Anda di halaman 1dari 47

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Baja

Baja merupakan gabungan beberapa zat komposisi kimia tertentu sehingga


membentuk suatu rangkaian material baja. Bahan utama dari baja adalah carbon
dan besi, kedua zat tersebut di campur dengan mangan dan zat kimia lainnya akan
menambah kekuatan dan ketahanan material tersebut. Struktural baja memiliki
beberapa jenis tipe profil antara lain :
1. roPfil Baja Wide Flange
2.roPfil Baja Lipped
Channel 3.roPfil Baja Kanal U
4.roPfil H Beam
5.roPfil T –
Beam 6.eeSl tPipe
7.okBs Struktural

Gambar 2.1. Jenis – Jenis Tipe Profil


( Sumber : http://www.sanggarteknik.com )

Analisis Desain Fluid Viscous Damper Pada Bangunan Struktur Baja Enam Lantai_Ferry Surya, 2019
7

Baja memiliki beberapa keunggulan yang digunakan dalam konstruksi


bangunan antara lain :
1.uaKt terhadap tarik.
2.lasEtisitas.
3. apDat di sambungkan dengan stuktur baja lainya tanpa
mengurangi
workability dari baja tersebut.
4. emMpunyai massa relatif yang lebih ringan.
Pada era modern ini pemakaian struktur baja sudah banyak di
pergunakan, terutama untuk bangunan gedung dan infrakstruktur lainnya.
Penggunaan struktur baja di karenakan dapat menghemat biaya perencanaan
apabila panjang bentang baja yang dipasaran dipakai dalam perencanaan
Penggunaan struktur baja memiliki kekurangan yaitu kemampuan tekan
baja lebih kecil dari kemampuan tarik baja dikarenakan efek buckling,
membutuhkan biaya yang mahal, dan perubahan bentuk dimensi yang sulit
diinginkan.

2.1.1 Persyaratan Elemen Struktur Bangunan Baja

Pada perencanaan struktur tugas akhir ini memiliki tujuan menghasilkan


suatu struktur yang memiliki kemampuan stabil, cukup kuat, dan tahan lama serta
mudah dalam pemasangan. Suatu struktur dikatakan stabil apabila struktur itu
tidak mudah terguling, miring ataupun geser selama umur perencanaan yang
direncanakan. Suatu struktur bangunan dikatakan cukup kuat apabila selama masa
penggunaan tidak terjadi kegagalan struktur dan dalam ketentuan batas yang telah
ditetapkan dalam perancangan awal struktur bangunan. Selain itu suatu struktur
bangunan dapat dikatakan cukup kuat apabila dapat menerima kerusakan yang
diharapkan sesuai dengan umur rencana pembangunan yang direncanakan tanpa
pemeliharan yang lebih.

Analisis Desain Fluid Viscous Damper Pada Bangunan Struktur Baja Enam Lantai_Ferry Surya, 2019
Sesuai dengan persyaratan peraturan SNI 1729:2015 dalam mendesain
bangunan struktur baja, harus memenuhi rumus ini :

∅ 𝑅𝑛 ≥ 𝑅𝑢
Keterangan
Ø = Faktor ketahanan beban
Rn = Kuat Nominal Komponen Sturktur
Ru = Pengaruh beban terfaktor, momen atau gaya yang diakibatkan
kombinasi pembebanan yang sesuai dengan SNI 1726 – 2012
dan SNI 1727 – 2013 .

2.1.2 Syarat –Syarat Desain Balok Dan Kolom Struktur Baja

Desain Balok pada struktur baja harus memenuhi ketentuan elemen tekan
komponen struktur dalam menahan lentur sesuai peraturan SNI 1729 : 2015,
dengan syarat ketentuan sebagai berikut :

Tabel 2.1. Elemen Tekan Komponen Sayap Struktur yang menahan Tekan Lentur
(Sumber : SNI 1729 :2015)
Dari Tabel 2.1. ditampilkan batasan untuk penampang kompak, dimanan
rasio ketebalan sayap terhadap lebar tidak boleh melebihi dari λp, Untuk batasan
penampang non kompak rasio ketebalan terhadap lebar tidak boleh melebihi dari
λr, apabila syarat rasio ketebalan sayap terhadap lebar melebihi dari λ p dan λr maka
disebut penampang dengan elemen langsing.

Tabel 2.2. Elemen Tekan Komponen Badan Struktur yang menahan Tekan Lentur

(Sumber : SNI 1729 :2015)

Dari Tabel 2.2. ditampilkan batasan untuk penampang kompak, dimana


rasio ketebalan badan terhadap lebar tidak boleh melebihi dari λp, Untuk batasan
penampang non kompak rasio ketebalan terhadap lebar tidak boleh melebihi dari
λr, apabila syarat rasio ketebalan badan terhadap lebar melebihi dari λp dan λr
maka disebut penampang dengan elemen langsing
Dalam mendesain kolom harus memenuhi syarat komponen struktur yang
menahan gaya tekan aksial, sesuai dengan ketentuan SNI 1729 : 2015 dengan
syarat ketentuan sebagai berikut :
Tabel 2.3. Elemen Tekan Komponen Sayap Struktur yang
Menahan Tekan Aksial
(Sumber : SNI 1729 :2015)

Dari Tabel 2.3. ini ditampilkan syarat batasan untuk komponen struktur
sayap yang menahan gaya aksial tidak boleh melebihi batasan rasio tebal terhadap
lebar, apabila melebihi dari ketentuan yang ditetapkan maka harus dilakukan
perubahan dimensi atau mutu profil baja tersebut.
Tabel 2.4. Elemen Tekan Komponen Badan Struktur yang Menahan
Tekan Aksial
(Sumber : SNI 1729 :2015)

Dari Tabel 2.4. ini ditampilkan batasan syarat untuk komponen struktur
badan yang menahan gaya aksial tidak boleh melebihi batasan rasio tebal terhadap
lebar, apabila melebihi dari ketentuan yang ditetapkan maka harus dilakukan
perubahan dimensi atau mutu profil baja tersebut.
2.1.3 Tahanan Struktur Terhadap Elemen Lentur dan Geser

Secara umum perencanaan suatu struktur baja harus memenuhi syarat


yang ditetapkan oleh SNI 1729 : 2015, dimana suatu struktur memikul momen
lentur terhadap sumbu kuat dan dianalisis plastis harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
𝑀𝑢 ≤ Ø 𝑀𝑛

dimana
Mu = Kuat lentur perlu atau momen maksimum hasil kombinasi
sesuai dengan kententuan LRFD ( Load and Resistance Factor
Design) ( SNI 1729 : 2015)
Ø = Faktor ketahanan lentur, sebesar 0,9
Mn = Kuat nominal dari momen lentur penampang
Untuk perancangan momen lentur ini memiliki syarat sesuai kententuan
SNI 1729 : 2015 sebagai berikut :
1.onKdisi Penampang Kompak
Kondisi penampang Kompak ini memiliki syarat tekuk torsi – lateral
dengan persyaratan sebagai berikut:
 Bila Lb ≤ Lp ( keadaan batas dari tekuk torsi-lateral tidak boleh
digunakan), oleh karena itu harus dilakukan pertambahan lateral
brace.
 Bila Lp < Lb ≤ Lr
𝐿𝑏 − 𝐿𝑝
𝑀𝑛 = 𝐶𝑏 [𝑀𝑃 − )] ≤ 𝑀𝑝
(𝑀𝑝 − 0,7 𝐹𝑦 𝑆𝑥 ) ( � −

𝑟 𝐿𝑝

Jarak pertambatan lateral, Lp untuk kondisi batas leleh


𝐸
𝐿𝑝 = 1,76 𝑟𝑦 √
�𝑦

Jarak pertambatan lateral, Lr untuk kondisi batas plastis

𝐸 𝐽𝐶 𝐽𝐶 2 0,7𝐹𝑦 2

𝐿𝑟 = 1,95 𝑟𝑡𝑠 √ + √( ) + 6,76 ( )


�� ℎ � ℎ𝑜 𝐸
0,7𝐹 ��
𝑜

𝑥 𝑥

 Bila Lb ≥ Lr

𝑀𝑛 = 𝐹𝑐𝑟𝑆𝑥𝑐 ≤ 𝑀𝑝
Keterangan :
E = Modulus Elastis Baja
J = Konstanta torsi ( mm4)
Sx = Modulus Penampang Elastis disumbu x ( mm4)
ho = Jarak antara titik berat sayap ( mm)

2.onKdisi Penampang Tidak Kompak


Kondisi penampang kompak dapat dihitung dengan persyaratan SNI
1729 : 2015 sebagai berikut:
𝜆 − 𝜆𝑝𝑓
𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 − (𝑀𝑝 )
− 0,7𝐹𝑦 𝑆𝑥 ) ( � − 𝜆𝑝𝑓
�𝑟𝑓

Keterangan :
𝑏𝑓
λ = 2𝑡𝑓
λpf = Batasan Kelangsingan untuk sayap kompak
λrf = Batasan Kelangsingan untuk sayap non kompak
3.onKdisi penampang dengan sayap langsing
Kondisi dengan penampang sayap langsing memiliki persyaratan
sebagai berikut:

𝑀𝑛 = 0,9 𝐸2
𝑘𝑐𝑆𝑥
𝜆
Keterangan
:
4
kc =
√𝑤
𝑡
ℎ ( tidak boleh diambil kecil dari 0,35 maupun lebih
besar dari 0,76 untuk hasil perhitungan )
Desain Kuat geser nominal dari struktur lentur ditentukan oleh geser pelat
badan penampang . Pada umumnya memiliki persyaratan sebagai berikut :
Ø𝑣 𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢
Keterangan :
Øv = Faktor reduksi geser
Vn = Kuat geser nominal
Vu = Kuat geser dari kombinasi pembebanan

2.1.4 Tahanan Elemen Struktur Terhadap Gaya Tekan Aksial

Desain untuk struktur kolom yang menahan gaya tekan aksial harus
memenuhi syarat buckling stress. Buckling Stress ( Tegangan Tekuk ) adalah
dimana keadaan suatu struktur tidak dapat mampu menahan bentuk awalnya.
Permasalahan dari buckling stress adalah terjadinya lendutan yang besar dan akan
mengubah bentuk struktur tersebut, oleh karena itu untuk menghitung gaya
dukung nominal menggunakan persamaan Euler . P yang mengalami gaya tekan
kosentris (Pn), dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
𝑃𝑛 = 𝐹𝑐𝑟𝐴𝑔
Keterangan
Pn = Kuat Tekan Nominal (kN)
Fcr = Tegangan Kritis
Ag = Luas Penampang Bersih ( mm2)
Untuk tegangan kritis Fcr, ditentukan sebagai berikut :
𝐸 𝐹𝑦
𝐾 𝐿
a) Bila ≤ 4,71√ 𝑎𝑡𝑎𝑢 ( ≤ 2,25)
𝑟 𝐹𝑦 𝐹𝑒

𝐹𝑦
Maka nilai 𝐹𝑐𝑟 = [ 0,658 𝐹𝑒 ] ( kondisi inelastis)
𝐸 𝐹𝑦
b) Bila 𝐾𝐿 > 4,71√ 𝑎𝑡𝑎𝑢 ( ≥ 2,25)
𝑟 𝐹𝑦 𝐹𝑒

Maka nilai 𝐹𝑐𝑟 = 0,877 𝐹𝑒 ( kondisi elastis)


Keterangan
Fe = Tegangan Tekuk kritis elastis ( MPa )
r = Radius girasi ( mm )
Mencari nilai Fe memiliki persamaan rumus sebagai berikut :
𝜋 2𝐸
𝐹𝑒 = 𝐾𝐿 2
( )
𝑟
Desain untuk kekuatan nominal penampang yang menahan tekan harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
Ø 𝑃𝑛 ≥ 𝑃𝑢
2.1.5 Tahanan Elemen Struktur Terhadap Lentur dan Aksial

Perencanaan elemen struktur dalam menahan lentur dan aksial harus


memenuhi persyaratan SNI 1729 : 2015 sebagai berikut :
 𝑃𝑟
𝑃𝑐 ≥ 0,2

𝑃𝑟 8 �
𝑀𝑟𝑥 � ) ≤ 1,0
𝑃𝑐 + (
9 � 𝑟𝑦
𝑐 +
��

𝑐𝑦

 𝑃𝑟
𝑃𝑐
≤ 0,2
𝑃𝑟8 𝑀𝑟𝑥𝑀𝑟𝑦
2𝑃 + 9 (𝑀 + 𝑀) ≤ 1,0
𝑐 𝑐𝑥 𝑐𝑦

Keterangan :
Pr Pc Mr Mc =X Kekuatan aksial perlu ( N )
Y = Kekuatan aksial tersedia ( N )
= Kekuatan lentur perlu ( N – mm )
= Kekuatan lentur tersedia ( N – mm )
= Indeks sehubungan dengan sumbu kuat lentur
= Indeks sehubungan dengan sumbu lemah lentur
2.2 Konsep Desain Struktur Tahan Gempa

Gempa bumi di sebabkan oleh tabrakan lempeng bumi yang secara tiba –
tiba, pada umumnya diikuti dengan terjadinya patahan atau sesar ( fault ). Akibat
patahan atau sesar ini akan menimbulkan getaran/gelombang, getaran tersebut
akan menjalar ke sekeliling zona daerah tersebut. Gelombang yang menjalar ini
akan menimbulkan guncangan pada permukaan tanah dan bangunan. Pada saat
bangunan diguncang akan menimbulkan gaya – gaya pada struktur bangunan
karena adanya kecenderungan massa bangunan untuk mempertahankan dirinya
dari gerakan sehingga gempa bumi mempunyai kecenderungan menimbulkan
gaya – gaya lateral pada struktur (Schodek, 1992). Gaya – gaya yang ditimbulkan
akan membuat suatu struktur bangunan bergoyang dan lama kelamaan akan
runtuh, oleh karena itu bangunan harus memiliki sifat daktilitas
Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami
simpangan paska – elastik yang secara berulang kali dan bolak – balik akibat
beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil
mempertahankan kekuataan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur
bangunan tersebut dapat berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang
keruntuhan.
Dalam mendesain suatu struktural gedung, harus menjaga bagaimana
kestabilan gaya lateral yang di akibatkan. Hal ini sangat penting di perhatikan
pada bangunan rendah dan bangunan tinggi. Bagaimana suatu struktur menahan
gaya lateral tidak saja akan mempengaruhi desain elemen – elemen vertikal
struktur, tetapi elemen – elemen horizontal (Schodek, 1992). Kerusakan –
kerusakan yang terjadi akibat gempa bumi secara struktural antara lain efek
perlemahan tingkat ( soft story effect ), efek kolom pendek (short column effect),
puntir (torsion), dan benturan antar gedung yag berdekatan (structural pounding)
( Widodo, 2011).
Gambar 2.2. Soft Story Effect

(Sumber : )

Gambar 2.3. Short Column Effect


(Sumber : www.researchgate.net)
Gambar 2.4. Torsion
(Sumber : https://taxonomy.openquake.org)

Gambar 2.5. Pounding


(Sumber : https://www.sciencedirect.com)
Dalam mendesain bangunan tahan gempa untuk suatu gedung, hukum
newton II mempengaruhi terhadap sistem struktur gedung tersebut. Pengaruh
hukum newton II pada desain gedung berpengaruh pada massa dan percepatan ,
dimana semakin besar massa pada gedung tersebut akan menimbulkan gaya
gempa yang besar, dengan syarat percepatan harus sama.
𝐹 = 𝑚 .𝑎
Dimana:
F = Gaya (N)
m = Massa (kg)
a = percepatan ( m/s2)

Kurva respon spektra terdapat hubungan antara percepatan respon spektra


( dalam satuan g ) dengan periode bangunan (dalam detik). Pengaruh kurva
spektra tergantung dari jenis tanah dan lokasi bangunan yang akan direncanakan.
Pada tugas akhir ini kurva respon spektra diambil dari www.puskim.pu.go.id dan
lokasi yang akan di rencanakan di daerah Jakarta, Indonesia.

Gambar 2.6. Kurva Respon Spektrum Jakarta


(Sumber : www.puskim.pu.go.id)
Hasil dari kurva respon spektra akan dihasilkan gaya geser dasar ( V )
yang digunakan sebagai gaya gempa rencana yang harus ditinjau dalam
perencanaan sruktur bangunan gedung. (Widodo, 2011). Persamaan gaya geser
dasar berdasarkan SNI 1726:2012 Pasal 7.8.1 yaitu :
𝑉 = 𝐶 S. W
Dimana:
Cs : Koefisien Respons Seismik
W : Berat Seismik Efektif
Koefisien respon seismik, Cs, harus ditentukan berdasarkan SNI
1726:2012 Pasal 7.8.1.1, yaitu :
𝑆𝐷𝑆
Cs = �
(�
)
𝐼𝑒

Dimana:
SDs = Parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang periode
pendek
R = Faktor modifikasi respons
Ie = Faktor keutamaan gempa
Nilai Cs tidak boleh melebihi :
𝑆𝐷𝑆
Cs = �
𝑇(�)
𝐼𝑒
Cs minimum = 0,044 SDS Ie  0,01
Untuk kondisi dimana lokasi di daerah S1 sama dengan atau lebih besar
dari 0,6g, maka Cs harus tidak kurang dari :

0,5 𝑆1
Cs = �
(�)
𝐼𝑒
Dimana :
SD1 = Parameter percepatan spektrum respons desain pada perioda
sebesar 1,0 detik.
T = Perioda fundamental struktur ( detik )
S1 = Parameter percepatan spektrum respons maksimum yang dipetakan
Dalam mendesain gaya geser dasar ( V ) memiliki beberapa faktor
koefisien yang penting yaitu R dan I. Nilai R atau koefisien modifikasi respons
didapatkan dari jenis sistem penahan gaya lateral pada struktur bangunan yang
direncanakan, sedangkan nilai I adalah faktor keutamaan bangunan yaitu suatu
faktor yang menentukan tingkat resiko yang sesuai dengan fungsi dari bangunan
yang di rencanakan.
Selain itu perencanaan gaya gempa juga ditentukan berdasarkan beberapa
faktor. Faktor yang mempengaruhi dalam desain gaya gempa antara lain :
1.enJis tanah
2. unFgsi dari bangunan
3.inTgkat keutamaan
bangunan 4.istSem penahan
gaya gempa
5.ataD – data percepatan.
Faktor – faktor di atas ini di gunakan dalam desain penentuan gaya gempa
struktur bangunan yang di rencanakan.

2.2.1 Sistem Struktur

Mendesain suatu struktur bangunan harus terlebih dahulu menentukan

sistem struktur yang digunakan. Sistem struktur tercantum dalam peraturan gempa

yaitu SNI 1726 : 2012. Sistem struktur penahan lateral secara umum :

dibedakan menjadi :

 Sistem Rangka Pemikul Momen ( SPRM )

 Sistem Dinding Struktur Pemikul

Sistem rangka pemikul momen (SRPM) adalah sistem rangka yang terdiri

dari komponen – komponen kolom, balok, dan pertemuan balok - kolom yang
menahan gaya –gaya, yang bekerja melalui aksial, lentur, dan geser. Sistem

rangka pemikul momen terdiri dari beberapa kategori :

a. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa ( SRPMB )

Suatu sistem rangka pemikul momen biasa yang memenuhi

ketentuan SNI 1726 : 2012. Sistem rangka ini memiliki tingkat

daktilitas yang terbatas untuk perencanaan struktur bangunan yang

tahan gempa. Secara umum Sistem rangka ini dapat digunakan

didaerah klasifikasi tanah B dan C sesuai peraturan 1726 : 2012

b. istSem Rangka Pemikul Momen Menengah ( SRPMM )

Suatu sistem rangka pemikul momen menengah yang

memenuhi ketentuan SNI 1726 : 2012. Sistem rangka ini memiliki

tingkat daktilitas yang sedang untuk perencanaan bangunan tahan

gempa. Secara umum sistem rangka ini dapat digunakan didaerah

tanah dengan klasifikasi B dan C untuk penggunaan jenis tanah

lainnya diatur dalam SNI 1726 : 2012.

c. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus ( SRPMK )

Suatu sistem rangka pemikul momen khusus yang

memenuhi ketententuan SNI 1726 : 2012. Sistem rangka ini

memiliki tingkat daktilitas yang penuh untuk perencanaan

bangunan tahan gempa. Secara umum sistem rangka ini dapat

digunakan di jenis tanah klasifikasi B sampai F sesuai SNI 1726 :

2012.
Sistem dinding struktur pemikul adalah sistem dimana struktur yang

menggunakan dinding sebagai penopang atau sebagai pemikul beban pada

bangunan.

2.2.2 Analisis Perencanaan Gempa

Analisis perencanaan gempa adalah analisis yang digunakan dalam

mendesain bangunan tahan gempa, dimana penggunaan tipe perilaku gempa pada

analisis perencanaan gedung. Analisis perencanaan gempa ini memiliki dua tipe

yaitu :

a. Analisis Ragam Respons Spektrum

Analisis respon spektrum adalah analisis suatu cara \ yang

digunakan untuk menentukan respon dinamik struktur bangunan 3

dimensi yang berperilaku elastik dengan derajat kebebasan SDOF (

Single Degree of Freedom ) berdasarkan rasio redaman dan beban

tertentu. Kegunaan dari respon spektrum ini untuk menentukan

strength demand dalam bentuk gaya horizontal akibat gaya gempa

yang terjadi dengan cara pendekatan. Pendekatan yang dimaksud

adalah beban gempa yang terjadi secara dinamik kemudian

disederhanakan menjadi beban ekivalen elastik.


b.naAlisis Respons Secara Dinamik Linier dan Non Linier

Analisis respons secara dinamik linier adalah suatu metode

analisis untuk menentukan waktu respons dinamik suatu struktur

gedung 3 dimensi yang berperilaku elastik penuh terhadap gerakan

tanah akibat gempa. Desain analisis dinamik linier ini

menggunakan interval waktu yang dihitung menggunakan metode

analisis ragam.

Analisis respons dinamik nonlinier adalah suatu metode

analisis untuk menentukan waktu respons dinamik pada gedung 3

dimensi yang berperilau elastik penuh ( linier ) maupun elasto-

plastis ( nonlinier ) terhadap gerakan tanah akibat gempa. Desain

nonlinier ini menggunakan interval waktu yang dihitung

menggunakan metode integrasi langsung.


2.2.3 Simpangan Antar Lantai

Perhitungan struktur bangunan simpangan antar lantai harus memenuhi


syarat izin pada SNI 1726 : 2012 sebagai berikut :

Tabel 2.5. Tabel Simpangan Antar Lantai


(Sumber : SNI 1726 :2012)

2.3 Sistem Damper

Wilayah Indonesia merupakan negara yang rawan bencana gempa bumi.


Penyebabnya karena sejumlah pertemuan lempeng tektonik Indo-Australia,
Eurasia, dan Pasifik yang hampir membentang di seluruh wilayah Indonesia,
akibat pertemuan lempeng tektonik ini mengakibatkan terjadinya gempa tektonik
dan banyak menimbulkan korban jiwa dan kerusakan pada bangunan. Oleh karena
itu, perencanaan konstruksi bangunan yang tahan gempa merupakan suatu
kebutuhan yang sangat penting guna mencegah kerusakan bangunan dan
mengurangi korban jiwa.
Saat ini ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam mendesain
bangunan tahan gempa, dari beberapa metode tersebut yang akan di bahas adalah
bangunan mempergunakan damper. Damper adalah suatu alat yang digunakan
untuk meredam gaya gempa. Fungsi dari damper ini mengurangi gaya gempa
yang akibatkan pada struktur bangunan tersebut, selain itu damper juga
memperkecil displacement pada struktur bangunan tersebut.

Gambar 2.7. Perilaku Struktur Bangunan Dengan Damper dan Tanpa Damper
( Sumber :www.bridgestone-dp.jp )
2.3.1 Jenis – Jenis Damper

Sebagai alat peredam gaya gempa, damper memiliki beberapa jenis yang
dapat digunakan, diantara lain :
1. ismSiec Bearing
Seismic bearing sering lebih dikenal sebagai base isolation.
Base isolation ini dipasang pada setiap kolom yaitu diantara kolom
dan pondasi. Cara kerja dari base isolation ini ketika gaya gempa
yang akan mengguncang struktur bangunan, maka seismic bearing
akan membantu mereduksi gaya gempa sebelum mencapai struktur
atas bangunan tersebut. Pemasangan pada base isolation
menggunakan bantalan karet dan lempengan baja. Bantalan karet
ini berfungsi sebagai peredam, sedangkan lempengan baja ini
memperkaku bantalan karet tersebut.

Gambar 2.8. Seismic Bearing


(https://www.kajima.co.jp)
2.ockLUp Device (LUD)
Look up device adalah suatu alat yang berfungsi sebagai
peredam gaya gempa. LUD ini menggunakan cairan silikon.
Prinsip kerja dari LUD seperti halnya huruf T, dimana garis lurus
melintang sebagai badan jalan. Apabila terjadi gempa seluruh
badan jalan dan tiang akan serentak bergeraknya dikarenakan
terdapat alat LUD sebagai bantalan . LUD ini banyak digunakan di
jalan layang.

Gambar 2.9. Look Up Device


( sumber : http://rebar.ecn.purdue.edu)

Analisis Desain Fluid Viscous Damper Pada Bangunan Struktur Baja Enam Lantai –
Ferry Surya,2019
3.luidFViscous Damper ( FVD s )
FVDs adalah suatu alat yang digunakan sebagai peredam
gaya gempa seperti halnya dengan alat – alat lainnya. FVD ini
berfungsi menyerap energi yang di timbulkan oleh gempa.

Gambar 2.10. Fluid Viscous Damper


(Sumber:https://www.researchgate.net)

4.ighHDamping Device ( HIDAM )


High damping device merupakan sebagai alat peredam
gempa yang cara kerja mirip seperti FVD s.. Rasio redaman alat ini
pada struktur dapat ditingkatkan mencapai 10% -20%.

Gambar 2.11. High Damping Device


(Sumber :https://sanggapramana.wordpress.com)
2.3.2 Fluid Viscous Damper (FVDs)

Suatu struktur bangunan bertingkat harus mempunyai sistem yang dapat


mereduksi gaya gempa. Sistem yang digunakan pada studi kasus ini adalah
damper. Damper memiliki banyak jenis, dari banyak jenis ini yang akan di bahas
passive system yaitu Fluid Viscous Damper ( FVDs )
Secara umum FVDs merupakan alat peredam gaya gempa pada suatu
struktur bangunan seperti sama halnya dengan alat peredam damper lainnya.
Fluid Viscous Damper berfungsi sebagai disipator energi dengan cara
memberikan perlawanan gaya melalui pergerakan yang dibatasi.
FVDs terbuat dari bahan yang mengandung silikon, alat ini pada umumnya
dapat digunakan sampai umur 40 tahun (Taylor Device.Inc). Sesudah mencapai
batas umur penggunaan alat ini akan dilakukan pergantian atau perawatan pada
alat tersebut.
Fluid Viscous Damper mengandung cairan silikon dalam alat ini. Cairan
ini berfungsi menambah energi ke sistem lateral struktur bangunan, selain itu
cairan ini bersifat kental dan tidak mudah terbakar, dan stabil untuk jangka lama.
Cara kerja dari cairan ini dalam sistem fluid viscous damper untuk
mereduksi gaya gempa dengan cara mendorong cairan melalui lubang dan
menghasilkan tekanan redaman yang menghasilkan gaya. Ketika pada alat FVDs
ini terjadi kompresi, cairan dari chamber 2 ke chamber 1, sedangkan apabila
terjadi stress pada FVDs ini, cairan dari chamber 1 akan ke chamber 2.
Gaya yang dihasilkan dari cairan ini di akibatkan oleh adanya gaya luar
yang bekerja berlawanan arah dengan alat ini, selain itu gaya ini juga akan
mereduksi gaya luar yang berkerja pada alat FVDs.
Gambar 2.12. Alat Fluid Viscous Damper
( Sumber : http://www.taylordevices.com)

Pada gambar 2.11. ini terdapat piston rod yang di rancang dengan jarak
tertentu antara silinder dalam dan silinder bagian luar yang membentuk annular
( berbentuk gelang ). Cairan yang berada dalam silinder ini akan memberikan
gaya peredam melalui piston rod . Bentuk dari piston rod menentukan karateristik
peredam. Hubungan peredam / gaya untuk jenis peredam dalam di tentukan dalam
rumus sebagai berikut :

𝐹 = 𝐶 x 𝑉 x 𝑒𝑛
Dimana :
F = Gaya yang di hasilkan (kN)
V = Kecepatan relatif di dalam peredam (m/s)
C = Nilai konstanta FVDs
n = Nilai tergantung dari bentuk piston rod, yang dapat
bernilai 0,30 – 1,95.
koefisien n mempengaruhi bentuk gaya dari damper, bila n = 1 maka gaya
damper menjadi linier. Apabila gaya n ≠ 1 maka gaya damper menjadi nonlinier.
( Sumber : National Taiwan Universty of Science and Techonolgy, Taiwan )

Gambar 2.13. Grafik Hubungan Gaya Damper dengan Kecepatan

2.3.3 Kekakuan Fluid Viscous Damper

Menurut Taylor,D.P, kekakuan dari fluid Viscous damper adalah :

𝐴𝐸
𝐾 =
𝐿
Keterangan :
K = Kekakuan Fluid Viscous Damper (kN/m)
A = Luas Penampang Fluid Viscous Damper (m2)
E = Modulus Elastisitas (MPa)
L = Panjang Fluid Viscous Damper (m)
2.3.4 Bagian – Bagian Fluid Viscous Damper

Pada Gambar 2.11. terdapat alat fluid viscous damper yang terdiri
dari beberapa bagian. Bagian tersebut memiliki fungsi sebagai berikut :
 Piston Rod terbuat dari material baja ( stainless steel ), oleh
karena ini tujuan dari pemakaian stainless steel untuk
mencegah damper dari korosi. Apabila Piston Rod ini
terjadi korosi, maka alat dari fluid viscous damper ini tidak
akan bekerja.
 Fluid - Cairan yang digunakan adalah cairan yang tahan
api, tidak beracun, temperatur stabil, dan tahan lama. Saat
ini yang masuk dalam persyaratan tersebut adalah cairan
silikon. Cairan silikon yang harus digunakan adalah cairan
silikon memiliki suhu 340oC, tidak memiliki bahan
kosmetik, tidak beracun, dan memiliki suhu stabil.
 Seal Retainer yang digunakan dalam alat fluid viscous
damper harus mampu berfungsi minimal 40 tahun dan
tanpa perlu dilakukan pergantian periodik. Selain itu
digunakan untuk membuka dan menutup lubang ujung
silinder fluid viscous damper.
 Piston Head melekat pada piston rod, oleh karena itu dibagi
menjadi dua silinder dengan tekanan chamber. Dengan
demikian, maka piston head berfungsi memberi cairan
dengan tekanan melalui orifices yang terletak didalamnya,
sehingga menghasilkan pengurangan tekanan
 Accumulator berfungsi untuk menahan laju dari piston rod,
selain itu berfungsi sebagai penetralan temperatur dan
kontraksi cairan.
 Chamber berfungsi sebagai tempat letaknya cairan silikon
tersebut. Selain itu chamber juga berfungsi menghasilkan
gaya yang berlawanan untuk mereduksi gaya gempa.

2.3.5 Sambungan Fluid Viscous Damper

Desain sambungan pada alat fluid viscous damper menggunakan


sambungan engsel. Sebelum FVDs ini akan dipasang antar kolom, dalam
pemasangan FVDs ini harus menggunakan spherical bracket dan mounting
bracket . Spherical bracket ini memungkinkan rotasi ke segela arah, sedangkan
mounting bracket sebagai alat yang berfungsi sebagai sambungan dari spherical
bracket. Dari kedua alat spherical bracket dan mounting bracket ini akan dipasang
pada profil baja .

Gambar 2.14. Spherical Bracket

( Sumber : http://www.taylordevices.com )
Gambar 2.15. Mounting Bracket
( Sumber : )

Gambar 2.16. Sambungan Engsel


(Sumber https://www.victorseismic.co.nz/seismic-dampers)
2.4 Desain Bangunan Menggunakan Fluid Viscous Damper

2.4.1 Metode Gaya Lateral Ekuivalen

Dalam mendesain fluid viscous damper memiliki beberapa persyaratan


yang menggunakan gayaPenggunaan gaya lateral ekuivalent dalam mendesain
damper memiliki beberapa peraturan yang terdapat di ASCE 7 – 10 diantara lain :
1. etiSap lantai harus memiliki minimal 2 alat
damper 2.feEktif penggunaan damper kurang
dari 35% 3.otTal tinggi bangunan maksimal 30
meter
4.idTak terjadi ketidakberaturan
horisontal 5.agBian diafra gma lantai
harus kaku.

2.4.2 Prosedur Analisa Gaya Lateral Ekivalent

Mendesain damper yang menggunakan gaya gempa linear memiliki


beberapa prosedur diantara :

 Penentuan waktu fundamental bangunan dengan persamaan berikut :


𝑛
𝑇1 = 2 𝜋 √∑𝑖= 𝑤�
2
𝑖𝛿
1 �
𝑔 1∑6 𝑓𝑖𝛿𝑖

Wi = Berat Massa Gedung Perlantai (kN)


δi = Defleksi elastik struktur ( cm )
fi = Gaya Lateral Bangunan Perlantai
g = Gravitasi (m/s2)
 Analisis fundamental mode propeties dengan persamaan berikut :

Ø𝑖 = ℎ𝑖
𝐻

hi = Tinggi Bangunan Perlantai (m)

H = Total Tinggi Bangunan (m)

Øi = Fundamental mode akibat getaran struktur bangunan


𝑊̅1
𝛤1 = ∑6 𝑤 Ø
1 𝑖 1𝑖

𝑊̅1 = Total Berat Efektif Struktur Bagunan ( kN )


Γ1 = Partisipasi fundamental mode dari getaran struktur bangunan

 Analisis gaya geser mode shape dasar bangunan dengan berikut


persamaan berikut :
𝑉1 = 𝐶𝑠1 𝑊̅1
V1 = Gaya Geser Dasar
Cs1 = Koefisien Gempa
𝑊̅1 = Total Berat Efektif Struktur Bagunan ( kN )

Koefisien nilai Cs1


𝑆𝐷1
𝐶= ( 𝑅) 1
( ) ≥𝑇
𝑈𝑛𝑡𝑢𝑘
𝑠1 1 𝑆
�Ω𝑂 𝑇
�𝐵1 1

𝑑 𝐷 �

𝑅 1
𝐶𝑠1 = ( ) (𝑆𝐷𝑆 ) 𝑈𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑇1 < 𝑇𝑆
𝐶
𝑑 𝑂 1𝐷

SDS = Parameter respons spektral percepatan desain pada


perioda pendek
SD1 = Parameter respons spektral percepatan desain pada
perioda 1 detik
B1D = Koefisien damper dari Tabel 18.6-1 ASCE 7 -10
(∑𝑛
𝑖= 𝑤𝑖 Ø𝑖 )
𝑊̅ = 1 2
𝑤�
𝑖Ø
∑𝑛
𝑖=1 �

wi = Berat Bangunan Perlantai (kN)


Øi = Fundamental mode akibat getaran struktur bangunan

 Residual Mode Gaya Geser


𝑉𝑟 = 𝐶𝑠𝑟 𝑊̅𝑟

Csr = Koefisien Gempa residual mode


𝑊̅𝑟 = Total Berat Efektif residual mode Struktur Bagunan ( kN
)
𝑅 1
𝐶𝑠𝑟 = ( )Ω (𝑆𝐷𝑆)
𝐶 𝐵
𝑑 𝑂 𝑅

BR = Koefisien damper dari Tabel 18.6-1 ASCE 7 -10

 Perhitungan residual mode propeties dengan persamaan sebagai berikut

Ø𝑟𝑖 = 1 − 𝛤1 Ø1𝑖
1 − Ƭ1

𝛤𝑟 = 1 − 𝛤1

𝑊̅𝑟 = 𝑊 − 𝑊̅1

Ƭ𝑟 = 0,4 𝑇1

Ør = Residual mode akibat getaran struktur bangunan


𝑊̅𝑟 = Berat bangunan dari residual
mode (kN) Tr = Waktu dari residual mode (
detik )
Γr = Partisipasi residual mode dari getaran struktur bangunan
Γ1 = Partisipasi fundamental mode dari getaran struktur bangunan
 Perhitungan efektif damper mode shape dan residual mode dengan
persamaan berikut :

𝜉 = 1 𝑊 𝑊𝐷1
1
𝑣1 4 � 𝑊1 1
� 4𝜋
𝐹𝐼 𝛿
2 1 1

WD1 = Gaya damper yang bekerja pada mode 1 (kNm)


FI1 = Gaya inersia dalam mode 1 (kN)
W1 = Maksimum energi mode 1 ( kN/cm )
δ1 = Defleksi mode 1 ( cm )

1 𝑊𝐷𝑟
𝜉𝑣𝑟𝑥 =
4 𝑊𝑟

1 𝑊𝐷𝑟
𝜉𝑣𝑟𝑦 =
4 𝑊𝑟

WDr = Gaya damper yang bekerja pada residual mode (kNm)


Wr = Maksimum energi residual mode ( kN/cm )

 Perhitungan waktu efektif fundamental mode dengan persamaan sebagai


berikut:
𝑇1𝐷 = 𝑇1√µ𝐷

𝑇1𝑀 = 𝑇1√µ𝑀

µD = Koefisien Efektif Daktilitas Disebabkan Gaya Gempa


µM = Koefisien Efektif Daktilitas Disebabkan Gaya Gempa
Maksimum
 Perhitungan hysteretic damper dengan persamaan rumus sebagai berikut :
𝑇𝑠
0,5 ≤ 𝑞𝐻 = 0,67 ≤ 1,0
𝑇1
1
𝜉𝐻𝐷 = 𝑞𝐻 (0,64 − 𝜉1 ) (1 − )
µ𝐷
1
𝜉𝐻𝑀 = 𝑞𝐻 (0,64 − 𝜉1 ) (1 − )
� µ

𝑇𝑠
𝑞𝐻 = 0,67
𝑇1

qH = Koefisien Hysterectic loop


µD = Koefisien Efektif Daktilitas Disebabkan Gaya Gempa
µM = Koefisien Efektif Daktilitas Disebabkan Gaya Gempa

 Perhitungan maksimum efektif daktilitas dengan persamaan rumus sebagai


berikut :

𝑅)2
µ𝑚𝑎𝑥 = 0.5 + 1] 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑇1𝐷 < 𝑇𝑆
[( 𝑂
Ω 𝐼𝑒

𝑅
µ𝑚𝑎𝑥 = 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑇1 ≥ 𝑇𝑆
Ω𝑂
𝐼𝑒

T1D = Waktu efektif dari fundamental mode akibat getaran


strukur bangunan ( detik )
Ie = Faktor keutamaan gempa
 Perhitungan efektif damper sebagai berikut :

𝜉𝑛𝐷 = 𝜉1 + 𝜉𝑉𝑛 √µ𝐷 + 𝜉𝐻𝐷

𝜉𝑛𝑀 = 𝜉1 + 𝜉𝑉𝑛 √µ𝑀 +


𝜉𝐻𝑀

ξ1 = Efektif dari damper ( 5%)


ξV = Tambahan Efektif dari damper (%)
ξH = Hysteretic damper (%)

 Perhitungan gaya geser dasar akibat mode 1 dan residual mode dengan

rumus persamaan berikut:

𝑉 = √𝑣 2 + 𝑣 2 ≥ 𝑣
1 𝑟 𝑚𝑖𝑛

v1 = Gaya geser dasar akibat mode 1 ( kN )

vr = Gaya geser dasar akibat residual mode ( kN )

 Perhitungan perpindahan fundamental dan residual mode akibat gaya

gempa di tengah kekakuan bangunan dengan persamaan rumus ini :

𝐷 𝑔
= 𝑆 𝐷𝑆 𝑇 2 ) 𝛤 𝑆 𝐷𝑆 𝑇 2
( 1 <𝑇
) 𝛤 1 ≥ ( 𝑈𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑇

1𝐷 2 1𝐷 𝑠
2
1
4 1

4𝜋 𝐵1 � 𝐵1
� 𝐸

𝐷 𝑔
= 𝑆𝐷1𝑇1𝐷
( )𝛤 𝑆𝛤 𝑈𝑛𝑡 ≥𝑇
≥ )𝑇𝐷1
1
𝑢𝑘
𝑇
(
1𝐷 1 1𝐷 𝑠
4 � 1
4𝜋 2 𝐵1 � 2
𝐵1
𝐸

𝑔 𝑆𝐷1𝑇𝑟 𝑔
𝑆 𝑇2
𝐷𝑟𝐷 = 𝐷
) ≥ ) 𝑆 𝑟

( Γ𝑟 ( Γ 𝑟 𝐵𝑟
4𝜋 2 � 4𝜋 2
𝑟
B1D = Koefisien dari damper dari Tabel 18.6 ( ASCE 7 – 10)

B1E = Koefisien dari damper dari Tabel 18.6 ( ASCE 7 – 10)

 Perhitungan kecepatan gempa pada struktur bangunan dengan rumus ini:


∆1𝐷
∇1𝐷 = 2𝜋
𝑇1𝐷

∆𝑟𝐷
∇𝑟𝐷 = 2𝜋
𝑇𝑟𝐷

∇𝐷 = √(∇1𝐷 )2 + (∇𝑟𝐷 )2

∇1𝐷 = Kecepatan yang diakibatkan fundamental mode

∇𝑟𝐷 = Kecepatan yang diakibatkan residual mode

 Perhitungan perpindahan defleksi fundamental dan residual mode dengan

persamaan rumus sebagai berikut :

𝐷𝑛𝑖 = 𝐷𝑛𝑑 Ø𝑛𝑖

𝐷𝑛𝑀𝑖 = 𝐷𝑟𝑀 Ø𝑛𝑖

Dni = Perpindahan fundamental mode pada kekakuan ditengah

struktur bangunan

DnMi = Perpindahan residual mode pada kekakuan ditengah

struktur bangunan
 Perhitungan efektif daktilitas akibat gaya gempa maksimum dengan

persamaan rumus
berikut :
𝐷1𝐷
µ = 𝐷
𝑌
𝐷

𝐷1𝑀
=
µ
𝑀
𝐷𝑌
Ω𝑜 𝐶𝑑
𝐷 = (𝑔 ) ( )𝛤𝐶 𝑇2
𝑌 2 1 𝑠1 1
4𝜋 𝑅
Dni = Perpindahan fundamental mode pada kekakuan ditengah

struktur bangunan

DnMi = Perpindahan residual mode pada kekakuan ditengah

struktur bangunan

Ωo = Faktor kuat lebih sistem Tabel 9 SNI 1726 : 2012

R = Faktor modifikasi respons dalam Tabel 9 SNI 1726 : 2012

Cd = Faktor pembesaran defleksi Tabel 9 SNI 1726 : 2012

 Perhitungan perpindahan fundamental dan residual mode akibat gaya

gempa maksimum dengan persamaan rumus ini

𝑔 = 𝑆 𝑀𝑆 𝑇
2 𝑆𝑀𝑆 𝑇 2
𝐷
( )Ƭ 1 𝑈𝑛𝑡
𝑢𝑘 <𝑇
𝑇
1 ≥
Ƭ ( 𝑔)
1𝐷 � 1𝑀 𝑠
1 1
4 4
𝜋 𝐵1 𝜋 𝐵1
2 2
𝐸

𝑔 = 𝑆𝑀𝑆 𝑆𝑀1 𝑇1
𝐷
( )Ƭ 𝑔 𝑇1𝑀 ≥𝑇
≥ ( )Ƭ
𝑈𝑛𝑡𝑢𝑘
1𝐷 1 1 1𝑀 𝑠
4 4
𝜋 𝐵1 𝜋 𝐵1
2 2
𝐸

𝑔 𝑆𝑀1𝑇𝑟 𝑔
𝑆 𝑇2
𝐷𝑟𝐷 =
( 𝑀
4𝜋 2 ) Ƭ𝑟 𝑟 ≥ ) 𝑆 𝑟

( Ƭ𝑟 𝐵𝑟
� 4𝜋 2

SMS = Parameter spektrum respons percepatan pada perioda pendek

SM1 = Parameter spektrum respons percepatan pada perioda 1 detik


B1M = Koefisien dari damper dari Tabel 18.6 ( ASCE 7 – 10)

B1E = Koefisien dari damper dari Tabel 18.6 ( ASCE 7 – 10)

Br = Koefisien dari damper dari Tabel 18.6 ( ASCE 7 – 10)


2.5 Penelitian Terdahulu

Pada bab ini akan dijelaskan analisis yang sudah dilakukan dari berbagai

makalah mengenai tentang penggunaan struktur baja pada bangunan maupun

tentang sistem damper pada bangunan. Bab ini juga akan membahas perbedaan

yang telah dilakukan sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan

Menurut Muzahab, L.A ( 2018 ) “ Pengaruh Pemasangan Peredam Getaran

Eksternal Viscous Damper Terhadap Kinerja Gedung”, pada makalah ini

penggunaan struktur adalah beton bertulang dan perletakan viscous damper

dipasang pada sisi tengah bagian gedung. Makalah ini juga membandingkan

penggunaan damper dan tanpa penggunaan damper. Hasil penggunaan damper

pada posisi silang diagonal sangat efektif dalam mereduksi gaya geser tingkat saat

melewati titik keseimbangan dalam gerak sikliknya namun tidak efektif

mereduksi gaya geser tingkat saat berada di simpangan terjauh atau pada

percepatan maksimum. Pada pembahasan ini penggunaan eksterenal Viscous

Damper ini mempunyai titik kerja ( performance point ) yang lebih kecil jika

dibandingkan tanpa peredam. Pemasangan viscous damper sangat efektif dipasang

pada bangunan di daerah rawan gempa karena akan mereduksi gaya gempa yang

masuk ke dalam struktur sehingga tingkat keamanan terhadap keruntuhan lebih

tinggi.
Menurut Khafis, M ( 2018 ) “ Perencanaan Struktur Baja Pada Bangunan

Tujuh Lantai Sebagai Hotel”, pada makalah ini dilakukan pengecekan momen,

defleksi, dan aksial pada profil yang digunakan, selain itu makalah ini. Pada

pembahasan makalah ini tidak dibahas dalam analisis kekakuan kekakuan struktur

gedung,.tidak dilakukan analisis balok untuk mengetahui defleks yang terjadi dan

tidak dilakukan pengecekan analisis menyeluruh terhadap perubahan kolom yang

terjadi.

Menurut Sunaryanto, I.K ( 2016 ) “ Desain Gedung Baja 25 Lantai

Dengan Peredam Pasif Tuned Mass Damper”, makalah ini membahas perilaku

struktur dengan jumlah dan mass ratio berbeda dengan penggunaan tuned mass

damper yang dianalisis menggunakan tiga contoh beban gempa yaitu Chi – Chi,

El Centro, dan Kobe. Hasil dari makalah ini dalam mereduksi percepatan

maksimum yang paling efektif yaitu El – Centro sebesar 63% arah X dan 48 %

arah Y, sedangkan untuk beban gempa Chi – Chi dan Kobe sebesar 48% untuk

arah X dan arah Y. Pada pembahasan makalah ini terjadi peningkatan dalam nilai

maksimum percepatan dengan penggunaan tuned mass damper meskipun secara

keseluruhan mengalami reduksi, selain itu terjadi kenaikan perioda struktur

bangunan diakibatkan oleh inersia dari bandul yang dipasang pada struktur.

Menurut Aqil, I ( 2010 ) “Analisis Fluid Viscous Damper Pada Bangunan

Dua Belas Lantai Akibat Gaya Gempa”, makalah ini membahas efektifitas

penggunaan fluid viscous damper pada struktur bangunan beton dengan

penggunaan aplikasi SAP. Hasil dari analisis ini didapatkan simpangan

maksimum tanpa menggunakan FVD sebesar 215,97 mm sedangkan


menggunakan FVD sebesar 86,52 mm, selain itu didapatkan kinerja batas layan

(ΔS) tanpa menggunakan damper sebesar 22,84 mm sedangkan dengan

menggunakan damper didapatkan hasil sebesar 10,18 mm. Pembahasan makalah

ini juga memperhitungkan kinerja batas ultimit (Δm) maksimum yang tidak

menggunakan damper sebesar 135,86 mm sedangkan dengan penggunaan damper

sebesar 60,57 mm, selain itu juga mengalami penurunan percepatan yang dialami

struktur bangunan yang dari awal 7,15 m/s2 menjadi 4,37 m/s2. Makalah ini tidak

membahas detil terhadap perencanaan dalam penggunaan fluid viscous damper

dan tidak memberitahukan perioda struktur bangunan setelah penggunaan fluid

viscous damper.
2.6 Kerangka Berfikir

Gambar 2.17. Kerangka Berfikir

Anda mungkin juga menyukai