Anda di halaman 1dari 34

BAB II

DASAR TEORI
2.1 Beton
2.1.1 Pengertian Beton
Beton merupakan bahan campuran dari bahan bahan agregat halus
dan agregat kasar, yaitu pasir, batu pecah, dengan menambahkan semen
sebagai bahan perekat, air, dan bahan tambah ( additive ) jika diperlukan
dengan komposisi dan perbandingan tertentu.
Untuk keperluan konstruksi yang telah ditentukan spesifikasi dan
standar betonnya, suatu rancangan campuran beton ( mix design ) harus
ditentukan sedemikian rupa sehingga semua campuran bahan bahan pengisi
beton sesuai dengan analisa laboratorium dan hasil perhitungan, sehingga
didapatkan hasil beton yang sesuai dengan spesifikasi dan standarnya, serta
didapatkan beton segar yang mudah dikerjakan ( workability ) dan ekonomis.

2.1.2 Pengertian Beton Bertulang


Beton bertulang adalah campuran dari beton itu sendiri dengan
sejumlah tulangan baja untuk mendapatkan suatu penampang beton yang
mampu menahan gaya gaya yang bekerja, baik itu menahan gaya tekan
maupun gaya tarik dari suatu struktur. Dimana beton untuk menahan gaya
tekan yang bekerja pada struktur tersebut, sedangkan untuk gaya tarik ditahan
oleh tulangan baja.

Pada beton bertulang, penggunaan baja tulangan dimaksudkan agar


mampu membantu beton pada suatu konstruksi, antara lain yaitu :
1. Menahan tegangan tarik .
2. Menahan dan mencegah terjadinya retak yang melebihi dari yang diijinkan.
3. Mengurangi resiko kehancuran beton akibat beban desak.

2.2 Peraturan dan Standar Perencanaan Struktur Beton Bertulang


Di Indonesia, peraturan atau pedoman yang mengatur perencanaan
dan pelaksanaan bangunan beton bertulang telah beberapa kali mengalami
perubahan dan pembaharuan guna memenuhi kebutuhan dalam upaya
mengimbangi pesatnya laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
khususnya yang berhubungan dengan beton bertulang. Pembaharuan tersebut
dimulai sejak Peraturan Beton Bertulang ( PBI 1955 ) kemudian PBI 1971,
dan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton nomor : SNI T 15 1991 03,
Serta yang terakhir yaitu SNI 03-2847-2002.

2.3 Persyaratan Rancangan Bahan


2.3.1 Mutu Beton
Persyaratan rancangan struktur beton berasumsi bahwa keamanan yang
cukup terpenuhi bila keadaan batas diperhitungkan dengan kuat tekan beton
yang disyaratkan ( fc ), berikut ini ditabelkan nilai fc sesuai dengan mutu
betonnya :

Tabel 2.1 Mutu Beton


f'c

f'c

(Mpa)

(kg/cm2)

15

15

150

20

20

200

25

25

250

30

30

300

35

35

350

Mutu Beton

Kusuma & Vis 1994, p.35

2.3.2 Mutu Baja


Pada umumnya setiap pabrik baja mempunyai standar mutu dan jenis
baja, sesuai dengan yang berlaku di negara yang bersangkutan. Namun
demikian, baja tulangan yang terdapat di pasaran Indonesia dapat dibagi dalam
mutu mutu yang tercantum dalam tabel berikut ini :
Tabel 2.2 Mutu Baja
fy

fy

(Mpa)

(kg/cm2)

240

240

2400

400

400

4000

Mutu Baja

Kusuma & Vis 1994, p.35

2.4 Pembebanan
2.4.1 Pengertian Pembebanan

Menurut Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983, pasal


1.0, pembebanan ada beberapa macam, yaitu :
1. Beban mati ( dead loads ), adalah berat dari semua bagian dari suatu
gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian
penyelesaian, mesin mesin, serta perlatan tetap yang meupakan bagian
yang tak terpisahkan dari gedung tersebut. Beban beban tersebut
memiliki berat sendiri yang dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 2.3 Berat Sendiri Bahan Bangunan dan Komponen Gedung


Bahan Bangunan

No

(Komponen Gedung)

Berat

Satuan

Beton

2200

kg/m3

Beton bertulang

2400

kg/m3

Adukan semen per cm tebal

21

kg/m2

Dinding pas. Setengah bata

250

kg/m2

Langit - langit (plafond)

11

kg/m2

Penggantung langit - langit

kg/m2

Penutup lantai dari keramik per cm tebal

24

kg/m2

1983, p.11

2. Beban hidup ( live loads ), adalah beban yang sifatnya tidak tetap dan dapat
bergerak, yang terjadi akibat kegiatan penghunian atau penggunaan suatu
struktur atau bangunan yang di dalamnya termasuk beban beban yang
disebabkan oleh barang barang yang dapat berpindah pindah atau dapat
bergerak.

3. Beban angin ( wind loads ), adalah beban yang bekerja pada suatu struktur
atau gedung yang diakibatkan oleh tekanan ataupun pergerakan udara atau
angin.

2.4.2 Faktor Kekakuan


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kekakuan struktur, antara
lain yaitu, sebagai berikut :
1. Faktor beban
Pada SNI 03 2847 2002 pasal 11.2 ayat 2 menentukan nilai Qu,
sebagai berikut :
Rumusan yang diberikan adalah :

U = 1,2DL + 1,0LL+ 1,6 WL

Dimana :
U

= Kuat perlu untuk menahan beban yang telah dikaitkan dengan faktor
beban atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengannya.

DL = Beban mati atau momen atau gaya dalam yang berhubungan dengan
beban tersebut.
LL

= Beban hidup atau momen atau gaya dalam yang berhubungan


dengan beban tersebut.

WL = Beban angin sebagai pengaruh ketahanan struktur.

* 2002, P.87

2. Faktor reduksi kekuatan


Faktor reduksi kekuatan () ditentukan pada SNI 03 2847 2002 pasal
11.3 ayat 2, sebagai berikut :
Untuk beban lentur

= 0,8*

Untuk gaya aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur

= 0,8*

Untuk gaya aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur = 0,65*
Untuk gaya lintang dan torsi

= 0,75*

* 2002, P.91

2.4.3 Teori Pembebanan


Dalam perhitungan pembebanan terlebih dahulu harus menghitung
terjadinya penyebaran beban plat, analisis penyebaran beban plat yang
dilakukan dengan menarik garis 450 pada denah pembalokan. Metode ini mirip
dengan bentuk amplop yang mana bagian bagian tersebut akan menerima
beban sebesar luasan bagian amplop, sehingga dapat dianalisis penyebaran
beban plat tersebut, baik yang berupa beban segitiga dan beban trapesium,
kemudian dihitung besarnya penyebaran beban plat yang terjadi.

2h

L
Gambar 2.1 Metode Amplop
1. Nilai qek untuk beban segitiga.

h
A

q ek = 2/3 h

2h

Gambar 2.2 Beban Segitiga


RA=RB =

Mc =

Mc =

Mc =

Mc = Mmax
Mc =

10

2. Nilai qek untuk beban trapesium.

h
A

L-2h

Gambar 2.3 Beban Trapesium

RA=RB =

= Lh h2
Misal L 2h = y
Mc

11

q ek =

Mc

Mc

Mc

Mc

Mc

Mc

= Mmax

= L-2h
=

Mc

24 hL2-32h3

= 24 x qeq x L2

12

qeq

Dari nilai qek dapat diketahui nilai beban terpusat (P) dan beban terbagi rata (q)
untuk plat lantai .

2.5 Perhitungan Statika dengan Metode Takabeya


Pada perhitungan konstruksi portal, telah dikenal suatu metode yang
mudah untuk dipelajari dan dimengerti dalam waktu yang relatif singkat dan
demikian pula dalam perhitungannya untuk konstruksi bertingkat banyak
diperlukan waktu yang relatif singkat pula. Metode ini adalah Metode
Takabeya. Di bawah ini akan dijelaskan langkah langkah perhitungan
dengan Metode Takabeya, sebagai berikut :

2.5.1 Perhitungan angka kekakuan (K)


Angka kekakuan (K) adalah harga faktor kekakuan suatu batang
(balok atau kolom) yang diperoleh dengan membagi nilai momen inersia
dengan panjang batang yang dihitung.

13

Dimana : K = Angka kekakuan


B = Lebar balok / kolom
H = Tinggi balok / kolom
L = Panjang balok / kolom

2.5.2 Perhitungan Momen Primer (M)


Perhitungan momen primer adalah perhitungan momen yang
disebabkan oleh beban mati dan beban hidup yang bekerja pada konstruksi.
Persamaan yang dipakai adalah sebagai berikut :
Untuk beban terbagi rata dengan perletakan jepit jepit
q

L
Gambar 2.4 Beban terbagi rata

Untuk beban terpusat di tengah bentang dengan perletakan jepit jepit.


P

Gambar 2.5 Beban terpusat di tengah bentang

14

Untuk beban terpusat tidak di tengah bentang dengan perletakan jepit jepit
P

L
b

Gambar 2.6 Beban terpusat tidak di tengah bentang

Sunggono 1995, p.65


2.5.3 Perhitungan nilai
Perhitungan nilai adalah dengan menjumlahkan momen momen
primair yang bekerja pada tiap tiap titik kumpul.
= m Pada titik kumpul

2.5.4 Perhitungan nilai


Perhitungan nilai adalah dengan menjumlahkan angka kekakuan
batang pada tiap tiap titik kumpul, kemudian dimasukkan ke dalam
persamaan di bawah ini :
= 2 ( K pada suatu titik kumpul )

2.5.5 Perhitungan nilai

15

Perhitungan nilai atau faktor distribusi pada tiap titik kumpul adalah
angka kekakuan pada masing masing batang dibagi dengan nilai pada satu
titik kumpul, dan apabila nilai tersebut dijumlahkan, maka hasilnya sama
dengan 0,5.
=K/

2.5.6 Perhitungan nilai momen rotasi awal (m(0))


Perhitumgan momen rotasi awal m(0) adalah dengan membagi nilai
dengan nilai pada tiap tiap titk kumpul. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat
persaman berikut ini :
m(0) = - /
2.5.7 Perhitungan nilai T, t dan momen displacement awal (m(0))
Perhitungan nilai T dan t, terjadi apabila ada gaya horizontal yang
bekerja pada portal, sedangkan pada perhitungan momen displacement
(perpindahan) dilakukan dengan menganggap bahwa pada titik lain belum
terjadi perputaran, secara umum momen displacement dapat ditulis dengan
symbol m(0). Persamaan yang digunakan untuk menghitung m(0) adalah sebagai
berikut :
T = 2 (K)
t = 3 (K / T )
m(0) =

16

2.5.8 Pemberesan

momen

parsiil

(momen

rotasi

dan

momen

perpindahan)
Pemberesan momen parsiil dimulai dari pemberesan momen rotasi
dalam satu putaran, kemudian dilanjutkan dengan pemberesan momen
displacement (perpindahan). Pemberesan momen parsiil dilakukan dengan
cara menjumlahkan semua momen yang terjadi pada tiap-tiap titik kumpul,
sehingga didapatkan besarnya momen pada masing-masing batang tersebut.
Pemberesan momen rotasi dimulai dari titik kumpul (1) ke titik
kumpul (2) dan seterusnya. Setelah itu dilanjutkan pemberesan momen
perpindahan untuk tingkat paling atas bangunan ke bawah, begitu seterusnya
hingga mendapatkan hasil yang konvergen (hasil yang tepat).

Gambar 2.7 Arah Putaran Pemberesan Momen Parsiil (bawah ke atas )

17

2.5.9 Perhitungan momen design


Perhitungan momen design adalah menjumlahkan hasil perhitungan
momen-momen yang bekerja pada masing-masing titik kumpul dan dikalikan
M
= K ( 2 x m + mtitik + m.dispc )
dengan nilai angkaperletakan
kekakuannya. titik
Persamaan untuk menghitung momen design dapat dilihat di bawah ini :
M = K ( 2 x m + m + m.displc) +
2.5.10 Perhitungan koreksi momen design
Agar momen pada suatu titik kumpul nilainya dapat menjadi nol,
maka momen design perlu dikoreksi.
Persamaan untuk menghitung momen design dapat dilihat di bawah ini:
M = Mdesign + ( K/K x selisih momen )
2.5.11 Perhitungan momen perletakan
Besarnya nilai momen perletakan dapat dicari dengan menggunakan
prsamaan di bawah ini :

2.5.12 Free Body


Setelah didapat nilai nilai momen serta momen perletakan,
selanjutnya adalah perhitungan gaya lintang. Gaya lintang dihitung dengan
menggunakan diagram free body yang diakibatkan oleh gaya gaya luar dan
momen ujung batang.
Di dalam perhitungan free body ini, ada beberapa persamaan yang
digunakan yang terlihat pada gambar 2.8 berikut ini :

18

q = t/m

MAB

P = ton

MBA

B
a

b
L

.q.L

.q.L

(P.b)/L

(P.a)/L

MAB/L

MAB/L

+ MBA/L

MBA/L +

RA

RB

\
Gambar 2.8 Diagram Free Body
1

MA1
MA1/L

M1A/L

RA

L
MA1/L

M1A/L

M1A

Gambar 2.9 Diagram Free Body


2.5.13 Momen maksimum

19

R1

Besarnya momen maksimum dapat dihitung dengan cara mencari


jarak dari ujung tumpuan hingga ke tempat terjadinya momen lapangan
maksimum. Jarak tersebut dapat dihitung dengan cara mengurangkan reaksi
dengan gaya yang terjadi. Dari persamaan tersebut didapatkan nilai x, yaitu
jarak terjadinya momen lapangan maksimum. Jika telah didapat jarak x
tersebut, maka masukkan kembali nilai x ke dalam rumus momen maksimum.

2.6 Penutup Beton dan Persentase Tulangan


2.6.1 Penutup Beton
Dalam perencanaan baik itu pelat, balok maupun kolom harus
menentukan terlebih dahulu besarnya penampang beton yang akan digunakan.
Penentuan suatu penampang terdapat dua point terpenting, yaitu tinggi total
penampang ( h ) dan tinggi efektif ( d )
Untuk sebuah pelat hubungan antara h dan d secara umum ditentukan oleh :
b
h
h

d
tul.utama
sengkang

gambar 2.11 Arah y

gambar 2.7.b
h

gambar 2.10 Potongan Balok

gambar 2.12 Arah x


Untuk arah y
h = d + 1/2 tul utama + p
20

Untuk arah x
h = d + 1/2 tul utama + tul utama arah x + p
Dimana :
d

= tinggi efektif ( jarak dari serat tekan ke titik berat tulangan tekan ).

= tebal beton untuk menutup tulangan terluar

tul utama = diameter tulangan utama


Hubungan antara d dan h untuk sebuah balok, secara umum ditentukan oleh :
h = d + 1/2 tul utama + sengkang + p
Dimana :
tul utama

= diameter tulangan utama

sengkang

= diameter tulangan sengkang

penutup beton

Salah satu faktor yang menentukan perbedaan antara d dan h, baik


dalam pelat maupun balok adalah penutup beton ( p ). Sesuai dengan
namanya, penutup beton ini digunakan untuk melindungi baja tulangan.
Lapisan pelindung yang digunakan sesuai dengan ketentuan tebal beton akan :
a. Menjamin penanaman tulangan dan letaknya dengan beton
b. Menghindarkan korosi pada tulangan yang mungkin terjadi
c. Meningkatkan perlindungan terhadap kebakaran
Penutup beton yang diberikan cukup memenuhi fungsi, bergantung pada :

21

a. Kepadatan dan kekedapan beton


b. Ketelitian pelaksanaan pekerjaan
c. Lingkungan konstruksi tersebut
Thambah 2002, pp.22-24

2.6.2 Persentase Tulangan


a. Persentase tulangan seimbang (balance)
Untuk setiap kombinasi fc dan fy terdapat rasio tulangan dalam
kombinasi yang seimbang. Persentase tulangan seimbang ini dapat
dilihat dalam bentuk persamaan seperti di bawah ini :

Dimana :
balance = Persentase tulangan seimbang
fc = Mutu beton
fy = Mutu baja tulangan
= 0,85
b. Persentase tulangan minimum (min)
Persentase tulangan minimum ini dapat dilihat dalam bentuk
persamaan seperti di bawah ini :

22

c. Persentase tulangan maksimun (max)


Dengan mempertahankan rasio tulangan yang lebih rendah dari
maks akan menghasilkan struktur berkapasitas deformasi yang cukup.
Maka dari itu SNI-03-2847-2002 menentukan nilai max = 0,75 balance

2.7 Perhitungan Plat


Plat dibagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut :
1. Plat satu arah (one way slab), yaitu plat yang ditahan pada sisi satu arah
saja atau pada dua sisi plat. Contohnya adalah plat pada kanopi, lantai
jembatan, dermaga dan lain lain.
Nilai koefisien momen yang digunakan adalah momen yang dengan
asumsi gelagar dengan tumpuan banyak.
2. Plat dua arah (two way slab), yaitu plat yang ditahan suatu balok pada
kedua arah atau pada keempat sisinya.
Nlai koefisien momen yang digunakan adalah momen yang terdapat pada
tabel momen per meter lebar untuk penyebaran beban dengan metode
amplop dengan sudut 45o.
Langkah langkah perhitungan penulangan plat, baik plat lantai
maupun plat atap ( dak ) akan diuraikan di bawah ini sebagai berikut :
1. Menentukan syarat syarat batas yang akan digunakan dalam perhitungan.
syarat syarat itu antara lain adalah mutu beton (fc), mutu baja tulangan
(fy) dan syarat lain yang diperlukan.

23

2. Menentukan panjang bentang termasuk dimensi plat yang akan dihitung,


yaitu lx untuk bentang pendek dan ly untuk bentang panjang.
3. Menentukan tebal plat yang akan digunakan.
4. Menghitung beban beban yang menumpu pada plat tersebut yaitu beban
mati dan beban hidup, kemudian hitung bebn rencana totalnya.
Qu = 1,2DL + 1,6LL

5. Menghitung nilai tinggi efektif plat (d) dengan persamaan di bawah ini :
Tinggi efektif arah x (dx) = h p - x tul.utama
Tinggi efektif arah y (dy) = h p - tul.utama - x tul.utama

Dimana : h
p

= Tebal plat (cm)


= Tebal selimut beton (cm)

6. Menghitung besarnya momen momen yang menentukan, yaitu Mlx, Mly,


Mtx, Mty, Mtix dan Mtiy dengan cara melihat pada tabel momen per meter

lebar yang disesuaikan berdasarkan nilai

ly
.
lx

7. Menghitung rasio tulangan () dengan menggunaan persamaan :

8. Periksa rasio tulangan dimana min < < max.

24

Apabila :
min < < max

= Perhitungan dapat dilanjutkan.

> max

= Kembali ke point 3 dengan cara mengubah


dimensi plat atau kembali ke point 4, yaitu
mengubah beban rencana.

< min

= Gunakan nilai min.

Thambah 2002, p.35


9. Menentukan diameter tulangan yang akan digunakan.
10.Menghitung luasan tulangan (As) dengan persamaan :
As = x b x d

11.Menentukan jarak tulangan (s) yang dipakai


12.Periksa jarak tulangan (s) terhadap luasan tulangan (As).
13.Perhitungan tulangan plat selesai.

25

26

2.8 Perhitungan Balok


2.8.1 Analisa persamaan dasar balok
Suatu balok jika menahan beban akan mengalami lentur, maka
perilaku regangan tegangan yang terjadi dapat digambarkan pada gambar 2.13
sebagai berikut :

cu

0,85 fc
a

c
h

Ccc
Mn

27

d-a/2

As
Ts
b

fy

Gambar 2.13 Distribusi Tegangan


Dimana :
b

: Lebar balok

fc : Kuat tekan beton

: Tinggi total balok

fy : Kuat tarik baja

: Tinggi efektif balok

Cc : Compression Concrete

: Tinggi bidang tekan

Ts : Tensile steel (tarik baja)

cu : Regangan tekan beton

As :Luasan tulangan yang diperlukan

: Regangan tarik baja

:Tinggi bid. tekan modifikasi

Berdasarkan peraturan SNI-03-2847-2002, pasal 12.2 ayat 3 nilai cu =


0,3% = 0,003 sedangkan pada pasal 12.2 ayat 7 besaran nilai a = .c dengan
nilai = 0,85 untuk fc 30 MPa dan = 0,85 0,008 (fc 30) untuk
fc > 30 MPa.
Dari keseimbangan gaya dalam H = 0

Cc =Ts

Cc = 0,85 x fc x a x b
Ts = fy x As
As = x b x d
Jadi, Cc = Ts

0,85 x fc x a x b = fy x x b x d

Untuk fc 30 MPa
0,85 x fc x 0,85 x c = fy x x d

28

0,7225 x fc x c = fy x x d
Dari gambar 2.10 didapat hasil sebagai berikut :
c
' cu

d s y
c

0,003
0,003

fy
Es

0,003
0,003

fy
2.10 5

600
d
600 fy

Masukkan ke dalam persamaan, sehingga menjadi :


600
x d fy x x d
600 fy
600
0,7225 x f ' c x
600 fy

fy

0,7225 x f ' c x

Untuk fc > 30 MPa


0,85 x fc x (0,85-0,008(fc-30)) x c = fy x x d

Jadi, dari perhitungan perhitungan di atas didapat rumus umum :

Untuk menghindari terjadinya keruntuhan mendadak, maka penulangan dibatasi


minimal sama dengan kondisi runtuh untuk beton.
Untuk beton normal, tegangan runtuhnya
Maka, momen runtuhnya
Mr =

0,7

f 'c

fr 0,7

Mr = fr x w

f 'c

w = 1/6bh2

x 1/6bh2

Tinggi efektif diasumsikan d = 0,9h

h = d / 0,9

29

Jadi,

Mr 0,7

d
f ' c x 1 / 6b

0
,9

Mr 0,7 x 0,2 x

Momen ultimate

f 'c x b x d 2

Mu = As x fy x 0,9d

As = x b x d

Mu = x b x d2 x fy x 0,9
Dengan menyamakan Mu = Mr, maka :
0,9 x fy x x b x d2
0,9 x x fy

= 0,14 x b x d2 x
= 0,14 x

f 'c

f 'c

Maka, didapat nilai minimum sebagai berikut :

Namun dalam SNI telah ditentukan nilai minimum adalah

Sedangkan untuk membuat deformasi penuh pada struktur harus dibatasi nilai
rasio tulangan maksimum (max) adalah sebesar 75% dari rasio tulangan
kondisi seimbang.
0,75 % x b

2.8.2 Perhitungan tulangan


Langkah langkah perhitungan penulangan balok, baik penulangan
pada daerah tumpuan, penulangan pada daerah lapangan maupun penulangan
sengkang (geser) akan diuraikan di bawah ini sebagai berikut :

30

1. Menentukan syarat syarat batas yang akan digunakan dalam


perhitungan. syarat syarat itu antara lain adalah mutu beton (fc),
mutu baja tulangan (fy) dan syarat lain yang diperlukan.
2. Menentukan panjang bentang balok.
3. Menentukan dimensi balok.
4. Menghitung besarnya momen, baik momen tumpuan maupun
lapangan (maksimum).
5. Menentukan diameter tulangan utama yang akan digunakan.
6. Menghit
ung nilai tinggi efektif balok (d) dengan persamaan :
Tinggi efektif (d) = h p - sengkang - x tul.utama

Dimana : h
p

= Tinggi balok (cm)


= Tebal selimut beton (cm)

7. Menghitung rasio tulangan () dengan menggunaan persamaan :

Untuk penulangan daerah tumpuan, digunakan momen ujung dan


untuk penulangan daerah lapangan, digunakan momen maksimum.
8. Periksa rasio tulangan dimana min < < max.

31

Apabila :
min < < max

= Perhitungan dapat dilanjutkan.

> max

= Kembali ke point 3 dengan cara mengubah


dimensi balok atau kembali ke point 4, yaitu
mengubah beban rencana.

< min

= Gunakan nilai min.

9. Menghitung luas perlu tulangan (Asperlu) dengan persamaan :


Asperlu = x b x d
10. Menghitung jumlah tulangan (n) dengan menggunakan persamaan :
11. Check penempatan tulangan dengan syarat b < bmax
12. Perhitungan tulangan utama balok selesai.
2.8.3 Perhitungan tulangan geser (sengkang)
1. Menentukan syarat syarat batas yang akan digunakan dalam
perhitungan. syarat syarat itu antara lain adalah mutu beton (fc),
mutu baja tulangan (fy) dan syarat lain yang diperlukan.
2. Menghitung besarnya gaya lintang.
3. Menghitung tegangan geser (u) yang terjadi dengan persamaan
sebagai berikut :

32

4. Menghitung tegangan tegangan geser batas, yaitu tegangan geser


minimum (cmin) dan tegangan geser maksimum (cmax) dengan
persamaan:

5. Apabila u < (cmin) maka, tulangan geser ( sengkang ) tidak perlu


dihitung melainkan diberi tulangan geser praktis yaitu 8 - 150mm
untuk daerah tumpuan dan 8 - 300mm untuk daerah lapangan.
Apabila u > cmin, maka perhitungan tulangan geser dilanjutkan ke
langkah selanjutnya.
6. Tentukan diameter tulangan geser (sengkang) yang akan digunakan.
7. Menghitung luas perlu tulangan (Asperlu) dengan persamaan :

8. Menghitung jarak tulangan gesernya dengan terlebih dahulu


menghitung jumlah tulangannya.

Dalam SNI 03-2847-2002 pasal 13.5 ayat 4 disebutkan bahwa jarak


maksimum tulangan sengkang adalah tidak boleeh melebihi dari d/2.
2002, p.141
9. Perhitungan tulangan geser (sengkang) balok selesai.

33

2.9 Perhitungan Kolom


Kolom merupakan suatu komponen struktur yang menahan beban
tekan sentris dan atau beban tekan eksentris. Dilihat dari segi perencanaan
ternyata kolom dengan beban tekan merupakan kasus yang paling mudah
ditinjau, karena pada dasarnya kolom hanya mengalami gaya gaya normal
(aksial) yaitu sebagian besar beban dapat ditahan oleh betonnya sendiri tanpa
adanya tulangan. Kolom yang seperti dijelaskan di atas disebut komponen
struktur yang menerima beban tekan sentries.
Pada struktur yang sederhana, kolom sering merupakan bagian dari
struktur rangka. Bila pada kolom bagian atas dan bawah berhubungan kaku
dengan komponen horizontal yaitu balok, maka tegangan yang bekerja pada
kolom ,selain tegangn aksial juga terdiri dari tegangan yang disebabkan oleh
momen lentur. Komponen tersebut disebut kompoen struktur yangmenerima
beban tekan eksentris.
2.9.1 Analisa persamaan dasar kolom
Untuk analisa penampang kolom dalam kondisi seimbang (balance)
dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
cu
As
d

0,85 fc
a

Csc
Ccc
M

As
`

Ts
b
34

d-a/2

fy

Gambar 2.14 Diagram Regangan Tegangan Kolom Kondisi Seimbang.


Dari gambar dapat dijabarkan kondisi gaya gaya yang ada yaitu sebagai
berikut :
Cc = 0,85 x fc x a x b

a = 0,85.c

= 0,85 x fc x 0,85 x c x b
= 0,7225 x fc x c x b
Cs = As x fy
Ts = As x fy
Dari keseimbangan gaya gaya dalam H= 0
Pu = (Cc + Cs Ts)
= (0,7225 x fc x c x b + As x fy As x fy)
Karena merupakan penulangan rangkap, maka Cs = Ts

As = As

Pu = Cc
= x 07225 x fc x c x b
Dari persamaan tersebut, akan diperoleh nilai bidang tekan (c)
c

Pu

x 0,7225 x f ' c x b

Dari keseimbangan momen M = 0

Dimana :
Cc = 0,7225.fc.c.b
Cs = As.fy

35

Ts = As.fy
a

= .c

= h p tul. geser - x tul. utama

d = h d

2.9.2 Perhitungan tulangan


Langkah langkah perhitungan penulangan kolom akan diuraikan
sebagai berikut :
1. Menentukan syarat syarat batas yang akan digunakan dalam
perhitungan. syarat syarat itu antara lain adalah mutu beton (fc),
mutu baja tulangan (fy) dan syarat lain yang diperlukan.
2. Menentukan dimensi kolom.
4. Menghitung besarnya momen (Mu), beban (Pu) dan gaya lintang (V).
5. Menentukan diameter tulangan utama yang akan digunakan.
6. Menghitung nilai c dengan persamaan :

36

7. Menghitung nilai tinggi efektif balok (d) dengan persamaan :


Tinggi efektif (d) = h p - sengkang - x tul.utama
Dimana : h
p

= Tinggi kolom (cm)


= Tebal selimut beton (cm)

8. Menghitung luas perlu tulangan (Asperlu) dengan menggunakan


persamaan :

9. Menghitung jumlah tulangan (n) dengan menggunakan persamaan :

10. Perhitungan tulangan utama kolom selesai.

37

Anda mungkin juga menyukai