Anda di halaman 1dari 24

PERATURAN PERENCANAAN

KONSTRUKSI BAJA DI INDONESIA

KONSEP PERENCANAAN LRFD (LOAD RESISTANCE FACTOR DESIGN)

Sangat berbeda dengan kosep allowable stress Design (metode tegangan ijin)
yang digunakan selama ini dalam PPBBG-SKBI-1-3-55.1987 ( Pedoman
Perencanaan Bangunan Baja Untuk Gedung). Kosep perencanaan struktur yang
digunakan dalam LRFD mengacu pada kondisi batas struktur (limit state) yang
berupa natara lain : Kondisi leleh, putus (fracture), tekuk, dan sebagainya.
Keadana batas tersebut dapat dicapai dengan memperhitungkan kelebihan
beban atau pengurangan struktur yang terjadi pada masa layan, dibandingkan
dengan beban nominal dan kuat nominal.
Dengan mempertimbangakan berbagai kemungkinan tercapainya keadaan
batas tersebut, tingkat keandalan struktur pada konsep perencanaan LRFD
dapat diperhitungkan dari persamaan-persamaan probabilitas dengan
mengasumsikan factor beban Q dan factor kekuatan /tahanan (resistance) R
sebagai variable-variabel acak (random) yang tidak saling mempengaruhi.

Selanjutnya perencanaan struktur dan komponen-komponennya dilakuakan


dengan memenuhi persyratan kekuatan yang lebih dikenal melalui
persamaan:

Rn i Qi
dimana :

Q = factor keamaan sering disebut factor reduksi kekuatan.

Rn = kuat nominal komponen struktur, diambil nilai terkecil dari scenario


kegagalan (kondisi batas) yang mungkil terjadi.
= factor keamaan, untuk sisi beban atau sering disebut factor pengali
beban (overload vactor).

Qi = berbagai jenis beban yang direncanakan untuk memikul komponen struktur.

Terlihat bahwa beberapa factor keamanan diberlakuakan terhadap beban


maupun kekutan struktur.

Petrrencanan struktur baja dengan LRFD dapat dilakuakan dengan


menggunakan analisis struktur secara elastis, maupun plastis. Dimana
persyratan stabilitas bagi pelat pempang maupun komponen struktur akan lebih
ketat bila menggunakan anlisis plastis. Disini akan membahas perencanaan
komponen struktur yang dilakuakn dengan analisis elastis.
FAKTOR REDUKSI KEKUATAN
Factor reduksi kekuatan
, diberikan untuk memperhitungkan kemungkinan
ketidaksempurnaan dan penyimpangan kekutan bahan serta perbedaan kekutan
dibandingkan dengan perhitungan kekutan toritis yang digunakan.

Nilai , diambil lebih keci dari satu, sehingga kekutan rencana sebuah komponen
Rn R
struktur, , akan bernilai lebih kecil daripada kekuatan nominalnya, . n

Besar nilai bervariasi menurut jenis komponen struktur dan kondisi batas yang
diperhitungkan (tabel 1.1), nilai factor reduksi kekuatan semakin kecil untuk kondisi
batas semakin sulit diprediksi dan berbahaya.
Tabel 1.1 Faktor reduksi kekuatan,

Komponen struktur Faktor reduksi
Komponen struktur yang memikul
lentur : balok lentur murni, balok
0.90

berdinding penuh, perencanaan
geser pada balok dan pengaku
Komponen struktur yang memikul 0.85
gaya tekan
Komponen struktur yang memikul 0.90
gaya tarik untuk : 0.75
- kondisi batas leleh
- kondisi batas fraktur
Sambungan baut : 0.75
Baik memikul geser, tarik ataupun
kombinasi geser dan tarik
Sambungan las : 0.90
- las tumpul penuh 0.75
-las sudut, las pengisi, las tumpul
sebagian
FAKTOR BEBAN (OVERLOAD FACTORS, )

Faktor ( pengali), beban diadakan untuk memperhitungkan kemungkinan


meningkatnya beban dari nilai yang minimum yang disyaratkan. Nilai
umumnya lebih dari 1.0 sehingga beban rencana yang akan dipikul struktur
ditingkatkan menjadi i Q i . Nilai factor beban yang digunakan akan tergantung
pada kombinasi beban yang diperhitungkan. Nilai factor beban untuk berbagai
kombinasi bebna ayng diperhitungkan adalah sebagai berikut :

1.4 D
1.2 D 1.6 L ( La atau H )
1.2 D 1.6( La atau H ) ( L L atau 0.8W )
1.2 D 1.3W L L 0.5( La atau
H)
1.2 D L L 1.0 E

0.9 D (1.3W atau 1.0 E )


dimana :

D = beban mati yang diakibatkan berat struktur permanent, termasuk dinding,


lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan menetap lainnya.
L = beban hidup, yang ditimbulkan pengguna gedung termasuk beban kejut.
La = beban hidup atap yang ditimbulkan oleh pekerja, peralatan, atau material.
H = beaban hujan, tidak termasuk gengan air.
W = beban angina.
E = beban gempa.
L = reduksi beban hidup,bila L < 5 kPa diambil 0.5 dan bila L > 5 kPa diambil 1.0.

Nilai beban-beban yang disebutkan di atas merupakan nilai minimum yang


disyaratakan pada SNI 03-1727-1989 atau penggantinya.
KOMPONEN YANG MEMIKUL GAYA TARIK
Komponen struktur baja yang memikul gaya tarik (sering disebut batang tarik ),
harus direncanakan sedemikian rupa sehingga selalu terpenuhi ;

N u t N n
dimana N u adalah kuat tarik perlu, yaitu nilai gaya tarik akibat beban terfaktor ,
diambil nilai terbesar diantara berbagai kombinasi pembebanan yang
diperhitungkan. Untuk komponen yang memikul gaya tarik, kondisi batas yang
diperhitungkan :

1. Kelelehan penampang (yielding), yaitu leleh pada seluruh penampang (bruto):

N n 0.75 Ae f u
dimana :
Ag = luas penampang kotor
f y = tegangan leleh yang digunakan dalam desain
2. Putus (fracture), yaitu retakan atau robekan pada penampang efektif :

N n 0.75 Ae f u
dimana :
fu = kekuatan (batas ) tarik yang digunakan dalam desain.
Ae = luas efektif penampang

Gambar 1 Kondisi batas batang tarik


KOMPONEN YANG MEMIKUL GAYA TEKAN

Komponen struktur yang memikul gaya tekan (sering disebut batang tekan), harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga selalu terpenuhi hubungan :

N u c N n
dimana
N u adalah kuat tekan perlu, yaitu nilai gaya tekan akibat beban terfaktor,
diambil nilai terbesar di antara berbagai kombinasi pembebanan yang
diperhitungkan .

Nn adalah kuat tekan nominal, yaitu nilai gaya tekan terkecil dengan
memperhitungkan berbagai kondisi batas batang tekan sebagai fungsi kondisi
tekuk, nilai factor reduksi kekutan diberikan seragam untuk semua jenis batang
c
tekan sebesar 0.85.
Beberapa kondisi batas yang harus diperhitungkan dalam perencanaan batang
tekan yaitu :
1. Kelelehan penampang (yielding)
2. Tekuk lokal (lokal buckling)
3. Tekuk lentur (flexural buckling)
4. Tekuk torsi ( torsional buckling)

Tekuk lokal adalah peristiwa menekuknya elemen plat penampang (sayap atau
badan) akibat rasio lebar-tebal yang terlalu besar. Tekuk lokal mungkin terjadi
sebelum batang/ kolom menekuk lentur. Oleh karena itu disyaratkan pula nilai
minimum bagi rasio lebar-tebal pelat penampang batang tekan.
Gambar Kondisi batas batang tekan
Tekuk lentur adalah peristiwa menekuknya batang tekan ( pada arah sumbu
lemahnya) secara tiba-tiba ketika terjadi ketidakstabilan, seperti digambarkan
pada Gambar 1.4b.
Kuatat tekan nominal pada kondisi batas ini dirumuskan dengan formula yang
dikenal sebelumnya :

fy
N n Ag f cr Ag untuk

untuk c maka
0.25 1.0
1.43
c 1.2
untuk 0.25 maka
1.6 0.67c

untuk c maka
1.2 1.25c
Tekuk torsi terjadi terhadap sumbu batang sehungga menyebabkan penampang
batang tekan terputar/terpuntir. Tekuk torsi umumnya terjadi pada konfigurasi
elemen batang tertentu, seperti pada frofil siku-ganda dan fripil T. Kuat tekan
nominal pada kondisi batas ini dirumuskan sebagai berikut :

N nlt Ag f clt
dimana :

f cry dan f crz 4 f cry f crz H


f clt 1 1
f cry f crz
H
2
2H

Besaran-besaran :

Ag , c , , f y , f clt , f cr , f crz , adalah parameter-parameter penampang.


KOMPONEN YANG MEMIKUL LENTUR
Komponen struktur baja yang memikul lentur direncanakan sedemikaian
rupa sehingga memenuhi persyaratan sebagai berikut :

Mu f Mn

dimana M u adalah struktur lentur perlu, yaitu nilai momen lentur akibat beban
terfaktor, diambil nilai terbesar dari berbagai kombinasi pembebanan yang
diperhiytungkan.

M n adalah kuat lentur nominal terkecil dari berbagai kombinasi batas yang
diperhitungkan. Sedangkan nilai factor reduksi kekuatan f , diberikan
seragam untuk untuk jenis komponen lentur sebesar 0.90.
Kondisi batas yang diperhitungkan dalam menentukan kuat lentur nominal
sebuah balok adalah :
1. kelelehan penampang (yielding)
2. Tekuk lokal (local buckling)
3. Tekuk lateral torsi (lateral torsional buckling)

Berbeda dengan kondisi tekuk-lokal pada batang tekan, bahaya tekuk lokal pada
balok yang menerima lentur terjadi pada bagian plat penampang yang menerima
tekan. Batas maksimium rasio lebar-tebal pelat badan maupun pelat saya akan
lebih besar diban dingkan rasio untuk batang tekan.

Kondisi batas tekuk latera-torsi ditinjau dengan membagi jenis balok menurut
panjang batang yang tak tertekan secara lateral, Lb, dan menghasilakan kurva
daerah kuat lentur nominal Mn, seperti terlihat pada Gambar 1.6.
Kondisi batas lateral-torsi ditinjau dengan membagi jenis balok menurut panjang
batang yang tak terkekang secara lateral, Lb, dan menghasilkan kurva daerah kuat
lentur nominal, seperti terlihat pada Gambar di bawah ini.
Kondisi plastis sempurna (profil I)

M n M p 1.12 S x f y
Kondisi tekuk elastis (profil I)
2
E
M n M cr Cb EI y GJ I yIw M p
L L
Kondisi tekuk elastis (profil I)

Lb L p
M n C b M p M p M r Mp
L L
r p
dimana :

ry = jari-jari girasi penampang terhadap sumbu lemah = Iy


A
Iy = momen inersia penampang

E = modulus elastisitas penampang


fy = tegangan leleh penampang

fr = tegangan sisa pada peampang

Sx = modulus penampang elastis pada arah sumbu-X


E
G = modulus geser bahan =
2(1 v )
v Poissons ratio

J = momen inersia polar atau konstanta punter torsi

Iw = momen inersia pilin (warping) atau konstanta punter lengkung


.

Pemasangan penompang lateral dengan jarak Lb yang semakain pendek akan


meningkatkan nilai sesuai dengan kurva tersebut . Pada bentang yang sangat
pendek, nilai kuat lentur nominal dapat mencapai momen plastis Mpenampang
p
yang lebih besar daripada momen leleh,
M y
KOMPONEN YANG MEMIKUL KOMBINASI GAYA AKSIAL DAN LENTUR
Komponen struktur yang memikul kombinasi gaya aksial dan lentur harus
direncanakan untuk memenuhin hubungan sebagai berikut :

Nu Nu 8 M ux M uy
1.0
Untuk : 0.2, maka
t / c N n t / c N n 9 t M nx t M ny
Nu M ux
Untuk : 0.2, maka Nu M uy
t / c N n 1.0

t / c N n t M nx t M ny

Nilai parameter pada persamaan interaksi tersebut mengacu kepada harga kuat
perlu, kuat nominal, dan factor reduksi kekuatan masing-asing gaya dalam M dan
N.

Pengaruh orde kedua diperhitungkan daalam perencanaan kolom yang memikul


momen lentur dan aksial tekan dengan mengalikan besarnya momen hasil
perhitungan orde pertama dengan factor aplikasi momen.
M u b M nt s M lt
dimana :

M nt = momen lentur akibat beban grafitasi terfaktor dengan


mengasumsikan tidak terjadi goyangan/perpindahan horizontal pada
ujung-ujung kolom.

M lt momen lentur akibat beaban lateral terfaktor dan / goyangan


horizontal pada kolom yang bergoyang.

b = factor aplikasi momen akibat kelengkungan kolom, dihitung dengan


persamaan :

Cm
b 1
Nu
1
N crb
dimana :

N u = gaya aksial terfaktor pada kolom

N crb = beban kritis elastis kolom yang dihitung dengan factor panjang tekuk,

k 1 , dan kelangsingan

L dalam arah lenturnya.

r
Cm = factor modifikasi momen akibat pengaruh distribusi momen yang
tak seragam sepanjang kolom.

s = factor amplifikasi momen akibat goyangan lantai, dapat dihitung


melalui dua persamaan alternative :

1 1
s 1 s
1
N u oh
atau : 1
N u

H L N crs
dimana :

N u
= jumlah gaya aksial tekan terfaktor akibat beban grafitasi dari seluruh
kolom pada satu tingkat struktur yang ditinjau.

N crs = beban kritis elastis kolom yang dihitung dengan harga sebenarnya
dari factor panjang tekuk
k dan kelangsingan L
r
kolo dalam arah lenturnya.

oh = simpangan horizontal antar lantai dari tingkat yang ditinjau.

H = jumlah gaya horizontal yang menyebabkan goyangan sebesar oh


pada tingkat yang ditinjau.

L = tinggi kolom pada tingkat yang ditinjau.

Anda mungkin juga menyukai