Anda di halaman 1dari 34

PEDOMAN

PERENCANAAN PEMBEBANAN
JEMBATAN JALAN RAYA

SNI No: 1725 – 1989 – F

Disampaikan oleh:
Dr. Ir. Bambang Sugeng S., DEA
BAB I
DESKRIPSI
Maksud dan Tujuan

Pedoman Pembebanan untuk Perencanaan Jembatan


Jalan Raya merupakan dasar dalam menentukan
beban-beban dan gaya-gaya untuk perhitungan
tegangan-tegangan yang terjadi pada setiap bagian
jembatan jalan raya.
Penggunaan pedoman ini dimaksudkan untuk
mencapai perencanaan ekonomis sesuai kondisi
setempat, tingkat keperluan, kemampuan
pelaksanaan, dan syarat teknis lainnya, sehingga
proses perencanan menjadi efektif
Ruang Lingkup

Pedoman Pembebanan untuk perencanaan jembatan


jalan raya meliputi data-data beban primer, beban
sekunder, dan beban khusus serta persyaratan
perencanaan untuk penyebaran beban, kombinasi
pembebanan, syarat ruang bebas dan penggunaan
beban hidup tidak penuh.
Pedoman ini dapat digunakan untuk perencanaan
jembatan bentang panjang (bentang utama > 200 m)
dengan menggunakan modifikasi sesuai jenis
konstruksi dan kondisi lapangan.
Definisi Singkatan dan Istilah
(1/3)

Beban Primer adalah beban yang merupakan beban


utama dalam perhitungan tegangan pada setiap
perencanaan jembatan.
Beban Sekunder adalah beban yang merupakan beban
sementara yang selalu diperhitungkan dalam
perhitungan tegangan pada perencanaan jembatan
Beban Khusus adalah beban yang merupakan beban-
beban khusus untuk perhitungan tegangan pada
perencanaan jembatan
Beban Mati adalah semua beban yang berasal dari
berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang
ditinjau, termasuk segala unsur tambahan yang
dianggap merupakansatu kesatuan tetap dengannya.
Definisi Singkatan dan Istilah
(2/3)

Beban Hidup adalah semua beban yang berasal dari


berat kendaraan-kendaraan bergerak/lalu lintas
dan/atau pejalan kaki yang dianggap bekerja pada
jembatan.
Lantai Kendaraan adalah seluruh lebar bagian jembatan
yang digunakan untuk lalu lintas kendaraan. Bebannya
disebut Beban T.
Jalur Lalu Lintas adalah bagian dari lantai kendaraan
yang digunakan oleh suatu rangkaian kendaraan.
Bebannya disebut Beban D.
Beban Mati Primer adalah berat sendiri dari pelat dan
sistem lainnya yang dipikul langsung oleh masing-
masing gelagar jembatan.
Definisi Singkatan dan Istilah
(3/3)

Beban Mati Sekunder adalah berat kerb, trotoar, tiang


sandaran, dan lain-lain yang dipasang setelah pelat
dicor. Beban tersebut dianggap terbagi rata di semua
gelagar.
Profil Ruang Bebas Jembatan adalah ukuran ruang
dengan syarat tertentu yaitu meliputi tinggi bebas
minimum jembatan tertutup, lebar bebas jembatan,
dan tinggi bebas minimum terhadap banjir.
Kriteria

Di dalam penyusunan Pedoman Pembebanan untuk


Perencanaan Jembatan Jalan Raya telah digunakan
istilah, perumusan, dan kriteria berdasarkan:
AASHTO Specification for Highway Bridges
Japan Road Association - Specification for Highway Bridges
VOSB – Directions for the Designing of Steel Bridges
BAB II
DATA
Beban Primer

Beban Mati
Beban Hidup
Beban Kejut
Gaya akibat Tekanan Tanah
Beban Sekunder

Beban Angin
Gaya akibat Perbedaan Suhu
Gaya akibat Rangkak dan Susut
Gaya Rem dan Traksi
Gaya akibat Gempa Bumi
Gaya akibat Gesekan pada Tumpuan
Bergerak
Beban Khusus

Gaya Sentrifugal
Gaya Tumbuk pada Jembatan Layang
Gaya dan Beban Selama Pelaksanaan
Gaya Aliran Air dan Tumbukan Benda-
benda Hanyutan
Gaya Angkat
BAB III
PERSYARATAN PELAKSANAAN
Beban Primer (1/5)

Beban Mati
Dalam menentukan besarnya beban mati tersebut, harus
digunakan nilai berat isi untuk bahan-bahan bangunan
tersebut:
Baja tuang, Besi tuang,
Alumunium paduan
Beton bertulang/pratekan,
beton biasa, tumbuk, siklop,
Pasangan batu bata,
Kayu,
Tanah, pasir, kerikil,
Perkerasan jalan beraspal,
Air
Beban Primer (2/5)

Beban Hidup
Macam Beban Hidup
Beban T: beban terpusat untuk lantai kendaraan
Beban D: beban jalur untuk gelagar
Lantai Kendaraan dan Jalur Lalu Lintas
Jalur lalu lintas mempunyai lebar min 2,75 m dan max 3,75 m.
Lebar jalur minimum harus digunakan untuk menentukan beban
D per jalur.
Beban T
Truk yang mempunyai beban roda ganda sebesar 10 ton
Beban D
Beban terbagi rata sebesar q ton per meter panjang per jalur
Beban garis P ton per jalur lalu lintas
Beban Primer (3/5)

Beban pada Trotoir, Kerb, dan sandaran


Konstruksi trotoir harus diperhitungkan terhadap beban hidup
sebesar 500 kg/m2.
Kerb yang terdapat pada tepi-tepi lntai kendaraan harus
diperhitungkan untuk dapat menahan satu beban horisontal ke
arah melintang jembatan sebesar 5000 kg/m.
Tiang-tiang sandaran pada setiap tepi trotoir harus
diperhitungkan untuk dapat menahan beban horisontal sebesar
100 kg/m.
Beban Primer (4/5)

Beban Kejut
Untuk memperhitungkan pengaruh getaran-getaran dan
pengaruh dinamis lainnya, tegangan-tegangan akibat beban
garis P harus dikalikan dengan koefisien kejut yang akan
memberikan hasil maksimum.
Koefisien Kejut ditentukan dengan rumus:

K = 1 + 20 / (50 + L)

Dimana:
K = Koefisien kejut
L = Panjang bentang dalam meter
Beban Primer (5/5)

Beban Kejut (lanjutan)


Koefisien kejut tidak diperhitungkan terhadap bangunan
bawah apabila bangunan bawah dan bangunan atas tidak
merupakan satu kesatuan.
Bila bangunan bawah dan bangunan atas merupakan satu
kesatuan maka koefisisen kejut diperhitungkan terhadap
bangunan bawah.
Gaya Akibat Tekanan Tanah
Bagian bangunan jembatan yang menahan tanah harus
direncanakan dapat menahan tekanan tanah sesuai rumus-
rumus yang ada.
Beban T

A1 = a2 = 30,00 cm, B1 = 12,50 cm, B2 = 50,00 cm


Ms = Muatan rencana sumbu = 20 ton
Beban D (1/2)
(1/2)

Besar q ditentukan sebagai berikut


q = 2,2 t/m untuk L < 30 m
q = 2,2 t/m – 1,1/60 x (L-30) t/m untuk 30 m < L < 60 m
q = 1,1 x (1+30/L) t/m untuk L > 60 m
L = panjang dalam m
T/m = ton per meter panjang, per jalur
Beban D (2/2)
(2/2)

Ketentuan Beban D
Beban hidup per meter lebar jembatan:
Beban terbagi rata : (q ton/m) / (2,75 m)
Beban garis : (p ton) / 2,75 m)
Beban Sekunder (1/3)
(1/3)

Beban Angin
Pengaruh beban angin sebesar 150 kg/m2 pada jembatan
ditinjau berdasarkan bekerjanya beban angin horisontal
terbagi rata pada bidang vertikal jembatan, dalam arah tegak
lurus sumbu memanjang jembatan
Gaya akibat Perbedaan Suhu
Pada umumnya pengaruh perbedaan suhu dapat dihitung
dengan mengambil perbedaan suhu untuk Bnagunan Baja
(300C) dan Bangunan Beton (150C)
Untuk perhitungan tegangan-tegangan dan pergerakan pada
jembatan / bagian jembatan / perletakan akibat perbedaan
suhu dapat diambil nilai Modulus Elastisitas Young (E) dan
koefisien muai panjang ()
Beban Sekunder (2/3)
(2/3)

Gaya Rangkak dan Susut


Besarnya pengaruh apabila tidak ada ketentuan lain, dapat
dianggap senilai dengan gaya yang timbul akibat turunnya
suhu sebesar 150C.
Gaya Rem
Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan pengaruh gaya
rem sebesar 5% dari beban D tanpa koefisien kejut yang
memenuhi semua jalur lalu lintas yang ada, dan dalam satu
jurusan.
Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah
sumbu jembatan.
Beban Sekunder (3/3)
(3/3)

Gaya akibat Gempa Bumi


Pengaruh gempa bumi pada jembatan dihitung senilai
dengan pengaruh suatu gaya horisontal pada konstruksi
akibat beban mati konstruksi/bagian konstruksi yang ditinjau.
Perlu ditinjau pula gaya-gaya lain yang berpengaruh, seperti
gaya gesek pada perletakan, tekanan hidrodinamik akibat
gempa, tekanan tanah akibat gempa, dan gaya angkat
apabila pondasi yang direncanakan merupakan pondasi
terapung/pondasi langsung.
Gaya akibat Gesekan pada Tumpuan Bergerak
Gaya gesek yang timbul hanya ditinjau akibat beban mati
saja, sedang besarnya ditentukan berdasarkan koefisien
gesek pada tumpuan yang bersangkutan.
Beban Khusus (1/2)

Gaya Sentrifugal
Konstruksi jembatan yang ada pada tikungan harus
diperhitungkan terhadap suatu gaya horisontal radial yang
dianggap bekerja pada tinggi 1,80 m di atas lantai
kendaraan.
Gaya Tumbuk pada Jembatan Layang
Gaya tumbuk antara kendaraan dan pilar dimaksudkan pada
jembatan-jembatan layang dimana bagian di bawah
jembatan digunakan untuk lalu lintas.
Beban dan Gaya Selama Pelaksanaan
Gaya-gaya khusus yang mungkin timbul dalam masa
pelaksanaan pembangunan jembatan, harus ditinjau dan
besarnya dihitung sesuai dengan cara pelaksanaan pekerjaan
yang digunakan.
Beban Khusus (2/2)

Gaya akibat Aliran Air dan Tumbukan Benda-benda


Hanyutan
Semua pilar dan bagian-bagian lain dari bangunan jembatan
yang mengalami gaya-gaya aliran air, harus diperhitungkan
dapat menahan tegangan-tegangan maksimum akibat gaya-
gaya tersebut.
Tegangan-tegangan akibat tumbukan benda-benda hanyutan
pada bangunan bawah harus diperhitungkan dan besarnya
ditetapkan berdasarkan hasil penyelidikan setempat.
Gaya Angkat
Bagian-bagian dasar bangunan bawah pada rencana pondasi
langsung atau pondasi terapung harus diperhitungkan
terhadap gaya angkat yang mungkin terjadi
Penyebaran Gaya
(Distribusi Beban) (1/2)

Beban Mati
Beban Mati Primer
Beban mati yang digunakan dalam perhitungan kekuatan
gelagar-gelagar (baik gelagar tengah maupun gelagar
pinggir) adalah berat sendiri pelat dan sistem lainnya yang
dipikul langsung oleh masing-masing gelagar tersebut.
Beban Mati Sekunder
Beban mati sekunder yaitu kerb, trotoir, tiang sandaran, dan
lain-lain, yang dipasang setelah pelat dicor, dan dapat
dianggap terbagi rata di semua gelagar.
Penyebaran Gaya
(Distribusi Beban) (2/2)

Beban Hidup
Beban T
Dalam menghitung kekuatan lantai akibat beban T dianggap
bahwa beban tersebut menyebar ke bawah dengan arah 45
derajat sampai ke tengah-tengah tebal lantai.
Beban D
Dalam menghitung momen dan gaya lintang dianggap bahwa
gelagar-gelagar mempunyai jarak dan kekuatan yang sama
atau hampir sama.
Beban hidup yang diterima oleh gelagar tengah maupun
gelagar pinggir dalam perhitungan momen dan gaya lintang
adalah beban merata dan beban garis
Kombinasi Pembebanan (1/2)
(1/2)

Konstruksi jembatan beserta bagian-bagiannya harus


ditinjau terhadap kombinasi pembebanan dan gaya
yang mungkin bekerja. Sesuai dengan sifat-sifat serta
kemungkinan-kemungkinan pada setiap beban,
tegangan yang yang digunakan dalam pemeriksaan
kekuatan konstruksi yang besangkutan dinaikan
terhadap tegangan yang diizinkan sesuai keadaan
elastis.
Kombinasi Pembebanan (2/2)
(2/2)

Kombinasi Pembebanan dan Gaya


Tegangan yang digunakan
No Kombinasi Pembebanan dan Gaya (%) terhadap tegangan izin
keadaan elastis
I M + (H + K) + Ta + Tu 100%
II M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm 125%
III Kombinasi (I) + Rm + Gg + A + SR + Tm + S 140%
IV M + Gh + Tag + Gg + Ahg + Tu 150%
V M + Pl 130%
VI M + (H + K) + Ta + S + Tb 150%

A beban angin Rm gaya rem


Ah gaya akibat aliran dan hanyutan S gaya sentrifugal
AHg gaya akibat aliran dan hanyutan pada SR gaya akibat susut dan rangkak
waktu gempa
Gg gaya gesek pada tumpuan bergerak Tm gaya akibat peubahan suhu (selain susut
dan rangkak)
Gh gaya horisontal ekivalen akibat gempa Ta gaya tekanan tanah
bumi
(H + K) beban hidup dengan kejut Tag gaya tekanan tanah akibat gempa bumi
M beban mati Tb gaya tumbuk
Pl gaya-gaya pada waktu pelaksanaan Tu gaya angkat
Syarat Ruang Bebas (1/3)
(1/3)

Profil Ruang Bebas Jembatan


Tinggi minimum untuk jembatan tertutup adalah 5 m
Lebar minimum untuk jembatan ditetapkan menurut jumlah
jalur lalu lintas (B) ditambah dengan kebebasan samping
minimum 2 x 0,50 meter
Syarat Ruang Bebas (2/3)
(2/3)

Tinggi bebas minimum


Tinggi bebas minimum terhadap banjir 50 tahunan
ditetapkan sebesar 1,00 meter. Untuk sungai-sungai yang
mempunyai karakteristik khusus, tinggi bebas disesuaikan
dengan keperluan berdasarkan penelitian lebih lanjut
Syarat Ruang Bebas (3/3)
(3/3)

Ruang Bebas untuk Lalu Lintas Di Bawah Jembatan


Ruang bebas untuk lalu lintas jalan raya dan lalu lintas air di
bawah jembatan disesuaikan dengan syarat ruang bebas
untuk lalu lintas yang bersangkutan.
Ruang bebas untuk jalan kereta api di bawah jembatan
adalah sebagai berikut:
Tinggi minimum 6,50 meter terhadap tepi atas kepala rel.
Lebar minimum 15,00 meter.
Selanjutnya disesuaikan dengan syarat ruang bebas jalan
kereta api yang berlaku.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai