Penulis
PRAKATA
Puji syukur penulis kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas
rahmat-Nya, penyusunan Buku manajemen rekayasa konstruksi jembatan dengan
metode prategang dapat diselesaikan. Buku ini disusun untuk menunjang proses belajar
mengajar mata kuliah manajemen rekayasa konstruksi jembatan dan jalan sehingga
pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik dan lancar, serta pada akhirnya tujuan
instruksional umum dari mata kuliah ini dapat dicapai.
Buku ini bukanlah satu-satunya pegangan mahasiswa untuk mata kuliah,
terdapat banyak buku lain yang bisa digunakan sebagai acuan pustaka. Diharapkan
mahasiswa bisa mendapatkan materi dari sumber lain.
Penulis menyadari bahwa buku ini masih banyak kelemahan dan
kekurangannya. Oleh karena itu kritik dan saran pembaca dan juga rekan sejawat
terutama yang mengasuh mata kuliah ini, sangat kami perlukan untuk kesempurnaan
tulisan ini. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih.
20 Juli 2019
Penulis
1.1 Definisi
Definisi beton prategang menurut beberapa peraturan adalah sebagai berikut:
a. Menurut PBI – 1971
Beton prategang adalah beton bertulang dimana telah ditimbulkan tegangan-
tegangan intern dengan nilai dan pembagian yang sedemikian rupa hingga tegangan-
tegangan akibat beton-beton dapat dinetralkan sampai suatu taraf yang diinginkan.
b. Menurut Draft Konsensus Pedoman Beton 1989
Beton prategang adalah beton bertulang dimana telah diberikan tegangan dalam
untuk mengurangi tegangan tarik potensial dalam beton akibat pemberian beban
yang bekerja.
c. Menurut ACI
Beton prategang adalah beton yang mengalami tegangan internal dengan besar dan
distribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi sampai batas tertentu
tegangan yang terjadi akibat beban eksternal.
Dapat ditambahkan bahwa beton prategang, dalam arti seluas-luasnya, dapat
juga termasuk keadaan (kasus) dimana tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh
regangan-regangan internal diimbangi sampai batas tertentu, seperti pada konstruksi
yang melengkung (busur). Tetapi dalam tulisan ini pembahasannya dibatasi dengan
beton prategang yang memakai tulangan baja yang ditarik dan dikenal sebagai tendon.
a. Konsep kedua, Sistem prategang untuk kombinasi baja mutu tinggi dengan beton.
Konsep ini mempertimbangkan beton prategang sebagai kombinasi (gabungan) dari
baja dan beton, seperti pada beton bertulang, dimana baja menahan tarikan dan
beton menahan tekanan, dengan demikian kedua bahan membentuk kopel penahan
untuk melawan momen eksternal (Gambar 1.3). Pada beton prategang, baja mutu
tinggi dipakai dengan jalan menariknya sebalum kekuatannya dimanfaatkan
sepenuhnya. Jika baja mutu tinggi ditanam pada beton, seperti pada beton bertulang
biasa, beton disekitarnya akan menjadi retak berat sebelum seluruh kekuatan baja
digunakan (Gambar 1.4). oleh karena itu, baja perlu ditarik sebelumnya (pratarik)
terhadap beton. Dengan menarik dan menjangkarkan ke beton dihasilkan tegangan
dan regangan yang diinginkan pada kedua bahan, tegangan dan regangan tekan pada
beton serta tegangan dan regangan pada baja. Kombinasi ini memungkinkan
pemakaian yang aman dan ekonomis dari kedua bahan dimana hal ini tidak dapat
dicapai jika baja hanya ditanamkan dalam bentuk seperti pada beton bertulang biasa.
gaya tekan
b. Konstruksi dimana setelah betonnya cukup keras, barulah bajanya yang tidak terekat
pada beton diberi tegangan.
Untuk konstruksi ini disebut : Post-tensioning. Pada sistem Post-tensioning, beton di
cor dahulu dan dibiarkan mengeras sebelum di beri gaya prategang. Baja dapat
ditempatkan seperti propil yang ditentukan, lalu beton di cor, lekatan dihindarkan
dengan menyelubungi baja yaitu dengan membuat selubung/sheat. Bila kekuatan
beton yang diperlukan telah tercapai, maka baja ditegangkan di ujung-ujungnya dan
dijangkar. Gaya prategang di transfer ke beton melalui jangkar pada saat baja
ditegangkan, jadi dengan demikian beton ditekan.
Terlihat bahwa kekuatan penampang beton pratekan enam kali lebih besar jika
dibandingkan dengan beton bertulang.
Ketahanan geser balok bertambah, yang disebabkan oleh pengaruh pratekan yang
mengurangi tegangan tarik utama (akan di bahas lebih lanjut pada tegangan geser
beton prategang). Pemakaian kabel yang melengkung, khususnya dalam untuk
bentang panjang membantu mengurangi gaya geser yang timbul pada penampang
tempat tumpuan.
Jumlah berat baja prategang jauh lebih kecil dibandingkan dengan berat baja
tulangan biasa (1/5 – 1/3), sehingga berkurangnya beban mati yang diterima
pondasi.
1.7 Material
a. Beton
Beton berkekuatan tinggi adalah perlu di dalam beton prategang oleh karena
materialnya memberikan tahanan yang tinggi dalam tegangan tarik, geser, pengikatan
dan dukungan.
Dalam daerah angker, yang tegangan-tegangan dukungnya menjadi lebih tinggi,
beton berkekuatan tinggi selalu lebih disukai untuk menghindarkan pengangkuran yang
khusus, sehingga dapat memperkecil biaya.
Pada beton prategang penting untuk mengetahui diagram tegangan-regangan
untuk memperkirakan kehilangan gaya prategang dan juga untuk analisis penampang.
Untuk lebih memahami sifat-sifat dan karakteristik dari beton mutu tinggi, pembaca
hendaknya mempelajari dari peraturan-peraturan tentang beton yang berlaku.
2.1 Pendahuluan
Analisa kehilangan prategang (loss of prestress) merupakan bagian penting dari
perencanaan konstruksi beton prategang. Sampai saat ini analisa kehilangan prategang
selalu berpedoman pada peraturan beton prategang negara-negara yang sudah
memilikinya.
Diantara peraturan-peraturan tersebut ada yang dengan mudah dapat disesuaikan
dengan keadaan di Indonesia dan ada pula yang sulit dilaksanakan karena peraturan
tersebut khusus dibuat untuk negara yang bersangkutan. Kehilangan prategang jangka
waktu panjang harus dianalisa lebih berhati-hati karena kehilangan ini erat sekali
hubungannya dengan keadaan lingkungan bangunan tersebut berada. Pada umumnya
sumber kehilangan prategang dapat dibedakan 2 (dua) bagian besar, tergantung dari
waktu terjadinya, yaitu kehilangan jangka waktu pendek (immediate losses of prestress)
dan kehilangan jangka waktu panjang (deferred losses of prestres).
Berbagai jenis kehilangan prategang yang dijumpai dalam sistem-sistem pre
tensioning dan post tensioning dikumpulkan dalam tabel berikut :
a = b . Ea
σb
= Eb . Ea
= n . b
dimana : b = regangan beton
b = tegangan tekan beton pada titik berat baja
Eb = modulus elastis beton
a. Deformasi Elastis Beton Akibat Gaya Prategang
a.1. Sistem pre tensioning
Bila tendons di titik berat beton
P
b =
Ab
σ ae . A
= Ab
= ae .
ae = at – n b
= at – n ae
σ ae . A e2a
=
Ab [ ] 1+
i 2b
a = at
{ 1 + n ω ( 1 + ei . e a / i 2b ) }
Bila tendons exentris berlapis-lapis.
Lapisan kabel ke : 1, 2, 3, .............. n
Luas kabel tiap lapisan : A1, A2, A3, ............. An
Letak dari titik berat (exertrisitas) : e1, e2, e3, ...... en
Tegangan efektif tiap lapisan dianggap sama = ae
Maka momen yang terjadi
M = ae ( A1 . e1 + A2 . e2 + A3 . e3 + ..... + An . en )
Tegangan beton pada baja lapisan ke i, adalah
σ ae σ ae ( A 1 . e1 + A 2 . e 2 + ... + A n . e n) ei
ai = at
{ 1 + nω ( 1 + ei . e a / i 2b ) }
a.2. Sistem Post tensioning
Kalau tendons 1 batang (ditarik sekali), karena dongkrak menekan beton, begitu
selesai penarikan perpendekan elastis sudah terjadi. Jadi tidak ada kehilangan prategang.
Kalau tendons banyak (ditarik satu persatu) maka yang ditarik duluan akan kehilangan
prategang akibat penarikan berikutnya.
Kabel sentris : ada m batang tendons.
luas total = A cm2
A
masing-masing tendons = m cm2
Tegangan beton pada tendons oleh tendons ke 1 akibat tarikan ke j ( i < j ).
A
σ at .
m σ at . ω
b ij = Ab = m
a = at n
( m −2 1 )
Kehilangan prategang rata-rata :
Δ σa σ at n ω m − 1
a rata-rata = m = m 2 ( )
b. Deformasi Elastis Beton Akibat Momen Total
Apabila tendons tidak pada titik berat beton (cgs tidak berimpit dengan cgc),
maka beton pada cgs mengalami deformasi akibat beban total (Mt).
Sehingga :
a = n . b
M t . ea
= n . Ib
Pratekanan dalam penampang sejauh x dari jack dihitung dengan rumus EULER –
COOLEY – MONTAGNON :
Fx = Fa . e – ( + k1x)
dimana : = Coef. gesekan tendon terhadap salurannya.
= Perubahan sudut lengkungan (radial)
k1 = Coef. Wobble – Effect
| ln . F | FFa = -
F = Fa . e -
= Fa . e - . L / R L/R, bila lengkungan tendons constant.
Pengaruh wobble – effect dengan cara yang sama didapat :
ln F = - k1 . L
−k1 . L
F = - Fa . e
Jumlahnya menjadi :
| ln F | FFa = - - k1 L
(− μ ϕ − k1 L )
F = Fa . e
Untuk pratekanan sejarak x dari ujung jacking rumus menjadi
(− μ ϕ − k1 x )
Fx = Fa . e
Untuk keperluan perencanaan dalam praktek perlu diketahui nilai coeffisien dan k1
lebih teliti agar perhitungan dapat dilakukan seteliti mungkin.
Δ σ bs
bs = Eb
Δ σ bs
Ab
= Eb
Δ σ as
ba = bs - bs ba = Ea
Δ σ as Δ σ as ω
Ea = bs - Eb
Akan didapat :
E a . ∈bs
as = 1+nω
b. Bila tendons exentris (sebesar ea)
= 1 . 2 . 3 . 4 . 5
bp = be + br r = rangkak
e = elastis
br = bp - be
σb σb
= Eb - Eb
σb
= (-1) Eb
ar = at
(
1 + ( φ − 1) n ω 1 +
i 2b )
dimana : b = tegangan tekan yang menyebabkan rangkak dalam beton (kg/cm2).
Eb = modulus elastis beton.
1 = koef. yang bergantung kepada kelembaban relatif udara sekelilingnya.
2 = koef. yang bergantung pada tebal fiktif (hf), yaitu luas penampang
dibagi dengan setengah penampang yang berhubungan dengan udara.
3 = koef. yang bergantung pada jumlah pemakaian semen dan nilai faktor
air semen.
4 = koef. yang bergantung umur beton pada saat dibebani dan pada suhu
rata-rata udara sekelilingnya selama pengerasan.
5 = ph / p = koef. yang menentukan besarnya bagian rangkak ph yang
terjadi pada saat sesudah h hari terhadap rangkak akhir p
setelah waktu tak terhingga.
Gambar 3.1 Lengan momen (), yang bervariasi pada balok beton prategang
h = k √ Mt
dimana : h = tinggi balok ( cm ).
k = koefisien yang bervariasi antara 10 – 14
Mt = momen total ( ton meter )
= Mbs + Mbh
Ta Ta t 1 . y2
Ab Ab i
0 = - b2
t 1 . y2
0 =
Ta
Ab ( 1−
i2
b
) ................................................................(3.9)
maka,
0 =
( 1−
i2
b
) ..........................................................................(3.10)
sehingga harga t1 menjadi :
2
ib
t1 = y2 .........................................................................................(3.11)
dengan cara yang sama harga t2, didapat :
2
ib
t2 = y1 .........................................................................................(3.12)
letak tendon sejauh ea dari cgc,
ea = t1 + z1 ..............................................................................................(3.13)
dimana : .....................................................z1 = lengan momen keadaan awal
Mbs
z1 = Ta ..................................................................................(3.14)
Mbs, momen akibat berat sendiri, dihitung dari penampang pendahuluan.
Ta = T ( 1 - T )
T dihitung dari pers. (3.4) atau (3.6)
T = total prosentase kehilangan prategang.
20% (untuk sistem post-tensioning)
25% (untuk sistem pre-tensioning)
2. Menghitung T dan Ta
Dasarnya adalah tegangan pada keadaan akhir. Dengan letak cgs sejauh e a
dari cgc dari pers. (3.13), maka :
Mt = T . z2 atau
Mt
T =
z2 ..............................................................................................(3.16)
Dimana, z2 = ea + t2
T
Ta = ( 1 − ΔT ) .......................................................................................(3.16)
5. Pemeriksaan penampang
Pada langkah yang kelima ini menyangkut 2 (dua) perhitungan sebagai berikut :
a. Menghitung total kehilangan prategang yang terjadi.
atau
h . σ b awal
h1 = σ b + σ b awal ..........................................................................(3.26)
h . σ b akhir
h2 = σ b + σ b akhir ..........................................................................(3.27)
Ab =
σ b awal
1+
( t z1 ) (3.32)
Bila tidak ada pergeseran tendon,
T a . h1
Ab = σ b awal . y z1 (3.33)
σb z1 . I b
z11 = T a . y2
dimana :
t1 = teras bawah bagian pre-cast.
σ b z1 = tegangan tarik yang diizinkan pada bagian pre-cast.
Ib = momen inersia bagian pre-cast.
y2 = jarak serat atas dari cgc, bagian pre-cast.
Mbs = momen akibat berat sendiri bagian pre-cast.
T
Ta = 1 − ΔT
2. Menghitung gaya prategang T dan Ta
Kita tinjau pada keadaan akhir, yaitu tegangan pada serat bawah beton bagian pre-
cast yang disebabkan oleh :
a. Gaya prategang effektif
Pada serat bawah beton :
T T . ea . y 1 T e
b = -
( Ab
+
Ib
=−
Ab)1+ a
t2 ( ) ......................................(3.51)
b. Beban waktu bagian cast-in-place sedang di cor (berat sendiri bagian pre-cast +
berat sendiri beton muda + berat cetakan + orang bekerja dan peralatan). Momen
yang ditimbulkannya sebesar Mp.
M p . y1 Mp
=+
b = + Ib A b . t 2 ...........................................................(3.52)
T e Mp α M
σ
total
= σ b 12 = −
Ab (
1+ a +
t2 )
+ 1 q
Ab . t2 Ab . t2
Ab = -
σ b 11 (
1+ a
t2 ) .................................................(3.57)
b. Dalam kondisi akhir
Ta − e a +( M p + α2 M q / T )
Ab = -
σ b 11
1+ ( t2 ) .................................(3.58)
I b / y2
Dengan 2 = I b/ y2
T T . ea . y1
±
b = - Ab Ib
d. Akibat ( Mp)
M p . y1
b = ± Ib
Catatan :
Tegangan-tegangan yang diperoleh dari (a) sampai dengan (d) di atas adalah bekerja
pada penampang pre-cast, dengan y1 adalah jarak serat beton yang ditinjau ke cgc.
e. Akibat beban hidup (Mq), pada penampang gabungan.
M q . y1
b = ± Ib
Superposisi diagram tegangan adalah seperti pada Gambar 3.12 berikut ini.
Keterangan :
a. Tegangan akibat gaya prategang awal (Ta)
b. Tegangan akibat berat sendiri bagian pre-cast (Mbs).
c. Tegangan akibat gaya prategang akhir (T).
d. Tegangan akibat (Mp).
e. Tegangan akibat beban hidup (Mq), pada penampang gabungan.
Nawy, G.N. (2001). Beton Prategang (Suatu Pendekatan Dasar). Diterjemahkan oleh:
Suryoatmono. Penerbit ; Erlangga. Jakarta.
Budiadi. (2008). Desain Praktis Beton Prategang. Penerbit : Andi Yogyakarta.
SNI 03-2847-2002, Tata cara perencanaan struktur beton bertulang untuk bangunan
gedung, oleh Badan Standar Indonesia (BSN) 2002
Hadipratomo, W., ”Struktur Beton Prategang”, Nova Bandung, 1984.