Anda di halaman 1dari 45

 

TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
BAB II
 
TINJAUAN PUSTAKA
 

II.1  Jembatan
  Jembatan secara umum adalah suatu bangunan konstruksi sipil yang
dibangun untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus yang
 
diakibatkan oleh adanya rintangan seperti lembah, aliran sungai, danau, jalan
 
kereta api, jalan raya yang melintang tidak sebidang dan lain-lain. Menurut
  Pasal 86 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan,

  menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan jembatan adalah jalan yang

  terletak di atas permukaan air dan/atau di atas permukaan tanah. Jembatan


dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Menurut Penggunaan, yaitu: jembatan jalan raya, jembatan kereta api,
jembatan penyeberangan orang, dan jembatan lain-lain seperti saluran air,
pipa gas.
b. Menurut bahan jembatan, yaitu: jembatan kayu, jembatan batu, jembatan
beton, dan jembatan baja.
c. Menurut bentuk strukturnya, yaitu: jembatan balok gelagar biasa,
jembatan balok pelat girder, jembatan balok monolit beton bertulang,
jembatan gelagar komposit, jembatan rangka baja, dan jembatan balok
beton prategang (Pre Stress).
d. Menurut kelas muatan, yaitu: jembatan kelas standar (A/I), jembatan kelas
sub standar (B/II), jembatan kelas low standar (C/III).

II.2 Pembebanan Jembatan


Analisis pembebanan jembatan digunakan untuk mendapatkan
besarnya beban yang bekerja secara optimum dalam merancang elemen
struktur jembatan. Analisis pembebanan jembatan menggunakan acuan SNI
1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan. SNI tersebut adalah revisi
dari SNI 03-1725-1989, Pembebanan jembatan jalan raya, Pedoman
perencanaan. Ketentuan teknis yang direvisi antara lain distribusi beban D

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-1
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
dalam arah melintang, faktor distribusi beban T, kombinasi beban, beban
 
gempa, beban angin, dan beban fatik.
 

II.2.1
  Filosofi Perencanaan Pembebanan

 
Jembatan harus direncanakan sesuai dengan keadaan batas yang
disyaratkan untuk mencapai target pembangunan, keamanan, dan aspek
 
layan, dengan memperhatikan kemudahan isnpeksi, faktor ekonomi, dan
 
estetika. Dalam perencanaan, kondisi atau keadaan batas disyaratkan
  dengan melakukan pembatasan terhadap beberapa kondisi agar jembatan

  sesuai dengan kinerja yang diinginkan. Keadaan batas tersebut adalah


sebagai berikut:
 
a. Keadaan batas daya layan
b. Keadaan batas fatik dan faktur
c. Keadaan batas kekuatan
d. Keadaan batas ekstrem
Menurut SNI 1725:2016, perhitungan pembebanan jembatan
berdasarkan batas-batas di atas menghasilkan dua belas (12) kombinasi
pembebanan. Kelompok pembebanan yang digunakan dalam perancangan
struktur jembatan menurut SNI 1725:2016 adalah sebagai berikut:
a. Beban Permanen
 MS = Beban mati komponen structural dan non structural jembatan
 MA = Beban mati perkerasan dan utilitas
 TA = Gaya horizontal akibat tekanan tanah
 PL = Gaya-gaya yang terjadi pada struktur jembatan yang
disebabkan oleh proses pelaksanaan, termasuk semua gaya yang
terjadi akibat perubahan statika yang terjadi pada konstruksi
segmental
 PR = prategang
b. Beban Transien
 SH = Gaya akibat susut/rangkak
 TB = gaya akibat rem
 TR = Gaya sentrifugal

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-2
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
 TC = Gaya akibat tumbukan kendaraan
 
 TV = Gaya akibat tumbukan kapal
 
 EQ = Gaya gempa
   BF = Gaya friksi
   TD = Beban lajur “D”

   TT = Beban truk “T”


 TP = Beban pejalan kaki
 
 SE = Beban akibat penurunan
 
 ET = Gaya akibat temperature gradient
   EUn = Gaya akibat temperature seragam
   EF = Gaya apung
 EWs = Beban angin pada struktur
 EWL = Beban angin pada kendaraan
 EU = Beban arus dan hanyutan

II.2.2 Faktor Beban dan Kombinasi Pembebanan


Gaya terfaktor yang digunakan dalam perencanaan harus dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut.

Q = ∑ 𝜂𝑖 𝛾𝑖 𝑄𝑖

Keterangan :
𝜂𝑖 = faktor pengubah respon
𝛾𝑖 = faktor beban
𝑄𝑖 = gaya atau beban yang bekerja pada jembatan
Kombinasi pembebanan bertujuan untuk memperhitungkan gaya-
gaya yang bekerja akibat suatu kondisi tertentu. Faktor beban untuk setiap
pembebanan dan kombinasi pembebanan untuk jembatan harus diambil
sesuai dengan ketentuan menurut SNI 1725:2016 yang dapat dilihat pada
Tabel II.1. Kombinasi pembebanan beserta penjelasannya adalah sebagai
berikut:
 Kuat I : Kombinasi pembebanan yang memperhitungkan gaya-gaya
yang timbul pada jembatan dalam keadaan normal tanpa

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-3
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
memperhitungkan beban angin. Pada keadaan batas ini, semua gaya
 
nominal yang terjadi dikalikan dengan faktor beban yang sesuai.
   Kuat II : Kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan
  penggunaan jembatan untuk memikul beban kendaraan khusus yang

  ditentukan pemilik tanpa memperhitungkan beban angin.


 Kuat III : Kombinasi pembebanan dengan jembatan dikenai beban
 
angin berkecepatan 90 km/jam hingga 126 km/jam.
 
 Kuat IV : Kombinasi pembebanan untuk memperhitungkan
  kemungkinan adanya rasio beban mati dengan beban hidup yang besar.
   Kuat V : Kombinasi pembebanan berkaitan dengan operasional

  normal jembatan dengan memperhitungkan beban angin berkecepatan


90 km/jam hingga 126 km/jam.
 Ekstrem I : Kombinasi pembebanan gempa. Faktor beban hidup 𝛾𝐸𝑄
yang memperhitungkan bekerjanya beban hidup pada saat gempa
berlangsung harus ditentukan berdasarkan kepentingan jembatan.
 Ekstrem II : Kombinasi pembebanan yang meninjau kombinasi antara
beban hidup terkurangi dengan beban yang timbul akibat tumbukan
kapal, tumbukan kendaraan, banjir, atau beban hidrolika lainnya,
kecuali untuk kasus pembebanan akibat tumbukan kendaraan (TC).
Kasus pembebanan akibat banjir tidak boleh dikombinasikan dengan
beban akibat tumbukan kendaraan dan tumbukan kapal.
 Layan I : Kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan operasional
jembatan dengan semua beban mempunyai nilai nominal serta
memeperhitungkan adanya beban angin berkecepatan 90 km/jam hingga
126 km/jam. Kombinasi ini juga digunakan untuk mengontrol lendutan
pada gorong-gorong baja, pelat pelapis terowongan, pipa termoplastik
serta untuk mengontrol lebar retak struktur beton bertulang; dan juga
untuk analisis tegangan tarik pada penampang melintang jembatan
beton segmental. Kombinasi pembebanan ini juga harus digunakan
untuk investigasi stabilitas lereng.

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-4
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
 Layan II : Kombinasi pembebanan yang ditujukan untuk mencegah
 
terjadinya pelelehan pada struktur baja dan selip pada sambungan akibat
  beban kendaraan.
   Layan III : Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik

  pada arah memanjang jembatan beton pratekan dengan tujuan untuk


mengontrol besarnya retak dan tegangan utama tarik pada bagian badan
 
dari jembatan beton segmental.
 
 Layan IV : Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik
  pada kolom beton pratekan dengan tujuan untuk mengontrol besarnya
  retak.

   Fatik : Kombinasi pembebanan fatik dan fraktur sehubungan


dengan umur fatik akibat induksi beban yang waktunya tak terbatas.
Tabel II.1 Kombinasi Pembebanan dan Faktor Beban
MA Gunakan salah
TT
MS satu
TD
Keadaan TA EU
TB EWS EWL BF EUn TG ES
batas PR
TR EQ TC TV
PL
TP
SH
Kuat I γp 1,80 1,00 - - 1,00 0,50/1,20 γTG γES - - -
Kuat II γp 1,40 1,00 - - 1,00 0,50/1,20 γTG γES - - -
Kuat III γp - 1,00 1,40 - 1,00 0,50/1,20 γTG γES - - -
Kuat IV γp - 1,00 - - 1,00 0,50/1,20 - - - - -
Kuat V γp - 1,00 0,40 1,00 1,00 0,50/1,20 γTG γES - - -
Ekstrem
γp γEQ 1,00 - - 1,00 - - - 1,00 - -
I
Ekstrem
γp 0,50 1,00 - - 1,00 - - - - 1,00 1,00
II
Daya
1,00 1,00 1,00 0,30 1,00 1,00 1,00/1,20 γTG γES - - -
layan I
Daya
1,00 1,30 1,00 - - 1,00 1,00/1,20 - - - - -
layan II
Daya
1,00 0,80 1,00 - - 1,00 1,00/1,20 γTG γES - - -
layan III
Daya
1,00 - 1,00 0,70 - 1,00 1,00/1,20 - - - - -
layan IV
Fatik
(TD dan - 0,75 - - - - - - - - - -
TR)
Catatan: γp dapat berupa γMS, γMA, γTA, γPR, γPL, γSH tergantung beban yang ditinjau
γEQ adalah faktor beban hidup kondisi gempa
Sumber: SNI 1725:2016

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-5
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
II.2.3 Beban Permanen
 
Massa setiap bagian bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi
  yang tertera dalam gambar rencana dan berat jenis bahan yang digunakan.
  Berat dari bagian-bagian bangunan tersebut adalah massa dikalikan dengan

 
percepatan gravitasi (g). Percepatan gravitasi yang digunakan adalah 9,81
m/detik2. Besarnya kerapatan massa dan berat isi untuk berbagai macam
 
bahan ditampilkan pada Tabel II.2.
  Tabel II.2 Berat Isi Untuk Beban Mati
Berat isi Kerapatan massa
  No. Bahan
(kN/m3) (kg/m3)
1 Lapisan permukaan beraspal
  22,0 2245
(bituminous wearing surfaces)
2 Besi tuang (cast iron) 71,0 7240
  3 Timbunan tanah dipadatkan
17,2 1755
(compacted sand, silt, or clay)
4 Kerikil dipadatkan (rolled
18,8-22,7 1920-2315
gravel, macadam, or ballast)
5 Beton aspal (asphalt concrete) 22,0 2245
6 Beton ringan (low density) 12,25-19,6 1250-2000
Beton f’c < 35 MPa 22,0-25,0 2320
7
35 < f’c < 105 MPa 22 + 0,022 f’c 2240 + 2,29 f’c
8 Baja (steel) 78,5 7850
9 Kayu (ringan) 7,8 800
10 Kayu keras (hard wood) 11,0 1125
Sumber: SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan

Pengambilan kerapatan massa yang besar, aman untuk suatu


keadaan batas akan tetapi tidak untuk keadaan yang lainnya. Untuk
mengatasi hal tersebut dapat digunakan faktor beban terkurangi. Akan
tetapi, apabila kerapatan massa diambil dari suatu jajaran nilai, dan nilai
yang sebenarnya tidak bisa ditentukan dengan tepat, perencana harus
memilih di antara nilai tersebut yang memberikan keadaan yang paling
kritis.
Beban mati jembatan merupakan kumpulan berat setiap komponen
struktural dan nonstruktural. Setiap komponen ini harus dianggap sebagai
suatu kesatuan aksi yang tidak terpisahkan pada waktu menerapkan faktor
beban normal dan faktor beban terkurangi.

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-6
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
II.2.3.1 Berat Sendiri (MS)
 
Berat sendiri adalah berat bagian elemen sendiri dan elemen
  struktural lain yang dipikulnya. Hal ini termasuk berat bahan dan bagian
  jembatan yang merupakan elemen struktural serta elemen nonstruktural

 
yang dianggap tetap. Faktor beban yang digunakan berat sendiri dapat
dilihat pada Tabel II.3.
 
Tabel II.3 Faktor Beban Untuk Berat Sendiri
  Faktor beban (𝜸𝑴𝑺 )
Tipe Keadaan Batas Ultimate
Keadaan Batas Layan (𝜸𝑺 𝑴𝑺 )
  beban (𝜸𝑼 𝑴𝑺 )
Bahan Biasa Terkurangi
  Baja 1,00 1,10 0,90
Alumunium 1,00 1,10 0,90
  Tetap Beton pracetak 1,00 1,20 0,85
Beton cor di tempat 1,00 1,30 0,75
Kayu 1,00 1,40 0,70
Sumber: SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan

II.2.3.2 Beban Mati Tambahan (MA)


Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang menjadi
suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen nonstruktural dan
besarnya dapat berubah selama umur jembatan. Faktor beban yang
digunakan berat mati tambahan dapat dilihat pada Tabel II.4.
Tabel II.4 Faktor Beban untuk Beban Mati Tambahan
Faktor beban (𝜸𝑴𝑨 )
Tipe Keadaan Batas Ultimate
Keadaan Batas Layan (𝜸𝑺 𝑴𝑨 )
beban (𝜸𝑼 𝑴𝑨 )
Keadaan Biasa Terkurangi
Umum 1,00(1) 2,00 0,70
Tetap
Khusus (terawasi) 1,00 1,40 0,80
Catatan (1) : Faktor beban layan sebesar 1,30 digunakan untuk berat utilitas
Sumber: SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan

II.2.4 Beban Lalu Lintas


Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban
lajur “D” dan beban truk “T”. Beban lajur “D” bekerja pada seluruh lebar
jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen
dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya.

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-7
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
Beban truk “T” adalah suatu kendaraan berat dengan tiga gandar
 
yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lalu lintas rencana. Tiap
  gandar terdiri atas dua bidang kontak pembebanan yang disimulasikan
  sebagai roda kendaraan berat. Hanya satu truk “T” diterapkan per lajur lalu

 
lintas rencana.
Secara umum, beban “D” akan menjadi beban penentu dalam
 
perhitungan jembatan yang mempunyai bentang sedang sampai panjang,
 
sedangkan beban “T” digunakan untuk bentang pendek dan lantai
  kendaraan.

 
II.2.4.1 Beban Lajur “D” (TD)
 
Beban lajur “D” terdiri atas beban terbagi rata (BTR) yang
digabung dengan beban garis terpusat (BGT). Faktor beban yang
digunakan untuk beban lajur “D” dapat dilihat pada Tabel II.5.
Tabel II.5 Faktor Beban Lajur “D”
Faktor beban (𝜸𝑻𝑫 )
Tipe
Jembatan keadaan batas keadaan batas
Beban
layan (𝜸𝑺 𝑻𝑫 ) ultimate (𝜸𝑼 𝑻𝑫 )
beton 1,00 1,80
Transien boks girder
1,00 2,00
baja
Sumber: SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan

Beban terbagi rata (BTR) ditempatkan sepanjang bentang


jembatan, sedangkan beban garis terpusat (BGT) ditempatkan pada tengah
bentang untuk mendapatkan reaksi maksimum. Ilustrasi beban BTR dan
BGT dapat dilihat pada Gambar II.1.

Gambar II.1 Beban Lajur “D”


Sumber: SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-8
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas p kN/m harus
 
ditempatkan tegak lurus arah lalu lintas sebesar 49,0 kN/m. Sedangkan
  beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa dengan besaran
  tergantung kondisi berikut:

 
Jika L ≤ 30 meter : q = 9,0 kPa
15
Jika L > 30 meter : q = 9,0 (0,5 + ) kPa
  𝐿

Keterangan:
 
q = intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan
 
L = panjang total jembatan terbebani (meter)
  Distribusi beban lajur dalam arah melintang digunakan untuk
  memperoleh momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar
jembatan. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan beban lajur “D”
tersebar pada seluruh lebar balok (tidak termasuk parapet, kerb, dan
trotoar) dengan intensitas 100% untuk panjang terbebani yang sesuai.

II.2.4.2 Beban Truk “T” (TT)


Beban truk “T” merupakan beban lalu lintas yang tidak dapat
digunakan bersamaan dengan beban “D”. Beban truk digunakan untuk
perhitungan perancangan struktur pelat lantai kendaraan jembatan. Faktor
beban yang digunakan untuk beban “T” dapat dilihat pada Tabel II.6.
Tabel II.6 Faktor Beban “T”
Faktor beban (𝜸𝑻𝑻 )
Tipe
Jembatan keadaan batas keadaan batas
Beban
layan (𝜸𝑺 𝑻𝑻 ) ultimate (𝜸𝑼 𝑻𝑻 )
Beton 1,00 1,80
Transien
Boks Girder Baja 1,00 2,00
Sumber: SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan

Pembebanan truk terdiri atas kendaraan truk semi-trailer yang


mempunyai susunan dan berat gandar seperti pada Gambar II.2. Berat dari
tiap gandar disebarkan menjadi dua buah beban merata sama besar yang
merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak
antara dua gandar tersebut dapat diubah-ubah dari 4,00 m hingga 9,00 m
untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-9
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
Beban angin juga bekerja pada badan truk untuk perencanaan pelat lantai
 
kendaraan.
 

Gambar II.2 Pembebanan Truk “T”


Sumber: SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan

Umumnya hanya ada satu kendaraan truk “T” yang dapat


ditempatkan pada satu lajur lalu lintas rencana, terlepas dari panjang
jembatan atau susunan bentang. Kendaraan truk “T” harus ditempatkan di
tengah-tengah lajur lalu lintas rencana.
Bidang kontak roda kendaraan yang terdiri atas satu atau dua roda
diasumsikan mempunyai bidang persegi panjang dengan panjang 750 mm
dan lebar 250 mm. Untuk pembebanan truk “T”, faktor beban dinamis
(FBD) diambil sebesar 30%.

II.2.4.3 Beban Akibat Tumbukan Kendaraan (TC)


Beban akibat tumbukan kendaraan digunakan untuk perhitungan
perancangan parapet atau railing jembatan. Beban tumbukan pada railing
dihitung berdasarkan kinerja perencanaan. Kriteria kinerja railing dan
kinerja terhadap tumbukan dapat dilihat pada Tabel II.7.

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-10
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
Tabel II.7 Kriteria inerja Railing dan Kinerja Terhadap Tumbukan
  Satu Truk trailer
Karakteristik Truk Truk trailer tipe
Mobil unit truk tipe traktor-
Kendaraan pickup van
  van tanker
W (N) 7000 8000 20000 80000 220000 355000 355000
 
B (mm) 1700 1700 2000 2300 2450 2450 2450
G (mm)
  550 550 700 1250 1630 1850 2050
Sudut tumbuk
20° 20° 25° 15° 15° 15° 15°
  (θ)
Kriteria kinerja Kecepatan (km/jam)
 
KK-1 50 50 50 N/A N/A N/A N/A
KK-2
  70 70 70 N/A N/A N/A N/A
KK-3 100 100 100 N/A N/A N/A N/A
KK-4
  100 100 100 80 N/A N/A N/A
KK-5 100 100 100 N/A N/A N/A N/A
  KK-6 100 100 100 N/A N/A N/A 80
Sumber: SNI 1725:2016

II.2.4.4 Beban Rem (TB)


Gaya rem harus diambil yang terbesar antara dua hal berikut.
 25% dari berat gandar truk desain atau;
 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR
Gaya rem harus diasumsikan untuk bekerja secara horizontal pada
jarak 1800 mm diatas permukaan jalan pada masing-masing arah
longitudinal dan dipilih yang menetukan.

II.2.5 Aksi Lingkungan


Beban aksi lingkungan diantaranya adalah pengaruh temperatur,
angin, banjir, gempa, dan penyebab alamiah lainnya. Pada penyusunan
tugas akhir ini, pengaruh aksi lingkungan yang diperhitungkan dalam
pembebanan jembatan adalah pengaruh beban angin dan beban gempa.

II.2.5.1 Beban Angin


Besarnya tekanan angin ditentukan berdasarkan asumsi kecepatan
angin dasar rencana (VB) yaitu sebesar 90 sampai 126 km/jam. Beban
angin harus diasumsikan terdistribusi secara merata pada permukaan
terekspos oleh angin. Luas area yang diperhitungkan adalah luas area dari

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-11
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
semua komponen, termasuk sistem lantai dan railing yang diambil tegak
 
lurus terhadap arah angin. Arah ini harus divariasikan untuk mendapatkan
  pengaruh yang paling berbahaya terhadap struktur jembatan atau
  komponen lainnya.

 
Jembatan atau bagian jembatan dengan elevasi rencana lebih
tinggi dari 10 meter di atas permukaan tanah/permukaan air, kecepatan
 
angin rencana, VDZ dihitung dengan persamaan berikut:
  𝑉10 𝑍
𝑉𝐷𝑍 = 2,5. 𝑉𝑜 ( ) ln ( )
  𝑉𝐵 𝑍𝑜
Keterangan:
 
VDZ = kecepatan angin rencana pada elevasi rencana, Z (km/jam)
 
V10 = kecepatan angin pada elevasi 10 m diatas permukaan
tanah/permukaan air rencana (km/jam)
VB = kecepatan angin rencana yaitu 90 hingga 126 km/jam pada elevasi
1000 mm
Z = elevasi struktur diukur dari permukaan tanah atau dari permukaan
air dimana beban angin dihitung (Z > 10 m)
Vo = kecepatan gesekan angin yang merupakan karakteristik
meteorologi dan besarannya dapat dilihat pada Tabel II.8 (km/jam)
Zo = panjang gesekan di hulu jembatan yang merupakan karakteristik
meteorologi dan besarannya dapat dilihat pada Tabel II.8 (mm)
Nilai kecepatan angin pada elevasi 10 meter diatas permukaan
tanah atau permukaan air (V10) dapat diperoleh dari:
 Grafik kecepatan angin untuk berbagai periode ulang;
 Survai angin pada lokasi jembatan; dan
 Jika tidak ada data yang lebih baik, dapat diasumsikan V10 = VB = 90
s/d 126 km/jam.
Tabel II.8 Nilai V0 dan Z0 untuk Berbagai Variasi Kondisi
Kondisi Lahan terbuka Sub urban Kota
VO (km/jam) 13,2 17,6 19,3
ZO (mm) 70 1000 2500
Sumber: SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-12
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
a. Beban Angin pada Struktur (EWS)
 
Untuk beban angin pada struktur (EWS), tekanan angin rencana dapat
  dihitung dengan menggunakan rumus persamaan berikut:
  𝑉𝐷𝑍 2
𝑃𝐷 = 𝑃𝐵 ( )
𝑉𝐵
 
Keterangan:
 
PD = tekanan angin rencana (MPa)
  PB = tekanan angin dasar yang ditentukan berdasarkan Tabel II.9.
  Tabel II.9 Tekanan Angin Dasar
Angin tekan Angin hisap
Komponen bangunan atas
  (MPa) (MPa)
Rangka, kolom, dan
0,0024 0,0012
  pelengkung
Balok 0,0024 N/A
Permukaan datar 0,0019 N/A
Sumber: SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan

b. Beban Angin pada Kendaraan (EWL)


Jembatan harus direncanakan memikul gaya akibat tekanan
angin pada kendaraan. Beban angin yang bekerja pada kendaraan
(EWL) diasumsikan sebagai tekanan menerus sebesar 1,46 N/mm,
tegak lurus, dan berkerja 1800 mm di atas permukaan jalan.\

II.2.5.2 Pengaruh Gempa


Pengaruh gempa rencana hanya ditinjau pada keadaan batas
ultimit. Jembatan direncanakan memiliki kemungkinan kecil untuk runtuh
namun diperbolehkan mengalami kerusakan yang signifikan dan
gangguan terhadap pelayanan akibat gempa. Beban gempa diambil
sebagai gaya horizontal yang ditentukan berdasarkan perkalian antara
koefisien respon elastik (Csm) dengan berat struktur ekivalen yang
kemudian dimodifikasi dengan faktor modifikasi respon (Rd) dengan
formulasi sebagai berikut.
Csm
EQ = × Wt
Rd
Keterangan:
EQ = gaya gempa horizontal statis (kN);

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-13
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
Csm = koefisien respons gempa elastis;
 
Rd = faktor modifikasi respon;
  Wt = berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup yang
  sesuai (kN).

 
Koefisien respons elastik Csm diperoleh dari peta percepatan
batuan dasar dan spektra percepatan sesuai dengan daerah gempa dan
 
periode ulang gempa rencana. Perhitungan pengaruh gempa terhadap
 
jembatan termasuk beban gempa, cara analisis, peta gempa, dan detail
  struktur mengacu pada SNI 2883:2016 Standar perencanaan ketahanan

  gempa untuk jembatan.

 
II.3 Struktur Atas Jembatan
Bangunan atas/struktur atas jembatan merupakan komponen utama
yang berfungsi langsung menerima beban lalu lintas yang melewatinya yang
kemudian disalurkan pada bangunan bawah/struktur bawah (substructures).

II.3.1 Parapet
Parapet berfungsi untuk mengurangi terjadinya kecelakaan ketika
suatu kendaraan meninggalkan jalan atau pengaman jembatan. Parapet
terbuat dari beton bertulang. Perancangan parapet yang dilakukan termasuk
kedalam perencanaan beton betulang dengan menggunakan perencanaan
balok bertulang ganda.
Menurut surat edaran menteri pekerjaan umum dan perumahan
rakyat nomor: 07/SE/M/2015 tentang pedoman persyaratan umum
perencanaan jembatan, pengaman lalu lintas pada bangunan/struktur
jembatan harus:
a. Menahan kendaraan-kendaraan pada jembatan yang memperhitungkan
tingkat risikonya;
b. Memperkecil percepatan kendaraan dan mengalihkan dengan baik
kendaraan-kendaraan yang mengalami kejutan;
c. Menempel dengan kuat pada penghalang di jalan pendekat dengan
kekakuan yang sesuai;

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-14
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
d. Mempunyai kekuatan struktural yang cukup selama pengaruh kejut dari
 
kendaraan untuk memperkecil risiko jeruji-jeruji menusuk ke dalam
  ruang penumpang;
  e. Mudah diperbaiki atau diganti dengan cepat;

 
f. Dapat menerima pergerakan bangunan akibat panas, rotasi dan lainnya.
Sambungan-sambungan harus sedemikian sehingga mencegah
 
timbulnya bising dan getaran, terutama di daerah perkotaan;
 
g. Sedemikian rinci agar sesuai dengan bangunan dan menghindarkan
  adanya halangan pandangan dari kendaraan atau halangan terhadap

  jarak pandang pada persimpangan;


h. Dirinci untuk membatasi gaya-gaya hidrodinamis dan terjebaknya
 
benda hanyutan pada waktu jembatan terendam banjir dengan periode
ulang 25 tahun.
Dimensi parapet tingkat 1 yang disyaratkan berdasarkan surat
edaran menteri pekerjaan umum dan perumahan rakyat nomor:
07/SE/M/2015 tentang pedoman persyaratan umum perencanaan jembatan,
dapat dilihat pada Gambar II.3.

Gambar II.3 Contoh Tipikal Penghalang Beton


Sumber: Pedoman Persyaratan Umum Perencanaan Jembatan
Kriteria pemilihan kinerja harus ditentukan dalam perancangan
pengaman lalu lintas atau parapet. Kriteria kinerja tersebut adalah sebagai
berikut:
Kinerja 1 = Digunakan pada jalan dengan kecepatan rencana rendah

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-15
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
dan volume kendaraan yang sangat rendah, jalan lokal
 
dengan kecepatan rencana rendah.
  Kinerja 2 = Digunakan pada jalan lokal dan kolektor dengan kondisi
  baik seperti jumlah kendaraan berat yang sedikit dan

 
rambu kecepatan sedikit.
Kinerja 3 = Digunakan pada jalan arteri dengan kecepatan rencana
 
tinggi dengan campuran kendaraan berat yang sangat
 
rendah dan kondisi jalan baik.
  Kinerja 4 = Digunakan pada jalan arteri dengan kecepatan rencana

  tinggi, jalan bebas hambatan, jalan ekspress, dan jalan


antar kota dengan campuran truk dan kendaraan berat.
 
Kinerja 5 = Digunakan sesuai dengan kriteria kinerja 4 jan jika
kendaraan berat memiliki porsi besar terhadap lalu lintas
harian atau saat kondisi jalan mengharuskan kriteria
kinerja railing yang tinggi.
Kinerja 6 = Digunakan pada jalan yang dapat dilalui truk tipe tanker
atau kendaraan dengan beban gravitasi yang cukup besar.

II.3.2 Pelat Lantai


Pelat lantai merupakan komponen jembatan yang memiliki fungsi
utama untuk mendistribusikan beban sepanjang potongan melintang
jembatan. Sistem struktur pelat dapat dianalisis baik sebagai pelat satu arah
ataupun dua arah. Rasio sisi panjang (Ly) dan sisi pendek (Lx) menentukan
apakah pelat termasuk satu arah atau dua arah. Pelat satu arah mempunyai
perbandingan,
𝐿𝑦
>2
𝐿𝑥
Sedangkan pelat dua arah mempunyai rasio
𝐿𝑦
≤2
𝐿𝑥
Tebal minimum pelat lantai (ts) harus memenuhi kedua ketentuan,
yaitu ts ≥ 200 mm dan ts ≥ (100+40.l) mm. Dimana (l) merupakan bentang
pelat yang diukur dari pusat ke pusat tumpuan dalam meter. Analisis

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-16
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
perancangan pelat lantai kendaraan dibagi menjadi dua parameter, yaitu
 
perancangan terhadap lentur dan perancangan terhadap geser.
 

II.3.3.1
  Perancangan Pelat Lantai Terhadap Lentur

 
Kekuatan pelat lantai terhadap lentur harus ditentukan seperti
halnya dengan balok dalam hal asumsi, faktor reduksi kekuatan, dan
 
syarat minimum yang tercantum dalam RSNI T-12-2004. Untuk
 
menentukan luas tulangan tarik dan tekan pada pelat lantai jembatan
  terhadap lentur harus memenuhi persyaratan perencanaan kekuatan pelat

  terhadap lentur (Mu ≤ ϕMn). Gambar 5 menunjukkan diagram tegangan


dan regangan pada beton bertulang ganda.
 

Gambar II.4 Diagram Tegangan dan Regangan Balok Bertulang Ganda


Dimana:
h = tinggi balok (mm)
b = lebar balok (mm)
c = garis netral (mm)
εc = regangan beton (0,003)
εs = regangan baja tulangan tarik
εs ′ = regangan baja tulangan tekan
Cc = gaya tekan beton (N)
Cs ′ = gaya tekan baja tulangan tekan (N)
Ts = gaya tarik baja tulangan (N)
d = tinggi efektif balok yang ditentukan dari serat tekan terluar sampai
dengan titik berat tulangan tarik (mm)

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-17
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
d’ = jarak serat tekan terluar sampai dengan titik berat tulangan tekan
 
(mm)
  As = luas tulangan tarik (mm2)
  As ′ = luas tulangan tekan (mm2)

  a = tinggi balok tegangan persegi ekivalen (mm) = β1 x c


Mn = momen nominal penampang (Nmm)
 
f’c ≤ 30 MPa → β1 = 0,85
 
f’c > 30 MPa → β1 = 0,85 − 0,008 × (fc′ − 30)
 

  Dari diagram (iii) diatas, dengan asumsi baja tulangan tekan sudah leleh
maka:
 
fs’ = fy
Mu ≤ ϕMn
a
Mu = ϕ(0,85. fc’. a. b. (d – ) + As’. fy. (d – d’)
2
Keseimbangan gaya horizontal ∑ H = 0
Cc + Cs’ = Ts
0,85 × f’c × a × b + As’ × fs′ = As × fy
(As − As′)
a= . fy
0,85. fc ′ . b
Kontrol terhadap asumsi tulangan tekan leleh εs’ ≥ εc

Gambar II.5 Regangan Tulangan Ganda


εs’: (c – d’) = εc: c
c – d’
εs’ = ( ) εc; εc = 0,003
c

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-18
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
Bila tulangan tekan belum leleh (fs < fy), maka besarnya tegangan
 
tulangan tekan (fs’)
  c − d’
fs’ = εs’. Es = ( ) . εc. Es
  c
dan besarnya Mu adalah sebagai berikut:
  a
Mu = ϕ [0,85. fc’. a. b. (d – ) + As’. fs’. (d – d’)]
  2
(As.fy−As′ .fs′ )
 
dengan nilai a = 0,85.fc′ .b

Kontrol daktalitas (rasio penulangan) untuk tulangan ganda sebagai


 
berikut:
 
a. Rasio penulangan minimum (ρmin)
  Pelat lantai yang ditumpu balok atau dinding memiliki nilai rasio
penulangan minimum berdasarkan RSNI T-12-2004 adalah sebagai
berikut
√fc′ 1,0
(ρmin) = atau
4 × fy fy
Dari persamaan di atas, diambil yang paling besar nilainya.
b. Rasio penulangan maksimum (ρmax)
fs ′
ρmax = 0,75 × ρb + ρ′ (McCormac, Jack C. 2000)
fy

II.3.3.2 Perancangan Tulangan Pembagi


Tulangan pembagi atau tulangan lentur sejajar lalu lintas dapat
ditentukan dengan persentase dari luas tulangan tarik utama
55
Persentase = (𝑚𝑎𝑘𝑠. 55%, min. 30%)
√𝑙

II.3.3.3 Perancangan Pelat Lantai Terhadap Geser Lentur


Perancangan pelat lantai terhadap geser mengacu terhadap RSNI
T-12-2004. Kekuataan pelat lantai terhadap geser harus ditentukan sesuai
dengan ketentuan: Apabila keruntuhan geser dapat terjadi sepanjang lebar
pelat lantai dan keruntuhan geser dapat terjadi pada lebar yang cukup
besar, kuat geser pelat harus dihitung sesuai dengan kuat geser pada balok
(фVn ≥ Vu). Faktor reduksi kuat geser (ф) = 0,7. Besarnya kuat geser pelat

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-19
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
lantai yang disumbangkan oleh beton bertulang tanpa tulangan geser
 
adalah:
  1
Vc = (√fc′ b d)
 
6
Dimana:
 
fc' = mutu beton (MPa)
  b adalah lebar pelat lantai = 1000 mm
  d adalah jarak dari serat tekan ke pusat tulangan tarik (mm)

 
II.3.3.4 Perancangan Pelat Lantai Terhadap Geser Pons
 
Apabila keruntuhan geser dapat terjadi di sekitar tumpuan atau
  beban terpusat, maka kuat rancang geser pelat lantai harus diambil sebesar
фVn. Nilai tersebut dapat dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:
Pu < фVno
Pu = 1,8 ∗ PTT
PTT = (1 + FBD) ∗ 11,25
Vno = Pn = u ∗ d (fcv + 0,3 ∗ fpe)
Keterangan:
Vno = kuat geser dari suatu pelat lantai
Beban truk = 112,5 kN atau 11,25 ton
FBD = faktor beban dinamis (30%)
PTT = beban roda truk pada pelat lantai
u = panjang efefktif dari keliling geser kritis
1 2
fcv = 6 × (1 + β) × √fc ′ ≤ 0,34 × √fc ′

β = perbandingan antara dimensi terpanjang dengan dimensi


terpendek dari luas efektif geser kritis penampang yang dibebani
fpe = tegangan tekan dalam beton akibat gaya prategang efektif

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-20
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

  Gambar II.6 Ilustrasi Beban Truk


Sumber: M. Noer Ilham, 2008
 

II.3.3
  Gelagar Utama
Gelagar utama atau gelagar memanjang merupakan komponen
 
utama yang berfungsi untuk mendistribusikan beban-beban secara
 
longitudinal dan biasanya didesain untuk dapat menahan deformasi atau
lendutan. Perancangan gelagar utama ini mengacu pada Manual Konstruksi
dan Bangunan 021/BM/2011 tentang Perencanaan Struktur Beton Pratekan
untuk Jembatan.
Budiadi, 2008 dalam Desain Praktis Beton Prategang menjelaskan
bahwa untuk memberikan tekanan pada beton pratekan dilakukan sebelum
atau setelah beton dicetak/dicor. Kedua kondisi tersebut membedakan
sistem pratekan, yaitu Pre-Tension (pratarik) dan Post-Tension (pascatarik).
Perancangan gelagar utama ini direncanakan menggunakan sistem
prategang dengan metode post-tension. Post tensioning merupakan
konstruksi beton yang dicor dulu dan dibiarkan mengeras sebelum diberi
gaya prategang. Prinsip kerja pascatarik dapat dilihat pada Gambar II.7.

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-21
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

Gambar II.7 Prinsip Post Tensioning


Sumber: Post Tensioning Institute

Budiadi, 2008 dalam Desain Praktis Beton Prategang menjelaskan


bahwa perancangan struktur untuk tahap batas kekuatan (strength limit
state) menetapkan bahwa aksi desain (Ru) harus lebih kecil dari kapasitas
bahan dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan ϕ (ϕRn) atau Ru ≤ ϕRn.
Dengan demikian secara berurutan untuk Momen, Putir, dan Geser, berlaku
Mu ≤ ϕMn, Tu ≤ ϕTn, dan Vu ≤ ϕVn

II.3.3.1 Dimensi PCI-Girder


Dimensi penampang PCI-Girder yang digunakan dalam
perancangan ini disesuaikan dengan dimensi penampang yang ada di
pasaran. Dalam hal ini, PCI-Girder yang digunakan adalah PCI-Girder
yang diproduksi oleh perusahaan PT. WIKA Beton. Dimensi PCI-Girder
yang diproduksi oleh PT. WIKA Beton dapat dilihat pada Gambar II.8
dan Tabel II.10.

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-22
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

  Gambar II.8 Penampang PCI-Girder Wika Beton


Sumber: PT. Wika Beton

  Tabel II.10 Ukuran Dimensi Penampang PCI-Girder Wika Beton


H (cm)
Notasi Unit
  90 125 160 170 210 230
h1 mm 75 75 125 200 200 200
h2 mm 75 75 75 120 120 120
h3 mm 100 100 100 250 250 250
h4 mm 125 125 225 250 250 250
h5 mm 62.5 62.5 21 50 50 50
h6 mm - - - 40 40 40
A mm 170 170 180 200 200 200
B mm 350 350 550 800 800 800
B1 mm - - - 600 600 600
C mm 650 650 650 700 700 700
Sumber: PT. Wika Beton

II.3.3.2 Tahap Pembebanan


Pembebanan pada beton pratekan atau prategang mengalami
beberapa tahap, yaitu transfer dan service. Tahap pembebanan tersebut
harus dilakukan pengecekan atas kondisi serat tertekan dan serat tertarik
dari setiap penampang. Pada tahap tersebut berlaku tegangan ijin yang
berbeda-beda sesuai kondisi beton dan tendon. (Budiadi, 2008).

a. Tahap Transfer
Menurut Budiadi (2008), tahap transfer adalah tahap pada saat
beton sudah mulai mengering dan dilakukan penarikan kabel prategang.
Pada saat ini biasanya yang bekerja hanya beban mati struktur, yaitu berat
struktur ditambah beban pekerja dan alat. Pada saat ini beban hidup belum
bekerja sehingga momen yang bekerja adalah momen minimum,

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-23
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
sementara gaya yang bekerja adalah maksimum karena belum ada
 
kehilangan gaya prategang.
  Komponen beton prategang pada saat transfer gaya prategang,
  tegangan tekan dalam penampang beton tidak boleh melampaui nilai

  0,60 𝑓𝑐𝑖’, dimana fci’ adalah kuat tekan beton yang direncanakan pada
umur saat dibebani atau dilakukan transfer gaya prategang yang
 
dinyatakan dalam satuan MPa. Sedangkan tegangan tarik dalam
 
penampang beton tidak melebihi nilai 0,5√𝑓𝑐𝑖′, dinyatakan dalam satuan
  MPa.
 

  b. Tahap Service
Kondisi service adalah kondisi pada saat beton pratekan
digunakan sebagai komponen struktur. Kondisi ini dicapai setelah semua
kehilangan gaya prategang dipertimbangkan. Pada saat ini beban luar
pada kondisi yang maksimum sedangkan gaya pratekan mendekati harga
maksimum. Pada setiap tahanan di atas ditentukan hasil analisis untuk di
evaluasi. Hasil analisis dapat berupa perhitungan tegangan atau kontrol
terhadap harga, misalnya lendutan terhadap ijin, nilai retak terhadap suatu
nilai batas dan lain sebagainya. Perhitungan tegangan dilakukan untuk
desain terhadap kekuatan; sedangkan kontrol terhadap harga dilakukan
untuk desain kekuatan, daya layan, ketahanan terhadap api ataupun tahap
batas yang lain.
Tegangan tekan dalam penampang beton, akibat semua kombinasi
beban tetap tidak boleh lebih dari nilai 0,45 fc’. Sedangkan tegangan tarik
yang diijinkan terjadi pada penampang beton, untuk beton prategang
penuh tidak boleh lebih dari 0,5√𝑓𝑐′, dinyatakan dalam satuan MPa.

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-24
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
II.3.3.3 Gaya Prategang
 
Gaya prategang yang terjadi dalam analisis perancangan PCI-
  Girder dihitung dengan dua kondisi, yaitu kondisi awal dan kondisi akhir
  atau kondisi saat jacking.

 
1. Kondisi Awal
 
Kondisi awal gaya prategang merupakan kondisi gaya prategang
 
yang diakibatkan oleh beban mati balok itu sendiri. Diagram tegangan
  pada kondisi awal dapat dilihat pada Gambar II.9.

Gambar II.9 Diagram Tegangan pada Kondisi Awal


Sumber: M. Noer Ilham (2008)

Perhitungan gaya prategang pada kondisi awal menggunakan


persamaan berikut:
−Pt Pt x es Mbalok
fa = 0 = + −
A Wa Wa
−Pt Pt x es Mbalok
fb = −0,60 fci ′ = − +
A Wb Wb
Dimana:
fa : Tegangan di serat atas (MPa)
fb : Tegangan di serat bawah (MPa)
fci ′ : Kuat tekan beton pada kondisi awal saat transfer (MPa)
Pt : Gaya prategang awal (N)
es : Eksentrisitas tendon (mm)
M : Momen akibat beban sendiri balok (Nmm)
Wa : Tahanan momen pada serat atas (mm3)
Wb : Tahanan momen pada serat bawah (mm3)

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-25
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
2. Kondisi Akhir (Jacking)
 
Kondisi akhir adalah kondisi dimana gaya prategang yang dimaksud
  adalah kondisi gaya prategang pada saat jacking. Perhitungan gaya
  prategang pada kondisi saat jacking menggunakan persamaan berikut:
Pt
  Pj =
0,85
  Pj = 0,8 x Pbl x nt
  Dimana:

  Pj : Gaya prategang akibat jacking (N)


Pt : Gaya prategang awal (N)
 
Pbl : Gaya putus satu tendon (N)
 
nt : Jumlah tendon (buah)
Persentase tegangan leleh yang timbul pada baja (% Jacking Force):
Pt
Po = < 80%
0,85 x 0,80 x Pbs
Pj = Po x ns x Pbs
Dimana:
Po : Presentase tegangan leleh yang timbul pada baja (%)
Pt : Gaya prategang awal (N)
Pbs : Beban putus minimal satu strand (N)
Pj : Gaya prategnag akibat jacking (N)
ns : Jumlah strand (buah)

II.3.3.4 Lintasan Inti Tendon


Lintasan inti tendon pada penampang PCI-Girder ditinjau setiap
satu meter. Ilustrasi lintasan inti tendon dapat dilihat pada Gambar II.10.

Gambar II.10 Ilustasi Lintasan Inti Tendon


Sumber: M. Noer Ilham, 2008

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-26
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
Perhitungan lintasan inti tendon menggunakan persamaan berikut:
 
X
Y = 4 × es × × (L − X)
  L2
Dimana:
 
Y : Jarak lintasan tendon ke tititk berat penampang (mm)
 
es : Eksentrisitas tendon (mm)
  X : Tinjauan lintasan kabel (m)
  L : Panjang bentang balok prategang (m)

 
II.3.3.5 Sudut Angkur
 
Persamaan yang digunakan untuk menghitung sudut angkur
 
adalah sebagai berikut:
X dy L − 2X
Y = 4 × fi × × (L − X), =4×f×
L2 dx L2
dy
α = arc tg ( )
dx
Dimana:
α : sudut angkur (Rad)
fi : eksentrisitas (mm)

II.3.3.6 Tata Letak Masing-masing Tendon


Tatak letak masing-masing tendon pada PCI-Girder
menggunakan persamaan berdasarkan M. Noer Ilham (2008) dalam
Perhitungan Balok Prategang Jembatan Srandakan Kulon Progo
Yogyakarta. Persamaan perhitungan tata letak masing-masing tendon
adalah sebagai berikut:
X
Zi = Zi′ − (4 × fi × × (L − X))
L2
Dimana:
Zi : Posisi masing-masing tinjauan tendon (mm)
Zi′ : Posisi masing-masing tendon di tumpuan bentang (mm)

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-27
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
II.3.3.7 Kehilangan Tegangan
 
Kehilangan tegangan gaya prategang dalam tendon untuk setiap
  waktu harus diambil sebagai jumlah dari kehilangan seketika dan
  kehilangan yang tergantung waktu. Secara umum kehilangan prategang

 
dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut:
a. Kehilangan akibat gesekan angkur
 
Kehilangan ini diakibatkan adanya blok-blok pada angkur pada saat
 
gaya pendongkrak ditransfer ke angkur. Kehilangan gaya prategang
  akibat dudukan angkur diperhitungan sebesar 3% dari gaya prategang

  yang dihasilkan akibat proses transfer.

 
b. Kehilangan akibat friksi
Kehilangan tegangan akibat friksi antara tendon dan selongsong beton
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
fo = fx e−(μα+KL)
Dimana
fo = tegangan baja prategang pada saat jacking sebelum seating
fx = tegangan baja prategang di titik x sepanjang tendon
e = nilai dasar logaritmik natural naverian
α = perubahan sudut total dari profil layout kabel dalam radian dari
titik jacking
μ = koefisien friksi
K = koefisien wobble
L = panjang baja prategang diukur dari titik jacking

c. Perpendekan Elastis Beton (ES)


Jika tendon yang dimiliki lebih dari satu dan tendon-tendon
tersebut ditarik secara berurutan, maka prategang secara bertahap
bekerja pada beton, perpendekan beton bertambah setiap kali kabel
diikatkan kepadanya, dan kehilangan gaya prategang akibat
perpendekan elastis berbeda-beda pada tendon. Tendon yang pertama
ditarik akan mengalami kehilangan terbesar akibat perpendekan beton

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-28
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
karena pemberian gaya prategang yang berurutan untuk tendon-tendon
 
yang lain. Tendon yang ditarik terakhir tidak akan mengalami
  kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis beton, karena
  seluruh perpendekan telah terjadi pada saat gaya prategang di tendon

 
terakhir diukur. Nilai kehilangan prategang akibat perpendekan elastis
pada pascatarik dapat menggunakan persamaan berikut:
 
n x Pn tendon
ES =
  Ac
Dimana:
 
Pn tendon : Besaran jacking untuk setiap tendon (N)
 
Es
n : Ec
 

d. Kehilangan Akibat Susut Beton


Besarnya susut beton dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-
faktor tersebut meliputi proporsi campuran, tipe agregat, tipe semen,
waktu perawatan, waktu antara akhir perawatan eksternal dan
pemberian prategang, ukuran komponen struktur serta kondisi
lingkungan. Rumus umum kehilangan tegangan akibat susut
berdasarkan Budiadi.A (2008) dalam buku desain praktis beton
prategang adalah sebagai berikut:
SH = εcs × Es
Dimana:
200×10−6
εcs = regangan susut sisa total, εcs = log
10 (t+2)

t = umur beton pada saat transfer gaya prategang (hari)


Es = Modulus elastisitas baja

e. Kehilangan Akibat Rangkak Beton


Deformasi atau aliran lateral akibat tegangan longitudinal disebut
rangkak (creep). Kehilangan gaya prategang akibat rangkak pada beton
harus diperhitungkan dari analisis regangan rangkak yang tergantung
pada waktu. Perkiraan kehilangan tegangan akibat rangkak dapat

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-29
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
dihitung dengan menggunakan rumusan dari Budiadi.A (2008) dalam
 
buku desain praktis beton prategang sebagai berikut:
  CR = εce × Es × fc
  Dimana:

  εce = Regangan elastis


fc = Tegangan tekan beton pada level baja
 
Es = Modulus elastisitas baja
 
f. Kehilangan Akibat Relaksasi Baja
 
Budiadi, 2008 dalam Desain Praktis Beton Prategang menjelaskan
 
bahwa relaksasi baja terjadi pada baja prategang dengan perpanjangan
  tetap selama suatu periode yang mengalami pengurangan gaya
prategang. Pengurangan gaya prategang tergantung lamanya waktu
berjalan dan rasio tegangan awal fpi terhadap gaya prategang akhir fpy.
Besarnya kehilangan tegangan akibat relaksasi baja adalah sebagai
berikut.
∆fre = C[K re − J(Δfsh + ∆fcr + ∆fES )]
Dimana:
C = Faktor relaksasi, tergantung pada jenis kawat baja prategang
K re = Koefisien relaksasi,
J = Faktor waktu
Δfsh = kehilangan tegangan akibat susut
∆fcr = kehilangan tegangan akibat rangkak
∆fES = kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis

g. Kehilangan Total
T.Y. Lin (1982) merekomendasikan kehilangan tegangan total
untuk pascatarik yaitu terdiri dari 1% perpendekan elastis, 5% rangkak
pada beton, 6% susut pada beton, dan 8% relaksasi baja sehingga
kehilangan total untuk struktur pascatarik adalah 20%. Menurut manual
perencanaan struktur beton pratekan untuk jembatan, menyatakan
bahwa perhitungan kehilangan total prategang untuk pascatarik adalah
sebagai berikut:

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-30
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
∆fT = ∆fA + ∆ff + ∆fES + ∆fre + ∆fcr + ∆fsh
 
Dimana:
  ∆fT = total kehilangan (MPa)
  ∆fA = kehilangan akibat gesekan angkur (MPa)

  ∆ff = kehilangan prategang akibat friksi (MPa)


∆fES = kehilangan akibat perpendekan elastis (MPa)
 
∆fre = kehilangan akibat relaksasi baja (MPa)
 
∆fcr = kehilangan akibat rangkak (MPa)
  ∆fsh = kehilangan akibat susut (MPa)
 

  II.3.3.8 Bursting Steel


Bursting steel merupakan tambahan penulangan yang berfungsi
sebagai penahan gaya radial untuk mencegah terjadinya retak/pecah pada
saat stressing. Bursting steel dipasang pada angkur hidup maupun angkur
mati. Perhitungan bursting steel mengacu pada M. Noer Ilham (2008)
dalam Perhitungan Balok Prategang Jembatan Srandakan Kulon Progo
Yogyakarta. Persamaan yang digunakan dalam perhitungan bursting steel
adalah sebagai berikut:
Ptn = 0,30 × (1 − rn ) × Pj
Ptn
(0,85 × fs)
n=
As
Dimana:
Ptn : Gaya yang diakibatkan oleh pelat angkur pada pengikat ujung
tendon baik dari arah vertikal maupun horizontal (N)
rn : Rasio perbandingan lebar pelat angkur baik dari arah vertikal
maupun horizontal
Pj : Gaya prategang akibat jacking pada masing-maisng kabel (N)
n : Jumlah sengkang yang diperlukan baik dari arah vertikal maupun
horizontal
fs : Tegangan ijin tarik baja sengkang (MPa)
As : Luas penampang sengkang (mm2)

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-31
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
II.3.3.9 Shear Connector
 
Perancangan shear connector dalam tugas akhir ini mengacu pada
  M. Noer Ilham (2008) dalam Perhitungan Balok Prategang Jembatan
  Srandakan Kulon Progo Yogyakarta.

 
Persamaan tegangan geser horizontal akibat gaya lintang adalah sebagai
berikut:
 
Sxc
fv = Vi ×
  bv × Ic
dimana:
 
Vi = Gaya lintang pada penampang yang ditinjau
 
Sxc = Momen statis luasan pelat terhadap titik berat penampang
  komposit
bv = lebar bidang gesek (lebar bidang kontak antara pelat dan balok)
Ic = Momen Inersia komposit
Untuk menghitung Sxc dapat menggunakan persamaan berikut:
ho
Sxc = beff × ho × (Ytc − )
2
Dimana:
beff = Lebar efektif pelat
ho = tebal pelat
Ytc = jarak titik berat dari serat atas penampang komposit
Jarak antar shear connector dihitung menggunakan persamaan berikut:
kt
s = fs × Ast × ( )
fv × bv
Dimana:
fs = tegangan ijin baja shear connector = 0,578 fy
kt = koefisien gesek pada bidang kontak, (1 s/d 1,4)

II.3.3.10 Lendutan Pada PCI-Girder


Nilai lendutan pada PCI-Girder berdasarkan buku Desain Praktis
Beton Prategang dihitung lendutan keatas akibat prategang (camber)
dengan persamaan berikut:
P × L2
a= (−5e1 + e2)
48 EI

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-32
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
Keterangan:
 
a = lendutan ke atas
  P = Gaya prategang
  L = Panjang bentang

 
E = Modulus elastisitas beton
I = Momen inersia penampang
 
e1,e2 = eksestrisitas pada penampang
 
Lendutan kebawah akibat beban luar dapat dihitung menggunakan
  persamaan berikut:

  5 × Q × L4
δQ =
384 × E × I
 
P × L3
δP =
48 × E × I
Keterangan:
δQ = lendutan ke bawah akibat beban merata
δP = ledutan kebawah akibat beban terpusat
Q = beban merata
P = beban terpusat
E = Modulus elastisitas beton
I = Momen inersia penampang
Lendutan yang diijinkan dihitung menggunakan persamaan berikut:
L
δijin =
300

II.3.3.11 Penulangan Terhadap Lentur


Berdasarkan RSNI T-12-2004 tentang Perencanaan Struktur
Beton untuk Jembatan untuk penulangan arah memanjang balok
prategang digunakan persamaan dibawah ini.
As = 0,004 × A
As
ntul =
1 2
4×π×D
Dimana:
As : Luas tulangan (mm2)

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-33
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
A : Luas bagian penampang yang ditinjau (mm2)
 
ntul : Jumlah tulangan yang diperlukan
  D : Diameter tulangan yang dipakai (mm)
 
II.3.3.12
  Penulangan Terhadap Geser
Perhitungan penulangan terhadap geser pada PCI-Girder ini
 
mengacu pada Budiadi, A (2008) dalam buku Desain Praktis Beton
 
Prategang.
 

  1. Kuat Geser
Kuat geser pada balok prategang dihitung menggunakan
 
persamaan berikut ini:
√fc′ 5 × Vu × dp
Vc = ( + ) × bw × dp
20 Mu
Dengan syarat Vc min < Vc < Vc maks
1
Vc min = × √fc′ × bw × dp
6
Vc maks = 0,4 × √fc′ × bw × dp
Keterangan:
f’c : Kuat tekan beton (MPa)
Vu : Gaya geser ultimit balok prategang
Mu : Momen balok prategang (N)
𝑏𝑤 : Lebar badan balok (mm)
𝑑𝑝 : Jarak dari serat terluar titik berat tulangan prategang (mm)

2. Kuat Geser Web


Kuat geser web pada balok prategang dapat dihitung
menggunakan persamaan berikut:
75 × √f′c × bw × s
Av =
1200 × fys
Dengan ketentuan nilai Av tidak boleh kurang dari:

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-34
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
bw × s
  Av min =
3 × fys
  Dimana:

  Av : Luas tulangan sengkang (mm2)


Av min : Luas tulangan sengkang minimum (mm2)
 
fys : Tegangan leleh tulangan (MPa)
 
s : Jarak sengkang (mm)
  Kuat geser badan web dihitung menggunakan persamaan berikut:
  Vcw = bw × dp (0,29√f′c + 0,3fpe ) + Vp
  Keterangan:

  Vcw : Kuat geser web (N)


fpe : Tegangan akibat gaya prategang efektif (MPa)
Vp : Geser akibat prategang (N)
Untuk menentukan sengkang dapat menggunakan persamaan berikut:
Av × fy × dp
s=
Vs
Kuat geser yang disumbangkan oleh kuat geser web menggunakan
persamaan berikut:
Vu
Vs = − Vcw
φ
Keterangan:
𝑉𝑠 : Kuat geser yang disumbangkan oleh geser web (N)
𝜑 : Faktor reduksi geser sebesar 0,7

3. Kuat Geser Lentur


Geser lentur merupakan kombinasi dari geser dan lentur di dekat
tengah bentang. Hal yang mempengaruhinya yaitu kekuatan geser
penampang yang merupakan fungsi dimensi penampang, mutu bahan, dan
momen yang menyebabkan keretakan pertama pada penampang (Mcr).
Kuat geser lentur pada balok prategang dapat dihitung menggunakan
persamaan berikut:

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-35
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
√fc ′ Vi × Mcr
  Vci = × bw × dp + Vd +
20 Mmaks
  Tetap nilai Vci tidak boleh kurang dari:
1
  Vci = 7 × √fc ′ × bw × dp

  Keterangan:

  Vci : Kuat geser lentur (N)


dp : Jarak dari serat tekan terluar ke tulangan prategang (mm)
 
Vd : Gaya geser akibat beban mati (N)
 
Vi : Gaya geser pada penampang yang ditinjau (N)
  Mmaks : Momen maksimal akibat beban luar (Nmm)
  Mcr : Momen retak (Nmm)
Nilai momen retak dapat dihitung menggunakan persamaan berikut ini:
I √fc′
Mcr = y × ( + fpe − fd )
t 2

Keterangan:
I : Inersia penampang (mm4)
yt : Jarak titik berat pusat penampang ke serat tekan terluar (mm)
fpe : Tegangan prategang efektif (MPa)
fd : Tegangan akibat beban mati (MPa)
Kuat geser yang disumbangkan oleh kuat geser lentur dihitung
menggunakan persamaan berikut:
Vu
Vs = − Vcw
φ

Keterangan:
Vs : Kuat geser yang disumbangkan oleh geser web (N)
φ : Faktor reduksi geser sebesar 0,7

II.3.3.13 Penulangan Terhadap Puntir


Struktur gelagar utama yang perlu dikontrol terhadap puntir
merupakan gelagar yang letaknya paling tepi yang menahan pelat
diatasnya. Persamaan yang digunakan dalam pengecekan tulangan puntir
berdasarkan SNI 2847:2013 adalah sebagai berikut:

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-36
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
Acp2 fpe
Tu ≤ φ × 0,083 × √fc ′ × ( ) × √1 +
Pcp 0,33√fc ′
 
Keterangan:
 
Tu : Momen puntir terfaktor (kNm)
  f′c : Kuat tekan beton karakteristik (MPa)
  A2 cp : Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton (mm2)

  Pcp : Keliling luas penampang beton (mm)


fpe : Tegangan prategang awal (kN)
 
φ : Faktor reduksi untuk puntir sebesar 0,7
 

 
II.3.4 Diafragma
Gelagar melintang atau diafragma merupakan pengikat antar gelagar
memanjang yang didesain untuk dapat menahan deformasi atau lendutan
melintang dari rangka struktur atas dan membantu pendistribusian bagian
dari beban vertikal antara gelagar memanjang. Analisis diafragma
menyesuaikan manual serta standar yang berlaku. Perhitungan diafragma
dilakukan dengan menggunakan perencanaan balok dengan tulangan ganda.
Pada perancangan diafragma diperlukan pengecekan terhadap
komponen struktur lentur tinggi. Menurut SNI-03-2847-2002, persyaratan
komponen struktur lentur tinggi adalah ln/d < 5, dengan ln adalah bentang
bersih diafragma dan d adalah tinggi diafragma. Nilai kuat geser Vn untuk
komponen struktur lentur tinggi tidak boleh diambil lebih besar daripada:
2
Vn < 3 × √fc′ × b × d untuk ln/d < 2
1 ln
Vn < 18 × (10 + d ) × √fc′ × b × d untuk 2< ln/d < 5

Jika nilai Vu<Vn maka penampang dikatakan aman terhadap geser.


Sementara jika nilai Vu≥Vn maka perlu digunakan tulangan geser dengan
persamaan dibawah ini.
ln ln
Av 1 + d Avh 11 − d
Vs = [ ( )+ ( )] fy × d
s 12 s2 12

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-37
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
Dimana:
 
Av = Luas tulangan geser yang tegak lurus terhadap tulangan tarik untuk
  bentang jarak s (mm2), Av > (0,0015) x b x s
  Avh = Luas tulangan geser yang tegak lurus terhadap tulangan tarik untuk

 
rentang jarak s2 (mm2), Avh > (0,0025) x b x s2
s = Jarak antar tulangan geser vertikal (mm), s < d/5 atau 500
 
s2 = Jarak antar tulangan geser horizontal (mm), s2 < d/3 atau 500
 

II.3.5
  Tumpuan Perletakan

  Menurut pedoman 10/SE/M/2015 tentang Perancangan Bantalan


Elastometer untuk Perletakan Jembatan, perletakan harus mampu memikul
 
dan menyalurkan beban dari bagian struktur atas ke bagian struktur bawah
tanpa terjadi kerusakan. Kemampuan perletakan untuk memikul beban dan
pergerakan dari perletakan harus sesuai dengan asumsi yang dibuat dalam
perancangan jembatan secara keseluruhan dan persyaratan khusus
didalamnya. Karakteristik bantalan elastomer (elastomer bearing pad)
menurut pedoman 10/SE/M/2015 tentang Perancangan Bantalan
Elastometer adalah sebagai berikut:
a. Terdiri dari dua atau lebih lapisan elastometer dan pelat baja yang
bekerja secara komposit
b. Tipikal beban maksimum pada arah vertikal sebesar 5000 kN
c. Membutuhkan modifikasi untuk dapat menahan gaya memanjang
jembatan
d. Membutuhkan modifikasi untuk dapat menahan gaya melintang
jembatan
e. Tipikal perpindahan maksimum sebesar 50 mm
f. Memungkinkan perputaran
g. Baik untuk menahan beban gempa sebagai peredam (buffer)

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-38
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
II.4 Struktur Bawah Jembatan
 
Bangunan bawah/struktur bawah jembatan merupakan komponen
  struktur jembatan yang langsung berdiri di atas tanah dan menyangga
  bangunan atas/struktur atas jembatan. Struktur bawah berfungsi untuk

 
memikul seluruh beban struktur atas dan beban lain yang ditimbulkan oleh
tekanan tanah, aliran air, tumbukan, gesekan pada tumpuan, dan sebagainya
 
yang kemudian akan didistribusikan ke bagian pondasi. Selanjutnya beban-
 
beban yang diterima pondasi tersebut akan didistribusikan lagi ke tanah dasar.
 
II.4.1
  Pier Head
Kepala pilar jembatan atau pier head berfungsi sebagai penopang
 
struktur atas jembatan yang menghubungkan pilar dengan struktur atas
jembatan. Perhitungan perancangan pier head dilakukan dengan
menggunakan perancangan balok T tulangan ganda. Kondisi balok T dalam
keadaan dalam momen positif dan negative dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar II.11 Balok T Dalam Momen Positif Dan Negatif


Untuk mengetahui apakah balok tersebut sebagai balok T murni
atau balok persegi adalah sebagai berikut:
a. Jika c ≤ ts; direncanakan sebagai balok persegi

Gambar II.12 Diagram Regangan dan Tegangan Balok T kondisi Balok T sebagai Balok
Persegi

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-39
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
b. Jika c > ts; direncanakan sebagai balok T murni
 

 
Gambar II.13 Diagram Regangan dan Tegangan Balok T kondisi Balok T Murni
 

Gambar II.14 Penyederhanaan Balok T

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-40
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
II.4.2 Pilar
 
Analisis pilar atau kolom menyesuaikan manual serta standar yang
  berlaku, diantaranya adalah Manual Konstruksi Bangunan No.
  009/BM/2008 tentang Perencanaan Struktur Beton Bertulang untuk

 
Jembatan serta RSNI T-12-2004 tentang Perencanaan Struktur Beton untuk
Jembatan. Kolom merupakan elemen struktur yang berfungsi menyalurkan
 
beban dari lantai atau balok ke sistem fondasi. Konsep dasar perhitungan
 
kolom dapat diuraikan sebagai berikut:
   Perbedaan mendasar antara kolom dengan balok adalah pada kolom
  samping momen pada penampang bekerja pula gaya aksial (bisa tekan
bisa tarik);
 
 Biasanya arah momen pada kolom berbalik dan/atau berubah (uniaxial
dan biaxial bending);
Selain dari pada itu, semua asumsi dan ketentuan dasar kolom tetap
sama dengan apa yang kita kenal berlaku pada balok yang mengalami beban
luar berupa momen lentur.

II.4.2.1 Prinsip Perencanaan


Perencanaan komponen struktur yang dibebani kombinasi lentur
dan aksial didasarkan atas keseimbangan tegangan dan kompatibilitas
regangan dengan anggapan sebagai berikut:
 Bidang rata yang tegak lurus sumbu tetap rata setelah mengalami
lentur
 Beton tidak diperhitungkan dalam memikul tegangan tarik
 Distribusi tegangan tekan ditentukan dari hubungan tegangan-
regangan beton
 Regangan batas beton yang tertekan diambil sebesar 0,003
 Diasumsikan bahwa tegangan beton = 0,85 fc’ terdistribusi merata
pada daerah tekan ekivalen sejarak a = β.c dari tepi tertekan terluar
tersebut.
Komponen struktur yang dibebani kombinasi aksial tekan dan
lentur harus direncanakan terhadap momen maksimum yang dapat

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-41
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
menyertai beban aksial. Beban aksial terfaktor Pu dengan eksentrisitas
 
yang ada, tidak boleh melampaui kuat rancang beban aksial ϕPn(max),
  dimana:
  1) Untuk komponen dengan tulangan spiral:

  ϕPn(max) = 0,85ϕ[0,85fc′ (Ag − Ast ) + fy Ast ]


2) Untuk komponen dengan tulangan pengikat (ties):
 
ϕPn(max) = 0,85ϕ[0,85fc′ (Ag − Ast ) + fy Ast ]
 
3) Momen maksimum terfaktor, Mu harus diperbesar untuk
 
memperhitungkan efek kelangsingan.
 

  II.4.2.2 Perancangan Kolom Pendek


Kolom pendek dapat direncanakan dengan momen lentur
tambahan akibat kelangsingan sama dengan nol. Hal ini dapat diartikan
bahwa perencanaan kolom pendek dapat mengabaikan momen akibat
pengaruh kelangsingan. Dengan demikian, perencanaan kolom pendek
bisa dilakukan secara langsung dari hasil analisis struktur, dengan
memperhitungkan pengaruh interaksi antara beban aksial terfaktor dengan
momen lentur terfaktor.
 Diagram Interaksi Kolom
Menurut Manual Perencanaan Struktur Beton Bertulang untuk
Jembatan, diagram interaksi kolom secara umum dihitung dengan
sejumlah distribusi regangan. Titik-titik dalam diagram interaksi
dihitung berdasarkan nilai P dan M. Diagram interaksi kolom dapat
dilihat pada Gambar II.15.

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-42
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
Gambar II.15 Diagram Interaksi Kolom
  Sumber: Manual Perencanaan Struktur Beron Bertulang Untuk Jembatan

II.4.2.3 Perancangan Kolom Langsing


Perencanaan suatu elemen struktur tekan harus dikelompokkan
sebagai kolom tidak bergoyang dan kolom bergoyang. Kolom dapat
dianggap tidak bergoyang bila:
a. Pembesaran momen-momen ujung akibat pengaruh orde-dua tidak
melebihi 5%.
b. Suatu tingkat pada struktur boleh dianggap tak bergoyang bila:
∑ Pu ∆o
Q= < 0,05
Vu lc
Dimana:
∑Pu = jumlah beban vertikal terfaktor pada tingkat yang ditinjau
Vu = gaya geser total pada tingkat yang ditinjau
Δo = simpangan relative antar tingkat orde-pertama akibat Vu
Pengaruh kelangsingan kolom dapat ditentukan sebagai berikut:
a. Pengaruh kelangsingan dapat diabaikan untuk komponen struktur
tekan tak bergoyang bila nilai:
klu M1
≤ 34 − (12 )
r M2

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-43
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
b. Untuk elemen struktur tekan bergoyang, pengaruh kelangsingan dapat
 
diabaikan apabila:
  klu
≤ 22
  r
Faktor panjang tekuk (klu) dipengaruhi oleh jenis kekangan
 
terhadap rotasi dan translasi ujung-ujung kolomnya (Manual Perencanaan
  Struktur Beton Bertulang untuk Jembatan, 2008). Nilai faktor panjang
  tekuk dapat dilihat pada Tabel II.11.
Tabel II.11 Faktor Panjang Tekuk
 

Jika adanya pengaruh kelangsingan suatu kolom, momen lentur


pada kolom langsing harus dinaikkan dengan suatu nilai pembesaran
momen pada kolom tak bergoyang dan kolom bergoyang.
a. Pembesaran momen untuk kolom tak bergoyang
Pembesaran nilai momen ujung terfaktor (Mc) dapat dilakukan
dengan mengalikan M2 dengan faktor pembesaran momen
Mc = δns × M2
Dimana:
M2 = nilai M2 tidak boleh lebih kecil dari (M2 ≥ M2min)
M2min = Pu(15+0,03h)
Cm
δns = Pu > 1,0
1−
0,75Pc

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-44
 
  TUGAS AKHIR
D4 - TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN

 
b. Pembesaran momen untuk kolom bergoyang
 
Pembesaran momen M1 dan M2 pada ujung-ujung elemen struktur
  tekan harus diambil sebesar:
  M1 = M1ns + δs M1s

  M2 = M2ns + δs M2s
Dimana:
 
M1 ns : Momen ujung terfaktor yang lebih kecil pada komponen
 
struktur tekan yang tidak menimbulkan goyangan kesamping
  yang berarti.(akibat beban vertical)
  M1 s : Momen ujung terfaktor yang lebih kecil pada komponen
struktur tekan yang menimbulkan goyangan kesamping yang
 
berarti.(akibat beban lateral/gempa)
M2 ns : Momen ujung terfaktor yang lebih besar pada komponen
struktur tekan yang tidak menimbulkan goyangan kesamping
yang berarti.(akibat beban vertical)
M2 s : Momen ujung terfaktor yang lebih besar pada komponen
struktur tekan yang menimbulkan goyangan kesamping yang
berarti.(akibat beban lateral/gempa)
δs : faktor pembesaran momen
1
𝛿𝑠 = 1−𝑄 ≥ 1,0 dengan Q = indeks stabilitas
1
Apabila 𝛿𝑠 > 1,5 maka nilai 𝛿𝑠 = ∑ 𝑃𝑢 ≥ 1,0
1−
0,75 ∑ 𝑃𝑐

Σ Pu : Jumlah total gaya vertikal terfaktor yang bekerja pada suatu


tingkat lantai kendaraan.
Σ Pc : Jumlah total kapasitas tekan kolom-kolom bergoyang pada
satu tingkat lantai kendaraan.

Mukhtar Luthfi Rabbani, Perancangan Struktur Jembatan Ramp-4 Ciawi ..... II-45
 

Anda mungkin juga menyukai