a) Peraturan Perencanaan Jembatan (Bridge Design Code) BMS 92
b) Manual Perencanaan Jembatan (Bridge Design Manual) BMS 92
c) Peraturan lain yang relevan dan disetujui oleh pemberi tugas, antara lain: Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan, SNI (Design Standard of Earthquake Resistance of Bridges) Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan Jalan Raya (SK.SNI T-14-1990-0.3) Pembebanan untuk Jembatan RSNI 4 Peraturan Struktur Beton untuk Jembatan, RSNI Perencanaan Struktur Baja untuk Jembatan, ASNJ4 a) Standar perencanaan jalan pendekat jembatan (Pd T-11- 2003) b) Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, No.038/T/BM/1997 c) Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metoda Analisa Komponen SNI 1732-1989-F Beban primer adalah beban atau muatan yang merupakan muatan utama dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan. Yang termasuk muatan primer adalah: 1. Beban Mati. 2. Beban Hidup a) Beban Lalu Lintas (Beban D and T) b) Beban pada trotoir, kerb dan sandaran c) Beban Kejut Beban sekunder adalah beban pada jembatan yang merupakan beban sementara, yang selalu bekerja untuk perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan. Pada umumnya beban ini mengakibatkan tegangan- tegangan yang relatif kecil daripada tegangan-tegangan akibat muatan primer, dan biasanya tergantung daripad bentang, sistem jembatan, bahan dan keadaan setempat.
a) Beban Angin e) Hanyutan
b) Gaya akibat Perbedaan Suhu f) Gaya Apung c) Gaya Aliran Sungai g) Gaya Gempa Beban khusus adalah beban yang merupakan muatan khusus untuk perhitungan tegangan pada perencanaan jembatan. Beban ini bersifat : 1. Tidak selalu bekerja pad jembatan 2. Hanya berpengaruh pada sebagian jembatan 3. Hanya bekerja pada system-sistem tertentu
Beban khusus terdiri dari :
a) Gaya gempa d) Gaya dan muatan selama b) Gaya Sentrifugal pelaksanaan c) Gaya akibat gesekan pada e) Gaya akibat aliran air dan tumpuan bergerak benda-benda hanyut f) Gaya akibat tekanan tanah Beban mati adalah semua beban yang berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau termasuk segala unsur tambahan tetap yang dianggap merupakan satu- kesatuan tetap dengannya Beban lalu lintas untuk rencana jembatan jalan raya terdiri dari pembebanan lajur D dan pembebanan truk T. Pembebanan lajur D ditempatkan melintang pada lebar penuh dari jalan kendaraan jembatan dan menghasilkan pengaruh pada jembatan yang ekivalen dengan rangkaian kendaraan sebenarnya, jumlah total pembebanan lajur D yang ditempatkan tergantung pada lebar jalan kendaraan jembatan. Pembebanan truk T adalah berat kendaraan, berat tunggal truk dengan tiga gandar yang ditempat dalam kedudukan sembarang pada lajur lalu lintas rencana. Tiap gandar terdiri dari dua pembebanan bidang kontak yang dimaksudkan agar mewakili pengaruh moda kendaraan berat. Hanya satu truk T boleh ditempatkan perlajur lalu lintas rencana. Umumnya, pembebanan D akan menentukan untuk bentang sedang sampai panjang dan pembebanan T akan menentukan untuk bentang pendek dan sistem lantai. Beban D adalah beban untuk jalur lalu-lintas yang dipergunakan untuk perhitungan kekuatan gelagar-gelagar. Beban D atau beban jalur adalah susunan beban pada setiap jalur lalu-lintas yang terdiri dari muatan terbagi rata sebesar q ton permeter panjang jalur, dan muatan garis P = 12 ton (belum termasuk kejut) dalam arah melintang jalur lalu-lintas tersebut. Dalam penggunaan beban D tersebut untuk suatu jembatan berlaku keadaan, bahwa apabila ketentuan tersebut mempunyai lebar lantai kendaraan lebih besar 50 meter, beban D sepenuhnya hanya berlaku pada lebar jalur sebesar 5,50 meter, sedangkan lebar selebihnya dibebani hanya 50 % dari beban D tersebut Beban T adalah beban untuk lantai kendaraan yang dipergunakan untuk perhitungan kekuatan lantai kendaraan atau sistem lantai kendaraan jembatan. Beban T adalah beban oleh kendaraan truk yang mempunyai beban roda sebesar 10 ton dengan ukuran-ukuran serta kedudukan sebagaimana tertera pada gambar Konstruksi dari trotoir harus diperhitungkan terhadap beban hidup sebesar 500 kg/cm. dalam perhitungan kekuatan gelagar-gelagar karena pengaruh beban hidup pad trotoir, diperhitungkan beban 60 % dari muatan hidup trotoir tersebut di atas (Menurut PU 1987) Kerb yang terdapat pad tepi-tepi lantai kendaraan, harus diperhitungkan dapat menahan satu beban horizontal ke arah melintang sebesar 500 kg, yang bekerja pada puncak kerb yang bersangkutan, atau pad tinggi 25 cm di atas permukaan lantai kendaraan, apabila kerb yang bersangkutan lebih tinggi dari 25 cm, tiang-tiang sandaran pada setiap tepi trotoir harus diperhitungkan dapat menahan muatan horizontal sebesar 100 kg/m, yang bekerja pada tinggi 90 cm di atas lantai trotoir. Yaitu merupakan beban akibat dari getaran dan pengaruh dinamis lain. Tegangan akibat beban D harus dikalikan koefisien kejut. Koefisien kejut ditentukan dengan rumus :
Note: L = Panjang bentang dalam meter, ditentukan oleh tipe konstruksi jembatan (keadaan statis) dan kedudukan muatan garis P.
Koefisien kejut tidak diperhitungkan terhadap
bangunan bawah apabila bangunan bawah dan bangunan atas tidak merupakan satu kesatuan. Atau berdasarkan tabel di bawah ini Pengaruh percepatan dan pengereman dari lalu lintas harus diperhitungkan sebagai gaya dalam arah memanjang, dan dianggap bekerja pada lantai kendaraan. Adapun besar gaya rem ditetapkan berdasarkan gambar disamping yang mana lokasi beban adalah sama persis dengan lokasi beban T dan diperhitungkan 1 beban saja untuk 1 lajur Lantai dan gelagar yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk 5 kPa. Intensitas beban untuk elemen lain diberikan dalam tabel di bawah ini Pengaruh beban angin yang ditetapkan sebesar 150 kg/m2 dalam arah horizontal terbagi rata pada bidang vertikal setinggi 2 meter menerus di atas lantai kendaraan dan tegak lurus sumbu memanjang seperti tercantum dalam Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya pasal 2 (1) hal 13. Beban gempa horisontal (V) pada jembatan dapat ditentukan dari rumus :