ANDI KURNIAWANSYAH
XI DPIB
Untuk kasus dimana jarak antar gelagar lebih besar dari jarak antar diafragma, sehingga pelat
melentur pada arah memanjang jembatan. Untuk kasus seperti ini, pelat dimodelkan sebagai
elemen gelagar di atas banyak tumpuan dengan tumpuannya adalah diafragma. Beban truk
yang bekerja pada pelat adalah beban truk pada arah memanjang jembatan dengan
konfigurasi sumbu seperti yang diatur dalam SNI 1725:2016.
Pada kasus beban truk, momen maksimum pada jembatan bentang sederhana selalu terjadi
tepat di bawah sumbu tengah P2, dengan resultan gaya berat sumbu truk PR berada antara
sumbu tengah dan belakang dengan konfigurasi gaya seperti pada gambar di bawah ini:
Keterangan:
P₁ adalah beban roda gandar belakang (KN)
P2 adalah beban roda gandar tengah (kN)
P3 adalah beban roda gandar depan (kN)
di adalah jarak antara roda tengah ke roda belakang (m) da adalah jarak antara roda tengah ke
roda depan (m)
L adalah panjang bentang jembatan (m)
X₁ adalah jarak antara tengah bentang jembatan ke roda tengah (m)
X2 adalah jarak antara resultan gaya dengan roda tengah truk (m)
Pengaruh beban maksimum (momen) akibat beban truk pada keadaan batas ultimit dan layan
dihitung dengan persamaan-persamaan berikut:
Gaya geser maksimum yang bekerja pada jembatan akibat beban truk terjadi di dekat
tumpuan. Perhitungan gaya geser maksimum akibat beban truk pada keadaan batas ultimit
dan layan ditentukan dengan persamaan berikut:
Untuk keadaan batas fatik, gaya dalam momen dan geser ditentukan dengan persamaan di
bawah ini:
Untuk perhitungan pengaruh beban truk ("T") pada stringer, maka pengaruh beban truk
ditentukan dengan menggunakan konsep garis pengaruh seperti yang diperlihatkan pada
Gambar. Gambar tersebut memperlihatkan empat bagian panel yang terletak di antara 5
gelagar lantai. Lebar panel tersebut adalah masing-masing 5000 mm.
Karena stringer disambung ke gelagar lantai dengan sambungan geser (tidak terjadi transfer
momen), maka untuk keperluan analisis struktur, stringer dimodelkan sebagai gelagar
bentang banyak dengan sambungan pin di atas tumpuan seperti yang diperlihatkan pada
Gambar. Sehingga gaya dalam berupa momen dan geser yang terjadi pada stringer
diperlihatkan seperti pada Gambar (c) dan Gambar (d). Selanjutnya metode distribusi dapat
digunakan jika semua persyaratan untuk metode distribusi terpenuhi, jika tidak maka analisis
dapat dilakukan dengan menempatkan beban roda 112,5 kN tepat di atas stringer.
1.3 Analisis struktur pada gelagar lantai
Beban-beban gravitasi yang bekerja pada stringer (beban mati) diteruskan ke gelagar lantai.
Reaksi tumpuan pada stringer yang dibahas pada Sub bab 2.4.2.6.2 menjadi beban di gelagar
lantai sebagai beban terpusat. Karena gelagar lantai bertumpu pada sambungan rangka batang
utama, sehingga untuk keperluan analisis struktur, gelagar lantai dapat dimodelkan sebagai
gelagar dua tumpuan sederhana yang memikul beban terpusat. Untuk panel tengah, beban
terpusat tersebut adalah sebesar dua kali reaksi perletakan pada stringer (asumsi jarak antara
gelagar lantai seragam). Sebagai contoh, pemodelan struktur untuk analisis pengaruh beban
gravitasi (MS, MA, BGT dan BTR) pada gelagar lantai Gambar 2.24 adalah sebagai berikut:
Gambar memperlihatkan gelagar lantai yang dibebani beban terpusat P berasal dari reaksi
perletakan pada gelagar stringer. Reaksi tumpuan pada gelagar lantai yang diperlihatkan pada
Gambar menjadi beban terpusat pada sambungan sistem rangka utama (sistem rangka batang
samping).
Untuk analisis pengaruh beban truk pada gelagar lantai dapat dilakukan dengan memodelkan
truk sebagai beban terpusat tepat di atas gelagar seperti yang diperlihatkan pada Gambar.
Beban roda truk dimodelkan sebagai beban terpusat sebesar 112,5 kN dengan jarak antar roda
pada satu gandar 1750 mm. Jumlah beban truk yang diperhitungkan adalah sesuai dengan
jumlah lajur rencana. Sebagai contoh, jika lajur rencana terdiri dari dua lajur, maka terdapat
dua truk dengan empat roda di atas gelagar lantai. Jarak antar roda pada truk yang berdekatan
adalah sebesar 1000 mm. Pengaruh beban roda truk pada gelagar lantai dapat ditentukan
dengan metode garis pengaruh.
Beban lalu lintas yang menjadi beban terpusat pada rangka samping ditentukan berdasarkan
nilai terbesar dari reaksi perletakan dengan beban BTR dan BGT pada Gambar atau dari
reaksi perletakan akibat beban truk pada Gambar.
Pada arah longitudinal, kepala pilar (pilar majemuk dan pilar tunggal) didesain sebagai korbel
sehingga dalam perhitungan pengaruh beban, kepala pilar dapat dimodelkan sebagai korbel
dua dimensi dengan panjang lengan gaya diambil dari as perletakan sampai ke muka
pembatas antar gelagar di kepala pilar. Beban-beban yang bekerja pada kepala pilar ini
merupakan rekasi perletakan dari struktur atas (gelagar) jembatan, karena dimodelkan
sebagai korbel, maka bekerja gaya dalam berupa momen, geser dan gaya aksial (tarik atau
tekan) pada tumpuan (di muka pembatas gelagar). Pemodelan analisis struktur kepala pilar
pada arah transversal diperlihatkan pada Gambar.
Pada arah transversal, kepala pilar dapat dianggap sebagai gelagar dengan ujung kantilever.
Untuk kasus pilar majemuk, kepala pilar dapat dianalogikan seperti gelagar di atas banyak
tumpuan dengan ujung kantilever dimana kaki pilar dianggap sebagai tumpuannya. Beban
yang dipikul oleh kepala pilar terdiri dari berat sendiri dan beban yang berasal (beban merata)
dari reaksi tumpuan gelagar (beban terpusat). Pemodelan struktur kepala pilar diperlihatkan
pada Gambar.
Reaksi tiang tunggal pada jenis fondasi tiang kelompok akan menimbulkan efek punching
shear pada pile cap. Kapasitas pile cap terhadap geser sangat bergantung pada ketebalan pile
cap dan keliling geser kritis. Keliling geser kritis fondasi tiang tunggal sangat bervarisi, hal
ini dipengaruhi oleh susunan dan spasi fondasi tiang pada pile cap. Untuk konfigurasi fondasi
tiang yang relatif rapat, keliling geser akan mengalami overlap (tumpang tindih) sehingga
keliling geser kritis yang digunakan untuk analisis punching shear adalah keliling geser
terkecil.
C. Analisis struktur fondasi
1. Umum
Dalam analisis struktur, struktur yang ada di dalam tanah, seperti fondasi, dinding penahan
tanah, ataupun struktur geoteknik lainnya, ditentukan dengan menggunakan metode ASD
(Allowable Stress Design), kombinasi beban yang digunakan dianggap bekerja dalam kondisi
yang menghasilkan efek yang paling tidak baik di dalam fondasi atau komponen struktural
yang diperhitungkan, kombinasi pembebanan yang digunakan berdasarkan SNI 1727:2013
adalah:
1) D
2) D+L
3) D+ (0,6W atau 0,7E)
4) D+0,75L+0,75(0,6W)
5) D+0,75L + 0,75(0,7E)
Keterangan:
D adalah beban mati
L adalah beban hidup
W adalah beban angin
E adalah beban gempa
Kapasitas aksial tiang statik didapatkan dari penjumlahan tahanan tanah atau batuan di
sepanjang sisi tiang dan pada ujung tiang, sedangkan untuk menentukan kapasitas lateral
tiang, fondasi tiang dipertimbangkan sebagai suatu gelagar di atas fondasi elastis, dimana
metode yang digunakan adalah metode pendekatan analitik yaitu metode Broms, dimana
metode ini relatif lebih mudah dengan prosedur perhitungan tangan (hand-calculation).
Metode ini dapat digunakan untuk mengevaluasi tiang ujung bebas dan tiang ujung jepit pada
profil tanah kohesif murni dan tanah nonkohesif murni. Cara perhitungan pada metode ini
menganggap bahwa besaran-besaran tanah dan tiang adalah sama sepanjang tiang, perbedaan
kecil dalam besaran tanah dapat diakomodasi dengan besaran rata-rata dari tanah.
Kekurangan metode ini adalah tidak kondusif untuk analisis beban lateral tiang pada profil
campuran tanah kohesif dan nonkohesif. Kapasitas lateral tiang dibahas lengkap pada
Volume 3.
Untuk analisis kelompok tiang metode yang digunakan adalah metode statik sederhana,
beban yang bekerja pada fondasi adalah berupa beban vertikal dan beban horizontal, beban
tersebut dapat diilustrasikan pada gambar di bawah:
Pada Gambar 2.43, nilai P1 adalah gaya tekan jika tanda (+) dan gaya tarik jika tanda (-).
Apabila momen terjadi dalam dua arah, untuk beban yang bekerja pada fondasi group berupa
gaya aksial dan momen-momen yang terjadi pada titik berat, maka beban yang diterima
masing-masing tiang dapat ditentukan dengan membaginya sama rata kepada setiap tiang
yang sebanding dengan jaraknya, dapat dituliskan dengan persamaan berikut:
Keterangan :
O adalah beban tiap tiang ke-i
M. adalah momen yang bekerja memutar sumbu x (di bidang sejajar sumbu y)
Vi adalah koordinat y tiang ke-i terhadap titik berat group (dapat bernilai + atau -)
M, adalah momen yang bekerja memutar sumbu y (di bidang sejajar sumbu x)
Xi adalah koordinat x tiang ke-i terhadap titik berat group (dapat bernilai + atau -)
1.1 Analisis pilar dan fondasi
Pada kasus dimana struktur jembatan yang dianalisis adalah jembatan dengan tipe bentang
sederhana, maka dalam melakukan analisis pengaruh gempa terhadap struktur, system
struktur yang dimodelkan hanya gabungan dari fondasi dan struktur bawah saja (pile cap dan
pilar). Elemen spring dimodelkan sebagai tumpuan pada tiang yang berfungsi sebagai
tumpuan yang mewakili efek kekangan tanah terhadap struktur fondasi. Pemodelan SSI untuk
analisis pilar dan fondasi diperlihatkan pada Gambar 2.48. Perlu diperhatikan bahwa
penentuan nilai kekakuan pegas tanah (spring) ditentukan berdasarkan kondisi tanah dan
konfigurasi pilar yang ditinjau apakah pilar tunggal atau pilar majemuk. Gambar 2.47
memperlihatkan contoh kurva p-y yang merupakan nilai kekakuan pegas tanah untuk kasus
pilar tunggal.
1.2 Analisis struktur atas, pilar, dan fondasi
Untuk kasus dimana struktur atas monolit dengan struktur bawah, maka dalam melakukan
analisis struktur dengan metode SSI, sistem struktur atas, bawah dan fondasi harus
dimodelkan bersamaan (model 3 dimensi). Contoh pemodelan struktur atas, pilar dan fondasi
untuk analisis struktur SSI diperlihatkan pada Gambar 2.50.