Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH MANAJEMEN PROYEK JEMBATAN

ANDI KURNIAWANSYAH
XI DPIB

SMK NEGRI 1 MEMPURA


RIAU 2023
BAB I
PENDAHULUAN

Perencanaan struktur jembatan harus menghasilkan struktur yang memenuhi pokok-pokok


perencanaan sebagai berikut (SE Menteri PUPR No. 7/SE/M/2017):
1) Kekuatan dan stabilitas struktur (structural safety),
2) Keawetan dan kelayakan jangka panjang (durability),
3) Kemudahan pemeriksaan (inspectability),
4) Kemudahan pemeliharaan (maintainability),
5) Kenyamanan bagi pengguna jembatan (rideability),
6) Ekonomis,
7) Kemudahan pelaksanaan (constructability),
8) Estetika,
9) Dampak lingkungan pada tingkat yang wajar dan cenderung minimal.
Pemerintah melalui Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan Kementerian PUPR telah
menerbitkan berbagai dokumen Norma, Standar, Pedoman, Manual dan Kriteria (NSPMK)
sebagai acuan pekerjaan perencanaan struktur jembatan yang diharapkan memenuhi pokok-
pokok perencanaan di atas.
Tahapan perencanaan teknis jembatan dapat dilihat pada Gambar 2.1. Faktor utama dalam
tahapan tersebut adalah:
1) Pengumpulan data,
2) Filosofi perencanaan,
3) Beban rencana,
4) Metode analisis struktur,
5) Metode perhitungan kekuatan elemen struktur,
6) Penyajian hasil perencanaan.
BAB II
PEMBAHASAN

Analisis struktur bangunan atas, bawah, dan fondasi


Pada bagian ini membahas tata cara pemodelan dan analisis struktur jembatan. Terdapat dua
metode yang digunakan dalam analisis struktur, yaitu metode pendekatan dan metode analisis
rinci. Metode pendekatan merupakan suatu metode analisis struktur dengan cara membagi
struktur jembatan ke dalam bentuk strip yang mewakili struktur global untuk perhitungan
pengaruh (gaya dalam dan deformasi) akibat pembebanan pada struktur jembatan. Elemen
struktur dimodelkan dan dianalisis sebagai gelagar 1 dimensi, sedangkan analisis struktur
rinci merupakan metode analisis struktur dengan memodelkan struktur jembatan ke dalam
bentuk dua atau tiga dimensi dengan menggunakan metode elemen hingga.

A. Analisis struktur bangunan atas


1. Pelat lantai
Pelat merupakan komponen struktur jembatan yang memikul langsung beban kendaraan pada
sistem struktur jembatan. Beban yang bekerja pada pelat terdiri dari beban mati dan beban
hidup kendaraan. Analisis struktur pelat dilakukan dengan memodelkan pelat sebagai elemen
balok satu dimensi di atas banyak tumpuan pada arah transversal jembatan. Panjang bentang
pelat ditetapkan berdasarkan spasi antar gelagar dengan tumpuan terletak berada di garis as
gelagar.
Pengaruh beban mati yang terdiri dari momen dan geser (MA dan MS) pada pelat dihitung
berdasarkan lebar pelat strip selebar 1000 mm. Beban mati yang bekerja pada pelat terdiri
dari berat sendiri pelat, beban barrier dan lapisan permukaan jembatan (perkerasan jalan).
Beban mati ini diasumsikan sebagai beban merata yang bekerja pada pelat yang dihitung
berdasarkan berat isi material yang digunakan. Pemodelan struktur pelat untuk perhitungan
pengaruh beban mati diperlihatkan pada Gambar.
Pengaruh beban hidup truk (momen dan geser) pada pelat ditentukan berdasarkan lebar strip
ekivalen. Lebar strip ekivalen pelat bernilai berbeda yang mana nilai lebar ekivalen
tergantung kepada jenis pelat yang digunakan, arah strip utama yang ditinjau dan lokasi pelat
yang ditinjau (kantilever, momen positif dan momen negative).

Untuk kasus dimana jarak antar gelagar lebih besar dari jarak antar diafragma, sehingga pelat
melentur pada arah memanjang jembatan. Untuk kasus seperti ini, pelat dimodelkan sebagai
elemen gelagar di atas banyak tumpuan dengan tumpuannya adalah diafragma. Beban truk
yang bekerja pada pelat adalah beban truk pada arah memanjang jembatan dengan
konfigurasi sumbu seperti yang diatur dalam SNI 1725:2016.

2. Jembatan tipe gelagar-pelat

1.1 Jenis jenis jembatan tipe gelagar-pelat


Jembatan tipe gelagar-pelat merupakan tipe jembatan dengan sistem struktur atas utama
terdiri dari pelat dan gelagar. Fungsi utama pelat adalah sebagai lantai kendaraan dan
meneruskan beban ke gelagar. Yang termasuk ke dalam kategori tipe jembatan gelagar-pelat
adalah sebagai berikut:
1.2 Analisis struktur terhadap beban mati (MS dan MA)
Distribusi beban mati pada jembatan tipe gelagar-pelat ditentukan berdasarkan lebar tributari.
Lebar tributari diambil sebesar setengah spasi gelagar kanan dan kiri pada gelagar yang
ditinjau. Beban mati yang diperhitungkan terdiri dari:
1) Berat sendiri gelagar,
2) Pelat,
3) Trotoar,
4) Barrier,
5) Diafragma,
6) RC pelat (pada beton pratekan).
Khusus untuk barrier yang dicor atau dipasang setelah pelat mengeras, berat total barrier
diasumsikan terbagi rata di semua gelagar. Untuk simplifikasi dan mempermudah
perhitungan, diafragma dapat diasumsikan sebagai beban merata pada gelagar yang dihitung
dengan cara membagi berat total diafragma dengan panjang gelagar dan dibagi secara merata
ke semua gelagar.
Perhitungan pengaruh (momen dan geser) beban mati pada gelagar dilakukan dengan
memodelkan gelagar dan pelat dengan lebar tributari sebagai elemen balok satu dimensi yang
dibebani dengan beban merata. Jika jembatan adalah jembatan bentang sederhana, maka
struktur dimodelkan sebagai elemen balok di atas dua tumpuan sederhana. Gambar detail
simplifikasi pemodelan analisis struktur terhadap beban mati pada jembatan tipe gelagar-pelat
diperlihatkan pada Gambar.
1.3 Analisis struktur terhadap beban lalu lintas (beban lajur "D")
Untuk tinjauan efek beban lalu lintas terhadap struktur atas jembatan, maka perlu disesuaikan
dengan jenis beban yang bekerja. Berdasarkan SNI 1725:2016, beban lalu lintas terdiri dari
beban "T" (truk) dan beban "D" (beban merata). Intensitas beban "T" dan beban "D" diatur
dalam SNI 1725:2016 Pasal 8.
Untuk analisis pengaruh beban "D", beban lalu lintas dimodelkan sebagai beban merata
(BTR) dan beban terpusat (BGT) di atas balok satu dimensi. Beban BTR dan BGT diterapkan
pada jembatan dengan area penerapan beban adalah sepanjang jembatan dan selebar jalan
raya pada jembatan. Besarnya beban BTR dan BGT dihitung berdasarkan lebar tributari pelat
dimana lebar tributari yang digunakan sama dengan lebar tributari pelat untuk menghitung
pengaruh beban mati seperti yang diperlihatkan pada Gambar. Besar beban BTR diperoleh
dari perkalian antara beban BTR (kN/m²) dengan lebar efektif pelat sehingga diperoleh beban
merata per meter panjang (kN/m). Beban garis BGT (kN/m) dikalikan dengan lebar efektif
sehingga diperoleh beban terpusat dengan satuan kN. Pemodelan struktur jembatan terhadap
beban "D" untuk kasus jembatan bentang sederhana diperlihatkan seperti pada Gambar 2.5.
Untuk jembatan bentang menerus, pembebanan harus diatur sedemikian rupa sehingga
memberikan pengaruh geser dan momen maksimum sesuai dengan SNI 1725:2016.
1.4 Analisis struktur terhadap beban lalu lintas (beban truk "T")
Untuk analisis pengaruh beban truk ("T") terhadap gelagar, analisis struktur dapat dilakukan
dengan menggunakan metode pendekatan. Prosedur analisis struktur terhadap beban "T"
dengan metode pendekatan adalah sebagai berikut:
1) Memodelkan sistem dek sebagai balok satu dimensi, jika jembatan yang ditinjau adalah
jembatan dengan bentang sederhana, maka pemodelan struktur berupa balok di atas dua
tumpuan sederhana. Pengaruh dari beban truk ditentukan dengan metode garis pengaruh
dengan beban berasal dari berat gandar truk. Konfigurasi beban (jarak antar beban) untuk
menentukan pengaruh beban truk pada keadaan batas ultimit dan layan serta fatik ditentukan
berdasarkan spesifikasi truk yang ditetapkan SNI 1725:2016 Pasal 8.4.1.
Secara umum, konfigurasi sumbu roda truk memiliki jarak bervariasi 4000 mm sampai
dengan 9000 mm untuk roda tengah dan roda belakang dan jarak konstan sebesar 5000 mm
untuk roda tengah dan roda depan. Namun, agar diperoleh pengaruh beban yang besar, untuk
keadaan batas ultimit dan layan, jarak antara roda depan dan roda tengah adalah sebesar 5000
mm, sedangkan jarak antara roda tengah dan roda belakang adalah sebesar 4000 mm. Untuk
kasus beban fatik, konfigurasi gandar truk ditentukan berdasarkan Pasal 8.11.1 pada standar
pembebanan jembatan (SNI 1725:2016) yaitu jarak gandar tengah dan gandar belakang
merupakan jarak konstan sebesar 5000 mm. Detail konfigurasi truk secara umum
diperlihatkan pada Gambar (a) dan untuk keadaan batas ultimit dan layan diperlihatkan pada
Gambar (b) sedangkan untuk keadaan batas fatik diperlihatkan pada Gambar (c).

Pada kasus beban truk, momen maksimum pada jembatan bentang sederhana selalu terjadi
tepat di bawah sumbu tengah P2, dengan resultan gaya berat sumbu truk PR berada antara
sumbu tengah dan belakang dengan konfigurasi gaya seperti pada gambar di bawah ini:
Keterangan:
P₁ adalah beban roda gandar belakang (KN)
P2 adalah beban roda gandar tengah (kN)
P3 adalah beban roda gandar depan (kN)
di adalah jarak antara roda tengah ke roda belakang (m) da adalah jarak antara roda tengah ke
roda depan (m)
L adalah panjang bentang jembatan (m)
X₁ adalah jarak antara tengah bentang jembatan ke roda tengah (m)
X2 adalah jarak antara resultan gaya dengan roda tengah truk (m)
Pengaruh beban maksimum (momen) akibat beban truk pada keadaan batas ultimit dan layan
dihitung dengan persamaan-persamaan berikut:

Gaya geser maksimum yang bekerja pada jembatan akibat beban truk terjadi di dekat
tumpuan. Perhitungan gaya geser maksimum akibat beban truk pada keadaan batas ultimit
dan layan ditentukan dengan persamaan berikut:
Untuk keadaan batas fatik, gaya dalam momen dan geser ditentukan dengan persamaan di
bawah ini:

3. Jembatan tipe plat


1.1 Jenis-jenis jembatan tipe pelat
Jembatan tipe pelat merupakan jembatan dengan struktur utamanya berupa pelat tanpa
gelagar pada arah longitudinalnya. Pelat secara langsung menerima beban hidup kendaraan
dan meneruskannya ke tumpuan. Jembatan tipe pelat berperilaku sebagai pelat satu arah pada
arah longitudinal jembatan sehingga tulangan utamanya searah dengan arah longitudinal
jembatan. Jembatan tipe pelat terdiri dari tiga jenis seperti yang dirangkum pada tabel di
bawah ini:

1.2 Analisis struktur terhadap beban mati


Analisis pengaruh beban mati terhadap jembatan tipe pelat dapat dilakukan dengan membagi
pelat menjadi permeter lebar dan dimodelkan sebagai balok satu dimensi. Jika dalam
perencanaannya jembatan ini tidak dibuat monolit dengan struktur penumpunya, maka
jembatan bisa dimodelkan sebagai balok di atas dua tumpuan sederhana (lihat Gambar).
Namun jika direncanakan sebagai jembatan monolit dengan struktur penumpunya dan terdiri
dari banyak bentang, maka jembatan dimodelkan sebagai balok menerus. Beban mati (MS
dan MA) yang bekerja pada jembatan ini berupa berat sendiri pelat, berat perkerasan jalan
dan beban kerb yang nilainya ditentukan berdasarkan berat isi material yang digunakan.
1.3 Analisis struktur terhadap beban lalu lintas (beban "D")
Pengaruh beban lajur "D" juga harus ditentukan pada jembatan tipe pelat dengan cara
membagi jembatan ini ke dalam bentuk strip dengan lebar 1000 mm. Beban "D" yang terdiri
dari beban terbagi rata BTR dijadikan sebagai beban merata garis persatuan panjang (kN/m)
dan beban garis terpusat BGT dikonversikan menjadi beban terpusat ditempatkan di tengah-
tengah bentang. Pemodelan struktur jembatan tipe pelat yang dibebani beban BTR dan BGT
diperlihatkan pada Gambar.
1.4 Analisis struktur terhadap beban lalu lintas (beban "T")
Untuk analisis pengaruh jembatan tipe pelat terhadap beban truk, pelat dibagi ke dalam dua
kategori yaitu pelat strip internal dan pelat strip eksternal sehingga yang menjadi poin utama
dalam analisis pengaruh beban truk terhadap jembatan tipe pelat adalah penentuan lebar strip
ekivalen. Lebar pelat ekivalen (yang membentang sejajar dengan tumpuan) diasumsikan
untuk memikul beban truk pada satu lajur rencana.

4. Jembatan tipe rangka batang


1.1 Penyaluran gaya pada jembatan tipe rangka batang (rangka batang standar)
Jembatan rangka batang merupakan jembatan yang dibangun dengan konfigurasi komponen
struktur berbentuk segitiga yang dihubungkan pada titik pertemuan elemen (sambungan) dan
memikul beban melalui aksi tarik tekan pada struktur utamanya. Sistem struktur utama
jembatan rangka batang terdiri dari dari dua sistem utama, yaitu sistem dek dan sistem
rangka. Sistem dek terdiri dari pelat, gelagar stringer dan gelagar lantai (floor beam). Sistem
rangka terdiri batang rangka diagonal samping, rangka batang samping bawah (lower chord),
rangka batang samping atas (upper chord) dan ikatan angin. Gambar detail komponen
struktur jembatan rangka batang standar diperlihatkan pada Gambar.
Pada sistem dek, semua beban yang berada di pelat, termasuk beban lalu lintas dan berat
sendiri pelat dipikul oleh gelagar stringer. Semua beban mati termasuk berat stringer dan
beban lalu lintas diteruskan ke gelagar lantai dan semua beban (beban mati dan beban lalu
lintas) termasuk berat gelagar lantai akan diteruskan ke rangka utama sebagai beban terpusat
di sambungan (joint), karena beban yang diteruskan dari sistem dek ke rangka utama adalah
beban terpusat, maka pada sistem rangka jembatan rangka batang hanya bekerja gaya aksial
berupa tarik dan tekan.
1.2 Analisis struktur pada stringer
Analisis pengaruh pembebanan beban mati pada sistem dek jembatan rangka batang standar
dapat dilakukan dengan metode analisis gelagar di atas tumpuan sederhana. Jika ditinjau dari
konfigurasi sistem dek, pelat bertumpu pada gelagar stringer dan gelagar stringer bertumpu
kepada gelagar lantai. Secara umum, pada jembatan standar, pelat pada jembatan rangka
standar berperilaku sebagai pelat satu arah dengan arah tulangan utama pada arah tegak lurus
jalan, sehingga berat pelat yang bekerja pada gelagar stringer dapat dihitung berdasarkan
lebar tributari, karena gelagar stringer disambung ke gelagar lantai sebagai sambungan geser,
tidak terjadi transfer momen, maka perhitungan pengaruh beban mati pada gelagar stringer
dapat dilakukan dengan memodelkan stringer sebagai gelagar dengan tumpuan sederhana
(bukan gelagar menerus) dengan panjang bentang diambil sama dengan jarak antar gelagar
lantai. Gelagar stringer ini dibebani oleh beban merata berat pelat dan lapisan perkerasan
jalan. Sebagai contoh, pada Gambar 19 diperlihatkan contoh denah sistem dek jembatan
rangka batang dengan jarak antar gelagar lantai sebesar 5000 mm dan jarak antara gelagar
stringer sebesar 1700 mm. Jumlah gelagar lantai adalah 13 gelagar, sehingga jumlah panel
antara gelagar lantai berjumlah 12 panel. Karena sistem pelat adalah pelat satu arah dengan
arah lentur pada arah transversal jembatan, maka lebar tributari pelat pada gelagar stringer
adalah sebesar 1700 m (lihat Gambar 2.19 dan Gambar 2.20). Untuk menghitung pengaruh
beban mati terhadap stringer, maka stringer dimodelkan sebagai gelagar di atas dua tumpuan
sederhana dengan panjang bentang 5000 mm seperti yang diperlihatkan pada Gambar.
Untuk menghitung pengaruh beban lalu lintas rencana (beban lajur "D") pada stringer, besar
beban lajur yang bekerja pada stringer juga ditentukan berdasarkan lebar tributari yang sama
dengan lebar tributari yang digunakan untuk penentuan pengaruh beban mati. Beban BTR
dikonversikan menjadi beban merata persatuan panjang. Khusus untuk beban garis terbagi
rata (BGT), beban ini hanya ditempatkan pada tengah bentang jembatan, sehingga tidak
semua stringer memikul beban ini. Pada kasus ini, karena jumlah panel antar gelagar lantai
berjumlah genap, maka posisi beban BGT akan berada tepat di atas gelagar lantai BL7,
sehingga tidak ada pengaruh beban BGT yang masuk ke stringer. Untuk stringer yang
memikul beban BGT, maka beban BGT dimodelkan sebagai beban terpusat. Pemodelan
struktur stringer yang memikul beban lalu lintas BTR pada kasus ini diperlihatkan pada
Gambar.

Untuk perhitungan pengaruh beban truk ("T") pada stringer, maka pengaruh beban truk
ditentukan dengan menggunakan konsep garis pengaruh seperti yang diperlihatkan pada
Gambar. Gambar tersebut memperlihatkan empat bagian panel yang terletak di antara 5
gelagar lantai. Lebar panel tersebut adalah masing-masing 5000 mm.

Karena stringer disambung ke gelagar lantai dengan sambungan geser (tidak terjadi transfer
momen), maka untuk keperluan analisis struktur, stringer dimodelkan sebagai gelagar
bentang banyak dengan sambungan pin di atas tumpuan seperti yang diperlihatkan pada
Gambar. Sehingga gaya dalam berupa momen dan geser yang terjadi pada stringer
diperlihatkan seperti pada Gambar (c) dan Gambar (d). Selanjutnya metode distribusi dapat
digunakan jika semua persyaratan untuk metode distribusi terpenuhi, jika tidak maka analisis
dapat dilakukan dengan menempatkan beban roda 112,5 kN tepat di atas stringer.
1.3 Analisis struktur pada gelagar lantai
Beban-beban gravitasi yang bekerja pada stringer (beban mati) diteruskan ke gelagar lantai.
Reaksi tumpuan pada stringer yang dibahas pada Sub bab 2.4.2.6.2 menjadi beban di gelagar
lantai sebagai beban terpusat. Karena gelagar lantai bertumpu pada sambungan rangka batang
utama, sehingga untuk keperluan analisis struktur, gelagar lantai dapat dimodelkan sebagai
gelagar dua tumpuan sederhana yang memikul beban terpusat. Untuk panel tengah, beban
terpusat tersebut adalah sebesar dua kali reaksi perletakan pada stringer (asumsi jarak antara
gelagar lantai seragam). Sebagai contoh, pemodelan struktur untuk analisis pengaruh beban
gravitasi (MS, MA, BGT dan BTR) pada gelagar lantai Gambar 2.24 adalah sebagai berikut:

Gambar memperlihatkan gelagar lantai yang dibebani beban terpusat P berasal dari reaksi
perletakan pada gelagar stringer. Reaksi tumpuan pada gelagar lantai yang diperlihatkan pada
Gambar menjadi beban terpusat pada sambungan sistem rangka utama (sistem rangka batang
samping).
Untuk analisis pengaruh beban truk pada gelagar lantai dapat dilakukan dengan memodelkan
truk sebagai beban terpusat tepat di atas gelagar seperti yang diperlihatkan pada Gambar.
Beban roda truk dimodelkan sebagai beban terpusat sebesar 112,5 kN dengan jarak antar roda
pada satu gandar 1750 mm. Jumlah beban truk yang diperhitungkan adalah sesuai dengan
jumlah lajur rencana. Sebagai contoh, jika lajur rencana terdiri dari dua lajur, maka terdapat
dua truk dengan empat roda di atas gelagar lantai. Jarak antar roda pada truk yang berdekatan
adalah sebesar 1000 mm. Pengaruh beban roda truk pada gelagar lantai dapat ditentukan
dengan metode garis pengaruh.

Beban lalu lintas yang menjadi beban terpusat pada rangka samping ditentukan berdasarkan
nilai terbesar dari reaksi perletakan dengan beban BTR dan BGT pada Gambar atau dari
reaksi perletakan akibat beban truk pada Gambar.

1.4 Analisis struktur dua dimensi rangka batang


Pada Sub bab telah dibahas terkait pembebanan dan tata cara pemodelan dan analisis struktur
pada sistem dek. Beban-beban tersebut diteruskan ke sistem rangka utama sebagai beban
terpusat melalui gelagar lantai yang dibahas pada Sub bab. Tampak samping rangka utama
pada contoh ini diperlihatkan seperti pada Gambar.
Untuk analisis pengaruh beban yang bekerja pada sistem rangka utama, sistem struktur
dimodelkan sebagai elemen garis seperti yang diperlihatkan pada Gambar. Sistem struktur
rangka ini dibebani oleh beban P dimana beban P merupakan beban-beban yang bekerja pada
sistem dek. Banyak metode analisis struktur untuk menghitung pengaruh beban. pada rangka
batang, diantaranya adalah metode potong dan metode titik kumpul seperti yang lazim
dijumpai dalam buku analisis struktur. Pada rangka batang yang diperlihatkan pada Gambar,
rangka batang samping bawah akan memikul beban tarik sehingga didesain sebagai elemen
tarik. Rangka batang atas memikul beban tekan sehingga didesain sebagai batang tekan.
Rangka batang diagonal akan berperilaku sebagai batang tarik dan batang tekan tergantung
kepada letak elemen tersebut.

5. Gorong – gorong(box culvert)


1.1 Geometri box culvert
Gorong-gorong merupakan saluran berbentuk bulat ataupun persegi yang ditanam di dalam
tanah yang berfungsi untuk saluran air, lalu lintas kendaraan, utilitas lainnya dan untuk
fasilitas pejalan kaki. Gorong-gorong persegi bisa terbuat dari satu sel ataupun multi sel beton
bertulang. Contoh penggunaan gorong-gorong dua sel sebagai jembatan diperlihatkan pada
Gambar.

Dalam perencanaan gorong-gorong, persyaratan geometri gorong-gorong yang harus


dipenuhi adalah sebagai berikut:
1) Tebal minimum dinding gorong-gorong adalah 200 mm,
2) Tebal minimum pelat atas dan bawah gorong-gorong dengan panjang bentang 1800 mm
sampai dengan 2500 mm adalah 200 mm,
3) Untuk bentang lebih besar dari 2500 mm, tebal minimum pelat atas adalah 230 mm dan
250 mm untuk pelat bawah,
4) Semua gorong-gorong persegi standar memiliki dimensi haunch 300 mm vertikal dan
horizontal.

1.2 Pembebanan pada box culvert


Box culvert merupakan salah satu tipe jembatan sederhana yang secara pembebanan berbeda
dengan jembatan sederhana lainnya karena posisinya yang berada di dalam tanah. Dalam
perencanaan box culvert, adapun beban-beban yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai
berikut:
1) Berat sendiri (MS)
Berat sendiri merupakan berat yang berasal dari berat isi material gorong-gorong yang
ditentukan berdasarkan lebar strip ekivalen.
2) Beban vertikal
Tinggi beban vertikal diukur dari muka pelat atas box culvert ke atas permukaan perkerasan.
Beban vertikal berkenaan dengan beban tanah dan perkerasan serta daerah sekitar box culvert
berdasarkan faktor interaksi struktur tanah. Dinding box culvert dianggap tidak ada gesekan,
sehingga tidak ada beban vertikal dari beban resultan horizontal yang dipertimbangkan.
3) Beban horizontal
Dalam perencanaan, beban tekanan tanah horizontal sebesar 9,5 kN/m³ diterapkan pada
dinding gorong-gorong. Untuk memperoleh pengaruh gaya maksimum, gunakan faktor
beban 1,35 untuk keadaan batas ultimit dan 1 untuk keadaan batas fatik.
4) Beban tekanan air
Untuk menganalisis beban air pada gorong-gorong, perencana harus mempertimbangkan dua
kondisi yaitu kondisi gorong-gorong terisi penuh oleh air dan saat gorong-gorong tidak terisi
oleh air.
5) Beban hidup tambahan
Beban hidup tambahan berasal dari beban tekanan tanah di belakang dinding gorong- gorong
saat dibebani beban truk dimana roda truk berjarak setengah tinggi dinding dari sisi luar
dinding gorong-gorong. Besarnya beban hidup tambahan ditentukan berdasarkan SNI
1725:2016 Pasal 7.3.
6) Beban lalu lintas
Pada umumnya gorong-gorong direncanakan dengan asumsi lalu lintas sejajar dengan
bentang yang dianalisis untuk satu lajur terbebani dengan faktor kepadatan lajur untuk
satu lajur.

1.3 Analisis struktur gorong-gorong


Untuk menghitung pengaruh beban yang bekerja pada gorong-gorong, struktur gorong-
gorong dibagi ke dalam bentuk strip dengan lebar strip ekivalen (lihat Gambar 2.29). Strip ini
dimodelkan sebagai elemen portal bidang dua dimensi. Karena pelat bawah gorong-gorong
langsung bersentuhan dengan tanah, maka dalam analisis struktur, tumpuan gorong-gorong
dimodelkan sebagai pegas dimana konstanta kekakuan pegas ini ditentukan berdasarkan nilai
modulus of subgrade tanah yang berada di bawah gorong-gorong.
a. Lebar strip ekivalen
Lebar strip ekivalen merupakan lebar pengaruh beban truk pada gorong-gorong yang
ditentukan berdasarkan kondisi tanah timbunan di atas gorong-gorong dan posisi arah lalu
lintas terhadap bentang utama. Jika tanah timbunan di atas gorong-gorong kurang dari 600
mm, maka lebar strip ekivalen ditentukan dengan persamaan berikut:
B. Analisis struktur bangunan bawah
1. Pemodelan dan analisis abutment sederhana
Struktur abutment berfungsi sebagai dinding penahan tanah dan memikul beban dari struktur
atas dan meneruskan beban-beban tersebut ke fondasi. Sehingga beban-beban yang bekerja
pada abutment adalah beban horizontal yang berasal dari tekanan tanah dan beban gempa
serta beban vertikal yang berasal dari beban mati dan beban hidup kendaraan. Dalam
menganalisis struktur abutment, struktur bawah diasumsikan sebagai struktur kantilever
dengan posisi jepit pada top pile cap. Berikut adalah beberapa tahapan analisis struktur
abutment.
1) Abutment dimodelkan sebagai elemen garis, berat sendiri abutment dimodelkan
sebagai beban terpusat di ujung kantilever dengan arah beban ke bawah. Besar beban
mati yang berasal dari berat sendiri abutment ditentukan berdasarkan perkalian antara
volume abutment (luas penampang abutment dikalikan dengan panjang abutment)
dengan berat isi material abutment (berat isi beton),
2) Beban mati (MA dan MS) dan beban hidup kendaraan yang berasal dari struktur atas
ditentukan berdasarkan reaksi tumpuan (jumah total reaksi tumpuan) dan dimodelkan
sebagai beban terpusat berarah ke bawah pada ujung kantilever,
3) Efek tekanan lateral ditimbulkan dari timbunan yang berada di belakang abutment dan
tekanan tanah lateral meningkat akibat adanya pengaruh beban hidup kendaraan
dijadikan sebagai beban merata pada abutment yang bekerja tegak lurus terhadap
struktur kantilever abutment,
4) Beban gempa EQ yang bekerja pada abutment ditentukan berdasarkan massa dari
struktur atas yang dimodelkan sebagai beban terpusat horizontal di puncak abutment.
Jika tumpuan gelagar yang digunakan di atas abutment adalah tipe move pada arah
yang ditinjau, maka beban gempa pada arah tersebut tidak perlu diperhitungkan,
5) Pengaruh beban (momen) yang digunakan dalam perencanaan tulangan lentur
diperoleh dari kombinasi pembebanan yang dibagi dengan panjang abutment sehingga
diperoleh pengaruh beban (momen) persatuan panjang (kN.m/m).

2. Pemodelan analisis kepala pilar


Struktur pilar terdiri dari kepala pilar (pier head) dan kaki pilar (pier leg). Kepala pilar
merupakan komponen struktur pilar yang berfungsi sebagai tempat perletakan (bearing)
penumpu gelagar. Pilar terdiri dari beberapa jenis, yaitu pilar tunggal (Gambar) dan pilar
majemuk (Gambar). Pilar tunggal merupakan pilar dengan satu kaki sedangkan pilar
majemuk adalah pilar dengan banyak kaki, karena fungsinya meneruskan beban dari struktur
atas ke kaki pilar, maka pengaruh beban pada pilar harus diperhitungkan pada arah
longitudinal dan pada arah transversal jembatan.

Pada arah longitudinal, kepala pilar (pilar majemuk dan pilar tunggal) didesain sebagai korbel
sehingga dalam perhitungan pengaruh beban, kepala pilar dapat dimodelkan sebagai korbel
dua dimensi dengan panjang lengan gaya diambil dari as perletakan sampai ke muka
pembatas antar gelagar di kepala pilar. Beban-beban yang bekerja pada kepala pilar ini
merupakan rekasi perletakan dari struktur atas (gelagar) jembatan, karena dimodelkan
sebagai korbel, maka bekerja gaya dalam berupa momen, geser dan gaya aksial (tarik atau
tekan) pada tumpuan (di muka pembatas gelagar). Pemodelan analisis struktur kepala pilar
pada arah transversal diperlihatkan pada Gambar.

Pada arah transversal, kepala pilar dapat dianggap sebagai gelagar dengan ujung kantilever.
Untuk kasus pilar majemuk, kepala pilar dapat dianalogikan seperti gelagar di atas banyak
tumpuan dengan ujung kantilever dimana kaki pilar dianggap sebagai tumpuannya. Beban
yang dipikul oleh kepala pilar terdiri dari berat sendiri dan beban yang berasal (beban merata)
dari reaksi tumpuan gelagar (beban terpusat). Pemodelan struktur kepala pilar diperlihatkan
pada Gambar.

3. Pemodelan analisis kaki pilar


Struktur pilar dapat dimodelkan sebagai struktur portal satu tingkat dengan asumsi jepit pada
top pile cap. Gambar 2.36 merupakan idealisasi pemodelan struktur pilar. Pada umunya pier
head mempunyai tinggi penampang yang relatif besar, sehingga dalam pemodelan struktur
ketebalan pier head tidak bisa diabaikan. Untuk memodelkan struktur pilar pada bagian
pertemuan gelagar dan kaki pilar perlu dimodelkan sebagai suatu elemen rigid yang sangat
kaku (rigid body) sehingga pada bagian sambungan akan berdeformasi secara keseluruhan.
Beban hidup yang dihasilkan dari reaksi maksimum gelagar pada struktur bawah bervariasi
untuk setiap gelagarnya, sehingga untuk menentukan pengaruh beban hidup pada pilar secara
keseluruhan membutuhkan pemodelan tiga dimensi.
4. Pemodelan analisis pile cap
Penampang pile cap harus direncanakan terhadap lentur dan geser. Lentur pile cap didesain
berdasarkan penampang kritis pile cap sedangkan perencanaan geser didasarkan pada bidang
kritis pile cap.
1) Analisis lentur pile cap Struktur pile cap dapat dimodelkan sebagai gelagar kantilever
dengan posisi jepit berada pada muka pilar atau abutment jika memenuhi persyaratan
jarak antar garis tengah tiang ke bidang kritis (w) lebih besar dari pada tebal pile cap
(d) pada penampang kritis seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.38 (b). Lentur
pile cap harus didesain berdasarkan dua penampang kritis. Momen lentur pile cap
didapatkan dari hasil perkalian reaksi fondasi tiang dengan lengan momen ke muka
pilar. Jika jarak antar garis tengah tiang ke bidang kritis (w) lebih kecil dari tebal pile
cap (d) seperti pada Gambar 2.38 (a), maka pile cap direncanakan dengan metode
strut and tie.
2) Analisis geser pile cap (punching shear) Penampang pile cap harus diperiksa
kegagalan terhadap geser. Untuk penampang yang mempunyai ketebalan yang relatif
tipis dan menerima beban terpusat yang besar, akan beresiko mengalami kegagalan
terhadap punching shear. Oleh sebab itu ketebalan penampang pile cap harus
diperiksa terhadap gaya terpusat yang terjadi.

Reaksi tiang tunggal pada jenis fondasi tiang kelompok akan menimbulkan efek punching
shear pada pile cap. Kapasitas pile cap terhadap geser sangat bergantung pada ketebalan pile
cap dan keliling geser kritis. Keliling geser kritis fondasi tiang tunggal sangat bervarisi, hal
ini dipengaruhi oleh susunan dan spasi fondasi tiang pada pile cap. Untuk konfigurasi fondasi
tiang yang relatif rapat, keliling geser akan mengalami overlap (tumpang tindih) sehingga
keliling geser kritis yang digunakan untuk analisis punching shear adalah keliling geser
terkecil.
C. Analisis struktur fondasi
1. Umum
Dalam analisis struktur, struktur yang ada di dalam tanah, seperti fondasi, dinding penahan
tanah, ataupun struktur geoteknik lainnya, ditentukan dengan menggunakan metode ASD
(Allowable Stress Design), kombinasi beban yang digunakan dianggap bekerja dalam kondisi
yang menghasilkan efek yang paling tidak baik di dalam fondasi atau komponen struktural
yang diperhitungkan, kombinasi pembebanan yang digunakan berdasarkan SNI 1727:2013
adalah:
1) D
2) D+L
3) D+ (0,6W atau 0,7E)
4) D+0,75L+0,75(0,6W)
5) D+0,75L + 0,75(0,7E)
Keterangan:
D adalah beban mati
L adalah beban hidup
W adalah beban angin
E adalah beban gempa

2. Pemodelan dan analisis fondasi dangkal dan sumuran


Fondasi dangkal dan sumuran digunakan untuk mendukung struktur bangunan jika tanah
keras berada dekat dari permukaan tanah dan beban struktur yang dipikul tidak terlalu berat,
selain itu juga dapat ditentukan jika perbandingan kedalaman tertanam (D) fondasi terhadap
diameter (d) kurang dari 4 (D/<4).
Adapun beban-beban yang bekerja pada fondasi dangkal dan sumuran adalah:
1) Gaya lateral yang terdiri dari tekanan tanah aktif, tekanan tanah pasif, tekanan hidrostatik,
dan beban lainnya yang bersifat lateral,
2) Gaya aksial yang terdiri dari gaya yang berasal dari struktur atas jembatan, dan gaya yang
berasal dari berat sendiri fondasi.
Pada pedoman ini fondasi dangkal dan sumuran direncanakan agar memenuhi kriteria yang
telah ditentukan, adapun perhitungan yang digunakan adalah perhitungan dengan metode
statik sederhana dimana menggunakan perhitungan manual (hand-calculation), dengan
terlebih dahulu menentukan gaya-gaya yang bekerja pada fondasi, di bawah ini diberikan
salah satu contoh gaya-gaya yang bekerja pada fondasi sumuran dengan kasus tanah
nonkohesif.
Adapun kriteria desain untuk fondasi dangkal dan sumuran yaitu:
1) Fondasi memiliki kestabilan terhadap geser,
2) Fondasi memiliki kestabilan terhadap guling (rotasi terangkat),
3) Tanah pendukung fondasi harus memberikan daya dukung yang memadai,
4) Penurunan pada fondasi tidak boleh lebih dari yang diizinkan.
Pada pengecekan stabilitas terhadap geser, guling dan daya dukung, masing-masing memiliki
faktor keamanan yang harus dipenuhi untuk memastikan bahwa fondasi yang digunakan
mempunyai kekuatan yang memadai dan cukup aman untuk mendukung beban yang bekerja,
hal ini akan di bahas lebih lanjut pada Volume 3.

3. Pemodelan dan analisis fondasi tiang


Fondasi tiang digunakan untuk mendukung struktur bangunan jika tanah keras terletak sangat
dalam dari permukaan tanah dasar, penggunaan fondasi dalam juga dapat ditentukan jika
D perbandingan kedalaman tertanam (D) fondasi terhadap diameter (d) lebih dari 4 (24).
Beban-beban yang bekerja pada fondasi dalam adalah berupa gaya aksial, gaya lateral, dan
momen yang bekerja pada struktur atas yang ditahan oleh fondasi itu sendiri.
Pada pedoman ini metode yang digunakan dalam perencanaan fondasi tiang adalah metode
analisis statik. Metode analisis statik dikategorikan sebagai metode analitik yang
menggunakan sifat-sifat kompresibilitas dan kekuatan tanah untuk penentuan kinerja dan
kapasitas tiang. Jika tiang mengalami pembebanan tekan, maka terdapat tiga cara mendasar
bagaimana fondasi tiang menahan beban, yaitu:
1) Tahanan gesek dinding tiang (R), dimana beban ditahan oleh gesekan dalam tanah
nonkohesif atau adhesi dalam tanah kohesif,
2) Tahanan ujung tiang (R:), dimana beban ditahan pada dasar tiang,
3) Kombinasi dari tahanan gesek dinding tiang dan tahanan ujung tiang (Q₁ = Rs + Ri).

Kapasitas aksial tiang statik didapatkan dari penjumlahan tahanan tanah atau batuan di
sepanjang sisi tiang dan pada ujung tiang, sedangkan untuk menentukan kapasitas lateral
tiang, fondasi tiang dipertimbangkan sebagai suatu gelagar di atas fondasi elastis, dimana
metode yang digunakan adalah metode pendekatan analitik yaitu metode Broms, dimana
metode ini relatif lebih mudah dengan prosedur perhitungan tangan (hand-calculation).
Metode ini dapat digunakan untuk mengevaluasi tiang ujung bebas dan tiang ujung jepit pada
profil tanah kohesif murni dan tanah nonkohesif murni. Cara perhitungan pada metode ini
menganggap bahwa besaran-besaran tanah dan tiang adalah sama sepanjang tiang, perbedaan
kecil dalam besaran tanah dapat diakomodasi dengan besaran rata-rata dari tanah.
Kekurangan metode ini adalah tidak kondusif untuk analisis beban lateral tiang pada profil
campuran tanah kohesif dan nonkohesif. Kapasitas lateral tiang dibahas lengkap pada
Volume 3.
Untuk analisis kelompok tiang metode yang digunakan adalah metode statik sederhana,
beban yang bekerja pada fondasi adalah berupa beban vertikal dan beban horizontal, beban
tersebut dapat diilustrasikan pada gambar di bawah:
Pada Gambar 2.43, nilai P1 adalah gaya tekan jika tanda (+) dan gaya tarik jika tanda (-).
Apabila momen terjadi dalam dua arah, untuk beban yang bekerja pada fondasi group berupa
gaya aksial dan momen-momen yang terjadi pada titik berat, maka beban yang diterima
masing-masing tiang dapat ditentukan dengan membaginya sama rata kepada setiap tiang
yang sebanding dengan jaraknya, dapat dituliskan dengan persamaan berikut:

Keterangan :
O adalah beban tiap tiang ke-i
M. adalah momen yang bekerja memutar sumbu x (di bidang sejajar sumbu y)
Vi adalah koordinat y tiang ke-i terhadap titik berat group (dapat bernilai + atau -)
M, adalah momen yang bekerja memutar sumbu y (di bidang sejajar sumbu x)
Xi adalah koordinat x tiang ke-i terhadap titik berat group (dapat bernilai + atau -)
1.1 Analisis pilar dan fondasi
Pada kasus dimana struktur jembatan yang dianalisis adalah jembatan dengan tipe bentang
sederhana, maka dalam melakukan analisis pengaruh gempa terhadap struktur, system
struktur yang dimodelkan hanya gabungan dari fondasi dan struktur bawah saja (pile cap dan
pilar). Elemen spring dimodelkan sebagai tumpuan pada tiang yang berfungsi sebagai
tumpuan yang mewakili efek kekangan tanah terhadap struktur fondasi. Pemodelan SSI untuk
analisis pilar dan fondasi diperlihatkan pada Gambar 2.48. Perlu diperhatikan bahwa
penentuan nilai kekakuan pegas tanah (spring) ditentukan berdasarkan kondisi tanah dan
konfigurasi pilar yang ditinjau apakah pilar tunggal atau pilar majemuk. Gambar 2.47
memperlihatkan contoh kurva p-y yang merupakan nilai kekakuan pegas tanah untuk kasus
pilar tunggal.
1.2 Analisis struktur atas, pilar, dan fondasi
Untuk kasus dimana struktur atas monolit dengan struktur bawah, maka dalam melakukan
analisis struktur dengan metode SSI, sistem struktur atas, bawah dan fondasi harus
dimodelkan bersamaan (model 3 dimensi). Contoh pemodelan struktur atas, pilar dan fondasi
untuk analisis struktur SSI diperlihatkan pada Gambar 2.50.

Anda mungkin juga menyukai