Anda di halaman 1dari 56

TUGAS AKHIR

PERANCANGAN PEMBANGUNAN GEDUNG RUANG KELAS DIKLAT


DAN RUANG DISKUSI BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DI BANJARBARU

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyusun Skripsi


Pada Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil
Universitas Lambung Mangkurat

Dibuat :

RINA PUSPITASARI
NIM. H1A105054

Pembimbing :

Ir.H.RUSTAM EFFENDI, M.A.Sc, Phd


NIP. 130 935 949

Co Pembimbing :

DR.Ir.SYAHRIL TAUFIK, M.Sc.Eng


NIP. 131 945 470

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
BANJARBARU
2009
PERANCANGAN PEMBANGUNAN GEDUNG RUANG KELAS DIKLAT
DAN RUANG DISKUSI BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DI BANJARBARU
Oleh :
Rina Puspitasari
Pembimbing Utama Co Pembimbing
Ir.H.Rustam Effendi,M.ASc,Phd DR.Ir.Syahril Taufik,M.Sc.Eng

RINGKASAN
Kecenderungan perubahan dinamika di tahun 2000-an menunjukkan
sektor industri teknik sipil lebih dominan. Akibatnya, pembangunan infrastruktur
merupakan salah satu hal yang paling penting pada tahun-tahun mendatang,
seperti konstruksi gedung bertingkat banyak. Tujuan dari tugas akhir ini adalah
mampu merancang struktur gedung bertingkat berupa gedung ruang kelas diklat
dan ruang diskisi badan pendidikan dan pelatihan daerah provinsi Kalimantan
Selatan.
Bangunan ini berupa struktur baja pada lantai 1 dan struktur beton
bertulang pada lantai 2, 3 dan 4. Perancangan meliputi struktur bangunan atas dan
struktur bangunan bawah. Struktur bangunan atas meliputi preliminary design,
pembebanan, analisis struktur, desain pelat, desain balok, desain kolom dan desain
baja-beton komposit. Dalam menganalisa portal bangunan dilakukan dengan
metode portal ekivalen dan untuk mendapatkan gaya-gaya dalam digunakan
program StaadPro. Struktur bangunan bawah meliputi desain pondasi. Dalam
perhitungan kapasitas daya dukung pondasi menggunakan analisis Meyerhof.
Penurunan pada tanah yang terjadi akibat berat bangunan juga dihitung yaitu
penurunan seketika. Peraturan yang digunakan berdasarkan SNI 03-2847-2002,
SNI-03-1729-2002 dan Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan
Gedung 1987.
Hasil perhitungan dan analisis, diperoleh untuk struktur bangunan atas
lantai 1 dimensi balok induk INP-34, balok anak INP-28, dan kolom WF
300x300. Untuk lantai 2 dan 3 dimensi balok lantai 30/50, balok anak 25/50 dan
kolom 40/40. Untuk lantai 4 dimensi balok induk 20/30, balok anak 15/25 dan
kolom 40/40. Untuk tebal pelat lantai 12 cm dan pelat dak 10 cm. Untuk struktur
bangunan bawah, pondasi telapak dengan ukuuran 1,9 m x 1,9 m, penurunan
seketika sebesar 11,479 cm. Untuk penulangan pada plat pondasi dipakai ukuran
919 mm dengan tebal plat pondasi 0,5 m.

Kata kunci : struktur beton bertulang, struktur baja, pondasi.


I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kecenderungan perubahan dinamika di tahun 2000-an menunjukkan
sektor industri teknik sipil lebih dominan. Ini berarti investasi di Indonesia akan
cenderung meningkat. Akibatnya, pembangunan infrastruktur merupakan salah
satu hal yang paling penting pada tahun-tahun mendatang, khususnya yang
berkaitan dengan bidang ketekniksipilan, seperti bangunan drainase, irigasi,
bendungan, perumahan, jalan raya, jalan layang, jembatan, dan lain-lain. Selain
itu, pembangunan prasarana dan sarana industri, serta gedung-gedung bertingkat,
tentunya juga akan menjadi kebutuhan yang penting untuk mendukung
perkembangan industri dan perekonomian di Indonesia.
Dengan melihat kebutuhan di atas hendaknya setiap fakultas teknik dapat
menghasilkan lulusan-lulusan yang mampu merancang bangunan teknik sipil,
baik yang sederhana sampai ke yang lebih kompleks untuk memehuhi kebutuhan
masyarakat luas. Tetapi saat ini tidak sedikit dari lulusan sipil yang kurang bisa
mengaplikasikan ilmunya dalam bidang rancang bangun konstruksi sipil. Hal ini
dipicu salah satunya karena selama ini tugas akhir yang dikerjakan oleh
mahasiswa lebih banyak yang mengarah ke penelitian suatu objek. Sehingga saat
ini untuk mahasiswa yang mengambil tugas akhir, program studi lebih
mengarahkan ke perancangan bangunan. Hal ini yang mendorong penyusun untuk
membuat tugas akhir perencanaan gedung bertingkat.
Dalam perancangan ini bangunan yang dipilih adalah gedung ruang kelas
diklat dan ruang diskusi badan pendidikan dan pelatihan daerah Provinsi
Kalimantan Selatan di Banjarbaru. Gedung ini berfungsi sebagai wadah untuk
kegiatan pelatihan dan pendidikan guna meningkatkan pengetahuan, keahlian,
keterampilan dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas secara profesional
dengan dilandasi kepribadian dan etika kerja para pegawai negeri sesuai dengan
kebutuhan instansi.
Bangunan ini berfungsi sebagai gedung kantor dengan komponen struktur
yang digunakan adalah beton bertulang dan struktur baja yang terdiri dari empat
lantai. Pada lantai 1 bangunan berupa struktur baja, sedangkan lantai 2, 3 dan 4
merupakan struktur beton bertulang. Perancangan dimulai dengan membuat
preliminary desain untuk dimensi balok, kolom dan pelat. Setelah itu perhitungan
pembebanan portal dan perhitungan kekakuan dengan menggunakan metode
portal konvensional atau metode portal ekivalen. Penyusun menggunakan metode
portal ekivalen, metode ini menganggap plat lantai dan balok-balok pemikul
(kalau ada) dianggap bekerjasama dalam memikul beban. Dalam perhitungan plat
lantai dianggap menjadi jalur-jalur portal, menurut garis sumbu kolom, serta arah
longitudinal dan tranversal bangunan itu. Setiap portal terdiri dari satu baris
kolom ekivalen dan lajur balok-plat, yang dibatasi secara lateral oleh garis sumbu
panel dari masing-masing garis kolom yang ditinjau. Kemudian untuk dapat
menghitung penulangan pada portal, portal harus dianalisa sehingga didapat gaya-
gaya dalam yang berupa momen lentur, momen puntir, gaya lintang dan gaya
normal. Setelah didapat hasil penulangan, selanjutnya menganalisa alternatif
pondasi yang digunakan. Pondasi yang dipakai adalah pondasi telapak, mengingat
bangunan berada di Banjarbaru dengan kondisi tanah berupa tanah lempung keras
berpasir yang mempunyai daya dukung tanah memadai untuk pembangunan
bangunan bertingkat banyak.

1.2 Perumusan Masalah


Ada beberapa rumusan masalah dalam perancangan bangunan yaitu:
a. Perancangan bangunan atas, meliputi preliminary design, pembebanan,
analisis struktur, desain pelat, desain balok dan desain kolom.
b. Perancangan bangunan bawah berupa desain pondasi.
c. Perancangan bangunan berdasarkan peraturan yang berlaku yaitu SNI-03-
2847-2002, SNI-03-1729-2002 dan Pedoman Perencanaan Pembebanan
Untuk Rumah dan Gedung 1987.
Berdasarkan hal tersebut di atas, “Bagaimana perancangan struktur bangunan atas
dan bangunan bawah berdasarkan peraturan yang berlaku?”

1.3 Tujuan Perancangan


Adapun tujuan dari penyusunan tugas akhir ini adalah:
a. Merancang dan mendesain bangunan atas
b. Merancang dan mendesain pondasi yang digunakan.

1.4 Manfaat Perancangan


Manfaat dari perancangan ini yaitu mendapatkan suatu perancangan
berupa struktur beton bertulang dan struktur baja untuk bangunan bertingkat dan
perancangan pondasi telapak yang aman bagi bangunan bertingkat empat yang
dibangun di Banjarbaru.
II. DATA PERANCANGAN

2. 1 Data Tanah
Data tanah yang tersedia merupakan data hasil uji sondir di kota
Banjarbaru. (Terlampir)

2.2 Data Sekunder


Mutu beton (f’c) = 25 Mpa
Mutu baja (fy) = 400 Mpa
Mutu baja sengkang = 240 Mpa
Berat jenis beton (Wc) = 2400 kg/m3
Modulus elastisitas beton (Ec) = 4700 √f’c MPa
Modulus elastisitas beton (Ec) = 200000 MPa

2.3 Manfaat Gedung


Gedung dimanfaatkan untuk gedung perkantoran sebagai ruang kelas
diklat dan ruang diskusi badan pelatihan dan pendidikan.

2.4 Data Bangunan


Tinggi bangunan = 17 m
Panjang bangunan = 46.8 m
Lebar bangunan = 20.4 m
Luas bangunan = 786.24 m2
III. METODE PERANCANGAN

Pada suatu bangunan struktur gedung bertingkat terdapat dua bagian yaitu
struktur atas dan struktur bawah, struktur atas seperti plat lantai, balok, kolom,
dinding, pintu dan jendela, langit-langit serta rangka kuda-kuda. Sedangkan
struktur bagian bawah yaitu semua yang berhubungan dengan pondasi.

3.1 Struktur Bangunan Atas


Bangunan akan berdiri kokoh, bila didukung oleh sistem portal yang
kokoh pula. Portal merupakan rangka bangunan yang memikul beban-beban pada
bangunan tersebut. Untuk dapat menghitung penulangan pada portal, portal dapat
dianalisa dengan metode ekivalen. Metode portal ekivalen dapat digunakan untuk
semua jenis portal, baik dengan atau tanpa balok pemikul. Pada metode ini antara
plat lantai dan balok pemikulnya (kalau ada) merupakan satu kesatuan yang
bekerja sama dalam memikul beban portal. Jadi plat lantai merupakan bagian dari
portal.

3.1.1 Preliminary Desain


1. Struktur Baja
a. Balok
Rumus Empiris : Ix = (20 s/d 50).L4
Dimana : Lebar Jalur Ix
4m 20
8m 50

b. Kolom
Rumus Empiris : Ix = (20 s/d 30).L4
Dimana : Lebar Jalur Ix
4m 20
8m 30

2. Struktur Beton Bertulang


a. Balok
1 1
SNI 03-2847-2002 pasal 11.5.2 tabel 8 : h  .L s.d h  .L
18,5 21
1
Diambil : Balok Lantai = h  .L
18,5
1
Ringbalk = h .L
21
2
b  .h
3
b. Kolom
Ukuran panjang dan lebar kolom adalah minimum lebar balok = b/b
c. Pelat
SNI 03-2874-2002 pasal 11.5.3
- Untuk αm ≤ 0,2 ………….. tp min = 12 cm (pelat tanpa penebalan)
tp min = 10 cm (pelat dengan penebalan)
- Untuk 0,2 < αm ≤ 2,0…...... tp min = 12 cm

 f 
l n  0,8  y 
 1500 
h ≥
36  5 β α m  0 , 2 
Panjang bentang menerus Eb . Ib
β= α = Rata-rata
keliling panel Es . Is
- Untuk αm > 2,0 ……..…... tp min = 9 cm

 f 
l n  0,8  y
 1500 
h ≥
36  9 β

3.1.2 Pembebanan Ekivalen


Karena jalur portal terdiri dari ½ bentang kiri dan ½ bentang kanan maka
beban portal yang bersangkutan adalah semua beban yang terdapat pada jalur
tersebut, yang terdiri dari :
a. Berat sendiri plat beserta ubinnya.
b. Berat sendiri balok
c. Berat sendiri plafond+rangka
d. Beban hidup yang bekerja pada plat.
e. Beban dinding.
f. Beban horizontal.

c1
Lebar Jalur

c2 Balok
Gambar 3.1 Jalur Pembebanan Portal Ekivalen Untuk Portal Tengah

c1

Lebar Jalur

c2

Gambar 3.2 Jalur Pembebanan Portal Ekivalen Untuk Portal Tepi

3.1.3 Perhitungan Kekakuan


1. Kekakuan Balok Ekivalen
Balok ekivalen adalah balok pemikul (kalau ada) beserta dengan seluruh
plat selebar jalur tersebut, sehingga kekakuan balok dihitung selebar jalur
tersebut.
4.E.I b  p
K be  …..……………………………………………………….…...
L
(3.1)
dimana :
Ib+p adalah momen inersia balok pemikul beserta platnya. Bentang L dihitung
dari as ke as kolom pada arah yang bersangkutan.
Balok T :
Lp

yt 1 tp

yb 2 hw = h - tp

bw
Gambar 3.3 Penampang Balok T Portal Ekivalen

Letak garis netral terhadap sisi atas :


1 1
( L p  tp )   tp  (bw  hw)  (tp   hw)
yt  2 2 ..…………………….…….… (3.2)
( Lp  tp )  (bw  hw)
Letak garis netral terhadap sisi bawah :
yb  h  yt
Momen inersia Balok T :
2 2
1  1  1  1 
I b p   Lp  tp3  (Lp  tp)   yt   tp    bw  hw3  (bw  hw)   h   hw  yt 
12  2  12  2 
………………………………………………………………………….…..… (3.3)
Balok L :
Lp

1 tp
yt
h
yb 2

bw b = Lp - bw

Gambar 3.4 Penampang Balok L Portal Ekivalen


Letak garis netral terhadap sisi atas :
1 1
(b  tp )   tp  (bw  h)   h
yt  2 2 ………………..……………………………(3.4)
(b  tp )  (bw  h)
Letak garis netral terhadap sisi bawah :
yb  h  yt ………..……………………………………………………..…… (3.5)
Momen inersia Balok L :
2 2
1  1  1 1 
Ib p   b.tp 3  (b  tp ) yt   tp    bw  h3  (bw  h)  h  yt  ……..
12  2  12 2 
(3.6)
2. Kekakuan Kolom Ekivalen
Untuk kekakuan kolom ekivalen dalam perhitungan, dipakai kekakuan
kolom ekivalen (Kke), yang berbeda dengan kekakuan kolom biasa (Kk), dimana
besarnya Kke<Kk.
Kekakuan kolom ekivalen dipengaruhi oleh efek puntir dari balok pada
arah tegak lurus dari jalur yang ditinjau.
Kekakuan kolom ekivalen :
1 1 1
  ……………………………………………………..…… (3.7)
K ke  K k Kt
dimana :
ΣKk = Jumlah kekakuan kolom di atas dan di bawah plat
Kt = Kekakuan torsi dari unsur-unsur penahan torsi
Unsur–unsur penahan torsi adalah balok yang tegak lurus jalur yang
ditinjau dan penahan torsi tersebut dihitung sebagai balok T dan L.
Kekakuan torsi :
9 E C
Kt   3
……………………………………………………… (3.8)
 c 
L2  1  
 L2 
dimana :
L2 = panjang bentang balok penahan puntir
C2 = ukuran kolom persegi dalam arah L2
C = momen inersia puntir balok penahan puntir
 x3  y 
C   1  0,63  x   ……..……………………………………..… (3.9)
y 3 
 
Tanda Σ menunjukkan penjumlahan unsur-unsur balok T atau L.
Pembagian unsur-unsur balok puntir harus ke arah garis vertikal
x = ukuran terkecil dari unsur balok penahan puntir
y= ukuran terbesar dari unsur balok penahan puntir

Momen Inersia Puntir balok penahan puntir


 x3  y 
C   1  0,63  x   …….……………………………………..… (3.10)
 y 3 
 

be
be
y1 y2 y2
x1 1 2 x2 2 y2
3 y3 1 y1

x1
x3

Gambar 3.5 Balok T dan L Penahan Puntir Portal Ekivalen

Lebar efektif balok penahan torsi :


Balok Tengah (T):
Nilai terkecil dari :
be = bw + 2(h-tp) ………………………………………………..……..….… (3.11)
be = bw + 8.tp ……………..………………………………………………… (3.12)
Balok Tepi (L) :
Nilai terkecil dari :
be = bw +(h-tp) ……………..……………………………………………..… (3.13)
be = bw +4.tp ……………..……………………………………………….… (3.14)
Kalau pada arah jalur yang ditinjau terdapat balok pemikul (baik balok
induk maupun balok anak), maka kekakuan torsi akan bertambah. Dalam hal ini
Ip
harga Kt harus diberi koreksi dengan dan harga yang telah dikoreksi ini
I b p

disebut Kt’.
1 Ip 1
  ………………………………………………………..….… (3.15)
K t ' I b p K t

dimana :
Ip = Momen Inersia plat selebar jalur
1
Ip   L p  tp 3 …….....……………………………………………….….… (3.16)
12
Ib+p = Momen Inersia balok ekivalen yaitu balok pemikul beserta platnya.
Sehingga rumus Kke berubah menjadi :
1 1 1
  …………………………….………………………..… (3.17)
K ke  K k K t,

3.1.4 Analisa Struktur


Gaya-gaya dalam struktur portal dapat ditentukan dengan:
1. Metode Matriks Perpindahan
2. Komputer (GRASP, STAADPRO, SAP2000, dll).
Momen-momen yang didapat dari perhitungan balok portal adalah dengan
anggapan bahwa kekakuan balok merata sepanjang bentang dan momen yang
diperoleh adalah momen pada titik simpul (pada as kolom).
Momen yang dipakai dalam desain (Md) penulangan haruslah momen pada
permukaan kolom, yang ternyata nilainya lebih kecil daripada momen yang
didapat secara teoritis pada as kolom (Mt).
Pada kenyataannya, pada permukaan kolom kekakuan balok mendadak
bertambah besar. Momen inersia balok pada permukaan kolom dan as kolom tidak
sama. Hal ini menimbulkan efek pengakuan pada ujung balok, sehingga Mt yang
sesungguhnya lebih besar dari pada Mt yang dihitung, karena efek pengakuan
tersebut menyebabkan pergeseran bidang momen ke arah negatif yang besarnya
sekitar 1/6.Q.a.

Momen Design
- momen tumpuan: Md = Mt – 1/3. Q.a …….……………………..……. (3.18)
- momen lapangan: Md = Ml - 1/6. Q.a …………………...…………… (3.19)

Momen teoritis
Momen sebenarnya

Pergeseran = (1/6).Q.a
Mt Md
Gambar 3.6 Momen Desain Tumpuan
Dari analisa struktur akan diperoleh momen pada as kolom, maka hasil
momen tersebut harus diubah menjadi momen design pada tepi kolom, momen
tersebut bekerja pada seluruh lebar jalur pembebanan yang nantinya akan dibagi-
bagi menjadi jalur kolom dan jalur tengah dengan perbandingan tertentu. Dalam
penulisan skripsi ini untuk perhitungan gaya-gaya dalam akan didapat dari
program StaadPro.

3.1.5 Distribusi Momen ke Jalur Pembebanan


Harga-harga yang diperoleh dengan metode portal ekivalen adalah untuk
keseluruhan lebar jalur pembebanan didalam arah tranversal dan portal kaku
ekivalen. Masing-masing momen ini harus dibagikan diantara jalur kolom dan
kedua lebar jalur tengah, seperti pada gambar 3.7

Momen Balok
Pemikul

Momen Jalur
Kolom

Momen Plat
Pada Jalur Kolom

Momen
Design
Momen Plat Pada
Jalur Tengah Kiri

Momen Jalur
Tengah
Gambar 3.7 Skema Pembagian Momen Ke Jalur-Jalur Portal Ekivalen

Distribusi tranversal dari momen longitudinal terhadap jalur kolom dan


jalur tengah merupakan fungsi dari tiga parameter yang menggunakan parameter
l1dan l2 untuk masing-masing bentang longitudinal dan tranversal :
l2
1. Perbandingan aspek
l1
Ecb  Ib
2. Perbandingan  1  dari kekakuan balok longitudinal terhadap
Ecs  Is
kekakuan plat.
Ecb  C
3. Perbandingan 1  dari kekakuan torsi penampang balok tepi
2  Ecs  Is
terhadap kekakuan lentur dari plat yang lebarnya sama dengan panjang
bentang dari balok tepi.

a. Distribusi Momen Pada Jalur Kolom


Menurut SK SNI-T-15-2002-03, pasal 3.6.6.4, jalur kolom harus memikul
momen longitudinal dengan persentase sesuai tabel 3.1

Tabel 3.1 Persentase momen yang dipikul oleh jalur kolom


l2
Perbandingan ukuran 0,5 1,0 2,0
l1
Momen l2 1  0 100 % 100 % 100 %
1 0
l
Negatif 1  2,5 75 % 75 % 75 %
pada l2 1  0 100 % 100 % 100 %
1  1,0
Tumpuan l1
1  2,5 90 % 75 % 45 %
Luar
Momen l2
1 0 75 % 75 % 75 %
Negatif l1
pada l2
1  1,0
Tumpuan l1 90 % 75 % 45 %
Dalam
l2
1 0 60 % 60 % 60 %
Momen l1
Positif l2
1  1,0 90 % 75 % 45 %
l1

Dimana :
l1 = Panjang bentang dalam arah momen yang dihitung, yang diukur dari pusat
ke pusat tumpuan.
l2 = Panjang bentang dalam arah tranversal terhadap l1, yang diukur dari pusat ke
pusat tumpuan atau sama dengan lebar jalur pembebanan.

b. Distribusi Momen Pada Jalur Tengah


1. Bagian dari momen negatif dan positif yang tidak dipikul jalur kolom harus
dibagikan pada setengah jalur tengah yang bersangkutan.
2. Setiap jalur tengah harus direncanakan untuk memikul jumlah momen yang
dibagikan pada kedua setengah jalur tengahnya.
3. Suatu jalur tengah yang bersebelahan dan sejajar dengan suatu tepi yang
ditumpu oleh suatu dinding harus direncanakan untuk memikul dua kali
momen yang dibagikan pada setengah jalur tengah yang dibagikan pada
setengah jalur pertama dari tumpuan dalam.

c. Distribusi Momen Pada Balok Pemikul


Jika ada balok pemikul pada jalur kolom (yang sejajar dengan jalur kolom
tersebut) maka sebagian dari momen jalur kolom tersebut dialokasikan pada balok
dengan aturan sebagai berikut :
l2
Jika  1  0 maka Mbalok = 0
l1
Mplat jalur kolom = 100 % × Mjalur kolom

l2
Jika  1  1,0 maka Mbalok = 85% x Mjalur kolom
l1
Mplat jalur kolom = 15 % × Mjalur kolom
l2
Untuk nilai 0   1  1,0 maka momen yang harus dipikul oleh balok didapat
l1
dari interpolasi linier antara 85% dan 0%.

3.1.6 Penulangan Plat


Ada dua jenis plat :
- Plat 1 arah
- Plat 2 arah
Untuk mengetahui jenis plat dengan memperhatikan nilai perbandingan
antara ly (sisi terpanjang) dan lx (sisi terpendek) atau dirumuskan ly/lx
a. Apabila ly/lx ≥ 2 maka digolongkan sebagai plat 1 arah, artinya gaya bekerja
hanya pada arah dengan momen terbesar.
b. Apabila ly/lx < 2 maka digolongkan sebagai plat 2 arah, artinya gaya bekerja
pada dua arah dengan momen yang sama-sama besar.

1. Perencanaan Plat Satu Arah


Penentuan tebal minimum balok non prategang atau plat satu arah bila
lendutan tidak dihitung :
Tabel 3.2 Tebal Minimum Balok Non-Pratekan dan Pelat Satu Arah
Tebal Minimum,( h)
Komponen Dua tumpuan Satu ujung Kedua ujung Kantilever
Struktur sederhana menerus menerus
Komponen yang tidak menahan atau disatukan dengan partisi atau
konstruksi lain yang mungkin akan rusak oleh lendutan besar
Pelat masih
L/20 L/24 L/28 L/10
satu arah
Balok atau
pelat rusuk L/16 L/18,5 L/21 L/8
satu arah

Persamaan diatas dikalikan dengan persamaaan (dengan kondisi bj 23-25


KN/m3, Baja mutu 40).
 fy 
h  x 0,4   x = nilai dari tabel 2.3 di atas.
 100 

Jika bj 1500 – 2000 kgf/m3 maka dikalikan faktor sebesar (1,65-0,005 bj beton).

2. Perencanaan Plat Dua Arah


Metode konvensional hanya dipakai untuk menganalisa sistem portal
dengan balok pemikul. Dalam analisa perhitungan plat terpisah dengan
perhitungan portal, plat dihitung tersendiri kemudian beban plat dipikul oleh
balok pemikul beserta beban-beban yang lain.
Langkah-langkah :
1. Menentukan kondisi plat dan menentukan nilai momen maksimum yang
terjadi.
2. Menentukan tebal plat
Penentuan tebal plat dua arah mengikuti aturan pada tabel 3.3 sebagai berikut :
Tabel 3.3 Tebal Minimum Balok Non-Pratekan dan Pelat dua arah
fy fy fy Fy

Komponen

400 240 400 240 400 240 400 240


Pelat mendukung 1/3 1/1
1/20 1/27 1/24 1/32 1/28 1/10
satu arah 7 3
Balok
1/18, 1/24, 1/2 1/1
mendukung satu 1/16 1/21 1/21 1/8
5 5 8 1
arah

3. Menentukan Pembebanan
4. Menentukan Momen dan penulangan
Menghitung nilai d, untuk arah x berlaku :
dx = h – s – ½ Ø ……………..…………………………………….….… (3.20)
untuk arah y berlaku :
dy = h – s – ½ Ø ……………………..…………………………….….… (3.21)
5. Menentukan tumpuan plat, lalu menghitung momen dengan menggunakan
tabel 2.4 dan 2.5.
6. Hitung nilai koefisien tahanan k
Mu
k ………………………………………….……………….….… (3.22)
bd 2
7. Menghitung nilai ratio tulangan ρ :
(   fy ) 2
  fy  0,59  k …………….…………………………….….… (3.23)
fc
cek nilai ρ :
0,85  fc' 1 600
b   ………………………. …………….….… (3.24)
fy (600  fy )
 maks  0,75 b ………………….………………………………….….… (3.25)
1.4
 min  ………………………………………………………….….… (3.26)
fy
tentukan letak nilai ρ terhadap nilai ρmin dan nilai ρmaks :
o bila nilai ρ < ρmin, maka ρ harus dikali faktor 1,33 apabila masih < ρmin
maka gunakan nilai ρmin
o bila ρmin < ρ < ρmax gunakan nilai ρ
8. Menentukan luas tulangan (As) yang diperlukan :
As    b  d ………………………….…………………………….….… (3.27)
9. Memilih diameter tulangan (  ) yang akan digunakan dengan penampang
dihitung dengan persamaan:
1
As tulangan      2 ……………………….………………………..….… (3.28)
4
10. Menghitung jarak antar tulangan x :
1000 As
 ……….…………………………………………..….… (3.29)
x Astulangan

syarat jarak antar tulangan : x ≥ 100 mm


cek ulang As perlu
Astotal > As perlu
1000 1
(    2 )  As perlu ………….OK!
x 4

3.1.7 Desain Balok


1. Desain Lentur Balok
Prosedur dalam merencanakan balok T, antara lain:
1. Menghitung momen rencana Mu
Mu
2. Menghitung momen nominal Mn = ………………..……....... (3.30)

3. Menetapkan tinggi efektif, d = h – 70 mm atau dengan mengasumsikan

 
tulangan tarik satu lapis d = h - ds  s  1  t .....………….…... (3.31)
2
4. Menentukan lebar flens efektif be menggunakan ketentuan SK SNI 03 –
2847 – 2002 Pasal 10.10.2
be ≤ 16hf + bw
be ≤ ln + bw

be ≤ 1 L
4
5. Menghitung momen tahan Mf,

 
6. Mf = 0,85 f c' . h f be bw . d  1 h f ......……………………...….... (3.32)
2
digunakan faktor reduksi  = 0,8
7. Apabila Mf ≤ Mn balok akan berperilaku sebagai balok T persegi dengan
lebar be, dan apabila Mf < Mn balok berperilaku sebagai balok T murni.
Apabila dihitung sebagai balok T persegi langkah selanjutnya adalah
sebagai berikut:
8. Menghitung kmaks,
 600 
9. kmaks = 0,75kb = 0,75   β 1   ………………………..…..… (3.33)
 600  f 
 y 
10. Menghitung kapasitas momen nominal maksimum Mn1 yang dapat
ditahan oleh tulangan tunggal.

 
11. Mn1 = 0,85. f c' . b . d 2 . k maks . 1  1 k maks ……..…………………..… (3.34)
2
12. Menghitung tulangan luas tulangan tunggal As1,
M n1
13. As1 = …..……………………………….….… (3.35)
k
f y . d .1  maks 
 2

14. Menghitung selisih momen,


15. Mn2 = Mn – Mn1 …...………………..……………………………. (3.36)
Jika Mn2 > 0, maka diperlukan tulangan rangkap
Jika Mn2  0, maka tidak diperlukan tulangan rangkap
Jika tulangan tekan diperlukan langkah selanjutnya adalah:
16. Menentukan letak tulangan tekan dengan mengasumsikan tulangan tekan
satu lapis,

17. d’ = ds + s  1  t ………………………...…………….….….…
2
(3.37)
18. Menghitung luas tulangan tekan As2,
M n1
19. As2 = …..……………………….……………...………. (3.38)
f y .d  d'

20. Menghitung luas total tulangan tarik Ast,


21. Ast = As1 + As2 .……………………………..……………….…… (3.39)
22. Memilih tulangan yang akan dipakai
23. Cek lebar balok dengan tulangan terpasang,
24. bt = 2ds + 2s  n.t  n  1.st ≤ bw .............………........……...… (3.40)
25. Menghitung nilai d dan d’ kembali sesuai dengan sketsa.
26. Cek kondisi leleh tulangan tekan,
 0,85. f c'   600 
27. ρ  ρ'     ………..…..…………………..….… (3.41)
 f . d   600  f 
 y   y 

As' Ast
maka tulangan tekan leleh. ρ'  dan ρ 
b.d b.d
28. Membuat sketsa penulangan balok
Apabila dihitung sebagai balok T murni langkah selanjutnya adalah sebagai
berikut:
1. Menghitung momen pada web,
Mw = M n  M f …………………………………………………… (3.42)
2. Menentukan nilai k yang diperlukan,

2 Mw
3. k  1  1  ..............……............…………….….… (3.43)
0,85. f c' . bw . d 2

4. Menghitung nilai Asw,


Mw
5. Asw = ..........………...................…...………….….…

f y . d k
2

(3.44)
6. Menghitung nilai Asf,
0,85. f c' . h f .b bw 
7. Asf = ..................................…………….….… (3.45)

f y . d k
2

8. Menghitung luas total,
9. As = Asw + Asf ...............................................……………….….… (3.46)
10. Memilih tulangan dengan syarat Ast ≥ As
11. Cek terhadap batas luas tulangan maksimum dan minimum,
12. Asmaks  0,75.Asb  Asf  ..................................…………………..
(3.47)
 0,85. f c' . β 1   600  As f
As b  ρ b . b . d , ρb    , ρf  , dan
 f   600  f  bw . d
 y   y 
bw
ρb   ρ b  ρ f 
b
1,4
As min  ρ min . b . d , dengan ρ min 
fy

START

DATA PERENCANAAN:
KEKUATAN TEKAN BETON (fc’)
TEGANGAN LELEH BAJA ( fy)
FAKTOR REDUKSI KEKUATAN
SELIMUT BETON (ds)
TULANGAN SENGKANG (s)
TULANGAN UTAMA (t)
LEBAR BALOK (b)
TINGGI BALOK (h)
TEBAL PLAT (hf)
PANJANG BENTANG (L)
MOMEN DESAIN TUMPUAN (Mdtump)
MOMEN DESAIN LAPANGAN (Mdlap)

 Asumsi tulangan tarik 1 lapis : d = h – (ds + Фs + ½.Фt)


 Asumsi tulangan tekan 1 lapis : d’ = ds + Фs + ½.Фt

HITUNG MOMEN YANG DAPAT DITAHAN TULANGAN TUNGGAL


 600 
Kmaks  0,75. β1 
 600  fy 
Mn 1  0,85 . fc' . b . d 2 . Kmaks . (1 - 1/2.Kmaks)
Mu 1  φ . Mn 1

HITUNG SELISIH MOMEN


Mn2 = ∆ M = Mdtump – Mu1
TULANGAN
Mn2 < 0
RANGKAP
NO

YES
B
TULANGAN
TUNGGAL

MENENTUKAN KOEFISIEN TAHANAN


2 . Mn
k  1- 1-
0,85 . fc' . b . d 2

MENENTUKAN LUAS TULANGAN TUNGGAL


(AsPERLU):
Mn
As perlu 
 k
fy . d . 1 - 
 2

PILIH TULANGAN DENGAN


SYARAT Ast ≥ AsPERLU

KONTROL KAPASITAS MOMEN DENGAN


SYARAT: Mnt ≥ Mn
Mnt = Ast . fy . d . (1-1/2.k)

Cek lebar balok dengan tulangan terpasang


bt = 2 . ds + 2 . Øs + n . Øt + (n – 1). fc'
HASIL DAN GAMBAR PENULANGAN

END

HITUNG LUAS TULANGAN TEKAN:

M n2
As' 
(d - d' ). f y
As 2  As'
HITUNG LUAS TOTAL TULANGAN TARIK:
M n1
As 1 
 K maks 
f y . d . 1 - 
 2 

As t  As1  As 2

HITUNG RASIO TULANGAN

As'
' 
b.d
As

b.d

NO
TULANGAN TEKAN
BELUM LELEH
JIKA:

 0,85. fc'  600 


  '    .  .1.d'
 fy. d   600- fy 
D

YES
TULANGAN TEKAN LELEH

fs'  fy   maks  0,75 .  b   '

HASIL DAN GAMBAR PENULANGAN


E

END

TULANGAN BELUM LELEH

2
 '.cu. Es-  . fy  '.cu. Es-  . fy  '.cu. Es. 1. d'/d 
k  -     
 1,7. fc'   1,7. fc'   0,85. fc' 

 d' 
k -  1 . 
 s '   cu .  d 
k
fs'
 maks  0,75 .  b   '
fy
fs'   s' . Es
E

Gambar 3.8 Flowchart Penulangan Lentur Balok

2. Desain Geser Balok


Langkah-langkah dalam perencanaan tulangan geser sengkang:
1. Hitung gaya geser berfaktor Vu berdasarkan penampang kritis
1
2. Jika Vu ≤    Vc , maka tidak perlu tulangan geser.
2
1
3. Gunakan tulangan geser minimum bila    Vc < Vu ≤   Vc
2
bw  S
Luas tulangan geser minimum: Av =
3  fy

2 
4. Bila Vu ≤   Vc     fc '  bw  d  , tulangan geser harus diberikan.
3 
Av  fy  d
Dimana: S = untuk sengkang vertical
 Vs
Av  fy  d
S = sin   cos  untuk sengkang miring
  Vs
  Vs  Vu    Vc

5. Jarak minimum sengkang:


Tabel 3.1 Jarak minimum sengkang
Syarat Nonprestressed Prestressed

1 
  Vs     fc '  bw  d  S < d/2 S < 0,75 h atau S < 600
3 

1 
  Vs     fc '  bw  d  S < d/4 S < 0,375 h atau S < 300
3 

2 
6. Bila Vu    Vc     fc '  bw  d  , maka dimensi penampang balok
3 
harus diperbesar.
Zonasi Penulangan Geser
Karena keruntuhan geser pada balok tanpa tulangan geser biasanya bersifat tiba-tiba dan getas, maka SNI 1991 mensyaratkan
adanya tulangan geser minimum pada balok yang dikenai gaya geser Vu yang besarnya melebihi 0,5   Vc dan memerlukan tulangan
geser jika Vu ≥   Vc
Tabel 3.2 Zona penulangan geser
Zona V Luas penampang terlalu kecil
 2 
Vu     Vc      fc '  bw  d   Av  fy  d Av  fy  sin   cos    d
 3  Zona IV Jarak tulangan sengkang lebih S atau S 
  Vs   Vs
rapat
S ≤ 0,25d atau S ≤ 300 mm

 1  Av  fy  d Av  fy  sin   cos    d
Vu     Vc      fc '  bw  d   S atau S 
 3  Zona III Jarak tulangan sengkang   Vs   Vs
S ≤ 0,50d atau S ≤ 600 mm
Vu    Vc
3  Av  fy
Zona II S
Tulangan sengkang minimum bw
S ≤ 0,50d atau S ≤ 600 mm
Vu  0,5    Vc
Zona I Tidak perlu tulangan sengkang

Dimana:
  Vs  Vu    Vc
START

DATA PERENCANAAN:
• GAYA GESER TUMPUAN KIRI (Vi)
• GAYA GESER TUMPUAN KANAN(Vj)
• LEBAR KOLOM (a)
• PANJANG BENTANG BALOK (L)
• TINGGI BALOK (h)
• TINGGI BALOK EFEKTIF (d)
• KUAT TEKAN BETON (fc’)
• TEGANGAN LELEH BAJA (fy)
• FAKTOR REDUKSI KEKUATAN
• LEBAR BALOK (bw)
• TINGGI BALOK ( h)
• PANJANG BENTANG (L)
• LEBAR KOLOM (a)
• PANJANG BENTANG BERSIH (½ Ln)
• LUAS PENAMPANG BALOK Ag = h x bw
• GAYA GESER PADA AS KOLOM (Ru)
• GAYA GESER PADA JARAK D DARI MUKA
TUMPUAN
• GAYA NORMAL PADA BALOK

TEKAN
TARIK JENIS GAYA
GAYA

AKSIAL TARIK AKSIAL TEKAN


LENTUR
1  0,3 . Nu   1  1  0,3 . Nu 
Vc    . bw . d . 1   Vc    . fc' . bw .d Vc    . bw . d . 1  
6 Ag  6  14 . Ag 
  6 

A
A

 Vc  0,6 . Vc
1 / 2  Vc
 Vs   Vn -  Vc

TENTUKAN
ZONASI PENULANGAN GESER

BUAT BATASAN PENULANGAN DARI MUKA KOLOM

x1 = Ru'   Vc x (½ Ln)
Ru'
x2 = Ru'  ½  Vc x (½ Ln)
Ru'
DAERAH PERLU TULANGAN SENGKANG : X1
DAERAH TULANGAN SENGKANG MINIMUM : X2-X1
DAERAH TIDAK PERLU TULANGAN SENGKANG : 0,5 Ln-X2

HASIL DAN GAMBAR PENULANGAN

END

Gambar 3.9 Flowchart Penulangan Geser Balok


3.1.8 Desain Kolom
Prosedur dalam mendesain kolom pendek akibat beban uniaksial adalah
sebagai berikut:
1. Menghitung gaya aksial Pu dan momen Mu
2. Menghitung beban aksial nominal Pn dan momen nominal Mn,
Pu
Pn  ...........................................................................................................… (3.48)

Mu
Mn  ....................................................................................... (3.49)

Nilai  = 0,70 untuk tulangan spiral dan  = 0,65 untuk tulangan
sengkang berdasarkan SK SNI T-15-1991-03.
3. Tentukan rasio penulangan antara 1,5% s/d 8%
4. Hitung nilai Luas tulangan tarik As dan tulangan tekan As’
As  As'  ρbh ............................................................................... ..(3.50)
5. Hitung titik berat tulangan tekan terhadap serat tekan

d '  ds  s  1  t .......................................................................................... (3.51)


2
6. Hitung beban seimbang Pub,
d = h – d’ ......................................................................................... (3.52)
600 d
cb  ................................................................................... (3.53)
600  f y

a = 1cb ............................................................................................ (3.54)


ε cu c b  d'
εs ' ................................................................................ (3.55)
cb
fs’ = Esεs’ ....................................................................................... (3.56)
Jika nilai fs’ melebihi nilai fy, maka digunakan fs’ = fy.
Pnb = 0,85 fc’ b ab + As’fs’ – Asfy
Mnb = 0,85 fc’ b ab (½ h - ½ ab) + As’fs(½ h - d’) – Asfy (d - ½ h)..(3.57)
eb = Mnb/ Pnb ................................................................................ (3.58)

7. Cek eksentrisitas e terhadap eksentrisitas seimbang eb,


Jika,
e < eb ; terjadi keruntuhan tekan
e = eb ; terjadi keruntuhan balanced
e > eb ; terjadi keruntuhan tarik
8. Cek kekuatan penampang
a. Keruntuhan Tarik
 h  2 e   h 2 e   d'  
Pn  0,85 f c' bd      2 m  1    ................(3.59)
 2 d   2d   d  

As
 .......................................................................................(3.60)
bd

fy
m ................................................................................(3.61)
0,85  fc'

Jika nilai Pn kurang dari Pu perbesar dimensi kolom atau perbesar
luas tulangan.
Jika nilai Pn kurang dari 0,1fc’Ag, faktor reduksi  dapat ditingkatkan
secara linier sampai 0,8.
0,80
untuk sengkang  = ..................................................(3.62)
 1,5 Pn 
1  ' 
 f c Ag 

0,80
untuk spiral  = ........................................................(3.63)
 1,0 Pn 
1  ' 
 f c Ag 
cek tegangan pada tulangan tekan,
Pn
a ..................................................................................(3.64)
0,85 f c' b
a
c ...........................................................................................(3.65)
β1

 c d' 
f s'  600  .............................................................................(3.66)
 c 
9. Menentukan diameter dan jumlah tulangan sengkang yang dipakai.
Spasi tulangan sengkang diambil nilai terkecil dari:
- 16 kali diameter tulangan pokok
- 48 kali tulangan sengkang
- dimensi terkecil dari kolom

b. Keruntuhan Balanced
Pn = Pnb ..........................................................................................(3.67)
Jika nilai Pn kurang dari Pu perbesar dimensi kolom atau perbesar lua
tulangan.

c. Keruntuhan Tekan
As' f y bhf c'
Pn   ..................................................(3.68)
e 3 he
 0,50  1,18
d  d' d2
Jika nilai Pn kurang dari Pu perbesar dimensi kolom atau perbesar
luas tulangan.

START
DATA PERENCANAAN :
• KUAT TEKAN BETON (fc’)
• BERAT VOLUME BETON ( γ )
• TEGANGAN LELEH BAJA (fy)
• RASIO TULANGAN ( ρ)
• FAKTOR REDUKSI KEKUATAN (  )
• TEBAL SELIMUT BETON (ds) C
• DIAMETER TULANGAN SENGKANG ( Øs)
• PANJANG KOLOM (h)
• MOMEN KOLOM (Mu)
• GAYA AKSIAL NOMINAL (Pu)

HITUNG:
Pu
Pn =

Mu
Mn =

Menghitung eksentrisitas (e)


Mu
e =
Pu

Menghitung d’ dan d
d’ = ds – Øs – ½ D
d = h – d’

A
Perkiraan luas tulangan
sebesar ρ = 1-8 %
ρ = ρ ’= As
b .h
As = ρ . b. H

n = 800
1 / 4 . . 16 2

YES NO
JENIS KERUNTUHAN JIKA:
e < eb

TARIK TEKAN
   
As  b.h.fc'   As'.fy 
  Pn =  3h.e  e 
b.h
 2  1,18    0,5 
fy  d   d  d' 
m
0,85 .fc'  h  2e d'  
2
    h  2e  
    2 .m. α  1    Pr = φ.Pn
Pn = 0,85 . fc’ . b .d .   2d   2d   d 

Pr = φ .Pn

Jika nilai Pn < Pu


Cek Pu > 0,10 . Ag . fc’
e < eb

B
C

B
Jika nilai
Pn > 0,10 . Ag . fc’

Cek tegangan pada tulangan tekan fs’ > fy


Pn
a=
0,85. fc '.b
a
C=
I
 c  d' 
fs’ = 600  
 c 

HASIL DAN GAMBAR PENULANGAN

END

Gambar 3.10 Flowchart Penulangan Kolom

3.3.7 Perencanaan Konstruksi Baja-Beton Komposit


Balok komposit yaitu suatu system struktur dimana bahan baja dan beton
bekerja bersama-sama untuk memikul beban yang dihubungkan dengan “Shera
connector”(penahan geser).
Rangka baja yang menumpu konstruksi slab beton yang dicor
ditempat/diatas rangka baja tersebut.
Dengan kemajuan teknologi las, maka menjadi lebih praktis penyediaan
penahan geser/shear connector untuk menahan geser horizontal yang terjadi
selama pelenturan.
Slab beton juga dicetak diatas dak baja dan ditumpu oleh penampang baja
berprofil I, rusuk-rusuknya (Ribs) dapat sejajar atau tegak lurus terhadap balok
penumpu. Momen lentur dipikul oleh baja dan beton sedangkan gaya lintang
dipikul oleh shear connector.
Gaya geser antara permukaan beton dan baja yang tidak sama bahannya
akan menyebabkan sliding, agar tidak terjadi sliding maka harus ditahan oleh
shear connector (penahan geser). Balok “komposit” adalah balok dengan flens
lebar (pelat beton) secara tipikal. Pada komposit (baja dan beton) tidak berlaku
teori balok biasa yaitu tegangan diasumsikan konstan melintang lebar balok pada
suatu jarak tertentu dari sumbu netral.
Ada beberapa macam konektor geser yaitu:
a. Konektor stud
b. Konektor kanal
c. Konektor spiral
d. Konektor siku
Untuk mendapatkan penampang yang sepenuhnya komposit, konektor geser
harus cukup kaku sehingga dapat memberikan interaksi yang lengkap tidak terjadi
gelincir pada muka pertemuan slab beton dan balok baja.

1. Kontrol tegangan balok baja komposit


PNA Beton ts

Ycu
Ycl = Ysu
PNA Komposit
ds
h PNA Baja
Ycl

Gambar 3.11 Profil Baja Komposit


Ysl = Y’
Ycl = Ysu = h – Ysl
Ycu = (h+ts) – Ysl

a. Cek Tegangan
1. Terhadap tegangan lentur baja (komposit)

σsl = .Ysl < ………………….……………………………….. (3.69)

σsu = .Ysu < …………………………………………………. (3.70)

2. Terhadap tegangan lentur beton

σcu = < …………………………….…………………… (3.71)

σcl = < σb ……………….……………………………… (3.72)

3. Terhadap tegangan geser

τ= < 0,58.σ’ ……………………………………..….… (3.73)

b. Cek Lendutan Balok Baja Komposit


δ = (1/384).(q.L4/Es.It) < (L/250) ………………………………...……. (3.74)

c. Cek Terhadap Tegangan Kips

1. < 75

2. > 1,25.(bf/tf)

C1 =

C2 =

σkip = σ’ijin – 0,3.σ’ijin. . …………………..……….…...….……. (3.75)

σmax = σtot = √(σsl2+3.τ2) ……………………….……………...….…….. (3.76)

Syarat σkip > σmax


Jika tidak memenuhi salah satu syarat dari control tersebut maka profil baja
perlu dicek lagi atau dipilih profil yang lebih aman.

2. Kontrol tegangan kolom baja komposit


a. Terhadap tegangan leleh
σ’= 2400 kg/cm2

σ= + < σ’ …………..……………….……………...….…….. (3.77)

b. Terhadap tekuk arah x

GA = …………..……………………….……………...….…… (3.78)

GB = 1 (Jepit)
Diperoleh, k dari table monogram (monogram dilampirkan)

1. Lk = L.K
2. τx = ………………………………………………………….. (3.79)

3. τg = √(π2.Es)/(0,7.σy) ………….…………………….…………... (3.80)

4. τs = ……………………………...………….…………………. (3.81)

jika
0,183 < τs < 1,0 maka

w=

τs > 1,0 maka


w = 2,381
5. nx = (π2.Es.Ix)/(Lk2.N) …………………………………………. (3.82)

6. β = 0,6 + 0,4.

7. σ = + ……………………..………….……..………… (3.83)

σ < σ’

c. Terhadap tekuk arah y


1. Lk

2. τy = ……………………..…………....….…………………… (3.84)

3. τg = √(π2.Es)/(0,7.σy) ………..………….…………...…………… (3.85)

4. τs = …..………….…….……………………………………... (3.86)

5. σ = w. < σ’ …..………….…….………………………………. (3.87)

d. Terhadap tekuk lateral


1. Iw = (ht2.Iy)/As …..………….………………….……………… (3.88)

2. c1 = 1,75 – 1,05. + 0,3.( )2 ………………….………...… (3.89)

3. J = 1/3.(h.tw3 + 2.bf.tf3) ………………………….…………..… (3.90)

4. Mcr = c1. .√(Es.Iy.G.j + Es.Iw.(π2/Lk2)) ………….……..….. (3.91)


G = 0,81.106

5. σ’cr = ………….………………………………...…..…… (3.92)

6. Wz = ……………………………………………...…..…. (3.93)

7. σterjadi = Wz. + < σ’cr …………………...…..……..…. (3.94)

3. Perhitungan Penahan Geser (shear connector)


a. Kapasitas/kekuatan SC
Qn = 10.H.ds.√(σ’c)…………………………………………………….. (3.95)
b. Vnh (beton) = 0,85. σ’c.be.ts)………………………….……………….. (3.96)
c. Vnh (baja) = As.σy)……………………………………….……………. (3.97)
Dipilih Vnh terkecil, Vnh (baja)

d. Jumlah shear connector (SC)

N= )……………………………………………………….………. (3.98)

s
Gambar 3.12 Penahan geser pada penampang baja komposit

keterangan:
L = panjang bentang balok baja komposit
s = jarak antar penahan geser
b = lebar profil baja

3.2 Struktur Bangunan Bawah


Dalam setiap bangunan diperlukan pondasi sebagai dasar bangunan yang
kuat dan kokoh. Hal ini disebabkan pondasi sebagai dasar bangunan harus mampu
memikul seluruh beban bangunan dan beban lainnya yang turut diperhitungkan,
serta meneruskannya kedalam tanah sampai kelapisan tertentu. Struktur atas
didukung oleh struktur bawah sebagai pondasi yang berinteraksi dengan tanah dan
akan memberikan keamanan bagi struktur atas. Struktur bawah sebagai pondasi
juga secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu pondasi dalam dan
pondasi dangkal (Soetjiono,C dan Theo. 2005). Pondasi yang digunakan dalam
perencanaan ini adalah pondasi dangkal.
Pondasi dangkal adalah pondasi yang mempunyai kedalaman tidak lebih
dari ketinggian satu lantai atau berkisar dari nol centimeter hingga 2/3 meter.
Pondasi dangkal dapat digunakan pada bangunan yang mempunyai kondisi tanah
bagus (dengan daya dukung yang tinggi). Pada sebagian besar bangunan
bertingkat rendah hingga berlantai empat, pada kondisi tanah yang bagus masih
dapat menggunakan beberapa jenis pondasi dangkal tanpa harus dengan pondasi
dalam. Pondasi dangkal ini dapat berupa pondasi titik, pondasi menerus atau
pondasi bidang. Wujud pondasi yang sering dipakai adalah pondai umpak,
pondasi foot-plate, pondasi menerus batu kali, atau pondasi bidang pelat beton
bertulang.
Pondasi dangkal menerus disamping berfungsi menopang dinding berat atau
dinding pemikul juga berfungsi menahan tanah atau urug tanah untuk
membedakan ketinggian lantai. Dengan demikian walaupun pada lantai satu tidak
terdapat dinding berat namun masih menggunakan pondasi menerus yang
berfungsi sebagai pembatas tanah atau turap untuk membedakan ketinggian lantai.
(syaiful dan fajar syabana 2008)

3.2.1 Analisis Kapasitas Daya Dukung


Analisis kapasitas dukung tanah mempelajari tentang kemampuan tanah
dalam mendukung beban pondasi dari struktur yang terletak di atasnya. Kapasitas
dukung menyatakan tahanan geser tanah untuk melawan penurunan akibat
pembebanan, yaitu tahanan geser yang dapat dikerahkan oleh tanah di sepanjang
bidang-bidang gesernya. Analisis-analisis kapasitas daya dukung, dilakukan
dengan cara pendekatan untuk memudahkan hitungan. Analisis perhitungan
dilakukan dengan menganggap bahwa tanah berkelakuan sebagai bahan yang
bersifat plastis. Persamaan-persamaan kapasitas dukung tanah berdasarkan pada
persamaan Mohr-Coulomb:
c tan  
Dengan:
 = tahanan geser tanah
c = kohesi tanah
   sudut gesek dalam tanah
 = tegangan normal
Analisis kapasitas daya dukung yang digunakan adalah analisis Meyerhof.

1. Analisis Meyerhof
Analisis kapasitas dukung Meyerhof (1955) mempunyai nilai faktor-faktor
kapsitas dukung Meyerhof lebih rendah daripada yang disarankan Terzaghi.
Namun, karena Meyerhof mempertimbangkan faktor pengaruh kedalaman
pondasi, kapasitas daya dukungnya menjadi lebih besar.
Meyerhof (1963) menyarankan persaman kapasitas dukung dengan
mempertimbangkan bentuk pondasi, kemiringan beban dan kuat geser tanah di
atas pondasinya, sebagai berikut:
qu = c. Nc [Fcs . Fcd . Fci] + q . Nq [Fqs . Fqd . Fqi] + 0,5[Fs . Fd . Fi]
Dengan:
qu = kapasitas dukung ultimit (kN/m2)
c = kohesi tanah (kN/m2)
Df = kedalaman pondasi (m)
γ = berat volume tanah (kN/m3)
q =  . Df = tekanan overburden pada dasar pondasi (kN/m2)
B = lebar pondasi efektif (m)
Nc, Nq, Nγ = faktor kapasitas dukung
Fcs, Fqs, Fγs = faktor bentuk pondasi
Fcd, Fqd, Fγd = faktor kedalaman pondasi
Fci, Fqi, Fγi = faktor kemiringan pondasi
Faktor-faktor kapasitas dukung yang diusulkan oleh Meyerhof (1963), adalah:
Nc = (Nq -1) ctg 
Nq = tg2 (450 +  /2) e(π tg  )
Nγ = (Nq -1) tg (1,4  )

2. Kapasitas Daya Dukung Batas Atau Netto


Kapasitas daya dukung batas atau netto didefinisikan sebagai tekanan batas
persatuan luas pondasi yang bisa didukung oleh tanah disebabkan oleh adanya
tekanan tanah disekitar pondasi pada garis dasarnya atau bisa juga didefinisikan
sebagai daya dukung bruto dikurangi tekanan beban tambahan Df di sebelah
dasar telapak pondasi. Tekanan dukung netto merupakan tambahan tekanan
terhadap tekanan yang ada sebagai akibat dari berat beban berlebihan yang ada di
sebelahnya,
qu(nett) = q’ult – q
dimana: q = Df

3.2.2 Menghitung dimensi Pondasi


Dimensi pondasi dapat dicari dengan beberapa langkah sebagai berikut
a. Menentukan nilai cu
σ’ = γ.z1

cu1 = ………………………………………………………….……(3.97)

Dengan kedalaman B/2 sampai 1,1B (schmertmann (1978), Bowles)

cu =

b. Menentukan besar kapasitas daya dukung bersih


Kapasitas dukung dari tegangan tanah
q = γ x Df
A

Df
Gambar 4.12 gaya yang bekerja pada pondasi

Kapasitas dukung ultimit


Kapasitas dukung ultimit (ultimit bearing capacity) (qu) didefinisikan
sebagai beban maksimum per satuan luas di mana tanah masih dapat
mendukung beban tanpa mengalami keruntuhan.
kapasitas dukung ultimit yang digunakan adalah metode Meyerhof, hal ini
dikarenakan metode meyerhof digunakan pada semua kondisi, (Bowles)
qu = c. Nc [Fcs . Fcd . Fci] + q . Nq [Fqs . Fqd . Fqi] + 0,5 γ  [F γ s . F γ d
. F γ i] …………….……………………..…………………..………….……
(3.98)
Sehingga, qnetto = qu – q

qizin = ……………………………………………………………..….(3.102)

Dimensi pondasi dapat dirumuskan:


A = P/qizin ………………………………………………………………..….(3.103)
Diperoleh dimensi
B/H = √A
Ket:
Q = Gaya aksial setiap kolom
A = Luas penampang pondasi telapak
A’= Luas penampang pondasi yang sudah direduksi (A’=A+(10%))
B/H = Dimensi pondasi telapak
h = Kedalaman Sondir dimulai pada tanah kondisi 1 (z=0 m)

3.2.2 Penulangan Pondasi

Gambar 3.11 Desain pondasi

1. Menghitung Tebal Pelat Pondasi


Menghitung tebal plat pondasi menurut Kriteria Geser 2 Arah
- Tinggi efektif pelat: d = 0,9.ht
- Keliling penampang kritis untuk aksi geser dua arah:

bo = 2 . (hc + d) + 2 . (bc + d)

Gaya geser yang bekerja pada pelat pondasi:


Vu = qmax . Tributary Area

Kekuatan geser sumbangan beton (Vc)


Untuk pelat dan pondasi telapak non-pratekan, diambil nilai terkecil dari:
a. Persamaan 1
1  2 
Vc =  1   fc'.bo .d
6   c 

βc = rasio sisi panjang terhadap sisi pendek dari kolom


hc
βc = , dengan hc > bc
bc
b. Persamaan 2

1   s .d 
Vc =    2   fc'  bo .d
12  bo 
αs = 40 untuk kolom interior
αs = 30 untuk kolom eksterior/tepi
αs = 20 untuk kolom sudut

c. Persamaan 3
Vc = 0,33 . fc'  bo  d

Kuat geser sumbangan beton rencana (Vc)


Kontrol Vc Vu, maka pelat aman untuk menahan aksi dua arah geser
pons.
c

kolom

d/2 d/2

(c+d)

penampang kritis
(c+d)
B

(c+d)

Gambar 3.12 Tebal Pelat

2. Penulangan Pelat Pondasi

Prosedur penulangan plat :


a. Momen nominal
 = 0,80 , karena komponen lentur
Mu
Mn 

b. Rasio tulangan minimum
1,4
 min 
fy
c. Rasio tulangan maksimum:
β1 = 0,85 0<fc’≤30Mpa
β1 = 0,85-0,008 (fc’-30) 30<fc’<55Mpa
β1 = 0,65 fc’≥55Mpa
ρmax = 0,75. Ρb
 0,85. fc'  600 
ρmax = 0,75  1 . 
 fy  600  fy 
d. Rasio tulangan perlu:
Mn
Rn 
b.d 2

0,85. fc'  2.Rn 


 .1  1 
fy  0,85. fc' 

Jika nilai ρ < ρmin, maka dipakai ρmin


Jika nilai ρ > ρmin, maka dipakai ρmin

e. Luas tulangan perlu:


As = ρ. b. d
dicoba diameter tulangan Ø = ...

f. Jarak tulangan utama:


1
. . 2 .b
Jarak tulangan = 4 (dibulatkan kebawah)
As
Maka dipakai tulangan φ = .... – jarak tulangan

Cek jarak antar tulangan utama:


S < 3h , dan
S < 500 mm

Gambar 3.13 Penulangan Pondasi


3.2.3 Penurunan
Penurunan pondasi harus diperkirakan dengan sangat hati–hati untuk
berbagai jenis bangunan seperti gedung, jembatan, menara.
Penurunan dibagi menjadi 2 tipe yaitu: penurunan segera dan penurunan
konsolidasi.
1. Penurunan Seketika/Segera.
Penurunan yang terjadi pada waktu beban diterapkan atau dalam jangka
waktu tertentu. Penurunan segera atau penurunan elastis adalah penurunan yang
dihasilkan oleh distorsi massa tanah yang tertekan dan terjadi pada volume
konstan. Penurunan pada tanah-tanah berbutir kasar dan tanah-tanah berbutir
halus yang tidak jenuh termasuk type penurunan segera.
Tegangan yang diakibatkan oleh beban terbagi rata bentuk persegi :
Tambahan tegangan vertikal akibat beban terbagi rata flexibel berbentuk
persegi dengan ukuran panjang L dan lebar B. Dapat dihitung dengan persamaan:
∆σ = I.q
Dimana: Δσ = tegangan tanah
q = daya dukung tanah maksimum
I = faktor pengaruh yang dapat diperoleh dari monogram
hubungan antara m, n dan I
Dengan rumus Boussinesq :
B L
(m = ) dan (n = )
z z

1  2mn m 2  n 2  1 m 2  n 2  2 2
1 2 mn m  n  1 
2 
I=  2 2 2 2
. 2 2
 tan 
4  m  n  m .n  1 m  n  1 m 2  n 2  m 2 .n 2  1 

Apabila I (faktor pengaruh) yang dihasilkan adalah negatif (-), maka menurut
Newmark (..), rumus mencari nilai I diatas dapat ditambah dengan nilai ().

Persamaannya adalah sebagai berikut:


 2mn m 2  n 2  1 m 2  n 2  2  2 2  
1 1  2mn m  n  1 
I=  2 .  tan   
4 2 2 2 2 2
 m  n  m .n  1 m  n  1  m 2  n 2  m 2 .n 2  1  
 
Δσ. z
Rumus Penurunan : ΔH =
E
Dimana: ΔH = penurunan segera
z = kedalaman lapisan
B = lebar pondasi
L = panjang pondasi
E = modulus elastisitas

2. Penurunan Konsolidasi.
Penurunan yang tergantung waktu dan berlangsung dalam beberapa bulan
sampai bertahun-tahun.
Persamaan yang digunakan adalah:
∆  z = I.q
a b
Harga I diperoleh dari monogram hubungan , dan I
z z
Penurunan konsolidasi adalah perpindahan vertikal permukaan tanah sehubungan
dengan perubahan volume pada suatu tingkat dalam proses konsolidasi.
Rumus penurunan konsolidasi adalah:
Cc  P  P 
∆H = H  log 0 
1  e0  P0 
Dimana:
ΔH = penurunan konsolidasi
Cc = indeks kompresi
e0 = angka pori
H = kedalaman
P0 = tegangan akibat beban sendiri, (P0 = .H)
∆p = tambahan tegangan pada tengah-tengah lapisan yang
akanberkonsolidasi.
Mulai

Data Perancangan

Prelliminary Design

Pembebanan Ekivalen

Analisa Struktur Desain Pelat

Desain Kolom Desain Balok

Desain Pondasi

Perhitungan
Daya Dukung
Pondasi

Perencanaan
Pondasi
Telapak

Penurunan
Pondasi
Telapak
Analisa

SELESAI

Gambar 3.18 Flowchart Prosedur Perancang


IV. JADWAL PELAKSANAAN

Perkiraan lama pelaksanaan dari perencanaan ini dapat dilihat pada tabel berikut.
Bulan
Kegiatan 1 2 3 4 5 6
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Tahap Persiapan
a. Pembuatan Data Perancangan
b. Pembuatan Proposal Tugas Akhir
Tahap Pelaksanaan
a. Prelliminary Desain
b. Perhitungan Pembebanan
c. Analisa Struktur
d. Perhitungan Penulangan
e. Desain Pondasi
f. Perhitungan penurunan
Pembuatan Laporan
a. Pembuatan Draft Laporan
dan Konsultasi
b. Sidang Tugas Akhir
c. Perbaikan Draft Tugas Akhir
d. Penggandaan Tugas Akhir
DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional. 2002. Tata cara perhitungan struktur beton untuk

bangunan gedung SK_SNI_03_2847_2002 .

Bowles, J. 1993. Analisis dan Desain Pondasi, Edisi Keempat Jilid 2. Alih bahasa

oleh Pantur Silaban. Erlangga. Jakarta.

Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. 1981. Peraturan Pembebanan

Indonesia untuk Gedung 1983. Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah

Bangunan. Bandung.

Hakim, Said Lukmanul dan F.Handono Siswanto. 2007. Perhitungan Konstruksi

Bangunan Perkantoran di Banjarbaru. Universitas Lambung Mangkurat.

Banjarbaru.

Haris, Muhamad dan Hasbi Arripaini. 2007. Studi Perbandingan Penulangan

Bangunan Beton Antara Metode Konvensional dan Portal Ekivalen

(Studi Kasus Pada Bangunan Ruko Di Jl. Ahmad Yani Km 1,5 Banjarmasin).

Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.

Iskandar, dkk. 2005. Bahan Kuliah – Struktur Beton Bertulang I. Universitas

Lambung Mangkurat. Banjarmasin.

Pradoto Suhardjito, Dr. Ir 1989. Teknik Fundasi. Laboratorim Geoteknik Pusat Antar

Universitas Ilmu Rekayasa ITB. Bandung.

Tjitradi, Darmansyah. 2005. Diktat Kuliah – Struktur Beton Bertulang II. Universitas

Lambung Mangkurat. Banjarmasin.

Anda mungkin juga menyukai