Anda di halaman 1dari 22

1.

Dasar-dasar struktur beton pratekan/prategang


Ada tiga konsep yang berbeda-beda yang dapat dipakai untuk menjelaskan
dan menganalisis sifat-sifat dasar dari beton prategang:
a. Dasar pertama: Sistem prategang untuk mengubah beton menjadi bahan yang
elastis.

Ini

merupakan

buah

pemikiran

Eugene

Freyssinet

yang

memvisualisasikan beton prategang pada dasarnya adalah beton yang


ditransformasikan dari bahan yang getas menjadi bahan yang elastis dengan
memberikan tekanan (desakan) terlebih dahulu (pratekan) pada bahan
tersebut. Dari konsep ini lahirlah kriteria tidak ada tegangan tarik pada
beton. Pada umumnya telah diketahui bahwa jika tidak ada tegangan tarik
pada beton, berarti tidak akan terjadi retak, dan beton tidak merupakan bahan
yang getas lagi melainkan berubah menjadi bahan yang elastis.
Dalam bentuk yang paling sederhana, ambillah balok persegi panjang yang diberi
gaya prategang oleh sebuah tendon sentris (cgs berimpit cgc), lihat Gambar 1.1.
Akibat gaya prategang F, akan timbul tegangan tekan merata sebesar :
F
=

.................................................................................................. (1.1)
A

Jika M adalah momen eksternal pada penampang akibat beban dan berat sendiri
balok, maka tegangan pada setiap titik sepanjang penampang akibat M adalah :
Mv
=
................................................................................................
(1.2) I
dimana y adalah jarak dari sumbu yang melalui titik berat dan I adalah momen
inersia penampang. Jadi distribusi tegangan yang dihasilkan adalah:

F
=

Mv

....................................................................................... (1.3)

Gambar 1.1 Distribusi tegangan beton prategang sentris.


Bila tendon ditempatkan eksentris (sebesar e), maka distribusi tegangannya (lihat
Gambar 1.2) menjadi :
F
=

Fev
+

Mv
+

......................................................................(1.4)
I

Fev
dimana
adalah tegangan akibat momen eksentris.
I

Gambar 1.2 Distribusi tegangan beton prategang eksentris.


b. Dasar kedua, Sistem prategang untuk kombinasi baja mutu tinggi dengan
beton. Konsep ini mempertimbangkan beton prategang sebagai kombinasi
(gabungan) dari baja dan beton, seperti pada beton bertulang, dimana baja
menahan tarikan dan beton menahan tekanan, dengan demikian kedua bahan
membentuk kopel penahan untuk melawan momen eksternal (Gambar 1.3).
Pada beton prategang, baja mutu tinggi dipakai dengan jalan menariknya
sebalum kekuatannya dimanfaatkan sepenuhnya. Jika baja mutu tinggi
ditanam pada beton, seperti pada beton bertulang biasa, beton disekitarnya
akan menjadi retak berat sebelum seluruh kekuatan baja digunakan (Gambar
1.4). oleh karena itu, baja perlu ditarik sebelumnya (pratarik) terhadap beton.
Dengan menarik dan menjangkarkan ke beton dihasilkan tegangan dan
regangan yang diinginkan pada kedua bahan, tegangan dan regangan tekan
pada beton serta tegangan dan regangan pada baja. Kombinasi ini
memungkinkan pemakaian yang aman dan ekonomis dari kedua bahan
dimana hal ini tidak dapat dicapai jika baja hanya ditanamkan dalam bentuk
seperti pada beton bertulang biasa.

Gambar 1.3 Momen penahan internal pada balok beton prategang dan beton
bertulang.

Gambar 1.4 Balok beton menggunakan baja mutu tinggi.


c. Dasar ketiga, Sistem prategang untuk mencapai perimbangan beban. Konsep
ini terutama menggunakan prategang sebagai suatu usaha untuk membuat
seimbang gaya-gaya pada sebuah batang (lihat Gambar 1.5 dan Gambar 1.6).
Penerapan dari konsep ini menganggap beton diambil sebagai benda bebas dan
menggantikan tendon dengan gaya-gaya yang bekerja pada beton sepanjang
beton.

Gambar 1.5 Balok prategang dengan tendon parabola.

Gambar 1.6 Balok prategang dengan tendon membengkok

2. Perbedakan beton bertulang dengan beton pratekan


Perbedaan beton pratekan dengan beton bertulang adalah: beton betulang
mengkombinasikan beton dan tulangan baja dengan cara membiarkan keduanya
bekerja secara pasif dengan tidak memberi pembagian tahanan beban, sedangkan:
beton pratekan mengkombinasikan beton kekuatan tinggi dengan baja secara aktif

dengan cara menarik baja dan menahannya pada beton sehingga membuat beton
dalam keadaan tertekan.
Seperti yang telah diketahui bahwa beton adalah suatu material yang tahan
terhadap tekanan, akan tetapi tidak tahan terhadap tarikan. Sedangkan baja adalah
suatu material yang sangat tahan terhadap tarikan. Dengan mengkombinasikan antara
beton dan baja dimana nanti akan disebut sebagai beton bertulang (reinforced
concrete). Jadi pada beton bertulang, beton hanya memikul tegangan tekan,
sedangkan tegangan tarik dipikul oleh baja sebagai penulangan (rebar). Sehingga
pada beton bertulang, penampang beton tidak 100% efektif digunakan, karena bagian
yang tertarik tidak diperhitungkan sebagai pemikul tegangan. Hal ini dapat dilihat
pada sketsa gambar disamping.
Suatu penampang beton bertulang dimana penampang beton yang
diperhitungkan untuk memikul tegangan tekan adalah bagian diatas garis netral
(bagian yang diarsir), sedangkan bagian dibawah garis netral adalah bagian tarik
yang tidak diperhitungkan untuk memikul gaya tarik karena beton tidak tahan
terhadap tegangan tarik. Gaya tarik pada beton bertulang dipikul oleh besi
penulangan (rebar). Kelemahan lain dari konstruksi beton bertulang adalah berat
sendiri (selfweight) yang besar, yaitu 2.400 kg/m3, dapat dibayangkan berapa berat
penampang yang tidak diperhitungkan untuk memikul tegangan (bagian tarik).
Untuk mengatasi ini pada beton diberi tekanan awal sebelum beban-beban
bekerja, sehingga seluruh penampang beton dalam keadaan tertekan seluruhnya,
inilah yang kemudian disebut beton pratekan atau beton prategang (prestressed
concrete). Perbedaan utama antara beton bertulang dengan beton pratekan
adalah cara kerjanya. Cara kerja beton bertulang adalah mengkombinasikan antara
beton dan baja tulangan dengan membiarkan kedua material tersebut bekerja sendirisendiri, dimana beton memikul tekan dan tulangan baja memikul tarik. Sedangkan
beton pratekan mempunyai cara kerja dengan mengkombinasikan beton dan tulangan
baja secara aktif. Cara aktif ini dapat dicapai dengan cara menarik baja yang
menahannya ke beton, sehingga beton dalam keadaan tertekan.
3. Sistem prategangan dengan penjelasan gambar-gambar

Perancang struktur beton pratekan/prategang harus memiliki pengetahuan


tentang teknik dan teknologi yang berhubungan dengan penegangan dan harus
terbiasa dengan istilah-istilah yang digunakan. Bab ini menguraikan teknik-teknik
penegangan secara komprehensip dan juga memberikan detail-detail dari beberapa
sistem penegangan yang luas dikenal.
Materi tentang pelaksanaan prategang dibagi dalam dua klasifikasi:
Pretensioning

(Penegangan/Penarikan-Awal)

dan

Post-tensioning

(Penegangan/Penarikan Purna). Dalam Pretensioning, tendon ditegangkan sebelum


pengecoran beton, sementara dalam posttensioning, tendon ditegangkan sesudah
beton dicetak. Skema klasifikasi sistem-sistem prategangan diberikan dalam skema
di bawah (Gbr. 3.1.)

Gambar 3.1. Klas


a. Tahap-tahap Pretensioning (Penegangan-Awal)
Dalam sistem pretensioning, tendon baja kekuatan tinggi ditarik diantara
dua ujung abutmen (juga disebut bulkhead) sebelum pengecoran beton. Abutmenabutmen dikekang pada ujung-ujung landasan prategang.
Pada saat beton mencapai kekuatan yang diinginkan untuk penegangan,
tendontendon diputus dari abutmen-abutmennya. Gaya pratekan ditransfer ke beton
dari tendon, berdasarkan ikatan/rekatan diantara beton dan tendon. Selama transfer
prategang, elemen mengalami perpendekkan elastik. Apabila tendon diaplikasikan

secara eksentris, elemen sangat mungkin mengalami lenturan dan defleksi. Tahaptahap yang berbeda dari pelaksanaan pretensioning diringkaskan sbb.:
1. Pengangkuran tendon pada ujung-ujung abutmen
2. Penempatan jack-jack (dongkrak)
3. Aplikasi tarikan pada tendon
4. Pencetakan beton
5. Memutus tendon

Selama pemutusan tendon-tendon, prategang ditransfer pada beton melalui


perpendekkan elastik dan pelengkungan elemen. Tahap-tahap tersebut ditunjukkan
secara skematik dalam Gbr. 2.3. Panjang penegangan dan alas acuan bervariasi dari
sekitar 80 feet (25 m) sampai 650 feet (200 m), bergantung pada produk yang
diperlukan. Untaian kabel yang ditegangkan secara individu biasanya dilepaskan
dengan api-pemotong atau sawing. Urutan pemotongan harus sedemikian rupa agar
tegangan-tegangan tetap sesimetris mungkin. Pemotongan harus dilakukan secara
bertahap dan sedekat mungkin dengan elemen untuk meminimalkan jumlah energi
yang ditransfer secara dinamik melalui tegangan ikat pada pelepasan.

Gambar 3.2. Tahap-tahap Pretensioning (Penegangan/penarikan-awal)

Keuntungan dan Kerugian Sistem Pretensioning


Keuntungan relatif sistem pretensioning dibandingkan dengan sistem post-

tensioning adalah:

Sistem pretensioning cocok untuk elemen pracetak yang diproduksi


dalam jumlah besar.

Kerugian relatif sistem pretensioning adalah:

Suatu alas penegangan diperlukan untuk pelaksanaan pretensioning;

Terdapat suatu masa tunggu di alas penegangan, sebelum beton


mencapai cukup kekuatan;

Harus ada ikatan/rekatan yang baik diantara beton dan baja sepanjang
panjang transmisi.

Gambar 3.3 Alas pracetak yang sedang disiapkan


untuk mengecor sebuah gelagar AASHTO yang
sangat panjang. Sisi samping acuan (mold)
terlihat di latarbelakang ke arah kanan. Untaian
kabel prategang ditahan pada pusat balok oleh
katrol-katrol baja yang akan tertinggal dalam
beton sesudah pengecoran. Alas berukuran cukup
panjang sehingga beberapa gelagar dapat dicetak
dari ujung ke ujung, dengan untaian kabel ditarik
ke atas dan ke bawah sesuai keperluan. Baja
tulangan lunak digunakan sebagai tulangan geser
(sengkang). Sisi-sisi atas sengkang akan merekat pada lapisan penutup
yang dicetak di tempat. Puntiran vertikal kabel prategang dekat ujung
gelagar akan berfungsi sebagai putaran pengangkat.

Perangkat Sistem Pretensioning


Beberapa perangkat penting dalam sistem pretensioning adalah

sbb.:

Alas/landasan prategangan

Abutmen ujung

Acuan/mold

Jack (dongkrak)

Perangkat pengangkuran

Perangkat pelentuk kabel

Sistem Pratekan Post-tensioning (Sistem Penegangan-Purna)


Sub-bab ini meliputi topik sbb,

Tahap-tahap Post-tensioning (Penegangan/Penarikan-Purna)

Keuntungan dan Kerugian Sistem Post-tensioning

Perangkat Sistem Post-tensioning

Fabrikasi Gelagar Jembatan Sistem Post-tensioning

b. Tahap-tahap Post-Tensioning (Penegangan-Purna)


Dalam sistem post-tensioning, pipa atau saluran untuk tendon (strands)
ditempatkan bersama-sama dengan penulangan sebelum pencetakan beton. Tendon

dimasukkan ke dalam saluran (pipa) sesudah pencetakan beton. Pipa mencegah kontak
diantara beton dan tendon selama pelaksanaan penarikan. Tidak seperti sistem
pretensioning, tendon-tendon ditarik dengan reaksi yang bekerja terhadap beton yang
mengeras.
Bila saluran/pipa dipenuhi dengan injeksi semen (grout), maka ini disebut
posttensioning terekat (bonded). Injeksi merupakan pasta semen murni atau suatu mortar
semenpasir yang mengandung bahan tambahan yang sesuai. Dalam sistem post-tensioning
tak-terekat (unbonded), pipa/saluran tidak pernah diinjeksi dan tendon ditahan sematamata oleh pengangkuran ujung. Sketsa berikut menunjukkan gambaran skematik dari suatu
elemen post-tensioning yang diinjeksi. Profil saluran bergantung pada kondisi tumpuan.
Untuk elemen perletakkan sederhana, saluran mempunyai suatu profil penurunan diantara
ujung-ujung. Untuk elemen perletakkan menerus, saluran menurun pada bagian bentangan
dan naik di atas tumpuan.

Gambar 3.14 Sistem post-tensioning, angkur penarikan, angkur ujung tetap dan
tabung/pipa.

Gambar 3.15. Saluran/pipa tendon post-tensioning di dalam suatu gelagar kotak

Gambar 3.16. Bagian ujung suatu gelagar kotak sesudah penarikan tendon
Adapun tahap-tahap pelaksanaan penarikan-purna (post-tensioning) dapat
diberikan sbb.:
1. Pengecoran beton
2. Penempatan tendon
3. Penempatan blok angkur dan dongkrak
4. Aplikasi tarikan pada tendon-tendon
5. Pengaturan pasak/baji
6. Pemotongan tendon
Tahap-tahap tersebut ditunjukkan secara skematik pada Gambar 3.14. Sesudah
mengangkurkan sebuah tendon pada satu ujung, tarikan diberikan pada ujung lainnya
menggunakan dongkrak. Penegangan tendon-tendon dan gaya pra-tegang beton timbul
secara simultan. Sebuah sistem keseimbangan-sendiri dari gaya-gaya berkembang sesudah
peregangan tendon.

Gambar 3.17. Tahap-tahap post-tensioning

Keuntungan dan Kerugian Sistem Post-tensioning


Keuntungan

relatif

sistem

post-tensioning

dibandingkan

dengan

sistem

pretensioning adalah,

Sistem post-tensioning cocok untuk elemen yang dicetak di lokasi


pekerjaan dengan bobot besar;

Waktu tunggu dalam alas pencetakan kurang;

Transfer prategang tidak bergantung pada panjang transmisi.

Kerugian relatif sistem post-tensioning adalah,

Memerlukan perangkat pengangkuran dan peralatan untuk injeksi semen


(grouting)

Perangkat Sistem Post-tensioning


Beberapa perangkat utama dalam sistem post-tensioning adalah sbb.:

Alas/landasan pencetakan

Mold/acuan

Saluran/pipa tendon

Perangkat pengangkuran

Dongkrak

Coupler

Peralatan grouting (injeksi/penyuntikkan semen)

4. Keuntungkan pada struktur beton pratekan


Beton prategang

memberikan

keuntungan-keuntungan

teknis

besar dibandingkan dengan konstruksi lainnya (beton bertulang biasa) seperti:

Terhindarnya retak terbuka di daerah beton tarik, jadi lebih tahan terhadap
korosif.
Pada beton bertulang,

Pada beton prategang,

Penampang struktur lebih kecil/langsing, sebab seluruh penampang dipakai


secara efektif.
Pada beton bertulang,

Pada beton prategang,

Terlihat bahwa kekuatan penampang beton pratekan enam kali lebih besar jika
dibandingkan dengan beton bertulang.

Ketahanan geser balok bertambah, yang disebabkan oleh pengaruh pratekan yang
mengurangi tegangan tarik utama (akan di bahas lebih lanjut pada tegangan geser
beton prategang). Pemakaian kabel yang melengkung, khususnya dalam untuk
bentang panjang membantu mengurangi gaya geser yang timbul pada penampang
tempat tumpuan.

Jumlah berat baja prategang jauh lebih kecil dibandingkan dengan berat baja
tulangan biasa (1/5 1/3), sehingga berkurangnya beban mati yang diterima
pondasi.

Biaya pemeliharaan beton prategang lebih kecil, karena tidak adanya retak-retak
pada kondisi beban kerja (terhindar dari bahaya korosi).

5. Pelaksanaan struktur jembatan beton pratekan, untuk jembatan diatas


sungai tiga bentang dan jembatan layang dengan metode konvensional

Jembatan diatas sungai tiga bentang

a. Pelaksanaan pemasangan gelagar


Gelagar jembatan itu sendiri mempunyai fungsi sebagai pemikul beban
bergerak (kendaraan mobil, kereta api, dan manusia). Gelagar ini dapat dibuat
dari beton, baja, atau kayu. Tetapi dalam metode pelaksanaan ini membahas
menggunakan gelagar beton. Penggunaan dari bentuk gelagar yang dilaksanakan
sebagai pekerjaan yang ini perlu diperhitungkan kemiringan sudutnya yang
diberikan dalam persamaan trigonometri. Dalam perencanaan pembangunan
jembatan ini diperlukan perencanaan awal yang matang, salah satunya adalah
perencanaan gelagar. Pekerjaan pemasangan gelagar dilaksanakan setelah
pekerjaan pondasi jembatan selesai. Pelaksanaan pekerjaan pemasangan gelagar
terdiri dari:
1. Menurunkan gelagar dan plat dari kendaraan truk trailer menggunakan crane.

Untuk perakitan gelagar jembatan ini dibutuhkan suatu daerah persiapan


yan mempunyai panjang sebesar bentang gelagar. Sebagai tambahan diperlukan
pula daerah untuk menyimpan balok-balok beton yang nantinya berfungsi
sebagai penopang sementara gelagar.
Kemudian dengan menggunakan crane gelagar diletakkan pada posisi
memanjang di atas alat bantuan tumpuan, lalu dilakukan penyatuan gelagar, dengan
menggunakan metode stressing atau post tension.

Metode stressing dilakukan apabila kekuatan beton sudah memenuhi


persyaratan sesuai dengan initial jacking force yang telahdiapproval. Langkahlangkah stressing adalahsebagaiberikut:
1. Masukkan Strand

2. Setting angkur balok

3. Stressing

4. Potong strand

5. Grouting dan patcin

6. Finishing

Metode post tension dilakukan dengan menggabungkan beberapa segmen


balok untuk kemudian disatukan dengan menggunakan perekat lalu disetressing.
1. Install Strand Ke Dalam Ducting

2. Pemberian Epoxi pada Permukaan Segmen

3. Proses Stressing

Pekerjaan selanjutnya adalah erection, dengan cara meluncurkan gelagar


tersebut pada posisi bentangan jembatan dengan menggunakan bantuan 2
unit crane dimana 1 crane sebagai penarik dan 1 unit crane lagi membantu
mengangkat/pegangan belakang.

Pelaksanaan Pemasangan Diafragma


Diafragma adalah elemen struktur yang berfungsi untuk memberikan ikatan antara
gelagar sehingga akan memberikan kestabilan pada masing-masing gelagar dalam
arah horisontal. Pengikat tersebut dilakukan dalam bentuk pemberian stressing pada
diafragma dan gelagar sehingga dapat bekerja sebagai satu kesatuan.

Jembatan layang dengan metode konvensional

Persiapan
1)

Buat marking-marking pada pondasi (abutment/pier).

2)

Siapkan material dan peralatan untuk jembatan darurat (perancah) 2 set.

3)

Peralatan pendukung untuk erection.

4)

Tentukan nomor urutan balok yang akan dipasang.

Gambar 1. Rencana Peletakan Balok Beton Pratekan


5)

Perancah dibuat dari baja H (H beam) dengan ukuran sesuai dengan rencana.

6)

Perancah dipasang antara Abutment dan Pier

Gambar 2. Metode Tarik Balok

Gambar 4. Metode Tarik Balok

7)

Letakkan balok ke atas kura-kura (alat geser) dengan dongkrak secara

bergantian pada ujung-ujung balok.


8)

Lakukan penarikan balok dengan alat (ENGINE WIND) secara perlahan-lahan

sampai posisi yang tepat.


9)

Lakukan pergeseran dengan cara ditarik pada ujung-ujung balok sampai pada

titik yang telah ditetapkan.


10)

Untuk balok berikutnya lakukan seperti pada cara pertama.

11)

Antara balok dengan balok harus selalu dipasang brassing.

B.

Pemasangan Bearing Ped

1)

Setelah balok diletakkan pada titik-titik yang telah ditetapkan, balok diangkat

dengan dongkrak pada ujung-ujungnya.


2)

Balok-balok kayu sebagai ganjal diambil dan pasang bearing pednya.

3)

Turunkan balok sampai numpang pada bearing ped.

Anda mungkin juga menyukai