Anda di halaman 1dari 51

REKAYASA HIDROLOGI

Bab V Unsur-Unsur Aliran Sungai

Bab VI Hidrograf Banjir

KELOMPOK 3

MUKHLIS IBRAHIM D111 15 028

CELVYN APRILIANTO KAREBA D111 16 316

BELLA ANISHA AL HAYYU D111 16 317

MUHAMMAD NUR VICQRIN D111 16 504

TRYANTO CHRISMA RATU D111 16 533

DEPARTEMEN SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

GOWA

2017
BAB V

UNSUR - UNSUR ALIRAN SUNGAI

5.1. PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan ditinjau aspek hidrologi aliran sungai. Aspek-aspek lain mengenai
pengangkutan sedimen, morfologi palung sungai, dengan sendirinya benda di luar jangkauan
pembahasan dalam Bab ini.

Di bawah ini diberikan beberapa definsi mengenai :

a. Debit : Volume air yang mengalir per satuan waktu melewati suatu
penampang melintang palung sugai, pipa, pelimpah, akuifer,
dan sebagainya.
b. Limpasan (run off) : Semua air yang bergerak ke luar dari pelepasan (run off)
daerah pengaliran ke dalam sungai melewati rute baik di atas
permukaan maupun lewat bawah tanah sebelum mencapai
sungai tersebut.
c. Limpasan permukaan : Limpasan air yang selalu mengalir di atas permukaan tanah
(surface run off)
d. Limpahan bawah tanah : Sama dengan limpasan permukaan tetapi selalu melewati
(subsurface run off) rute bawah tanah, dan waktu meninggalkan daerah
pengaliran pada pelepasannya berupa aliran permukaan
(surface stream)
e. Limpahan bulanan : Volume V air selama bulan tertentu atau ekuivalen dengan
debit rata-rata dalam bulan tersebut. Dapat pula dinyatakan
sebagai tinggi d, agar dapat dibandingkan dengan hujan dan
penguapan (evaporasi).
𝑉
𝑑= = ∫ 𝑄 𝑑𝑡
𝐴
dimana A = luas daerah pengaliran, dan integralnya
dimaksudkan untuk menjumlahkan debit sepanjang bulan
yang bersangkutan.
f. Limpahan rata-rata : Harga rata-rata aliran dalam tiap bulan suatu tahun atau
bulanan atau tahunan aliran tahunan
5.2. LENGKUNG MASSA

a. Definisi

Debit sungai berubah-ubah menurut waktu. Angka sekian m3 / detik menunjukkan


debit sesaat pada suatu pos pengukur debit. Hidrograf adalah penyajian secara grafis variasi
debit menurut waktu. Dari hidrograf tersebut kita dapat mengetahui berapa besar volume air
yang melewati pos pengukur debit dalam suatu waktu tertentu. Lengkung massa adalah
penyajian grafis suatu aliran akumulatif atau volume air dari t = 0 sampai t = t sebagai fungsi
waktu.

Lengkung massa yang paling sederhana didapat dari suatu debit konstan QO selama
selang waktu T. Volume air yang terkumpul selama waktu tersebut sama dengan QO . T
(m3).

Gambar 5. 1

Secara umum

𝑡 𝑑𝑉
𝑉 = ∫𝑄 𝑄 𝑑𝑡 dan 𝑄 = 𝑑𝑡

𝑡
Jika Q = QO = konstan, 𝑉 = ∫𝑂 𝑄𝑂 𝑑𝑡

= QO . t. Untuk t = T, maka volume totalnya = QO . T

Jika variasi debit berbentuk segitiga lengkung massanya berbentuk huruf S dengan
dua buah segmen parabolis.

Volumenya selama T adalah sebagai berikut :


𝑉 = 1⁄2 𝑄𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑇

Garis singgung terhadap lengkung V di A’ dan C’ (Gambar 5.2) horizontal karena pada saat
itu debitnya sama dengan nol.

Lengkung massa untuk hidrograf seberang dapat dibuat dengan cara integrasi grafis
(lihat Gambar 5.3).

Garis horizontal pada hidrograf (Gambar 5. 3) menunjukkan debit rata-rata dalam


periode tertentu. Lengkung massa debit rata-rata merupakan garis lurus A’ C’.

Lengkung massa debitnya merupakan garis lengkung A’ B’ P’ C’, mempunyai lereng


maksimum di B’ (debit maksimum dan berakhir di C’ (tidak horizontal karena debit di C
tidak sama dengan nol). Pada t = tp. Luas hidrograf di atas dan di bawah garis horizontal
adalah sama dan titik P’ harus terletak pada titik potong lengkung massa dengan garis A’
C’.

Selisih ordinat-ordinat lengkung massa A’ C’ dinamakan lengkung massa residual.


Dalam penggunaannta lengkung massa residual lebih menghemat kertas dan lebih mudah
penggambarannya dibandingkan dengan lengkung massa biasa.

b. Lengkung massa dan kapasitas waduk


Lengkung massa dapat digunakan untuk menentukan kapasitas waduk yang
diperlukan untuk memenuhi fungsi tertentu berdasarkan seperangkat syarat/kondisi tertentu.
Meskipun pada dewasa ini telah diciptakan cara-cara yang lebih baik, tetapi cara lengkung
massa ini masih banyak dipakai sebagai pendekatan pertama. Dalam buku ini hanya akan
dipakai sebagai pendekatan pertama. Dalam buku ini hanya akan disajikan prinsip-prinsip
elementernya saja, untuk dapat dipakai sebagai referensi bagi kuliah Exploitasi Waduk.

Pada Gambar 5. 4, dibawah ini ditunjukkan debit sungai yang masuk ke waduk dengan
Qi, dan setelah t = t1 sebesar Qi, sampai t = t2. Kapasitas waduk yang diperlukan guna
mengatur pengeluaran debit konstan QO yang besarnya sama dengan harga rata-rata debit
masuk antara t = 0 hingga t = t2 ; adalah sebesar selisih maksimum ordinat-ordinat lengkung
massa dari Vi dan VO, dimana

𝑉𝑖 = ∫ 𝑄𝑖 𝑑𝑡 dan 𝑉𝑂 = ∫ 𝑄𝑂 𝑑𝑡

Lengkung massa differensial didapat dengan memplot selisih ordinat-ordinat Vi dsn


VO terhadap garis horizontal (garis nol) yang sesuai dengan debit rata-rata, atau dengan
rumus :

𝑉𝑖 − 𝑉𝑂 = ∫(𝑄𝑖 − 𝑄𝑂 )𝑑𝑡

Jika suatu waduk harus mentransformasikan debit masuk Qi menjadi debit keluar QO,
sehingga pada sat yang telah ditentukan terjadi keseimbangan antara volume air yang masuk
dan volume air yang keluar, kapasitasnya ditentukan oleh selisih maksimum dari ordinat-
ordinat Vi dan VO.
Jika lengkung Vi digeser ke atas dengan jarak TS hingga menyinggung lengkung VO
di S, maka jarak vertical antara Vi dengan VO merupakan volume air yang ada di dalam
waduk.

Pada Gambar 5. 6, dibawah ini diberikan volume waduk sebesar V1 yang diperlukan
untuk mengatur debit variasi Qi menjadi debit konstan QO sebesar debit rata-rata. Jika
kapasitas waduk dibatasi V2, wadul yang semula dianggap penuh akan kosong pada waktu
t = t1 dan akan tetap kosong sampai waktu t2 setelah mana Qi telah melebihi QO yang
diminta.

5. 3. LENGKUNG PENGOSONGAN (DEPLETION CURVE)

a. Definisi

Lengkung pengosongan adalah hidrograf sungai yang terjadi selama waktu tidak ada
hujan, dimana debitnya didapat dari aliran (outflow) air tanah lewat akuifer.

Aliran sungai semacam itu dinamakan aliran dasar (base flow).


Lengkung pengosongan ini digunakan untuk mem[erikirakan aliran dasar, jika
diketahui debit pada t = 0 maka dapat diperkirakan besarnya debit pada saat t = 10, 2-, 3-
0,… hari pada saat tidak ada hujan.

Lengkung pengosongan digunakan dalam analisa hidrograf banjir, untuk menentukan


berapa bagian dari limpasan total yang berasal dari air tanah.

Akhirnya, lengkung pengosongan merupakan suatu penghubung antara limpasan


permukaan dan air tanah, memberikan informasi terhadap pengisian (recharge) dan
karakteristik akwifer.

b. Teori
Lengkung pengosongan merupakan aliran keluar air tanah. Proses ini diuraikan
dengan teori aliran air tanah tidak tunak (non-steady flow).
Model yang sederhana untuk menghitung aliran ke luar air tanah dibentuk oleh
akwifer bebas (unconfined aquifer) dengan lebar ℓ yang berbatasan dengan air bebas (open
water) di kedua sisinya dengan elevasi yang konstan (lihat Gambar 5.7)

Jika tidak ada pengisian, permukaan air tanah yang semulai tinggi lambat laun akan
menurun.
Pada pendekatan pertama Q dianggap merupakan fungsi eksponensial yang menurun
menurut waktu (lihat Gambar 5.8), dengan rumus sebagai berikut :

𝑄 = 𝑄0 𝑒 𝛼 𝑡
dalam mana
 = parameter geoteknik yang besarnya tergantung dari ukuran dan karakterisitik akwifer

𝜋 2 𝑘𝐷
𝛼=
𝜇ℓ2
dimana

kD = transimisivitas akwifer

 = porositas efektif mempunyai dimensi [T-1]

QO = debit keluar t = 0

Ada hubungan antara debit pada saat t = t dengan volume air yang tertampuung di atas
streamed level, sebesar V.

Volume tersebut sama dengan debit selama waktu antara t = t sampai t = 


∞ ∞
𝑉 = ∫ 𝑄𝑡 𝑓𝑡 = ∫ 𝑄𝑂 𝑒 −𝛼.𝑡 𝑑𝑡
𝑡 𝑡

𝑄𝑂 −𝛼.𝑡 ∞ 𝑄𝑂 −𝛼.𝑡
= − 𝑒 { = 𝑒
𝛼 𝑡 𝛼
𝑄𝑡
Jadi 𝑉= ,
𝛼

Jika  berdimensi hari-1 maka Qt harus dinyatakan dalam m3 / detik.


5.4 ANALISA PROSES LIMPASAN

a. Karakteristik sistem

Salah satu masalah dalam hidrologi adalah untuk mendapatkan debit sungai dalam
suatu daerah pengaliran akibat curah hujan yang diketahui. Selama beberapa puluh tahun
yang lalu telah dikembangkan cara-cara (hidrograf satuan, aliran air tanah tidak tinak,
gerakan air dalam daerah tidak jenuh) yang hingga sekarang mudai diakui sebagai
terapapn pendahuluan dari cara modern, yaitu Analisa system.

Menurut DOOGE : “A system is anything consisting of parts connected together


(structure, device, scheme, procedure) and interrelating in a given time or response in the
field of mater, energy or information.”

Daerah pengaliran sungai adalah sistem yang merubah curah hujan (atau input) ke
dalam debit (atau output, response) di pelepasannya (outlet). Daerah pengaliran sungai
merupakan system yang kompleks dan hiterogin, yang terdiri atas beberapa sub system,
dimana sub sistem tersebut dapat dianggap homogin. Setiap sub sistem ditentukan oleh
karakter fisiknya yang dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok :

o Sifat-sifat permukaannya
o Sifat-sifat lapisan atas tanah
o Sifat-sifat lapisan bawah tanah

Pengaruh curah hujan juga tergantung pada kondisi pertama system, misalnya
tingkat kebasahan daerah pengaliran pada permulaan hujan yang ditentukan oleh keadaan
iklim sebelumnya. Curah hujan atau input ditentukan oleh intensitas, lama waktu
(durasi), distribusi, dan sebagainya.

Transformasi dari hujan menjadi limpasan terdiri atas proses-proses yang


jumlahnya hampir tak terhingga dalam alur-alur permukaan besar atau kecil, di lapisan
atas tanah atau diakwifer bersamaan dengan penampungan dalam pori-pori tanah.

Karena hukum-hukum yang mencakup aliran turbulent dan laminar telah tersusun
dengan baik, maka pada prinsipnya kita dapat menghitung aliran air mulai dari curah
hujan dan kemudian menelusuri (routing) airnya lewat subsystem-subsystem. Dalam
beberapa hal, seperti daerah pengaliran yang terdiri atas akwifer homogin yang berlereng
tunggal, dengan hukum-hukum tersebut di atas dapat dipecahkan, dan penyelesaiannya
dinamakan “model”.

Tetapi dalam banyak hal, sistemnya terlalu kompleks dan data mengenai
karakteristik hidroliknya tidak dapat diperoleh. Ini berarti bahwa tidak ada rumus yang
dapat diturunkan untuk aliran sebagai fungsi hujan, karakteristik daerah pengaliran dan
kondisi permukaan. Oleh karenanya diperlukan adanya pendekatan cara lain.

b. Pendekatan sistem

Dalam pendekatan ini yang penting bukanlah untuk menelaah terlalu dalam
terhadap apa yang sebenarnya terjadi dalam system atau sering disebut “box”, tetapi lebih
mengarah terhadap benarnya konversi diagram input ke dalam diagram output.

System daerah pengaliran sungai adalah sedemikian kompleksnya sehingga dalam


banyak hal dipandang perlu untuk membaginya menjadi paling sedikit ke dalam tiga buah
subsistem agar didapat pat pemecahan yang baik. Subsistem tersebut adalah :

1. Lapisan permukaan dan lapisan dekat permukaan (dangkal) dimana terjadi respon
cepat terhadap curah hujan.
2. Daerah tidak jenuh dengan tampungan dekat permukaan (dangkal) yang
menyebabkan adanya pengisian (recharge) pada lapisan bawah tanah (subsoil)
3. Lapisan bawah tanah dengan respon (sambutan) aliran air tanah yang lambat terhadap
pengisian.

Pembagian tersebut dapat dilukiskan secara bagan pada Gambar 5.11 di bawah ini
P = hujan

Pe = hujan efektip yang menghasilkan limpasan permukaan + interflow = Qs


(limpasan langsung)

R = pengisian (recharge)

Qg = aliran air tanah

Pertama-tama kita akan mencurahkan perhatian kita terhadap subsitem yang


menyangkut limpasan permukaan saja. Ada dua buah pendekatan terhadap masalah
konversi ini, seperti yang akan kita bahas dalam pasal-pasal berikut ini

(1) Conceptual model (lumped approach)

Hanya ada beberapa operator yang dapat digunakan, yang mempunyai efek
sama dengan berbagai subsistem dalam prototipe. Adalah logis bila kita memilih
operator yang dapat memproduksi proses-proses sebenarnya dalam prototipe. Pada
dasarnya dua buah, yaitu :

 Translasi (perjalanan air lewat system)


 Tampungan (storage) atau lewat retensi air di atas permukaan (palung sungai,
danau, dan sebagainya)

Kedua unsur tersebut dapat dioperasikan di seluruh daerah pengaliran sungai,


tetapi dalam model dimisalkan dipusatkan dalam satu tempat.

Efek translasi dapat ditiru dengan ban berjalan (belt conveyor) yang di atasnya
diberikan curah hujan (Gambar 5.12)

Efek tampungan (storage) dapat ditiru dengan reservoir dengan debit masuk dan
debit keluar (inflow dan outflow) menurut besarnya tampungan yang dihitung dari
atas permukaan nol, yaitu permukaan rata ambang pelimpah (lihat Gambar 5.13).
Salah satu model yang dimungkinkan terdiri atas ban berjalan dan reservoir
yang disusun secara serie. Model lain dapat terdapat atas beberapa ban berjalan dana
tau terdiri atas beberapa reservoir yang berbeda-beda.

(2) Black box (system identification)

Dalam hal ini tidak diadakan usaha untuk menguraikan dengan satu atau cara
lain mengenai proses yang sebenarnya terjadi dalam box (system).

Sistemnya ditentukan oleh respon system terhaadap input yang diberikan.


Respon ini haruslah diukur. Dengan anggapan bahwa system tersebut mempunyai
sifat-sifat tertentu maka responnya dapat dihitung untuk input hujan yang lain.

Ini adalah prinsip-prinsip yang mendasari cara hidrograf satuan (unit


hydrograph) yang akan diuraikan nanti dalam Bab VI.

c. Konsep waktu tempuh

Di atas suatu berjalan dengan luas A dan waktu rotasi = 2 Tc dibri curah hujan
dengan intensitas i. Air yang dialirkan dari ban berjalan per satuan waktu adalah sebesar
Q.

Jika curah hujan dimulai pada waktu t = 0 maka hidrograf Q dapat dihitung dengan
mudah dengan cara seperti di bawah ini
Hujan elementer dengan durasi dt dan intensitas I menghasilkan sejumlah air di
atas ban berjalan sama dengan i . dt . A. jumlah ini dialirkan selama waktu Tc yang
𝑖 . 𝑑𝑡. 𝐴
menghasilkan debit konstan sebesar selama periode TC (lihat Gambar 5.15).
𝑇𝐶

Kontribusi semua hujan elementer dalam waktu t terhadap debit dirumuskan


sebagai berikut :

Yang berlaku untuk t < TC Pada t > TC debitnya menjadi konstan sebear i. A (debit
keseimbangan).

Marilah kita gunakan dimensi yang betul. Misalnya, hujan sesaat (instaneous rain)
dengan tinggi 5 cm tercurah di atas areal A = 3 km2 dan dengan TC = 1 jam menghasilkan
debit selama 1 jam sebesar

Di dalam analisis system, hujan elementer tersebut berupa impuls, dan hidrograf
yang didapat merupakan hidrograf kejut (instaneous hydrograph). Sistemnya merupakan
system linear, dalam mana Q sebanding dengan I, jadi prinsip superposisi dapat
diberlakukan.

Integralnya merupakan bentuk yang paling sederhana dari integral konvolusi, dan
hidrograf yang didapatkan dari hujan menerus disebut lengkung -S.
Dengan menggunakan prinsip superposisi, dapat dibuat hidrograf akibat hujan
dengan durasi tertentu, yang mana dapat dilihat pada Gambar 5.16.

Hujan A merupakan selisih antara hujan I dan hujan II. Oleh karenanya hidrograf
yang dihasilkan oleh hujan A dapat dicari mengurangi hidrograf I (efek hujan I) dengan
hidrograf II (efek hujan II).

d. Konsep tampungan

Efek tempungan dapat ditiru dengan penelusuran (routing) inflow (curah hujan)
lewat reservoir.

I = debit masuk

S = tampungan (storage)

Q = debit keluar

Jika reservoir yang dilakukan pada Gambar 5.17 tersebut mempunyai dinding-
dinding vertical dengan luas A, maka hubungan S dengan A adalah sebagai berikut
Selanjutnya dianggap bahwa debit keluarnya Q sebanding dengan tampungan S,
sehingga mempunyai hubungan sebagai berikut :

Pada saat t = 0, h = h0 di atas ambang pelimpah, dan dengan menggunakan


persamaan kontinuitas

Penyelesaian umum persamaan (5 – 10) di atas adalah sebgai berikut :

Persamaan (5 – 13) merupakan hubungan liner antara Q dan h. untuk menghitung


efek hujan menerus dengan intensitas i dapat digunakan integral konvolusi (Gambar
5.18). Efek hujan menerus dengan tinggi i . d pada waktu t = ditentukan oleh hidrograf
kejut.

Efek hujan elementer dari t = 0 sampai t = t terhadap debit pada saat t adalah sebagai
berikut :
Hidrograf karena efek hujan dengan durasi tdur dapat dihitung dengan
menggunakan prinsip superposisi.

Hidrograf A yang diperoleh seerti tertera pada Gambar 5.19 memperlihatkan


bagaimana diubahnya input A dengan durasi tdur oleh reservoir linear menjadu lengkung
yang berbentuk seperti hidrograf suatu daerah pengaliran. Bagian rsesei (menurun)
hidrograf tersebut merupakan lengkung pengosongan (depletion curve) dengan
persamaan
Ini merupakan hidrograf kejut untuk keadaaan di mana terdapat kenaikan head h
yang tiba-tiba.

5.5 CARA RATIONAL

Cara ini adalah cara tertua untuk menghitung debit banjir dari curah hujan. Cara tersebut
didasarkan atas rumus

Dalam mana I = intensitas hujan yang merata di seluruh daerah pengaliran yang turun menerus.

A = luas daerah pengaliran

Rumus (5 – 16) tersebut didasarkan atas asumsi

 Tidak ada kehilangan-kehilangan (semua curah hujan menjadi limpasan permukaan)


 Lama waktu hujan adalah sedemikian rupa sehingga debit keseimbangan dicapai.

Dengan memperhatikan adanya kehilangan-kehilangan maka rumus (5 – 16) diubah


menjadi

Dalam mana c < 1, tetapi berapa besarnya c sulit untuk ditentukan.

Dalam daerah-daerah perkotaan yang tidak begitu luas kehilangan-kehilangan tersebut


di atas realtip kecil, dan karena kecilnya waktu konsentrasinya maka debit keseimbangannya
cepat dicapai. Dengan alasan ini rumus rational masih sering dipakai untuk menghitung debit
banjir di daerah perkotaan. Untuk menghitung debit banjir di daerah pengaliran yang besar,
rumurs tersebut telah ketinggalan jaman.

Cara rational yang diubah atau yang dinamakan cara “time are” merupakan salah satu
unsur conceptual model masa kini. Dalam hal ini dinggap adanya aliran permukaan yang
merata.
Waktu TC (waktu konsentrasi) yang diperlukan oleh efek hujan untuk menempuh jarak
dari bagian terjauh daerah pengaliran guna mencapai pelepasannya, dibagi dalam beberapa
interval waktu yang sama.

Jika dianggap tidak ada kehilangan-kehilangan maka debit pada akhit tiap waktu routing
dan untuk setiap bagian luas dapat dihitung dengan rumus Q = i. A.

Dengan menggunakan model linear ban berjalan, maka debit di tempat pelepasan (outlet)
yang diakibatkan oleh 3 buah periode hujan yang berturutan (masing-masing selama 1 jam),
dapat dihtung sebagai berikut (lihat Tabel 5 – 1)

Kolom 2 tabel 5 – 1 memuat efek curah hujan I, kolom 3 efek curah hujan i2 yang dimulai
1 jam sesudah I, dan kolom 4 efek curah hujan i3 yang dimulai 1 jam sesudah i2. Kolom terakhir
menunjukkan jumlah dari efek-efek tersebut yang merupakan debit pada pelepasan.

Jika curah hujannya merata terhadap waktu dengan intensitas konstan i maka setelah 5
jam dicapai debit keseimbangan sebesar i (A1 + A2 + A3 + A4 + A5).
5.6 PENGUKURAN DEBIT SUNGAI

Data debit diperlukan dalam studi-studi untuk menentukan volume aliran atau
perubahan-perubahannya yang diakibatkan oleh bangunan-bangunan yang dibangun di sungai
oleh manusia. Karena besarnya debit sama dengan luas penampang basah dikalikan kecepatan
arus maka pengukurannya diarahkan terhadap kedua faktor tersebut.

a. Pengukur duga air

Duga air sungai adalah elevsai di atas datum 0 muka air di pos pengukur duga air yang
ditentukan sembarang. Datum tersebut kadang-kadang ditentukan sebagai duga di atas muka
air laut, tetapi seringkali ditentukan sedikit di bawah duga debit nol. Karena sulitnya
mengukur debit secara langsung dan menerus, dipandang lebih mudah untuk mengukur
duga air, yang dengan demikian data primer yang dapat dikumpulkan di pos pengukur debit
adalah duga air.

Cara yang paling sederhana untuk mengukur duga air adalah dengan menggunakan
rambu duga air (staff gauge), yang merupakan skala yang dipasang sedemikian rupa
sehingga ada bagian yang selalu tenggelam dalam air. Rambu tersebut dapat terdiri atas
skala vertical tunggal yang ditempelkan pada pilar jembatan, di tiang pancang, tembok
penahan tanah atau konstruksi lain yang mencapai palung aliran kecil (low water channel)
dari sungai. Jika tidak ada konstruksi atau bangunan yang dapat dipakai untuk menempelkan
rambu duga air pada segala kedalaman maka dipasang rambu duga air seksional (sectional
staff gauge) seperti terlihat pada Gambar 5.12. Potongan-potongan pendek rambu dipasang
pada bangunan yang ada atau pada konstruksi khusus yang sedemikian rupa hingga setiap
potongan tersebut dapat selalu didatangi untuk dibaca atau diamati. Bentuk lain adalah
rambu miring yang diletakkan di atas lereng tepi sungai dengan skala yang dapat terbaca
sebagai kedalaman vertikal.

Tipe lain dari pengukur duga air ialah suatu benda yang diikat dengan kawat yang
dapat diturunkan dari jembatan atau konstruksi lain hingga mencapai muka air sungai.
Elevasi air dapat ditentukan dengan mengurangi elevasi titik tetap di atas jembatan atau
konstruksi lain dengan panjang kawat.

b. Pencatat duga air

Rambu pengukur duga air (staff gauge atau pelischaal) sangat murah biayanya, tetapi
harus sering dibaca untuk mendapatkan hidrograf jika muka air sungai berubah secara cepat.
Untuk mengatasi kesulitan ini dipakai alat pencatat fuga air (automatic waterlevel recorder),
di mana gerakan pelampungnya karena perubahan muka air sungai, dicatat di atas suatu
grafik. Pencatatan dilakukan oleh suatu pena di atas grafik yang dilekatkan pada suatu drum
yang diputar oleh peralatan jam.

Alat pencatat tersebut ditempatkan di dalam suatu shelter (lihat Gambar 5.23).
Pelampungnya ditempatkan di dalam pipa casing yang dihubungkan dengan pipa intake ke
sungai agar tidak terganggu oleh sampah-sampah.

c. Pengukur debit

Cara-cara untuk mengukur debit sungai adalah dengan :


(1) Mengukur kecepatan arus dan penampang melintang sungai
(2) Menggunakan bangunan pengukuran debit, seperti bending, ambang tetap, dan
sebagainya.
(1) Mengukur kecepatan arus

Mengukur kecepatan arus dapat dilakukan dengan

i) pelampung
ii) alat pengukur kecepatan (current meter)

Jika dipergunakan alat pelampung pengukuran kecepatan arus dapat dilakukan


dengan mudah meskipun muka air sungai itu tinggi. Tempat yang dipilih untuk
keperluan ini harus merupakan bagian sungai yang lurus dengan perubahan lebar,
kedalaman, dan gradien sungai yang kecil. Seperti terlihat pada Gambar 5.24, tiang-
tiang pengamatan dipancangkan di dua titik yang berjarak 50 – 100 meter. Pelampung
dilepas di garis pelampung yang terletak 20 meter sebelum garis 1. Waktu tempuh
pelampung di antara dua buah garis pengamatan (garis 1 dan garis 2) diukur dengan
stopwatch. Setelah kecepatan arus dihitung, maka diadakan perhitungan debit, aitu ama
dengan kecepatan dikalikan luas penampang basah sungai. Biasanya digunakan 3 buah
pelampung, dan kecepatannya diambil kecepatan rata-ratanya. Mengingat arah tempuh
pelampung dapat berubah-ubah akibat adanya pusaran-pusaran air maka nilai yang
didapat dari pelampung yang arahnya sangat menyimpang harus ditiadakan.

Cara yang lebih teliti adalah dengan menggunakan alat pengukur kecepatan arus
atau current meter. Ada dua macam tipe current meter, yaitu :

 Current meter tipe Price


 Current meter tipe propeller
Current meter tipe propeller terdiri atas 2 buah piala konis (conical cups) yang
berputar terhadap sumbu vertical (Gambar 5 . 25).

Tipe propeller adalah pengukur kecepatan arus di mana unsur berputarnya berupa
baling-baling (propeller) yang berputar terhadap sumbu horizontal (Gambar 5 . 26)

Hubungan antara putaran dan kecepatan diberikan oleh rumus berikut ini :

Dalam mana

V = kecepatan arus (m/det)

a = kecepatan permulaan untuk mengatasi gesekan dalam alat

b = konstanta

N = kecepatan putaran per detik


a dan b ditentukan pada waktu mengkalibrasi alat, yaitu dengan mwmasang alat ini
di dalam air yang telah diketahui kecepatannya. N ditentukan oleh alat penghitung
putaran.

Mengukur debit dengan alat pengukur kecepatan arus ini adalah dengan terlebih
dahulu menetapkan titik-titik yang harus diukur kecepatan arusnya sehingga didapatkan
titik-titik kecepatan untuk menghitung kecepatan rata-rata dalam sungai. Debitnya
didapat dari perkalian antara penampang basah dengan kecepatan rata-rata.

Penampang basahnya dibagi oleh beberapa garis vertical. Pembagian ini dibuat
sedemikian rupa sehingga masing-masing penampang menampung tidak lebih dari 10 %
debit total (Gambar 5.27)

Dengan pengukuran duga air dan diketahuinya debit pada masing-masing


kedalaman dapat dibuat lengkung H -Q (lengkung debit) seperti terlihat pada Gambar
5.28.

(2) Mengukur debit dengan menggunakan bangunan pengukur debit

Pengukuran debit dengan menggunakan bangunan pengukur debit ini dapat


dilakukan dlebih cepat dibandingkan dengan jika digunakan alat pengukur kecepatan
arus. Pada dasarnya dalam hal ini digunakan ambang tetap seperti bending, pengukur
debit Cypoletti, Rehbock, dan sebagainya. Pada umumnya debit dirumuskan sebagai
fungsi dari kedalaman, di antaranya
Di mana

Q = debit (m3/detik)

C = koefisien debit yang ditentukan berdasarkan hasil kalibrasi (m1/2/detik)

B = panjang ambang (m)

H = tinggi air di atas ambang ditambah dengan tinggi kecepatan

V = kecepatan aliran di depan ambang (m/detik) atau disebut kecepatan datang


(approaching velocity)

g = percepatan gravitasi (m / detik2)

Tidak semua penampang sungai dapat dibuat ambang, karena biaya pembuatannya
lebih mahal dan pelaksanaannya lebih sukar. Cara ini dilakukan kalua kebetulan di
tempat tersebut memang telah ada bending untuk keperluan irigasi, penyediaan air
minum dan sebagainya.

Cara pembuatan lengkung debit (rating curve)

Seperti telah diuraikan dalam pasal c di atas, lengkung debit menggambarkan


hubungan antara duga air H dengan debit Q (lihat Gambar 5 . 28), atau dapat dikatakan
hubungan antara dua uah variable random H dan Q. Jika kita gambarkan H terhadap Q
akan kita dapatkan sebuah scattered diagram (Gambar 5. 29).

Scattered diagram tersebut kerap kali dapat menunjukkan suatu hubungan kedua
variable tersebut dengan menarik garis regresi di antara titik-titik yang padat. Bentuk
garis tersebut (garis lurus, parabolis, hiperbolis, eksponensial, dan sebagainya)
merupakan bentuk hubungan fungsi dari kedua variable tersebut.

Untuk menentukan parameter hubungan tersebut digunakan cara kwadrat terkecil


(least square method).

Sebelum dilakukan analisa regresi harus ditentukan dulu variable yang mana (di
antara H dan Q) yang dapat dipandang bebas dari kesalahan atau paling tidak
kesalahannya dapat diabaikan.

H dapat dianggap bebas dari kesalah sedangkan Q (yang dihitung dengan


kecepatan rata-rata dikalikan dengan penampang basah) kesalah-kesalahannya tidak
dapat diabaikan. Titik-titik (Hi.Qi) dapat diplot di atas scattered diagram. Jika sifat-sifat
kedua variable merupakan garis lurus maka persmaan garis regresui h terhadap Q dapat
ditulis sebagai berikut :

Kesalahan atau penyimpangan setiap titik (Hi.Qi) adalah Qi – (1 + Bhi) = i untuk i


= 1, 2, 3, …, n (5 – 21) dalam mana i merupakan residual error dalam Qi. jumlah
kesalahan kwadrat

Menurut syarat dalam cara kwadrat terkecil harus dipenuhi

sehingga

dan
Dengan kedua persamaan (5 – 24) dan (5 – 25) a dan b dapat dihitung

Jika posisi titik-titik (Hi.Qi) tidak berupa garis lurus, misalnya suatu parabola yang
mempunyai persamaan

maka

dalam hal ini ersamaan (5 – 23) dapat ditambah menjadi

Sehingga

Dengan ketiga persamaan (5 – 29), (5 – 30), dan (5 – 31) a, b, dan c dapat dihtiung.

Fungsi berpangkat menjadi

Dapat diubah menjadi fungsi linear dengan transformasi logaritma seperti berikut

Atau
Dalam mana

Di samping itu terdapat pula berbagai fungsi berpangkat seperti

HO harus dipilih secara iteratip terlebih dahulu, dan seandainya ditransformasikan


dalam bentuk logaritma seperti berikut :

Cara menentukan besarnya HO dapat pula dilakukan secara grafis, yaitu dengan
mengambil beberapa harga HO sehingga didapat plot garis lurus (H – HO) terhadap Q di
atas kertas skala logaritma ganda (double log – paper).
HIDROGRAF BANJIR

6.1 PENDAHULUAN

Bab ini akan membahas cara menaksir banjir yang didasarkan atas cara klasik.
Seperti telah diuraikan dalam Bab I, hujan yang jatuh di daerah pengaliran dialirkan lewat
berbagai lintasan. Suatu bagian tertentu curah hujan total menjadi limpasan langsung yang
terdiri atas limpasan permukaan dan interflow (air yang masuk ke dalam lapisan tipis di bawah
permukaan tanah dengan permeabilitas tinggi, yang keluar lagi di tempat yang lebih rendah
dan berubah menjadi limpasan permukaan). Aliran semacam itu termasuk proses cepat,
sedangkan air tanah merupakan proses lambat. Pada umumnya sebagian besar dari hujan total
akan menjadi limpasan langsung. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya banjir besar.
Teori hidrograf satuan (L.K. SHERMAN, 1932) menggunakan hujan efektif atau hujan
netto (bagian hujan total yang menghasilkan limpasan langsung) terhadap hidrograf limpasan
langsung sedemikian rupa sehingga dimungkinkan untuk menghitung hidrograf ini akibat
sebarang hujan. Ini dilakukan dengan menganggap bahwa proses transformasi hujan menjadi
limpasan langsung mengikuti proses linear dan tidak berubah oleh waktu (linear and time
invariant process).
Debit total terdiri atas limpasan langsung dan limpasan air tanah. Jika bagian dari hujan
total yang menjadi recharge (pengisi) diketahui, maka hidrograf air tanah dapat dihitung.
Dengan demikian debit air tanah ini dapat ditambahkan kepada limpasan langsung dengan
memperhatikan distribusi waktu kedua komponen tersebut.
Pada dewasa ini dapat ditirukan (simulasi) proses pengaliran air hujan dan transformasi
curah hujan kedalam limpasan langsung dan air tanah dengan model-model watershed dengan
rangkaian subsistem-subsistem yang berkaitan. Teori hidrograf satuan klasik mencakup salah
satu dari subsistem-subsistem tersebut.
Dari sudut limpasan langsung, semua hujan, yang tidak memberikan sumbangan kepada
limpasan langsung, dapat dipandang sebagai kehilangan. Kehilangan tersebut terdiri atas :
a. Intersepsi
b. Tampungan dilegokan (depression storage)
c. Pengisian lengas tanah (replenishment of soil moisture) di daerah tidak jenuh
d. Pengisian (recharge) air tanah
e. Evapotranspirasi
Komponen a, b dan sebagian c memegang peranan pada permulaan hujan. Komponen-
komponen tersebut dipandang sebagai kehilangan permulaan. Dalam banyak hal komponen c
membentuk volume kehilangan-kehilangan.
Komponen d bukan merupakan kehilangan yang sebenarnya, karena ia menyebabkan
kenaikan pada aliran dasar (baseflow). Tetapi dari sudut limpasan langsung ia merupakan
kehilangan.
Kehilangan-kehilangan tersebut di atas adalah :
 tergantung pada banyaknya curah hujan
 tergantung pada sifat-sifat permukaan dan bawah tanah daerah pengaliran
 tergantung pada keadaan semula daerah pengaliran, yang dipengaruhi oleh keadaan
cuaca sebelum curah hujan.

Meskipun hujan telah berhenti, air masih tetinggal di atas tanah, dan periode seteah
hujan berhenti ini dinamakan periode sisa (residual). Dalam periode sisa ini komponen c, d dan
e masih berjalan terus.
Dalam praktek kehilangan-kehilangan tersebut dapat ditaksir dengan cara ¢ - index
seperti yang telah diuraikan dalam Bab IV.
Kehilangan-kehilangan terhadap hujan netto dapat ditaksir dari hidrograf-hidrograf
banjir yang tercatat, jika pemisahan antara limpasan langsung Q dengan limpasan air tanah atau
aliran dasar Qb dapat dilakukan.

Sama dengan bagian yang diarsir pada Gambar 6. 3 b.

Sedangkan tinggi limpasan netto ᵈnetto = V/A Karena hujan netto merupakan sebagian
dari hujan total maka ͥnettoˣ ͭdurˣ A=V. Oleh karena itu ͥnetto dapat dihitung dari rumus berikut
ini

Harga ¢= ͥtotal - ͥnetto dinamakan ¢-index (mm/jam) yang merupakan besarnya kehilangan.
Jika intensitas hujannya berubah-ubah menurut waktu, ¢indexnya digambarkan sebagai
garis horizontal pada hyetograph dengan tinggi seedemikian rupa terhadap absis, sehingga
volume limpasan langsungnya diketahui.
¢-index menunjukkan efek gabungan dari kehilangan-kehilangan terhadap limpasan
langsung. Meskipun kehilangan-kehilangan tersebut berubah-ubah menurut waktu, tetapi
¢index merupakan besaran konstan; di sini tidak diperhitungkan kehilangan mula, yang berupa
infiltrasi selama hujan pertama yang kecil dan infiltrasi hujannya berlainan, maka besarnya ¢-
indexnya akan berlainan.
Penggunaan cara ¢index ini hanya terbatas pada daerah pengaliran yang kecil. Ini
disebabkan oleh kenyataan, bahwa curah hujan dalam daerah pengaliran tidak merata, baik
dalam tinggi maupun distribusi intensitasnya, ditambah juga akibat tidak meratanya
kehilangannya. Dalam daerah pengaliran yang besar curah hujannya sangat bervariasi dari satu
titik ke titik lainnya, demikian pula sifat permukaannya juga berlain-lainan.

6.2 TEORI KLASIK HIDROGRAF SATUAN


a. Pengenalan sistem dan linearitas
Teori klasik hidrograf satuan (unit hydrograph) berasal dari hubungan antara hujan
efektip dengan limpasan langsung. Hubungan tersebut merupakan salah satu komponen
model watershed yang umum.
Teori hidrograf satuan merupakan penerapan pertama teori system linear dalam
hidrologi. Watershednya dipandang sebagai “black box” dan sistemnya ditandai oleh
response Q terhadap input tertentu (lihat gambar 6.4)

Inputnya berupa hujan merata, yaitu hujan dengan intensitas kosntan sebesar i dan
durasi tertentu T yang terbagi rata di atas watershed.
Definisi : Hidrograf satuan suatu watershed adalah suatu limpasan langsung yang
diakibatkan oleh suatu satuan volume hujan efektip, yang terbagi rata dalam
waktu dan ruang.
Tinggi hujan efektif d sama dengan tinggi hidrograf satuan

(6-2)
Durasi hujan efektip seringkali disebut periode hidrograf satuan.

Untuk menghitung limpasan akibat hujan lain, pertama-pertama harus dianggap


bahwa sistemnya linear dan tidak berubah karena waktu (time invariant). Anggapan kedua
adalah tidak adanya pengaruh perubahan musim terhadap karakteristik daerah pengaliran.
Anggapan linearitas tersebut diungkapkan dengan dikemukakannya 3 buah dalil
dalam teori klasik ini, yaitu ;
Dalil I (lebar dasar yang konstan)
D=i.T

Dalam suatu daerah pengaliran, hidrograf satuan yang dihasilkan oleh hujan-hujan
efektip yang sama durasinya, mempunyai lebar dasar yang sama, tidak memandang berapa
besar intensitas hujannya.
Dalil II (linearitas)

Dalam suatu daerah pengaliran, besarnya limpasan


langsungnya berbanding lurus terhadap tinggi (d) curah
hujan efektip (hujan netto), yang berlaku bagi semua hujan
dengan durasi yang sama.

Dalil III (superposisi)


Dalil ini mengikuti prinsip linearitas. Limpasan-
limpasan langsungnya yag dihasilkan oleh hujan-hujan
efektip yang berurutan, besarnya sama dengan jumlah
limpasan langsung yang dihasilkan oleh masing-masing
hujan efektip tersebut, dengan memperhitungkan waktu
terjadinya.

b. Karakteristik hidrograf satuan


Hidrograf satuan atau unit hydrograph memberikan dstribusi waktu pada limpasan
yang kelaur dari watershed, dengan tinggi (d) tertentu.
Hidrograf satuan menunjukkan bagaimana hujan efektip tersebut ditransformasikan
menjadi limpasan langsung dipelepasan (outlet) watershed. Transformasi itu disertai
anggapan berlakunya proses linear.
Hidrograf satuan mempunyai sifat khusu untuk suatu watershed; ini menunjukkan
adanya efek terpadu dari sifat dan bentuk permukaan watershed terhadap penelusuran
(routing) hujan lewat daerah penangkapannya.
Untuk mendapatkan hidrograf satuan dari suatu watershed tertentu diperlukan adanya
pencatatan-pencatatan debit, sekurang-kurangnya termasuk pula pencatatan banjir-banjir
sedang.
Prinsip-prinsip hidrograf satuan dapat diterapkan untuk :
i. menaksir banjir perencanaan (design flood)
ii. Mengisi data banjir yang hilang
iii. Meramal banjir jangka pendek yang didasarkan atas curah hujan yang tercatat
(recorded rainfall)
Penerapan pertama hidrograf satuan memerlukan adanya tersedianya data curah hujan
yang panjang.
Ordinat-ordinat hidrograf satuan ditandai dengan simbol U seperti berikut :

U = U (t,T) (6-3)

Dalam mana T adalah durasi hujan efektip yang menghasilkan hidrograf satuan tersebut; T
disebut juga periode hidrograf satuan.
Meskipun prinsip-prinsip hidrograf satuan dapat memberikan hasil yang dapat
diterima, tetapi hal ini harus dianggap sebagai pendekatan dari hubungan sebenarnya antara
hujan dengan limpasan. Anggapan adanya ketidak tergantungan lebar dasar dengan tinggi
hujan, sebenarnya tidak sesuai dengan hukum-hukum hidrolika. Lebar dasar, yang
didapatkan dari analisa hidrograf, juga tergantung dari prosedur yang diterapkan untuk
memisahkan limpasan langsung dari aliran dasar. Oleh karenanya lebar dasar bukan
merupakan unsur yang sangat karakteristik pada hidrograf satuan.
Unsur lain, adalah tegang waktu (time lag) antara titik berat hujan efektip dengan titik
berat hidrograf, atau antara lain titik berat hujan efektip dengan puncak hidrograf (basin
lag).
Contoh
Ordinat-ordinat hidrograf satuan yang diakibatkan oleh hujan efektip dengan intensitas 20
mm/jam durasi 1 jam adalah sebagai berikut :

Carilah ordinat-ordinat hidrograf limpasan langsung yang diakibatkan oleh hujan efektip
berurutan masing-masing berintensitas 40 mm/jam dan 10 mm/jam, dengan durasi masing-
masing sebesar 1 jam
c. Hidrograf satuan kejut (instantaneous unit hydrograps = IUH)
Jika periode atau durasi hidrograf satuan diperpendek dengan tinggi d yang tetap,
maka debit puncaknya akan bertambah besar, sedangkan lebar dasarnya menjadi makin
pendek. Jika periodenya menjadi nol sedangkan tinggi d nya tetap, maka intensitas hujannya
menjadi tidak terhingga besarnya. Hal semacam ini dapat terjadi bila kita memberi selapis
air setebal d diseluruh daerah pengaliran secara tiba-tiba. Karena gaya berat maka air
tersebut akan mengalir ke sungai yang menyebabkan terjadinya hidrograf satuan kejut IUH
dipelepasan (outlet) daerah pengaliran (lihat Gambar 6.9).
Definisi
Hidrograf satuan kejut IUH = U (t,0) adalah hidrograf yang dihasilkan hujan efektip
dengan tinggi d dan durasi nol. IUH tidak dipengaruhi oleh durasi. Oleh karenanya dapat
dianggap sebagai lengkung karakteristik yang juga lebih merupakan karakteristik daerah
pengaliran, disbanding dengan hidrograf satuan T jam ( U (t, T) atau TUH).
Antara lengkung S suatu daerah pengaliran dengan IUH nya terdapat hubungan
sederhana.

St adalah lengkung S dari hujan menerus sebesar i cm/jam, sedangkan lengkung St_T
merupakan lengkung yang sama tetapi digeser T jam kekanan. Ini berarti bahwa perbedaan
ordinat kedua lengkung s tersebut ordinat hidrograf satuan dengan periode T dan tinggi iT.
Atau
Jika T mendekati nol maka U ( t, T ) akan mendekati U ( t , 0 ), sehingga rumus ( 6 –
7 ) dapat diubah menjadi

Hubungan antara hidrograf satuan kejut U ( t, o ) dengan hidrograf satuan dengan


periode T jam U ( t, T ), keduanya dengan tinggi d yang sama, dapat dicari dengan
menggunakan dua buah lengkung S.

Dalam hidrograf satuan dengan periode T jam dan tinggi d


Karena A/T kira- kira sama dengan (Gambar 6.12), maka dengan secara mudah
oerdinat-ordinat TUH dapat di cari dengan IUH (Gambar 6.13).

Ordinat U (t, T) didapat dari penggambaran harga rata-rata ordinat-ordinat U (t, 0)


dengan seleng (interval) T pada setiap akhir dari selang.
Contoh.
Suatu daerah pengaliran seluas 100km2 , mempunyai IUh berbentuk segitiga seperti
tertera pada gambar 6.14. di bawah ini, dan mempunyai debit puncak sebesar 100m3/ det
serta lebar dasar Tb = 7 jam.
Untuk mendapatkan lengkung S dengan hujan menerus berintensitas 10 mm/jam akan
didasarkan atas rumus ( 6 – 8 ), yaitu

Adalah merupakan luas-luas diagram hidrograf antara t = 0 dengan t = 1jam, t= 2 jam,


t = 3 jam dan seterusnya (dalam m3 ).
Karena volume IUH adalah 1. 260. 000 m3, maka tingginya adalah sebesar 0, 0126
m.
Angka volume tersebut di atas didapat dari :
Volume = ½ x 100 x 7 x 3600 = 1.260. 000 m3

Selanjutnya perhitungan untuk mendapatkan lengkung S dilaksanakan dengan Tabel


6 – 3 di bawah ini.

Debit keseimbangan sebesar 277,8 m3 / det di atas sesuai dengan pendapatan yang dihitung
dengan rumus ( 6 – 4 ) yaitu

Setelah didapatkan St maka dapat dihitung U ( t,1 ) seperti tertera pada table 6 – 4.
d. Hidrograf distribusi
Hidrograf distribusi pertama kali diperkenalkan oleh BERNARD , yaitu satu hidrograf
satuan yang ordinat-ordinatnya merupakan prosentasi terhadap aliran total dengan periode atau
durasi tertentu. Karena debit yang tertera pada hidrograf satuan berbanding lurus dengan hujan
efektip, maka prosentasinya akan tetap konstan, meskipun hujan efektifnya berubah-ubah. Ini
merupakan alat yang berguna jika hanya diketahui debit totalnya atau debit rata-ratanya saja.
Hal ini dapat terjadi jika suatu banjir masuk ke waduk yang diukur muka airnya secara periodik,
yang mana dapat diubah menjadi volume. Dengan data ini volume kumulatipnya.

Dapat dicari, dan debit rata-rata dalam tiap-tiap periode dapat dihitung.

Pada Gambar 6. 15. Diperlibatkan hidrograf satuan bersamaan dengan hidrograf


distribusinya. Luas di bawah lengkung sama dengan luas di bawah garis-garis bertangga,
sehingga kalua kita ingin mencari hidrograf satuan dari prosensi distribusi, haruslah
digambarkan garis kontinu lewat tangga-tangga agar didapat luas yang sama.

e. Mencari hidrograf satuan.


Hidrograf satuan dari suatu daerah pengaliran tertentu dapat dicari dari hidrograf sungai
yang diakibatkan oleh hujan sebarang yang meliputi daerah penangkapannya dengan intensitas
yang cukup merata. Jika daerah penangkapannya sangat besar, misalnya 5000 km2 tidak
mungkin hujannya merata, berhubung luasan yang dapat diliputi oleh hujan merata sangat
terbatas karena dipengaruhi oleh keadaan meteorologi. Dalam keadaaan demikian luas dari
daerah pengaliran anak-anak sungai, dan hidrograf satuannya dicari secara terpisah-pisah.

Langkah pertama adalah memisahkan aliran dasarnya dari limpasan permukaan,


kemudian gambarkan grafik limpasan dan hujan pada dasar waktu yang sama. Besarnya hujan
efektif harus ditaksir dan intensitas dan durasinyan ditetapkan. Kemudian harus dilakukan
pemeriksaan terhadap volume hujan efektif dan besarnya limpasan yang berasal dari hidrograf.
Keduanya haruslah sama, kalua terjadi ketidaksamaan maka salah satu harus disesuaikan.

Hidrograf satuannya didapat dengan membagi ordinat hidrograf limpasan langsung


oleh hujan efektip (dalam cm). Dengan demikian telah didapat ordinat-ordinat hidrograf satuan
dengan periode tertentu.

Disarankan agar menentukan beberapa hidrograf satuan dengan menggunakan hujan


merata yang terpisah dan berbeda, jika ada. Peristiwa alami seperti curah hujan dan limpasan
dipengaruhi oleh perkalian faktor-faktor (multiplicity of factors) yang berbeda-beda. Kerapkali
data-data asli yang terbaik berasal dari durasi hujan yang berlainan, sehingga hidrograf satuan
yang dihasilkannya seharusnya perlu diubah ke dalam durasi yang sama. Kalau sejumlah
hidrograf semacam itu telah didapat, maka dapat ditentukan hidrograf satuan rata-ratanya,
seperti terlihat pada Gambar 6.16. Waktu untuk mencapai puncak (t1, t2 dan t3) dan ordinat
puncak (p1 p2 dan p3) dicari harga rata-ratanya, yang kemudian dinamakan nilai-nilai puncak.
Kemudian lengkung naik dan lengkung turunnya (rising and recission limbs) dibuat
sedemikian hingga luas bidang dibawah lengkung hidrograf satuan rata-rata tersebut sama
dengan tinggi limpasan sebesar 1 cm.
f. Hidrograf satuan yang didapat dari hujan multi periode.
Pendekatan yang diuraikan dalam pasal 6. 2. e. tersebut diatas adalah sederhana dan
langsung, dimana data-data yang dubutuhkan adalah berupa sejumlah hujan terpisah (isolated)
dengan intensitas merata dan hidrograf sungai yang bersangkutan. Hal tersebut jarang
dijumpai, sedangkan yang banyak terjadi adalah mencari hidrograf satuan dari kumpulan hujan
dengan intensitas yang berbeda-beda dengan hidrograf limpasan hasil superposisi dari
hidrograf-hidrograf yang berasal dari masing-masing hujan tersebut di atas.
Untuk mendapatkan hidrograf satuan dengan data demikian akan memerlukan banyak
usaha dan cara. Di bawah ini akan diuraikan salah satu cara, yaitu cara yang dipakai oleh
LINSLEY, KOHLER DAN PAULHUS dalam bukunya APPLIED HYDROLOGY, dimana
diperlukan sederet persamaan yang penyelesaiannya dikerjakan secara berurutan. Prosesnya
dapat dilihat pada Gambar 6.17.

Hujan pertama dengan durasi t dan intensitas i1 kenaikan pada limpasan seperti
digambarkan oleh hidrograf hipotetik yang dibatasi garis putus-putus di bawah. Masing-
masing ordinat hidrograf tersebut t1 dikalikan dengan ordinat hidrograf satuan U1,
U2,……..Un. Demikian pula halnya dengan hujan kedua dan ketiga masing-masing
mempunyai intensitas i2 dan i3 menghasilkan limpasan tambahan yang masing-masing
ordinatnya t12 dan ti3 dikalikan dengan ordinat satuan setelah digeser t jam. Jika ordinat-
ordinat hidrograf totalnya telah ditentukan pada setiap interval yang sama (sebaiknya, tetapi
tidak harus merupakan kelipatan dari t jam), maka ordinat pertama dari hidrograf satuan U1
dapat dihitung dari persamaan Q1=ti1 U1, Q1 merupakan limpasan yang diamati, t dan i1
diketahui, jadi U1 dapat dihitung. Ordinat kedua didapat dari persamaan Q2 = ti1 U1 + t2 U2,
di mana hanya U2 yang tidak diketahui. Ordinat ketiga didapat dengan cara yang sama, yaitu
dari persamaan Q3 = ti1 U1 + ti2 U2 + ti3 U3, di mana hanya U3 yang tidak diketahui. Dengan
melanjutkan hal ini dengan cara yang sama, maka ordinat-ordinat hidrograf dengan periode t
jam dapat ditentukan secara berurutan.
Dari contoh tersebut di atas semua periode hujan diambil sama, yaitu t jam, meskipun
intensitas hujannya berlainan. Ini merupakan syarat pemakaian cara ini, karena kalua tidak
harus ditambahkan variable-variabel baru U1, U22 dan seterusnya. (Ordinat-ordinat hidrograf
satuan t jam).

Meskipun cara ini kelihatannya mudah, berhubung ordinat U bergantung pada ordinat
sebelumnya dan berdasarkan anggapan-anggapan mengenai intensitas, durasi dan pengurangan
aliran dasar (base flow), maka terjadi pengumpulan kesalahan. Oleh karenanya perlu diadakan
beberapa coba-coba untuk mendapatkan hidrograf yang mendekati kebenaran.

Cara lain yang dapat dikemukakan di sini adalah cara COLINS yang diuraikan secara
medetail dalam bukunya E.M. WILSON yang berjudul Engineering Hydrology.

6.3 MATHEMATICAL EXPRESSION HIDROGRAF SATUAN.


Seperti telah diuraikan dalam pasal di atas, hidrograf satuan adalah merupakan fungsi
peralihan yang merubah hujan efektip i (‫ )ז‬menjadi hidrograf Q (t). Transportasi linear dan
tidak berubah karena waktu (time variant) ini dapat diselesaikan dengan integral konvolusi atau
integral DUHAMEL.
U1 c, (t-‫ז‬, 0) adalah merupakan IUH untuk limpasan dengan tinggi 1 cm. Efek tunggal

hujan elementer i (‫ )ז‬d‫ ז‬dihasilakan oleh U (t-‫ז‬, 0) i(‫ )ז‬d‫ז‬.


Efek dari seluruh hujan efektip elementer adalah berupa integral :
Hujan i (‫ )ז‬merupakan fungsi input IUH atau U (t-‫ז‬, 0) yang disebut fungsi Kernel.
Integral fungsi Kemel dapat dipakai untuk menghitung debit yang diakibatkan oleh hujan
sebarang, asal fungsi Kemelnya diketahui.

Dengan integral ini hubungan antara IUH dengan lengkung S dapat dicari secara
langsung, di mana hujannya merupakan hujan merata dan menerus dengan intensitas konstan
sebesar i. Jika IUH nya mempunyai tinggi d, maka lengkung S nya menjadi sebagai berikut :

Yang mana sesuai dengan yang tertera pada rumus (6-9).

6.4 HIDROGRAF SATUAN SINTETIK

a. Pendahuluan
Untuk membuat hidrograf banjir pada sungai-sungai yang tidak ada atau sedikit sekali
dilakukan observasi hidrograf banjirnya, maka perlu dicari karakteristik atau parameter
daerah pengaliran tersebut terlebih dulu, misalnya waktu untuk mencapai puncak hidrograf
(time to peak magnitude), lebar dasar, luas kemiringan, panjang alur terpanjang (length of
the longest channel), koefisien limpasan (runoff coefficient) dan sebagainya. Dalam hal ini
biasanya kita gunakan hidrograf-hidrograf sintetik yang telah dikembangkan di negara-
negara lain, di mana parameter-parameternya harus disesuaikan terlebih dulu dengan
karakteristik daerah pengaliran yang ditinjau.

b. Beberapa Hidrograf SAtuan Sintetik


Dalam buku ini akan dikemukakan 2 macam hidrograf satuan sintetik, yaitu:
i. Hidrograf satuan sintetik SNYDER
ii. Hidrograf satuan sintetik NAKAYASU

c. Hidrograf Satuan Sintetik SNYDER.


Dalam permulaan tahun 1938, F. F. SNYDER dari Amerika Serikat, telah
mengembangkan rumus empiris dengan koefisien-koefisien empiris yang menghubungkan
unsur-unsur hidrograf satuan dengan karateristik daerah pengaliran.

Hidrograf satuan tersebut ditentukan secara cukup baik dengan tinggi d = 1 cm, dan
dengan ketiga unsur yang lain, yaitu Qp (m³/detik), Tb serta tr (jam).

Unsur-unsur hidrograf tersebut dihubungkan dengan


A = luas daerah pengaliran (km²)
L = panjang aliran utama (km)
Lc = jarak antara titik berat daerah pengaliran

Dengan unsur-unsur tersebut di atas SNYDER membuat rumus-rumusnya seperti


berikut:
Koefisien-koefisien Ct dan Cp harus ditentukan secara empiris, karena besarnya
berubah-ubah antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Besarnya Ct = 0,75 – 3,00
sedangkan besarnya Cp = 0,90 – 1,40.

Contoh
Suatu daerah pengaliran sungai yang mempunyai pengukuran dipelepasannya,
mempunyai luas 2700 km². Dari pengukuran-pengukuran terhadap debit-debit banjir
ditetapkan.
tp = 32,6 jam
Qp = 288 m³/detik
Data-data lain yang diketahui adalah
L = 92 km
Lc = 44 km
A = 2700 km²
Diminta menentukan Ct dan Cp
Penyelesaian

Pada umunya Ct dan Cp ini mempunyai nilai yang terbukti cukup konstan untuk
sejumlah daerah pengaliran yang terukur dalam suatu wilayah, sehingga koefisien-koefisien
tersebut dapat dipakai di daerah pengaliran yang tidak terukur (ungauged) di dalam wilayah
yang sama. Kalau tidak demikian, haruslah dicoba dengan fungsi lain, karena bukan saja
koefisien-koefisiennya yang empiris, tetapi fungsinya juga empiris, yang tidak didasarkan atas
hukum-hukum hidrolika.

Fungsi-fungsi lain yang digunakan adalah


Koefisien Ct dan n dalam rumus (6-17) dapat dicari dari semua hidrograf-hidrograf
satuan yang ada daerah-daerah pengaliran dalam wilayah tersebut pada tinggi dan periode yang
sama, kemudian dilakukan plotting log tp terhadap log (L Lc/S), sehingga
Log tp = log Ct + n log (L Lc/S) (6-19)
Tersebarnya titik-titik disekitar garis best fit adalah merupakan ukuran kelayakan dari
cara tersebut di atas.

Setahu penulis, hidrograf satuan sintetik SNYDER ini untuk Indonesia, telah diterapkan
pada prencanaan perbaikan sungai Kali Citanduy di Jawa-Barat.

d. Hidrograf Satuan Sintetik NAKAYASU


NAKAYASU dari Jepang, telah menyelidiki hidrograf satuan pada beberapa sungai di
Jepang. Ia membuat rumus hidrograf satuan sintetik dari hasil penyelidikannya. Rumus
tersebut adalah sebagai berikut :

Bagian lengkung naik (rising limb) hidrograf satuan (lihat Gambar 6. 20) mempunyai
persamaan.

Dalam mana Qa = limpasan sebelum mencapai debit puncak (m³/detik)


Bagiang lengkung turun (decreasing limb)

Dalam mana
-untuk daerah pengaliran biasa a=2
- untuk bagian naik hidrograf yang lambat dan bagian menurun yang cepat a = a 15
- untuk bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian menurun yang lambat a=3

Contoh,
Luas daerah pengaliran suatu sungai sampe kepelepasannya (outlet) adalah 73,8 km². panjang
sungai 21, 2 km. Hujan efektip dalam daerah pemgaliran adalah sebagai berikut :

Dengan memasukkan t = 1,2,3,….. n jam didapat hidrograf satuan sebagai berikut :


Ordinat hidrograf banjir diselesaikan dalam table 6-6 dengan hujan 14,35 dan 30
mm/jam yang masing-masing berselang 1 jam. Hidrograf satuan sintetik NAKAYASU ini
banyak dipakai dalam perencanaan bendungan-bendungan dan perbaikan sungai di Proyek
Brantas (Jawa-Timur), antara lain untuk menentukan debit perencanaan bendungan-bendungan
Lahor, Wingi, Widas, Kesamben, Sengguruh, Wonorejo dan perbaikan sungai Kali Brantas
bagian tengah.

Anda mungkin juga menyukai