggal, Denai, Merdeka, dan Padang Bulan.
Sedangkan lokasi pengamatan yang lain termasuk kelompok kepadatan sedang, yaitu Djamin
Ginting, Helvetia, Gatot Subroto, Petisah, dan Marelan.

b. Analisis Lokasi Kepadatan Tinggi


Dari 15 lokasi pengamatan di lapangan diketahui 5 lokasi dengan nilai ɣd paling tinggi
yaitu antara 1,60 gr/cm3 s/d 1,64 gr/cm3. Lokasi tersebut yaitu Amplas, Setia Budi, Gajah
Mada, Johor, dan Pancing. Dari hasil pemeriksaan tanah diperoleh bahwa rata-rata lokasi pada
kepadatan tinggi tergolong berstruktur tanah liat yang berlanau. Dengan analisis
menggunakan model Horton dari 5 lokasi kelompok kepadatan tinggi diperoleh kurva sebagai
berikut :
Model Horton

Gajag Mada

Gambar 2 Model Horton Lokasi Kepadatan Tinggi

Dari penggabungan model Horton 5 lokasi yang tergolong kelompok kepadatan


tinggi diatas diketahui lokasi di Johor memiliki nilai laju infiltrasi yang paling tinggi dari
pada yang lain. Hal ini disebabkan di Johor memiliki kadar air yang paling rendah yaitu
6,33% dan derajat kejenuhan yang paling rendah pula yaitu 0,268. Selain itu di lokasi ini
juga memiliki komposisi penyusun tanah utama berupa pasir yaitu 62,2% dan menurut
klasifikasi tanah USDA tergolong tanah liat berpasir.

7
Dengan komposisi tanah berupa pasir dan kadar air yang rendah menyebabkan lokasi di Johor
ini memiliki laju infiltrasi yang tinggi dari pada yang lain.

Sedangkan pada lokasi Pancing memiliki laju infiltrasi awal paling rendah dikarenakan
pada komposisi penyusun tanahnya sangat dominan lanau yaitu sebesar 68,1% dan hanya
memiliki komposisi pasir sebesar 6%. Keadaan tersebut yang menyebabkan lokasi Pancing
memiliki laju infiltrasi awal yang paling rendah.

Untuk 3 lokasi yang lain memiliki rata-rata laju infiltrasi yang relatif sama. Hal ini bisa
dilihat dari klasifikasi tanahnya yang tergolong tanah liat dan tanah liat berlanau.

c. Analisis Lokasi Kepadatan Sedang

Dari 15 lokasi pengamatan di lapangan akan diketahui 5 lokasi dengan nilai ɣd


sedang yaitu antara 1,35 gr/cm3 s/d 1,55gr/cm3. Nilai ɣd sedang berada diantara nilai ɣd
yang tinggi dan rendah. Lokasi tersebut yaitu Gatot Subroto, Djamin Ginting, Helvetia,
Petisah, dan Marelan. Dari hasil pemeriksaan tanah diperoleh bahwa rata-rata lokasi pada
kepadatan sedang tergolong berstruktur tanah liat yang berlanau.

Dengan analisis menggunakan model Horton dari 5 lokasi kelompok kepadatan


sedang diperoleh kurva sebagai berikut :

Model Horton

f horton Helvetia

Gambar 3 Model Horton Lokasi Kepadatan Sedang

Dari penggabungan model Horton 5 lokasi yang tergolong kelompok kepadatan sedang
diatas diketahui lokasi di Petisah memiliki nilai laju infiltrasi yang paling tinggi dari pada yang
lain. Hal ini disebabkan di Petisah memiliki kadar air yang paling rendah yaitu 10,74% dan
derajat kejenuhan yang paling rendah pula yaitu 0,275. Perlu diketahui semakin besar nilai
derajat kejenuhan, maka tanah tersebut semakin tergolong tanah jenuh. Selain itu juga memiliki
paling banyak ruang pori sehingga dapat dikatakan tanah tersebut gembur. Hal ini dapat dilihat
dari nilai porositasnya yang paling besar yaitu 52,8%.
8
Menurut klasifikasi tanah USDA, Petisah tergolong tanah liat berpasir. Dengan
komposisi tanah dominan pasir, banyaknya ruang pori pada tanah, dan kadar air yang sangat
rendah menyebabkan lokasi di Petisah ini memiliki laju infiltrasi yang tinggi dari pada yang
lain.
Sedangkan pada lokasi Djamin Ginting memiliki laju infiltrasi paling rendah
dikarenakan memiliki kadar air yang paling tinggi yaitu 23,93%. Keadaan tersebut yang
menyebabkan lokasi Djamin Ginting memiliki laju infiltrasi yang paling rendah.
Untuk 3 lokasi yang lain juga memiliki laju infiltrasi yang berbeda-beda. Walaupun
ketiganya memiliki rata-rata komposisi ukuran butiran yang sama yaitu dominan pasir, tetapi
banyak parameter lain yang berbeda-beda juga mempengaruhi nilai dari laju infiltrasinya.

d. Analisis Lokasi Kepadatan Rendah


Dari 15 lokasi pengamatan di lapangan akan diketahui 5 lokasi dengan nilai ɣd rendah
yaitu antara 1,13 gr/cm3 s/d 1,29 gr/cm3. Lokasi tersebut yaitu Sunggal, Merdeka, Padang
Bulan, Denai, dan Kesawan. Dari hasil pemeriksaan tanah diperoleh bahwa rata- rata lokasi
pada kepadatan rendah mempunyai tekstur tanah yang sangat beragam.
Dengan analisis menggunakan model Horton dari 5 lokasi kelompok kepadatan rendah
diperoleh kurva sebagai berikut :
Model Horton

Gambar 4 Model Horton Lokasi Kepadatan Rendah

Dari penggabungan model Horton 5 lokasi yang tergolong kelompok kepadatan rendah
diatas diketahui lokasi di Merdeka memiliki nilai laju infiltrasi awal yang paling tinggi dari
pada yang lain. Hal ini disebabkan pada lokasi ini memiliki kadar air yang paling rendah dari
pada lokasi lain yaitu 16,46% dan derajat kejenuhan yang paling rendah pula yaitu 0,429.
Selain itu di Merdeka juga memiliki komposisi penyusun tanah utama berupa pasir yaitu 68,2%
serta memiliki komposisi lempung yang sangat kecil yaitu 7,9%. Menurut klasifikasi tanah
USDA lokasi ini tergolong tanah liat berpasir.

9
Dengan komposisi penyusun utama tanah berupa pasir dan kadar air yang rendah menyebabkan
lokasi di Merdeka ini memiliki laju infiltrasi awal yang tinggi dari pada yang lain.
Sedangan pada lokasi Denai memilii laju infiltrasi paling rendah dikarenakan memiliki
kadar air paling tinggi yaitu 35,99. Selain itu lokasi ini juga meiliki paling sedikit ruang pori
sehingga dapat dikatakan tanah ersebut tanah padat. Hal ini dat dilihat dari nilai porositasna
yang paling kecil yaitu 48%. Keadaan tersebut yang menyebabka lokasi Denai memiliki laju
infiltrasi yang palin rendah Untuk 3 lokasi yang lan memiliki rata-rata laju infilrasi yang relatif
sama. Walaupun ketiganya memiliki tekstur tanah yang berbeda-beda tetapi.

10
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan studi ini maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
• Besarnya nilai kepadatan (ɣd) suatu lokasi tidak dapat dijadikan parameter
utama yang berpengaruh terhadap nilai laju infiltrasinya. Hal ini dapat
dibuktikan dari uji analisis regresi yang menunjukkan hubungan antara nilai
kepadatan dengan laju infiltrasi maksimumnya memiliki nilai R2 yang sangat
rendah. Dari uji t hubungan antara kepadatan dengan laju infiltrasi maksimum
dapat disimpulkan bahwa parameter kepadatan tidak berpengaruh terhadap laju
infiltrasi.

4.2 SARAN
Dalam pengukuran laju infiltrasi di lapangan, sebaiknya tidak dilakukan pada saat
musim hujan dikarenakan kondisi tanah sering dalam keadaan jenuh setelah hujan turun.
Selain itu kondisi lokasi di lapangan juga harus ada ketetapan yang jelas misalnya
pemanfaatan lahan yang sesuai. Data yang digunakan juga perlu lebih banyak variasi agar
memperoleh hasil yang memuaskan. Sebaiknya itu semua diperhatikan supaya hasil yang
didapat baik dan penelitian ini dapat digunakan berkaitan dengan tata guna lahan perkotaan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ryan Renhardika, Donny Harisuseno, Andre Primantyo H, & Dian Noorvy. 2014. Analisis
Pene Laju Infiltrasi Pada Tanah Dengan Variasi Kepadatan. Universitas Brawijaya.
Malang

Januardin. 2008. Pengukuran Laju Infiltrasi pada Tata Guna Lahan yang Berbeda di Desa
Tanjung Selamat Kecamatan Medan Tuntungan Medan. Medan: Departemen Ilmu
Tanah FP USU.

Pratama, H. A. 2012. Hasil Penelitian Fakultas Teknik. Model Ekperimen Pengaruh


Kepadatan, Intensitas Curah Hujan dan Kemiringan Terhadap Resapan pada Tanah
Organik. Makasar: Fakultas Teknik Universitas Hasanudin.

12

Anda mungkin juga menyukai