Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Beberapa buku, jurnal dan makalah dalam proseding seminar/konferensi yang


berkaitan dengan perancangan elevated emplasemen dengan menggunakan box
girder akan ditinjau dalam bab ini sebagai acuan atau rujukan penyusunan laporan
Tugas Akhir. Beberapa buku, jurnal ataupun makalah tersebut adalah; 1) Buku
Design Guide for Composite Box Girder Bridges yang ditulis oleh D C ILES MSc
DIC ACGI C.Eng MICE, 2) Post-Tensioned Box Girder Design Manual yang
ditulis oleh John Corven, 3) Perencanaan Jembatan Dengan Konstruksi Box
Girder Segmental Metode Pratekan Statis Tak Tentu yang ditulis oleh Nia Dwi
Pusptasari, 4) Perhitungan Presttess gejayan fly over Box Girder oleh Ir. M. Noer
Ilham, MT

2.2 Composite Box Girder Bridge

D C ILES MSc DIC ACGI C.Eng MICE (2000) [3] dalam bukunya berjudul
Design Guide for Composite Box Girder Bridges, menjelaskan bending, torsi dan
distorsi box girder sebagai berikut:

Kasus umum dari beban eksentrik yang diterapkan pada box girder berlaku 3
komponen kombinasi; bending, torsi, distorsi. Dua komponen pertama adalah
kekuatan yang diterapkan secara eksternal, dan harus menolak gaya dukung atau
bantalan. Sebagai langkah pertama, bending dan komponen torsi dapat dengan
mudah dipisahkan seperti pada Gambar 2.1. Perilaku teoritis dari bagian kotak
yang beringing tipis dikenakan torsi murni dan diperlakuan dalam banyak standar.
Untuk box sel tunggal, torsi ditahan oleh gaya geser yang bekerja di sekitar
dinding kotak. Aliran geser (gaya/panjanng permukaan) adalah konstan di sekitar
kotak dan diberikan oleh q=T/2A, dengan T adalah torsi dan A adalah luas
permukaan yang tertutup oleh kotak.

6
Gambar 2.1 Komponen bending dan torsi dari beban eksentrik

Komponen torsi ditunjukkan pada gambar 2.1 tersebut hanya sebagai pasangan
gaya. Namun, pada kenyataannya ditentang pada bagian box oleh gaya geser pada
keliling seluruhnya. Torsi dan distorsi harus dipisahkan menjadi dua bagian
seperti yang terlihat pada gambar 2.2. Komponen distorsi terdiri dari gabungan
gaya internal yang efeknya tergantung pada struktur antar titik. Pada penopang,
bantalan akan disediakan, untuk menahan gaya aksi pada bantalan sebagai akibat
dari lentur dan torsi, pengencang pendukung bantaaln sagat dibutuhkan.

Gambar 2.2 komponen torsi dan distorsi murni

Komponen gaya putar diperlihatkan pada gambar 2.2 sesederhana gambar diatas.
Bagaimanapun, gaya torsi pada bagian box girder Tegangan geser lentur dapat
v
dirumuskan dengan τ = dimana dw diukur secara vertical, dan tegangan
2dwtw
T
geser punter dapat dirumuskan dengan ¿ .
2 Atw

7
2.3 Post Tension Box Girder

John Corven (2016) di dalam bukunya Post-Tensioned Box Girder Design Manual
[4] menjelaskan perhitungan box girder sebagai berikut:
Secara umum, beban jembatan dibagi menjadi 2 jenis; beban jembatan dan beban
hidup. Biasanya tidak ada beban hidup yang tersisa di jembatan dalam jangka
waktu yang lama. Sebagai hasilnya hubungan antara renggangan dengan waktu
yang dijelaskan pada Gambar 2.3 yang diubah pada Gambar 2.4

Gambar 2.3 rangkakan dari beton

Gambar 2.4 rangkak dari beton (tanpa beban sementara dengan durasi lama)

8
Spesifikasi ASSHTO LRFD memungkinkan 3 model untuk memperkirakan waktu
berdasarkan dari bahan berikut ini
 ASSHTO LRFD 5.4.2.3.2
 CEB-FIP
 ACI 209

Dalam renggangan elastis dan renggangan rangkak pada waktu T untuk tegangan
konstan diterapkan pada waktu T0, dijelaskan sbb
σc (¿)
Ecc(t,to) = φ(t , t o) .................................................................................. (2.1)
Eci

di mana:
Ecc = Renggangan rangkak pada waktu t > t0
Eci(t) = modulus elastis dalam beton pada umur 28 ha
σc(t0) = kompresi tegangan yang diaplikasikan saat waktu t0
φ(t,t0) = koefisien beton rangkak

koefisien rangkak terhadap waktu


φ (t,t0) = φ0βc (t-t0) ......................................................................................... (2.2)

di mana:
φ (t,t0) = koefisien rangkak 0
φ0 = koefisien nasional rangkak
βc = koefisien untuk menggambarkan perkembangan rangka
dengan waktu setelah muatan
(t-t0) = koefisien beton rangkak

Kehilangan rangkak terjadi hanya pada struktur yang dibebani secara terus
menerus. Besarnya nilai kehilangan gaya prategang yang terjadi akibat rangkak
dapat dihitung melalui persamaan (ACI 318-95, Chapt.18.6)
CR = Kcr * (Es/Ec) * (fcir-fcds) ...................................................................... (2.3)

9
di mana:
Kcr = 2.0 untuk komponen struktur pratarik
= 1.6 untuk komponen struktur pasca tarik
fcir = Tegangan dibeton pada level pusat berat baja segera seteelah transfer
fcds = Tegangan dibeton pada level pusat berat baja akibat semua
beban mati tambahan yang bekerja setelah prategang diberikan

Koefisien rangkak nasional adalah fungsi kekuatan beton, dan usia sejak
pemuatan, sesuai hubungan berikut:
Ø0 = ØRHβ(fcm)β(t0) .................................................................................. (2.4)
atau,
1−RH /RH 0
ØRH-1 + h 1 /3 ..................................................................................... (2.5)
046
h0
1
1/ 3
β (t0) = t0 .................................................................................... (2.6)
0,1+( )
t1
5,3
β(fcm) = ....................................................................................... (2.7)
fcm /fcm 0

di mana:
RH = kelembapan relative lingkungan sekitar (%)
RHo = 100 persen

fcm = rata rata kuat tekaan beton 28 hari (MPa)

fcmo = 10 MPa

t0 = usia beton saat diberi beban (days)

t1 = 1 hari

h0 = 100 mm

2.4 Desain Struktur Beton Pratekan

10
Ir. Soetoyo (2016) dalam artikelnya Konstruksi Desain Prategang[5] menjelaskan
metode sebagai berikut:

2.4.1 Perencanaan beton prategang

Terdapat 2 metode untuk perencanaan beton prategang:

2.4.1.1 Metode beban kerja

Dengan menghitung tegangan yang terjadi akibat dari pembebanan dan


membandingkan dari tegangan yang diijinkan. Tegangan diijinkan dikali dengan
suatu factor kelebihan tegangan (overstress factor) dan apabila tegangan tersebut
terjadi lebih kecil dari tegangan diijinkan maka struktur akan dinyatakan aman.

2.4.1.2 Metode beban batas

Berdasarkan pada batas tertentu yang dapat diperoleh dengan suatu sistem
struktur, maka batas ini dapat diterapkan terutama dalam kekuatan, kemampuan
layanan, keawetan, ketahanan dari beban dan persyaratan khusus yang
berhubungan dengan penggunaan struktur. Untuk menghitung beban rencana
beban harus dikalikan dengan suatu factor beban sedangkan kapasitas dari bahan
dapat dikalikan dengan factor reduksi kekuatan. Tahap batas ini merupakan suatu
batas yang tidak diinginkan dan berhubungan besar dengan kemungkinan dari
kegagalan struktur.

2.4.2 Metode Prategang

Ada 2 macam dasar metode pemberian gaya prategang pada beton, yaitu:

2.4.2.1 Pratarik (Pre-Tension Methode)

Metode baja prategang ini diberi gaya prategang dahulu sebelum beton dicor,
sebab karena itu disebut dengan pretension method. Prinsip dari pratarik ini secara
singkat adalah sebagai berikut :

11
Gambar 2.5 Tendon ditarik dan diangkur

Gambar 2.6 Beton di cor an dibiarkan mongering

Gambar 2.7 Tendon di lepas, gaya tekan di transfer ke beton

2.4.2.2 Pascatarik ( Post-Tension Method )

Pada metode Pascatarik ini beton dicor lebih dahulu, dengan sebelumnya
disiapkan saluran kabel atau tendon yang disebut duct. Prinsip dari pratarik ini
secara singkat adalah sebagai berikut :

Gambar 2.8 Beton dicor

12
Gambar 2.9 Tendon di tarik dan gaya tekan di transfer

Gambar 2.10 Tendon di angkur dan di grouting

2.4.3 Gaya pratekan

Beton pratekan di dalam SNI 03-2847 – 2002 (pasal 3.17) beton bertulang yang
diberi tegangan tekan untuk mengurangi tegangan tarik potensial dalam beton
akibat beban kerja.[7]

2.4.4 Gaya prategang

Gaya Prategang berpengaruh dengan momen yang terjadi. Gaya prategang yang
akan disalurkan wajib memenuhi kontrol batas kritis. Rumus berikut menjelaskan
Hubungan antara momen total dengan gaya prategang
MT
F=T= .............................................................................................. (2.8)
0,65 xh

di mana:
M = Momen Total
h = Tinggi balok

13
2.4.5 Kehilangan prategang dalam jangka waktu pendek

Kehilangan gaya prategang ini langsung setelah beton diberi gaya prategang.
Kehilangan gaya ini disebabkan oleh :
- Perpendekan Elastic Beton (Elastic shortening)
- Kehilangan akibat friksi atau geseran sepanjang kelengkungan tendon (tata letak
kabel), biasanya dapat terjadi pada beton prategang dengan sistem post-tension.
- Kehilangan sistem angkur, antara lain akibat slip pada angkur.

2.5 Perhitungan Prestes Box Girder

Ir. M. Noer Ilham, MT (2015) dalam makalahnya Perhitungan Presttess gejayan


fly over Box Girder[6], menjelaskan tentang perhitungan pada pembebanan

2.5.3 Perencanaan Balok Girder

Beton prategang diartikan sebagai beton yang mana Tarik tegangan pada kondisi
muat tertentu dihilangkan ataupun dikurangi sampai batas yang aman dengan
menggunakan gaya tekan permanen.

Gambar 2.11 Penampang box girder

14
2.5.4 Pembebanan Box Girder

2.5.4.1 Beban sendiri

Muatan yang beragam akibat beban girder sendiri, mencari luas girder sendiri
dengann cara perkalian antara luas gelagar dengan berat jenis beton, dalam kasus
ini jembatan terbuat dari beton dengan berat jenis beton yaitu 2400
𝑞𝑔 = 𝐴𝑔 ∗ 𝛾𝑏 ................................................................................................... (2.9)
Dengan penempatan reaksi;
𝑉𝐴 = 𝑉𝐵 =(𝑞𝑔 . 𝐿) ......................................................................................... (2.10)

2.5.4.2 Beban Mati

Yang termasuk dalam beban mati yaitu bobot jembatan, dan pelat lantai serta
ketebalan pelat lantai. Untuk mencarinya mengkalikan tebal plat lantai dengan
jarak gelagar kemudian dikalikan juga dengan berat jenis beton.

Beban seragam (qMS)


Beban seragam karna beban sendiri
𝑞𝑔 = 𝐴𝑔 ∗ 𝛾b ................................................................................................. (2.11)

Berat plat lantai

𝑞𝑝 = 𝐴𝑝 ∗ 𝛾𝑏 ................................................................................................. (2.12)
Q g dan q p adalah beban seragam karena berat jembatan sendiri, jadi qp adalah
berat plat lantai apabila diketahui hasilnya maka dapat disimpulkan dengan:

𝑞𝑀𝑆 = 𝑞𝑔 + 𝑞p ................................................................................................... (2.13)

Penempatan reaksi

𝑉𝐴 = 𝑉𝐵 = (𝑞𝑀𝑆 . 𝐿) /2 ...................................................................................... (2.14)

2.5.4.3 Beban terpusat

Balok diafragma, yang dipasang berfungsi sebagai gambaran pusat (balok


pratekanan) Ukuran diafragma:
Tebal (𝑝) = 20 cm

15
Lebar (𝑙)= 160 cm,
Tinggi (𝑡) = 100 cm

Sama dengan diatas, ketebalan, lebar dan tinggi dikalikan dengan gama beton
𝑃𝐷 = 𝑝 * 𝑙 * 𝑡 * γb ......................................................................................... (2.15)

Penempatan reaksi:
𝑉𝐴 = 𝑉𝐵 = 𝑃𝑀𝑆. 𝐿 / 2 ...................................................................................... (2.16)

2.5.4.4 Beban Angin

Angin merupakan beban sekunder, pengaruh dari tekanan angina ini bekerja pada
arah horizontal yaitu 100kg/cm2. Dalam menghitung luasan jembatan salah satu
sisi harus dihitung total luas jembatannya.

Table 2.1 Tabel Kecepatang Angin


>5km Jauh dari pantai 30 m/d
5km dekat di pantai 25m/d

Untuk tambahan beban horizontal pada permukaan lantai jembatan akibat angina
yang mengenai kendaraan di lantai jembatan dapat dihitung dengan rumus:
Tew = 0.0012 * Cw * (Vw) 2 kN/m ................................................................. (2.17)
Cw = koefisien 1,2
Vw = angin yang direncanakan dengan kecepatan 30m/d

Menyalurkan beban angiin ke lantai jembatan


Qew = 1/2. h / Ҩ ........................................................................................... (2.18)

2.5.4.5 Beban Gempa

Gaya gempa yang vertical pada balok prategang dapat dihitung menggunaakn
akselerasi vertical ke bawah dengan minimal 0,1 x g (g = kecepatan gravitasi) atau
50% dari gaya horizontal, g = 9,8 m/d

16
1. Koefisien beban gempa horizontal

Beban ini bekerja pada bangunan karna respon dari bangunan dan pondasi, tidak
disebabkan oleh pergeseran tanah. Muatan gempa horizontal adalah dianggap
bekerja searah dengan poros utama bangunan.
K.h = C.S ....................................................................................................... (2.19)
Koefisien beban gempa vertical
Kv = 50%. Kh ................................................................................................ (2.20)

2. Kekuatan gempa vertical

Adanya gaya gempa berpengaruh karena akan menyebabkan ayunan pada item
tertentu, missal cantilever. Karna ayunan akibat gerak gempa di ujung sangat
besar dan akan menyebabkan pembalikan arah tegangan.

TEQ’ = Kv.l.Wt ............................................................................................. (2.21)

Beban gempa vertical


𝑄𝐸𝑄= 𝑇𝐸𝑄 / 𝐿 ............................................................................................... (2.22)

Yang harus diperhitungkan ketika menghitung beban gempa adalah lokasi dari
jembatan tersebut, dapat dilihat dalam pedoman muatan, lokasi yang dibangun
meliputi daerah gempa 4 atau 3 damn berada di tanah yang sedang atau lainnya,
dengan melihat pedoman gempa ini dapat mendapatkan koefisien geser dasar.

2.5.2.6 Kombinasi Beban

kombinasi dari desain struktur jembatan prategang menggunakan empat


kombinasi beban dalam kondisi tertentu:
Kombinasi 1 = 1,2MS + 1,4 MA
Kombinasi 2 = 1,2MS + 1,4 MA +1,2 EW
Kombinasi 3 = 1,2MS + 1,4 MA + 1,8 EQ
Dari keempat kombinasi diatas dapat diambil kombinasi muatan yang paling
menentukan.

17
1. Momen kombinasi

Dari keempat kombiansi permuatan diatas dapat diambil kombinasi yang


menentukan muatan sebagai momen total (MT), ada 3 momen kokmbinasi yang
paling memungkinkan.

2. Kontrol tegangan

Mengontol potongan bagian dari box girder dalam kasus ini menghitung
penentuan pusat di tengah bentang, control potongan bagian yang diperlukan. Di
bagian tegangan control harus menghitung tegangan awal yaitu pada bagian upper
and down fiber.
Penentuan pusat kabel di tengah bentang
1. Kondisi awal saat mentrasnfer:

 Kondisi saat di atas


fa = - Pt / A + Pt x es / Wa - Mbs / Wa ......................................................................................................... (2.23)

 Kondisi saat dibawah


fb = - Pt / A – Pt x es / Wb + Mbs / Wb ........................................................................................................ (2.24)

2. Kondisi akhir layanan

 Kondisi saat diatas


fa = - Peff / A + Peff x es / Wa - Mbs / Wa ................................................................................................... (2.25)

 Kondisi saat dibawah


fb = - Peff / A – Peff x es / Wb + Mbs / Wb ................................................................................................. (2.26)

2.5.2.7 Perhitungan Kabel Prestess

Hal yang harus diketahui dalam perhitungan pada bagian ini adalah tendon baja
yang akan digunakan, spesifikasi yang akan dijelaskan ini dapat digunakan jika
ingin menggunakannya. Spesifikasi tendon berbeda – beda apalagi di Indonesia,

18
ada beberapa produsen kabel tendon seperti dsi dan VSL , tiap pabrik memiliki
spesifikasi yang berbeda.

2.5.2.8 Posisi Tendon

Area yang aman untuk penempatan kabel prestess harus dihitung untuk
memastikan kemanan dari konstruksi, sehingga berat dari kabeel harus diatas dan
dibawah zona penempatan kabel prestess. Batas atas dan bawah dapat bergeser
(eksentrisitas tambahan) ketika kabel diposisikan. Untuk tujuan yang praktis,
tegangan ujung kabel dimaksimalkan pada kondisi beban kerja yang diperlukan
untuk membuat c.g.s permukaan tidak melebihi (1/4 √ (f'c)) = 5.092 kg / cm2di
atas atau bawah kabel.
Rumus Persamaan:
𝑒'𝑏 = 4 √𝑓'𝑐. 𝐴0. 𝑘𝑏 / 𝐹0 ............................................................................... (2.27)
𝑒'𝑎 = 1 4 √𝑓'𝑐. 𝐴0. 𝑘𝑎 𝐹𝑒𝑓f .......................................................................... (2.28)

Kabel lebih rendah (dihitung pada awal)


Rumus Persamaan:
𝑎1 = 𝑀𝑔 / 𝐹0 ................................................................................................. (2.29)
𝑍𝑎1 = 𝑘𝑏 - 𝑎1 - 𝑒'𝑏 ....................................................................................... (2.30)
Kabel atas (dihitung pada kondisi akhir)

Rumus Persamaan:
𝑎2 = 𝑀𝑇 / 𝐹𝑒𝑓𝑓 ............................................................................................ (2.31)
𝑍𝑎2 = 𝑦𝑏 '+ 𝑘𝑎' - 𝑎2 + 𝑒'𝑎 ............................................................................ (2.32)

Lintasan inti kabel menggunakan persamaan jalur kabel


Rumus Persamaan:
𝑦0 = 4. 𝑓. 𝑥𝑖 (𝐿 - 𝑥𝑖) 𝐿 2, 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑓 = 𝑒 ................................................................ (2.33)
𝑍𝑜 = 𝑦𝑏 - 𝑦0 𝑒 = 50 cm .......................................................................................... (2.34)

2.5.2.9 Perhitungan kehilangan kekuatan prategang

19
Besaran gaya prategang sebenarnya yang terdapat pada suatu balok beton
prategang tidak bisa diukur dengan mudah. Gaya total pada tendon saat prosen
penarikan bisa ditentukan menggunakan pressure gage pada dongkrak. Beberapa
dari kehilangan gaya prategang dapat menurunkan gaya prategang menjadi harga
yang lebih rendah, jadi beban yang dipikul oleh balok prategang dapat menjadi
rendah pula. Selisih dari gaya prategang akhir dan gaya prategang awal
dinamakan “kehilangan prategang’’

Macam – macam kehilangan prategang

1. perpendekan dari elastisitas beton

saat gaya prategang disalurkan pada beton, beton akan menerima tekanan dan
dapat memendek pula sehingga terjadi kendurnya pada beton tersebut. Regangan
tekan yang terdapat pada beton prategang harus sama dengan pengurangan
regangan yang terdapat pada baja:
Ɛc = ∆Ɛs ......................................................................................................... (2.35)
fc ∆ fs
= ....................................................................................................... (2.36)
Ec Es
Es fc
∆ fs= =nfc ............................................................................................. (2.37)
Ec

di mana:

fc = tegangan beton setelah penyaluran tegangan dari tendon


∆ fs = pengurangan dari tegangan tendon awal ∆ fsi dan tegangan tendon setelah
disalurkan ∆ fs

2. Rangkak dalam beton (Beton Creep)

Rangkak dalam beton merupakan gaya deformasi yang terjadi di beton saat
keadaan tertekan akibat beban mati yang permanen. Kehilangan tegangan pada
tendon akibat rangkakan pada beton sebesar:
∆ fs=Ct n fc .................................................................................................... (2.38)

di mana:

20
Ct = 2 (ketentuan) untuuk struktur pre-tension
Ct = 1,6 (ketentuan) untuk struktur post-tension
Fc = tegangan beton saat melekat di titik berat tendon akibat ‘
gaya prategang awal

3. Susut dalam beton

Didefinisikan sebagai perubahan volume yang pemuatan dalam beton. Jika benar-


benar terhalang, susutan beton akan menyebabkan deformasi yang umumnya
menambah deformasi rangkak.

Proses perayapan selalu dikaitkan dengan penyusutan karena keduanya terjadi


v
Ɛsh = 8,2.10-6(1-0,006 )(100-RH) ................................................................ (2.39)
s

di mana:
V = volume beton (in)
S = luas permukaan
RH = kelembapan relative dari udara

∆ fs=Ksh . Ɛsh . Es .......................................................................................... (2.40)

Di mana:
Ksh = factor susut tergantung waktu
Ksh = 1 (ketentuan) pada prategang pretension
Ɛsh = regangan susut pada beton

4. Kehilangan Gaya Prestress Akibat Relaksasi Baja

Relaksasi didefinisikan sebagai hilangnya tegangan tendon secara perlahan seiring


berjalannya waktu besarnya gaya prategang yang diberikan di bawah regangan
yang hampir konstan. Relaksasi adalah hilangnya tegangan tarik pada tendon yang
ada dikenakan kekuatan tarik pada panjang dan suhu tendon tetap.
Rumus Persamaan:
∆ fs=[ Kre−J ( ∆ fsh+∆ fcr+ ∆ fes ) ] C ............................................................. (2.41)

21
di mana:
∆ fre = kehlangan tegangan akibat relaksasi baja
Kre = koefisien relaksasi tetap 41-138 MPa
J = waktu yang berkisar 0,05-0,15
C = relaksasi besarnya tergantung dengan jenis tendon
∆fsh = Kehilangan tegangan akibat penyusutan
∆fcr = Kehilangan tegangan akibat rangkak beton
∆fes = Kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis beton

2.5.2.30 Penguatan Balok Pratekan

1. Penulangan longitudinal

Pada saat balok pre-rolling, batang tulangan longitudinal tidak berfungsi


dikarenakan seluruh penampang balok dikompresi oleh gaya
pratekan. Perencanaan tulangan balok yang panjang dipasang untuk menahan
gaya pada saat diangkut. Penguatannya yaitu 0,5% dari luas penampang pratekan.
Jadi harus menghitung tulangan longitudinal untuk area permukaan atas, area
permukaan bagian bawah, area badan.
Rumus Persamaan:
𝑛 = 𝐴𝑠-𝑎𝑡𝑎𝑠 / 𝐴𝑠𝑡 ............................................................................................ (2.42)

2. Penulangan sisi

Gaya geser pada umumnya tidak bekerja sendiri, tetapi bersamaan dengan
kekuatan puntir lentur, momentum atau aksial normal. Untuk tulangan geser harus
diketahui nilai vu, kualitas beton, kualitas baja yang digunakan, tinggi gelagar dan
tebal gelagar dan persamaan tinggi girder:
Rumus Persamaan:
𝑉𝑛 = 𝑉u / 0.6 ................................................................................................. (2.43)
𝑉𝑐 = 1/6 √fc '. b. D ....................................................................................... (2.44)

3. Perhitungan gaya geser

22
Dalam struktur komposit ada gaya geser horizontal yang muncul selama
memuat. Gaya geser yang terjadi antara pelat beton dan balok baja akan
ditanggung oleh sejumlah konektor geser sehingga tidak terjadi slip selama
pemasangan. Untuk mendapatkan penampang komposit sepenuhnya, konektor
geser harus kaku dan cukup untuk menahan gaya geser yang terjadi. 
Untuk rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Gaya geser horizontal
τ = 𝑉𝑢 ∅ 𝑏 d ................................................................................................... (2.45)
Jarak antara konektor garis geser
𝑆 = 𝐴𝑠𝑡. 𝑓𝑦 / 𝑏. Τ .......................................................................................... (2.46)

4. Pembesian End Block

Akibat dari tekanan maka pada ujung balok terjadi tegangan yang besar dan untuk
mendistribusikan gaya prategang tersebut pada seluruh penampang balok, maka
diperlukan suatu bagian pada ujung block (end block) yang panjangnya harus
maksimal sama dengan tinggi balok dengan seluruhnya merata selebar flens pada
balok. Pada bagian end block terdapat 2 macam tegangan yaitu:
1. Tegangan tarik disebut juga Bursting Zone yang terdapat pada pusat
penampang di sepanjang garis beban
2. Tegangan tarik tinggi yang terdapat pada permukaan ujung end block, disebut
juga Spalling Zone (daerah terkelupas)

Gaya prategang akibat jacking pada masing-masing kabel dapat dirumuskan :


Untuk Single Anchor
T0 = 0,04F + 0,2 [b2 – b1/b2 + b3] 3.F

Untuk Anchor Majemuk


T0 = 0,2 [b2 – b1/b2 + b3] 3.F ........................................................................... (2.47)
TS = F 3(1-γ) .................................................................................................. (2.48)
γ = 2a/2b ........................................................................................................ (2.49)

5. Tata Letak Kabel (Tendon) Prategang

23
Tegangan tarik pada serat beton yang paling jauh dari garis netral akibat beban
layanan tidak boleh melebihi nilai maksimum yang diijinkan oleh peraturan yang
ada, seperti pada SNI 03 – 2847 – 2002 menetapkan :
1
Ttegangan tarik erat terluar akibat beban layanan ≤ √f ' c
2

6. Desain Lentur

Akibat diberikannya gaya tekan (gaya prategang) F yang bekerja di pusat berat
penampang beton akan memberikan tegangan tekan yang merata keseluruh
penampang beton sebaesar F/A, dimana A yaitu luas penampang beton. Akibat
dari beban merata (termasuk berat sendiri beton) yang akan memberikan tegangan
tarik dibawah garis netral dan tegangan tekan diatas garis netral yang besarnya
pada serat terluar penampang adalah :
M .c
F= ....................................................................................................... (2.50)
I
di mana :
M : momen lentur pada penampang yang ditinjau
c : jarak garis ne tral ke serat terluar penampang
I : momen inersia penampang.

2.5.2.31 Elastomer
Bantalan elastomer jembatan berfungsi sebagai penerus beban di bagian atas
struktur jembatan ke bagian bawah struktur jembatan. Biasanya terletak di bagian
bawah jembatan girder, letaknya diantara jembatan gelagar dan pilar jembatan.

24

Anda mungkin juga menyukai