Anda di halaman 1dari 26

STRUKTUR BAJA 2

PERTEMUAN 3
LOAD RESISTANCE FACTOR DESIGN (LRFD)
KONSEP PERENCANAAN LRFD
(LOAD RESISTANCE FACTOR DESIGN)

Konsep perencanaan struktur yang digunakan dalam LRFD mengacu pada


kondisi batas struktur (limit state) yang berupa antara lain : Kondisi leleh, putus
(fracture), tekuk, dan sebagainya. Keadaan batas tersebut dapat dicapai dengan
memperhitungkan kelebihan beban atau pengurangan struktur yang terjadi pada
masa layan, dibandingkan dengan beban nominal dan kuat nominal.
Dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan tercapainya keadaan
batas tersebut, tingkat keandalan struktur pada konsep perencanaan LRFD
dapat diperhitungkan dari persamaan-persamaan probabilitas dengan
mengasumsikan factor beban Q dan factor kekuatan /tahanan (resistance) R
sebagai variable-variabel acak (random) yang tidak saling mempengaruhi.

Selanjutnya perencanaan struktur dan komponen-komponennya dilakukan


dengan memenuhi persyaratan kekuatan yang lebih dikenal melalui
persamaan:

Rn    i Qi
dimana :

Q = factor keamaan sering disebut factor reduksi kekuatan.

Rn = kuat nominal komponen struktur, diambil nilai terkecil dari scenario


kegagalan (kondisi batas) yang mungkil terjadi.
 = factor keamaan, untuk sisi beban atau sering disebut factor pengali
beban (overload factor).

Qi = berbagai jenis beban yang direncanakan untuk memikul komponen struktur.

Terlihat bahwa beberapa “factor keamanan” diberlakuakan terhadap beban


maupun kekutan struktur.

Perencanan struktur baja dengan LRFD dapat dilakukan dengan menggunakan


analisis struktur secara elastis, maupun plastis. Dimana persyaratan stabilitas
bagi pelat penampang maupun komponen struktur akan lebih ketat bila
menggunakan analisis plastis. Disini akan membahas perencanaan komponen
struktur yang dilakukan dengan analisis elastis.
FAKTOR REDUKSI KEKUATAN 
Factor reduksi kekuatan , diberikan untuk memperhitungkan kemungkinan
ketidaksempurnaan dan penyimpangan kekutan bahan serta perbedaan kekutan
dibandingkan dengan perhitungan kekutan toritis yang digunakan.

Nilai  , diambil lebih keci dari satu, sehingga kekutan rencana sebuah komponen
Rn R
struktur, , akan bernilai lebih kecil daripada kekuatan nominalnya, . n

Besar nilai bervariasi menurut jenis komponen struktur dan kondisi batas yang
diperhitungkan (tabel 1.1), nilai factor reduksi kekuatan semakin kecil untuk kondisi
batas semakin sulit diprediksi dan berbahaya.
Tabel 1.1 Faktor reduksi kekuatan, 
Komponen struktur Faktor reduksi
Komponen struktur yang memikul
lentur : balok lentur murni, balok
0.90

berdinding penuh, perencanaan
geser pada balok dan pengaku
Komponen struktur yang memikul 0.85
gaya tekan
Komponen struktur yang memikul 0.90
gaya tarik untuk : 0.75
- kondisi batas leleh
- kondisi batas fraktur
Sambungan baut : 0.75
Baik memikul geser, tarik ataupun
kombinasi geser dan tarik
Sambungan las : 0.90
- las tumpul penuh 0.75
-las sudut, las pengisi, las tumpul
sebagian
FAKTOR BEBAN (OVERLOAD FACTORS,  )

Faktor ( pengali), beban diadakan untuk memperhitungkan kemungkinan


meningkatnya beban dari nilai yang minimum yang disyaratkan. Nilai 
umumnya lebih dari 1.0 sehingga beban rencana yang akan dipikul struktur
ditingkatkan menjadi i Q i . Nilai factor beban yang digunakan akan tergantung
pada kombinasi beban yang diperhitungkan. Nilai factor beban untuk berbagai
kombinasi beban yang diperhitungkan adalah sebagai berikut :

1.4D
1.2 D + 1.6 L + ( La atau H )
1.2 D + 1.6( La atau H ) + ( L L atau 0.8W )
1.2 D + 1.3W +  L L + 0.5( La atau
H)
1.2 D +  L L  1.0 E

0.9 D  (1.3W atau 1.0 E )


dimana :

D = beban mati yang diakibatkan berat struktur permanent, termasuk dinding,


lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan menetap lainnya.
L = beban hidup, yang ditimbulkan pengguna gedung termasuk beban kejut.
La = beban hidup atap yang ditimbulkan oleh pekerja, peralatan, atau material.
H = beban hujan, tidak termasuk genangan air.
W = beban angina.
E = beban gempa.
 L = reduksi beban hidup,bila L < 5 kPa diambil 0.5 dan bila L > 5 kPa diambil 1.0.

Nilai beban-beban yang disebutkan di atas merupakan nilai minimum yang


disyaratakan pada SNI 03-1727-1989 atau penggantinya.
KOMPONEN YANG MEMIKUL GAYA TARIK
Komponen struktur baja yang memikul gaya tarik (sering disebut batang tarik ),
harus direncanakan sedemikian rupa sehingga selalu terpenuhi ;

N u  t N n
dimana N u adalah kuat tarik perlu, yaitu nilai gaya tarik akibat beban terfaktor ,
diambil nilai terbesar diantara berbagai kombinasi pembebanan yang
diperhitungkan. Untuk komponen yang memikul gaya tarik, kondisi batas yang
diperhitungkan :

1. Kelelehan penampang (yielding), yaitu leleh pada seluruh penampang (bruto):

N n = 0.75 Ae f u
dimana :
Ag = luas penampang kotor
f y = tegangan leleh yang digunakan dalam desain
2. Putus (fracture), yaitu retakan atau robekan pada penampang efektif :

N n = 0.75 Ae f u
dimana :
fu = kekuatan (batas ) tarik yang digunakan dalam desain.
Ae = luas efektif penampang

fy t

N h N
N

fy
(b) Kondisi batas putus (fracture)
(a) kondisi batas leleh umum

Gambar 1 Kondisi batas batang tarik


KOMPONEN YANG MEMIKUL GAYA TEKAN

Komponen struktur yang memikul gaya tekan (sering disebut batang tekan), harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga selalu terpenuhi hubungan :
N u  c N n
dimana N adalah kuat tekan perlu, yaitu nilai gaya tekan akibat beban terfaktor,
u
diambil nilai terbesar di antara berbagai kombinasi pembebanan yang
diperhitungkan .

N n adalah kuat tekan nominal, yaitu nilai gaya tekan terkecil dengan
memperhitungkan berbagai kondisi batas batang tekan sebagai fungsi kondisi
tekuk, nilai factor reduksi kekutan c diberikan seragam untuk semua jenis batang
tekan sebesar 0.85.
Beberapa kondisi batas yang harus diperhitungkan dalam perencanaan batang
tekan yaitu :
1. Kelelehan penampang (yielding)
2. Tekuk lokal (local buckling)
3. Tekuk lentur (flexural buckling)
4. Tekuk torsi ( torsional buckling)

Tekuk lokal adalah peristiwa menekuknya elemen plat penampang (sayap atau
badan) akibat rasio lebar-tebal yang terlalu besar. Tekuk lokal mungkin terjadi
sebelum batang/ kolom menekuk lentur. Oleh karena itu disyaratkan pula nilai
minimum bagi rasio lebar-tebal pelat penampang batang tekan.
N

Lk

N
(a) Kondisi batas tekuk lokal pada pelat badan (b) Kondisi batas tekuk lentur sepanjang
bentang tak terkekang

Gambar Kondisi batas batang tekan


Tekuk lentur adalah peristiwa menekuknya batang tekan ( pada arah sumbu
lemahnya) secara tiba-tiba ketika terjadi ketidakstabilan.
Kuat tekan nominal pada kondisi batas ini dirumuskan dengan formula yang
dikenal sebelumnya :

fy
N n = Ag f cr = Ag untuk

 = 1.0
maka
untuk c  0.25
1.43
untuk 0.25  c  1.2
maka =
1.6 − 0.67c
maka
untuk  c  1 .2  = 1.25c
Tekuk torsi terjadi terhadap sumbu batang sehungga menyebabkan penampang
batang tekan terputar/terpuntir. Tekuk torsi umumnya terjadi pada konfigurasi
elemen batang tertentu, seperti pada frofil siku-ganda dan fripil T. Kuat tekan
nominal pada kondisi batas ini dirumuskan sebagai berikut :

N nlt = Ag f clt
dimana :

 f cry +dan f crz  4 f cry f crz H 


=   1 − 1 − 
( )
f clt H

+
2
 2H   f cry f crz 

Besaran-besaran :

Ag , c , , f y , f clt , f cr , f crz , adalah parameter-parameter penampang.


KOMPONEN YANG MEMIKUL LENTUR
Komponen struktur baja yang memikul lentur direncanakan sedemikaian
rupa sehingga memenuhi persyaratan sebagai berikut :

Mu  f Mn

dimana M u adalah struktur lentur perlu, yaitu nilai momen lentur akibat beban
terfaktor, diambil nilai terbesar dari berbagai kombinasi pembebanan yang
diperhitungkan.

M n adalah kuat lentur nominal terkecil dari berbagai kombinasi batas yang
diperhitungkan. Sedangkan nilai factor reduksi kekuatan f , diberikan
seragam untuk untuk jenis komponen lentur sebesar 0.90.
Kondisi batas yang diperhitungkan dalam menentukan kuat lentur nominal
sebuah balok adalah :
1. kelelehan penampang (yielding)
2. Tekuk lokal (local buckling)
3. Tekuk lateral torsi (lateral torsional buckling)

Berbeda dengan kondisi tekuk-lokal pada batang tekan, bahaya tekuk lokal pada
balok yang menerima lentur terjadi pada bagian plat penampang yang menerima
tekan. Batas maksimium rasio lebar-tebal pelat badan maupun pelat saya akan
lebih besar diban dingkan rasio untuk batang tekan.

Kondisi batas tekuk latera-torsi ditinjau dengan membagi jenis balok menurut
panjang batang yang tak tertekan secara lateral, Lb, dan menghasilakan kurva
daerah kuat lentur nominal Mn, seperti terlihat pada Gambar 1.6.
(a) Balok lentur Z

Z
X

(b) Tampak samping


X
Y
X

(d) Potongan penampang


(c) Tampak samping

Gambar Kondisi Batas Tekuk Lentur Torsi Pada Balok Lentur


Kondisi batas lateral-torsi ditinjau dengan membagi jenis balok menurut panjang
batang yang tak terkekang secara lateral, Lb, dan menghasilkan kurva daerah kuat
lentur nominal, seperti terlihat pada Gambar di bawah ini.

Mn
Plastis sempurna Tekuk inelastis Tekuk elastis

Mp

Mr

Lp Lr Lb
(panjang tekuk terkekang)

Gambar Kondisi batas balok lentur


Kondisi plastis sempurna (profil I)

M n = M p = 1.12S x f y
Kondisi tekuk elastis (profil I)

  E 
2

M n = M cr = Cb EI y GJ +   I yIw  M p
L  L 
Kondisi tekuk elastis (profil I)

  Lb − L p 
M n = Cb  M p − (M p − M r )   M p
  L − L 
 r p 
dimana :

ry = jari-jari girasi penampang terhadap sumbu lemah = Iy


A
Iy = momen inersia penampang

E = modulus elastisitas penampang


fy = tegangan leleh penampang

fr = tegangan sisa pada peampang

Sx = modulus penampang elastis pada arah sumbu-X


E
G = modulus geser bahan =
2(1 + v)
v= Poisson’s ratio

J = momen inersia polar atau konstanta punter torsi

Iw = momen inersia pilin (warping) atau konstanta punter lengkung


.

Pemasangan penampang lateral dengan jarak


Lb yang semakain pendek akan
meningkatkan nilai sesuai dengan kurva tersebut . Pada bentang yang sangat
pendek, nilai kuat lentur nominal dapat mencapai momen plastis M p penampang
yang lebih besar daripada momen leleh, My
KOMPONEN YANG MEMIKUL KOMBINASI GAYA AKSIAL DAN LENTUR
Komponen struktur yang memikul kombinasi gaya aksial dan lentur harus
direncanakan untuk memenuhin hubungan sebagai berikut :

Nu Nu 8  M ux M uy 
  1.0
 0.2, maka + +
 t / c N n 9   t M nx  t M ny 
Untuk :
t / c N n
Nu  M ux 
Untuk :  0.2, Nu M uy
+   1.0
maka
t / c N n +

t / c N n  t M nx t M ny 

Nilai parameter pada persamaan interaksi tersebut mengacu kepada harga kuat
perlu, kuat nominal, dan factor reduksi kekuatan masing-asing gaya dalam M dan
N.

Pengaruh orde kedua diperhitungkan daalam perencanaan kolom yang memikul


momen lentur dan aksial tekan dengan mengalikan besarnya momen hasil
perhitungan orde pertama dengan factor aplikasi momen.
M u =  b M nt +  s M lt
dimana :

M nt = momen lentur akibat beban grafitasi terfaktor dengan


mengasumsikan tidak terjadi goyangan/perpindahan horizontal pada
ujung-ujung kolom.

M lt = momen lentur akibat beban lateral terfaktor dan / goyangan


horizontal pada kolom yang bergoyang.

b = factor aplikasi momen akibat kelengkungan kolom, dihitung dengan


persamaan :

Cm
b = 1
 N 
1 − u 
 N crb 
dimana :

N u = gaya aksial terfaktor pada kolom

N crb = beban kritis elastis kolom yang dihitung dengan factor panjang tekuk,

k =1 , dan kelangsingan 

L  dalam arah lenturnya.

 r 
Cm = factor modifikasi momen akibat pengaruh distribusi momen yang
tak seragam sepanjang kolom.

s = factor amplifikasi momen akibat goyangan lantai, dapat dihitung


melalui dua persamaan alternative :

1 1
s = 1 s =
1−
 N u   oh 
  atau : 1−
 N u

H  L  N crs
dimana :

N u
= jumlah gaya aksial tekan terfaktor akibat beban grafitasi dari seluruh
kolom pada satu tingkat struktur yang ditinjau.

N crs = beban kritis elastis kolom yang dihitung dengan harga sebenarnya
dari factor panjang tekuk ( )
k dan kelangsingan  L 
r 
kolo dalam arah lenturnya.

 oh = simpangan horizontal antar lantai dari tingkat yang ditinjau.

 H = jumlah gaya horizontal yang menyebabkan goyangan sebesar  oh


pada tingkat yang ditinjau.

L = tinggi kolom pada tingkat yang ditinjau.

Anda mungkin juga menyukai