Anda di halaman 1dari 28

4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Metode Top Down


Pengerjaan struktur basement dapat dikerjakan dari atas ke bawah bahkan jika
king post kuat, bersamaan dengan pengerjaan struktur atas nya, metode ini disebut
metode konstruksi Top Down. Pada awal konstruksi, dinding basement dikerjakan
terlebih dahulu menggunakan sistem diaphragm wall. Selanjutnya dilakukan
pemasangan king post bersamaan dengan pengerjaan bored pile. Fungsi dari king post
tersebut adalah untuk mendukung penyelesaian balok dan plat lantai yang akan
dikerjakan dari atas ke bawah. Excavator ukuran kecil biasanya akan digunakan untuk
melakukan pekerjaan galian pada basement. Pekerjaan galian juga dapat dikerjakan
untuk dua lantai sekaligus bila cukup banyak seperti lima lantai sehingga ruang untuk
proses penggalian cukup tinggi. Nantinya tiang-tiang king post akan dicor dan
dijadikan kolom utama bangunan, pemberian tulangan dan angkur juga dilakukan jika
dibutuhkan. Hingga pada akhir pengerjaan, lubang-lubang yang awalnya digunakan
untuk mengangkut tanah dari basement akan ditutup kembali. Setelah pengerjaan
basement selesai, maka pengerjaan struktur atas dapat dilaksanakan sebagaimana
umumnya yaitu dari bawah ke atas.
2.2 Perencanaan Struktur
2.2.1 Struktur Tekan
Batang tekan ialah komponen struktur yang menahan gaya tekan yang terletak
tepat pada titik berat penampang atau pada kolom bangunan. Gaya yang bekerja pada
batang tekan hanyalah gaya aksial. Hanya tegangan leleh bahan baja, Fy yang
terpenting dalam penentuan batang tekan pada bagian material, hal tersebut
dikarenakan tegangan ultimit bahan baja, Fu tidak pernah tercapai. Selain itu ukuran
dari luas penampang atau bentuk fisik dari penampang dapat mempengaruhi kekuatan
dari batang tekan. Tidak hanya itu, panjang dan bentuk penampang berpengaruh pada
5

kekuatan lentur, dan panjang bentang kolom serta sambungan-sambungan juga


mempengaruhi kuat tekan dari batang tekan

Menurut SNI 1729 2015 ketentuan umum dalam perencanaan kekuatan tekan
desain (ϕc Pn), dan kekuatan tekan tersedia (Pn Ωc) yaitu kuat tekan nominal (Pn)
ditentukan berdasarkan keadaan batas tekuk lentur, tekuk orsi, dan tekuk torsi-lentur
ada nilai terendah.
2.2.1.1 Panjang Efektif
Panjang efektif (KL/r) dimana L panjang komponen struktur tanpa dibresing
lateral, K yaitu Panjang efektif, dan r radius girasi.
Menurut Wiryanto Dewobroto (2015) (dikutip dari AISC 2010) nilai K untuk
jepit-jepit yaitu 0,50 (teoritis) atau 0,65 (jika kondisi ideal hanya pendekatan), sendi-
jepit yaitu 0,70 (teoritis) atau 0,80 (jika kondisi ideal hanya pendekatan), dan sendi-
sendi yaitu 1.
2.2.1.2 Panjang Tekuk.
Panjang tekuk (Lk) batang tekan sangat tergantung kepada jenis perletakannya,
seperti kolom dengan tumpuan jepit dapat mengekang ujungnya dari berotasi dan
translasi, sehingga mampu menahan beban yang lebih besar dibandingkan tumpuan
sendi. Panjang tekuk dihitung seperti berikut,
Apabila Lk = k.L, dimana k faktor panjang tekuk, maka nilai k dapat dilihat pada Tabel
2. 1
6

Gambar 2. 1 Garis Lentur Akibat Tekuk Berdasarkan Jenis Perletakan

Tabel 2. 1 Faktor Panjang Tekuk

Sendi-rol
Jepit- Jepit- Jepit-rol Sendi- Jepit-
tanpa
jepit sendi tanpa rotasi sendi lepas
rotasi
1
k teoritis 0.5 √2
1 1 2 2

k desain 0.65 0.8 1.2 1 2.1 2


Sumber : SNI 03-1729-2002
Untuk kolom pada struktur portal, faktor panjang tekuknya (k) dipengaruhi oleh nilai
G pada ujung-ujung kolom. Nilai G pada salah satu ujung adalah ratio jumlah kekakuan
semua kolom terhadap jumlah kekakuan semua balok yang bertemu di ujung tersebut
yang ditulis dengan rumus
7

Gambar 2. 2 Kolom dan Balok Portal

∑(𝐼𝑐𝑎/𝐿𝑐𝑎)
GA = ∑(𝐼𝑏𝑎/𝐿𝑏𝑎) ………………………………………………………………2.1
∑(𝐼𝑐𝑏/𝐿𝑐𝑏)
GB = ∑(𝐼𝑏𝑏/𝐿𝑏𝑏)………………………………………………………..... …...2.2

Lk = k . L………………………………………………………………. …...2.3
Dimana :
IcA = Momen inertia kolom yang bertemu di titik A
IcB = Momen inertia kolom yang bertemu di titik B
LcA = Panjang kolom yang bertemu di titik A
LcB = Panjang kolom yang bertemu di titik B
IbA = Momen inertia balok yang bertemu di titik A
IbB = Momen inertia balok yang bertemu di titik B
LbA = Panjang balok yang bertemu di titik A
LbB = Panjang balok yang bertemu di titik B
Untuk tumpuan jepit nilai G=1
Untuk tumpuan sendi nilai G = 10
Faktor panjang tekuk (k) dihitung dengan memasukan nilai G kedua ujung-
ujungnya pada nomogram Gambar 2. 3. Dari kedua titik nilai G tersebut ditarik garis
yang memotong garis skala k. Titik potong ini menunjukan nilai k dari kolom tersebut.
Perlu diperhatikan bahwa ada dua nomogram, yaitu untuk struktur tak bergoyang dan
untuk struktur bergoyang. Struktur tak bergoyang artinya jika ujung-ujung dari kolom
yang ditinjau tidak dapat berpindah kearah lateral.
8

2.2.1.3 Batas Kelangsingan Batang Tekan.


Untuk batang-batang yang direncanakan terhadap tekan, angka perbandingan
kelangsingan,
ℷ = Lk/r < 200…………………………………………………………………..2.4
Dimana :
Lk = panjang tekuk = k . L
R = jari-jari inertia.

Gambar 2. 3 Nomogram faktor panjang tekuk kolom portal

2.2.1.3 Kuat Tekan Nominal


Terdapat tiga perilaku tekuk pada kekuatan batang tekan yang ditentukan oleh
kapasitas tekuknya. Perilaku tekuk tersebut ialah tekuk torsi, tekuk lentur, dan tekuk
lentur-torsi. Adapun tekuk global atau lokal, Tekuk lokal adalah keadaan dimana salah
satu elemen batang tekan tertekuk lebih dahulu. Keadaan ini dapat tercapai bila salah
satu elemen penampang merupakan elemen langsing.
9

Dalam menentukan kuat nominal batang tekan (Pn) digunakan rumus sebagai
berikut,
Pn = Fcr . Ag…………………………………………………………………….2.5
Dimana Fcr adalah tegangan kritis, dan Ag adalah luas penampang utuh atau gross.
1). Tekuk lentur
Tekuk lentur adalah tekuk global yang terjadi pada penampang tidak langsing.
Tegangan kritis (Fcr) dihitung berdasarkan syarat berikut, bila
𝐾𝐿 𝐸 𝐹𝑦
(a). ≤ 4,71 √𝐸 atau 𝐹𝑒 ≤ 2,25
𝑟 𝑦

𝐹𝑦
maka 𝐹𝑐𝑟 = [0,658𝐹𝑒 ] . 𝐹𝑦……………………………………………………2.6

Gambar 2. 4 Kurva panjang batang/kolom versus kekuatan kritis

Fenomena keruntuhan pada daerah kelangsingan ini disebut dengan tekuk


inelastis. Tegangan residu, dan kondisi dimana batang tidak lurus atau yang bisa
disebut kondisi imperfection dari batang tersebut banyak mempengaruhi tegangan
kritis dari batang. Dikembangkannya rumus euler ini dengan teori Double Modulus
10

(Considere) dan Modulus Tangent (Engesser) secara terpisah dikarenakan rumus Euler
ini tidak dapat meramalkan tekuk jenis tersebut. Namun hasil dari teori ini masih perlu
dikoreksi berlandaskan pada data hasil uji empiris yang diolah secara statistik.
𝐾𝐿 𝐸 𝐹𝑦
(b). > 4,71 √𝐸 atau 𝐹𝑒 > 2,25 maka 𝐹𝑐𝑟 = 0,887. 𝐹𝑒……………………2.7
𝑟 𝑦

𝜋2 𝐸
Fe= 𝐾𝐿 2 ................................................................................................................2.8
( )
𝑟

Grafik yang menggambarkan hubungan tegangan – kelangsingan dapat dilihat pada


Gambar 2.

Gambar 2. 5 Grafik hubungan antara tegangan dan kelangsingan

Pada wilayah kelangsingan ini terdapat tegangan kritis yang disebut dengan
tekuk elastis. Dikarena belum memperhitungkan imperfection, maka rumus Euler tidak
bisa dipakai secara langsung.

2.3.Kolom Baja

Berdasarkan buku Struktut Baja I ISBN : 979-8382-51-X berdasarkan


kelangsingannya, batang tekan atau kolom dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu
kolom langsing (slender column), kolom sedang (medium column), dan kolom gemuk
(stocky column) semakin langsing suatu kolom kuat tekannya akan semakin kecil.
11

Tegangan yang terjadi pada kolom gemuk pada saat kegagalan akibat tekuk cukup
besar dan dapat melampaui tegangan batas elastis, sehingga kegagalan akibat tekuk ini
sering disebut dengan tekuk inelastis (inelastic buckling).

2.4. Konstruksi Baja Komposit

Konstruksi baja komposit adalah alternatif dari beberapa perencanaan konstruksi yang
ada. Konstruksi struktur baja komposit merupakan struktur yang terdiri dari 2 material
ataupun lebih dengan sifat bahan yang berbeda dan membentuk satu kesatuan sehingga
menghasilkan sifat gabungan yang lebih baik dari sebelumnya. Komposit baja dengan
beton memiliki dasar pada kemampuan dari beton yang mempunyai perilaku yang
menguntungkan ketika menerima beban tekan dan perilaku yang kurang
menguntungkan ketika menerima beban tarik. Sedangkan untuk baja mempunyai
kemampuan bahan yang sama baik untuk beban tarik dan tekan tetapi harus diwaspadai
terhadap bahaya tekuk ketika menerima beban tekan.
Dengan memanfaatkan kemampuan kedua material tersebut, maka jika digabungkan
untuk memperoleh masing-masing keunggulan dari baja dan beton didapatkan suatu
konstruksi yang ideal, aman, ekonomis, kuat, dan tahan lama.
Pada umumnya struktur komposit berupa sebagai berikut :
1. Kolom baja terbungkus beton (a, c)
2. Kolom baja berisi beton (b)
3. Balok baja menagan slab beton (d)

Gambar 2. 6 Gambar Macam-Macam Struktur Komposit


12

Dengan memanfaatkan kelebihan sistem komposit, maka dapat mereduksi berat baja
sebesar 20% - 30%. Adanya reduksi berat ini maka secara langsung juga dapat
mengurangi tinggi profil baja yang digunakan.
Perencanaan struktur dikatakan optimum apabila memenuhi kriteria : biaya yang
minimum, berat yang minimum, waktu konstruksi yang minimum, tenaga kerja yang
minimum, biaya manufaktur yang minimum, sedangkan manfaat yang maksimum
sepanjang masa layan. (Agus Setiawan, 2008:2)
Metode LRFD (Load and Resistance Factor Design) adalah spesifikasi yang
dikeluarkan oleh Amerika yang dijadikan acuan oleh SNI 03-1729-2002 untuk desain
konstruksi baja, berdasarkan ketahanan metode kekakuan metode plastis (Ultimate).
Secara umum, perencanaan struktur baja menggunakan standar peraturan dari SNI 03-
1729-2002.

2.5. Konsep Pembebanan

Beban adalah gaya luar yang bekerja pada suatu struktur. Pada umumnya penentuan
besarnya beban hanya dalam bentuk prakiraan saja. Beban yang bekerja pada struktur
diatur oleh peraturan pembebanan yang telah berlaku, sedangkan untuk masalah
kombinasi dari beban yang bekerja telah diatur dalam SNI. Dalam fungsi kerjanya
setiap struktur akan menerima pengaruh dari luar yang perlu dipikul. Selain pengaruh
dari luar, sistem struktur juga terbuat dari material yang memiliki massa tersendiri yang
mengakibatkan pemikulan berat sendiri akibat pengaruh gravitasi. Beberapa jenis
beban antara lain :
2.5.1. Pembebanan Struktur
Pembebanan adalah gaya luar yang bekerja pada suatu struktur. Pada umumnya
penentuan besarnya beban struktur merupakan estimasi saja. Beban yang bekerja pada
suatu struktur diatur oleh peraturan pembebanan yang berlaku. Beban struktur juga
memiliki beban alami yaitu beban gravitasi. Beban gravitasi adalah beban yang secara
13

alami bekerja pada gedung dan mengarah vertikal ke arah bumi dari atas menuju
bawah. Beban yang bekerja pada struktur gedung yang terkena beban gravitasi yaitu
seperti :

1. Beban Mati (Dead Load)


Beban mati adalah beban yang diakibatkan oleh berat konstruksi. Beban mati yang
diperhitungkan dalam struktur ini adalah beban elemen struktur gedung yang memiliki
fungsi struktural maupun non struktural. Untuk menghitung besarnya beban mati pada
suatu elemen struktur dilakukan dengan cara meninjau berat satuan material tersebut
berdasarkan volume elemen. Berat sendiri atau berat

satuan dari beberapa material konstruksi dan komponen bangunan gedung dapat
ditentukan dari peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu Peraturan Pembebanan
Indonesia Untuk Gedung 1983. Informasi mengenai berat satuan dari berbagai material
konstruksi yang dapat digunakan sebagai rujukan perhitungan beban mati adalah
sebagai berikut :
1) Beton bertulang = 2400 kg/m³

2) Baja = 7850 kg/m³

3) Kayu = 1000 kg/m³

4) Dinding ½ bata = 250 kg/m²

5) Lantai keramik = 24 kg/m²

6) Plafond = 18 kg/m²

2. Beban Hidup (Live Load)


Fungsi dari elemen struktur khususnya bagian plat lantai, adalah pendukung beban-
beban hidup yang terdapat diatasnya seperti orang, perabotan, mesin, peralatan, serta
barang lainnya sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai serta atap
14

tersebut. Beban hidup adalah beban ada atau tidaknya tergantung pada suatu waktu
yang diberikan kepada struktur tersebut. Perencanaan pembebanan pada beban hidup
disesuaikan dengan standar pembebanan yang telah ditetapkan dalam SNI 1727:2013.
Berikut merupakan contoh beban hidup yang direncanakan bekerja pada struktur
gedung :
1) Beban hidup lantai gedung untuk kantor sebesar 2,40 kN/m²
2) Beban hidup atap datar sebesar 0,96 kN/m²
3) Beban hidup lantai gedung untuk lobi sebesar 4,79 kN/m²
4) Beban hidup lantai gedung untuk gudang sebesar 6,00 kN/m²

3. Beban Angin (Wind Load)


Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang
disebabkan oleh selisih dari tekanan udara tinggi ke tekanan udara yang rendah serta
bergerak secara horizontal. Besar dari tekanan tiup minimum diambil sebesar 25 kg/m².
Parameter yang digunakan untuk penentuan beban angin yang bekerja pada struktur
gedung menurut SNI 1727:2013 sebagai berikut :

a) Kecapatan Angin Dasar (V)


Kecepatan angin dasar berupa kecepatan angin rata-rata yang terjadi setiap periode
pada suatu wilayah. Angin harus diasumsikan dating dari segala arah berupa arah
horizontal.

b) Kategori Eksposur (Kh)


Eksposur arah angin ditentukan dari kekasaran permukaan tanah yang ditentukan dari
topografi alam, vegetasi dan fasilitas bangunan.

c) Koefisien Tekan Internal


Koefisien tekan internal dengan klasifikasi desain gedung yang tertutup penuh
menurut tabel 26.11-1 pada SNI 1727:2013.
15

Tabel 2. 2 Koefisien tekanan internal


Klasifikasi Ketertutupan (GCp)
Bangunan gedung terbuka 0
Bangunan gedung tertutup 0,55
sebagian -0,55
Bangunan gedung tertutup 0,18
-0,18

d) Koefisien Tekan Dinding


Harga dari koefisien tekan akibat gaya angin pada dinding gedung menurut SNI
1727:2013 adalah sebagai berikut :
Tabel 2. 3 Koefisien tekan dinding

Permukaan L/B Cp
Dinding di sisi angin Seluruh nilai 0,8
datang
0–1 -0,5
Dinding di sisi angin 2 -0,3
pergi >4 -0,2
Dinding tepi Seluruh nilai -0,7

4. Beban Hujan (Rain Load)


Pada setiap bagian dari suatu atap harus dirancang mampu menahan beban dari semua
air hujan yang terkumpul. Apabila sistem drainase primer untuk bagian tersebut
tertutup, maka ditambahkan beban merata yang disebabkan oleh kenaikan air di atas
16

lubang masuk sistem drainase sekunder pada aliran rencananya. Menurut SNI
1727:2013 (8;3) pembebanan air hujan pada atap gedung dihitung sebagai berikut:
RL = 0,0098 . (ds + dh) ........................................................................................2.9
*Keterangan :
R = Beban air hujan terkumpul pada atap yang tidak melendut (kN/m² )
ds = Kedalaman air pada atap yang tidak melendut melimpah ke lubang masuk sistem
drainase sekunder apabila drainase primer tertutup (mm).
dh = Tambahan kedalaman air pada atap yang tidak melendut diatas lubang masuk
sistem drainase sekunder pada aliran air rencana (mm).

5. Beban Gempa (Earthquake Load)


Beban gempa adalah semua beban statistik ekuivalen yang bekerja pada struktu gedung
yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa. Dalam hal ini pengaruh
gempa pada struktur gedung ditentukan berdasarkan gaya-gaya yang berada di dalam
struktur tersebut yang berakibat pada gerakan tanah.

2.5.2. Ketegori Resiko Struktur Bangunan


Beban gempa memiliki kategori resiko struktur bangunan yang sangat dipengaruhi oleh
jenis pemanfaatan serta fungsi bangunan tersebut. Berdasarkan SNI 1726:2012 tata
cara perencanaan ketahanan gempa pada struktur bangunan gedung dan non gedung,
seperti pada tabel berikut :
Tabel 2. 4 Ketegori resiko bangunan pada gedung dan non gedung untuk gempa

Jenis Pemanfaatan Kategori


Risiko
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa I
manusia pada saat terjadinya kegagalan, termasuk, tapi tidak
dibatasi untuk, antara lain :
17

o Fasilitas pada pertanian, perkebunan, pertemakan, dan perikanan


o Fasilitas yang hanya sementara
o Gedung seperti gudang penyimpanan
o Rumah jaga dan struktur kecil lainnya

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk di dalam II


kategori risiko I,II,III,dan IV termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :
o Perumahan
o Rumah toko ataupun rumah kantor
o Pasar modern ataupun pasar tradisional
o Gedung perkantoran
o Gedung apartemen ataupun rumah susun
o Pusat perbelanjaan mall
o Bangunan industri
o Fasilitas manufaktur
o Pabrik

Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa
manusia pada saat terjadinya kegagalan, termasuk, tapi tidak
dibatasi untuk :
o Gedung bioskop
o Gedung pertemuan
o Lapangan stadion
o Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah serta unit
gawat darurat
o Tempat penitipan anak
o Penjara
o Rumah jompo
18

Gedung dan non gedung yang tidak termasuk kedalam kategori III
risiko IV atau yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak
ekonomi yang besar serta gangguan massal terhadap kehidupan
masyarakat sehari-hari bila terjadinya kegagalan, termasuk, tapi
tidak dibatasi untuk :
o Pusat pembangkit listrik
o Fasilitas penanganan untuk air
o Fasilitas penanganan untuk limbah
o Pusat telekomunikasi

Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko
IV, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur,
proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat
pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya,
limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak yang
mengandung bahan beracun atau peiedak dimana memiliki jumlah
kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh
instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi
masyarakat jika terjadinya kebocoran atau kerusakan.

Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas


yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk :
o Bangunan monumental
o Gedung sekolah serta fasilitas pendidikan
o Rumah sakit serta fasilitas kesehatan lainnya yang
memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat
19

o Fasilitas seperti pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor


polisi, serta garasi kendaraan darurat IV
o Tempat perlindungan dari gempa bumi, angin badai, dan
tempat perlindungan darurat yang lainnya
o Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan
fasilitas lainnya untuk tanggap darurat
o Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang
dibutuhkan pada saat keadaan darurat

Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk


mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk
kedalam kategori dengan risiko IV.
Sumber : SNI 1726:2012

Tabel 2. 5 Faktor keutamaan gempa

Katagori Risiko Faktor Keutamaan Gempa,


Ie
I atau II 1,0
III 1,25
IV 1,50
Sumber : SNI 1726:2012

2.5.3. Parameter Spektrum Respons


Penentuan parameter percepatan tanah SS (Percepatan batuan dasar periode pendek 0,2
detik) dan S1 (Percepatan batuan dasar periode 1,0 detik). Parameter SS dan S1
ditetapkan berdasarkan respons spectrum percepatan 0,2 detik dan 1 detik dalam peta
gerak tanah seismic dengan kemungkinan 2 persen terlampaui dalam 50 tahun sesuai
dengan lokasi yang ditinjau. Contoh untuk Sidoarjo, maka SS = 0,7 g dan S1 = 0,25 g.
20

Berikut adalah contoh peta gempa untuk SS percepatan pada perioda pendek dan
perioda 1 detik (S1).

Gambar 2. 7 SS Gempa maksimum yang dipertimbangkan memiliki risiko bertarget


(MCER), kelas situs SB

Sumber : SNI 1726:2012


21

Gambar 2. 8 S1 Gempa maksimum yang dipertimbangkan memiliki risiko bertarget


(MCER), kelas situs SB

Sumber : SNI 1726:2012

2.5.4. Kelas Situs


Berdasarkan sifat-sifat tanah pada situs, maka tanah tersebut diklasifikasikan dalam
berbagai kelas situs SA, SB, SC, SD, SE atau SF. Jika sifat-sifat tanah tidak
teridentifikasi secara jelas sehingga tidak bisa ditentukan kelas situs-nya, maka kelas
situs SE dapat digunakan kecuali jika pihak yang berwenang mempunyai data
geoteknik yang dapat digunakan untuk menentukan kelas situs SF.

Tabel 2. 6 Klasifikasi situs


22

Kelas Situs (m/detik) Vs atau ch N N (kPa) u S


SA (bebatuan keras) > 1500 N/A N/A
SB (bebatuan) 750 sampai 1500 N/A N/A
SC (tanah yang keras,sangat
350 sampai 750 >50 > 100
padat dan batuan lunak)
SD (tanah yang sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100
< 175 <15 < 50
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah
dengan
SE (tanah yang lunak) karateristik sebagai berikut :
1. Indeks plastisitas, PI > 20,
2. Kadar air, w > 40 %, dan

3. Kuat geser niralir u S <25 kPa


SF (tanah khusus,yang Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih
membutuhkan investigasi dari karakteristik berikut:
geoteknik spesifik dan 1. Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa
analisis respon spesifik dari seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah
tersementasi lemah,
2. Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H > 3 m),
3. Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m
dengan
Indeks Plasitisitas, PI > 75),
4. Lapisan Lempung lunak ataupun medium kaku dengan
ketebalan H > 35 m
dengan u S < 50 kPa.

Sumber : SNI 1726:2012

2.5.5. Gaya Geser Dasar Akibat Gempa


Besarnya gaya geser dasar ditentukan berdasarkan persamaan sebagai berikut ini :
V = CS . W ................................................................................................ 2.10
Dimana :
Cs = Koefisien respon dari gempa
W = Berat dari bangunan
Koefisien Respon Gempa
Koefisien respon gempa ditentukan dengan persamaan sebagai berikut ini :
CS = 𝑆𝐷𝑆(𝑅𝐼𝑒) ............................................................................................ 2.11
Dimana :
23

SDS = Parameter dari percepatan spectrum desain


R = Faktor modifikasi respon
Ie = Faktor keutamaan dari gempa
2.5.6. Distribusi Vertikal Gaya Gempa
Gaya lateral dari gempa (Fx) dengan satuan (kN) yang timbul di semua tingkat harus
ditentukan dari persamaan berikut ini :
FX = CVX . V ............................................................................................. 2.12
dan
CVX = 𝑊𝑥 ℎ𝑥𝑘Σ(𝑊𝑖 ℎ𝑖𝑘) .............................................................................. 2.13
Dimana :
CVX = Faktor distribusi vertikal
V = Gaya lateral desain total geser pada dasar struktur, (kN)
Wi dan Wx = Berat efektif dari total struktur pada tingkat yang ditinjau
hi dan hx = Tinggi dasar struktur sampai tingkat yang ditinjau
k = Eksponen terkait dengan periode struktur sebagai berikut:
T ≤ 0,5 detik, maka k = 1 ; T ≥ 2,5 detik, maka k = 2
Jika T antara 0,5 – 2,5 detik, maka harus dilakukan dengan interpolasi
2.5.7. Kombinasi Pembebanan
Menurut peraturan yang berlaku pada SNI 1727:2013 tentang beban minimum untuk
perancangan suatu bangunan gedung dan struktur lain, maka digunakan kombinasi
dasar pembebanan metode desain kekuatan sebagai berikut :
1) 1,4D

2) 1,2D + 1,6L + 0,5(Lr atau R)

3) 1,2D ± 1,6(Lr atau R) + (L atau 0.5W)

4) 1,2D ± 1,0W + L + 0.5(Lr atau R)

5) 1,2D ± 1,0E + L
24

6) 0,9D ± 1,0W

7) 0,9D ± (1,3W atau 1,0E)

Dimana :
D = Beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi
E = Beban gempa, atau bisa diganti dengan, γL = 0,5 bila L< 5 kPa, dan
γL = 1 bila L≥ 5 kPa.
L = Beban hidup yang diakibatkan oleh penggunaan gedung
Lr = Beban hidup dari atap selama perawatan
R = Beban hujan (Tidak termasuk yang diakibatkan oleh genangan air)
W = Beban angin yang diakibatkan oleh tekanan udara

2.6. Metode Perhitungan Statika


Untuk menyelesaikan perhitungan statika dalam tugas akhir ini penulis akan
memanfaatkan teknologi, yaitu dengan bantuan program komputer analisa struktur
yaitu STAAD-Pro V8i

2.7. Struktur Bawah

Struktur bawah adalah seluruh bagian struktur gedung atau bangunan yang berada di
bawah pemukaan tanah, dapat berupa basement dan/atau sistem pondasi. Perencanaan
struktur bawah untuk suatu konstruksi bangunan dengan tepat mutlak dipertukan untuk
dapat menjaga kestabitan konstruksi yang ditahan. Kesalahan dalam perhitungan
struktur bawah akan menyebabkan bangunan yang kokoh pada struktur atas menjadi
runtuh dan berakibat fatal bagi penghuninya.

Struktur bawah memikul beban-beban dari struktur atas sehingga struktur bawah tidak
boteh gagal lebih dahulu dari struktur atas. Beban-beban tersebut dapat berupa beban
mati (DL), beban hidup (LL), beban gempa (E), beban angin, dan lain-lain. Dalam
merencanakan struktur bawah dipertukan data-data mengenai karakteristik tanah
25

tempat struktur tersebut berada dan beban struktur yang bekerja di atas struktur bawah
yang direncanakan. Karakteristik tanah metiputi jenis lapisan tanah di bawah
permukaan tanah, kadar air, tinggi muka air tanah, dtt. Beban struktur yang bekerja
tergantung dari jenis materiaI yang digunakan, jumtah tingkat bangunan, jenis-jenis
beban yang bekerja pada struktur tersebut, dan lain-lain. Jenis pondasi ditentukan
dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan tempat berdirinya bangunan dan
usutan jenis pondasi serta karakteristik tanah yang dilaporkan oleh soil engineer.

Hasil dari penyelidikan tanah yang dilaporkan oleh soil engineer antara lain:

a. Kondisi tanah dasar yang.menjelaskan jenis lapisan tanah pada beberapa lapisan
kedalaman.
b. Analisis daya dukung tanah.
c. Besar nitai SPT (Standard Penetration Test) dari beberapa titik bor.
d. Besar tahanan ujung konus dan jumtah hambatan petekat dari beberapa titik sondir.
e. Hasil tes laboratorium tanah untuk mengetahui berat jenis tanah, dan lain-lain.
f. Analisis daya dukung tiang pondasi berdasarkan data-data tanah (apabila
menggunakan pondasi tiang).
2.7.1 Tekanan Tanah Lateral
Tekanan tanah lateral adalah sebuah parameter perencanaan yang penting di
dalam sejumlah sejumlah persoalan teknik pondasi. Dinding penahan dan dinding turap
(sheet pile wall), galian yang diperkokoh (braced excavation) dan galian tidak
diperkokoh (unbraced excavation), tekanan tanah (grain pressure) pada diaphragm
wall, dan lain-lain. Semuanya ini memerlukan perkiraan tekanan lateral secara
kuantitatif pada pekerjaan konstruksi, baik untuk analisa perencanaan maupun analisa
stabilitas (Joseph E. Bowles,1988). Tekanan tanah lateral dapat dibagi menjadi tiga
jenis, yaitu :
• Jika dinding tidak bergerak K menjadi koefisien tekanan tanah diam (K0)
• Jika dinding bergerak menekan ke arah tanah hingga runtuh, koefisien K
mencapai nilai maksimum yang disebut tekanan tanah pasif (Kp)
26

• Jika dinding menjauhi tanah, hingga terjadi keruntuhan, maka nilai K mencapai
minimum yang disebut tekanan tanah aktif (Ka)
Gambar 2. mendeskripsikan tentang arah pergerakan dinding menurut tekanan lateral
yang bekerja

Gambar 2. 9 Jenis Tekanan Tanah Berdasarkan Arah Pergerakan Dinding

Sumber : Weber, 2010

Menurut Teori Rankie (1987)

1. Teori Rankine berasumsi bahwa :


• Tidak ada adhesi atau friksi antar dinding dengan tanah (friksi sangat kecil
sehingga diabaikan).
• Tekanan lateral terbatas hanya untuk dinding vertical 90o.
• Kelongsoran terjadi sebagai akibat dari pergeseran tanah yang ditentukan oleh
sudut geser tanah (∅).
• Tekanan lateral bervariasi linier terhadap kedalaman dan resultan tekanan
yang berada pada sepertiga tinggi dinding, diukur dari dasar dinding.
• Resultan gaya bersifat pararel terhadap permukaan urugan.

2. Tekanan Tanah Aktif (Ka) Menurut Rankine


27

Disebut tekanan tanah aktif jika tekanan yang bekerja mengakibatkan dinding
menjauhi tanah yang ditahan, seperti ditunjukkan oleh gambar di bawah ini:

Gambar 2. 10 Tekanan Tanah Aktif

Keruntuhan tanah mengikuti prinsip lingkaran Mohr (Mohr-Coulomb). Jika


pergerakan dinding membuat Δx semakin besar, maka pada akhirnya, lingkaran Mohr
akan menyentuh garis keruntuhan (Menurut Rankine, sudut keruntuhan adalah sebesar
45 + 2 'φ, sehingga keruntuhan akan terjadi. Tahanan geser tanah
mengikuti persamaan:
τf = c´ + σv´ tan ϕ´………………………………………………………... 2.14
Dimana :
τf = tahanan geser tanah
σ´v = tekanan efektif tanah
c´ = kohesi tanah
ϕ´ = sudut geser tanah
Tekanan tanah aktif berkohesi
Kohesi (kelekatan tanah) mempunyai pengaruh mengurangi tekanan aktif tanah
sebesar2cK. Jadi dapat dirumuskan menjadi seperti berikut ini :
Pa = Ka . γ . H − 2c √Ka………………………………………………….. 2.15
28

3. Tekanan Tanah Pasif (Kp) Menurut Rankine


Pada dinding penahan tanah menerima tekanan tanah pasif yang dapat menahan
tekanan tanah aktif. Tekanan tanah pasif (Kp) yang besarnya sebagai berikut Pada
dinding penahan tanah menerima tekanan tanah pasif yang dapat menahan tekanan
tanah aktif. Tekanan tanah pasif (Kp) yang besarnya sebagai berikut :
1−sin∅ ∅
Kp = 1+sin∅ = tan2 (45+2)…………………………………………………. 2.16

Maka tahanan pasif suatu tanah datar tanpa kohesi (C=0)


1
Pp = 2 Kp γ H2 ………………………………………………………….... 2.17

Tahanan pasif suatu tanah datar dengan kohesi


Pp = Kp γ H2 −2c√Kp ……………………………………………………. 2.18

2.7.2 Diaphragm wall


Diaphragm wall adalah selaput beton bertulang yang relatif tipis (30 cm-120
cm) yang dicor ke dalam suatu lubang galian, dimana sisi–sisi galian tersebut sebelum
dicor didukung oleh tekanan hidrostatik dari air yang dicampur dengan bentonite
(lempung montmorilonit). Bila dicampur dengan air, bentonite dengan cepat akan
menyebar untuk membentuk suspense koloid yang memiliki sifat-sifat tiksotropik
(membentuk gel jika tidak digerakan) (R.F.Craig:1987).
Merencanakan diaphragm wall terdiri dari perencanaan ketebalan dinding dan
penulangannya. Ketebalan dinding biasanya ditentukan melalui analisa tegangan,
analisa deformasi dinding, dan studi kelayakan detailing penulangan dinding. Menutrut
Chang Yu-Qu (2006), ketebalan dinding dapat diasumsikan sebasar 5% dari kedalaman
galian di preliminary design. Perhitungan penulangan diaphragm wall secara umum
mengikuti metode LFRD.
2.7.3 Pondasi Bored Pile
Berdasarkan struktur beton bertulang, pondasi berfungsi untuk :
29

1. Mendistribusikan dan memindahkan beban-beban yang bekerja pada struktur


bangunan di atasnya ke lapisan tanah dasar yang dapat mendukung struktur
tersebut.
2. Mengatasi penurunan yang berlebihan dan penurunan yang tidak sama pada
struktur di atasnya.
3. 3. Memberi kestabilan pada struktur dalam memikul beban horizontal akibat
angin, gempa bumi dan sebagainya. Pondasi bangunan dibedakan atas dua
bagian yaitu pondasi dangkal (shallow foundation) dan pondasi dalam (deep
foundation), tergantung dari letak tanah kerasnya dan perbandinagn kedalaman
dengan lebar pondasi. Pondasi dangkal kedalamnya kurang atau sama dengan
lebar pondasi (D < B) dan dapat digunakan jka lapisan tanah kerasnya terletak
dekat dengan permukaan tanah. Sedangkan pondasi dalam digunakan jika
lapisan tanah keras berada jauh dari permukaan tanah. Keuntungan penggunaan
pondasi tiang bor dalam konstruksi, antara lain :
a. Tiang bor tunggal dapat digunakan pada tiang kelompok atau pile cap
b. Kedalaman tiang dapat divariasikan.
c. Tiang bor dapat dikerjakan sebelum penyelesaian tahapan selanjutnya dalam
konstruksi.
d. Proses pengerjaan tiang bor dapat menghidari kerusakan bangunan yang ada
disekitarnya.
e. Pada pondasi tiang pancang, proses pemancangan pada tanah lempung akan
membuat tanah bergelombang dan menyebabkan tiang pancang sebelumnya
bergerak ke samping. Hal ini tidak terjadi pada konstruksi tiang bor.
f. Selama pelaksanaan pondasi tiang bor tidak ada suara yang ditimbulkan oleh
alat pancang seperti yang terjadi pada pelaksanaan pondasi tiang pancang.
g. Karena dasar dari tiang bor dapat diperbesar, hal ini memberikan ketahanan
yang besar untuk daya dukung.
h. Permukaan diatas dimana dasar tiang bor didirikan dapat diperiksa secara
langsung.
30

i. Pondasi tiang bor mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap beban lateral.

2.7.3.1 Perhitungan Daya Dukung Pondasi Bored Pile

Kapasitas daya dukung bored pile dari data parameter kuat geser tanah. Daya
dukung ujung pondasi bored pile (end bearing).

A. Nilai Tahanan Ujung pada Tanah Kohesif

Qp = Ap . cu . Nc*……………………………………………….. 2.19

Dimana :

Qp = Tahanan ujung per satuan luas (ton)

Ap = Luas penampang bore pile (m2)

cu = Undrained cohesion (ton/m2)

Nc* = Faktor daya dukung tanah, untuk pondasi bored pile nilai Nc*=9

B. Nilai Tahanan Ujung pada Tanah Non-Kohesif

Untuk tanah non kohesif :

Qp = Ap . q’ (Nq* - 1)…………………………………………… 2.20

Dimana :

Qp = Tahanan ujung per satuan luas (ton)

Ap = Luas penampang bore pile (m2)

q’ = Tekanan vertikal efektif (ton/m2)

Nq* = Faktor daya dukung tanah

Vesic (1976) mengusulkan korelasi antara (Φ)dan Nq* seperti terlihat pada Gambar
2.
31

Gambar 2. 11 Grafik Hubungan Φ dan Nq

Anda mungkin juga menyukai