Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jembatan adalah suatu struktur kontruksi yang memungkinkan route
transfortasi melalui sungai, danau, kali, jalan raya, jalan kereta api dan lain-lain.
Jembatan adalah suatu struktur konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan
dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah
yang dalam, alur sungai saluran irigasi dan pembuang . Jalan ini yang melintang
yang tidak sebidang dan lain-lain.. Fakta tersebut terlihat dari banyaknya
kebutuhan masyarakat yang harus dapat dipenuhi oeh tenaga ahli jembatan
dengan segala daya kreatifitasnya yang digabungkan melalui pendekatan
ekonomis agar semuanya dapat terealisasi dengan baik. Konstruksi jembatan
adalah suatu konstruksi bangunan pelengkap sarana transportasi jalanyang
menghubungkan suatu tempat ke tempat yang lainnya. Jembatan juga befungsi
untuk suatu system transportasi. Tipe jembatan mengalami perkembangan yang
sejalan dengan sejarah perdaban manusia, dari tipe yang sederhana sampai dengan
material yang modern. Jenis jembatan terus berkembang dan beraneka ragam
mengakibatkan seorang perencana harus terptmemilih jenis jembatan yang sesuai
dengan tempat tertentu.Perencanaan sebuah jembatan menjadi hal yang penting,
terutama dalam menentukan jenis jembatan apa yang tepat untuk dibangun di
tempat tertentu dan metode pelaksanaan apa yang di gunakan. Penggunaan
metode yang tepat, praktis, cepat dan aman, sangat membantu dalam penyelesaian
pekerjaan pada suatu proyek konstruksi. Sehingga target tepat mutu, tepat biaya
dan tepat waktu dapat tercapai.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Periksa keadaan jembatan serta tipe jembatan yang di pakai pada
jembatan Tanjung Morawa tersebut ?
1.2.2 Apakah masih layak jembatan tersebut digunakan untuk waktu
yang cukup panjang ?

1
1.2.3 Bila perlu adanya perbaikan pada jembatan tesebut , bagaimana
cara yang mudah untuk melakukan perbaikan tersebut?

1.3 Tujuan
1.3.1 Agar Mahasiswa/i dapat mengetahui tipe jembatan serta bagin
struktur atas dan bawah jembatan
1.3.2 Agar mahasisawa/i dapat mengetahui sistem perbaikan yang
diperlukan pada jembatan.

2
BAB II
TEORI PENDUKUNG

Pembebanan Pada Jembatan SNI 1725:2016

2.6 Kelompok pembebanan dan simbol untuk beban


Beban permanen dan transien sebagai berikut harus dipehitungkan dalam
perencanaan jembatan :
2.6.1 Beban Permanen
MS = beban mati komponen struktural dan non struktural jembatan
MA = beban mati perkerasan dan utilitas
TA = gaya horizontal akibat tekanan tanah
PL = gaya-gaya yang terjadi pada struktur jembatan yang disebabkan oleh
proses pelaksanaan, termasuk semua gaya yang terjadi akibat
perubahan statika yang terjadi pada konstruksi segmental
PR = prategang

2.6.2 Beban Transien


SH = gaya akibat susut/rangkak
TB = gaya akibat rem
TR = gaya sentrifugal
TC = gaya akibat tumbukan kendaraan
TV = gaya akibat tumbukan kapal
EQ = gaya gempa
BF = gaya friksi
TD = beban lajur “D”
TT = beban truk “T”
TP = beban pejalan kaki
SE = beban akibat penurunan
ET = gaya akibat temperatur gradien
EUn = gaya akibat temperatur seragam

3
EF = gaya apung
EWs = beban angin pada struktur
EWL = beban angin pada kendaraan
EU = beban arus dan hanyutan

2.7 Keadaan Batas Kekuatan


Keadaan batas kekuatan disyaratkan dalam perencanaan untuk memastikan
adanya kekuatan dan kestabilan jembatan yang memadai,baik yang sifatnya lokal
maupun global, untuk memikul kombinasi pembebanan yang secara statistik
mempunyayi kemungkinan cukup besar untuk ini, dapat terjadi kelebihan
tegangan ataupun kerusakan struktural, tetapi integritas struktur secara
keseluruhan masih terjaga.
Kuat I : Kombinasi pembebanan yang memperhitungkan gaya-gaya yang
timbul pada jembatan dalam keadaan normal tanpa
memperhitungkan beban angin. Pada keadaan batas ini, semua
gaya nominal yang terjadi dikalikan dengan faktor beban yang
sesuai.
Kuat II : Kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan penggunaan
jembatan untuk memikul beban kendaraan khusus yang ditentukan
pemilik tanpa memperhitungkan beban angin.
Kuat III : Kombinasi pembebanan dengan jembatan dikenai beban angin
berkecepatan 90 km/jam hingga 126 km/jam.
Kuat IV : Kombinasi pembebanan untuk memperhitungkan kemungkinan
adanya rasio beban mati dengan beban hidup yang besar.
Kuat V : Kombinasi pembebanan berkaitan dengan operasional normal
jembatan dengan memperhitungkan beban angin berkecepatan 90
km/jam hingga 126 km/jam.

2.8 Keadaan Batas Daya Layan


Keadaan batas daya lahan disyaratkan dalam perencanaan dengan
melakukan pembatasan pada tegangan, deformasi dan lebar retak pada kondisi

4
pembebanan layan agar jembatan mempunyayi kinerja yang baik selama umur
rencana.
Layan I : Kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan operasional
jembatan dengan semua beban mempunyai nilai nominal serta
memperhitungkan adanya beban angin berkecepatan 90 km/jam
hingga 126 km/jam. Kombinasi ini juga digunakan untuk
mengontrol lendutan pada goronggorong baja, pelat pelapis
terowongan, pipa termoplastik serta untuk mengontrol lebar retak
struktur beton bertulang; dan juga untuk analisis tegangan tarik
pada penampang melintang jembatan beton segmental. Kombinasi
pembebanan ini juga harus digunakan untuk investigasi stabilitas
lereng.
Layan II : Kombinasi pembebanan yang ditujukan untuk mencegah
terjadinya pelelehan pada struktur baja dan selip pada sambungan
akibat beban kendaraan.
Layan III : Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada
arah memanjang jembatan beton pratekan dengan tujuan untuk
mengontrol besarnya retak dan tegangan utama tarik pada bagian
badan dari jembatan beton segmental.
LayanIV : Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada
kolom beton pratekan dengan tujuan untuk mengontrol besarnya
retak.

Pada artikel ini akan dibahas kombinasi pembebanan pada jembatan


berdasarkan SNI 1725 : 2016 kombinasi pembebanan yang ada berjumlah 12
kombinasi dengan jumlah kategori beban terdapat sepuluh kategori sepertiyang
ditampilkan pada gambar di bawah ini:

5
Pada SNI 1725 2016, kombinasi-kombinasi yang ada berdasarkan fungsinya
masing-masing yang dimana dapat dilihat langsung pada SNI terkait

2.9 Keadaan Batas Extrem


Keadaan batas extrem di perhitungkan untuk memastikan struktur dapat
bertahan akibat gempa besar. Keadaan batas extrem merupakan kejadian dengan
frekuensi kemunculan yang unik dengan periode ulang yang lebih besar secara
signifikan di bandingkan dengan umur rencana jembatan:
Ekstrem I : Kombinasi pembebanan gempa. Faktor beban hidup  EQ yang
mempertimbangkan bekerjanya beban hidup pada saat gempa
berlangsung harus ditentukan berdasarkan kepentingan jembatan.
Ekstrem II : Kombinasi pembebanan yang meninjau kombinasi antara beban
hidup terkurangi dengan beban yang timbul akibat tumbukan
kapal, tumbukan kendaraan, banjir atau beban hidrolika lainnya,
kecuali untuk kasus pembebanan akibat tumbukan kendaraan (TC).
Kasus pembebanan akibat banjir tidak boleh dikombinasikan
dengan beban akibat tumbukan kendaraan dan tumbukan kapal.

2.10 Keadaan Batas Fatik


Keadaan batas fatik disyaratkan agar jembatan tidak mengalami kegagalan
akibat fatik selama umur rencana. Untuk tujuan ini, perencana harus membatasi
rentang tegangan akibat satu beban truk rencana pada jumlah siklus pembebanan
yang dianggap dapat terjadi.

6
Selama umur rencana jembatan keadaan batas fraktur disyaratkan dalam
perencanaan dengan menggunakan persyaratan kekuatan material sesuai
spesifikasi. Keadaan batas fatik dan fraktur dimaksudkan untuk membatasi
penjalaran retak akibat beban siklik yang pada akhirnya akan menyebabkan
terjadinya kegagalan fraktur selama umur desain jembatan.
Fatik : Kombinasi beban fatik dan fraktur sehubungan dengan umur fatik akibat
induksi beban yang waktunya tak terbatas.

BAB III
METODOLOGI

3.1 Diagram Alir Penelitian


Tahapan proses yang akan dilakukan dalam penelitian ini digambarkan
dalam diagram alir pada gambar 3.1 sebgai berikut :

Mulai

Menentukan Objek
Penelitian 7

Identifikasi Masalah
Penutup :
- Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian


3.2 Tempat Penelitian
Tempat : Jenbatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang

3.3 Waktu Penelitian


Hari/ Tanggal : Sabtu / 9 maret 2019
Pukul : 10.00 - selesai

3.4 Objek Penelitian

8
Objek penelitian dilaksanakan di jembatan Tanjung Morawa.

3.5 Identifikasi Masalah


Didalam melakukan penelitian, penulis menentukan rumusan masalah yang
akan menjadi pokok permasalahan. Setelah melakukan survey di lapangan maka
permasalahan yang diteliti adalah komdisi sekarang jembatan Tanjung Morawa.

3.6 Tujuan Penilitian


Tujuan dari sebuah penilitian adalah mencari bagaimana proses pekerjaan
dari Rigid Pavement itu sendiri.

3.7 Pengumpulan Data


Pada tahap pengumpulan data, penulis melakukan pengumpulan data yang
diperlukan dalam pekerjaan rigid pavement. Untuk pengumpulan data dibagi
kedalam dua jenis :

3.7.1 Data Primer


Merupakan data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti yang berhubungan
dengan penelitian yang sedang dilaksanakan. Data primer diperoleh dengan studi
lapangan, dan wawancara.

3.7.2 Data Sekunder


Merupakan data yang bersifat umum dan telah tersedia sebelumnya. Data
sekunder dapat diperoleh dari buku, hasil penelitian sebelumnya dan jurnal.
3.8 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari kegiatan
sebelumnya.

3.9 Analisis
Analisis dilakukan terhadap hasil pengolahan data yang telah dilakukan
sebelumnya

9
3.10 Penutup
Setelah dilakukan pengolahan data dan analisis terhadap hasil pengolahan
data ditarik kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan

3.11 Data Jembatan


3.11.1 Struktur Atas
a. Lebar Trotoar : 0,75 meter
b. Tinggi Trotoar : 0,25 meter
c. Panjang Trotoar : 50 meter
d. Tebal tiang sandaran ( Handriil ) : 1 mm
e. Diameter dalam tiang : 100 mm
f. Jarak antar tiang : 1,75 meter
g. Tinggi Hanrail : 1,12 meter
h. Panjang jembatan : 50 meter
i. Lebar jembatan : 16 meter
j. Lebar median : 1 meter
k. Jumlah jalur : 2 jalur
l. Jumlah lajur : 4 lajur

3.11.2 Struktur Bawah


a. Panjang pier ( jembatan 2 ) : 10 meter
b. Lebar pier ( Jembatan 2 ) : 0,50 meter
c. Tinggi pier ( jembatan 2 ) : 7 meter

BAB IV
ANALISA
4.1 Kondisi Jembatan 1
Jembatan pertama kami kondisikan di lapangan yaitu jembatan yang dilalui
kendaraan dari arah Lubuk Pakam Ke Arah amplas. Abutment yang digunakan
yaitu abutment tipe kantilever pada jembatan pelengkung untuk jalur dari Lubuk
Pakam menuju Medan. Lebar abutment adalah 10 meter untuk tiap abutment.

10
Bantalan untuk dudukan girder pada abutment tidak menggunakan elastomerik
maupun isolasi gelincir namun hanya menggunakan bantalan dengan beton.

Gambar 4.1 Tampak Bawah Jembatan 1


Dari gambar di atas ,ditemukan beberapa struktur yang retak dan harus segera
dilakukan perbaikan cara inject yaitu dengan cara menyuntikkan cairan beton ke
titik yang retak tersebut dengan tujuan retak tidak menyebar ke struktur lainnya
bahkan sampai ke pengroposan struktur. Juga terlihat pada struktur jembatan 1
terdapat pengroposan kecil yang dapat berakibat fatal apabila tidak segera
diperbaiki

Gambar 4.2 Pengeroposan pada jembatan 1


4.1.1 Metode Kerja Penyuntikan Bahan Epoxy Untuk Perbaikan Keretakan Pada
Beton

11
a. Persiapan Permukaan
Pembersihan permukaan yang akan diperbaiki atau dikerjakan harus
dibersihkan terlebih dahulu dengan mesin gurinda atau sikat kawat sehingga
bebas dari kotoran – kotoran atau bekas beton yang tidak sempurna selebar
5 cm disekitar permukaan yang akan dilakukan perbaikan retak,
pembersihan dilakukan pada sepanjang retakan. Permukaan beton harus
bebas dan bersih terhadap minyak, oli dan sejenisnya.
b. Peletakan Alat Penyuntik
Dasar alat penyunitk harus dilekatkan sedemikian rupa tepat ditengah
permukaan yang retak dengan menggunakan bahan penutup (seal) Jarak
antara alat penyuntik tergantung pada lebar dan dalamnya retakan, sekitar
30 – 40 cm, sehingga jumlah alat penyuntik dapat seefisien mungkin.
c. Penutup Retakan
Setelah dilakukan pembersihan seperti yang disebutkan diatas, kemudian
sepanjang jalur retakan yang ada ditutup dengan menggunakan bahan
penutup (sealant) selebar 5 cm dan tebal 3 mm
d. Setelah jalur retakan tertutup semua dengan bahan penutup dan bahan
penutup mengeras maka dapat dilaksanakan tahap berikutnya yaitu :
memasang alat penyuntik (BL INJECTOR)
e. Alat penyuntik harus terpasang melekat dengan baik pada dasar alat
penyuntik dan BL INJECTOR
f. Setelah alat penyuntik terpasang maka dilakukan pencampuran bahan epoxy
(BL GROUT) yang terdiri atas 2 komponen sesuai persayaratan dari pabrik
pembuat. Bahan epoxy (BL GROUT) yang telah tercampur (dengan
perbandingan Base agent : hardener adalah 2 : 1 ) tersebut dimasukan
kedalam alat penyuntik dengan suatu alat yang khusus sampai penuh dalam
batas plastik penutup balon yaitu : sampai balon penyuntik berdiameter 25
mm dan kemudian tahapan tersebut dilakukan terus sampai semua alat
penyuntik terisi dengan bahan epoxy (BL GROUT). Pekerjaan tersebut
harus terus diawasi dan dilakukan pemeriksaan pada setiap alat penyuntik
apabila balon sudah mulai mengempis maka harus diisi lagi dengan bahan
epoxy dan seterusnya sehingga semua balon terisi dan tidak ada lagi balon

12
yang mengempis maka hal tersebut mengindikasikan bahwa semua retakan
sudah terisi penuh bahan epoxy ( BL GROUT )
g. Apabila semua balon telah terisi penuh dan tidak ada lagi yang mengempis
bahan epoxy akan mulai mengikat (setting, menjadi keras). Proses setting
tersebut akan memerlukan waktu sekitar 3 jam.
h. Pemeriksaan bahan epoxy (BL GROUT) setelah 3 jam.
i. Penyelesaian akhir dimulai dengan melepas alat penyuntik setelah 1 hari
selesainya pekerjaan penyuntikan bahan epoxy kedalam retakan. Setelah
alat penyuntik dan balon penyuntik dilepas dari tempat retakan kemudian
dilakukan pelepasan atau pembersihan bahan penutup retakan (sealant)
sehingga permukaan beton menjadi rata dan rapi.

4.1.2 Tipe Abutmend


Abutment yang digunakan yaitu abutment tipe kantilever pada jembatan
pelengkung untuk jalur dari Lubuk Pakam menuju Medan. Lebar abutment adalah
10 meter untuk tiap abutment. Bantalan untuk dudukan girder pada abutment tidak
menggunakan elastomerik maupun isolasi gelincir namun hanya menggunakan
bantalan dengan beton.

Gambar 4.3 Abutmend Jembatan 1

4.2 Kondisi Jembatan 2


Dari hasil survei kelapangan, kami membuat jembatan kedua berupa dari arah
Amplas menuju arah Lubuk Pakam

13
Gambar 4.4 Tampak Bawah Jembatan 2

Dari gambar di atas sama halnya dengan jembatan 1, peretakan sudah terjadi
pada struktur bagian bawah dimana terjadi pada gelagar serta diafragmanya. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan cara penyuntikan injeksi beton pada bagian yang
retak agar peretakan tidak melebar kea rah struktur lainnya.

4.2.1 Metode Kerja Penyuntikan Bahan Epoxy Untuk Perbaikan Keretakan Pada
Beton
a. Persiapan Permukaan
Pembersihan permukaan yang akan diperbaiki atau dikerjakan harus
dibersihkan terlebih dahulu dengan mesin gurinda atau sikat kawat sehingga
bebas dari kotoran – kotoran atau bekas beton yang tidak sempurna selebar
5 cm disekitar permukaan yang akan dilakukan perbaikan retak,
pembersihan dilakukan pada sepanjang retakan. Permukaan beton harus
bebas dan bersih terhadap minyak, oli dan sejenisnya.
b. Peletakan Alat Penyuntik
Dasar alat penyunitk harus dilekatkan sedemikian rupa tepat ditengah
permukaan yang retak dengan menggunakan bahan penutup (seal) Jarak
antara alat penyuntik tergantung pada lebar dan dalamnya retakan, sekitar
30 – 40 cm, sehingga jumlah alat penyuntik dapat seefisien mungkin.

14
c. Penutup Retakan
Setelah dilakukan pembersihan seperti yang disebutkan diatas,
kemudian sepanjang jalur retakan yang ada ditutup dengan menggunakan
bahan penutup (sealant) selebar 5 cm dan tebal 3 mm
d. Setelah jalur retakan tertutup semua dengan bahan penutup dan bahan
penutup mengeras maka dapat dilaksanakan tahap berikutnya yaitu :
memasang alat penyuntik (BL INJECTOR)
e. Alat penyuntik harus terpasang melekat dengan baik pada dasar alat
penyuntik dan BL INJECTOR
f. Setelah alat penyuntik terpasang maka dilakukan pencampuran bahan epoxy
(BL GROUT) yang terdiri atas 2 komponen sesuai persayaratan dari pabrik
pembuat. Bahan epoxy (BL GROUT) yang telah tercampur (dengan
perbandingan Base agent : hardener adalah 2 : 1 ) tersebut dimasukan
kedalam alat penyuntik dengan suatu alat yang khusus sampai penuh dalam
batas plastik penutup balon yaitu : sampai balon penyuntik berdiameter 25
mm dan kemudian tahapan tersebut dilakukan terus sampai semua alat
penyuntik terisi dengan bahan epoxy (BL GROUT). Pekerjaan tersebut
harus terus diawasi dan dilakukan pemeriksaan pada setiap alat penyuntik
apabila balon sudah mulai mengempis maka harus diisi lagi dengan bahan
epoxy dan seterusnya sehingga semua balon terisi dan tidak ada lagi balon
yang mengempis maka hal tersebut mengindikasikan bahwa semua retakan
sudah terisi penuh bahan epoxy ( BL GROUT )
g. Apabila semua balon telah terisi penuh dan tidak ada lagi yang mengempis
bahan epoxy akan mulai mengikat (setting, menjadi keras). Proses setting
tersebut akan memerlukan waktu sekitar 3 jam.
h. Pemeriksaan bahan epoxy (BL GROUT) setelah 3 jam.
i. Penyelesaian akhir dimulai dengan melepas alat penyuntik setelah 1 hari
selesainya pekerjaan penyuntikan bahan epoxy kedalam retakan. Setelah
alat penyuntik dan balon penyuntik dilepas dari tempat retakan kemudian
dilakukan pelepasan atau pembersihan bahan penutup retakan (sealant)
sehingga permukaan beton menjadi rata dan rapi.

15
4.2.2 Tipe Abutmend
Abutment yang digunakan yaitu abutment tipe gravitasi pada jembatan PCI
girder untuk jalur dari Medan menuju Lubuk Pakam

Gambar 4.5 Tipe Abutment Jembatan 2

4.3 Hal Yang Perlu Dilakukan Pada Jembatan 1 dan Jembatan 2


Tipe jembatan ini ialah jembatan kelas A dikarenakan lebarnya memenuhi
persyaratan lebar badan jalan dan trotoar tersebut dan juga lalu lintas yang padat.
Kondisi jembatan ini masih layak digunakan namun diperlukan segera perbaikan
baik dari kondisi struktur jembatan,perbaikan pada beronjong maupun kebersihan
lingkungan jembatan.perawatan jembatan setidaknya 1 tahun sekali agar jembatan
terawat dengan baik mengingat jembatan ini menyambungkan jalur lintas
provinsi. Dan apabila jembatan ini rusak maka lalu lintas akan semakin macet
dikarenakan persimpangan menuju bandara yang sudah macet akan semakin
macet dan juga proses pengiriman barang akan tertunda. Adapun alternatif apabila
jembatan ini rusak yaitu melewati jalan tol yang berbayar maupun melewati jalur
lain yang akan memakan waktu yang cukup lama.

16
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
a. Pada uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Tipe jembatan ini ialah
jembatan kelas A dikarenakan lebarnya memenuhi persyaratan lebar badan
jalan dan trotoar tersebut dan juga lalu lintas yang padat.

b. Kondisi jembatan ini masih layak digunakan namun diperlukan segera


perbaikan baik dari kondisi struktur jembatan, perbaikan pada beronjong
maupun kebersihan lingkungan jembatan. Perawatan jembatan setidaknya 1
tahun sekali agar jembatan terawat dengan baik mengingat jembatan ini
menyambungkan jalur lintas provinsi.

c. Pada jembatan 1 ditemukan beberapa struktur yang retak dan harus segera
dilakukan perbaikan cara inject, yaitu dengan cara menyuntikkan cairan
beton ke titik yang retak tersebut dengan tujuan retak tidak menyebar ke
struktur lainnya, bahkan sampai ke pengroposan struktur.

17
d. Abutment yang digunakan yaitu abutment tipe kantilever pada jembatan 1
untuk jalur dari Lubuk Pakam menuju Medan. Lebar abutment adalah 10
meter untuk tiap abutment. Bantalan untuk dudukan girder pada abutment
tidak menggunakan elastomerik maupun isolasi gelincir namun hanya
menggunakan bantalan dengan beton.

DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.ums.ac.id/15810/2/BAB_I.PENDAHULUAN.pdf
Bambang, Dewasa(Alm). 2016. pembebanan-untuk-jembatan
Bagaskara. 2016. Rehabilitas Jembatan dan Spesifikasinya

18
LAMPIRAN

19
Gambar L.1 Sketsa Gambar Abutment Jembatan dan Oprit

Gambar L.2 Pengukuran Abutmend Jembatan

Gambar L.3 Pengukuran Dinding Penahan Tanah

20
Gambar L.4 Pengukuran Panjang Bentang Jembatan dan Trotoar

21

Anda mungkin juga menyukai