Oleh :
PROGRAM PASCASARJANA
TEKNIK SIPIL UNIVERISTAS UDAYANA
DENPASAR - 2011
i
DAFTAR ISI
Bab I Pendahuluan
1.1 Definisi .............................................................................. 1
1.2 Konsep dasar beton prategang ............................................. 2
1.3 Ide dan perkembangan penggunaan pratekan ....................... 7
1.4 Cara memberi pratekan dan pengukuran ujung .................... 9
1.5 Keuntungan dan kerugian beton prategang .......................... 13
1.6 Material .............................................................................. 15
ii
3.3 Desain akhir ....................................................................... 39
3.3.1 Desain elastik, tidak diizinkan tegangan tarik pada beton
baik dalam keadaan awal maupun akhir ....................... 40
3.3.2 Desain statistik, dengan mengizinkan tegangan tarik
tetapi kekuatannya tidak diperhitungkan ..................... 44
3.3.3 Desain elastik, dengan mengizinkan tegangan tarik dan
kekuatannya diperhitungkan ........................................ 47
3.4 Desain dengan teori elastik, penampang komposit ............... 49
iii
7.2.2 Ratio prategang persial ............................................. 83
7.2.3 Langkah-langkah perhitungan ................................... 84
Daftar Pustaka
iv
BAB I PENDHULUAN
1.1 Definisi
Menurut beberapa peraturan, definisi dari beton prategang adalah
sebagai berikut :
a. Menurut PBI-1971
Beton prategang, adalah beton bertulang di dalam mana telah
ditimbulkan tegangan-tegangan intern dengan nilai dan pembagian
yang sedemikian rupa hingga tegangan-tegangan akibat beban-
beban dapat dinetralkan sampai suatu taraf yang diinginkan
c. Menurut ACI
Beton prategang, adalah beton yang mengalami tegangan internal
dengan besar dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat
mengimbangi sampai batas tertentu tegangan yang terjadi akibat
beban eksternal (4)
1
1.2 Konsep dasar beton prategang
Ada tiga konsep yang berbeda-beda yang dapat dipakai untuk
menjelaskan dan menganalisis sifat-sifat dasar dari beton prategang (4)
a. Konsep pertama Sistem prategang untuk mengubah beton menjadi
bahan yang elastis. Ini merupakan buah pemikiran Eugene
Freyssinet yang memvisualisasikan beton prategang pada dasarnya
adalah beton yang di ditransformasikan dari bahan yang getas
menjadi bahan yang elastis dengan memberikan tekanan (desakan)
terlebih dahulu (pratekan) pada tahan tersebut. Dari konsep ini
lahirlah kriteria “tidak ada tegangan tarik” pada beton. Pada
umumnya telah diketahui bahwa jika tidak ada tegangan tarik pada
beton, berarti tidak akan terjadi retak, dan beton tidak merupakan
bahan yang getas lagi melainkan berubah menjadi bahan yang
elastis.
2
F M y
= ± ……………………………………. (1.3)
A I
3
e
4
beton serta tegangan dan regangan pada baja. Kombinasi ini
memungkinkan pemakaian yang aman dan ekonomis dari kedua
bahan dimana hal ini tidak dapat dicapai jika baja hanya ditanamkan
dalam beton seperti pada beton bertulang biasa.
5
c. Konsep ketiga, sistem prategang untuk mencapai per-imbangan
beban. Konsep ini terutama menggunakan prategang sebagai suatu
usaha untuk membuat seimbang gaya-saya pada sebuah batang (lihat
gambar 1.5 dan gambar 1.6). Penerapan dari konsep ini menganggap
beton diambil sebagai benda-benda dan menggantikan tendon
dengan gaya-gaya yang bekerja dan pada beton sepanjang beton.
6
Prinsip dasar sistem prategang mungkin telah dipakai pada konstruksi
berabad-abad yang lalu, pada waktu tali atau pita logam diikatkan
mengelilingi papan kayu yang melengkung, yang membentuk sebuah
tong (gambar 1.7). Pada penerapan disini, pita dan kayu dalam keadaan
tertegang sebelum dibebani tekanan cairan dari dalam.
7
Kemudian tingkat pengembangan saat ini dalam bidang beton prategang
adalah hasil penelitian yang terus-menerus yang dilakukan oleh para
insinyur dan ilmuan dalam bidang ini selama 90 tahun terakhir.
Dalam 1986, Jackson dari San Francisco mengajukan patent untuk
konstruksi batu buatan dan perkerasan beton, dimana telah
diperkenalkan praktekanan dengan menarik batang-batang tulangan
yang disusun dalam pipa-pipa. Dohring dari Jerman membuat pelat-
pelat dan balok-balok kecil dalam 1888, dengan memakai kabel-kabel
tarik yang tertanam dalam beton untuk menghindari retak -retak.
Gagasan dari pratekan untuk melawan tegangan-tegangan yang
disebabkan oleh beban-beban pertama-tama telah dikemukakan
Insinyur Austria bernama Mandi dalam 1986. M. Kenen dari Jerman,
mengembangkan lebih lanjut hal ini dengan melaporkan kehilangan -
kehilangan pratekanan yang disebabkan oleh perpendekan elastis beton
dalam 1907. Hal ini yang penting dari kehilangan pratekanan yang
disebabkan oleh penyusutan beton pertama-tama telah dikenali oleh
Steiner di Amerika Serikat sekitar tahun 1908.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang melelahkan dan dilakukan
terus-menerus terhadap sifat-sifat beton dan baja, maka banyak
kesulitan demi kesulitan yang ditemukan dan dapat diatasi oleh para
pakar terdahulu seperti, Engene FRESSINET, mengenai cara mengatasi
terhadap kesulitan terhadap hilangnya prategang, dan buah pikiran dari
Yues GUYON dalam mengatasi kesulitan yang ditimbulkan oleh
kerumitan struktur, seperti struktur hiperstatis dimana akan timbul
tegangan-tegangan sekunder akibat gaya tambahan yang secara tepat
untuk menganalisanya, serta buah pikiran dari T. Y. LIN mengenai
beban berimbang (load balancing). Demikian penggunaan beton
prategang menyebar secara secepatnya dari tahun 1935 dan seteru snya,
8
yang dipakai secara luas untuk konstruksi jembatan, atap kulit kerang
dan lain sebagainya.
9
Gambar 1.9 Metoda Pre-Tensioning
10
Langkah 1, Beton di cor dan tendon diatur sedemikian dalam sheat,
sehingga tidak ada letakan antara beton dan baja
(gambar 1.10 a)
Langkah 2, Tendon di tarik pada salah satu/kedua ujungnya dan
menekan beton langsung (gambar 1.10 b)
Langkah 3, Setelah tendon ditarik, kemudian dijangkarkan pada
ujung-ujungnya. Pretegang ditransfer ke beton melalui
jangkar ujung tersebut. Jika diinginkan baja terikat
pada beton, maka langkah selanjutnya adalah grouting
(penyuntikan) pasta semen ke dalam sheat (gambar
1.10 c)
11
a. Dengan prinsip kerja pasak yang menghasilkan penjepit gesek
pada tendon (lihat gambar 1.11 a)
b. Dengan perletakan langsung dari kepala paku keeling atau baut
yang di buat pada ujung tendon (gambar 1.11 b)
c. Dengan membelitkan tendon kesekeliling beton (gambar 1.11c)
12
Beton prategang memberikan keuntungan-keuntungan teknis
besar dibandingkan dengan konstruksi lainnya (beton bertulang
biasa) seperti :
Terhindarnya retak terbuka di daerah beton tarik, jadi lebih tahan
terhadap korosif
Pada beton bertulang
I = (1/12)b (0.3 h) 3
13
I = 1/12 bh 3
>>> 1/81 bh 3
14
Beton berkekuatan tinggi adalah perlu di dalam beton prategang oleh
karena materialnya memberikan tahanan yang tinggi dalam tegangan
tarik, geser, pengikatan dan dukungan. Dalam daerah angker, yang
tegangan-tegangan dukungnya menjadi lebih tinggi, beton
berkekuatan tinggi selalu lebih disukai untuk menghindarkan
pengangkuran yang khusus, sehingga dapat memperkecil biaya.
Pada beton prategang penting untuk mengetahui diagram regangan-
regangan untuk memperkirakan kehilangan gaya prategang dan juga
untuk analisis penampang.
Untuk lebih memahami sifat-sifat dan karakteristik dari beton mutu
tinggi, pembaca hendaknya mempelajari dari peraturan -peraturan
tentang beton yang berlaku.
b. Baja
15
Baja mutu tinggi merupakan bahan yang umum untuk menghasilkan
gaya prategang dan mensuplai gaya tarik pada beton prategang.
Yang menjadi penting juga dalam baja prategang adalah diagram
tegangan-tegangannya. Diagram tegangan-tegangan baja prategang
(mutu tinggi) berbeda dengan baja beton biasa (lihat gambar 1.13).
Pada baja prategang diagram tegangan rangsangannya tidak
tetap, tergantung dari diameter baja dan bentuknya
Sedangkan pada baja biasa, mempunyai diagram regangan-
regangan yang tetap untuk setiap diameter.
16
2.1 Umum
Analisa kehilangan prategang (loss of prestress) merupakan
bagian penting dari perencanaan konstruksi beton prategang. Sampai
saat ini analisa kehilangan prategang selalu berpedoman pada peraturan
beton prategang negara-negara yang sudah memilikinya. Diantara
peraturan-peraturan tersebut ada yang dengan mudah dapat disesuaikan
dengan keadaan di Indonesia dan ada pula yang sulit dilaksanakan
karena peraturan tersebut khusus dibuat untuk negara yang
bersangkutan.
Kehilangan prategang jangka waktu panjang harus dianalisa lebih
berhati-hati karena kehilangan ini erat sekali hubungannya dengan
keadaan lingkungan bangunan tersebut berada. Pada umumnya sumber
kehilangan prategang dapat dibedakan 2 (dua) bagian besar, tergantung
dari waktu terjadinya, yaitu kehilangan jangka pendek dan kehilangan
jangka panjang.
Berbagai jenis kehilangan prategang yang dijumpai dalam sistem -
sistem pre tensioning dan post tensioning dikumpulkan dalam tabel
berikut :
A. Dalam Jangka Waktu Pendek
No Pre tensioning No Post tensioning
1. Deformasi elastis beton 1 Tak ada kehilangan karena
deformasi elastis kalau
semua tendons ditegangkan
bersamaan. Kalau tendons
ditegangkan secara
berurutan, akan terdapat
kehilangan prategang
karena deformasi elastis
beton.
2. Gerakan
3. Penggelinciran angker
17
1. Susut beton 1. Susut beton
2. Rangka beton 2. Rangkak beton
3. Relaxasi baja 3. Relaxasi baja
a = ε b .E a
b
= . Ea
Eb
= n. b
a. Deformasi…………..
18
a.1 Sistem Pre Tensioning
Bila tendons d, titik berat beton
P
'b =
Ab
ae .A
=
Ab
= ae .
ae = at - n b
= at - n b
ae
=
1 n.
Kehilangan prategang :
. a = at - ae
at
= at -
1 n.
Jadi :
n.ω
. a = at
1 nω
bila tendons ada exentrisitas sebesar (e a )
Maka gaya prategang akan menimbulkan momen sebesar
M = P. e e
= ( ae . A).ea
Maka :
ae . A ea2
= 1 2
Ab 1b
19
Dengan cara yang sama seperti di atas akan di dapat :
n (1 e a2 /12b )
A a at 2
1 n (1 e a /1b
2
nω ei.e a /12b
Δσ at σ at 2
1 nω ei.e a /1b )
20
σ at.A/m σ
σ bij = at.
Ab m
n σ at
Δσ a ij nσ b ij
m
Tendon ke i menderita (m-1) kali kehilangan :
n at
Δσ ai (m i )
m
Untuk tendons :
n ( at )
Ke 1 a1 = (m 1)
m
n ( at )
Ke 2 a 2 = (m 2)
m
n ( at )
Ke (m-1) a (m 1) = (1)
m
n ( at )
Ke (m) a (m) = (0)
m
Jumlah a
n ( at )
a = (m 1) (m 2) .......(1) (0)
m
m 1
a = at n ( )
2
21
n a at n m 1
a rata-rata = ( )
m m 2
b. Deformasi Elastis Beton Akibat Momen Total
Apabila tendons tidak pada titik berat beton (cgs tidak berimpit
dengan cgc). Maka beton pada cgs mengalami deformasi akibat
beban total (M t )
M t .ea
b
1b
Sehingga :
a = n. b
M t .ea
= n.
1b
22
2.2.2 Kehilangan Pragetang Akibat Gesekan Antara Tendons
dan Dinding Saluran
Dari macam-macam gesekan, maka gesekan ini adalah yang
terpenting untuk diperhatikan.
Gesekan dalam saluran tendons disebabkan oleh :
a. Gesekan fisis yang normal terjadi antara dua benda yang bergeser
satu terhadap lainnya, dalam hal ini tendons yang bergerak
terhadap dinding saluran yang diam, terutama pada trance
tendons berbentuk lengkung.
b. Melendut-lendutnya letak saluran tendons (tidak tepatnya tracee
saluran) disebut biasanya dengan “Wobble-effect”
c. Karatan-karatan yang terdapat pada tendons dan dinding saluran
tendons yang terbuat dari baja.
d. Kemungkinan adanya specie beton yang masuk (bocor) dalam
saluran tendons.
e. Kebersihan saluran.
23
Pratekanan dalam penampang sejauh x dari jack dihitung dengan
rumus EULER – COOLEY – MONTAGNON :
–( + K
F x = F a .e 1 x)
Dimana : :
Koef, gesekan tendons terhadap salurannya.
:
Perubahan sudut lingkungan (radikal)
K1 : Coef, wobble – effect
X : Panjang tendons dari tempat jack.
24
Uraian teoritis rumus tersebut di atas adalah sebagai berikut L\
μ. F. dx
= -
R
= - . F. dp. atau
dF
= - dp
F
F
1n.F Fa
F = Fa. a -
25
Jumlahnya menjadi :
- - K 1
F
In. F Fa
=
F = Fa. e (- -K1 )
26
2.3.1 Kehilangan Prategang Akibat Susut Beton
Beton mengalami susut karena :
- Hilangnya air dari beton karena mengering
- Pemadatan kurang sempurna
- Perubahan temperatur
- Komposisi adukan kurang sempurna
- Sifat-sifat fisis dari agregat
Δσ bs
bs =
Eb
Δ as A
Ab
=
Eb
Δσ as
=
Eb
27
as
ba ' bs ' bs ba
Ea
as as .
= bs -
Ea Eb
akan dapat :
E a . bs
as
1 n
28
2.3.2 Kehilangan Prategang Akibat Rangkak Beton
Rangkak beton adalah meregangnya/memendeknya beton tanpa
adanya pertambahan tegangan.
Apabila tidak dihitung dengan cara lain, menurut PBI 1971, maka
rangkak dari beton ( bp ) dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
b
bp =
Eb
= 1 . 2 . 3 . 4 . 5
bp = be + br r = rangkak
e = elastis
br = bp - be
29
b b
= -
Eb Eb
b
= ( -1)
Eb
e2
( 1)n 1 2a
ar at ib
e2
1 ( 1)n 1 2a
ib
c. Bila tendons berlapis-lapis (e 1 , e 2 , e 3 ………)
e .ei
( 1)n 1 a 2
ar at ib
e .ei
1 ( 1)n 1 a 2
ib
30
3 = Koef. yang bergantung pada jumlah
31
Umumnya pengamatan dilakukan selama 1000 jam pada suhu
tertentu dan beban awal tertentu.
Kehilangan relaxasi berdasarkan pengamatan tersebut adalah
kehilangan relaxasi-murni, karena tidak dipengaruhi oleh regangan
medium sekitarnya. Kehilangan jangka waktu panjang beton
prategang oleh susut beton, rangkak beton dan relaxasi baja terjadi
bersama-sama menurut perkembangan waktu. Jadi jelas regangan
susut beton dan regangan rangkak beton akan mempengaruhi relaxasi
baja. Kehilangan relaxasi nyata yang terjadi kurang dari relaxasi
murni.
Berdasarkan atas hasil beberapa percobaan, T. Y. Lin menganjurkan
bahwa kehilangan prategang baja akibat relaxasi baja adalah sebesar
:
Untuk sistem Pre tensioning sebesar : 8%
Dan untuk sistem Post tensioning sebesar : 8%
32
No Type Kehilangan Prosentase kehilangan tegangan
Pre tensioning Post
tensioning
1. Perpendekan elastis dan
lenturan beton 4 1
2. Rangkak beton 6 5
3. Susut beton 7 6
4. Relaxasi 8 8
Jumlah 25 20
Di dalam rekomendasi ini dianggap bahwa telah dilakukan pemberian
tegangan lebih secara sementara untuk mengimbangi kehilangan-
kehilangan geseran dan slip pada angker.
2.5. Kesimpulan
Banyaknya kehilangan prategang tidak mungkin dapat diketahui secara
pasti, karena banyaknya faktor-faktor yang turut menentukan dan saling
mempengaruhi selama terjadinya kehilangan tersebut. Dari analisa
kehilangan prategang di atas nyata sekali bahwa kehilangan prategang
jangka waktu panjang sangat dipengaruhi oleh lingkungan bangunan
tersebut berada. Oleh karena itu penggunaan peraturan beton prategang
negara lain, belum tentu sesuai untuk Indonesia, sehingga perlu
dicarikan formulasi yang lebih sesuai dan mudah dipergunakan di
Indonesia.
33
BAB III
DESAIN PENAMPANG UNTUK MENAHAN LENTURAN
Akan tetapi, ada perbedaan pokok antara sifat penampang balok beton
prategang dan beton bertulang. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut (4) :
a. Pada penampang balok beton bertulang, bila momen lentur
bertambah, besarnya gaya-gaya T dan C dianggap bertambah
sebanding, sedangkan lengan momen jd antara kedua gaya tersebut
praktis tetap, tidak berubah (gambar 3.2)
b. Pada penampang balok beton prategang akibat beban kerja, bila
momen lentur bertambah, besarnya C dan T praktis tetap konstan
sementara lengan momen (a) bertambah besar hampir sebanding
(gambar 3.1)
34
Gambar 3.1 Lengan momen (a), yang bervariasi pada balok
beton prategang (4)
Gambar 3.2 Lengan momen (jd) yang tetap pada balok beton
bertulang (4)
35
Selanjutnya dapat dijelaskan hubungan dasar antara distribusi
tegangan dan letak C, sesuai dengan teori elastic, (gambar 3.3). bila
C berimpit dengan titik inti (kern) atas atau bawah, distribusi
merupakan segitiga, dengan nol masing-masing pada serat bawah
atau serat atas, mengalami Tekanan, bila di luar kern, sebagian
penampang akan mengalami tarikan. Bila C berimpit dengan c.g.c,
tegangan akan merata di seluruh penampang beton.
36
3.2. Desain Pendahuluan
Desain pendahuluan penampang beton prategang untuk menahan
lenturan dapat dibentuk dengan prosedur yang sangat sederhana,
berdasarkan pengetahuan mengenai kopel gaya dalam C – 1 yang
bekerja pada penampang.
Langkah-langkah desain pendahuluan :
a. Memperkirakan tinggi balok (h)
Untuk memperkirakan tinggi balok (h), dapat dihitung rumus
empiris.
h = k √𝑀𝑡
dimana : h = tinggi balok (cm)
k = koefisien yang bervariasi antara 10-14
Mt = Mbs + Mbh
dengan,
Mbh = momen akibat beban hidup yang dapat di hitung
berdasarkan peraturan beban yang ada.
Mbs = 0,15 Mbh – 0,30 Mbh (ditaksir)
Sehingga
Mt = 1,15 Mbh - 1,30 Mbh
Atau h dihitung fungsi dari panjang bentang (L).
h = 1/14 L – 1/12 L (3.2)
(untuk bentang berat-jembatan)
h = 1/30 L – 1/20 L (3.3)
(untuk gedung).
b. Menghitung luas penampang beton (Ab)
Dasarnya tegangan beton dalam kondisi akhir seperti berikut (lihat
gambar 3.4).
37
Gambar 3.4 Desain pendahuluan penampang balok
T
Ab = br = tegangan izin beton rata-rata
br
= 0,5 br akhir
T
Ab = (3.5)
0,5 br akhir
Sehingga,
T
Ab = (3.7)
0,5 br akhir
38
Setelah luas penampang beton (Ab) di dapatkan berdasarkan
persamaan (3.5) atau persamaan (3.7), maka langkah selanjutnya
adalah menentukan bentuk penampang balok (balok U, balok T dan
lain sebagainya).
39
3.3.1 Desain elastis, tidak diizinkan tegangan tarik pada beton, baik
dalam keadaan awal maupun akhir.
Pada bagian ini akan dibahas desain akhir untuk penampang akibat
lenturan berdasarkan teori elastik tanpa terjadi tegangan tarik pada
penampang beton baik pada saat awal (peralihan) maupun saat akhir
(beban kerja).
40
Maka,
t1. y2
O= 1 2 (3.10)
ib
ib 2
t1 = (3.11)
y2
dengan cara yang sama harga t 2 didapat :
ib 2
t2 = (3.12)
y2
41
Dimana, e 2 = ea + t 2
T
Ta = (3.16)
(1 - T)
σr y b .awal. y 2
= 2 r=
σ b awal h h
sehingga,
Ta Ta. h
Ab = = (3.17)
r y 2 . b .awal
σr y b .akhir. y1
= 1 r=
σ b akhir h h
sehingga,
T T. h
Ab = = (3.18)
σr y1 . b .akhir
42
4. Menghitung Luas Tendon (Aa)
Bila luas penampang beton sudah cukup memenuhi, maka langkah
selanjutnya adalah menghitung luas tendon yang diperlukan :
a. Berdasarkan kondisi awal
Ta
Aa perlu = (3.19)
a .awal
a. Berdasarkan kondisi akhir
T
Aa perlu = (3.20)
a .akhir
Dari kedua harga Aa perlu yang dihitung berdasarkan persamaan
(3.19) dan (3.20), pilihlah yang terbesar kemudian tentukan
jumlah tendon yang diperlukan.
5. Pemeriksaan penampang
Pada langkah yang kelima ini menyangkut 2 (dua) perhitungan
sebagai berikut :
a. Menghitung total kehilangan prategang yang terjadi.
Perhitungan total kehilangan prategang ini mengikuti langkah-
langkah yang telah diuraikan pada Bab II
b. Menghitung tegangan-tegangan yang terjadi pada beton
1. Dalam Kondisi Awal
Pada serat atas
T Ta. ea. y2 Mbs y2
= - + (3.21)
Ab 1b Ib
Pada serat bawah :
T Ta. ea. y1 Mbs y1
= + - (3.22)
Ab 1b Ib
43
Pada serat atas
T T. ea. y2 Mt y2
= - + (3.23)
Ab 1b Ib
Pada serat bawah :
T T. ea. y1 Mt y1
= + - (3.24)
Ab 1b Ib
Tegangan-tegangan yang terjadi, yang di hitung berdasarkan
persamaan (3.21), (3.22), (3.23) dan (3.24) harus lebih kecil dari
tegangan beton yang diizinkan menurut peraturan yang berlaku.
Catatan : Tanda negatif (-), berarti tarik dan
Tanda positif (+), berarti tekan
44
(-)
(+ )
(+ )
(-)
(h h 1 ) σb
= (3.25)
h1 σ b awal
atau
h. b awal
h1 = (3.26)
σ a a b awal
h. b akhir
h2 = (3.27)
σ a a b akhir
45
Selanjutnya dicari sifat-sifat penampang, baik dalam keadaan awal
maupun keadaan akhir,
1. Menghitung Letak Tendon ( a)
Mt
T = (3.30)
t z 2 ea 2
dan
T
Ta = (3.31)
(1 T )
Ta 1 ea1 Mbs / Ta
Ab = (3.32)
b .awal.awal tz1
Bila tidak ada pergeseran tendon
Ta
Ab = (3.33)
b. awal. y12
46
b. Dalam kondisi akhir
T.h 2
Ab =
akhir. y12
5. Pemeriksaan Penampang
Langkah ini sama seperti pada langkah 5 (pemeriksaan
penampang) pada desain dengan tanpa mengizinkan tegangan
tarik pada beton, yaitu menyangkut 2 (dua) hal :
a. Menghitung total kehilangan prategang sesuai Bab II.
b. Menghitung tegangan-tegangan yang terjadi pada beon dengan
menggunakan persamaan (3,21), (3,22), (3,23) dan persamaan
(3,24).
47
1. Menghitung letak tendon (ea)
ea = t 11 + e1 (3.35)
dengan : e 1 = e 11 + e 12 (3.36)
e 11 Akibat adanya kekuatan tarik
(Ta.e 11 )y 2
b 21 =
1b
Sehingga :
21.1b
e 11 =
Ta. y 2
48
3.4. Desain dengan teori elatik, penampang komposit
Sebuah penampang gabungan (komposit), teridri dari dua bagian, yaitu:
1. Penampang prategang yang di pra-cetak (pre cast), yaitu bagian yang
dibuat (di pra-cetak) terlebih dahulu, biasanya di tempat khusus
seperti di pabrik. Tendon sudah ditegangkan di tempat khusus
seperti di pabrik pembuatan.
2. Bagian yang di cor-setempat (cast in place), di cor belakangan, yaitu
setelah bagian pre-cast di pasang pada tempatnya. Biasanya bagian
ini merupakan sebagian atau keseluruhan dari flens atas balok.
49
(a) Keadaan Awal
Gambar 3.10. Penampang Pre-Cast
σ b e1 . 1b
e 11 =
Ta./y 2
50
Mbs
e 12 =
Ta
dimana :
t1 = teras bawah bagian pre-cast
T T.ea. y1 T ea
b = =- 1 (3.51)
Ab 1b Ab t2
1b/y1 Ab.t 2
1 = = (3.53)
1b/y1 Ab.t 2
51
1 .Mq. y1 1 .Mq
1 = + = (3.54)
1b Ab.t 2
b T ea Mp .Mq
= 12 = - 1 + + 1
total Ab t2 Ab. t 2 Ab.t 2
Mp 1 .Mq - b 12 . Ab.t 2
T = (3.55)
Ab.t 2
T
Dan Ta = (3,56)
1 - T
Ta ea Mba / Ta
Ab = - 1 (3,57)
b.11 t2
Ta ea (Mp a 2 Mq)/T
Ab = - 1 (3,58)
b.22 t2
Ib/y 2
Dengan 2 =
Ib/y 2
52
a. Akibat gaya prategang awal (Ta)
Ta Ta.ea.y 1
b = ±
Ab Ib
b. Akibat berat sendiri bagian pre-cast (Mbs)
Mba.yi
b = ±
Ib
c. Akibat gaya prategang akhir (T)
T T.ea.yi
b = ±
Ab Ib
d. Akibat (Mp)
Mp.yi
b = ±
Ib
Catatan :
Kondisi Awal
53
Kondisi Akhir
Gambar 3.12 Superposisi Tegangan
Keterangan :
a. Tegangan akibat gaya prategang awal (Ta)
b. Tegangan akibat berat sendiri bagian pre-cast (Mbs)
c. Tegangan akibat gaya prategang akhir (T)
d. Tegangan akibat (Mp)
e. Tegangan akibat beban hidup (Mq), pada penampang gabungan
54
BAB IV
GESERAN BLOCK AKHIR DATA TATA LETAK TENDON
(SHEAR, END BLOCK AND CABLE LAYOUTS)
55
Menurut mekanika teknik :
2
tan 2Ө = (4,1)
ax y
56
σy = 0
F F .ea. yi M . yi
x
Ab Ib Ib
V.s
τ=
I.b
57
buah metoda klasik untuk menentukan keadaan tegangan pada sebuah
titik seperti dijelaskan pada setiap uraian mekanika bahan.
Metoda itu dapat dijelaskan secara garis besarnya sebagai berikut :
1. Dari geseran eksternal total (V) pada penampang kurangi geseran V p
yang dipikul oleh tendon untuk memperoleh geseran Vc yang dipikul
oleh beton (lihat gambar 4.4)
Vc = V- V p (4.2)
58
4. Tegangan tarik induk () yang bersesuaian dengan dan b di atas
kemudian diberikan oleh persamaan
2 2
ab ab
ρ=
2
(4.5)
2 2
Apabila tegangan tarik induk () lebih besar dari pada tegangan tarik
beton yang diizinkan, maka diperlukan penulangan geser (biasanya
dipakai tulangan sengkang dari baja lunak). Proses perhitungan
sangkang sama seperti pada beton bertulang biasa (sesuaikan dengan
peraturan yang berlaku)
Kesimpulan :
Jadi terlihat dari gambar lingkaran Mohr, bahwa beton pratekan lebih
aman dari beton bertulang biasa terhadap tegangan tarik induk (ρ). Hal
ini disebabkan oleh :
1. Karena umumnya seluruh penampang tertekan relatif lebih kec il
geser yang timbul pada beton pratekan relatif lebih kecil.
2. Karena umumnya kabel prategang miring, maka komponen vertical
gaya tendon memperkecil gaya lintang.
59
penjangkarannya. Namun berdasarkan pengamatan secara teoritis dan
eksperimen bahwa panjang block akhir ini tidak lebih besar dari tinggi
balok dan seringkali lebih kecil.
60
bp = 0,6 b1 ( Ab1 / Ab) (4.6)
F
Ap = (4.8)
Ab
(harus Ap < atau = Ab)
61
4.2.2. Tegangan tarik Transversal pada block akhir
Tegangan-tegangan pada block akhir, mempunyai karakter
tersendiri yang bersifat sangat kompleks. Penyederhanaannya
adalah sebagai uraian berikut :
Menurut percobaan :
z = 0,42 h (4.9)
62
sehingga :
M M
T = = (4.10)
z 0,42h
dimana :
M = Mx (momen terhadap serat x-x)
1 1 𝛼
M = (𝜎𝑏 . 𝑏 (ℎ1 )2 − (𝜎𝑏 . 𝑎). (4.11)
2 2 2
Kemudian :
N = p . 2 ( b ) 2 .b..h
Atau
b '.b.h
p = (4.12)
2
dengan : b = lebar balok
axa = ukuran plat bantalan
63
Maksudnya, menentukan daerah aman kabel sepanjang balok
sehingga tegangan-tegangan yang terjadi tidak melampaui yang
tegangan yang diizinkan.
b. Di ujung bentang (M = 0)
64
Gambar 4.9, Batas daerah aman tendon, di ujung balok
Dalam keadaan awal
Batas bawah, terletak sejauh a 1 dari teras bawah
(Tb) dimana :
M min
a1 = 0 (4.16)
Ta
65
Gambar 4.10 Letak daerah batas untuk cgs tanpa diizinkan
tegangan tarik
b 2. Ab.t 2
∆a 2 = (4.18)
T
dimana :
66
b2 = teg. Beton tarik yang diizinkan pada keadaan akhir.
Ab = luas penampang beton
t1 = jarak teras bawah dari cgc
t2 = jarak teras atas dari cgs
Ta = gaya prategang awal
T = gaya prategang akhir
Karena a 1 dan a 2 tetap, maka seluruh sistem akan bergeser ke
bawah sebesar ∆a 1 dan ke atas sebesar ∆a 2 (gambar 4.11)
67
berarti bahwa tidak ada daerah yang tersedia untuk letak cgs,
dan baik gaya prategang ataupun tinggi balok harus ditambah
BAB V
DESAIN ELASTIS METODA BEBAN BERIMBANG (LOAD
BALANCING METHOD)
68
Wr Wb
Ѳ
R P
Ѳ
Wr WH
Ѳ Pd Ѳ
P
ds
maka :
P
Wb = dan Wh = 0
r
P
Dimana Wb = disebt dengan “Gaya Imbang”
r
5.2. Konsep Beban Berimbang
Suatu tendon prategang diberi bentuk dan gaya yang sedemikian rupa,
sehingga sebagian dari beban luar (termasuk beban mati) yang telah
ditetapkan dapat diimbangi sepenuhnya.
Psin 2
2
Pcos 2
69
Wb
Pcos 1
1
Psin 1
.x
70
Sebagai contoh untuk balok sederhana (atas dua perletakan ) momen
pada kedua tumpuan = 0 dan eksentrisitas kabel pada kedua
tumpuan = 0, maka syarat batasnya menjadi :
y = 0 pada x = 0
dan x = L
Substitusi syarat batas pada persamaan (5,4), diperoleh :
y = o dan x = o c2 = 0
1
y = o dan x = o c2 = wb
2
Sehingga persamaan (5,4) dapat ditulis :
Wb.x.(L x)
P.y = 2 (5,5)
Wb.L2
P. =
8
Atau :
8 p. (5.6)
Wb =
L2
71
2. Gaya Imbang balok kantilever tendon parabola
Dengan cara yang sama untuk balok kentilever akan di dapat :
Wb.L2
P. =
2
Atau
2P.λ
Wb = (5.7)
L2
(5.8)
V = 2 P sin Ө
72
Pembahasan :
Dalam kedudukan seimbang ini pada struktur tidak terjadi lendutan
(deflection = 0 ) dan semua lentur tidak bekerja (M = 0).
Tegangan pada beton di semua penampang struktur akan bekerja
merata, yaitu sebesar :
P
Tegangan beton =
Ab
dengan : P = gaya prategang
Ab = luas penampang beton.
Kondisi ini terjadi pada konstruksi statis tertentu, maupun statis tak
tentu.
Untuk balok beton prategang diterapkan karena drap (sag) = 0
BAB VI
ANALISIS PENAMPANG TERLENTUR
73
1. Bidang rata akan tetap rata sebelum dan sesudah pembebanan
(konservasi bidang rata Navier), sehingga deformasi berbanding
lurus terhadap garis netralnya.
2. Terjadinya lekatan sempurna antara baja dan beton
3. Kekuatan tarik beton diabaikan
74
A = Luas penampang pelat
Y = Jarak serat yang ditinjau ke garis netral
I = momen inersia penampang pelat
M = momen lentur akibat beban luar termasuk berat sendiri
F F.e.yb Mcr.yb
fr
A I I
Gambar 6.2. Tegangan Yang Terjadi
Dimana :
Mcr = Momen luar termasuk akibat berat sendiri yang
menyebabkan serat tarik mengalami retak.
yb = jarak serat bawah ke garis netral
ft = modulus of rupture dari beton
Besarnya momen retak dapat ditulis :
75
F.I fr.I
Mcr = F. e + + (6,3)
A.yb yb
76
tetapi ß 1 > = 0,65
(untuk fc 1 > 30 MPa)
fs = As. Es total (untuk fs < (fy) dan
fs = fy (untuk fs > = fy)
Kekuatan nominal menurut peraturan :
77
3. Regangan diasumsikan terdistribusi secara linear sepanjang tinggi
balok sesuai gambar 6.3 (b)
4. Gaya-gaya tarik dan tekan yang bekerja pada penampang harus
dalam keseimbangan, perhatikan gambar 6.3 (c) dan juga gambar
6.4, gambar 6.5.
2 Φ x Φ x 2
Tegangan beton = fc = fc
σ o σ o
co fc b dx b fc co 2 Φ x Φ x2 dx
2 2
Cc =
σo σ o
2 Φc
co fc c
Cc =
o 1 3 σo
8 a 3 Φ c
x = c
12 σo - 4 c
78
keadaan retak dan sifat-sifat bahan yang sesungguhnya digunakan untuk
menganalisis respon penampang retak.
79
BC fc' 1 100 0 0
BC fc' 1 100 0 0.02
2 0 0
2
AB fc fc'
0 0
2 0 0 2
fc fc'
0.002 0.002
Regangan (x 10 -4 )
76
KURVA TEGANGAN REGANGAN BAJA PRATEGANG
77
BAB VII
PRATEGANG SABAGIAN DAN TULANGAN NON PRATEGANG
78
Suatu keuntungan penting dari prategang sebagian adalah
berkurangnya lendutan ke atas (ember). Pengurangan lendutan ke atas
menjadi minimum adalah penting, khususnya bila beban melebar atau
beban mati relatif kecil dibandingkan dengan beban rencana total.
Prategang sebagian dapat diperoleh salah satu dari beberapa
berikut :
1. Dengan menggunakan baja yang lebih sedikit untuk prategang : ini
akan menghemat baja, tetapi juga mengurangi kekuatan batas yang
besarnya hampir berbanding lurus terhadap jumlah baja.
2. Dengan menggunakan baja tegangan tarik tinggi yang sama
jumlahnya, tetapi sebagian tetap merupakan tulangan biasa (non
prategang) : ini akan menghemat sejumlah penarikan dan
pengankuran dan dapat meningkatkan kekenyalan tetapi
mengakibatkan terjadinya retak yang lebih dini dan kekuatan batas
yang sedikit lebih kecil.
3. Dengan menggunakan jumlah baja yang sama, tetapi dengan tingkat
penarikan yang lebih rendah : pengaruh dari cara ini serupa dengan
metoda 2, tetapi tanpa penghematan angkur ujung.
4. Dengan menggunakan baja prategang yang lebih kecil dan
menambahkan sejumlah baja lunak untuk tulangan : ini akan
memberikan kekuatan batas yang diinginkan dan akan menghasilkan
kekenyalan yang lebih besar tetapi dengan retak yang lebih dini.
Seorang ahli harus mempertimbangkan metoda mana yang
diinginkan untuk suatu struktur tertentu. Keuntungan dan kerugian
prategang sebagian dibandingkan dengan prategang penuh. Sebagian
berikut :
Keuntungan
79
1. Pengembalian lendutan ke atas (gambar) yang lebih baik
2. Penghematan dalam jumlah baja prategang
3. Penghematan dalam pekerjaan penarikan dan pengangkuran ujung.
4. Memungkinkan kenyataan yang lebih besar pada struktur
5. Pemantapan yang ekonomis dari baja lunak.
Kerugian :
1. Retak yang lebih dini
2. Lendutan yang lebih besar akibat beban yang berlebihan
3. Tegangan tarik utama yang lebih tinggi di bawah beban keras.
4. Sedikit pengurangan dalam kekuatan lentur batas untuk jumlah baja
yang sama.
80
Dalam tahap pembebanan kerja (tahap elastis), perhitungan
beton bertulang didasarkan pada keadaan retak dari penampang,
karena tulangan itu berfungsi untuk mengambil alih gaya tarik
yang tidak dapat lagi dipikul oleh beton, sedangkan dalam hal
beton prategang, perhitungan didasarkan pada keadaan
penampang utuh (tidak retak). Namun demikian dalam keadaan
batas, antara beton berulang dan beton prategang ini mempunyai
pola yang tidak begitu berbeda seperti terlihat dalam gambar
berikut (11,14) :
81
Penampang Regangan Tegangan Gava
(a) Kondisi beban kerja (elastic)
82
Penampang Regangan Tegangan Gava
Kondisi beban batas (ultimit)
Gambar 7.3 Beton Prategang Parsial (Beton Bertulang
Prategang)
Dengan
I Ma Ia : Momen batas yang diimbangi oleh tulangan
prategang
I Ma 1a P : Momen batas total yang diimbangi oleh tulangan
prategang dan non-prategang.
83
Kedudukan garis netral (tinggi x) di cari sedemikian rupa
sehingga keseimbangan penampang tercapai. Artinya bahwa
N bu – Na-N (7.2)
Dengan : N’ bu = φ x 1 o a i bu
Na = Aa. au
N = A . PU
84
BAB VIII
BALOK MENERUS (CONTINOUS BEAM)
w.L2
T ' a'
8
wc.L2
2T ' a'
8
ω L2 8 T 2 .a
= T 1 .a ω= (8.1)
8 L2
Dari gambar 8.2 :
ω c L2 16 T 2 .a
= 2. T 1 .a ω c = (8.2)
8 L2
85
Dengan membandingkan gambar 8.1 dengan gambar 8.2 atau persamaan
(8.1) dengan (8.2) terlihat bahwa Wc = 2 ω .
Ini berarti bahwa dua kali beban pada balok sederhana dapat dipikul
oleh bentang menerus dengan jumlah beton dan baja yang sama. Ini
menyatakan suatu dalam mendesain struktur beton prategang. Karena
kekuatan yang dipunyai oleh konstruksi menerus ini, kita dap at
menggunakan penampang-penampang beton yang lebih kecil untuk
beban dan batang yang sama, yang mengurangi beban mati dari struktur
tersebut dan memperoleh semua penghematan yang diakibatkannya.
86
Pada balok menerus, gambar terhalang oleh perletakan tangan
(gambar 8.4 c). Jadi seolah-olah ada beban akibat reaksi perletakan
tersebut. Sebagai konsekuensi dari reaksi perletakan ini akan bekerja
ke bawah dan menimbulkan momen sekunder dalam balok menerus
ABC seperti ditunjukkan oleh gambar 8.4 d.
87
Gambar 8.5 Kedudukan Tendon Untuk Balok Menerus
88
-*Gambar 8.6 Momen Akibat Prategang Pada Balok Menerus
89
Gambar 8.7, Garis-G pada balok sederhana
90
Gambar 8.8. Garis-C pada balok menerus
91
1. Eksentritas kabel prategang adalah kecil bila dibandingkan terhadap
panjang komponen struktur
2. Kehilangan prategang akibat gesekan dapat diabaikan (namun harus
diperhitungkan kalau ternyata cukup besar)
3. Penggunaan tendon yang serba sama untuk seluruh panjang
komponen struktur.
Prosedur / Langkah-Langkah Analisis :
1. Gambarkan diagram woman primer (Mr) untuk seluruh balok
menerus tanpa tumpuan akibat eksetrisitas gaya prategang. Diagram
momen ini dapat dengan mudah dihasilkan dengan menggambarkan
Kurva eksentisitas namun dengan skala yang sesuai (gambar 8.9.b).
Mp = T. Ө1 (8.4)
dengan T = gaya prategang efektif (konstan)
2. Gambarkan diagram pembebanan yang bersesuaian dengan bentuk
tendon, yang dapat dilakukan sebagai berikut :
(lihat gambar 8.9 d)
Bila kabel patah, timbul beban terpusat pada patahan sebesar :
P = T sin Ө1 (8.5 a)
Bila kabel melengkung (parabola) timbul beban merata sebesar
T sin 2
= (8.5 b)
L1
92
Gambar 8.9, Menghitung Garis-C
93
Dan deviasi a dari garis – C terhadap cgs, dapat diberikan oleh :
Lihat gambar 8.9 a
MR Mp
a= (8.7)
T
94
posisi cgs-line, maka posisi tendon yang demikian disebut
“COBCORDANCY OF CABLE” (tendon yang konkordan)
dx
dengan : K = a =
1
Dalam balok beton prategang, M = P.e (momen primer), maka :
P e m K
a= E
(8.10)
95
a=
P
Σ K m e (8.11)
E
untuk suatu profil konkordan, a = 0,
Sehingga dengan demikian, untuk memperoleh konkordan kabel, maka
eksentrisitas kabel sepanjang balok disusun sedemikian untuk
memenuhi syarat berikut :
P
Karena : tidak sama dengan nol, maka
E
Kme=0 (8.12)
96
Mr
T = (8.15)
/3
DAFTAR PUSTAKA
97
1. --------------------, Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971. NI-2.
2. --------------------, Draft Konsensus Pedoman Beton 1988.
3. ACI Committee 318, “Building Code Requirement for Reinforced
Concrete, (ACI 318-83).
4. Lin, T. Y. and N. H. Burn “Design of Prestressed Concrete Structures:
Third Edition, John Willey and Sons Ins, New York 1982.
5. Naaman, A. E., “Prestressed Concrete Analysis and Design
Fundamentals”, McGraw-Hill, New York 19824.
6. Krishna raju, N., “Prestressed Concrete” McGraw-Hill, New York
1981.
7. Libby, James R., “Modern Prestressed Concrete”, Second edition, Van
Nostrand Reinhold Company, New York 1977.
8. Furguson, Phil M., “Reinforced Concrete Fundamental”, Fourth
Edition, John Wiley & Sons Ins, New York 1979.
9. Park, R., and Paulay, T., “Reinforced Concrete Structures”, Wiley, New
York, 1975.
10. Saouma, V. E., “Partially Prestressed Concrete Beam Optimation”,
Journal of Structural Engineering, ASCE, Vol. 110, No. 3, March, 1984.
11. Ridwan Suhud, Beton Prategang Parsial.
12. Ridwan Suhud, Bahan Kuliah Beton Prategang
13. Hadipratomo, W. “Struktur Beton Prategang”, Nova Bandung, 1984.
14. Susanto, B., “Optimasi Balok Beton Prategang Parsial.
98