Anda di halaman 1dari 26

BUKU AJAR

STRUKTUR BETON BERTULANG 1

DISUSUN OLEH:
NURYANTO ST., MT

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
Perancangan Struktur Beton Prategang
Teknik Sipil Universitas Gunadarma

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas
rahmat-Nya, penyusunan Buku Ajar Struktur Beton Bertulang 1 dapat diselesaikan. Buku
Ajar ini disusun untuk menunjang proses belajar mengajar mata kuliah Beton Bertulang
1 sehingga pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik dan lancar, serta pada akhirnya
tujuan instruksional umum dari mata kuliah ini dapat dicapai.
Diktat ini bukanlah satu-satunya pegangan mahasiswa untuk mata kuliah ini,
terdapat banyak buku yang bisa digunakan sebagai acuan pustaka. Diharapkan mahasiswa
bisa mendapatkan materi dari sumber lain.
Penulis menyadari bahwa diktat ini masih banyak kelemahan dan kekurangannya.
Oleh karena itu kritik dan saran pembaca dan juga rekan sejawat terutama yang mengasuh
mata kuliah ini, sangat kami perlukan untuk kesempurnaan tulisan ini. Untuk itu penulis
mengucapkan banyak terima kasih.

Depok, Februari 2018


Penulis

i
Perancangan Struktur Beton Prategang
Teknik Sipil Universitas Gunadarma

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

1. PENDAHULUAN .................................................................................................. 01
1.1 Definis Beton ....................................................................................................... 01
1.2 Definis Beton Bertulang ....................................................................................... 01
1.3 Sifat Mekanis Beton Bertulang ............................................................................. 01
1.4 Kriteria Standar Perencanaan Beton...................................................................... 03
2. PRINSIP DASAR BETON BERTULANG............................................................. 04
2.1 Kriteria Standar Perencanaan Beton...................................................................... 05
2.2 Faktor Keamanan ................................................................................................. 07
2.3 Kekuatan Beton Bertulang .................................................................................... 09
2.4 Pemasangan Tulangan .......................................................................................... 11
3. BALOK TULANGAN TUNGGAL ........................................................................ 16
3.1 Dasar Perencanaan................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. iii

ii
Struktur Beton Bertulang
Teknik Sipil Universitas Gunadarma

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Definisi Beton


Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain,
agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang
membentuk masa padat. (SNI 03- 2847 – 2002,Pasal 3.12 )
Sifat utama dari beton, yaitu sangat kuat terhadap beban ekan, tetapi juga
bersifat getas/ mudah patah atau rusak terhadap beban tarik. Dalam perhitungan
struktur, kuat tarik beton ini biasanya diabaikan.

1.2 Definisi Beton Bertulang


Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan
yang tidak kurang dari nilai minimum yang di syaratkan dengan atau tanpa
prategang, dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua bahan tersebut
bekerja sama dalam memikul gaya-gaya. (SNI 03- 2847 – 2002, Pasal 3.13 )
Sifat utama dari baja tulangan, yaitu sangat kuat terhadap beban tarik maupun
beban tekan. Karena baja tulangan harganya mahal, maka sedapat mungkin
dihindari penggunaan baja tulangan untuk memikul beban tekan.
Dari sifat utama tersebut dapat dilihat bahwa tiap-tiap bahan mempunyai
kelebihan dan kekurangan, maka jika kedua bahan (beton dan baja tulangan)
dipadukan menjadi satu kesatuan secara komposit, akan diperoleh bahan baru yang
disebut beton bertulang. Beton bertulang ini mempunyai sifat sesuai dengan sifat
bahan penyusunnya, yaitu sangat kuat terhadap beban tarik maupun bebann tekan.
Beban tarik pada beton bertulang ditahan oleh baja tulangan, sedangkan beban
tekan cukup ditahan oleh beton. Beton juga tahan terhadap kebakaran dan
melindungi baja supaya awet.

1.3 Sifat Mekanis Beton Bertulang


Sifat-sifat mekanis beton keras dapat diklasifikasikan sebagai :

1
Struktur Beton Bertulang
Teknik Sipil Universitas Gunadarma

1. Sifat jangka pendek, seperti kuat tekan, tarik, dan geser, serta modulus
elastisitas.
2. Sifat jangka panjang, seperti rangkak dan susut.
a) Kuat Tekan
Nilai kuat tekan beton didapatkan melalui tata cara pengujian standar,
menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban tekan bertingkat
pada benda uji silinder beton (diameter 150mm, tinggi 300mm) sampai
hancur. Tata cara pengujian yang umum dipakai adalah standar ASTM
(American Society for Testing Materials) C39-86. Kuat tekan beton umur
28 hari berkisar antara 10 – 65 MPa. Untuk beton bertulang pada umumnya
menggunakan beton dengan kuat tekan berkisar 17 – 30 Mpa.
b) Kuat Tarik
Kuat tarik beton yang tepat sulit untuk diukur. Selama bertahun-tahun, sifat
tarik beton diukur dengan memakai modulus keruntuhan (modulus of
rupture). Baru-baru ini, hasil dari percobaan split silinder beton, umumnya
memberikan hasil yang lebih baik dan mencerminkan kuat tarik sebenarnya.
c) Kuat Geser
Kekuatan geser lebih sulit diperoleh, karena sulitnya mengisolasi geser dari
tegangan-tegangan lainnya. Ini merupakan salah satu sebab banyaknya
variasi kekuatan geser yang dituliskan dalam berbagai literature, mulai dari
20% dari kekuatan tekan pada pembebanan normal, sampai sebesar 85%
dari kekuatan tekan, dalam hal terjadi kombinasi geser dan tekan.
d) Modulus Elastisitas
Modulus elastisitas, merupakan kemiringan dari bagian awal grafik yang
lurus dari diagram regangan-tegangan, yang akan bertambah besar dengan
bertambahnya kekuatan beton.
e) Rangkak
Rangkak (creep) adalah sifat di mana beton mengalami perubahan bentuk
(deformasi) permanen akibat beban tetap yang bekerja padanya. Rangkak
timbul dengan intesitas yang semakin berkurang untuk selang waktu
tertentu dan akan berakhir setelah beberapa tahun berjalan. Besarnya
deformasi rangkak sebanding dengan besarnya beban yang ditahan dan juga

2
Struktur Beton Bertulang
Teknik Sipil Universitas Gunadarma

jangka waktu pembebanan. Pada umumnya rangkak tidak mengakibatkan


dampak langsung terhadap kekuatan struktur, tetapi akan mengakibatkan
timbulnya redistribusi tegangan pada beban kerja dan kemudian
mengakibatkan terjadinya peningkatan lendutan (defleksi).
f) Susut
Susut secara umum didefinisikan sebagai perubahan volume beton yang
tidak berhubungan dengan beban. Pada dasarnya ada dua jenis susut, yaitu
susut plastis dan susut pengeringan. Susut plastis terjadi beberapa jam
setelah beton segar dicor ke dalam cetakan (bekisting). Sedangkan susut
pengeringan terjadi setelah beton mencapai bentuk akhirnya, dan proses
hidrasi pasta semen telah selesai. Laju perubahannya berkurang terhadap
waktu, karena beton semakin berumur akan semakin tahan tegangan dan
semakin sedikit mengalami susut.

1.4 Kriteria Standar Perencanaan Beton


Kriteria standar perencanaan beton diatur dalam SNI (Standar Nasional
Indonesia)
Yang memuat beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi dan diperhatiakan
sebelum merancang atau merencanakan sebuah bangunan.

Standar perencanaan beton bertulang diatur dalam SK-SNI 2002.


Di dalam perencanaan struktur, harus memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut
:
1. Struktur harus kuat didalam memikul beban yang bekerja
2. Ekonomis
3. Struktur memenuhi syarat kenyamanan (sesui fungsinya/serviceability).
4. Mudah perawatannya (durabililas tinggi)
Pada dasarnya ada 2 filosofi di dalam perencanaan elemen struktur beton
bertulang, yaitu :
1. Metode tegangan kerja, dimana struktur direncanakan edemikian sehingga
yang diakibatkan oleh beban kerja nilainya lebih kecil daripada tegangan
yang diijinkan. Beberapa kendala yang dihadapi pada metode tegangan
kerja adalah :

3
Struktur Beton Bertulang
Teknik Sipil Universitas Gunadarma

a. Karena pembatasan yang dilakukan pada tegangan total di bawah beban


kerja, maka sulit untuk menperhitungkan perbedaan tingkat
ketidakpastian di dalam variasi pembebanan. Misal, pada beban mati
umumnya dapat diperkirakan lebih tepat dibandingkan dengan beban
hidup, beban gempa dan beban-beban lainnya.
b. Rangkak dan susut yang berpengaruh terhadap beton dan merupakan
fungsi waktu tidak mudah diperhitungkan dengan cara perhitungan
tegangan yang elastis.
c. Tegangan beton tidak berbanding lurus dengan regangan sampai pada
kekuatan hancur, sehingga faktor keamanan yang tersedia tidak
diketahui apabila tegangan yang didijinkan diambil sebagai suatu
prosentase f’c.
2. Metode kekuatn batas (ultimit)
Pada metode ini, unsur struktur direncanakan terhadap beban terfaktor
sedemikian rupa sehingga unsur struktur tersebut mempunyai kekuatan
ultimit yang diinginkan, yaitu
𝑀𝑢 ≤ ∅𝑀𝑛
Peraturan beton bertulang indonesia, SK-SNI-T-15-1991-03 atau SNI
BETON 2002 menggunakan konsep perencanaan kekuatan batas ini. Pada
konsep ini ada beberapa kondisi batas yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Kondisi batas ultimit yang disebabkan oleh : hilangnya keseimbangan
local maupun global, hilangnya ketahanan geser dan lentur elemen-
elemen struktur, keruntuhan progesiv yang diakibatkan oleh adanya
keruntuhan local maupun global, pembentukan sendi plastis,
ketidakstabilan struktur, berupa : defleksi berlebihan, lebar retak
berlebihan vibrasi/getaran yang mengganggu.
b. Kondisi batas khusus, yang menyangkut masalah beban/keruntuhan/
kerusakan abnormal, seperti : keruntuhan akibat gempa ekstrim,
kebakaran, ledakan, tabrakan kendaraan, korosi, dll.

4
Struktur Beton Bertulang
Teknik Sipil Universitas Gunadarma

BAB 2
PRINSIP DASAR BETON BERTULANG

2.1 Balok Beton dan Tulangan


a. Balok beton tanpa tulangan
Sifat dari bahan beton, yaitu sangat kuat untuk menahan tekan, tetapi tidak
kuat (lemah) untuk menahan tarik. Oleh karena itu, beton dapat mengalami
retak jika beban yang dipikulnya menimbulkan tegangan tarik yang melebihi
kuat tariknya.
Jika sebuah balok beton (tanpa tulangan) ditumpu oleh tumpuan sederhana
(sendi-rol), dan di atas balok tersebut bekerja beban terpusat P serta beban
merata q, maka akan timbul momen luar, sehingga balok akan melengkung ke
bawah.
Pada balok yang melengkung ke bawah akibat beban luar ini pada dasarnya
ditahan oeh kopel gaya – gaya dalam yang berupa tegangan tekan da tarik. Jadi
pada serat – serat balok bagian tepi atas akan menahan teganagn tekan, dan
semakin ke bawah teganagn tekan tersebut akan semakon kecil. Sebaliknya,
pada serat – serat bagian tepi bawah akan Manahan tegangan tarik, dan semakin
ke atas tegangan tariknya akan semakin kecil.
Pada bagian tengah, yaitu pada batas antara regangan tekan dan tarik, serat
– serat balok tidak mengalami tegangan sama sekali (tegangan tekan maupun
tariknya bernilai nol). Serat – serat yang tidak mengalami tegangan tersebut
membentuk suatu garis yang disebut garis netral.
Jika beban di atas balok tersebut cukup besar, maka serat – serat beton pada
bagian tepi bawah akan mengalami tegangan tarik cukup besar pula, sehingga
dapat terjadi retak beton pada bagian bawah. Keadaan ini terjadi terutama pada
daerah beton yang momennya besar, yaitu pada bagian tengah bentang.

5
Struktur Beton Bertulang
Teknik Sipil Universitas Gunadarma

b. Balok beton dengan tulangan


Untuk menahan gaya tarik yang cukup besar pada serat – serat balok bagian
tepi bawah, maka perlu diberi baja tulangan sehingga disebut dengan istilah
“beton bertulang”. Pada balok beton bertulang, tulangan baja ditanam di dalam
beton sedemikian rupa, sehingga gaya tarik yang dibutuhkan untuk menahan
momen pada penampang retak dapat ditahan oleh baja tulangan.

Karena sifat beton yang tidak kuat terhadap tarik, maka bagian balok yang
menahan tarik (dibawah garis netral) akan ditahan oleh tulangan, sedangkan
bagian yang menahan tekan (diatas garis netral) tetap ditahan oleh beton.

6
Struktur Beton Bertulang
Teknik Sipil Universitas Gunadarma

c. Fungsi utama beton dan tulangan


Beton maupun baja tulangan pada struktur beton bertulang tersebut
mempunyai fungsi atau tugas pokok yang berbeda, sesuai dengan sifat bahan
yang bersangkutan.
Fungsi utama dari beton yaitu:
1) Menahan beban/gaya tekan
2) Menutup baja tulangan agar todak berkarat
Sedangkan fungsi utama dari baja tulangan, yaitu:
1) Menahan gaya tarik (meskipun juga kuat terhadap gaya tekan)
2) Mencegah retak beton agar tidak melebar

2.2 Faktor Keamanan


Agar dapat terjamin bahwa suatu struktur yang direncananakn mampu menahan
beban yang bekerja, maka pada perencanaan struktur digunakan faktor keamanan
tertentu. Faktor keamanan ini terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu:
1. Faktor keamanan yang berkaitan dengan beban luar yang bekerja pada
struktur, disebut faktor beban.
2. Faktor keamanan yang berkaitan dengan kekuatan struktur (gaya dalam),
disebut faktor reduksi kekuatan ( ).
a. Faktor Beban
Besar faktor beban yang diberikan untuk masing – masing beban yang
bekerja pada suatu penampang struktur akan berbeda – beda, tergantung dari
jenis kombinasi beban yang bersangkutan. Menurut pasal 11.2 SNI 03-2847-
2002, agar supaya struktur dan komponen strukutr memenuhi syarat kekuatan
dan layak pakai terhadap bermacam – macam kombinasi beban, maka harus
dipenuhi ketentuan dari kombinasi – kombinasi beban berfaktor sebagai
berikut:
a) Jika struktur atau komponen struktur hanya menahan beban mati. D saja,
maka dirumuskan: U = 1,4D
b) Jika berupa kombinasi beban mati D dan beban hidup L, maka dirumuskan:
U = 1,2D + 1,6L + 0,5 (A atau R)

7
Struktur Beton Bertulang
Teknik Sipil Universitas Gunadarma

c) Jika berupa kombinasi beban mati D, beban hidup L dan beban angina W,
maka diambil pengaruh yang berasal dari dua macam rumus berikut:
U = 1,2D + 1,0L ± 1,6W + 0,5 (A atau R)
U = 0,9D ± 1,6W
d) Jika pengaruh beban gempa E diperhitungkan, maka diambil yang besar dari
dua macam rumus berikut:
U = 1,2D + 1,0L ± 1,0E
U = 0,9D + 1,0E
dengan:
U = kombinasi beban terfaktor, kN, kN/m atau kNm
D = beban mati (Dead Load), kN, kN/m atau kNm
L = beban hidup (Life Load), kN, kN/m atau kNm
A = beban hidup atap, kN, kN/m atau kNm
R = beban air hujan, kN, kN/m atau kNm
W = beban angin (Wind Load), kN, kN/m atau kNm
E = beban gempa (Earth Quake Load), kN, kN/m atau kNm, ditetapkan
berdasarkan ketentuan SNI 03-1726-1989-F, Tatacara Perencanaan Ketahanan
Gempa Untuk Rumah dan Gedung, atau penggantinya.
Untuk kombinasi beban terfaktor lainnya dapat dilihat pada pasal berikut:
1) Pasal 11.2.4 SNI 03-2847-2002, untuk kombinasi dengan tekanan tanah
lateral.
2) Pasal 11.2.5 SNI 03-2847-2002, untuk kombinasi dengan tekanan hidraulik.
3) Pasal 11.2.6 SNI 03-2847-2002, untuk pengaruh beban kejut.
4) Pasal 11.2.4 SNI 03-2847-2002, untuk pengaruh suhu (T), rangkak, susut
dan settlement ()

b. Faktor reduksi kekuatan 


Ketidakpastian kekuatan bahan terhadap pembebanan pada komponen
struktur dianggap sebagai faktor reduksi kekuatan , yang nilainya ditentukan
menurut Pasal 11.3 SNI 03-2847-2002 sebagai berikut:
1) Struktur kentur tanpa beban aksial (misalnya: balok),  = 0,80
2) Beban aksial dan beban aksial dengan lentur

8
Struktur Beton Bertulang
Teknik Sipil Universitas Gunadarma

a) Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur,  = 0,80


b) Aksial tekanan dan aksial tekan dengan lentur
1. Komponen strukutr dengan tulangan spiral atau sengkang ikat,  =
0,70
2. Komponen strukutr dengan tulangan sengkang biasa,  0,65
3) Geser dan torsi, =0,75
4) Tumpuan pada beton =0,65

2.3 Kekuatan Beton Bertulang


a. Jenis Kekuatan
Menurut SNI 03-2847-2002, pada perhitungan struktur beton bertulang, ada
beberapa istilah untuk menyatakan kekuatan suatu penampang sebagai berikut:
1) Kuat nominal
2) Kuat Rencana
3) Kuat perlu
Kuat nominal (Rn), diartikan sebagai kekuatan suatu komponen struktur
atau penampang yang dihitung berdasarkan ketentuan dan asumsi metode
perencanaan sebelum dikalikan dengan nilai faktor reduski kekuatan yang
sesuai. Pada penampang beton bertulang, nilai kuat nominal bergantung pada
dimensi penampang, jumlah dan letak tulangan, suatu mutu beton dan baja
tulangan. Jadi pada dasarnya kuat nominal ini adalah hasil hitungan kekuatan
yang sebenarnya dari keadaan struktur beton bertulang pada keadaan normal.
Kuat nominal ini biasanya ditulis dengan symbol – symbol Mn, Vn, Tn, dan Pn,
dengan subscript n menunjukkan bahwa nilai – nilai momen M, gaya geser V,
torsi (momen punter)T, dan gaya aksial P diperoleh dari beban nominal suatu
struktur atau komponen struktur.
Kuat perlu (Ru) diartikan sebagai kekuatan suatu komponen strukutr atau
penampang yang diperlukan untuk menahan beban terfaktor atau momen dan
gaya dalam yang berkaitan dengan beban tersebut dalam suatu kombinasi beban
U. Kuat perlu juga biasa ditulis dengan symbol – symbol Mu, Vu, Tu dan Pu
dengan subscript u diperoleh dari beban terfaktor U.

9
Struktur Beton Bertulang
Teknik Sipil Universitas Gunadarma

Karena pada dasarnya kuat rencana R, merupakan kekuatan gaya dalam


(berada di dalam struktur) yang bekerja pada struktur, maka agar perencanaan
struktur dapat dijamin keamanannya harus dipenuhi syarat berikut:
Kuat rencana Rr harus ≥ kuat perlu Ru

b. Prinsip hitungan struktur beton bertulang


Hitungan struktur beton bertulang pada dasarnya meliputi 2 buah hitungan,
yaitu hitungan yang berkaitan dengan gaya luar dan hitungan yang berkaitan
dengan gaya dalam.
Pada hitungan dari gaya luar, maka harus disertai dengan faktor keamanan
yang disebut faktor beban sehingga diperoleh kuat perlu Ru,. Sedangkan pada
hitungan dari gaya dalam, maka disertai dengan faktor aman yang disebut faktor
reduski kekuatan  sehingga diperoleh kuat rencana Rr = Rn. Selanjutnya, agar
struktur mampu memikul beban luar yang bekerja pada struktur tersebut, maka
harus dipenuhi syarat bahwa kuat rencana Rr =  Rn minimal sama dengan kuat
perlu Ru.
Prinsip hitungan struktur beton bertulang yang menyangkut gaya luar dan
gaya dalam tersebut secara jelas dapat dilukiskan dalam bentuk skematis,
seperti tampak pada gambar berikut.

10
Struktur Beton Bertulang
Teknik Sipil Universitas Gunadarma

2.4 Pemasangan Tulangan


a. Pemasangan tulangan longitudinal
Fungsi utama baja tulangan pada struktur beton bertulang yaitu untuk
menahan gaya tarik. Oleh karena itu pada struktur balok, plat, fondasi, ataupun
struktur lainnya dari bahan beton bertulang, selalu diupayakan agar tulangan
longitudinal (tulangan memanjang) dipasang pada serat – serat beton yang
mengalami tegangan tarik. Keadaan ini terjadi terutama pada daerah yang
menahan momen lentur besar (umunya di daerah lapangan tengah bentang, atau
di atas tumpuan), sehingga sering mengakibatkan terjadinya retakan beton
akibat tegangan lentur tersebut.
Tulangan longitudinal ini dipasang searah sumbu batang. Berikut ini
diberikan beberapa contoh pemasangan tulangan memanjang pada balok
maupun pelat

b. Pemasangan tulangan geser


Retakan beton pada balok juga dapat terjadi di daerah ujung balok yang
dekat dengan tumpuan. Retakan ini disebabkan oleh bekerjanya gaya geser atau
gaya lintang balok yang cukup besar, sehingga tidak mampu ditahan oleh
material beton dari balok yang bersangkutan.
Agar balok dapat menahan gaya geser tersebut, maka diperlukan tulangan
geser yang dapat berupa tulangan miring/tulangan serong atau berupa

11
Struktur Beton Bertulang
Teknik Sipil Universitas Gunadarma

sengkang/begel. Jika sebagian penahan gaya geser hanya digunakan begel saja,
maka pada daerah dengan gaya geser besar (misalnya pada ujung balok yang
dekat dengan tumpuan) dipasang begel geser kecil (daerah lapangan/tengah
bentang balok) dapat dipasang begel dengan jarak yang lebih besar/renggang.
Contoh pemasangan tulangan miring dan begel balok dapat dilihat pada
gambar berikut

c. Jarak Tulangan Pada balok


Tulangan longitudinal maupun begel balok diatur pemasangannya dengan
jarak tertentu, seperti terlihat pada gambar berikut

Keterangan
Sb = tebal penutup beton minimal (9-7-1 SNI 03-2847-2002). Jika berhubungan
dengan tanah/cuaca:
Untuk D ≥ 16 mm, tebal Sb = 50 mm.
Untuk D < 16 mm, tebal Sb = 40 mm.

12
Struktur Beton Bertulang
Teknik Sipil Universitas Gunadarma

Jika tidak berhungan dengan tanah/cuaca, tebal Sb = 40 mm.


b = Jarak maksimal (as-as) tulangan samping (3.3-6-7 SK SNI T-15-1991-03),
diambil ≤ 300 mm dan ≤ balok (1/6) kali tinggi efektif balok. Tinggi efektif =
tinggi balok – ds atau d = h – ds.
Snv = Jarak bersih tulangan pada arah vertical (9.6-2 SNI 03-2847-2002) diambil ≥
25 mm, dan ≥ D.
Sn = Jarak bersih tulangan pada arah mendatar (9.6-1 SNI 03-2847-2002) diambil
≥ 25 mm, dan ≥ D.
Disarankan d ≥ 40 mm, untuk memudahkan pegeseran tulangan balok
D = diameter tulangan longitudinal, mm.
ds = jarak titik berat tulangan tarik, sebaiknya diambil ≥ 60 mm.

d. Jumlah tulangan maksimal dalam 1 baris


Dimensi struktur biasanya diberi notasi b dan h, dengan b adalah ukuran
lebar dan h adalah ukuran tinggi total dari penampang struktru. Sebagai contoh
dimensi balok ditulis dengan b/h atau 300/500, berarti penampang dari balok
tersebut berukuran lebar balok b = 300 mm dan tinggi h = 500 mm.

Keterangan
As = luas tulangan tarik, mm2
As’ = luas tulangan tekan, mm2

13
Struktur Beton Bertulang
Teknik Sipil Universitas Gunadarma

b = lebar penampang balok, mm


c = jarak antara garis netral dan tepi serat beton tekan, mm
d = tinggi efektif penampang baok. Mm
ds = jarak antara titik berat tulangan tarik dan tepi serat beton tarik, mm
ds1 = jarak antara titik berat tulangan tarik baris pertama dan tepi serat beton
tarik, mm
ds2 = jarak antara titik berat tulangan tarik pada baris pertama dan kedua, mm
ds’ = jarak antara titik berat tulangan tekan dan tepi serat beton tekan, mm
h = tinggi penampang balok, mm

Karena lebar balok terbatas pada nilai b, maka jumlah tulangan yang dapat
dipasang pada 1 baris (m) juga terbatas. Jika dari hasil hitungan tulangan total
(n) yang ternyata lebih besar daripada nilai m, maka terpaksa tulangan tersebut
harus dipasang pada baris berikutnya. Jumlah tulangan maksimal pada baris 1
(m) tersebut ditentukan dengan persamaan berikut:
𝑏 − 2𝑑𝑠1
𝑚= +1
𝐷 + 𝑆𝑛

dengan
M = jumlah tulangan maksimal yang dapat dipasang pada 1 baris.
Nilai m dibulatkan ke bawah, tetapi jika angka decimal lebih besar daripada
0,86 maka dapat dibulatkan ke atas.
B = lebar penampang balok, mm
Ds1= jarak antara titik berat tulangan tarik baris pertama dan tepi serat beton
tarik, mm.
D = diameter tulangan longitudinal balok, mm
Sn = jarak bersih antar tulangan pada arah mendatar, dengan syarat lebih besar
dari D dan lebih besar dari 40 mm (dipilih nilai yang besar).
Pada persamaan tersebut, jika ternyata jumlah tulangan balok (n) > jumlah
tulangan per baris (m), maka kelebihan tulangan (n-m) tersebut harus
dipasang pada baris berikutnya.

14
Struktur Beton Bertulang
Teknik Sipil Universitas Gunadarma

Contoh:
Balok beton bertulang berukuran 300 mm x 500 mm terletak di atas tumpuan
sederhana seperti tampak pada gambar berikut. Di atas balok tersebut bekerja
beban mati plat qDplat = 2 kN/m dan beban hidup q L = 2 kN/m. Jika berat beton
diperhitungkan sebesar c = 25 kN/m3, hitnglah momen perlu dan momen
nominal untuk peencanaan balok tersebut.

Menghitung momen perlu Mu balok


Beban mati : Berat balok, qD balok = 0,3 x 0,5 x 25 = 3,75 kN/m
Berat plat, qDplat = 2,00 kN/m
Jumlah beban mati qD = 5,75 kN/m
Momen akibat beban mati,
MD = 1/8 qL . L2 = 1/8 x 2 x 82 = 16 kN.m
Momen perlu Mu = 1,2 MD + 1,6 ML
= 1,2 x 46 + 1,6 x 16 = 80,8 kN.m
Menghitung momen nominal Mn balok
Pada perencanaan balok harus dipenuhi syarat bahwa nilai kuat rencana
minimal sama dengan kuat perlu balok. Kuat perlu ini sudah dihitung yaitu
Mu sebesar 80,8 kNm
Nilai kuat rencana =  x kuat nominal
Jadi momen rencana Mr =  x Mn atau Mn = Mr/
Sehingga Mr ≥ Mu

15
Struktur Beton Bertulang
Teknik Sipil Universitas Gunadarma

Bab 3
BALOK TULANGAN TUNGGAL

3.1 Dasar Perencanaan


a. Pengertian Balok dan Portal
Balok dapat didefenisikan sebagai salahs atu dari elemen struktur portal
dengan bentang yang arahnya horizontal, sedangkan portal merupakan
kerangka utama dari struktur bangunan khususnya bangunan gedung. Portal
digambarkan dalam bentuk garis – garis horizontal (disebut balok) dan vertical
(disebut kolom) yang saling bertemu /berpotongan pada titik buhul (joint).
Biasanya pada perencanaan portal dengan bahan beton bertulang, ujung kolom
bagian bawah dari portal tersebut bertumpu/tertanam kuat pada fondasi dan
dapat dianggap/direncanakan sebagai perletakan jepit ataupun sendi.
Beban yang bekerja pada balok biasanya berupa beban lentur, beban geser
maupun torsi (momen punter), sehingga perlu baja tulangan untuk menahan
beban – beban tersebut. Tulangan ini berupa tulangan memanjang atau tulangan
longitudinal (yang menahan beban lentur) serta tulangan geser/begel (yang
menahan beban geser dan torsi).

b. Tinggi penampang minimal balok


Dalam hal mendukung beban lentur, jika ukuran balok terlalu kecil maka
akan terjadi lendutan yang sangat berbahaya bagi keamanan struktur balok,
bahkan akan timbul retak yang lebar sehingga dapat meruntuhkan balok.
Jika persyaratan lendutan tidak diperhitungkan secara detail, maka SNI
Beton 2002 memberikan tinggi penampang (h) minimal pada balok maupun
pelat seperti tercantum pada table berikut:

16
Struktur Beton Bertulang
Teknik Sipil Universitas Gunadarma

c. Distribusi regnagn dan tegangan balok


Balok dengan tulangan tunggal ini sering disebut dengan balok bertulangan
sebelah atau balok dengan tulangan saja. Untuk keperluan hitungan balok
dengan tulangan tunggal, berikut ini dilukiskan bentuk penampang balok yang
dilengkapi dengan distribusi regangan dan tegangan beton serta notasinya,
seperti terlihat pada gambar berikut

Keterangan
a = tinggi balok tegangan beton tekan persegi ekivalen = 1 . c, dalam mm.
As = luas tulangan tarik,mm2
b = lebar penampang balok, mm
c = jarak antara garis netral dan tepi serat beton tekan, mm
Cc = gaya tekan beton, kN
d = tinggi efektif penampang balok, mm

17
Struktur Beton Bertulang
Teknik Sipil Universitas Gunadarma

ds = jarak antara titik berat tulangan tarik dan tepi serat beton tarik, mm
fc’ = tegangan tekan beton yang disyaratkan pada umur 28 hari, MPa
Es = modulus elastisitas baja tulangan, diambil sebesar 200.000 MPa
fs = tegangan tarik baja tulangan s . Es dalam MPa
fy = tegangan tarik baja tulangan pada saat leleh, MPa
h = tinggi penampang balok, mm
Mn = momen nominal actual, kNm
Ts = gaya tarik baja tulangan, kNm
1 = faktor pembentuk tegangan beton tekan persegi ekivalen, bergantung pada
mutu beton (fc’) sebagai berikut:
Untuk fc’ ≤ 30 MPa, maka 1 = 0,85

0,05.(𝑓𝑐 ′ −30)
Untuk fc’ > 30 MPa, maka 1 = 0,85 − 7

Tetapi 1 ≥ 0,65
c’ = regangan tekan beton, dengan c’ maksimal (cu’) = 0,003
s = regangan tarik baja tulangan
y = regangan tarik baja tulangan pada saat leleh = fy/Es = fy/200000
d. Perencanaan Batas
Dalam perencanaan elemen beton bertulang ada beberapa kondisi batas
yang dapat dijadikan constraint, yaitu:
1) Kondisi batas ultimit, dapat disebabkan beberapa faktor berikut:
a) Hialangnya keseimbangan local atau global
b) Rupture, yaitu hilangnya ketahanan lentir dan geser elemen –
elemen struktur
c) Keruntuhan progressive akibat adanya keruntuhan local pada
daerah sekitarnya
d) Pembentukan sendi plastis
e) Ketidakstabilan struktur
2) Kondisi batas kemampuan layanan yang menyangkut berkurangnya
fungsi struktur, dapat berupa:
a) Defleksi yang berlebihan pada kondisi layan.

18
Struktur Beton Bertulang
Teknik Sipil Universitas Gunadarma

b) Lebar retak yang berlebih.


c) Vibrasi yang mengganggu.
3) Kondisi batas khusus, yang menyangkut kerusakanlkeruntuhan
akibat beban ab-normal, dapat berupa:
a) Keruntuhan pada kondisi gempa ekstrim.
b) Kebakaran, ledakan, atau tabrakan kendaraan.
c) Korosi ataujenis kerusakan Iainnya akibat lingkungan.
Perencanaan yang memperhatikan kondisi-kondisi batas di atas disebut
perencanaan batas. Konsep perencanaan batas ini digunakan sebagai prinsip
dasar peraturan beton di Indonesia (SNI 03-2847-2002).
e. Asumsi dasar perhitungan lentur
Menurut peraturan beton di Indonesia (SNI 03-2847-2002), pada perencanaan
beton bertulang yang berkaitan dengan lentur diberlakukan beberapa asumsi
sebagai berikut:
1) Penampang tegak lurus sumbu lentur yang berupa bidang datar sebelum
lentur, akan tetap berupa bidang datar setelah lentur (Pasal 12.2.2).
2) Tidak terjadi slip antara beton dan baja tulangan (pada level yang sama,
regangan pada beton adalah sama dengan regangan pada baja) (Pasal
12.2.2).
3) Beton diasumsikan runtuh pada saat regangan tekannya (c’) mencapai
regangan batas tekan (c’) (Pasal 12.2.3)
4) Tegangan pada beton dan baja tulangan dapat dihitung dan regangan dengan
menggunakan hubungan antara tegangan-regangan beton dan baja (Pasal
12.2.4).
5) Untuk perhitungan kekuatan lentur penampang, kuat tank beton diabaikan
(Pasal 12.2.5).
6) Hubungan tegangan-regangan beton dapat diasumsikan persegi, trapezium,
parabola, atau lainyya (Pasal 12.2.6).
Berdasarkan asumsi (3) atau Pasal 12.2.3 SNI 03-2847-2002, regangan
batas beton tekan cu’ dapat diambil sebesar 0,003. Asumsi yang ditegaskan
pada pasal 12.2.6 SNI 03-2847-2002 membolehkan penggunaan berbagai

19
Struktur Beton Bertulang
Teknik Sipil Universitas Gunadarma

bentuk hubungan tegangan regangan beton, selama prediksi kekuatan yang


dihasilkan sesuai dengan hasil pengujian.

f. Perhitungan tulangan longitudinal balok


Jika balok menahan momen lentur cukup besar, maka pada serat serat
balok bagian atas akan mengalami tegangan tekan dan pada serat serat balok
bagian bawah mengalami tegangan tank. Untuk serat-serat balok bagian atas
yang mengalami tegangan tekan, tegangan ini akan ditahan oleh beton,
sedangkan untuk serat-serat balok yang mengalami tegangan tank akan ditahan
oleh baja tulangan, karena kuat tank beton diabajkan (Pasal 12.2.5 SNI 03-
2847-2002).
Pada perencanaan beton bertulang, diusahakan kekuatan beton dan baja
agar dirnanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Untuk beton, karena sangat kuat
menahan beban tekan, makà dimanfaatkan kuat tekan beton jangan sampai
melebihi batas runtuh pada regangan tekan beton maksimal (cu’) = 0,003.
Sedangkan untuk baja tulangan tank yang tertanam di dalam beton, dapat
dimanfaatkan kekuatan sepenuhnya sampai mencapal batas leleh, yaitu nilai
tegangan tank baja fs sama dengan tegangan leleh fy.
a) Gaya tekan beton. Gaya tekan beton dapat diperhitungkan dan hubungan
tegangan-regangan beton. Karena gaya merupakan hasil kali antara
tegangan dan luas penampangnya, dengan blok tegangan tekan persegi
ekivalen dapat dihitung besar gaya tekan beton Cc sebagai berikut: .
C = 0,85.fc’.a.b
b) Gaya tank baja tulangan. Gaya tank baja tulangan (Ta) dapat dihitung
dengan cara membuat perkalian antara luas baja tulangan dan tegangan
lelehnya, yaitu sebagai berikut: Ts =As . fy
c) Luas tulangan longitudinal balok. Karena balok dalam keadaan setimbang,
maka gaya tekan beton akan sama dengan gaya tañk baja tuiangan.
Substitusi dan akan diperoleh luas tulangan balok (As) sebagai berikut: .

0,85. 𝑓𝑐 ′ . 𝑎. 𝑏
𝐴𝑠 =
𝑓𝑦

20
Struktur Beton Bertulang
Teknik Sipil Universitas Gunadarma

g. Faktor momen pikul K dan nilai a


Luas tulangan balok (As) dapat dihitung, dan nilainya bergantung pada
mutu beton fc’, tinggi blok tegangan tekan beton persegi ekivalen a, lebar balok
b, dan mutu baja f. Pada perencanaan balok, biasanya nilai-nilai fc, fy, dan b
sudah ditentukan, sedangkan nilai a perlu ditanyakan/dianalisis lagi nielalui
pembahasan momen nominal (Mn) berikut ini.
Besar gaya tekan beton Cc sama dengan gaya tank baja tulangan T, dan
kedua gaya tersebut berlawanan arah dengan jarak sebesar d – a/2. Arah gaya
tekan beton Cc (yang berada di sebelah atas) ke kiri, sedangkan arah gaya tarik
baja tulangan Ts (sebelah bawah) ke kanan, sehingga membentuk momen kopel
(disebut momen nominal aktual Mn) dengan arah berlawanan jarum jam.
Momen ini dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Mn = Cc (d-a/2) atau Mn = Ts (d-a/2)
Selanjutnya jika faktor momen pikul (K) didefinisikan sebagai momen
nominal (Mn) yang dibagi dengan hasil perkalian antara luas efektif dan tinggi
balok(b.d x d), maka diperoleh hitungan/persamaan berikut:

𝑀𝑛 𝑀𝑢
𝐾= 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐾 =
𝑏𝑑 2 𝑏𝑑 2
Mn = Cc (d-a/2) atau Mn = 0,85 fc’ a b (d-a/2)
K = 0,85 fc’ a b (d-a/2)/(b d2) atau K = 0,85 fc’ a (d-a/2)/d2
Selanjutnya
𝐾𝑑 2 𝐾𝑑 2
= 𝑎. 𝑑 − 0,5. 𝑎2 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,5. 𝑎 − 𝑑. 𝑎 + =0
0,85 𝑓𝑐′ 0,85𝑓𝑐 ′
4.0,5𝐾𝑑2
−(−𝑑)±√𝑑2 − 𝐾𝑑2 2.𝐾
0,85 𝑓𝑐′
a1,2 = = 𝑑 ± (√1 − 0,85.𝑓𝑐′) 𝑑
2.0,5

Karena nilai a selalu lebih kecil daripada tinggi efektif balok d, maka diperoleh nilai
a berikut:
2.𝐾
a = (1 − √1 − 0,85.𝑓𝑐′) 𝑑

21
Struktur Beton Bertulang
Teknik Sipil Universitas Gunadarma

h. Regangan Tekan Beton


Pada perenaan beton bertulang, regangan tekan beton c’ dibatasi sampai
batas retak cu’ sebesar 0,003. Nilai regangan c’ (bukan cu’) ini dapat
ditentukan berdasarkan diagram distribusi regangan

22
Perancangan Struktur Beton Prategang
Teknik Sipil Universitas Gunadarma

DAFTAR PUSTAKA

Istimawan Dipohusodo, “Struktur Beton Bertulang”, PT Gramedia Pustaka Utama,


Jakarta, 1996
L.Wahyudi dan Syahril A.Rahim, “Struktur Beton Bertulang”, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1999
Trianto Budi Astanto, “Konstruksi Beton Bertulang”, Penerbit Kanisius, Yogyakarta,
2001
Departemen Pekerjaan Umum, “Tata Cara Perhitungan Beton untuk Bangunan
Gedung”, Yayasan LPMB, Bandung, 1991

iii

Anda mungkin juga menyukai