TINJAUAN PUSTAKA
Jembatan adalah bagian jalan yang berfungsi untuk menghubungkan antara dua jalan yang terpisah karena suatu
rintangan seperti sungai, lembah, laut, jalan raya dan rel kereta api. Jembatan sangat vital fungsinya terhadap
kehidupan manusia, dan mempunyai arti penting bagi setiap orang. Akan tetapi tingkat kepentingannya tidak sama
bagi tiap orang, sehingga akan menjadi suatu bahan studi yang menarik (Bambang Supriyadi, 2007).
Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi lemah dalam kondisi tarik. Kuat tariknya bervariasi dari
8-14 persen dari kuat tekannya. Beton tidak selamanya bekerja secara efektif di dalam penampang-penampang
struktur beton bertulang, hanya bagian tertekan saja yang efektif bekerja, sedangkan bagian beton yang retak di
bagian tertarik tidak bekerja efektif dan hanya merupakan beban mati yang tidak bermanfaat. Selain itu, retak-retak
di sekitar baja tulangan berbahaya bagi struktur karena merupakan tempat meresapnya air dan udara luar ke dalam
baja tulangan sehingga terjadi karatan. Putusnya baja tulangan akibat karatan akan berakibat fatal bagi struktur. Hal
inilah yang menyebabkan tidak dapatnya diciptakan struktur-struktur beton bertulang dengan bentang yang panjang
secara ekonomis, karena terlalu banyak beban mati yang tidak efektif. Akibat kekurangan-kekurangan tersebut maka
timbullah gagasan untuk menggunakan kombinasi bahan beton, yaitu dengan memberikan pratekanan pada beton
melalui kabel baja (rendon) yang ditarik atau biasa disebut beton pratekan. Beton pratekan pertama kali ditemukan
oleh Eugene Freyssinet, seorang insinyur Perancis. Ia mengemukakan bahwa untuk mengatasi rangkak, relaksasi
dan slip pada jangkar kawat atau pada kabel maka digunakan beton dan baja bermutu tinggi.
Beton prategang adalah beton yang mengalami tegangan internal dengan besar (akibat stressing) dan distribusi
sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi sampai batas tertentu tegangan yang terjadi akibat beban eksternal
(T.Y.Lin, 2000). Pada beton prategang, baja sebelumnya ditarik terlebih dahulu untuk mencegah terjadinya
pemanjangan yang berlebihan pada saat pembebanan, sementara beton ditekan terlebih dahulu untuk mencegah
retak-retak akibat tegangan tarik. Dengan memanfaatkan momen sekunder akibat stressing untuk mengimbangi
momen akibat beban luar tinggi komponen beton prategang berkisar antara 65% sampai 80% tinggi komponen
beton bertulang pada bentang dan beban yang sama, dengan demikian beton prategang membutuhkan lebih sedikit
beton dan sekitar 20% sampai 30% banyaknya tulangan (Edward G. Nawy, 2001).
3. METODE ANALISA
MULAI
NOT OK
Kontrol tegangan setelah kehilangan prategang
Kontrol lendutan
OK
SELESAI
3.1. Pemilihan sistem beton prategang
Menurut Ir. Winarni Hadipratomo, 1994., terdapat dua prinsip yang berbeda dalam sistem penegangan pada
beton prategang, yaitu :
a. Konstruksi dimana tendon ditegangkan dengan pertolongan alat pembantu sebelum beton dicor atau
sebelum beton mengeras dan gaya prategang dipertahankan sampai beton cukup keras. Untuk ini dipakai
istilah Pre-tensioned Prestress Concrete.
b. Konstruksi dimana setelah betonnya cukup keras, barulah bajanya yang tidak melekat pada tendon diberi
tegangan. Konstruksi ini disebut Post-tensioned Prestress Concrete.
3.7. Pembebanan
Pembebanan pada balok prategang digunakan untuk mengetahui apakah penampang balok prategang tersebut
bisa menahan beban-beban yang bekerja pada penampang. Beban-beban yang bekerja pada desain struktur
girder dalam tugas akhir ini adalah beban mati tetap, beban mati tambahan dan beban hidup yang mengacu pada
RSNI T-02-2005.
Beban-beban yang bekerja adalah :
a. Beban mati adalah beban semua bagian dari suatu jembatan yang bersifat tetap, termasuk segala beban
tambahan yang tidak terpisahkan dari suatu struktur jembatan. Beban mati tetap dan beban mati tambahan
merupakan berat sendiri beton girder, slab lantai, aspal dan diaphragma.
b. Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penggunaan jembatan berupa beban lalu lintas
kendaraan sesuai dengan peraturan pembebanan untuk jembatan jalan raya yang berlaku.
Beban D
Beban Lajur D terdiri atas beban tersebar merata, Uniform Distributed Load (UDL) yang
digabung dengan beban garis, Knife Edge Load (KEL)
Beban Tersebar Merata (UDL), mempunyai intensitas q t/m2 dimana besarnya q tergantung pada
panjang total wilayah yang dibebani, L (span), seperti berikut :
q = 0.9 t/m2 span 30 m
q = 0.9 x (0.5 + 15/L) t/m2 > 30 m
Beban Garis atau Knife Edge Load (KEL) dengan intensitas p ton/m harus ditempatkan tegak
lurus terhadap lalu lintas jembatan. Besarnya intensitas p adalah 4.90 ton/m
c. Gaya angin
Apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis merata tambahan arah horizontal harus
diterapkan pada permukaan lantai seperti diberikan pada rumus dibawah ini :
= 0.0012 (kN) (5)
dengan Cw = 1.2, dan Ab = Luas bagian samping kendaraan (m2).
Gambar 4.1
Dari tabel 4.3. diatas didapat besarnya momen ultimate yang terjadi di tengah bentang adalah 1405.825 tm
dimana perhitungan momen ultimate dalam hal ini mengacu pada BMS atau Bridge Managament System
(Anonim, 1992).
Gaya prategang yang diberikan pada kabel strand merupakan gaya prategang initial (jacking force) yang
besarnya belum dikurangi oleh besar kehilangan gaya prategang akibat kehilangan jangka pendek dan
jangka panjang. Jumlah tendon yang digunakan sebanyak tiga buah tendon dimana terdapat 19 buah strand
untuk setiap tendon. Total strand yang digunakan adalah 57 strand. Besarnya jacking force yang terjadi
untuk setiap tendon adalah 267230.25 kg. Sehingga nilai total jacking force yang didapat adalah sebesar
801690.75 kg.
4.5. Analisa Tegangan
a. Tegangan izin pada saat initial
Merupakan tahap dimana gaya prategang dipindahkan pada beton dan belum memiliki beban luar yang
bekerja selain berat sendiri. Besarnya nilai tegangan izin pada saat initial adalah sebagai berikut :
- Tegangan tekan = 0.6 fci = 0.6 (449.010) kgcm = 269.406 kgcm
- Tegangan tarik = 0.8 fci = 0.8 449.010 kgcm = 16.914 kgcm
Sedangkan besarnya tegangan yang terjadi pada pada saat initial dapat dilihat pada Tabel 4.5.a berikut ini.
Nilai tegangan yang terjadi pada saat servis dapat dilihat pada Tabel 4.5.b berikut ini
Dari Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa kehilangan prategang yang terbesar terjadi pada slip angker yaitu sebesar
13198.224 kg. Total kehilangan prategang yang terjadi terdapat di tengah bentang dimana persentase
perhitungan kehilangan prategang dapat dilihat dibawah ini.
- Kehilangan prategang akibat Jacking force atau gaya dongkrak awal yaitu :
Jumlah strand x Po
57 x 14064.750 kg = 801690.750 kg (75%)
- Kehilangan prategang yang terjadi pada saat intial yaitu :
Jumlah strand Px + z
57 x 13196.283 kg = 752188.140 kg (70.369%)
DAFTAR PUSTAKA
Annur, Dini Fitria. 2013. Perencanaan Precast Concrete I Girder pada Jembatan Prestressed Post-tension dengan
Bantuan Program Microsoft Office Excel. Tugas Akhir Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Anonim1. 1992. Bridge Management System (BMS). Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan. Departemen
Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga, Direktorat Bina Program Jalan.
Anonim2. 2005. Standar Nasional Indonesia. Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan. Departemen Pekerjaan
Umum.
Anonim3. 2004. Standar nasional Indonesia. Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan. Departemen Pekerjaan
Umum.
Hadipratomo, Winarni. 1994. Struktur Beton Prategang Teori dan Prinsip Desain. Bandung : Nova.
Lin, T. Y dan Burns, Ned. H. 2000. Desain Struktur Beton Prategang Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta : Binarupa
Aksara.
Nawy, Edward. G. 2001. Beton Prategang Suatu Pendekatan Mendasar. Jilid I Edisi III. Terjemahan Bambang
Suryoatmono. Jakarta : Erlangga.
Supriyadi, Bambang dan Seto Muntohar, Agus. 2007. Jembatan. Diktat Kuliah Institut Teknologi Sepuluh
November, Surabaya.