Anda di halaman 1dari 24

A.

Pendahuluan
Beton adalah suatu material yang tahan terhadap tekanan, akan tetapi tidak tahan terhadap
tarikan. Sedangkan baja adalah suatu material yang sangat tahan terhadap tarikan. Dengan
mengkombinasikan antara beton dan baja dimana beton yang menahan tekanan sedangkan
tarikan ditahan oleh baja akan menjadi material yang tahan terhadap tekanan dan tarikan yang
dikenal sebagai beton bertulang (reinforced concrete). Jadi pada beton bertulang, beton hanya
memikul tegangan tekan, sedangkan tegangan tarik dipikul oleh baja sebagai penulangan
(rebar). Sehingga pada beton bertulang penampang beton tidak dapat efektif 100 % digunakan,
karena bagian yang tertarik tidak diperhitungkan sebagai pemikul tegangan. Hal ini dapat dilihat
pada sketsa gambar berikut :

Suatu penampang beton bertulang dimana penampang beton yang diperhitungkan untuk
memikul tegangan tekan adalah bagian diatas garis netral (bagian yang diarsir), sedangkan
bagian dibawah garis netral adalah bagian tarik yang tidak diperhitungkan untuk memikul gaya
tarik karena beton tidak tahan terhadap tegangan tarik.
Gaya tarik pada beton bertulang dipikul oleh besi penulangan (rebar). Kelemahan lain dari
konstruksi beton bertulang adalah berat sendiri (self weight) yang besar, yaitu 2.400 kg/m3,
dapat dibayangkan berapa berat penampang yang tidak diperhitungkan untuk memikul tegangan
(bagian tarik). Untuk mengatasi ini pada beton diberi tekanan awal sebelum beban-beban
bekerja, sehingga seluruh penampang beton dalam keadaan tertekan seluruhnya, inilah yang
kemudian disebut beton pratekan atau beton prategang (prestressed concrete).
Perbedaan utama antara beton bertulang dan beton pratekan adalah sebagai berikut :
Beton bertulang :
Cara bekerja beton bertulang adalah mengkombinasikan antara beton dan baja tulangan
dengan membiarkan kedua material tersebut bekerja sendiri-sendiri, dimana beton bekerja
memikul tegangan tekan dan baja penulangan memikul tegangan tarik. Jadi dengan
menempatkan penulangan pada tempat yang tepat, beton bertulang dapat sekaligus memikul
baik tegangan tekan maupun tegangan tarik.

Beton pratekan :
Pada beton pratekan, kombinasi antara beton dengan mutu yang tinggi dan baja bermutu
tinggi dikombinasikan dengan cara aktif, sedangan beton bertulang kombinasinya secara pasif.
Cara aktif ini dapat dicapai dengan cara menarik baja dengan menahannya ke beton,
sehingga beton dalam keadaan tertekan. Karena penampang beton sebelum beban bekerja telah
dalam kondisi tertekan, maka bila beban bekerja tegangan tarik yang terjadi dapat dieliminir
oleh tegangan tekan yang telah diberikan pada penampang sebelum beban bekerja.

B. Pengertian Beton Prategang


a. Menurut ACI
Beton prategang adalah beton yang mengalami tegangan internal dengan besar dan
distribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi sampai batas tertentu tegangan yang
terjadi akibat beban eksternal.

b. Menurut PBI – 1971

Beton prategang adalah beton bertulang dimana telah ditimbulkan tegangan-tegangan intern
dengan nilai dan pembagian yang sedemikian rupa hingga tegangan-tegangan akibat beton-
beton dapat dinetralkan sampai suatu taraf yang diinginkan.

c. Menurut SNI 03-2847-2002

Beton prategang merupakan beton bertulang yang telah diberikan tegangan tekan dalam
untuk mengurangi tegangan tarik potensial dalam akibat beban kerja.

d. Menurut Draft Konsesus Pedoman Beton 1998

Beton prategang adalah beton bertulang dimana telah diberikan tegangan dalam untuk
mengurangi tegangan tarik potensial dalam beton akibat pemberian beban yang bekerja.
Beton prategang juga dapat didefinisikan sebagai beton dimana tegangan tariknya pada
kondisi pembebanan tertentu dihilangkan atau dikurangi sampai batas aman dengan pemberian
gaya tekan permanen, dan baja prategang yang digunakan untuk keperluan ini ditarik
sebelumbeton mengeras (pra tarik) atau setelah beton mengeras (pasca tarik).

C. Prinsip Dasar Beton Prategang

Ada 3 ( tiga ) konsep yang dapat di pergunakan untuk menjelaskan dan menganalisa sifat-
sifat dasar dari beton pratekan atau prategang :

 Konsep Pertama :
(Sistem pratekan/prategang untuk mengubah beton yang getas menjadi bahan yang elastis)
Eugene Freyssinet menggambarkan dengan memberikan tekanan terlebih dahulu
(pra-tekan) pada bahan beton yang pada dasarnya getas akan menjadi bahan yang elastis.
Dengan memberikan tekanan (dengan menarik baja mutu tinggi), beton yang
bersifat getas dan kuat memikul tekanan, akibat adanya tekanan internal ini dapat memikul
tegangan tarik akibat beban eksternal. Hal ini dapat dijelaskan dengan gambar dibawah ini
:

Akibat diberi gaya tekan (gaya prategang) F yang bekerja pada pusat berat penampang beton
akan memberikan tegangan tekan yang merata diseluruh penampang beton sebaesar F/A,
dimana A adalah luas penampang beton tersebut. Akibat beban merata (termasuk berat
sendiri beton ) akan memberikan tegangan tarik dibawah garis netral dan tegangan tekan
diatas garis netral yang besarnya pada serat terluar penampang adalah :
M.c
Tegangan lentur : f =
I
Dimana :
M : momen lentur pada penampang yang ditinjau
c : jarak garis netral ke serat terluar penampang
I : momen inersia penampang

Kalau kedua tegangan akibat gaya prategang dan tegangan akibat momen lentur
ini dijumlahkan, maka tegangan maksimum pada serat terluar penampang adalah :

a. Diatas garis netral :


F M. c
FTotal = + tidak boleh melampaui tegangan hancur beton.
A I
b. Dibawah garis netral :
F M. c
FTotal = - ≥0 tidak boleh lebih kecil dari nol.
A I

Jadi dengan adanya gaya internal tekan ini, maka beton akan dapat memikul
beban tarik.

 Konsep Kedua :
(Sistem Prategang untuk Kombinasi Baja Mutu Tinggi dengan Beton Mutu Tinggi)
Konsep ini hampir sama dengan konsep beton bertulang biasa, yaitu beton
prategang merupakan kombinasi kerja sama antara baja prategang dan beton, dimana
beton mena- han betan tekan dan baja prategang menahan beban tarik. Hal ini dapat
dijelaskan sebagai berikut :

Pada beton prategang, baja prategang ditarik dengan gaya prategang T yang mana
membentuk suatu kopel momen dengan gaya tekan pada beton C untuk melawan momen
akibat beban luar. Sedangkan pada beton bertulang biasa, besi penulangan menahan gaya
tarik T akibat beban luar, yang juga membentuk kopel momen dengan gaya tekan pada
beton C untuk melawan momen luar akibat beban luar.
 Konsep Ketiga :
(Sistem Prategang untuk Mencapai Keseimbangan Beban)
Disini menggunakan prategang sebagai suatu usaha untuk membuat
keseimbangan gaya-gaya pada suatu balok. Pada design struktur beton prategang,
pengaruh dari pra-tegang dipandang sebagai keseimbangan berat sendiri, sehingga
batang yang mengalami lendutan seperti plat, balok dan gelagar tidak akan mengalami
tegangan lentur pada kondisi pembebanan yang terjadi.
Hal ini dapat dijelaskan sbagai berikut :

Suatu balok beton diatas dua perletakan (simple beam) yang diberi gaya prategang F
melalui suatu kabel prategang dengan lintasan parabola. Beban akibat gaya prategang
yang terdistribusi secara merata kearah atas dinyatakan :
8.F.h
wb =
L2
Dimana :
wb : beban merata kearah atas, akibat gaya prategang F
h : tinggi parabola lintasan kabel prategang
L : bentangan balok
F : gaya prategang
Jadi beban merata akibat beban (mengarah kebawah) diimbangi oleh gaya merata
akibat prategang wb yang mengarah keatas.

D. Sistem Pemberian Prategang


Ada 2 jenis metode pemberian gaya prategang pada beton, yaitu :
a. Pemberian Pratarik

Pada metode pratarik, tendon ditarik sebelum beton dicor. Setelah beton cukup keras
tendon dipotong dan gaya prategang akan tersalur ke beton melalui lekatan. Metode ini
sangat cocok bagi produksi massal. Baja prategang diberi pratarik terhadap pengangkeran
independen sebelum pengecoran beton di sekitarnya. Sebutan pratarik berarti pemberian
pratarik pada baja prategang, bukan pada baloknya. Pemberian pratarik biasanya dilakukan
di lokasi pembuatan beton pracetak. Penggambaran sistem pemberian pratarik dapat dilihat
pada gambar berikut :
b. Pemberian Pascatarik (Post Tension)

Pada metode pascatarik, tendon ditarik setelah beton dicor. Sebelum pengecoran
dilakukan terlebih dahulu dipasang selongsong untuk alur dari tendon. Setelah beton jadi,
tendon dimasukkan ke dalam beton melalui selebung tendon yang sebelumnya sudah
dipasang ketika pengecoran. Penarikan dilakukan setelah beton mencapai kekuatan yang
diinginkan sesuai dengan perhitungan. Setelah penarikan dilakukan maka selongsong diisi
dengan bahan grouting. Proses pemberian prategang metode pascatarik dapat dilihat pada
gambar berikut :

E. Keuntungan dan Kekurangan Beton Prategang


a. Keuntungan :
1) Seluruh penampang beton prategang menjadi efektif, sedangkan pada beton bertulang
biasa hanya diatas garis netral saja yang efektif;
2) Struktur beton prategang lebih ramping;
3) Struktur beton prategang tidak retak akibat beban kerja;
4) Lendutan yang lebih kecil, karena materialnya bermutu tinggi, penampangnya berfungsi
sepenuhnya (tanpa retak) dan seakan-akan telah terjadi lendutan keatas sebelum
memikul beban layan;
5) Daya tahan terhadap karat lebih baik;
6) Penggunaan bahan yang lebih sedikit karena menggunakan bahan mutu tinggi;
7) Beton prategang dapat mengakomodir susut dan rangkak dengan baik; dan
8) Penggunaan tendon yang melengkung pada beton prategang dapat berfungsi sebagai
kekuatan yang membantu untuk memikul geser. Bahkan kekuatan geser ini lebih
konsisten dibandingkan dengan kekuatan geser dalam beton biasa.

b. Kekurangan :
1) Diperlukan kontrol yang lebih ketat dalam proses pembuatan;
2) Kehilangan tegangan pada pemberian gaya prategang awal;
3) Diperlukan biaya tambahan untuk pengangkutan;
4) Material-material penyusunnya adalah material dengan mutu tinggi yang tentunya
memiliki harga satuan yang lebih tinggi pula;
5) Kemungkinan diperlukan acuan/bekisting yang lebih rumit;
6) Membutuhkan pengangkeran ujung dan membutuhkan pelat landas;
7) Upah buruh yang lebih tinggi karena membutuhkan buruh dengan skill yang lebih
memadai; dan
8) Tidak bisa dilaksanakan hanya dengan peralatan seadanya seperti pada beton bertulang
biasa.

F. Material Beton Prategang


a. Beton

Seperti telah di ketahui bahwa beton adalah campuran dari Semen, Agregat kasar (split),
Agregat halus (pasir), Air dan bahan tambahan yang lain. Perbandingan berat campuran beton
pada umumnya Semen 18 %, Agregat kasar 44 %, Agregat halus 31 % dan Air 7 %. Setelah
beberapa jam campuran tersebut dituangkan atau dicor pada acuan ( formwork ) yang telah
disediakan, bahan-bahan tersebut akan langsung mengeras sesuai bentuk acuan ( formwork )
yang telah dibuat. Kekuatan beton ditentukan oleh kuat tekan karakteristik ( fc′ ) pada usia 28
hari.

Kuat tekan karakteristik adalah tegangan yang melampaui 95 % dari pengukuran kuat tekan
uniaksial yang diambil dari tes penekanan contoh (sample) beton dengan ukuran kubus 150 x
150 mm, atau silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm.
Beton yang dipakai pada beton prategang umumnya mempunyai kuat tekan 28-55 MPa pada
umur 28 hari (benda uji silinder). Nilai slump berkisar 50-100 mm dengan faktor air semen ≤
0,45.

b. Baja Prategang

Baja yang digunakan sebagai pemberi prategang pada beton merupakan baja dengan mutu
sangat tinggi hingga 1862 MPa atau lebih tinggi lagi. Baja bermutu tinggi seperti itu dapat
mengimbangi kehilangan prategang dan mempunyai taraf tegangan sisa yang dapat menahan
gaya prategang yang dibutuhkan. Kehilangan prategang normal dapat diperkirakan di dalam
selang 241 sampai 414 MPa. Karena itu, prategang awal harus sangat tinggi, sekitar 1241
sampai 1517 MPa.

Didalam praktek baja prategang ( tendon ) yang dipergunakan ada 3 (tiga) macam, yaitu:

1) Kawat tunggal ( wire )


Kawat tunggal ini biasanya dipergunakan dalam beton prategang dengan sis- tem pra-
tarik ( pretension method ).
2) Untaian kawat ( strand ).
Untaian kawat ini biasanya dipergunakan dalam beton prategang dengan sistem pasca-
tarik ( post-tension ).
3) Kawat batangan ( bar )
Kawat batangan ini biasanya digunakan untuk beton prategang dengan sistem pra-tarik
( pretension ).

Selain baja prategang diatas, beton prategang masih memerlukan penulangan biasa yang
tidak diberi gaya prategang, seperti tulangan memanjang, sengkang, tulangan untuk
pengangkuran dan lain-lain.

Baja prategang dapat berbentuk kawat-kawat tunggal, strand yang terdiri dari atas beberapa
kawat yang dipuntir membentuk elemen tunggal dan batang-batang bermutu tinggi.

Tabel 2.1 Kawat-kawat untuk beton prategang (Nawy,2001)

Tegangan minimum pada


Diameter Kuat tarik minimum (psi)
ekstensi 1 % (psi)
nominal (in.) Tipe BA Tipe WA Tipe BA Tipe WA
0,192 250.000 212.500
0,196 240.000 250.000 204.000 212.500
0,25 240.000 240.000 204.000 204.000
0,276 235.000 235.000 199.750 199.750
Sumber : Post-Tensioning Institute
Tabel 2.2 Strand standar 7 kawat untuk beton prategang (Nawy,2001)
Diameter Kuat patah Luas baja Berat nominal Beban minimum
nominal strand strand nominal strand pada ekstensi 1
Mutu 250
(in.) (min. lb) strand (in.2) (lb/1000 ft)* % (lb)
1/4(0,250) 9.000 0,036 122 7.650
5/16(0,313) 14.500 0,058 197 12.300
3/8(0,375) 20.000 0,08 272 17.000
7/16(0,438) 27.000 0,108 367 23.000
1/2(0,500) 36.000 0,144 490 30.600
3/5(0,600) 54.000 0,216 737 45.900
Mutu 270
3/8(0,375) 23.000 0,058 290 19.550
7/16(0,438) 31.000 0,115 390 26.350
1/2(0,500) 41.300 0,153 520 35.100
3/5(0,600) 58.600 0,217 740 49.800
*100.000 psi = 689,5 MPa
1000 lb = 4448 N
Sumber : Post-Tensioning Institute

Baja (tendon) yang dipakai untuk beton prategang dalam prakteknya ada tiga macam, yaitu :

1) Kawat tunggal (wire) (Gambar 2.3 (a)), biasanya digunakan untuk baja prategang pada
beton prategang dengan sistem pratarik (pretension);
2) Kawat untaian (strand) (Gambar 2.3 (b)), biasanya digunakan untuk baja prategang
pada beton pratengang dengan sistem pascatarik (post tension); dan
3) Kawat batangan (bar) (Gambar 2.3 (c)), biasanya digunakan untuk baja prategang pada
beton prategang dengan sistem pratarik (pretension).

(a) Kawat tunggal (wire) (b) Untaian kawat (strand)


(c) Baja batangan (bar)

Kawat tunggal yang dipakai untuk beton prategang adalah yang sesuai dengan
spesifikasi seperti ASTM A 421. Untaian kawat (strand) banyak digunakan untuk beton
prategang dengan sistem pasca tarik. Untaian kawat yang dipakai harus memenuhi syarat
seperti yang terdapat ASTM A 416. Untaian kawat yang banyak digunakan adalah untaian
tujuh kawat. Gambar penampang strand 7 kawat dapat dilihat pada gambar berikut :

Tabel 2.3 Spesifikasi strand 7 kawat

Ø Nominal (mm) Luas Nominal mm2 Kuat Putus (kN)


6,35 23,22 40
7,94 37,42 64,5
9,53 51,61 89
11,11 69,68 120,1
12,70 92,9 160,1
15,24 139,35 240,2

c. Grouting

Grouting dibutuhkan sebagai bahan pengisi selubung baja prategang (tendon) untuk
metode pasca tarik. Untuk metode pratarik tidak dibutuhkan selubung sehingga tidak
dibutuhkan grouting. Selubung terbuat dari logam yang digalvanisir. Bahan grouting
berupa pasta semen.
d. Temporary Tendon

Temporary tendon atau tendon sementara hanya digunakan pada girder jembatan dengan
sistem pelaksanaan pemasangan balanced cantilever. Temporary tendon berfungsi sebagai
penghubung antar segmen girder yang bersifat sementara sampai seluruh segmen girder
terpasang. Kemudian baru dimasukkannya tendon permanen untuk pelaksanaan stressing.
Penggunaan temporary tendon pada girder jembatan dapat dilihat pada gambar berikut :

Temporary tendon

G. Tahap Pembebanan

Beton prategang memiliki dua tahap pembebanan, tidak seperti pada beton bertulang biasa.
Pada setiap tahap pembebanan harus selalu diadakan pengecekan atas kondisi pada bagian yang
tertekan maupun bagian yang tertarik untuk setiap penampang. Dua tahap pembebanan pada
beton prategang adalah Tahap Transfer dan Tahap Service.

a. Tahap Transfer

Untuk metode pratarik, tahap transfer ini terjadi pada saat angker dilepas dan gaya
prategang direansfer ke beton. Untuk metode pascatarik, tahap transfer ini terjadi pada saat
beton sudah cukup umur dan dilakukan penarikan kabel prategang.

Pada saat ini beban yang bekerja hanya berat sendiri struktur, beban pekerja dan
peralatan, sedangkan beban hidup belum bekerja sepenuhnya, jadi beban yang bekerja
sangat minimum, sementara gaya prategang yang bekerja adalah maksimum karena belum
ada kehilangan gaya prategang.
b. Tahap Service

Setelah beton prategang digunakan atau difungsikan sebagai komponen struktur, maka
mulailah masuk ke tahap service, atau tahap layan dari beton prategang tersebut. Pada tahap
ini beban luar seperti live load, angin, gempa dll. mulai bekerja, sedangkan pada tahap ini
semua kehilangan gaya prategang sudah harus dipertimbangkan didalam analisa
strukturnya.

Pada setiap tahap pembebanan pada beton prategang harus selalu dianalisis terhadap
kekuatan, daya layan, lendutan terhadap lendutan ijin,nilai retak terhadap nilai batas yang di-
ijinkan. Perhitungan untuk tegangan dapat dilakukan dengan pendekatan kom- binasi
pembebanan, konsep kopel internal (internal couple concept) atau methode beban penyeimbang
(load balancing method), yang akan dibahas pada kuliah-kuliah berikutnya.

H. Perencanaan Beton Prategang


Ada 2 (dua) metode perencanaan beton prategang, yaitu :
a. Working stress method ( metode beban kerja )

Prinsip perencanaan disini ialah dengan menhitung tegangan yang terjadi akibat
pembebanan ( tanpa dikalikan dengan faktor beban ) dan membandingkan dengan tegangan
yang diizinkan. Tegangan yang di-ijinkan dikalikan dengan suatu faktor ke-lebihan tegangan (
overstress factor ) dan jika tegangan yang terjadi lebih kecil dari tegangan yang di-ijinkan
tersebut, maka struktur dinyatakan aman.

b. Limit state method ( metode beban batas )

Prinsip perencanaan disini didasarkan pada batas-batas tertentu yang dapat dilampaui oleh
suatu sistim struktur. Batas-batas ini ditetapkan terutama terhadap kekuatan, kemampuan layan,
keawetan, ketahanan terhadap beban, api, kelelahan dan persyaratan-persyaratan khusus yang
berhubungan dengan penggunaan struktur tersebut.

Dalam menghitung menghitung beban rencana maka beban harus dikalikan dengan suatu
faktor beban ( load factor ), sedangkan kapasitas bahan dikalikan dengan suatu faktor reduksi
kekuatan ( reduction factor ).

Tahap batas ( limit state ) adalah suatu batas tidak diinginkan yang berhubungan dengan
kemungkinan kegagalan struktur.

Kombinasi pembebanan untuk Tahap Batas Kekuatan ( Strength Limit State ) adalah :
Berdasarkan SNI 03-2874-2002
1. U = 1,4 D …………………………………………. ( 4 )

2. U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 ( A atau R ) ………………. ( 5 )

3. U = 1,2 D + 1,0 L 1,6 W + 0,5 ( A atau R ) ……… ( 6 )

4. U = 0,9 D 1,6 L …………………………………... ( 7 )

5. U = 1,2 D + 1,0 L 1,0 E ………………………….. ( 8 )

6. U = 0,9 D E ………………………………………. ( 9 )

Dimana : U = Kuat perlu

D = Dead Load ( Beban Mati ) L = Live Load ( Beban Hidup ) A = Beban Atap

R = Beban Air Hujan

W = Beban Angin

E = Beban Gempa

Catatan :

 Jika ketahanan terhadap tekanan tanah H diperhitungkan didalam peren- canaan,


maka pada persamaan 5, 7 dan 9 ditambahkan 1,6 H, kecuali bila akibat tekanan
tanah H akan mengurangi pengaruh beban W dan E, maka pengaruh tekanan tanah
H tidak perlu diperhitungkan.
 Jika ketahanan terhadap pembebanan akibat berat dan tekanan fluida F
diperhitungkan dalam perencanaan, maka beban fluida 1,4 F harus ditam- bahkan
pada persamaan 4, dan 1,2 F pada persamaan 5.
 Untuk kombinasi beban ini selanjutnya dapat dipelajari dalam buku code beton SNI
03 – 2874 – 2002

Perencanaan struktur untuk tahap batas kekuatan ( Strength Limit State ), menetapkan bahwa
aksi design ( Ru ) harus lebih kecil dari kapasitas bahan dikalikan dengan suatu faktor reduksi
kekuatan .

Ru   Rn
Dimana :

Ru = aksi desain
Rn = kapasitas bahan

 = faktor reduksi


Sehingga untuk aksi design , momen, geser, puntir dan gaya aksia berlaku : Mu   Mn

Vu   Vn

Tu   Tn

Pu   Pn

Harga-harga Mu, Vu, Tu dan Pu diperoleh dari kombinasi pempebanan yang paling

maksimum, sedangkan Mn, Vn, Tn dan Pn adalah kapasitas penampang terhadap Momen,

Geser, Puntir dan Gaya Aksial.

Faktor Reduksi kekuatan menurut SNI 03 – 2874 – 2002 untuk :

Lentur tanpa gaya aksial ……………………………………… :  = 0,80

Aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur …………………… :  = 0,80

Aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur : tulangan spiral :  = 0,70

: tulangan sengkang :  = 0,65

Gaya geser dan Puntir ………………………………………… :  = 0,75

Desain untuk tahap batas kemampuan layan (serviceability limit state) harus diperhi-
tungkan sampai batas lendutan, batas retakan atau batasan-batasan yang lain. Untuk batas
kekuatan lentur (bending stress limit), suatu komponen struktur dianalisis dari tahap awal
(beban layan) sampai tahap batas (beban batas/ultimate load). Sedangkan untuk geser dan
puntir, analisis dilakukan pada suatu tahap batas saja, karena pada geser dan puntir batas
dari kedua tahap tersebut tidak sejelas pada analisis lentur.

Karena kekuatan beton prategang sangat tergantung pada tingkat penegangan (besarnya
gaya prategang) maka dikenal istilah : Prategang Penuh (fully prestressed) dan

Prategang Sebagian (partially prestressed).

Untuk komponen-kompenen struktur dari beton prategang penuh, maka komponen ter-
sebut direncanakan untuk tidak mengalami retak pada beban layan, jadi pada komponen
tersebut ditetapkan tegangan tarik yang terjadi = nol ( σtt = σts = 0 ).

Dimana : tt : tegangan tarik ijin pada saat transfer gaya prategang

ts : tegangan tarik ijin pada saat servis


Untuk kompomen struktur yang direncanakan sebagai beton prategang sebagian, maka
komponen tersebut dapat didesain untuk mengalami retak pada beban layan dengan batasan
tegangan tarik pada saat layan diperbolehkan maksimum :

ts = 0,50 '


fc

Dimana : fc : kuat tekan beton

Oleh karena itu konstruksi beton prategang harus didesain sedemikian sehingga mempunyai
kekuatan yang cukup dan mempunyai kemampuan layan yang sesuai kebutuhan. Disamping
itu konstruksi harus awet, tahan terhadap api, tahan terhadap kele- lahan (untuk beban yang
berulang-ulang dan berubah-ubah), dan memenuhi persyaratan lain yang berhubungan
dengan kegunaannya.

I. Kehilangan Gaya Prategang


Kehilangan gaya prategang itu adalah berkurangnya gaya yang bekerja pada tendon pada
tahap-tahap pembebanan. Secara umum kehilangan gaya prategang dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a. Immediate Elastic Losses
Ini adalah kehilangan gaya prategang langsung atau segera setelah beton diberi gaya
prategang. Kehilangan gaya prategang secara langsung ini disebabkan oleh :
- Perpendekan Elastic Beton.
- Kehilangan akibat friksi atau geseran sepanjang kelengkungan dari tendon, ini ter- jadi
pada beton prategang dengan sistem post tension
- Kehilangan pada sistem angkur, antara lain akibat slip diangkur
b. Time dependent Losses
Ini adalah kehilangan gaya prategang akibat dari pengaruh waktu, yang mana hal ini
disebabkan oleh :
- Rangkak ( creep ) dan Susut pada beton.\
- Pengaruh temperatur.
- Relaksasi baja prategang.

Karena banyaknya faktor yang saling terkait, perhitungan kehilangan gaya prategang
(losses) secara eksak sangat sulit untuk dilaksanakan, sehingga banyak dilakukan me- toda
pendekatan, misalnya metoda lump-sum (AASHTO), PCI method dan ASCE- ACI
methods.

1) Perpendekan Elastis Beton


Antara sistem pra-tarik dan pasca tarik pengaruh kehilangan gaya prategang akibat
perpendekan elastis beton ini berbeda. Pada sistem pra-tarik perubahan regangan pada baja
prategang yang diakibatkan oleh perpendekan elastis beton adalah sama dengan regangan
beton pada baja prategang tersebut.

 Sistem Pra-Tarik

Kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis ( elastic shortening ) tergan- tung pada rasio
antara modulus elastisitas beton dan tegangan beton dimana baja prategang terletak dan dapat
dinyatakan dengan persamaan :

ES = n . fc

Dimana : ES = kehilangan gaya prategang


fc = tegangan beton ditempat baja prategang.

n = ratio antara modulus elastisitas baja prategang dan modu-


lus elastisitas beton.

ES
Jadi : n =
EC

Dimana : ES : modulus elastisitas baja prategang.

EC : modulus elastisitas beton.

Jika gaya prategang ditransfer ke beton, maka beton akan memendek (per pendekan
elastis) dan diikuti dengan perpendekan baja prategang yang mengikuti perpendekan beton
tersebut. Dengan adanya perpendekan baja prategang maka akan menyebabkan terjadinya
kehilangan tegangan yang ada pada baja prategang tersebut.

Tegangan pada beton akibat gaya prategang awal ( Pi ) adalah :

P
i
fc =
AC  nAS

Sehingga kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis dapat dirumus- kan
sebagai berikut :
n.Pi
ES =
AC  n.AS

Dimana : ES = kehilangan gaya prategang


A
PiC = Luas penampang beton
AS = Gaya penampang
Luas prategang awal
baja prategang
n = Ratio antara modulus elastisitas baja ( ES ) dan modulus
elastisitas beton pada saat transfer gaya ( ECi )

Contoh Soal 1

Suatu komponen struktur beton prategang dengan sistem pra-tarik panjang balok L
= 12,20 m, dengan penampang 380 x 380 mm diberi gaya prategang secara konsentris

dengan baja prategang seluas AS = 780 mm2 yang diangkur- kan pada abutment dengan
tegangan 1.035 MPa. Jika modulus elastisitas beton pada saat gaya prategang ditransfer
ECi = 33.000 MPa dan modulud elastisitas baja prategang ES = 200.000 MPa, maka
hitunglah kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis beton.

Penyelesaian :

Gaya prategang awal Pi = fS . AS = 1035 x 780 = 807.300 N

ES 200.000
n= = = 6,06
ECi 33.000

Luas penampang beton : AC = 380 x 380 = 144.400 mm2

Jadi kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis :

n.Pi 6,06x807.300
ES = = = 32,81 MPa

AC  n.AS 144.400  6,06x780


 Pasca -Tarik]

Pada methode post tension ( pasca – tarik ) yang hanya menggunakan kabel
tunggal tidak ada kehilangan prategang akibat perpendekan elastis beton, kare- na gaya
prategang di-ukur setelah perpendekan elastis beton terjadi. Jika kabel prategang
menggunakan lebih dari satu kabel, maka kehilangan gaya prategang ditentukan oleh kabel
yang pertama ditarik dan memakai harga setengahnya untuk mendapatkan harga rata-rata
semua kabel.

Kehilangan gaya prategang pada methode post tension dapat ditentukan dengan
persamaan sebagai berikut :

J. Pengaplikasian Beton Prategang

Penggunaan sistem prategang pada elemen struktural linier adalah dengan memberikan
gaya konsentris atau eksentris dalam arah longitudinal. Gaya ini mencegah
berkembangnya retak dengan cara mengeliminasi atau sangat mengurangi tegangan tarik
di bagian tumpuan dan daerah kritis pada kondisi beban kerja, sehingga dapat
meningkatkan kapasitas lentur, geser, dan torsional penampang tersebut.
Selain itu, pemberian tegangan (stressing) juga digunakan pada cerobong reaktor
nuklir, pipa, dan tangki cairan, yang pada dasarnya mengikuti prinsip-prinsip dasar yang
sama dengan pemberian prategang linier. Tegangan melingkar pada struktur silindris atau
kubah menetralisir tegangan tarik di serat terluar dari permukaan kurvilinier yang
disebabkan oleh tekanan kandungan internal.
Concrete Girder :
1) PC Voided Slab

Precast Concrete Voided slab merupakan girder jembatan yang menggabungkan fungsi
girder sekaligus slab. Girder jenis ini biasanya digunakan pada jembatan berbentang
pendek. Gambar PC Voided slab dapat dilihat pada gambar berikut :
PC Voided Slab
2) Box Girder

Box girder merupakan bentuk girder yang paling baik untuk pekerjaan jembatan, karena
box girder memiliki keuntungan unik tersendiri dari bentuk girder lainnya. Box girder
dalam spesifikasi produksi tidak memiliki batasan panjang bentang. Dalam proses tahapan
pekerjaan, box girder terlebih dahulu mengalami proses erection, dan diangkat per-
segmental. Bentuk box girder cukup memenuhi nilai estetika pada bangunan jembatan
sehingga penggunaannya mampu menambah keindahan kota. Gambar box girder adalah
seperti berikut :

Box Girder
3) PCU Girder

Precast Concrete U girder merupakan bentuk / konsep baru yang mulai dipopulerkan
belakangan ini. PCU girder merupakan bentuk box girder dalam bentuk dan ukuran yang
lebih kecil. Tidak seperti PCU girder yang langsing, PCU girder memiliki bentuk badan
yang lebih lebar namun pada bagian tengah bentang penampangnya cukup langsing.
Bentuk PCU girder yang mirip dengan box girder cukup memenuhi nilai estetika jika
dibandingkan dengan PCU girder yang kaku dan terlalu tegas. Gambar PCU girder dapat
dilihat seperti berikut :

PCU Girder

Jembatan beton pratekan

Jembatan beton pratekan atau yang dikenal dengan PSC Bridge merupakan salah satu
jenis jembatan dengan material konstruksi beton pratekan atau beton yang berisi kabel baja
dengan tujuan untuk memberikan tegangan awal berupa tegangan tarik terhadap beton
akibat sifat beton yang tidak mampu menahan gaya tarik. Dalam hal ini, beton pratekan
sebagai solusi untuk mengatasi besarnya tegangan tarik yang timbul pada struktur beton
khususnya pada struktur dengan bentang yang besar.

Jembatan beton pratekan sudah merupakan hal yang biasa digunakan dalam konstruksi
jembatan di Indonesia dan dunia, karena mempunyai beberapa kelebihan seperti efektif
untuk bentang panjang dan momen yang terjadi relatif berkurang karena adanya gaya
pratekan yang diterapkan. Jembatan beton pratekan juga relatif mudah dalam pelaksanaan,
karena dapat dibuat secara segmental. Namun demikian di dalam pelaksanaannya jembatan
ini di lokasi memerlukan peralatan khusus terutama pada saat penempatan girder utama
yang berada di tengah bentang. Konstruksi jembatan beton pratekan dijelaskan pada gambar
berikut :

Tiang Pancang Beton Pratekan

Precast Prestressed Concrete Pile atau yang biasa disebut tiang pancang beton pratekan
adalah tiang pancang dari beton pratekan yang menggunakan baja penguat dan kabel kawat
sebagai gaya pratekannya. Konstruksi Precast Prestressed Concrete Pile ditunjukkan pada
gambar :

Anda mungkin juga menyukai