Anda di halaman 1dari 33

BAB III.

PEMBEBANAN DAN KRITERIA DESAIN


JEMBATAN
SUB POKOK BAHASAN :
3.1. Pendahuluan
3.2. Beban Primer
3.3. Beban Sekunder
3.4. Kombinasi Beban
3.5. Reaksi dan Gaya Pada Bangunan Bawah Jembatan

1. Tujuan Pembelajaran Umum :


Mampu mengenal Jenis-jenis jembatan dan mengidentifikasi bagian-bagian struktur dari masing - masing
Jenis Jembatan serta dapat merencanakan dan menghitung Bangunan Atas Struktur jembatan,
Bangunan Bawah jembatan sesuai dengan kondisi stuktur tanah yang ada.

2. Tujuan Pembelajaran Khusus :


a. Mampu menjelaskan beban – beban yang bekerja pada suatu jembatan baik beban primer,
sekunder serta kombinasi pembebanan
b. Mampu mengidenfikasi gaya – gaya yang akan berkerja pada struktur jembatan

3.1. Pendahuluan
Pedoman pembebanan untuk perencanaan jembatan jalan raya merupakan dasar dalam menetukan beban-
beban dan gaya-gaya untuk perhitungan tegangan-tegangan yang terjadi pada setiap bagian jembatan jalan
raya. Penggunaan pedoman dimaksudkan untuk mencapai perencanaan ekonomis sesuai dengan kondisi
setempat, tingkat keperluan, kemampuan pelaksanaan dan syarat teknis lainnya, sehingga proses
perncanaan menjadi efektif.
Pedoman pembebanan untuk perencanaan jalan raya meliputi data-data beban primer, beban sekunder dan
beban khusus serta persyaratan perencanaan untuk penyebaran beban, kombinasi pembebanan, syarat
ruang bebas dan penggunaan beban hidup tidak penuh.

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 1
Peraturan pembebanan yang digunakan dalam perencanaan Jembatan adalah sebagai berikut : .

1. Perencanaan struktur jembatan harus mengacu kepada


a) Peraturan Perencanaan Jembatan (Bridge Design Code) BMS ’92
b) Manual Perencanaan Jembatan (Bridge Design Manual) BMS ’92

c) peraturan lain yang relevan dan disetujui oleh pemberi tugas, antara lain: Standar
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan, SNI (Design Standard of
Earthquake Resistance of Bridges)

1) Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan Jalan


Raya (SK.SNI T-14-1990-0.3)
2) Pembebanan untuk Jembatan RSNI 4
3) Peraturan Struktur Beton untuk Jembatan, RSNI
4) Perencanaan Struktur Baja untuk Jembatan, ASNJ4
2. Perencanaan jalan pendekat dan oprit harus mengacu kepada
a) Standar perencanaan jalan pendekat jembatan (Pd T-11-2003)
b) Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, No.038/T/BM/1997

c) Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan


Metoda Analisa Komponen SNI 1732-1989-F

3. Untuk perhitungan atau analisa harga satuan pekerjaan mengikuti ketentuan Panduan Analisa
Harga Satuan, SNI -2010, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum.

3.2. Beban Primer


Beban primer adalah beban atau muatan yang merupakan muatan utama dalam perhitungan tegangan
pada setiap perencanaan jembatan. Yang termasuk muatan primer adalah :
a). Beban Mati
Yaitu merupakan beban yang berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau,
termasuk segala unsur tambahan yang dianggap merupakan satu kesatuan tetap dengannya.

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 2
Tabel Berat Sendiri

b). Beban Mati Tambahan


Beban mati tambahan adalah berat semua elemen tidak struktural yang dapat bervariasi selama umur
jembatan seperti :
• Peralatan permukaan khusus.
• Pelapisan ulang dianggap sebesar 50 mm aspal beton (hanya digunakan dalam
• kasus menyimpang dan nominal 22 kN/ m³).
• Sandaran, pagar pengaman, dan penghalang beton.
• Tanda-tanda.
• Perlengkapan umum seperti pipa air dan penyaluran (dianggap kosong atau penuh).

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 3
c). Susut dan Rangkak
Susut dan rangkak menyebabkan momen, geser, dan reaksi ke dalam komponen tertahan. Pada ULS
(keadaan batas ultimate) penyebab gaya-gaya tersebut umumnya diperkecil dengan retakan beton dan
baja leleh. Untuk alasan ini beban faktor ULS yang digunakan 1,0. Pengaruh tersebut dapat diabaikan
pada ULS sebagai bentuk sendi plastis. Bagaimanapun pengaruh tersebut seharusnya dipertimbangkan
pada SLS (keadaan batas kelayanan).
Pengaruh rangkak dan susut bahan beton terhadap konstruksi, harus di tinjau. Besarnya pengaruh
tersebut apabila tidak ada ketentuan lain, dapat dianggap senilai dengan gaya yang timbul akibat
turunnya suhu sebesar 15o C.
d). Tekanan Tanah

e). Beban Lalulintas


a. Beban Kendaraan Rencana
• Aksi kendaraan
Beban kendaraan mempunyai tiga komponen :
1. Komponen vertikal
2. Komponen rem
3. Komponen sentrifugal (untuk jembatan melengkung)
• Jenis kendaraan
Beban lalu lintas untuk rencana jembatan jalan raya terdiri dari pembebanan lajur “D” dan pembebanan
truk “T”. Pembebanan lajur “D” ditempatkan melintang pada lebar penuh dari jalan kendaraan jembatan
dan menghasilkan pengaruh pada jembatan yang ekivalen dengan rangkaian kendaraan sebenarnya,
jumlah total pembebanan lajur “D” yang ditempatkan tergantung pada lebar jalan kendaraan jembatan.

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 4
Pembebanan truk “T” adalah berat kendaraan, berat tunggal truk dengan tiga gandar yang ditempat
dalam kedudukan sembarang pada lajur lalu lintas rencana. Tiap gandar terdiri dari dua pembebanan
bidang kontak yang dimaksudkan agar mewakili pengaruh moda kendaraan berat. Hanya satu truk “T”
boleh ditempatkan perlajur lalu lintas rencana. Umumnya, pembebanan “D” akan menentukan untuk
bentang sedang sampai panjang dan pembebanan “T” akan menentukan untuk bentang pendek dan
sistem lantai.

a). Beban Lajur D


Untuk perhitungan kekuatan gelagar-gelagar harus digunakan beban “D”. Beban “D” atau beban jalur
adalah susunan beban pada setiap jalur lalu lintas yang terdiri dari beban pada setiap jalur lalu lintas
yang terdiri dari beban terbagi rata sebesar “q” ton per meter panjang per jalur dan beban garis “P” ton
per jalur lalu lintas tersebut.

BMS 1992

Atau

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 5
Ketentuan penggunaan beban “D” dalam arah melintang jembatan adalah sebagai berikut :
• Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan sama atau lebih kecil daripada 5,50 meter,
muatan “D” sepenuhnya ( 100% ) harus dibebankan pada seluruh lebar jembatan
• Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan lebih besar dari pada 5,50 meter, muatan “D”
sepenuhnya (100%) dibebankan pada lebar jalur 5,50 meter sedang lebar selebihnya dibebani
hanya separuh dari muatan “D” (50%)

Gambar 3.2

Dalam menentukan beban hidup ( beban terbagi rata dan beban garis ) perlu diperhitungkan ketentuan
bahwa : Muatan hidup per meter beban jalur lalu lintas jembatan menjadi sebagai berikut :

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 6
b). Beban “T”
Untuk perhitungan kekuatan lantai kendaraan atau sistem lantai kendaraan jembatan, harus digunakan
beban “T” seperti dijelaskan berikut ini : Beban “T” adalah muatan yang merupakan kendaraan truk yang
mempunyai beban dua roda ( Two Wheel Load ) sebesar 20 ton.

Gambar 3.3

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 7
c). Beban Kejut
Yaitu merupakan beban akibat dari getaran dan pengaruh dinamis lain. Tegangan akibat beban D harus
dikalikan koefisien kejut. Koefisien kejut ditentukan dengan rumus :

dimana : k = koefisien kejut.


L = Panjang bentang dalam meter, ditentukan oleh tipe konstruksi jembatan (keadaan statis) dan
kedudukan muatan garis “P”. Koefisien kejut tidak diperhitungkan terhadap bangunan bawah apabila
bangunan bawah dan bangunan atas tidak merupakan satu kesatuan. Atau berdasarkan tabel di bawah
ini

Tabel 3.1

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 8
d). Gaya Rem
Pengaruh percepatan dan pengereman dari lalu lintas harus diperhitungkan sebagai gaya
dalam arah memanjang, dan dianggap bekerja pada lantai kendaraan. Adapun besar gaya
rem ditetapkan berdasarkan gambar 3.4 yang mana lokasi beban adalah sama persis
dengan lokasi beban “T” dan diperhitungkan 1 beban saja untuk 1 lajur.

Gambar 3.4

e). Beban Pejalan Kaki


Lantai dan gelagar yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk 5 kPa. Intensitas beban
untuk elemen lain diberikan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 3.2

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 9
● Beban pada trotoir, kerb dan sandaran
§ Konstruksi trotoir harus diperhitungkan terhadap beban hidup sebesar 500 kg/m2. Dalam
perhitungan kekuatan gelagar karena pengaruh beban hidup pada trotoir, diperhitungkan beban
60% beban hidup trotoir.
§ Kerb yang terdapat pada tepi-tepi lantai kendaraan harus dipehitungkan untuk dapat menahan
satu beban horisontal kearah melintang jembatan sebesar 500 kg/m yang bekerja pada puncak
kerb yang bersangkutan atau pada tinggi 25 cm di atas permukaan lantai kendaraan apabila kerb
yang bersangkutan lebih tinggi dari 25 cm.
§ Tiang-tiang sandaran pada setiap tepi trotoir harus diperhitungkan untuk dapat menahan beban
horizontal sebesar 100 kg/m, yang bekerja pada tinggi 90 cm di atas lantai trotoir.

3.3. Beban Sekunder


a. Beban angin
Pengaruh beban angin yang ditetapkan sebesar 150 kg/m2 dalam arah horizontal terbagi rata pada
bidang vertikal setinggi 2 meter menerus di atas lantai kendaraan dan tegak lurus sumbu memanjang
seperti tercantum dalam Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya pasal 2 (1) hal 13.
Atau

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 10
Tabel 3.3

Tabel 3.4

b. Gaya akibat perbedaan suhu


Peninjauan diadakan terhadap timbulnya tegangan-tegangan structural karena adanya perubahan bentuk
akibat perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan baik yang menggunakan bahan yang sama
maupun dengan bahan yang berbeda. Tercantum dalam PPPJJR pasal 2 (2) tabel II hal 14.

c. Gaya Aliran Sungai


Gaya aliran sungai tergantung pada kecepatan rencana aliran sungai pada butir yang ditinjau.

d. Hanyutan
Gaya aliran sungai dinaikkan bila hanyutan dapat terkumpul pada struktur kecuali tersedia keterangan
lebih tepat, gaya hanyutan dapat dihitung seperti berikut :
Keadaan batas ultimate (banjir 50 tahun)
P = 0,78 Vs2 AD
Keadaan batas ultimate (banjir 100 tahun)
P = 1,04 Vs2 AD

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 11
Dimana :
Vs = Kecapatan aliran rata–rata untuk keadaan batas yang ditinjau.
AD = Luas hanyutan yang bekerja.

e. Gaya Apung
Pengaruh gaya apung harus termasuk pada gaya aliran sungai kecuali diadakan ventilasi udara.
Perhitungan berikut harus diperhitungkan bila pengaruh gaya apung diperkirakan :
§ Pengaruh gaya apung pada bangunan bawah dan beban mati bangunan atas.
§ Pengadaan sistem pengikatan jangkar untuk bangunan atas.
§ Pengadaan drainase dari sel dalam.
f). Beban Khusus
Beban khusus adalah muatan yang merupakan beban-beban khusus untuk perhitungan tegangan pada
perencanaan jembatan, muatan ini umumnya mempunyai salah satu atau lebih sifat-sifat berikut ini :
§ Hanya berpengaruh pada sebagian konstruksi jembatan
§ Tidak selalu bekerja pada jembatan
§ Tergantung dari keadaan setempat
§ Hanya bekerja pada sistem-sistem tertentu

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 12
Tabel 3.5

f. Gaya Gempa
Jembatan yang akan dibangun di daerah rawan gempa bumi harus direncanakan dengan memperhitungkan
pengaruh gempa bumi tersebut. Pengaruh gempa bumi pada jembatan diperhitungkan senilai dengan
pengaruh horisontal yang bekerja pada titik berat konstruksi atau bagian konstruksi yang ditinjau dalam arah
yang paling berbahaya. Beban gempa yang bekerja pada struktur jembatan dapat berasal dari gaya inersia
akibat goncangan tanah, atau dari beban gempa tambahan akibat tanah dan air. Beban gempa horisontal (V)
pada jembatan dapat ditentukan dari rumus :

(Tabel 3.6)
(Tabel 3.7)

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 13
Tabel 3.6

Tabel 3.7

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 14
Gambar 3.5

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 15
Gambar 3.6

3.4. Kombinasi Pembebanan


Konstruksi jembatan beserta bagian–bagiannya harus ditinjau terhadap kombinasi pembebanan dan gaya
yang mungkin bekerja. Tegangan yang digunakan dalam pemeriksaan kekuatan konstruksi yang
bersangkutan dinaikkan terhadap tegangan yang diijinkan sesuai keadaan elastis. Tegangan yang
digunakan dinyatakan dalam persen terhadap tegangan yang diijinkan sesuai kombinasi pembebanan
dan gaya pada tabel berikut :

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 16
Tabel 3.8

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 17
3.8.Angka Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan Menurut MST 10 Ton

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 18
Jurusan Teknik Sipil
Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 19
3.5. Reaksi dan Gaya Pada Bangunan Bawah Jembatan

Untuk perencanaan bangunan bawah jembatan terdapat konstruksi bangunan yaitu : pilar
(pier), abutment, pondasi. Alternatif tipe bangunan bawah yang dapat digunakan untuk perencanaan
jembatan antara lain :

a. Pilar Jembatan (Pier)


Pilar jembatan berfungsi untuk menyalurkan gaya-gaya vertikal dan horisontal dari
bangunan atas pada pondasi. Konstruksi pilar harus mampu mendukung beban-beban :

1. Beban mati akibat bangunan atas (gelagar jembatan, pelat lantai jembatan, trotoir,
sandaran, perkerasan, dan air hujan)

2. Beban mati akibat bangunan bawah (berat sendiri pilar jembatan)

3. Beban hidup akibat bangunan atas (beban “T”, beban “D”, dan beban hidup pada trotoir)

4. Beban sekunder (gaya rem, gaya gempa, gaya akibat aliran air dan tumbukan benda-benda
hanyutan)

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 20
Gambar 3.7 Gaya Yang Bekerja Pada Pilar

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 21
Dalam mendesain pilar dilakukan dengan urutan sebagai berikut :
1. Menentukan bentuk dan dimensi rencana penampang pilar serta mutu beton.

2. Menentukan pembebanan yang terjadi pada pilar.

3. Menghitung momen, gaya normal dan gaya geser yang terjadi akibat kombinasi dari beban-
beban yang bekerja.

4. M enghitung tulangan yang diperlukan.

Tabel 3.9

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 22
b. Pangkal Jembatan (Abutment)

Abutment berfungsi untuk menyalurkan beban vertikal dan horizontal dari bangunan atas
ke pondasi dengan fungsi tambahan untuk mengadakan peralihan tumpuan dari timbunan
jalan pendekat ke bangunan atas jembatan. Konstruksi abutment harus mampu mendukung
beban-beban yang bekerja, yang meliputi :

• Beban mati akibat bangunan atas (gelagar jembatan, pelat lantai jembatan, trotoir,
sandaran, perkerasan, dan air hujan)
• Beban mati akibat bangunan bawah (berat sendiri abutment, berat tanah timbunan, dan
gaya akibat tekanan tanah)

• Beban hidup akibat bangunan atas (beban “T”, beban “D”, dan beban hidup pada
trotoir)

• Beban sekunder (gaya rem, gaya gempa, dan gaya gesekan akibat tumpuan yang
bergerak)

Gambar 3.10 Gaya-gaya yang bekerja pada abutment

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 23
Keterangan Gambar 3.10 :

Abutment/pangkal jembatan dapat diasumsikan sebagai dinding penahan tanah, yang


berfungsi menyalurkan gaya vertikal dan horizontal dari bangunan atas ke pondasi dengan fungsi
tambahan untuk mengadakan peralihan tumpuan dari oprit ke bangunan atas jembatan, terdapat tiga
jenis :
1. Pangkal tembok penahan
Timbunan jalan tertahan dalam batas-batas pangkal dengan tembok penahan yang
didukung oleh pondasi
2. Pangkal kolom spill- through
Timbunan diijinkan berada dan melalui portal pangkal yang sepenuhnya tertanam
dalam timbunan. Portal dapat terdiri dari balok kepala dan tembok kepala yang didukung
oleh rangkaian kolom-kolom pada pondasi atau secara sederhana terdiri dari balok kepala
yang didukung langsung oleh tiang-tiang.
3. Pangkal Beton bertulang
Ini adalah sistem paten yang memperkuat timbunan agar menjadi bagian pangkal .

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 24
Tipe – tipe abutment dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.10 Jenis Pangkal Jembatan

Dalam hal ini perhitungan abutment meliputi :

1. Menentukan bentuk dan dimensi rencana penampang abutment serta mutu beton serta
tulangan yang diperlukan.

2. Menentukan pembebanan yang terjadi pada abutment :

3. Menghitung momen, gaya normal dan gaya geser yang terjadi akibat kombinasi
dari beban-beban yang bekerja.

4. Mencari dimensi tulangan dan cek apakah abutment cukup memadai untuk menahan
gaya-gaya tersebut.

5. Tinjau kestabilan terhadap sliding dan bidang runtuh tanah.


6. Tinjau terhadap settlement (penurunan tanah).

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 25
c. Pondasi jembatan
Dalam pemilihan tipe pondasi secara garis besar ditentukan oleh kedalaman tanah keras, karena
untuk mendukung daya dukung tamah terhadapstruktur bangunan jembatan yang akan
direncanakan. Alternatif tipe pondasi yang dapat digunakan untuk perencanaan jembatan antara lain
:
a) Pondasi Dangkal (Pondasi Telapak)
Hitungan kapasitas dukung maupun penurunan pondasi telapak terpisah dan diperlukan untuk
kapasitas dukung ijin (qa).
Perancangan didasarkan pada momen-momen tegangan geser yang terjadi akibat tekanan sentuh
antara dasar pondasi dan tanah. Oleh karena itu besar distribusi tekanan sentuh pada dasar pondasi
harus diketahui. Dalam analisis, dianggap bahwa pondasi sangat kaku dan tekanan pondasi
didistribusikan secara linier pada dasar pondasi. Jika resultan berimpit dengan pusat berat luasan
pondasi, tekanan dasar pondasi dapat dianggap disebarkan sama ke seluruh luasan pondasi. Pada
kondisi ini, tekanan yang terjadi pada dasar pondasi adalah:

dengan :
q = tekanan sentuh (tekanan pada dasar pondasi, kN/m2)
P = beban vertikal (kN)
A = luasan dasar pondasi (m2)

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 26
Jika resultan beban-beban eksentris dan terdapat momen lentur yang harus didukung pondasi,
momen-momen (M) tersebut dapat digantikan dengan beban vertikal (P) yang titik tangkap
gayanya pada jarak e dari pusat berat pondasi dengan:

Bila beban eksentris 2 arah, tekanan pada dasar pondasi dihitung dengan persamaan:

Untuk pondasi yang berbentuk persegi panjang, persamaan diatas dapat diubah menjadi:

dengan ex=eL dan ey=eB berturut-turut adalah eksentrisitas searah L dan B, dengan L dan B berturut-
turut adalah panjang dan lebar pondasi. Besarnya daya dukung ultimate tanah dasar dapat dihitung
dengan persamaan :

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 27
Besarnya daya dukung ijin tanah dasar :

Hasil evaluasi terhadap kegagalan yang terjadi pada pondasi dijadikan dasar untuk menentukan langkah-
langkah penanganan yang tepat, dengan memperhatikan faktor-faktor keamanan, kenyamanan,
kemudahan pelaksanaan, dan ekonomi.

b. Pondasi Dalam
Terdiri dari beberapa macam yaitu :
1) Pondasi sumuran
1. Tekanan konstruksi ke tanah < daya dukung tanah pada dasar sumuran
2. Aman terhadap penurunan yang berlebihan, gerusan air dan longsoran tanah
3. Diameter sumuran ≥ 1,50 meter
4. Cara galian terbuka tidak disarankan
5. Kedalaman dasar pondasi sumuran harus dibawah gerusan maksimum

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 28
6. Biasanya digunakan sebagai pengganti pondasi tiang pancang apabila lapisan pasir
tebalnya > 2,00 m dan lapisan pasirnya cukup padat.

Rumus :

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 29
Besarnya Daya Dukung

2) Pondasi bore pile


a. Tekanan konstruksi ke tanah < daya dukung tanah pada dasar sumuran
b. Aman terhadap penurunan yang berlebihan, gerusan air dan longsoran tanah

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 30
3) Pondasi tiang pancang
Merupakan jenis pondasi dengan tiang yang dipancang ke dalam tanah untuk mencapai lapisan
daya dukung tanah rencana dengan ketebalan tanah lunak > 8 meter dari dasar sungai terdalam
atau dari permukaan tanah setempat dan dalam hal jika jenis pondasi sumuran diperkirakan sulit dalam
pelaksanaan.
Dasar perhitungan dapat didasarkan pada daya dukung persatuan tiang maupun daya dukung
kelompok tiang.
Persyaratan teknik pemakaian pondasi jenis ini adalah :
a. Kapasitas daya dukung tiang terdiri dari point bearing serta tahanan gesek tiang.
b. Lapisan tanah keras berada > 8 meter dari muka tanah setempat atau dari dasar sungai
terdalam.
c. Jika gerusan tidak dapat dihindari yang dapat mengakibatkan daya dukung tiang dapat
berkurang, maka harus diperhitungkan
d. pengaruh tekuk dan reduksi gesekan antara tiang dan tanah sepanjang kedalaman
gerusan.
e. Jarak as tiang tidak boleh kurang dari 3 kali garis tengah tiang yang dipergunakan.
f. Daya dukung ijin dan factor keamanan

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 31
d. Kondisi Tanah Dasar
Kemampuan tanah dasar dalam mendukung beban pondasi dipengaruhi oleh dua aspek penting,
yaitu :
1) Perubahan bentuk tanah dasar
Beban pondasi pada tanah dasar dapat mengakibatkan perubahan bentuk (deformasi) tanah
pada segala arah (tiga dimensi), namun untuk
menyederhanakan permasalahan ini hanya ditinjau deformasi satu dimensi pada arah vertikal,
yaitu penurunan (settlement). Penurunan tanah yang cukup besar dan tidak merata dapat
menyebabkan terjadinya kegagalan struktur.

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 32
Berikut Gambar di bawah ini merupakan mekanisme deformasi tanah dasar:

Gambar 3.11 Mekanisme penurunan tanah


keterangan
P = beban terpusat dari bangunan bawah (ton)
B = lebar pondasi (meter)
S = settlement (meter)

2) Kapasitas dukung tanah dasar


Kapasitas dukung tanah dasar (bearing capacity) dipengaruhi oleh parameter ϕ , c, dan γ.
Besarnya kapasitas dukung tanah dasar dapat dihitung dengan metode Terzaghi, yaitu :
dimana :

Pullt = daya dukung ultimate tanah dasar (t/m2)


c = kohesi tanah dasar (t/m2)
γ = berat isi tanah dasar (t/m3)
B=D = lebar pondasi (meter)
Df = kedalaman pondasi (meter)

Jurusan Teknik Sipil


Fak. Sains dan Teknik
UNDANA KUPANG John H. Frans, ST || 33

Anda mungkin juga menyukai