Anda di halaman 1dari 10

1.2.3.2.1.

Jembatan tipe gelagar-pelat


➢ Jenis-jenis jembatan tipe gelagar-pelat
Jembatan tipe gelagar-pelat merupakan tipe jembatan dengan sistem struktur atas
utama terdiri dari pelat dan gelagar. Fungsi utama pelat adalah sebagai lantai
kendaraan dan meneruskan beban ke gelagar. Yang termasuk ke dalam kategori tipe
jembatan gelagar-pelat adalah sebagai berikut:
Tabel 1.2 Contoh jembatan tipe gelagar-pelat

No. Material gelagar Material pelat


1. Baja Beton cor ditempat
2. Baja Beton pracatak
3. Baja Baja
4. Baja Kayu
5. Beton cor ditempat Beton cor ditempat
6. Beton pracatak Beton cor ditempat
7. Beton pracatak Beton pracatak
8. Kayu Kayu
➢ Analisis struktur terhadap beban mati (MS dan MA)
Distribusi beban mati pada jembatan tipe gelagar-pelat ditentukan berdasarkan lebar
tributari. Lebar tributari diambil sebesar setengah spasi gelagar kanan dan kiri pada
gelagar yang ditinjau. Beban mati yang diperhitungkan terdiri dari:
1) Berat sendiri gelagar,
2) Pelat,
3) Trotoar,
4) Barrier,
5) Diafragma,
6) RC pelat (pada beton pratekan).
Khusus untuk barrier yang dicor atau dipasang setelah pelat mengeras, berat total
barrier diasumsikan terbagi rata di semua gelagar. Untuk simplifikasi dan
mempermudah perhitungan, diafragma dapat diasumsikan sebagai beban merata
pada gelagar yang dihitung dengan cara membagi berat total diafragma dengan
panjang gelagar dan dibagi secara merata ke semua gelagar.
Perhitungan pengaruh (momen dan geser) beban mati pada gelagar dilakukan dengan
memodelkan gelagar dan pelat dengan lebar tributari sebagai elemen balok satu

USULAN TEKNIS PERENCANAAN JEMBATAN ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


dimensi yang dibebani dengan beban merata. Jika jembatan adalah jembatan bentang
sederhana, maka struktur dimodelkan sebagai elemen balok di atas dua tumpuan
sederhana. Gambar detail simplifikasi pemodelan analisis struktur terhadap beban
mati pada jembatan tipe gelagar-pelat diperlihatkan pada Gambar 1.4.

Gambar 1.4 - Pemodelan struktur akibat beban mati pada jembatan tipe
gelagar-pelat
➢ Analisis struktur terhadap beban lalu lintas (beban lajur “D”)
Untuk tinjauan efek beban lalu lintas terhadap struktur atas jembatan, maka perlu
disesuaikan dengan jenis beban yang bekerja. Berdasarkan SNI 1725:2016, beban lalu
lintas terdiri dari beban “T” (truk) dan beban “D” (beban merata). Intensitas beban “T”
dan beban “D” diatur dalam SNI 1725:2016 Pasal 8.
Untuk analisis pengaruh beban “D”, beban lalu lintas dimodelkan sebagai beban
merata (BTR) dan beban terpusat (BGT) di atas balok satu dimensi. Beban BTR dan
BGT diterapkan pada jembatan dengan area penerapan beban adalah sepanjang
jembatan dan selebar jalan raya pada jembatan. Besarnya beban BTR dan BGT

USULAN TEKNIS PERENCANAAN JEMBATAN---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------BAB I - 2


dihitung berdasarkan lebar tributari pelat dimana lebar tributari yang digunakan
sama dengan lebar tributari pelat untuk menghitung pengaruh beban mati seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 2.4 (c). Besar beban BTR diperoleh dari perkalian
antara beban BTR (kN/m2) dengan lebar efektif pelat sehingga diperoleh beban
merata per meter panjang (kN/m). Beban garis BGT (kN/m) dikalikan dengan lebar
efektif sehingga diperoleh beban terpusat dengan satuan kN. Pemodelan struktur
jembatan terhadap beban “D” untuk kasus jembatan bentang sederhana diperlihatkan
seperti pada Gambar 2.5. Untuk jembatan bentang menerus, pembebanan harus diatur
sedemikian rupa sehingga memberikan pengaruh geser dan momen maksimum
sesuai dengan SNI 1725:2016.

Gambar 1.5 - Pemodelan struktur jembatan dengan pembebanan beban lalu


lintas “D”
➢ Analisis struktur terhadap beban lalu lintas (beban truk “T”)
Untuk analisis pengaruh beban truk (“T”) terhadap gelagar, analisis struktur dapat
dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan. Prosedur analisis struktur
terhadap beban “T” dengan metode pendekatan adalah sebagai berikut:
1) Memodelkan sistem dek sebagai balok satu dimensi, jika jembatan yang ditinjau
adalah jembatan dengan bentang sederhana, maka pemodelan struktur berupa
balok di atas dua tumpuan sederhana. Pengaruh dari beban truk ditentukan
dengan metode garis pengaruh dengan beban berasal dari berat gandar truk.

USULAN TEKNIS PERENCANAAN JEMBATAN---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------BAB I - 3


Konfigurasi beban (jarak antar beban) untuk menentukan pengaruh beban truk
pada keadaan batas ultimit dan layan serta fatik ditentukan berdasarkan
spesifikasi truk yang ditetapkan SNI 1725:2016 Pasal 8.4.1.
Secara umum, konfigurasi sumbu roda truk memiliki jarak bervariasi 4000 mm
sampai dengan 9000 mm untuk roda tengah dan roda belakang dan jarak konstan
sebesar 5000 mm untuk roda tengah dan roda depan. Namun, agar diperoleh
pengaruh beban yang besar, untuk keadaan batas ultimit dan layan, jarak antara
roda depan dan roda tengah adalah sebesar 5000 mm, sedangkan jarak antara
roda tengah dan roda belakang adalah sebesar 4000 mm. Untuk kasus beban fatik,
konfigurasi gandar truk ditentukan berdasarkan Pasal 8.11.1 pada standar
pembebanan jembatan (SNI 1725:2016) yaitu jarak gandar tengah dan gandar
belakang merupakan jarak konstan sebesar 5000 mm. Detail konfigurasi truk
secara umum diperlihatkan pada Gambar 1.6(a) dan untuk keadaan batas
ultimit dan layan diperlihatkan pada Gambar 1.6(b) sedangkan untuk keadaan
batas fatik diperlihatkan pada Gambar 1.6(c).

Gambar 1.6 - (a) Konfigurasi truk (b) keadaan batas ultimit dan layan (c)
keadaan batas fatik

USULAN TEKNIS PERENCANAAN JEMBATAN---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------BAB I - 4


Pada kasus beban truk, momen maksimum pada jembatan bentang sederhana
selalu terjadi tepat di bawah sumbu tengah P2, dengan resultan gaya berat sumbu
truk PR berada antara sumbu tengah dan belakang dengan konfigurasi gaya
seperti pada gambar di bawah ini:

Gambar 1.7 - Konfigurasi roda untuk menghitung momen maksimum

USULAN TEKNIS PERENCANAAN JEMBATAN---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------BAB I - 5


Keterangan:
P1 = adalah beban roda gandar belakang (kN)
P2 = adalah beban roda gandar tengah (kN)
P3 = adalah beban roda gandar depan (kN)
d1 = adalah jarak antara roda tengah ke roda belakang (m)
d2 = adalah jarak antara roda tengah ke roda depan (m)
L = adalah panjang bentang jembatan (m)
x1 = adalah jarak antara tengah bentang jembatan ke roda tengah (m)
x2 = adalah jarak antara resultan gaya dengan roda tengah truk (m)
Pengaruh beban maksimum (momen) akibat beban truk pada keadaan batas
ultimit dan layan dihitung dengan persamaan-persamaan berikut:

Gaya geser maksimum yang bekerja pada jembatan akibat beban truk terjadi
di dekat tumpuan. Perhitungan gaya geser maksimum akibat beban truk pada
keadaan batas ultimit dan layan ditentukan dengan persamaan berikut:

Untuk keadaan batas fatik, gaya dalam momen dan geser ditentukan dengan
persamaan di bawah ini:

USULAN TEKNIS PERENCANAAN JEMBATAN---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------BAB I - 6


2) Pengaruh beban kendaraan ditentukan dengan mengalikan pengaruh beban
yang ditentukan pada tahap 1 dengan faktor distribusi yang terdiri dari:
a) Faktor distribusi momen untuk gelagar interior (gmi); nilai gmi ditentukan
pada kondisi satu lajur terbebani dan pada kondisi dua atau lebih lajur
terbebani dengan persamaan sebagai berikut:

Keterangan:
S = adalah jarak antar gelagar (m)
L = adalah panjang bentang jembatan (m)
ts = adalah tebal pelat (mm)
Kg = adalah parameter kekakuan longitudinal (mm4)
b) Faktor distribusi geser untuk gelagar interior (gvi); nilai gvi ditentukan pada
kondisi satu lajur terbebani dan pada kondisi dua atau lebih lajur
terbebani dengan persamaan sebagai berikut:

c) Faktor distribusi momen untuk gelagar eksterior (gme); nilai gme pada kondisi
satu lajur terbebani ditentukan dengan aturan tuas. Aturan tuas adalah

USULAN TEKNIS PERENCANAAN JEMBATAN---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------BAB I - 7


analogi prosedur perhitungan untuk menentukan reaksi pada tumpuan
struktur bentang sederhana dengan atau tanpa bagian kantilever dibebani.

Gambar 1.8 - Aturan tuas


Tata cara penggunaan aturan tuas adalah dengan menempatkan roda
kendaraan terluar sejauh 600 mm dari sisi dalam kerb. Jarak antar roda
kendaraan diambil sebesar 1750 mm (berdasarkan konfigurasi roda truk SNI
1725:2016). Resultan gaya R ditempatkan tepat di tengah-tengah antara beban
roda kiri dan roda kanan (lihat Gambar 1.8). Perlu diperhatikan bahwa
penempatan beban P yang mewakili beban roda truk di atas trotoar seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 1.8 (bagian kanan) tidak mewakili kondisi
sebenarnya, namun hanya digunakan untuk menghitung factor distribusi
beban saja. Dengan menggunakan prinsip kesetimbangan momen di gelagar
interior, maka :

Faktor distribusi momen akibat beban hidup pada gelagar eksterior diambil
sebesar 𝑥/s dimana x adalah jarak antara resultan gaya berat roda truk
dengan as gelagar interior, sedangkan S adalah jarak antara gelagar eksterior
dan gelagar interior. Jika aturan tuas digunakan, maka faktor distribusi
beban yang diperoleh harus dikalikan dengan faktor kepadatan lajur m
seperti yang ditetapkan dalam Pasal 8.4.3 pada SNI 1725:2016 dimana m
bernilai 1,2 untuk satu lajur terbebani dan bernilai 1 jika dua atau lebih lajur
terbebani. Dengan demikian, faktor distribusi momen pada gelagar eksterior
untuk satu lajur terbebani adalah:

USULAN TEKNIS PERENCANAAN JEMBATAN---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------BAB I - 8


Untuk perhitungan faktor distribusi momen akibat beban hidup pada kasus
dua lajur atau lebih terbebani, faktor distribusi momen pada gelagar eksterior

diperoleh dengan cara mangalikan suatu faktor dengan faktor


distribusi momen terbesar
pada gelagar interior, sehingga faktor distribusi momen akibat beban hidup
pada gelagar eksterior ditentukan dengan persamaan berikut:

Nilai de merupakan jarak antara kerb terhadap as badan (web) gelagar


eksterior. de bernilai positif jika badan dari gelagar eksterior terletak di
sebelah kanan sisi dalam pembatas jalan (kerb) dan bernilai negatif jika badan
dari gelagar terletak di sebelah kiri kerb.

Gambar 1.9 - Penentuan nilai de


d) Faktor distribusi geser untuk gelagar eksterior (gve); nilai faktor distribusi
geser akibat beban truk pada gelagar eksterior gve pada kondisi satu lajur
lalu lintas terbebani ditentukan berdasarkan aturan tuas, sehingga nilai
faktor distribusi geser satu lajur terbebani pada gelagar eksterior bernilai
sama dengan faktor distribusi momen satu lajur terbebani pada gelagar
eksterior gme. Untuk dua lajur terbebani, faktor distribusi geser ditentukan
dengan persamaan:

Dimana adalah faktor distribusi geser terbesar gelagar interior.


3) Faktor distribusi yang dihitung pada tahap 2 hanya berlaku untuk jembatan
dengan struktur tegak lurus terhadap tumpuannya (abutment atau pilar),

USULAN TEKNIS PERENCANAAN JEMBATAN---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------BAB I - 9


yaitu jembatan tanpa sudut serong (skew) pada tumpuannya. Untuk jembatan
dengan sudut serong pada perletakannya, maka hitung faktor koreksi
distribusi beban hidup dan digunakan untuk memodifikasi faktor distribusi
yang telah dihitung pada tahap 2. Faktor koreksi kekuatan sudut serong dihitung
dengan persamaan:

Dengan niai c1 ditentukan dengan persamaan berikut:

Dimana θ adalah sudut serong tumpuan jembatan, c1 bernilai 0 jika θ < dari
30ᵒ dan bernilai 0. Untuk θ > 60ᵒ, gunakan nilai θ = 60ᵒ untuk menghitung c1.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan metode faktor
distribusi momen pada jembatan tipe gelagar-pelat adalah sebagai berikut:
1) Faktor distribusi beban hanya bisa diterapkan jika persyaratan geometris
jembatan yang dianalisis terpenuhi. Adapun persyaratan geometris yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
• Jarak antar gelagar tidak boleh kurang dari 1100 mm dan tidak boleh lebih
besar dari 4900 mm,
• Tebal pelat tidak boleh kurang dari 110 mm dan tidak boleh lebih dari 300
mm,
• Panjang bentang jembatan tidak boleh kurang dari 6 m dan tidak boleh
lebih dari 73 m,
• Jumlah gelagar minimal adalah 4,
• Nilai parameter longitudinal Kg tidak boleh kurang dari 4x10 9 mm4 dan
tidak boleh lebih besar dari 3x1012 mm4.
2) Faktor distribusi hanya diterapkan untuk beban truk (“T”) tidak berlaku untuk
beban lajur “D” (BTR dan BGT).
3) Pengaruh beban truk dikalikan dengan faktor pembesaran dinamis (FBD)
sebesar 30% untuk keadaan batas ultimit dan layan, untuk keadaan batas fatik
nilai FBD yang digunakan sebesar 15%.
Perlu diperhatikan bahwa gaya dalam akibat beban lalu lintas yang digunakan
dalam perencanaan ditentukan berdasarkan nilai pengaruh beban yang terbesar
antara beban lajur “D” atau beban truk “T”.

USULAN TEKNIS PERENCANAAN JEMBATAN---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------BAB I - 10

Anda mungkin juga menyukai