Anda di halaman 1dari 8

TUGAS HIDROLOGI

(7 FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFILTRASI)

OLEH:

NAMA : SAUFIT RAHMAN

NIM : M1A119122

KELAS : KEHUTANAN C

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
7 FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IFILTRASI

1.TIPE TANAH

Tipe tanah adalah berkaitan dengan tekstur dominan dari tanah yang bersangkutan.
Istilah umum yang sering digunakan adalah tanah berpasir, tanah berlempung, dan tanah berliat.
Dalam Soepardi (1979) dikemukakan padanan istilah umum yang sering dipakai untuk
melukiskan tekstur tanah sehubungan dengan kelas tekstur tanah Sistem Klasifikasi Departemen
Pertanian Amerika Serikat. Sama halnya dengan pengaruh tanah dengan lapisan porous terhadap
laju infiltrasi, tipe tanah mempengaruhi laju infiltrasi berkaitan dengan distribusi ukuran pori.

Tanah dengan tekstur kasar (berpasir) memiliki pori-pori berukuran besar. Menurut
Arsyad (1989), laju masuknya hujan ke dalam tanah ditentukan terutama oleh ukuran dan
susunan pori-pori besar tersebut.  Pori-pori ini dinamai porositas aerasi karena mempunyai
diameter yang cukup besar (sama dengan dan lebih besar dari 0,06 milimeter) yang
memungkinkan air keluar dengan cepat sehingga tanah beraerasi baik. Pori-pori tersebut juga
memungkinkan udara keluar dari tanah sehingga air dapat masuk.

Morgan (1986)  juga berpendapat bahwa tanah dengan tekstur kasar seperti pasir atau
lempung berpasir memiliki laju infiltrasi lebih tinggi dari pada tanah bertekstur liat karena ruang
antara partikel tanah yang lebih besar. Kapasitas infiltrasi tanah berpasir lebih dari 200 mm per
jam dan kurang dari 5 mm per jam untuk tanah liat.

2.LAPISAN LAPISAN TANAH

Laju infiltrasi pada tanah yang porous lebih tinggi dibandingkan dengan laju infiltrasi
pada lapisan tanah yang tidak porous. Hal ini disebabkan oleh perbedaan distribusi ukuran pori
antara kedua jenis lapisan tanah itu. Berkaitan dengan ruang  pori tanah, yaitu ruang yang
ditempati oleh air dan udara, terdapat dua parameter yaitu jumlah ruang pori dan ukuran pori.

Jumlah ruang pori ditentukan oleh tersusunnya butiran padat. Jika butiran padat ini
berimpitan seperti halnya lapisan bawah yang kompak atau pasir, maka jumlah ruang porinya
sedikit. Tapi bila partikel tanah tersusun secara sarang, seperti pada tanah yang bertekstur
sedang, maka jumlah ruang pori untuk tiap unit isinya banyak.

Sedangkan ukuran pori berkaitan dengan besarnya ruang pori. Secara umum dikenal dua
macam besarnya pori dalam tanah yaitu pori makro dan pori mikro. Walaupun tidak terdapat
perbedaan yang tegas, pori makro menstimulasi pergerakan udara dan air, sedangkan pori mikro
menghambat pergerakan udara, dan air hanya dibatasi pada pergerakan kapiler saja. Jadi, pada
tanah berpasir,  walaupun jumlah ruang porinya sedikit, pergerakan udara dan air sangat cepat
disebabkan oleh dominasi pori makro. Sedangkan tanah bertekstur halus melambatkan
pergerakan udara dan air karena didominasi oleh pori mikro, walaupun dijumpai jumlah ruang
pori yang banyak (Soepardi 1979).

Jika mengacu dari sudut pandang ini, maka banyak tanah yang memiliki lapisan porous
memiliki laju infiltrasi yang tinggi dibandingkan tanah yang memiliki lapisan yang tidak porous
karena memiliki ruang pori makro yang lebih baLapisan kerak juga terbentuk akibat pemadatan
oleh manusia dan hewan. Jalur jalan, jejak-jejak hewan, daerah penggembalaan berat, dan daerah
yang dipadatkan dengan mesin berat akan membuat lapisan tanah menjadi padat. Pemadatan ini
mengurangi laju infiltrasi. Musgrave dan Holtan (1964) mengingatkan bahwa tanah yang
memiliki lapisan bawah yang berdrainase baik dapat kerak di permukaan tanah sehingga
memiliki laju infiltrasi yang rendah.

3.KADAR AIR AWAL

Kandungan air tanah awal mempengaruhi serapan air oleh tanah dan laju infiltrasi. Pada
kondisi dimana kandungan air tanah awalnya rendah, laju infiltrasi akan maksimum dan akan
menurun sejalan dengan meningkatnya kadar air.

Menurut Arsyad (1989), laju infiltrasi terbesar terjadi pada kandungan air yang rendah
dan sedang. Makin tinggi kadar air, hingga keadaan jenuh air, laju infiltrasi menurun, sehingga
mencapai minimum dan konstan.

Menurut Singh (1992) tanah kering menciptakan potensial kapilaritas yang kuat  pada
pori-pori ukuran kapiler antara butiran-butiran tanah. Daya tarik kapiler yang kuat ini awalnya
mendesak sebuah kekuatan yang beraksi untuk menambah kekuatan gravitasi.  Tenaga kapiler
tersebut tepat di bawah permukaan tanah yang kering. Kekuatan tenaga kapiler berbanding
terbalik dengan ukuran bukaan pori; kekuatannya kecil untuk bukaan pori yang besar dan besar
untuk bukaan pori yang kecil.

Ketika permukaan tanah menjadi jenuh dengan air, potensial kapiler terpenuhi dan
cenderung untuk menahan air yang melalui bukaan ukuran – kapiler dan menurunkan laju
infiltrasi. Jadi kebasahan tanah menciptakan resistensi untuk infiltrasi. Resistensi untuk infiltrasi
tertinggi untuk bukaan pori jenuh yang  kecil dan kecil untuk bukaan pori yang besar.

Banyak tanah mengandung kandungan mineral liat seperti ilit dan monmorilonit (bentonit)
yang mengembang / membengkak ketika basah. Pembengkakan liat ini mengurangi kapasitas
tanah itu untuk menginfiltrasikan air karena terjadinya penyumbatan bukaan pori.

4.PENUTUPAN TANAH/PEMBERIAN MULSA

Penutupan tanah dengan mulsa adalah penggunaan sisa-sisa tanaman  (batang atau daun
tumbuhan) yang disebarkan di atas permukaan tanah. Pemberian mulsa mempengaruhi infiltrasi
terutama berkaitan dengan perannya dalam mempertahankan / meningkatkan kemantapan
struktur tanah sehingga dapat meningkatkan aerasi, dan dengan demikian dapat mempertahankan
laju infiltrasi tetap tinggi.

Mulsa mempertahankan aerasi tanah tetap baik, yaitu dengan pori makro sekitar 20
sampai 25 persen dibandingkan dengan berkurangnya jumlah pori makro tanah tanpa mulsa
setelah dua bulan dari 20 sampai 25 persen menjadi 8 sampai 11 persen (Arsyad 1989).

Menurut Arsyad (1989) mulsa akan meredam energi hujan  yang jatuh sehingga tidak
merusak struktur tanah, mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan, dan mengurangi
daya kuras aliran permukaan. Sebagai sumber energi, mulsa akan meningkatkan kegiatan biologi
tanah dan dalam proses perombakannya akan terbentuk senyawa-senyawa organik yang penting
dalam pembentukan struktur tanah. Sebagai hasilnya, struktur tanah akan meningkat, aerasi
menjadi lebih baik dan permeabilitas tanah yang tinggi tetap terpelihara.

Dalam Rawls et al (1993), dipaparkan hasil penelitian yang menunjukan bahwa


penghilangan tutupan permukaan mulsa dalam bentuk jerami (straw)  dan guni
(burlap) mengurangi laju infiltrasi dari sekitar 3 – 4 cm per jam menjadi kurang dari 1 cm per
jam . Adanya jerami membuat laju infiltrasi konstan. Setelah sekitar 40 menit berada pada laju
infiltrasi yang konstan, jerami dikeluarkan dan laju infiltrasi menurun sekitar seperenam dari laju
infitrasi sebelumnya. Adanya jerami itu melindungi tanah dari terbentuknya lapisan yang tidak
tembus air.  Ketika jerami dikeluarkan, dengan cepat terbentuk lapisan yang tidak tembus air
akibat pori-porinya terisi oleh partikel tanah halus yang terbentuk akibat pukulan curah hujan.

5.PENGOLAHAN TANAH

Pengolahan tanah (tillage) adalah manipulasi mekanik terhadap tanah untuk menyediakan
kondisi tanah yang sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan tanaman, pengendalian gulma, dan
untuk memelihara kapasitas infiltrasi dan aerasi.

Schwab (1966) mengidentifikasikan empat jenis pengolahan tanah yaitu pengolahan


tanah secara konvensional  (conventional tillage), pengolahan tanah hanya pada barisan atau
zone (strip or zone tillage), pengolahan tanah dengan pemulsaan (mulch tillage), dan pengolahan
tanah minimum (minimum tillage).

Sinukaban (2006) menyebutkan beberapa jenis pengolahan tanah berkaitan dengan


infiltrasi, yaitu (a) conventional tillage, yaitu tanah diolah seluruhnya, (b) chisel tillage, yaitu
tanah diolah sekali, (c) buffalo tillage yaitu pengolahan tanah pada barisan tanaman saja, dan
(d) no tillage atau zerro tillage,yaitu tanpa pengolahan tanah.

Throw et al yang diacu dalam Rawls et al (1993) menemukan bahwa daerah di sekitar


tanaman memiliki laju infiltrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah di antara
tanaman.
Brakensiek et al yang diacu dalam Rawls et al (1993) melaporkan bahwa pengolahan
tanah menggunakan bajak moldboard akan meningkatkan porositas (ruang pori) dari 10 sampai
20 % tergantung tekstur tanah dan akan meningkatkan laju infiltrasi dibandingkan dengan tanah
yang tidak diolah. Salah satu pengolahan tanah yang secara signifikan mempertahankan laju
infiltrasi tetap tinggi adalah pengolahan tanah dengan menerapkan mulsa vertikal. Mulsa vertikal
adalah mulsa sisa tanaman yang diberikan dalam alur lubang (Kohnke 1968 diacu dalam Brata,
Sudarmo, dan Waluyo 1994). Lebih lanjut dijelaskan  mulsa vertikal dapat mempertahankan
keefektifan pengolahan tanah dalam (subsoiling) untuk meningkatkan infiltrasi air ke dalam
tanah yang mudah memadat atau mempunyai lapisan kedap. Mulsa vertikal dapat meningkatkan
infiltrasi sampai beberapa musim pertanaman.

Penelitian Brata, Sudarmo, dan Waluyo (1994) menemukan bahwa terdapat pengaruh nyata
dalam perlakuan penambahan  cacing tanah dan mulsa vertikal terhadap laju infiltrasi. Terdapat
pengaruh saling menguntungkan antaera mulsa vertikal dan cacing tanah. Mulsa vertikal
menyediakan makanan, perlindungan dan habitat yang cocok bagi cacing tanah, sedangkan
aktivitas cacing tanah dalam menggali lubang, memakan dan mencampur bahan organik, mineral
dan mikroorganisme dapat mempercepat dekomposisi sisa tanaman dan perbaikan sifat fisik
tanah. itu semua membuat laju infiltrasi meningkat.

6.PENGGUNAAN LAHAN

Penggunaan lahan adalah setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap
lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual. Penggunaan
lahan dapat dikelompokan dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian  dan
penggunaan lahan non pertanian.

Penggunaan lahan pertanian  dibedakan secara garis besar  ke dalam macam penggunaan
lahan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahakan serta pemanfaatan atau apa
yang terdapat di atas lahan tersebut (Arsyad 1989). Berdasarkan hal ini dikenal penggunaan
lahan pertanian berupa tegalan, sawah, kebun kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi,
hutan lindung, padang alang-alang, dan sebagainya.
Berkaitan dengan infiltrasi, penggunaan lahan dengan tutupan vegetatif akan
menyediakan perlindungan  dari pemadatan oleh energi air hujan. Namun besarnya infiltrasi
tergantung pada fase pertumbuhan. Tanah dengan tanaman jagung dewasa meiliki infiltrasi yang
lebih besar dibandingkan dengan jagung yang baru ditanam. Menurut Rawls et al (1993),
peningkatan infiltrasi ini disebabkan oleh  peningkatan bukaan akar dan perlindungan daun-
daunan dewasa yang melindungi  tanah dari pemadatan oleh air hujan.

Dalam banyak kasus, vegetasi asli yang rimbun memiliki banyak bukaan akar yang
meningkatkan infiltrasi. Vegetasi yang padat juga menyediakan resistensi untuk aliran lateral
dari air melalui vegetasi, meningkatkan kedalaman aliran, dan meningkatkan kesempatan air
untuk terinfiltrasi. vegetasi yang lebat  menyediakan selapisan material vegetatif yang melapuk
yang menjadi sumber energi bagi bakteri, insekta dan hewan berkembang. Akumulasi serasah di
lantai hutan memberikan lapisan padat dari material vegetatif yang mengurangi kecepatan aliran
lateral dan meningkatkan infiltrasi (Singh 1992) .

Menurut Sri Harto (1993), tanaman di atas permukaan tanah berpengaruh terhadap laju
infiltrasi dengan dua cara, yaitu berfungsi menghambat aliran air di permukaan  sehingga
kesempatan berinfiltrasi lebih besar, dan sistem perakaran yang dapat lebih menggemburkan
struktur tanahnya. makin baik tutupan tanaman yang ada, laju infiltrasi cenderung lebih
tinggi.Lebih jauh tentang  peranan akar tanaman terhadap laju infiltrasi, Singh 91992)
menjelaskan bahwa ketika tanaman bertumbuh, akar  mereka menembus tanah. Kedalaman
penetrasi ke dalam tanah oleh akar dapat mencapai antara beberapa inci sampai sekitar 100 ft
(30,5 meter). Perkiraan masuk akal rata-rata akar sekitar 30 in (76 cm). Akar dari tanaman
tahunan mati dan melapuk setiap tahun dan beberapa tanaman semusim juga mati dan melapuk.
Bukaan akar bekas dari pelapukan akar memberikan akses berupa saluran berbentuk pipa untuk
infiltrasi air dan meningkatkan laju infiltrasi. Aksi akar selama pertumbuhan dan perkembangan
tanaman juga menyarangkan tanah dan membantu infiltrasi.
7.MIKROORGANISME

Mikroorganisme tanah merupakan bagian dari organisme tanah secara keseluruhan yang
terdiri dari jenis binatang dan tumbuhan. Pengelompokan organisme tanah (Soepardi 1979).
Pengaruh organisme terhadap laju infiltrasi terutama berkaitan dengan pembentukan dan
pemantapan struktur tanah, serta pembentukan lubang-lubang dalam tanah (pori-pori biologis)
apakah itu oleh aktivitas hewan (makro dan mikro) maupun oleh akar tanaman.

Peningkatan butir primer menjadi agregat dapat terjadi oleh pengikatan secara fisik dan
mycelia jamur dan actinomycetes. Disamping itu aktivitas mikroorganisme  tanah juga
menghasilkan senyawa-senyawa organik yang akan mengikat butir-butir primer menjadi agregat
secara kimia. Agar mikroorganisme dapat melakukan aktivitasnya dalam tanah, harus tersedia
bahan organik sebagai sumber energi mereka.

Penggalian lubang oleh hewan dan insekta, memberikan bukaan tambahan bagi air untuk
menembus tanah. Efek total dari seluruh penggalian lubang adalah penting karena galian-galian
ini lebih besar dari bukaan-bukaan pori alami dan memberikan akses yang lebih besar bagi air
(Singh 1992).

Diantara mikroorganisme tanah, cacing tanah memiliki posisi yang penting dalam
memperbesar laju infiltrasi karena kemampuannya menciptakan pori-pori biologis (biopore)
berukuran makro dan dindingnya dimantapkan oleh mucus yang dikeluarkan. Biopore tidak
mudah menutup oleh pembasahan walaupun pada tanah yang bersifat mengembang (Dexter
1988, diacu dalam Brata, Sudarno dan Waluyo, 1994).

Anda mungkin juga menyukai