Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

PROBLEMATIKA HUBUNGAN AIR, TANAH, DAN TANAMAN


ACARA II
LAJU INFILTRASI

OLEH :

Dimas Prawira Mileanto 20180210113

Nabil Amar Winarso 20180210120

Elsa Shafira 20180210127

Rofieq Agiel 20180210137

Sufiyanti Puji 20180210133

Hasna Khanza 20180210145

Aprilia Budi Setiawan 20180210147

Febby Naufal 20180210153

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2019
DESKRIPSI PRAKTIKUM

Lokasi Pengukuran : Lahan Uji Coba Fakultas Pertanian Universitas


Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Bantul,
Daerah Istimewa Yogyakarta

Tanggal Pengukuran : 31 Oktober 2019

Waktu Pengukuran : 09.00 – 09.09 WIB

Kondisi Cuaca : Cerah

Pelaksana Pengukuran : Dimas Prawira Mileanto, Nabil Amar, Elsa Shafira, Rofieq
Agiel, Sufiyanti Puji, Hasna Khanza, Aprilia Budi Setiawan,
Febby Naufal.

Jari – jari bidang cincin : 5 cm

Tinggi Permukaan Air : 10 cm


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infiltrasi merupakan proses masuknya air di permukaan ke dalam tanah, sedangkan


kapasitas infiltrasi merupakan laju pergerakan air ke dalam tanah. Banyak air yang masuk ke
dalam tanah pada proses infiltrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tekstur tanah,
struktur tanah, unsur organik, kelembaban tanah awal, dan tipe vegetasi. Laju infiltrasi
tertinggi pada saat air pertama kali masuk ke tanah dan menyebabkan penurunan seiring
bertambahnya waktu (Asdak, 2010).

Pada proses awal infiltrasi, air yang masuk ke dalam tanah mengisi kadar air tanah yang
mengalami kekurangan. Kadar air tanah yang telah mencapai kadar air kapasitas lapang,
maka kelebihan airnya mengalir ke bawah tanah dan menjadi cadangan air tanah.
Kemampuan tanah dalam menahan air dipengaruhi tekstur tanah. Tanah yang memiliki
tekstur kasar, daya menahan air lebih kecil daripada tanah yang memiliki tekstur halus. Oleh
karena itu, tanaman yang tumbuh pada tanah yang berpasir umumnya lebih cepat mengalami
kekeringan daripada tanah yang memiliki tekstur lempung atau liat (Syukur, 2009).

Air yang dapat meresap ke tanah dikarenakan adanya gaya kohesi, adhesi, dan gravitasi.
Lapisan tanah berpengaruh terhadap jumlah air yang tersedia dan pergerakan air yang berada
di dalam tanah. Lapisan tanah keras yang tidak tembus air akan memperlambat pergerakan air
dan dapat mempengaruhi daya tembus serta perkembangan akar yang secara efektif dapat
mengurangi kedalaman tanah (Jury et al., 2004).

B. Tujuan
Untuk mengetahui laju infiltrasi tanah di lahan percobaan fakultas pertanian Universitas

C. Manfaat
sebagai pengembangan ilmu yang berkaitan dengan fungsi lahan pertanian dan lingkungan
yang memungkinkan untuk mempermudah penempatan komoditas tertentu yang sesuai
dengan lahan tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Asdak (1995), Proses masuknya air dari atas (surface) kedalam tanah disebut
infiltrasi. Sedangkan laju infiltrasi (ft) adalah daya infiltrasi maksimum yang ditentukan oleh
kondisi permukaan termasuk lapisan atas dari tanah. Perkolasi merupakan proses kelanjutan
perjalanan air tersebut ke tanah yang lebih dalam. Dengan kata lain, infiltrasi adalah
perjalanan air ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan
gravitasi (gerakan air ke arah vertikal). Setelah keadaan jenuh pada lapisan tanah bagian atas
terlampaui, sebagian dari air tersebut mengalir ke tanah yang lebih dalam sebagai akibat gaya
gravitasi bumi dan dikenal sebagai proses perkolasi.
Besarnya laju infiltrasi atau perkolasi dinyatakan dalam mm/jam atau mm/hari. Dengan
demikian, proses infiltrasi melibatkan tiga proses yang saling tidak tergantung :
1) Proses masukknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah
2) Tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah
3) Proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping, dan atas)

Laju infiltrasi/ perkolasi ditentukan oleh beberapa faktor :


1) Dalamnya genangan diatas permukaan tanah dan tebal lapisan jenuh
Pada permulaan musim hujan pada umumnya tanah masih jauh dari jenuh sehingga
pengisian akan berjalan terus pada waktu yang lama sehingga daya infiltrasi akan
menurun terus pada hujan yang berkesinambungan, meskipun pada periode sama.
2) Kadar Air Dalam Tanah
Jika sebelum hujan turun permukaan tanah sudah lembab, daya infiltrasi (ft) akan lebih
rendah di bandingkan dengan jika pada permukaan tanah yang semula kering. Suatu
jenis tanah berbutir halus yang dapat digolongkan sebagai koloid, bila terkena air dan
menjadi basah akan mengembang. Perkembangan tersebut mengakibatkan
berkurangnyavolume pori-pori, sehingga daya infiltrasi/ perkolasi akan mengecil.
3) Pemampatan oleh partikel-partikel curah/butiran hujan
Gaya pukulan butir-butir air hujan terhadap permukaan akan mengurangi debit resapan
air hujan. Akibat jatuhnya tersebut butir-butir tanah yang lebih halus dilapisan
permukaan tanah akan terpencar dan masuk kedalam ruang-ruang antar butir-butir
tanah, sehingga terjadi efek pemampatan. Permukaan tanah yang terdiri atas lapisan
yang bercampur tanah liat akan menjadi kedap air karena dimampatkan oleh pukulan
butir-butir hujan tersebut. Tapi tanah pasiran tanpa campuran bahan-bahan lain tidak
akan dipengaruhi oleh gaya pukulan partikel butir-butir hujan itu.
4) Tumbuh-tumbuhan
Linkungan tumbuh tumbuhan yang padat, misalnya seprti rumput atau hutan
cenderung untuk meningkatrkan resapan air hujan. Ini disebabkan oleh akar yang
padat menembus kedalam hutan, lapisan sampah organic dari daun-daun atau akar-
akar dan sisa-sisa tanaman yang membusuk membentuk permukaan empuk, binatang-
binatang dan serangga-serangga pembuat liang membuka jalan kedalam tanah,
lindungan tumbuh-tumbuhan mengambil air dari dalam tanah sehingga memberikan
ruang bagi proses infiltrasi/ perkolasi berikutnya.
5) Pemampatan oleh Orang dan Hewan
Pada bagian lalu lintas orang atau kendaraan, permeabilitas tanah berkurang karena
struktur butir-butir tanah dan ruang-ruang yang berbentuk pipa yang halus telah
dirusaknya dan mengakibatkan tanah tersebut menjadi padat, sehingga laju infiltrasi/
perkolasi pada daerah tersebut sangat rendah.
6) Kelembaban tanah
Besarnya kelembaban tanah pada lapisan teratas sangat mempengaruhi laju infiltrasi.
Potensi kapiler bagian lapisan tanah yang menjadi kering (oleh evaporasi) kurang dari
kapasitas menahan air normal akan meningkat jika lapisan tanah dibasahi oleh curah
hujan. Peningkatan potensial kapiler ini bersama-sama dengan grafitasi akan
mempercepat infiltrasi. Bila kekurangan kelembaban tanah diisi oleh infiltrasi, maka
selisih potensial kapiler akan menjadi kecil. Pada waktu yang sama kapasitas infiltrasi/
perkolasi pada permulaan curah hujan akan berkurang tiba-tiba, yang disebabkan oleh
pengembangan bagian klodial dalam tanah. Jadi kelembaban tanah itu adalah sebagian
tanah dari sebab pengurangan tiba-tiba dari infiltrasi.
7) Karateristik-karateristik Air yang Berinfiltrasi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada bulan-bulan musim panas kapasitas
infiltrasi lebih tinggi. Namun ini tentu disebabkan oleh sejumlah faktor dan tentunya
bukan karena suhu saja. Kualitas air merupakan factor lain yang mempengaruhi
infiltrasi/ perkolasi. Liat halus pada partikel debu yang dibawa dengan air ketika
perkolasi kebawah dapat menghambat ruang pori yang lebih kecil. Kandunagan garam
dapur air mempengaruhi visikositas air dan laju pengembangan koploid
(Sosrodarsono, 1999).
8) Tekstur tanah Menurut
Hardjowigeno (2003), tekstur tanah menunjukkan perbandingan butir-butir pasir
(2mm-50 μ), debu (50-2 μ) dan liat ( 70 %, porositas rendah (< 40%), sebagian besar
ruang pori berukuran besar, sehingga aerasinya baik daya hantar air cepat, tetapi
kemampuan menahan air dan unsur hara rendah. Tanah disebut bertekstur liat jika
kandungan liatnya > 35 %, porositas relatip tinggi (60 %), tetapi sebagian besar
merupakan pori berukuran kecil, daya hantar air sangat lambat dan sirkulasi udara
kurang lancar (Januardin, 2008). Pada tekstur tanah pasir, laju perkolasi akan sangat
cepat, pada tekstur tanah lempung laju perkolasi adalah sedang hingga cepat dan pada
tekstur liat laju perkolasi akan lambat (Serief, 1989).
Nilai simpanan air dapat diketahui dengan memperhitungkan kandungan air di dalam
tanah (Prijono, 2009). Masukknya air ke dalam tanah yang sering dikenal dengan proses
infiltrasi dapat diukur menggunakan beberapa cara. Menurut Asdak (1995), ada 3 cara untuk
menentukan besarnya laju perkolasi, yakni
1) Menentukan beda volume air hujan buatan dengan volume air limpasan pada
percobaan laboratorium menggunakan simulasi hujan buatan.
2) Menggunakan ring infiltrometer
3) Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan.
III. ALAT DAN BAHAN

Bahan : Air
Alat : Ember, Gayung, Paralon, Penggaris, Balok Kayu

IV. CARA KERJA

 Tempat Pengukuran
Prosedur penentuan tempat pengukuran adalah sebagai berikut,
a) Tentukan rencana titik pengukuran dalam peta topografi.
b) Jika pengukuran infiltrasi daerah penelitian dilakukan pada beberapa titik dengan
variasi kondisi geologi, topografi, jenis tanah, dan penggunaan lahan, satuan lahan
pengukuran dibuat dengan melakukan tumpeng susun peta menurut variasi kondisi
lahan. Pilih lokasi di lapangan yang mewakili satuan lahan yang dibuat pada keadaan
permukaan yang datar dengan luas paling sedikit 2 x 2 m.
c) Pengukuran dapat dilakukan ppada permukaan tanah atau pada lubang galian jika
nilai laju infiltrasi pada kedalaman lebih diinginkan daripada permukaan.
d) Catat rinci lokasi pengukuran berupa nomor pengukuran, posisi dan elevasi dari peta
topografi.
e) Buat sketsa orientasi lokasi pengukuran.

 Memasang cincin infiltrometer


Prosedur pemasangannya mengikuti langkah-langkah berikut,
a) Letakkan salah satu cincin dengan ujung runcing di bagian bawah dan pastikan
penampang cincin pada level datar.
b) Pasang piringan tutup di atas cincin dan pastikan tepat di pusat cincin. Pukul tutup
cincin dengan martil sampai kedalaman tertentu sehingga dapat mencegah kebocoran
air ke luar cincin. Kedalaman sekitar 15 cm umumnya dianggap cukup atau sampai air
tidak dapat bocor. Gunakan pukulan secukupnya umtuk menghindari pecahnya
permukaan tanah. Jika cincin sudah menancap, lepaskan piringan tutup.
c) Letakkan cincin silinder lainnya secara tepat pada pusat yang sama dengan cincin
pertama, kemudian lakukan seperti langkah b.
d) Letakkan cincin silinder tetap tegak dengan level penampang datar. Jika setelah
ditancapkan keadaan cincin miring, cincin yang telah terpasang cabut dari tanah.
Pindahkan ke tempat sekitarnya dan ulangi langkah-langkah pemasangannya.
e) Jika setelah ditancapkan cincin infiltrometer berubah bentuk, cabut cincin
infiltrometer dari tanah, lakukan kalibrasi, dan ulangi langkah-langkah
pemasangannya.
f) Setelah pengukuran selesai keluarkan cincin dari tanah dengan memukul bagian
samping secara perlahan dan menggali sekeliling cincin dengan sekop atau linggis.

 Mempertahankan tinggi muka air


Tinggi muka air pada cincin harus dapat dipertahankan selama pengukuran dilakukan.
Untuk mempertahankan tinggi muka air dilakukan cara-cara berikut,
a) Pasang jarum berujung runcing sebagai penanda muka air yang dapat terlihat.
b) Pasang peralatan sedemikian rupa sampai ketebalan air antara 2,5 cm sampai dengan
20 cm dan perlu ketebalan lebih tinggi pada tanah permeabilitas rendah. Tancapkan
jarum di tengah cincin dalam dan bidang antar cincin. Pemasangan dibuat sedemikian
rupa agar muka air memiliki tebal yang sama.
c) Jika dilakukan pengukuran perubahan tinggi muka air, pasang mistar atau taraf meter
satu buah di dinding.
d) Jika dilakukan pengukuran perubahan volume dengan tabung mariotte, pasang satu
tabung yang dihubungkan dengan cincin dalam dan satu tabung dihubungkan dengan
bidang antara. Isi tabung sampai skala tertinggi.
e) Pasang lembaran pencegah percikan tanah saat pertama air dicurahkan.
f) Tuangkan air ke dalam cincin sampai muka air persis di ujung jarum.
g) Pengisian air pertama ini tidak dicatat dalam formulir pengukuran.

Tata Cara Pengukuran

Pengukuran infiltrasi dari infiltrometer cincin dapat dilakukan berikut ini,

Cara. Pengukuran tinggi muka air


Pengukuran laju infiltrasi berdasarkan perubahan tinggi muka mengikuti langkah-langkah
berikut.
a) Catat posisi waktu pada saat mulai pengukuran pada t = 0, dan pada kolom pertama
formulir pengukuran infiltrasi cincin.
b) Ukur perubahan tinggi muka air pada cincin tiap selang waktu. Catat pada formulir
pengukuran kolom ke 5.
c) Setelah perubahan tinggi muka air dicatat, tambahkan air sampai mencapai penanda
tinggi muka air.
d) Catat waktu sejak mulai pengukuran pada formulir pengukuran kolom 2, dan beda
waktu antarpengukuran pada kolom 3. Selang waktu ditentukan, umumnya tiap 1
menit pada 10 menit pertama, tiap 2 menit pada menit ke 10 sampai dengan menit ke
30, tiap 5 menit sampai dengan 10 menit pada menit ke 30 sampai dengan menit ke
60, selanjutnya tiap 15 menit sampai 30 menit sampai diperoleh laju yang relatif
konstan. Selang waktu ditentukan juga berdasarkan laju infiltrasi yang terukur atau
berdasarkan pengalaman lapangan pelaksana pengukuran.
e) Bagian atas cincin ditutup untuk menghindari penguapan selama selang pengukuran.
f) Hitung nilai f dari data perubahan tinggi muka air tiap selang waktu pengukuran
𝛥𝐻
menjadi laju infiltrasi dengan persamaan : 𝑓 = × 60
𝛥𝑡

Keterangan :
f = Laju infiltrasi (cm/jam)
ΔH = Perubahan tinggi muka air tiap selang waktu (cm)
Δt = selang waktu pengukuran (menit)
g) Catat hasil perhitungan laju infiltrasi pada kolom 6
h) Plot pada kertas grafik antara t dari formulir pengukuran kolom 2 sebagai sumbu x
dan laju infiltrasi dari formulir pengukuran kolom 6 sebagai sumbu y.
V. HASIL PENGAMATAN

A. Tabel pengamatan pengukuran tinggi muka air

Jam T ΔT ΔH Fc
Keterangan
(Ulangan) (Menit) (Menit) (cm) (cm/jam)
1 1 menit 1 menit 2 cm 120 cm/jam
2 1 menit 1 menit 1,2 cm 72 cm/jam
3 1 menit 1 menit 0,8 cm 48 cm/jam
4 1 menit 1 menit 0,6 cm 36 cm/jam
5 1 menit 1 menit 0,4 cm 24 cm/jam
6 1 menit 1 menit 0,4 cm 24 cm/jam
7 1 menit 1 menit 0,4 cm 24 cm/jam
8 1 menit 1 menit 0,4 cm 24 cm/jam
9 1 menit 1 menit 0,4 cm 24 cm/jam

B. Grafik kapasitas infiltrasi

Grafik Kapasitas Infiltrasi


140
120
120

100
Kapasitas Infiltrasi

80 72

60 48
36
40
24 24 24 24 24
20

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jumlah Ulangan
VI. PERHITUNGAN

Pengukuran Tinggi Muka Air

𝛥𝐻
Kapasitas Infiltrasi (fc) : 𝑥 60 (𝑐𝑚/𝑗𝑎𝑚)
𝛥𝑡

Keterangan :
T = Lamanya waktu sejak dimulai pengukuran (menit)
Δt = Beda waktu antara dua pengukuran berurutan (menit)
ΔH = Tinggi muka air yang meresap dalam selang waktu Δt (cm)
Fc = Kapasitas infiltrasi (cm/jam)

Fc 1 = 2 / 1 x 60 (cm/jam)
= 120 cm/jam
Fc 2 = 1,2 / 1 x 60 (cm/jam)
= 72 cm/jam
Fc 3 = 0,8 / 1 x 60 (cm/jam)
= 48 cm/jam
Fc 4 = 0,6 /1 x 60 (cm/jam)
= 36 cm/jam
Fc 5 = 0,4 /1 x60 (cm/jam)
= 24 cm/jam
Fc 6 = 0,4 /1 x60 (cm/jam)
= 24 cm/jam
Fc 7 = 0,4 /1 x60 (cm/jam)
= 24 cm/jam
Fc 8 = 0,4 /1 x60 (cm/jam)
= 24 cm/jam
Fc 9 = 0,4 /1 x60 (cm/jam)
= 24 cm/jam
VII. PEMBAHASAN

Pada praktikum ini, tanah yang dipakai sebagai bahan praktikum adalah tanah jenis
regosol. Tanah regosol adalah tanah hasil dari erupsi gunung berapi atau peristiwa
vulkanisme. Tanah ini mempunyai ciri khas yakni berwarna keabu – abuan, tekstur kasar,
butiran – butiran kasar, dan gembur. Ciri khas tersebut nampak pada tanah yang diteliti
sehingga tanah tersebut adalah tanah jenis regosol. Praktikum ini dilakukan pada pukul 09.00
hingga 09.09 menit dengan menggunakan metode infitrometer cincin dengan memasukkan
kira – kira 10 cm tinggi alat ke permukaan tanah lalu mengisi dengan air. Pada praktikum ini,
yang diamati adalah laju infiltasi tanah dengan melihat penurunan tinggi muka air pada pipa
cincin.

Pada ulangan pertama, terjadi perubahan yang mendasar yaitu kapasitas infiltrasinya
mencapai 120 cm / jam. Selanjutnya, pada ulangan ke 2 terjadi penurunan kapasitas
infiltrasinya yaitu menjadi 72 cm / jam, pada ulangan ke – 3 kapasitas infiltrasi kembali
menurun sebesar 48 cm / jam, lalu pada ulangan ke – 4 terjadi penurunan kembali yaitu
sebesar 36 cm / jam. Pada ulangan ke 5 sudah mulai menunujukan kapasitas infiltrasi yang
stabil yakni 24 cm/jam, dan ini sama denagn hasil ulangan ke – 6 hingga ulangan ke – 9.

Ulangan dilakukan sebanyak 9 kali dikarenakan keadaan kapasitas infiltrasi dari tanah
yang di uji belum menujukkan tanda – tanda stabil pada awalnya. Hal ini dilihat dari ulangan
pertama pada menit pertama yaitu terjdi penurunan yang cepat dan drastic menuju ulangan ke
– 2. Hal ini disebabkan oleh tanah yang diuji memiliki kondisi tanah yang kering sehingga
tanah akan banyak menyerap air untuk mengisi pori – pori tanah. Lalu pada ulangan
selanjutnya terjadi penurunan hingga pada ulangan ke – 5 hingga ke – 9 kapasitas
infiltrasinya konstan yaitu sebesar 24 cm / jam. Hal ini menandakan bahwa laju infiltrasi pada
tanah regosol di tempat uji memiliki kapasitas infiltrasi sebesar 24 cm / jam.
VIII. KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa laju gerak air menembus
tanah atau konduktivitas hidrolik, dapat berkurang dengan makin berkurangnya ruang pori
dan Kuantitas air yang mampu diserap oleh tanah sangat tergantung pada kondisi fisik tanah.
B. Saran
Dalam pengukuran laju infiltrasi di lapangan, sebaiknya tidak dilakukan pada saat musim
hujan dikarenakan kondisi tanah sering dalam keadaan jenuh setelah hujan turun. Selain itu
kondisi lokasi di lapangan juga harus ada ketetapan yang jelas misalnya pemanfaatan lahan
yang sesuai. Data yang digunakan juga perlu lebih banyak variasi agar memperoleh hasil
yang memuaskan. Sebaiknya itu semua diperhatikan supaya hasil yang didapat baik dan
penelitian ini dapat digunakan berkaitan dengan tata guna lahan perkotaan.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Asdak, C. (2010). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Air Sungai: Edisi Revisi Kelima.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Yogyakarta
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Penerbit Akademi Pressindo. Jakarta.
Januardin. 2008. Pengukuran Laju Infiltrasi Pada tata Guna Lahan yang Berbeda di Desa
Tanjung Selamat Kecamatan Medan Tuntungan Medan. [Skripsi]. Departemen Ilmu Tanah.
Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Jury, WA, dan Horton, R. 2004. Soil Physics. John Willey and Sons. New Jersey. 370 p.

Prijono, S. 2009. Agrohidrologi Praktis. Lembaga Cakrawala Indonesia. Malang.


Sarief, S. 1989. Fisika-Kimia Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung.
Sosrodarsono, Suyono. 1999. Hidrologi untuk Pengairan. PT Pradnya Paramita. Jakarta
Syukur, S 2009. Laju Infiltrasi dan Peranannya terhadap Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Allu-Bangkala. Jurnal. Agroland 16 (3) : 231 – 236.
LAMPIRAN

Gambar 1 Proses penyiapan Gambar 2 Proses Gambar 3 Proses


alat memasukan air dengan memasukan air tanpa plastik
dilapisi plastik bantu bantu

Gambar 4 Air di dalam pipa Gambar 5 Pengukuran air di Gambar 6 Pengukuran air di
sudah penuh dalam pipa yang mengalami dalam pipa yang mengalami
pengurangan selama 1 menit pengurangan selama 1 menit
pertama kedua

Anda mungkin juga menyukai