Anda di halaman 1dari 23

2.

2 Pemeliharaan Jalan
2.2.1 Kajian Struktur Perkerasan Jalan
Pada kajian mengenai struktur perkerasan jalan terdapat beberapa survai yang
dilaksanakan yaitu sebagai berikut.
2.2.1.1 Survai Ketidakrataan Permukaan Jalan
1. Standar Acuan
Dokumen yang dijadikan sebagai standar acuan untuk menganalisis ketidakrataan
permukaan jalan adalah sebagai berikut:
a. SNI 03-3426-1994 tentang Tata Cara Kerataan Permukaan Perkerasan Jalan
dengan Alat Ukur Kerataan NAASRA
b. Austroad Guide to Asset Management 05B-07 Part 5B: Roughness
2. Tujuan
Survai ketidakrataan permukaan jalan memiliki tujuan untuk mendapatkan nilai
IRI (International Roughness Index) yang merupakan sebuah parameter yang
digunakan sebagai pengukur deviasi profil memanjang jalan. Nilai IRI juga
berkaitan dengan tingkat kenyamanan berkendara.
3. Metode Pelaksanaan
a. Kalibrasi alat/kendaraan naasra sebelum survai kerataan dilakukan sesuai
ketentuan;
b. Periksa kendaraan dan perelengkapannya sesuai dengan ketentuan;
c. Jalankan kendaraan ± 10 menit untuk pemanasan hidrolik peredam kejut;
d. Stel pembacaan alat ukur naasra dan pembacaan alat ukur jarak (odometer)
kedalam kedudukan nol (0) pada titik awal ruas jalan yang disurvai;
e. Jalankan kendaraan dengan kecepatan tetap sekitar 30 km/jam, kendaraan
harus berjalan pada jalur jejak roda kiri luar; penyimpangan terhadap
ketentuan tersebut dapat dilakukan hanya apabila terpaksa untuk keperluan
mendahului kendaraan lain yang berhenti atau berjalan lebih lambat pada jalur
tersebut;
f. Catat kerataan naasra setiap jarak 1 km, sejak dari titik awal sampai dengan
titik akhir ruas jalan yang disurvai.
4. Lokasi Survai
Survai dilaksanakan pada jalan tol Pondok Aren – Serpong dengan panjang 7,25
Km yang merupakan jalan 6/2 UD.
5. Keluaran
Keluaran dari survai ini adalah nilai ketidakrataan permukaan jalan (IRI) untuk
setiap ruas jalan.

2.2.1.2 Survai Kekesatan Permukaan Jalan


1. Standar Acuan
Adapun dokumen yang dijadikan sebagai acuan untuk menganalisis kekesatan
permukaan jalan adalah sebagai berikut:
a. SNI 6748 2008 tentang Cara Uji Kekesatan pada Permukaan Perkerasan
menggunakan Alat Mu-Meter
b. AASHTO E 670-94 (Reapproved 2000) Standard Test Method for Side Force
Friction on Paved Surfaces using The Mu-Meter
c. AASHTO T 268-90 Side Force Friction on Paved Surface using The Mu-
Meter
2. Tujuan
Survai ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menguji tingkat kekesatan pada
permukaan jalan sebagai akibat dari beban yang diberikan pada perkerasan jalan
tersebut.
3. Metode Pelaksanaan
a. Alat Mu-Meter terdiri atas sebuah trailer ditarik oleh sebuah kendaraan penarik
atau digabungkan ke dalam kendaraan;
b. Ban penguji pada alat Mu-Meter diletakkan dalam posisi uji. Alat Mu-meter
dioperasikan pada kecepatan tertentu sesuai butir 6 (65 km/±1,5 jam). Air
disiramkan ke atas permukaan yang ada di depan ban kendaraan penguji pada
awal permukaan perkerasan yang sudah ditandai. Gesekan menyamping atau
gaya friksi antara ban penguji dengan permukaan perkerasan dicatat pada
sebuah kertas grafik. Kecepatan kendaraan penguji dicatat dengan bantuan
instrumen yang terdapat dalam alat tersebut.;
c. Kekesatan ditentukan berdasarkan analisis data dari rekaman yang ada pada
kertas grafik dalam kotak pencatat, dan dilaporkan sebagai nilai Mu-Meter
(MuN).
4. Lokasi Survai
Survai dilaksanakan pada jalan tol Pondok Aren – Serpong dengan panjang 7,25
Km yang merupakan jalan 6/2 UD.

5. Keluaran
Adapun keluaran dari survai ini adalah berupa nilai kekesatan permukaan
perkerasan jalan rata-rata dengan alat Mu-Meter (MuN rata-rata).

2.2.1.3 Survai Kondisi Visual


1. Standar Acuan
Dokumen yang dijadikan sebagai standar acuan pada pelaksanaan survai ini
adalah Panduan Survai Kondisi Jalan Nomor SMD-03/RCS.
2. Tujuan
Survai kondisi visual jalan memiliki tujuan untuk mengetahui kondisi perkerasan
jalan secara visual dan ditransformasikan ke dalam sebuah nilai yang disebut
dengan nilai SDI (Surface Distress Index).
3. Metode Pelaksanaan
Survai kondisi visual dilaksanakan per 100 meter dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Pemeriksaan kondisi jalan harus menggunakan formulir survai kondisi jalan
aspal dan formulir survai kondisi jalan tanah/kerikil;
b. Survai harus dilaksanakan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di masing-
masing Balai Pelaksanaan Jalan;
c. Untuk objektivitas hasil penilaian, surveyor harus berjumlah 3 orang;
d. Pencatatan formulir survai kondisi jalan harus dilaksanakan per 100 meter;
e. Surveyor menggunakan beberapa alat yaitu roll meter dan cat pylox;
f. Hasil survai kondisi dipergunakan untuk menghitung nilai SDI.
4. Lokasi Survai
Survai dilaksanakan pada jalan tol Pondok Aren – Serpong dengan panjang 7,25
Km yang merupakan jalan 6/2 UD.
5. Keluaran
Keluaran dari survai ini adalah nilai SDI (Surface Distress Index) pada setiap
lajur sebagai bentuk transformasi dari kondisi visual jalan yang diamati.

2.2.1.4 Survai Lendutan Perkerasan Jalan menggunakan Alat FWD


1. Standar Acuan
Dokumen yang menjadi acuan dari survai ini adalah Austroads Test Method
AG:AM/T006: Pavement Deflection with a Falling Weight Deflectometer
(FWD).
2. Tujuan
Survai lendutan perkerasan jalan bertujuan untuk menganalisis kondisi struktural
jalan dalam bentuk nilai lendutan dengan bantuan alat FWD.
3. Metode Pelaksanaan
a. Jarak dari stasioning acuan harus direkam untuk setiap titik pengujian;
b. Beban diaplikasikan menggunakan pelat dengan diameter 30 cm yang
dilengkapi dengan lapis karet setebal 5 mm;
c. Durasi pembebanan selama 25 – 35 milidetik;
d. Aplikasi beban FWD menghasilkan tegangan sebesar 40 kN dnegan rentang
error 10%;
e. Alat FWD disyaratkan memiliki minimum 7 sensor dengan offset pada jarak 0
mm, 200 mm, 300 mm, 450 mm, 600 mm, dan 900 mm;
f. Pelat beban diangkat hingga ketinggian tertentu untuk menghasilkan tingkat
beban target yang diinginkan. Beban pengujian dan lendutan yang dihasilkan
kemudian direkam;
g. Untuk setiap titik pengujian, suhu perkerasan dan udara harus diukur dan
dilaporkan;
h. Setiap titik pengujian berfungsi untuk melihat variabilitas dari data yang
dihasilkan. Jika perbedaan melebihi 5% atau 5 mikron (yang terbesar) maka
cantumkan informasi tersebut dalam laporan data.
4. Lokasi Survai
Survai dilaksanakan pada jalan tol Pondok Aren – Serpong dengan panjang 7,25
Km yang merupakan jalan 6/2 UD. Survai dilakukan dengan segmentasi per 200
meter dan dilakukan di bagian tengah jalan tol untuk 2 arah sepanjang 40 Km.
5. Keluaran
Adapun keluaran dari survai ini adalah berupa bacaan beban puncak, temperature,
dan nilai lendutan dari setiap sensor pada masing-masing titik yang diuji.

2.2.1.5 Survai Lalu Lintas


1. Standar Acuan
Standar acuan yang menjadi pedoman penting untuk pelaksanaan survai ini
adalah sebagai berikut:
a. Pd. T-19-2004-B tentang Survai Pencacahan Lalu Lintas dengan Cara Manual.
b. Manual Desain Perkerasan Jalan 2017.
2. Tujuan
Survai lalu lintas dilaksanakan untuk mendapatkan data volume lalu lintas dalam
berbagai keperluan teknik lalu lintas maupun perencanaan transportasi.
3. Metode Palaksanaan
a. Persiapan
- Mobilisasi jumlah pos, tenaga, dan peralatan yang diperlukan;
- Membentuk organisasi survai;
- Membuat jadwal pelaksanaan survai beserta penugasan/nama petugas
survai;
- Membuat table monitoring data, digunakan untuk mengecek data yang
masuk dan data yang belum masuk serta kelengkapannya.
b. Survai Pendahuluan
- Mengurus surat izin atau pemberitahuan dengan pembina jalan setempat;
- Mengamati dan menentukan penempatan pos survai;
- Merekrut dan memobilisasi surveyor;
- Melatih surveyor sebagai pembekalan tentang tata cara survai.
c. Pelaksanaan pencacahan, yaitu mengisi formulir survai dengan mencatat setiap
kendaraan yang lewat di suatu ruas pada waktu tertentu dengan memisahkan
berdasarkan jenis kendaraan;
d. Tahap Pelaporan
- Setelah diperiksa dan ditandatangani ketua kelompok serta coordinator
secepatnya paling lambat dua hari untuk disampaikan kepada pemberi
tugas;
- Kumpulan data survai dipisahkan ke dalam map yang berbeda berdasarkan
arah lalu lintas. Pada survai pencacahan lalu lintas di persimpangan,
pengumpulan formulir berdasarkan nama lengan dan arah lalu lintas pada
lengan tersebut.
4. Lokasi Survai
Survai dilaksanakan pada jalan tol Pondok Aren – Serpong dengan panjang 7,25
Km yang merupakan jalan 6/2 UD. Surveyor ditempatkan di beberapa pos di
sepanjang jalan tersebut. Pada survai ini digunakan handycam sebagai alat
perekam yang selanjutnya direkapitulasi berdasarkan formulir survai pencacahan
lalu lintas.
5. Keluaran
Keluaran dari pelaksanaan survai ini adalah jumlah kendaraan selama 7 x 24 jam
berdasarkan jenisnya yang masuk atau keluar dari ruas jalan tol Pondok Aren –
Serpong.
2.2.1.6 Survai WIM (Weight in Motion)
1. Standar Acuan
Dokumen yang menjadi acuan dari pelaksanaan survai ini adalah ASTM E 1318
Standard Spesification for Highway Weight-In-Motion (WIM) Systems with User
Requirements and Tes Methods.
2. Tujuan
Tujuan dari survai ini adalah untuk mendapatkan data beban gandar (axle weight)
dan beban total (gross weight), jarak antar gandar (axle spacing), klasifikasi
kendaraan, dan kecepatan kendaraan.
3. Metode Pelaksanaan
a. Alat WIM ditempatkan di area pantau dan disetel syarat bobot maksimum
kendaraan yang akan melintas di jalan tersebut.
b. Memasang CCTV untuk merekam kendaraan-kendaraaan yang melintas di
jalan tersebut.
c. Kendaraan yang berbobot lebih dari syarat yang telah ditentukan akan
membuat sensor memberikan laporan berupa bunyi alarm secara otomatis, dan
merekam jenis kendaraan serta nomor polisinya yang terpantau dari ruang
monitoring.
d. Laporan juga langsung tersambung kepada pos pemantau di kedua sisi jalan.
4. Lokasi Survai
Lokasi survai terletak pada jalan tol Pondok Aren – Serpong dengan pemasangan
1 unit alat WIM di gerbang tol.
5. Keluaran
Keluaran dari survai ini adalah sebagai berikut:
a. Berat sumbu kendaraan
b. Berat kendaraan total
c. Distribusi berat sumbu
d. Persentase kelebihan berat sumbu menurut jenis kendaraan

2.2.1.7 Survai Core Drill


1. Standar Acuan
Dokumen yang dijadikan sebagai standar acuan untuk survai ini adalah sebagai
berikut:
a. SK SNI M-35-1997-03 tentang tata cara pengujian kekuatan core drill dan bor.
b. ASTM D2113-14 Standard Practice for Rock Core Drilling and Sampling of
Rock for Site Exploration.
2. Tujuan
Survai cor drill memiliki tujuan untuk mengambil sampel material permukaan
perkerasan. Ketebalam sampel tersebut diukur dan sampel dibawa ke
laboratorium untuk diuji.
3. Metode Pelaksanaan
a. Pengambilan dari contoh silinder beton harus dilakukan pada daerah yang kuat
tekannya diragukan, biasanya berdasarkan dari data hasil yang uji contoh
beton dari masing – masing bagian struktur. Dari satu daerah beton tersebut
diambil satu titik pengambilan sebuah contoh nantinya;
b. Pengeboran yang dilakukan harus berada pada tempat yang tidak
membahayakan sebuah struktur, misalnya jangan terlalu dekat dengan
sambungan tulangan, momen maksimum, dan juga dari tulangan utama;
c. Lubang bekas pengeboran yang harus segera diisi dengan beton yang mutunya
minimal sama baiknya;
d. Bila ada beton yang telah diambil sudah berada dalam kondisi yang kering
selama masa layanannya, benda tersebut uji silinder beton (hasil bor inti)
haruslah dilakukan uji kondisi pada saat kering. Bilang sebuah beton yang di
ambil sudah berada dalam kondisi sangat basah selama masa layannya, maka
silinder tersebut harus di rendam dahulu minimal 40 jam dan dapat dilakukan
pengujian dalam kondisi basah;
e. Kuatnya dari tekanan beton pada titik pengambilan contoh atau sampel (daerah
beton yang diragunkan) maka dapat dinyatakan tidak membahayakan jika kuat
tekanan 3 silinder beton (minimum 3 silinder beton) yang diambil dari daerah
beton tersebut memenuhi 2 persyaratan sebagai berikut:
- Kuat tekanan rata – rata dari 3 silinder betonnya tidak kurang dari 0,85 fc
- Kuat dari tekanan masing – masing silinder betonnya tidak kurang dari 0,75
fc.
f. Alat akan diletakan pada lapisan perkerasan sebuah beton yang akan dilakukan
pengujian dengan posisi datar;
g. Lalu kemudian harus menyediakan air dengan alat yang ada sistem pompanya;
h. Kemudian air tersebut dimasukkan ke alat Core Drill dengan selang kecil pada
tempat yang sudah disediakan pada alat tersebut yang digunakan sehingga alat
tersebut tidak akan mengalami kerusakan terutama pada mata bor yang
berbentuk silinder selama masa proses pengujian coring beton atau coring
aspal;
i. Jika semua sudah siap lalu dihidupkan dengan alat tersebut dengan
menggunakan tali yang dililitkan pada starter alat dan ditarik hingga hidup;
j. Kemudian alat tersebut akan hidup mata bor diturunkan secara perlahan pada
titik yang sudah ditentukan sebelumnya hingga kedalaman tertentu, kemudian
setelah masuk pada kedalaman yang sudah ditentukan maka alat dimatikan dan
mata bor dinaikkan keatas;
k. Lalu hasil dari pengeboran yang sudah dilakukan diambil dengan
menggunakan penjapit yang sudah tersedia, dan setelah itu dilakukan
pengukuran tebal dan dimensinya serta diamati sampel tersebut apakah
perkerasan tersebut sudah layak untuk digunakan atau tidak.
l. Dalam melakukan uji alat atau core drill test atau seperti jasa coring beton dan
jasa coring aspal perlu diperhatikan kontinuitas dari pemakaian air karena jika
ada keterlambatan dari pemberian air pada ujung mata bor maka akan
menyebabkan terjadinya kerusakan dari mesin coring beton tersebut. Dari hasil
pengeboran tersebut juga dapat diketahui komposisi dari lapisan perkerasan.
4. Lokasi Survai
Lokasi survai terletak pada jalan tol Pondok Aren – Serpong dengan pengujian
core drill pada daerah yang memiliki kuat tekan lemah yaitu 1 sampel pada
masing-masing gerbang tol dan di sepanjang jalan tol secara zig-zag per 1 Km.
5. Keluaran
Adapun keluaran dari survai ini adalah untuk mendapatkan data tebal perkerasan.

2.2.1.8 Survai Uji Kuat Tekan Beton Hasil dari Core Drill Test
1. Standar Acuan
Standar acuan yang digunakan pada survai ini adalah sebagai berikut:
a. SNI 15-706 Hand Out Pengujian Beton Keras
b. SK SNI M-35-1997-03 mengenai tata cara pengujian kekuatan core drill dan
bor
c. ASTM D2113-14 Standard Practice for Rock Core Drilling and Sampling of
Rock for Site Exploration
d. SNI 03-2847-2002 mengenai sampling beton dan pengujian

2. Tujuan
Survai uji kuat tekan beton bertujuan untuk menentukan besarnya nilai kuat tekan
beton pada suatu elemen struktur, dari benda uji yang diambil dengan cara
pengeboran (core drill tes).
3. Metode Pelaksanaan
Beberapa ketentuan dalam melakukan pengujian dengan cara core drill, antara
lain:
a. Benda uji minimal 3 buah , kekuatan harus ≥ 80% dari kekuatan rencana dan
tidak boleh ada satupun dari 3 benda uji tersebut ≤ 75% hasilnya dari kekuatan
rencana.
b. Sebelum dicapping (diberi topi ).
- Benda uji harus memenuhi ketentuan 1/Ø lebih besar atau sama dengan
0,95 dimana 1 = panjang dan Ø = diameter benda uji.
- Benda uji harus memenuhi ketentuan 1/Ø lebih besar atau sama dengan
0,95 dimana 1 = panjang dan Ø = diameter benda uji.
c. Permukaan bidang tekan benda uji harus rata dan tegak lurus dengan sumbu
benda uji Ø benda uji harus sama agar:
- Penyimpangan kerataan permukaan bidang tekan ≤ 1 mm.
- Penyimpangan terhadap diameter rata-rata ≤ 1 mm.
- Penyimpangan arah tegak lurus permukaan bidang tekan terhadap
permukaan ujung benda uji ≤ 1 mm.
d. Letak baja tulangan harus tegak lurus terhadap sumbu batang.
e. Jumlah baja tulangan ≤ 2 batang , jika lebih maka harus dipotong atau
digerinda.
- Setelah dicapping Benda uji harus memenuhi syarat, yaitu 1.00 ≤ L1/Ø ≤
2.00
Dimana : L’ = panjang benda uji setelah di kaping
Ø= Diameter benda uji.
- Tebal lapisan capping ≤ 10 mm
f. Kecepatan Pemberian Benda Uji. Pemberian beban uji harus dilakukan dengan
pembebanan benda uji yang konstan berkisar antara 0.2 N/ perdetik hingga
benda uji hancur.
g. Kuat Tekan Beton Inti. Kuat tekan beton inti ialah kuat tekan dari benda uji
beton inti. Kuat tekan benda uji beton inti dihitung sampai ketelitian 0.5 Mpa
dengan menggunakan rumus:

Langkah Kerja
a. Siapkan peralatan dan bahan.
b. Pasangkan Core Drill dengan arah vertical atau tegak lurus benda uji atau plat
beton, satu set alat-alat agar benar-benar vertical dengan bantuan tabung nivo
c. Kemudian, Setelah alat disiapkan lakukan pengeboran pada plat beton yang
telah disiapkan untuk mengambil benda uji.
d. Selama pengeboran usahakan air selalu mengalir pada mata bor, guna untuk
membantu proses pengeboran danagar mata bor tidak panas botol kering
e. Lalu, Setelah pengeboran selesai, ambil benda uji kemudian potong, hingga
mendapat panjang yang diinginkan.
f. Dalam benda uji tidak boleh ada tulangan dengan arah vertical terhadap benda
uji dan apabila terhadap benda uji dan apabila terdapat tulangan vertikal maka
benda uji tidak terpakai. Dan untuk benda uji yang terdapat tulangan arah
horizontal, maka benda uji tersebut dapat dipakai
g. Kemudian timbang benda uji.
h. Capping benda uji dengan menggunakan campuran belerang dan pasir kwarsa
(dipanaskan hingga mencair) dengan tebal maksimal 10 mm .
i. Ukur tinggi benda setelah dicapping (L2).
j. Tekan benda uji sampai hancur, kemudian tentukan besarnya beban hancur
tersebut (Pmax).
k. Setelah data didapatkan tentukan kuat tekan rata-rata sebelum dikoreksi
(kg/cm2).
4. Keluaran
Keluaran dari survai ini adalah berupa nilai kuat tekan beton di lapangan.

2.2.1.9 Pengujian Marshall


1. Standar Acuan
Beberapa dokumen yang menjadi standar acuan dari pengujian Marshall adalah
sebagai berikut:
a. SNI 06-2489-1991 Metode Pengujian Campuran Aspal dengan Alat Marshall
b. AASHTO T 245-90 Standard Method of Test for Resistance to Plastic Flow of
Asphalt Mixtures using Marshall Apparatus
c. ASTM D 1559-76 Resistance to Plastic Flow of Bituminous Mixtures using
Marshall Apparatus
2. Tujuan
Tujuan dari pengujian Marshall adalah untuk mendapatkan suatu campuran aspal
yang memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan di dalam kriteria
perencanaan.
3. Metode Pelaksanaan
Waktu yang diperlukan dari saat diangkatnya benda uji dari bak perendaman
atau oven sampai tercapainya beban maksimum tidak boleh melebihi 30 detik.
a. Rendamlah benda uji dalam bak perendam (water bath) selama 30 – 40 menit
dengan suhu tetap 60oC (± 1oC) untuk benda uji yang menggunakan aspal
padat, untuk benda uji yang menggunakan aspal cair masukkan benda uji ke
dalam oven selama minimum 2 jam dengan suhu tetap 25oC (± 1oC);
b. Keluarkan benda uji dari bak perendam atau dari oven dan letakkan ke dalam
segmen bawah kepala penekan;
c. Pasang segmen atas di atas benda uji, dan letakkan keseluruhannya dalam
mesin penguji;
d. Pasang arloji pengukur alir (flow) pada kedudukannya di atas salah satu batang
penuntun dan atur kedudukan jarum penunjuk pada angka nol, sementara
selubung tangkai arloji (sleeve) dipegang teguh terhadap segmen atas kepala
penekan;
e. Sebelum pembebanan diberikan, kepala penekan beserta benda ujinya
dinaikkan sehingga menyentuh alas cincin penguji;
f. Atur jarum arloji tekan pada kedudukan angka nol;
g. Berikan pembebanan pada benda uji dengan kecepatan tetap sekitar 50 mm per
menit sampai pembebanan maksimum tercapai atau pembebanan menurun
seperti yang ditunjukkan oleh jarum arloji tekan dan catat pembebanan
maksimum (stability) yang dicapai, untuk benda uji yang tebalnya tidak
sebesar 63,5 mm, koreksilah bebannya dengan faktor perkalian yang
bersangkutan
h. Catat nilai alir (flow) yang ditunjukkan oleh jarum arloji pengukur alir pada
saat pembebanan maksimum tercapai.
4. Keluaran
Keluaran dari pengujian Marshall adalah sebagai berikut:
a. Berat isi; dilaporkan dalam satuan t/m3, dua angka di belakang koma
b. Stabilitas; dilaporkan dalam satuan Kg, bilangan bulat
c. Nilai flow; dilaporkan dalam satuan mm, dua angka di belakang koma
d. Suhu pengujian; dilaporkan dalam derajat Celsius.

2.2.2 Kajian Geoteknik Jalan


Pada kajian mengenai geoteknik jalan, survai yang dilakukan adalah survai daya
dukung tanah dasar dan lapis pondasi jalan, yaitu menentukan nilai California
Bearing Ratio (CBR) dengan menggunakan alat Dynamic Cone Penetrometer
(DCP).
1. Standar Acuan
Dokumen yang menjadi pedoman untuk pelaksanaan survai ini adalah Surat
Edaran Kementerian Pekerjaan Umum No. 04/SE/M/2010 tentang Pemberlakuan
Pedoman Cara Uji California Bearing Ratio (CBR) dengan Dynamic Cone
Penetrometer (DCP).
2. Tujuan
Adapun beberapa tujuan dari survai ini adalah untuk melakukan evaluasi
kekuatan tanah dasar dan lapis pondasi jalan dengan prosedur yang cepat dan
menentukan nilai CBR yang berfungsi untuk:
a. Penentuan tebal perkerasan (full depth pavement) untuk bagian jalan yang
direncanakan akan mendapatkan penanganan pelebaran jalan
b. Penentuan tebal lapis ulang (overlay) di atas jalan aspal apabila tidak dapat
disediakan atau tidak terdapat data Benkelman Beam
c. Penentuan tebal perkerasan untuk bagian jalan yang harus direkonstruksi
(seluruh lapisan lama dibongkar)
d. Penentuan tebal perkerasan jalan baru
3. Metode Pelaksanaan
a. Peralatan utama
Alat penetrometer konus dinamis (DCP) terdiri dari tiga bagian utama yang
satu sama lain harus disambung sehingga cukup kaku.
Bagian atas:
- Pemegang;
- Batang bagian atas diameter 16 mm, tinggi-jatuh setinggi 575 mm;
- Penumbuk berbentuk silinder berlubang, berat 8 kg.
Bagian tengah
- Landasan penahan penumbuk terbuat dari baja;
- Cincin peredam kejut;
- Pegangan untuk pelindung mistar penunjuk kedalaman.
Bagian bawah
- Batang bagian bawah, panjang 90 cm, diameter 16 mm;
- Batang penyambung, panjang antara 40 cm sampai dengan 50 cm, diameter
16 mm dengan ulir dalam di bagian ujung yang satu dan ulir luar di ujung
lainnya;
- Mistar berskala, panjang 1 meter, terbuat dari plat baja;
- Konus terbuat dari baja keras berbentuk kerucut di bagian ujung, diameter
20 mm, sudut 60° atau 30°;
- Cincin pengaku.
b. Persiapan Alat dan Lokasi Pengujian
- Sambungkan seluruh bagian peralatan dan pastikan bahwa sambungan
batang atas dengan landasan serta batang bawah dan kerucut baja sudah
tersambung dengan kokoh;
- Tentukan titik pengujian, catat sta/km, kupas dan ratakan permukaan yang
akan diuji;
- Buat lubang uji pada bahan perkerasan yang beraspal sehingga didapatkan
lapisan tanah dasar;
- Ukur ketebalan setiap bahan perkerasan yang ada dan dicatat.
c. Pelaksanaan Pengujian
- Letakkan alat DCP pada titik uji di atas lapisan yang akan diuji;
- Pegang alat yang sudah terpasang pada pos isi tegak lurus di atas dasar yang
rata dan stabil, kemudian catat pembacaan awal pada mistar pengukur
kedalaman;
- Angkat penumbuk pada tangkai bagian atas dengan hati-hati sehingga
menyentuh batas pegangan;
- Lepaskan penumbuk sehingga jatuh bebas dan tertahan pada landasan;
- Lakukan langkah-langkah di atas, catat jumlah tumbukan dan kedalaman
pada formulir DCP;
- Untuk lapis pondasi bawah atau tanah dasar yang terdiri dari bahan yang
tidak keras maka pembacaan kedalaman sudah cukup untuk setiap 1
tumbukan atau 2 tumbukan;
- Untuk lapis pondasi yang terbuat dari bahan berbutir yang cukup keras,
maka harus dilakukan pembacaan kedalaman pada setiap 5 tumbukan
sampai dengan 10 tumbukan;
- Hentikan pengujian apabila kecepatan penetrasi kurang dari 1 mm per 3
tumbukan. Selanjutnya lakukan pengeboran atau penggalian pada titik
tersebut sampai mencapai bagian yang dapat diuji kembali.
4. Lokasi Survai
Lokasi survai terletak pada jalan tol Pondok Aren – Serpong dengan segmentasi
survai per 200 meter dan dilakukan pada tepi luar jalan tol untuk 2 arah sepanjang
jalan.
5. Keluaran
Pencatatan hasil pengujian dilakukan menggunakan formulir pengujian
penetrometer konus dinamis (DCP):
a. Periksa hasil pengujian lapangan yang terdapat pada formulir pengujian
penetrometer konus dinamis (DCP) dan hitung akumulasi jumlah tumbukan
dan akumulasi penetrasi setelah dikurangi pembacaan awal pada mistar
penetrometer konus dinamis (DCP);
b. Gunakan formulir hubungan kumulatif (total) tumbukan dan kumulatif
penetrasi, terdiri dari sumbu tegak dan sumbu datar, pada bagian tegak
menunjukkan kedalaman penetrasi dan arah horizontal menunjukkan jumlah
tumbukan;
c. Plotkan hasil pengujian lapangan pada salib sumbu grafik.
d. Tarik garis yang mewakili titik-titik koordinat tertentu yang menunjukkan
lapisan yang relatif seragam;
e. Hitung kedalaman lapisan yang mewakili titik-titik tersebut, yaitu
selisih antara perpotongan garis-garis yang dibuat pada langkah d, dalam
satuan mm;
f. Hitung kecepatan rata-rata penetrasi (DCP, mm/tumbukan atau
cm/tumbukan) untuk lapisan yang relatif seragam; Nilai DCP diperoleh dari
selisih penetrasi dibagi dengan selisih tumbukan.
g. Gunakan gambar grafik atau hitungan formula hubungan nilai DCP dengan
CBR dengan cara menarik nilai kecepatan penetrasi pada sumbu
horizontal ke atas sehingga memotong garis tebal untuk sudut konus 60° atau
garis putus-putus untuk sudut konus 30°;
h. Tarik garis dari titik potong tersebut ke arah kiri sehingga nilai CBR dapat
diketahui.

2.2.3 Kajian Hidrologi dan Hidrolika


Pada kajian ini, survai yang dilakukan adalah survai mengenai kondisi hidrologi dan
hidrolika pada lokasi survai yaitu jalan tol Pondok Aren – Serpong.
1. Standar Acuan
Adapun standar acuan pada kajian hidrologi dan hidrolika adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
b. Pd.T-02-2006-B mengenai Pedoman Perencanaan Umum Drainase Perkotaan
c. SNI 02-2406-1991 mengenai Tata Cara Perencanaan Umum Drainase
Perkotaan
d. SNI 03-2415-1991 mengenai Metode Perhitungan Debit Banjir
e. SNI 03-3424-1994 mengenai Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan
Jalan
2. Tujuan
Tujuan dari survai ini adalah untuk mengevaluasi apakah drainase eksisting
berfungsi dengan baik dengan mampu menampung debit limpasan air pada lokasi
survai.
3. Metode Pelaksanaan
a. Survai Hidrologi
- Melakukan analisa frekuensi untuk memperkirakan curah hujan dengan
periode ulang 25 tahun;
- Menghitung intensitas curah hujan;
- Melakukan plotting harga intensitas dan waktu pada kurva basis;
- Menghitung waktu konsentrasi;
- Menentukan intensitas hujan maksimum;
- Menentukan besar koefisien pengaliran;
- Menghitung besar debit rencana.
b. Survai Hidrolika
- Melakukan pengukuran dimensi drainase jalan eksisting;
- Menghitung kemiringan saluran;
- Menghitung kemiringan tanah di lapangan;
- Menghitung besar debit eksisting.
4. Lokasi Survai
Lokasi survai terletak pada jalan tol Pondok Aren – Serpong yaitu pada drainase
jalan eksisting sepanjang jalan.

5. Keluaran
Keluaran pada survai kondisi hidrologi dan hidrolika ini adalah berupa
perbandingan debit rencana berdasarkan analisis curah hujan daerah setempat dan
debit aliran air berdasarkan dimensi saluran eksisting.

2.2.4 Konsep Pemeliharaan Jalan


Setelah proses perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi perkerasan selesai,
tahap selanjutnya adalah berbagai upaya yang dijalankan dalam rangka untuk
mempertahankan tingkat layanan jalan. Tingkat layanan ini diartikan sebagai jaminan
atas waktu pelayanan, faktor keselamatan dan unsur terkait dengan kenyamanan
selama melakukan perjalanan. Tahap penjaminan layanan dilaksanakan dengan
merencanakan secara matang pemeliharaan yang dapat menjamin tercapainya tingkat
layanan tersebut. Program pemeliharaan jalan didefenisikan sebagai tindakan yang
diambil untuk mempertahankan semua elemen jalan dalam kondisi aman dan dapat
dipergunakan.
Tujuan dari pemeliharaan jalan adalah sebagai berikut.
1. Mempertahankan kondisi agar jalan tetap berfungsi;
Sepanjang waktu jalan dapat digunakan agar mencegah penundaan transportasi
dan mencegah terisolasinya masyarakat setempat yang akan berdampak pada
masalah ‘epoleksosbud’. Masyarakat luas/ Pemerintah yang berkepentingan agar
jalan dapat terbuka sepanjang waktu.
2. Mengurangi tingkat kerusakan jalan;
Laju kerusakan dapat dikurangi sehingga jalan dapat melayani lalu lintas sesuai
dengan umur rencananya. Pembina jalan berkepentingan agar umur pelayanan
sesuai dengan umur rencananya.
3. Memperkecil biaya operasi kendaraan (BOK);
Peningkatan ketidakrataan:
Dari 2.5 m/km ke 4.0 m/km  kenaikan BOK 15%
Dari 2.5 m/km ke 10.0 m/km  kenaikan BOK 50%
Jalan yang rusak akan menyebabkan ketidakrataan permukaan yang tinggi dan
akan memberikan konsekuensi keausan kendaraan dan konsumsi bahan bakar
semakin tinggi. Operator kendaraan penumpang/ barang dan pengguna kendaraan
berkepentingan agar BOK rendah.

Berikut pengelompokan jenis pemeliharaan yang lazim digunakan di Indonesia.

Tabel Kelompok pemeliharaan


Kelompok
jenis pemeliharaan
pemeliharaan
Rutin
Berdasarkan Periodik
frekuensinya Peningkatan (lapis tambah)
Darurat/khusus
Pencegahan (preventive)
Pengembalian kondisi (corrective)
Berdasarkan sifatnya
Peningkatan (jalan tanah menjadi jalan
aspal)
Berdasarkan Pemotongan rumput
operasinya pembersihan sistem drainase
Kelompok
jenis pemeliharaan
pemeliharaan
penambalan
pelaburan (surface dressing)
pemasangan lapis tipis
pemasangan lapis tambah
pembongkar/pengganti lapisan
daur ulang
pelebaran
pembuangan longsoran tanah
pemeliharaan perkerasan
pemeliharaan bahu
pemeliharaan tepi & sistem drainase
Berdasarkan pemeliharaan lereng
lingkupnya pemeliharaan rumija
pemeliharaan ruwasja
pemeliharaan jembatan
pemeliharaan perlengkapan jalan

2.2.5 Analisis Penanganan Perkerasan Jalan


Kegiatan yang dilakukan pada tahap analisis meliputi: 1) Analisis kapasitas
struktural perkerasan eksisting, 2) Analisis nilai IRI, 3) Analisis volume lalu lintas,

4) Analisis dan penentuan Structural Number Required ( SNreq ), 5) Analisis daya


dukung tanah dasar di bawah struktur perkerasan dan, 6) Penyusunan Program
Pemeliharaan Jalan.

2.2.5.1 Analisis Kapasitas Struktural Perkerasan Eksisting


Evaluasi struktural dimaksudkan untuk mengetahui umur sisa dan perencanaan tebal
overlay. Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki kemerosotan struktural dan juga
fungsionalnya. Secara struktural dilakukan untuk meningkatkan umur sisa dan
kapasitas struktur dari jalan, sedangkan secara fungsional dilakukan untuk
mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan jalan (Serviceability) bagi
pengguna jalan baik pada masa sekarang dan yang akan datang.
Evaluasi kondisi struktural perkerasan jalan dilakukan mengikuti beberapa tahapan
sebagai berikut:
1. Menentukan nilai kondisi struktural masing masing lapisan
Nilai kondisi struktural masing masing lapisan perkerasan jalan dapat ditentukan
langsung dari data lendutan yang diperoleh dari survei FWD dengan
menggunakan persamaan pada Error: Reference source not found. Berdasarkan
Error: Reference source not found, nilai Surface Curvature Index (SCI*), Middle
Layer Index (MLI) dan Lower Layer Index (LLI) secara berturut turut yang
mewakili nilai kekuatan struktur lapisan permukaan (Surface), lapisan tengah dan
lapiasan bawah dari ruas jalan yang ditinjau dapat diketahui. Analisa kekuatan
masing masing lapisan ini perlu dilakukan karena dapat secara jelas memetakan
titik titik kritis atau lokasi terjadinya pelemahan dari masing masing lapisan.
Disamping itu, pemetaan nilai kekuatan masing masing lapisan ini akan sangat
membantu pada waktu segmentasi ruas jalan untuk menentukan nilai lendutan
wakil yang diperlukan pada tahapan analisis selanjutnya.
2. Proses Segmentasi
Data lendutan dari hasil FWD untuk masing masing ruas sangat bervariasi, maka
dengan ini perlu dilakukan segmentasi, sehingga dalam analisis digunakan
lendutan wakil dari setiap segmen. Segmentasi terhadap lendutan hasil FWD
sebaiknya melihat dari nilai lendutan d1 (lendutan di pusat beban), hal ini
dikarenakan lendutan tersebut mencerminkan kondisi lapis perkerasan secara
keseluruhan mulai dari lapis permukaan hingga lapisan tanah dasar.
Segmentasi dilakukan dengan cara mengusahakan setiap segmen mempunyai
tingkat keseragaman yang sama, hal ini dilakukan agar terhindar dari over desain
serta mengefesiensikan dalam perencanaan overlay. Proses segmentasi dilakukan
dengan cara visual yakni dengan melihat nilai kekuatan struktur dari masing
masing lapisan (point i) dan dengan menganalisa data lendutan yang terjadi pada
pusat beban.
Setelah segmentasi dilakukan maka lendutan disetiap segmen dicari nilai
wakilnya berdasarkan metode perhitungan statistik. Untuk menentukan faktor
keseragaman (FK) lendutan dan menentukan besarnya lendutan yang mewakili
suatu sub ruas/seksi jalan digunakan rumus sebagai berikut:
s
FK= x 100 % <FKijin
dr
Dwakil=dr +2 s
Dimana:
FK : Faktor Keseragaman
FK ijin : Faktor keseragaman yang diijinkan (30%, keseragaman cukup baik)
Dr : Lendutan rata rata
S : Standar Deviasi
Dwakil : Lendutan Wakil
3. Analisis Modulus Tanah dasar (Mr) dan Modulus Elastisitas Effektif dari
Perkerasan (Ep).
Modulus tanah dasar dan modulus elastisitas effektif dari perkerasan dihitung dari
data lendutan FWD dengan menggunakan persamaan Mr hingga persamaan ae.
nilai kedua modulus ini merupakan masukan pada tahap selanjutnya, yakni
penentuan nilai kapasitas struktural effektif dari perkerasan jalan
eksisting/terpasang.
4. Menentukan kapasitas Struktural Eksisting (SNeff)
SNeff ditentukan dengan persamaan SNeff yang merupakan fungsi dari tebal
perkerasan dan modulus elastisitas. Nilai SNeff ini merupakan nilai kapasitas
struktural perkerasan jalan pada saat dilakukannya evaluasi, yakni pada tahun
2011.
2.2.5.2 Analisis Nilai IRI
Analisis nilai IRI yang diperoleh dari survei NAASRA dilakukan dengan mencari
nilai wakil dari IRI sesuai dengan segmentasi yang telah dilakukan pada tahap
analisa kapasitas struktural perkerasan eksisting. Jadi, segmentasi nilai IRI
mengikuti segmentasi yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Nilai IRI ini
diperlukan untuk penggolongan jenis pemeliharaan jalan berdasarkan tinjauan
kondisi fungsional, dimana nilai IRI < 8 m/km dikategorikan sebagai jenis kegiatan
pemeliharaan rutin, sedangkan nilai IRI > 8 m/km dikategorikan sebagai jenis
kegiatan pemeliharaan berkala.

2.2.5.3 Analisis Volume Lalu Lintas


Data volume lalulintas dimaksudkan untuk mendapatkan Kumulatif Ekivalen Sumbu
Standar (CESA) dan proporsi masing-masing jenis kendaraan. Data lalu lintas hasil
Traffic Counting (TC) dan data sekunder lalu lintas dikompilasi untuk mendapatkan
suatu pola/trend pertumbuhan yang akan digunakan untuk memprediksi besarnya
volume lalu lintas yang akan melewati ruas jalan yang ditinjau. Dalam studi ini,
prediksi Kumulatif Ekivalen Sumbu Standar (CESA) dilakukan untuk 10 tahun ke
depan, dengan tahun dasar adalah tahun 2017.

2.2.5.4 Analisis Nilai Structural Number Required (SNreq)


Nilai Structural Number Required (SNreq) atau Structural Number Future
(SNfuture) adalah nilai yang menyatakan kapasitas struktural dari suatu perkerasan
jalan untuk dapat melayani beban lalu lintas mendatang/rencana (dalam hal ini
adalah kumulatif beban lalu lintas untuk 10 tahun ke depan). SNreq ditetapkan pada
tahun 2027, sehingga penyusunan program pemeliharaan jalan di dasarkan atas
kebutuhan SN pada tahun 2027. Perhitungan nilai SNreq untuk perkerasan lentur
dapat ditentukan dengan persamaan berikut ini.

log 10 (W 18 )=Z r ×S o +9 ,36×log 10 ( SN +1)−0,2+


log 10
[
ΔPSI
4,2−1,5 ]
1094
0 , 40+
(SN +1 )5, 19
+2 ,32×log 10 ( Mr )−8, 07

dimana:
W 18 : Perkiraan total pengulangan beban sumbu standar selama masa layan
Zr : Konstanta normal pada tingkat probabilitas yang diinginkan
So : Kombinasi deviasi standar dari perkiraan beban lalu lintas dan kerusakan
struktur perkerasan
Δ PSI : Penurunan nilai kondisi struktur perkerasan yang diijinkan

2.2.5.5 Penyusunan program Pemeliharaan Jalan


Zhang dkk. (2002) menyatakan bahwa nilai Structural Number (SN) dapat
digunakan sebagai indikator yang baik dalam menunjukkan kondisi struktural dari
suatu perkerasan jalan, karena nilai SN ini sangat sensitif terhadap variabel-variabel
kerusakan jalan. Dengan diketahuinya nilai SN eksisting dan SN required, maka
suatu parameter Indeks Kondisi Struktural (SCI) dapat digunakan untuk
mengklasifikasikan jenis penanganan dari segmen ruas jalan yang ditinjau . SCI
merupakan rasio antara Structural Number yang ada (SNeff) dengan Structural
Number yang diperlukan (SNreq atau SNfuture). Secara matematis, SCI dinyatakan
sebagai berikut:

SNeff
SCI = ;
SNreq
dimana:
SCI : Structural Condition Index
SNeff : Eksisiting Struktural Number
SNreq : Sturktural Number yang diperlukan
Nilai SCI>1 memberikan arti bahwa perkerasan jalan masih dalam keadaan baik dan
mampu melayani CESAL sampai akhir tahun penelitian, sedangkan nilai SCI<1
memberikan arti bahwa kondisi perkerasan jalan tidak lagi memiliki struktural yang
memadai, sehingga kegiatan rehabilitasi perlu diambil untuk meningkatkan kapasitas
struktural perkerasan jalan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka disusun suatu
metode untuk penentuan klasifikasi penanganan jalan yang secara garis besar
disajikan di bawah ini:

Gambar Metode Penentuan Klasifikasi Penanganan Pemeliharaan Jalan


Seperti terlihat pada Gambar , nilai SCI>1 diklasifikasikan sebagai penanganan
fungsional, sedangkan nilai SCI<1 diklasifikasikan sebagai penanganan struktural.
Jenis dari masing masing aktivitas untuk penanganan fungsional dan penanganan
struktural dapat secara spesifik dilihat pada Gambar di atas.
Untuk penanganan struktural, dimana diperlukan penambahan lapisan struktur
perkerasan, besarnya penambahan (tebal overlay) dihitung dengan persamaan di
bawah ini:
SN ol ( SN req −SN eff )
D ol = =
a ol aol
Dimana:
Dol : Tebal overlay rencana (inchi)

SN ol : Struktur number overlay yang disyaratkan

SN req : Struktur number yang akan dating (rencana)

SN eff : Struktur number yang terpasang saat ini

a ol : Koefisien struktural perkerasan terpasang

Anda mungkin juga menyukai