Anda di halaman 1dari 40

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Struktur Baja


 Baja adalah bahan yang memiliki sifat struktur yang baik. Baja
memiliki kekuatan yang tinggi dan sama kuat pada kekuatan tarik
maupun tekan. Berat jenis baja tinggi, tetapi komparasi antara kekuatan
terhadap beratnya pun tinggi sampai-sampai komponen baja itu tidak
terlampau berat andai dihubungkan dengan kapasitas muat bebannya,
sekitar bentuk-bentuk struktur yang dipakai menjamin bahwa bahan itu
dipergunakan secara efisien.

Baja merupakan gabungan beberapa zat komposisi kimia tertentu sehingga


membentuk suatu rangkaian material baja. Bahan utama dari baja adalah carbon
dan besi, kedua zat tersebut di campur dengan mangan dan zat kimia lainnya akan
menambah kekuatan dan ketahanan material tersebut. Struktural baja memiliki
beberapa jenis tipe profil antara lain :

1.Profil Baja Wide Flange


2.Profil Baja Lipped Channel
3.Profil Baja Kanal U

4.Profil H Beam

5.Profil T – Beam

6.Steel Pipe

7.Boks Struktural

II-1
Gambar 2.1. Jenis – Jenis Tipe Profil
( Sumber : http://www.sanggarteknik.com )

Baja memiliki beberapa keunggulan yang digunakan dalam konstruksi


bangunan antara lain :
1. Kuat terhadap tarik.

2. Elastisitas.

3. Dapat di sambungkan dengan stuktur baja lainya tanpa


mengurangiworkability dari baja tersebut.

4. Mempunyai massa relatif yang lebih ringan.


Pada era modern ini pemakaian struktur baja sudah banyak di pergunakan,
terutama untuk bangunan gedung dan infrakstruktur lainnya. Penggunaan struktur
baja di karenakan dapat menghemat biaya perencanaan apabila panjang bentang
baja yang dipasaran dipakai dalam perencanaan
Penggunaan struktur baja memiliki kekurangan yaitu kemampuan tekan
baja lebih kecil dari kemampuan tarik baja dikarenakan efek buckling,
membutuhkan biaya yang mahal, dan perubahan bentuk dimensi yang sulit
diinginkan.

II-2
2.1.1 Persyaratan Elemen Struktur Bangunan Baja

Pada perencanaan struktur tugas akhir ini memiliki tujuan menghasilkan


suatu struktur yang memiliki kemampuan stabil, cukup kuat, dan tahan lama serta
mudah dalam pemasangan. Suatu struktur dikatakan stabil apabila struktur itu
tidak mudah terguling, miring ataupun geser selama umur perencanaan yang
direncanakan. Suatu struktur bangunan dikatakan cukup kuat apabila selama masa
penggunaan tidak terjadi kegagalan struktur dan dalam ketentuan batas yang telah
ditetapkan dalam perancangan awal struktur bangunan. Selain itu suatu struktur
bangunan dapat dikatakan cukup kuat apabila dapat menerima kerusakan yang
diharapkan sesuai dengan umur rencana pembangunan yang direncanakan tanpa
pemeliharan yang lebih.
Sesuai dengan persyaratan peraturan SNI 1729:2015 dalam mendesain
bangunan struktur baja, harus memenuhi rumus ini :
∅ 𝑅𝑛 ≥ 𝑅𝑢
Keterangan
Ø = Faktor ketahanan beban
Rn = Kuat Nominal Komponen Sturktur
Ru = Pengaruh beban terfaktor, momen atau gaya yang diakibatkan
kombinasi pembebanan yang sesuai dengan SNI 1726 – 2012
dan SNI 1727 – 2013 .

2.1.2 Syarat –Syarat Desain Balok Dan Kolom Struktur Baja

Desain Balok pada struktur baja harus memenuhi ketentuan elemen tekan
komponen struktur dalam menahan lentur sesuai peraturan SNI 1729 : 2015,
dengan syarat ketentuan sebagai berikut :

II-3
Tabel 2.1. Elemen Tekan Komponen Sayap Struktur yang menahan Tekan Lentur
(Sumber : SNI 1729 :2015)
Dari Tabel 2.1. ditampilkan batasan untuk penampang kompak, dimanan
rasio ketebalan sayap terhadap lebar tidak boleh melebihi dari λp, Untuk batasan
penampang non kompak rasio ketebalan terhadap lebar tidak boleh melebihi dari
λr, apabila syarat rasio ketebalan sayap terhadap lebar melebihi dari λp dan λr
maka disebut penampang dengan elemen langsing.

II-4
Tabel 2.2. Elemen Tekan Komponen Badan Struktur yang menahan Tekan Lentur
(Sumber : SNI 1729 :2015)

Dari Tabel 2.2. ditampilkan batasan untuk penampang kompak, dimana


rasio ketebalan badan terhadap lebar tidak boleh melebihi dari λp, Untuk batasan
penampang non kompak rasio ketebalan terhadap lebar tidak boleh melebihi dari
λr, apabila syarat rasio ketebalan badan terhadap lebar melebihi dari λp dan λr
maka disebut penampang dengan elemen langsing.

Dalam mendesain kolom harus memenuhi syarat komponen struktur yang


menahan gaya tekan aksial, sesuai dengan ketentuan SNI 1729 : 2015 dengan
syarat ketentuan sebagai berikut :

II-5
Tabel 2.3. Elemen Tekan Komponen Sayap Struktur yang Menahan Tekan Aksial
(Sumber : SNI 1729 :2015)
Dari Tabel 2.3. ini ditampilkan syarat batasan untuk komponen struktur
sayap yang menahan gaya aksial tidak boleh melebihi batasan rasio tebal terhadap
lebar, apabila melebihi dari ketentuan yang ditetapkan maka harus dilakukan
perubahan dimensi atau mutu profil baja tersebut.

II-6
Tabel 2.4. Elemen Tekan Komponen Badan Struktur yang Menahan Tekan Aksial
(Sumber : SNI 1729 :2015)

Dari Tabel 2.4. ini ditampilkan batasan syarat untuk komponen struktur
badan yang menahan gaya aksial tidak boleh melebihi batasan rasio tebal terhadap
lebar, apabila melebihi dari ketentuan yang ditetapkan maka harus dilakukan
perubahan dimensi atau mutu profil baja tersebut.

2.1.3 Tahanan Struktur Terhadap Elemen Lentur dan Geser

Secara umum perencanaan suatu struktur baja harus memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh SNI 1729 : 2015, dimana suatu struktur memikul momen lentur
terhadap sumbu kuat dan dianalisis plastis harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :

𝑀𝑢 ≤ Ø 𝑀𝑛

dimana
Mu = Kuat lentur perlu atau momen maksimum hasil kombinasi
sesuai dengan kententuan LRFD ( Load and Resistance
Factor Design) ( SNI 1729 : 2015)

II-7
Ø = Faktor ketahanan lentur, sebesar 0,9
Mn = Kuat nominal dari momen lentur penampang

Untuk perancangan momen lentur ini memiliki syarat sesuai


kententuanSNI 1729 : 2015 sebagai berikut :

1. Kondisi Penampang Kompak


Kondisi penampang Kompak ini memiliki syarat tekuk torsi –
lateraldengan persyaratan sebagai berikut:
 Bila Lb ≤ Lp ( keadaan batas dari tekuk torsi-lateral tidak
bolehdigunakan), oleh karena itu harus dilakukan pertambahan lateral
brace.
 Bila Lp < Lb ≤ Lr
Lb−Lp
𝑀𝑛= 𝐶𝑏 [𝑀𝑃−(𝑀𝑝−0,7 𝐹𝑦𝑆𝑥)( )] ≤ 𝑀𝑝
Lr−Lp
Jarak pertambatan lateral, Lp untuk kondisi batas leleh

E
𝐿𝑝=1,76 𝑟𝑦
√ Fy

Jarak pertambatan lateral, Lr untuk kondisi batas plastis

 Bila Lb ≥ Lr
𝑀𝑛= 𝐹𝑐𝑟𝑆𝑥𝑐 ≤ 𝑀𝑝

Keterangan :
E = Modulus Elastis Baja
J = Konstanta torsi ( mm4)
Sx = Modulus Penampang Elastis disumbu x ( mm4)
ho= Jarak antara titik berat sayap ( mm)

II-8
2. Kondisi Penampang Tidak Kompak
Kondisi penampang kompak dapat dihitung dengan persyaratan
SNI1729 : 2015 sebagai berikut:
λ−λ pf
𝑀𝑛= 𝑀𝑝− (𝑀𝑝−0,7𝐹𝑦𝑆𝑥)( )
λ rf − λ pf
Keterangan :
bf
λ =
2t f
λpf = Batasan Kelangsingan untuk sayap kompak
λrf = Batasan Kelangsingan untuk sayap non kompak

3. Kondisi penampang dengan sayap langsing


Kondisi dengan penampang sayap langsing memiliki
persyaratansebagai berikut:
0,9 E k c S x
M n=
λ2
Keterangan :
4
kc = h ( tidak boleh diambil kecil dari 0,35 maupun lebih besar dari
√ tw
0,76 untuk hasil perhitungan )

Desain Kuat geser nominal dari struktur lentur ditentukan oleh geser
pelat badan penampang . Pada umumnya memiliki persyaratan sebagai
berikut :

Ø𝑣𝑉𝑛≥ 𝑉𝑢

Keterangan :
Øv = Faktor reduksi geser
Vn = Kuat geser nominal

Vu = Kuat geser dari kombinasi pembebanan

2.1.4 Tahanan Elemen Struktur Terhadap Gaya Tekan Aksial

II-9
Desain untuk struktur kolom yang menahan gaya tekan aksial harus
memenuhi syarat buckling stress. Buckling Stress ( Tegangan Tekuk ) adalah
dimana keadaan suatu struktur tidak dapat mampu menahan bentuk awalnya.
Permasalahan dari buckling stress adalah terjadinya lendutan yang besar dan akan
mengubah bentuk struktur tersebut, oleh karena itu untuk menghitung gaya
dukung nominal menggunakan persamaan Euler . P yang mengalami gaya tekan
kosentris (Pn), dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Keterangan
Pn = Kuat Tekan Nominal (kN)
Fcr= Tegangan Kritis
Ag = Luas Penampang Bersih ( mm2)
Untuk tegangan kritis Fcr, ditentukan sebagai berikut :

Keterangan
Fe = Tegangan Tekuk kritis elastis ( MPa )
r = Radius girasi ( mm )
Mencari nilai Fe memiliki persamaan rumus sebagai berikut :

π2E
F e = KL 2
( )
r

Desain untuk kekuatan nominal penampang yang menahan tekan harus


memenuhi syarat sebagai berikut :

II-10
∅ ¿ Pn ≥ Pu

2.1.5 Tahanan Elemen Struktur Terhadap Lentur dan Aksial

Perencanaan elemen struktur dalam menahan lentur dan aksial harus


memenuhi persyaratan SNI 1729 : 2015 sebagai berikut :

Keterangan :
Pr = Kekuatan aksial perlu ( N )
Pc = Kekuatan aksial tersedia ( N )
Mr = Kekuatan lentur perlu ( N – mm )
Mc = Kekuatan lentur tersedia ( N – mm )
X = Indeks sehubungan dengan sumbu kuat lentur
Y = Indeks sehubungan dengan sumbu lemah lentur

2.2 Konsep Desain Struktur Tahan Gempa

Gempa bumi adalah getaran atau getar-getar yang terjadi di


permukaan bumi akibat pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang
menciptakan gelombang seismik. Gempa Bumi biasa disebabkan oleh
pergerakan kerak Bumi (lempeng Bumi). Frekuensi suatu wilayah, mengacu pada
jenis dan ukuran gempa Bumi yang dialami selama periode waktu.
Gempa bumi di sebabkan oleh tabrakan lempeng bumi yang secara tiba –
tiba, pada umumnya diikuti dengan terjadinya patahan atau sesar ( fault ). Akibat
patahan atau sesar ini akan menimbulkan getaran/gelombang, getaran tersebut
akan menjalar ke sekeliling zona daerah tersebut. Gelombang yang menjalar ini
akan menimbulkan guncangan pada permukaan tanah dan bangunan. Pada saat

II-11
bangunan diguncang akan menimbulkan gaya – gaya pada struktur bangunan
karena adanya kecenderungan massa bangunan untuk mempertahankan dirinya
dari gerakan sehingga gempa bumi mempunyai kecenderungan menimbulkan
gaya – gaya lateral pada struktur (Schodek, 1992). Gaya – gaya yang ditimbulkan
akan membuat suatu struktur bangunan bergoyang dan lama kelamaan akan
runtuh, oleh karena itu bangunan harus memiliki sifat daktilitas.

Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami


simpangan paska – elastik yang secara berulang kali dan bolak – balik akibat
beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil
mempertahankan kekuataan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur
bangunan tersebut dapat berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang
keruntuhan.

Dalam mendesain suatu struktural gedung, harus menjaga bagaimana


kestabilan gaya lateral yang di akibatkan. Hal ini sangat penting di perhatikan
pada bangunan rendah dan bangunan tinggi. Bagaimana suatu struktur menahan
gaya lateral tidak saja akan mempengaruhi desain elemen – elemen vertikal
struktur, tetapi elemen – elemen horizontal (Schodek, 1992). Kerusakan –
kerusakan yang terjadi akibat gempa bumi secara struktural antara lain efek
perlemahan tingkat ( soft story effect ), efek kolom pendek (short column effect),
puntir (torsion), dan benturan antar gedung yag berdekatan (structural pounding)
( Widodo, 2011).

Gambar 2.2. Soft Story Effect


(Sumber : https://duniatekniksipil.web.id)

II-12
Dalam mendesain bangunan tahan gempa untuk suatu gedung, hukum
newton II mempengaruhi terhadap sistem struktur gedung tersebut. Pengaruh
hukum newton II pada desain gedung berpengaruh pada massa dan percepatan ,
dimana semakin besar massa pada gedung tersebut akan menimbulkan gaya
gempa yang besar, dengan syarat percepatan harus sama.

𝐹 =𝑚 .𝑎

Dimana:
F = Gaya (N)
m = Massa (kg)
a = percepatan ( m/s2)

Kurva respon spektra terdapat hubungan antara percepatan respon spektra


( dalam satuan g ) dengan periode bangunan (dalam detik). Pengaruh kurva
spektra tergantung dari jenis tanah dan lokasi bangunan yang akan direncanakan.
Pada tugas akhir ini kurva respon spektra diambil dari www.puskim.pu.go.id dan
lokasi yang akan di rencanakan di daerah Baleendah, Bandung, Jawa Barat,
Indonesia.

Gambar 2.6. Kurva Respon Spektrum Jakarta


(Sumber : www.puskim.pu.go.id)

II-13
Hasil dari kurva respon spektra akan dihasilkan gaya geser dasar ( V )
yang digunakan sebagai gaya gempa rencana yang harus ditinjau dalam
perencanaan sruktur bangunan gedung. (Widodo, 2011). Persamaan gaya geser
dasar berdasarkan SNI 1726:2012 Pasal 7.8.1 yaitu :
𝑉=𝐶 S. W
Dimana:
Cs : Koefisien Respons Seismik
W : Berat Seismik Efektif
Koefisien respon seismik, Cs, harus ditentukan berdasarkan SNI
1726:2012 Pasal 7.8.1.1, yaitu :

Dimana:
SDs = Parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang periode
pendek
R = Faktor modifikasi respons
Ie = Faktor keutamaan gempa
Nilai Cs tidak boleh melebihi :

Cs minimum = 0,044 SDS Ie ≥ 0,01


Untuk kondisi dimana lokasi di daerah S1 sama dengan atau lebih besar
dari 0,6g, maka Cs harus tidak kurang dari :

Dimana :
SD1 = Parameter percepatan spektrum respons desain pada perioda sebesar 1,0
detik.
T = Perioda fundamental struktur ( detik )
S1 = Parameter percepatan spektrum respons maksimum yang dipetakan

II-14
Dalam mendesain gaya geser dasar ( V ) memiliki beberapa faktor
koefisien yang penting yaitu R dan I. Nilai R atau koefisien modifikasi respons
didapatkan dari jenis sistem penahan gaya lateral pada struktur bangunan yang
direncanakan, sedangkan nilai I adalah faktor keutamaan bangunan yaitu suatu
faktor yang menentukan tingkat resiko yang sesuai dengan fungsi dari bangunan
yang di rencanakan.

Selain itu perencanaan gaya gempa juga ditentukan berdasarkan beberapa


faktor. Faktor yang mempengaruhi dalam desain gaya gempa antara lain :
1.Jenis tanah

2.Fungsi dari bangunan

3.Tingkat keutamaan bangunan

4.Sistem penahan gaya gempa

5.Data – data percepatan.

Faktor – faktor di atas ini di gunakan dalam desain penentuan gaya gempa
struktur bangunan yang di rencanakan.

2.2.1 Sistem Struktur


Mendesain suatu struktur bangunan harus terlebih dahulu menentukan
sistem struktur yang digunakan. Sistem struktur tercantum dalam peraturan gempa
yaitu SNI 1726 : 2012. Sistem struktur penahan lateral secara umum :
dibedakan menjadi :
 Sistem Rangka Pemikul Momen ( SPRM )
 Sistem Dinding Struktur Pemikul
Sistem rangka pemikul momen (SRPM) adalah sistem rangka yang terdiri
dari komponen – komponen kolom, balok, dan pertemuan balok - kolom yang
menahan gaya –gaya, yang bekerja melalui aksial, lentur, dan geser. Sistem
rangka pemikul momen terdiri dari beberapa kategori :
a. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa ( SRPMB )

II-15
Suatu sistem rangka pemikul momen biasa yang memenuhi
ketentuan SNI 1726 : 2012. Sistem rangka ini memiliki tingkat
daktilitas yang terbatas untuk perencanaan struktur bangunan yang
tahan gempa. Secara umum Sistem rangka ini dapat digunakan
didaerah klasifikasi tanah B dan C sesuai peraturan 1726 : 2012
b. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah ( SRPMM )
Suatu sistem rangka pemikul momen menengah yang
memenuhi ketentuan SNI 1726 : 2012. Sistem rangka ini memiliki
tingkat daktilitas yang sedang untuk perencanaan bangunan tahan
gempa. Secara umum sistem rangka ini dapat digunakan didaerah
tanah dengan klasifikasi B dan C untuk penggunaan jenis tanah
lainnya diatur dalam SNI 1726 : 2012.

c. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus ( SRPMK )


Suatu sistem rangka pemikul momen khusus yang
memenuhi ketententuan SNI 1726 : 2012. Sistem rangka ini
memiliki tingkat daktilitas yang penuh untuk perencanaan
bangunan tahan gempa. Secara umum sistem rangka ini dapat
digunakan di jenis tanah klasifikasi B sampai F sesuai SNI 1726 :
2012.
Sistem dinding struktur pemikul adalah sistem dimana struktur yang
menggunakan dinding sebagai penopang atau sebagai pemikul beban pada
bangunan.

2.2.2 Analisis Perencanaan Gempa


Analisis perencanaan gempa adalah analisis yang digunakan dalam
mendesain bangunan tahan gempa, dimana penggunaan tipe perilaku gempa pada
analisis perencanaan gedung. Analisis perencanaan gempa ini memiliki dua tipe
yaitu :
a. Analisis Ragam Respons Spektrum
Analisis respon spektrum adalah analisis suatu cara \ yang
digunakan untuk menentukan respon dinamik struktur bangunan 3

II-16
dimensi yang berperilaku elastik dengan derajat kebebasan SDOF (
Single Degree of Freedom ) berdasarkan rasio redaman dan beban
tertentu. Kegunaan dari respon spektrum ini untuk menentukan
strength demand dalam bentuk gaya horizontal akibat gaya gempa
yang terjadi dengan cara pendekatan. Pendekatan yang dimaksud
adalah beban gempa yang terjadi secara dinamik kemudian
disederhanakan menjadi beban ekivalen elastik.
b. Analisis Respons Secara Dinamik Linier dan Non Linier
Analisis respons secara dinamik linier adalah suatu metode
analisis untuk menentukan waktu respons dinamik suatu struktur
gedung 3 dimensi yang berperilaku elastik penuh terhadap gerakan
tanah akibat gempa. Desain analisis dinamik linier ini
menggunakan interval waktu yang dihitung menggunakan metode
analisis ragam.
Analisis respons dinamik nonlinier adalah suatu metode
analisis untuk menentukan waktu respons dinamik pada gedung 3
dimensi yang berperilau elastik penuh ( linier ) maupun elasto-
plastis ( nonlinier ) terhadap gerakan tanah akibat gempa. Desain
nonlinier ini menggunakan interval waktu yang dihitung
menggunakan metode integrasi langsung.

2.2.3 Simpangan Antar Lantai

Perhitungan struktur bangunan simpangan antar lantai harus memenuhi


syarat izin pada SNI 1726 : 2012 sebagai berikut :

II-17
Tabel 2.5. Tabel Simpangan Antar Lantai
(Sumber : SNI 1726 :2012)

2.2.4 Faktor Keutamaan dan Kategori Resiko Struktur Bangunan

Menurut SNI-1726-2012 dalam menentukan kategori risiko bangunan dan


faktor keutamaan bangunan bergantung dari jenis pemanfaatan bangunan tersebut.
Kategori risiko struktur untuk bangunan gedung dan non gedung diatur sesuai
dengan Tabel 2.1. Pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan
suatu faktor keutamaan Ie menurut Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Non Gedung untuk
Beban Gempa

Kategori
Jenis pemanfaatan
risiko
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap
jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak
dibatasi untuk, antara lain:
- Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan
perikanan I
- Fasilitas sementara

- Gudang penyimpanan

- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya


Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam II
kategori risiko I, III, IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Perumahan

- Rumah toko dan rumah kantor

- Pasar

- Gedung perkantoran

- Gedung apartemen/ rumah susun

II-18
- Pusat perbelanjaan/ mall

- Bangunan industri

- Fasilitas manufaktur

- Pabrik
Gedung dan non gedung, tidak termasuk dalam kategori risiko
IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak
ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap
kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan,
termasuk, tapi tidak dibatasi untuk: III
- Pusat pembangkit listrik biasa

- Fasilitas penanganan air

- Fasilitas penanganan limbah

Tabel 2.2 Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Non Gedung untuk
Beban Gempa (lanjutan)

Kategori
Jenis pemanfaatan
risiko
- Pusat telekomunikasi

Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori


risiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas,
manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan, III

atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia


berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah
meledak)
Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas IV
yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatas untuk:
- Bangunan-bangunan monumental

- Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan

- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang

II-19
memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat

- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor


polisi sertra garasi kendaraan darurat

- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin


badai, dan tempat perlindungan darurat lainnya

Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya


yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat

Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki


penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun
listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau
struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam
kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi pada saat
keadaan darurat.
Sumber : (SNI 1726-2012)

Tabel 2.3 Faktor Keutamaan Gempa


Kategori risiko Faktor keutamaan gempa, Ie
I atau II 1,0
III 1,25
IV 1,50
Sumber : (SNI 1726-2012)

2.2.5 Wilayah Gempa dan Spektrum Respons


Gambar berikut merupakan gambar pembagian wilayah gempa Indonesia
(Ss dan S1).

II-20
Gambar 2.1 Pembagian Wilayah Gempa Indonesia untuk S1
Sumber : http://puskim.pu.go.id

Gamba
r 2.2 Pembagian Wilayah Gempa Indonesia untuk Ss
Sumber : http://puskim.pu.go.id
Untuk mendapatkan nilai faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada
getaran perioda pendek (Fa) dan pada getaran perioda 1 detik (F v) dapat dilihat
pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4 sebagai berikut.

II-21
Tabel 2.3 Koefisien Situs, Fa
Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER)
Kelas
terpetakan pada perioda pendek, T = 0,2 detik, SS
situs
SS ≤ 0,25 SS = 0,5 SS = 0,75 SS = 1,0 SS ≥ 1,25
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0
SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0
SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9
SF SS
Catatan : Untuk nilai-nilai antara Ss dapat dilakukan interpolasi linier
SS = situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis
respons situs-spesifik.
Sumber : (SNI 1726-2012)

Tabel 2.4 Koefisien Situs, Fv


Parameter respons spektral percepatan gempa
Kelas
(MCER) terpetakan pada perioda 1 detik, S1
situs
S1 ≤ 0,25 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 ≥ 0,5
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3
SD 2,4 2,0 1,8 1,6 1,5
SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4
SF SS
Catatan : Untuk nilai-nilai antara Ss dapat dilakukan interpolasi linier
SS = situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis
respons situs-spesifik.
Sumber : (SNI 1726-2012)

Parameter spektrum respons percepatan pada periode pendek (SMS) dan


pada periode 1,0 detik (SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs,
harus ditentukan dengan persamaan berikut ini:
SMS = FaSS (2.2)
SM1 = FvS1 (2.3)

II-22
Parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek (S DS) dan pada
perioda 1,0 detik (SD1), harus ditentukan dengan persamaan berikut :
2
SDS = SMS (2.4)
3
2
SD1 = SM1 (2.5)
3
2.2.6 Kategori Desain Seismik
Menurut SNI 1726:2012 Pasal 6.5, struktur harus ditetapkan memiliki
suatu kategori desain seismiknya berdasarkan kategori risikonya dan parameter
respons spektral percepatan. Struktur dengan kategori risiko I,II atau III yang
berlokasi dimana parameter respons spektral percepatan terpetakan pada perioda 1
detik, S1, lebih besar dari atau sama dengan 0,75 harus ditetapkan sebagai struktur
dengan kategori desain seismik E. Struktur dengan kategori risiko IV yang
berlokasi dimana parameter respons spektral percepatan terpetakan pada perioda 1
detik, S1, lebih besar dari atau sama dengan 0,75 harus ditetapkan sebagai struktur
dengan kategori desain seismik F. Semua struktur lainnya harus ditetapkan
kategori desain seismik berdasarkan kategori risikonya dan parameter respons
spektral percepatan desainnya, SDS dan SD1, sesuai Tabel 2.5 dan Tabel 2.6.
Tabel 2.5 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter
Respons Percepatan pada Perioda Pendek
Kategori risiko
Nilai SDS
I atau II atau III IV
SDS < 0,167 A A
0,167 < SDS < 0,33 B C
0,33 < SDS < 0,50 C D
0,50 ≤ SDS D D
Sumber : (SNI 1726-2012)
Tabel 2.6 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter
Respons Percepatan pada Perioda 1 detik
Kategori risiko
Nilai SDS
I atau II atau III IV
SD1 < 0,067 A A
0,067 < SD1 < 0,133 B C
0,133 < SD1 < 0,20 C D
0,20 ≤ SD1 D D
Sumber : (SNI 1726-2012)

II-23
2.2.7 Spektrum Respons Desain
Bila spektrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur
gerak tanah dari spesifik-situs tidak digunakan, maka kurva spektrum respons
desain harus dikembangkan dengan mengacu pada Gambar 2.3 dan mengikuti
ketentuan di bawah ini:
 Untuk periode yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan
desain (Sa) harus dihitung dengan persamaan :
T
Sa = SDS (0,4 + 0,6 ) (2.6)
T0
 Untuk periode lebih besar dari atau sama dengan T 0 dan lebih kecil
dari atau sama dengan TS, maka Sa = SDS.
 Untuk periode lebih besar dari TS, maka spektrum respons percepatan
desain diambil berdasarkan persamaan berikut :
SD 1
Sa = (2.7)
T
Keterangan :
SDS = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda
pendek
SD1 = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda 1
detik
SD 1
T0 = 0,2
S DS
SD 1
TS =
S DS

II-24
Gambar 2.3 : Spektrum Respons Desain
Sumber : (SNI 1726:2012)

2.2.8 Pemilihan Sistem Struktur


Menurut SNI 1726:2012 Pasal 7.2.1, pembagian sistem penahan gaya
lateral berdasarkan pada elemen vertikal yang digunakan untuk menahan gaya
gempa lateral. Sistem struktur yang digunakan harus sesuai dengan batasan sistem
struktur dan batasan ketinggian struktur yang ditunjukkan pada Tabel 2.7.
Koefisien modifikasi respons yang sesuai, R, faktor kuat lebih sistem, Ωo dan
koefisien amplifikasi defleksi, Cd, harus digunakan dalam penentuan gaya geser
dasar, gaya desain elemen dan simpangan antar lantai tingkat desain.
Tabel 2.7 : R, Cd, Ωo untuk Sistem Penahan Gaya Gempa
Sistem penahan gaya Batasan sistem struktur dan
R Ωo Cd
seismic tinggi struktur, hn (m)
Sistem rangka pemikul Kategori desain seismik
momen B C D E F
Rangka beton
5 T T T
bertulangan momen 8 3 TB TB
½ B B B
khusus
Rangka beton
4 T
bertulangan momen 5 3 TB TI TI TI
½ B
menengah
Rangka beton 2
3 3 TB TI TI TI TI
bertulangan momen biasa ½
Keterangan : TB = Tidak Dibatasi, TI = Tidak Diijinkan
Sumber : (SNI 1726-2012)

2.2.9 Perioda Fundamental Struktur, T


Perioda fundamental struktur, T, tidak boleh melebihi hasil koefisien
untuk batasan atas pada perioda yang dihitung (Cu) dan perioda fundamental
pendekatan (Ta) yang ditentukan dari persamaan (2.13). Sebagai alternatif
pada pelaksanaan analisis untuk menentukan perioda fundamental struktur, T,
diijinkan secara langsung menggunakan perioda bangunan pendekatan, Ta, yang
ditentukan dari persamaan berikut:

II-25
Ta = C t hnx (2.13)
Tmax = CuTa (2.14)
Keterangan :
hn adalah ketinggian struktur dalam (m)
koefisien Ct dan x ditentukan oleh Tabel 2.8
koefisien Cu ditentukan oleh Tabel 2.9

Tabel 2.8 : Nilai Parameter Perioda Pendekatan Ct dan x


Tipe Struktur Ct x
Rangka baja pemikul momen 0,0724 0,8
Rangka beton pemikul momen 0,0466 0,90
Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731 0,75
Rangka baja dengan bresing
0,0731 0,75
terkekang terhadap tekuk
Semua sistem struktur lainnya 0,0488 0,75
Sumber: (SNI 1726-2012)

Tabel 2.9 : Koefisien Batas Atas Perioda yang Dihitung


Parameter percepatan respons spektral
Koefisien Cu
disain pada 1 detik, SD1
≥ 0,40 1,40
0,30 1,40
0,20 1,50
0,15 1,60
≤ 0,10 1,70
Sumber: (SNI 1726-2012)

2.2.10 Struktur Baja Tahan Gempa


Menurut Moestopo (2012) prinsip dari perencanaan bangunan tahan
gempa adalah untuk mencegah terjadinya kegagalan struktur dan kehilangan
korban jiwa, dengan tiga kriteria standar sebagai berikut :
1. Pada saat gempa kecil tidak diijinkan terjadi kerusakan sama sekali.
2. Pada saat gempa sedang diijinkan terjadi kerusakan ringan tanpa kerusakan
struktural

II-26
3. Pada saat gempa besar diijinkan terjadi kerusakan struktural tanpa
keruntuhan.
Ada beberapa hal-hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan suatu
struktur tahan gempa yaitu dalam menghadapi gempa besar, kinerja struktur tahan
gempa diupayakan dapat menyerap energi gempa secara efektif melalui
terbentuknya sendi plastis pada bagian tertentu, atau sekring dengan kriteria
sebagai berikut :
1. Kekuatan, kekakuan, daktilitas, disipasi energi yang dapat di penuhi oleh
struktur baja.
2. Disipasi energi melalui plastifikasi komponen struktur tertentu, tanpa
menyebabkan keruntuhan struktural yang terpenuhi dengan konsep
perencanaan Capacity Design (desain kapasitas).
Menurut SNI 03-1729-2002 komponen struktur untuk bangunan tahan
gempa harus direncanakan memenuhi :
ØR n ≥ Ru ……………………………………..(2.2)
Dimana :
Ø = faktor reduksi beban (Tabel 2.1)
Rn = kuat nominal penampang
Ru = gaya terfaktor

2.2.11 Sistem Rangka Pemikul Momen/Moment Resisting Frame


Sistem rangka pemikul momen merupakan salah satu sistem struktur yang
dirancang untuk menahan beban gempa rencana. Pada struktur baja sistem rangka
pemikul momen terbagi atas 3 tipe, yaitu :
1. Sistem rangka pemikul momen biasa (SRPMB)
2. Sistem rangka pemikul momen menengah (SRPMM), dan
3. Sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK)
Perbedaan dari ketiga sistem struktur diatas ada pada kemampuannya
dalam mengalami deformasi inelastis dan tingkat daktilitas. Menurut SNI 03-
1729-2002 pada SRPMK dan SRPMM dari hasil pengujian kualifikasi
menunjukan rotasi inelastis sekurang-kurangnya 0,3 dan 0,2 radian pada semua
sambungan balok ke kolom yang di desain untuk memikul beban gempa,

II-27
sedangkan pada SRPMB diharapkan mngalami rotasi inelastis sekurang-
kurangnya 0,1 radian. Selain faktor deformasi inelastis dari ketiga sistem rangka
pemikul momen ini juga dapat dibedakan dari perilaku kinerja struktur gedung
dalam mengalami daktilitas yang berbeda-beda. Pada SRPMK tingkat
daktilitasnya adalah daktail penuh, sedangkan pada SRPMM dan SPRMB tingkat
daktilitasnya adalah daktail parsial.
Untuk memenuhi persyaratan masing – masing dari ketiga sistem rangka
pemikul momen perencana dapat memilih SRPMK, SRPMM, atau SRPMB
dengan konsekuensi kinerja struktur versus detailing yang berbeda.

2.2.12 Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus


Sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK) adalah desain struktur
beton bertulang yang memiliki tingkat daktilitas yang tinggi. Dalam SRPMK,
berdasarkan SNI 1726-2012 dan ASCE-7, faktor reduksi gaya gempa diambil
sebesar 8. Hal ini disebabakan struktur SRPMK didesain memiliki sifat fleksibel
dengan daktilitas yang tinggi sehingga bisa direncanakan dengan gaya gempa
rencana yang minimum. SRPMK wajib digunakan untuk wilayah yang memiliki
resiko gempa tinggi (Kategori desain seismik D,E dan F dalam SNI 1726-2012).
Struktur SRPMK diharapkan mampu menahan siklus repon inelasitis pada
saat menerima beban gempa rencana. Pendetailan dalam SRPMK adalah untuk
memastikan respons inelastik dari struktur, dengan mengacu pada prinsip :
Strong-Column/Weak-Beam yang bekerja menyebar di sebagian besar lantai dan
tidak terjadinya kegagalan geser pada balok, kolom dan joint.
Prinsip Strong Column/Weak-Beam adalah ketika terjadi gempa, distribusi
simpangan antar lantai terjadi di sebagian besar lantai sehingga keruntuhan lokal
di satu lantai dapat diminimalkan (Gambar 2.1)

II-28
Gambar 2.4 (a) Soft story, drift terjadi hanya di 1 lantai
(b) dan (c) Kolom kuat, drift tersebar merata sepanjang lantai
atau sebagian besar lantai
Sumber : (NEHRP Seismic Design Technical Brief No.1)
2.3 Pembebanan
Beban adalah gaya luar yang bekerja pada struktur. Beban dibagi menjadi
dua yaitu beban tetap terdiri dari beban mati dan beban hidup. Beban tidak tetap
berupa beban gempa (Setiawan, 2016).

2.3.1 Beban Mati


Beban mati adalah beban gravitasi yang berasal dari berat semua
komponen gedung/bangunan yang bersifat permanen selamat masa layan struktur
termasuk pula unsur-unsur tambahan, mesin serta peralatan tetap yang tak
terpisahkan dari gedung tersebut.
2.3.2 Beban Hidup
Beban hidup adalah beban yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni
bangunan gedung atau struktur lain yang tidak termasuk beban konstruksi dan
beban lingkungan, seperti beban angin, beban hujan, beban gempa, beban banjir
atau beban mati. Beban hidup atap adalah beban yang diakibatkan pelaksanaan
oleh pekerja, peralatan dan material dan selama masa layan struktur yang
diakibatkan oleh benda bergerak seperti tanaman atau benda dekorasi kecil yang
tidak berhubungan dengan penghunian.
2.3.3 Beban Gempa
Beban gempa adalah beban dalam arah horizontal dari struktur yang
ditumbulkan oleh adanya gerakan tanah akibat gempa bumi, baik dalam arah
vertikal maupun horizontal. Dalam perencanaan struktur gedung, arah utama
pengaruh gempa rencana harus ditentukan sedemikian rupa sehingga didapat
pengaruh gempa rencana terbesar. Untuk menstimulasikan pengaruh gempa
rencana yang sembarang terhadap suatu gedung, pengaruh pembebanan gempa
ddalam arah utama yang ditentukan harus dianggap efektif 100% dan harus

II-29
dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa dalam arah
tegak lurusnya dianggap 30%.
2.5.4 Kombinasi Pembebanan
Suatu struktur dirancang mampu memikul beban mati, beban hidup dan
beban gempa sesuai SNI Gempa 1726:2012 dan SNI Beton 2847:2013 yaitu :
1. 1,4DL
2. 1,2DL + 1,6LL+ 0,5 (Lr atau R)
3. 1,2DL + 1,6 (Lr atau R) + (L atau 0,5W)
4. 1,2DL + 1,0W+ L+ 0,5 (Lr atau R)
5. 1,2DL + 1,0E+ L+ 0,2S
6. 0,9DL + 1,0W
7. 0,9DL + 1,0E
dimana : DL = beban mati
LL = beban hidup
R = Beban hujan, tidak terkasuk yang diakibatkan genangan
air
W = Beban angin
E = Beban gempa

2.4 Batang Tekan

2.4.1 Klasifikasi Dimensi

Agar struktur dapat dioptimalkan, maka risiko local harus dihindari. Maka
daripada itu penampang terbagi menjadi penampang tidak langsing dan langsing.
Hal ini dilakukan dengan mengevaluasi rasio lebar-tebal (b/t) setiap elemenn dari
penampang,
b E
Badan =
t
<0.56

Fy

b E
Sayap =
t
<0.64

Fy
2.4.2 Kuat Tekan Nominal

II-30
Kuat tekan Nominal dihitung dengan menggunakan persamaan:
Pn=F cr . Ag
dimana, Pn = Kuat Nominal Batang tekan
Fcr = Tegangan Kritis
Ag = Luas penampang utuh (gross)

2.4.4 Tegangan Kritis Tekuk-Lentur


Tegangan Kritis, Fcr dihitung berdasarkan persyaratan berikut, jika :
Kl Fy
(a) ≤ √ E/ Fy atau ≤ 2.25 , (tekuk inelastis), maka :
r Fe

Fy
F cr =( 0.658 ) FyFe

Kl Fy
(b) ≤ √ E/ Fy atau >2.25 , (tekuk inelastis), maka :
r Fe

F cr =0.877 Fe

dimana F e = Tegangan tekuk Euler (elastis)

π3 E
F e=
( KL/r )2

2.4.5 Tegangan Kritis Tekuk-Puntir


Adapan tekuk selain tekuk lentur yaitu puntir atau tekuk torsi, bisa juga
dinamakan tekuk lentur torsi. Biasa terjadi pada penampang yang memiliki
kekakuan torsi yang kecil, atau pusat geser dan pusat berat dam tidak berhimpit.

Untuk Profil dengan sumbu simetri ganda, digunakan :

π2 E C w
F e=
[ ( K z L)
2
+GJ
] 1
I x+ I y

dimana E = modulus elastisitas


Cw = Konstanta Warping, penampang terbuka
KzL = Panjang Tekuk efektif terhadap torsi

II-31
G = Modulus Geser
J = Konstanta Torsi
Ix,Iy = Momen inersia terhadap sumbu utama

2.5 Balok Lentur

2.5.1 Kuat Lentur Nominal

Kuat lentur rencana balok (lentur) memenuhi syarat apabila :


M u≤ ϕb M n
dimana : Mu = Kuat lentur perlu atau momen maksimum hasil
kombinasi beban
ϕb = faktor ketahanan lentur, sebesar 0,9
Mn = kuat lentur nominal balok ditinjau terhadap
kondisi batas (material atau geometri)

2.5.2 Klasifikasi Dimensi

Klasifikasi penampang adalah awal dari suatu perencanaan. Hal ini


dipakai untuk mengantisipasi bahaya pada tekuk lokal (local buckling) dari
elemen-elemen penyusun profil. Ini adalah langkah sederhana yang dibilang
cukup efektif, dimana rasio lebar terhadap tebal (b/t) menunjukkan kelangsingan
elemen pelat sayap dan badan (web), yang kemudian akan dievaluasi berdasarkan
kondisi kekangannya (restraint).
Elemen-elemen penyusun profil terbagi menjadi kompak, non-kompak,
dan langsing.
h E
Sayap:
tw
≤3.76
Fy √ (Kompak)

E h E
3.76
√ < <5.70
Fy tw Fy √ (Non-kompak)

h E
tw
>5.70
Fy √ (Langsing)

II-32
b E
Badan :
t
≤ 0.38
Fy √ (Kompak)

E b E
0.38
√ < <1.0
Fy t Fy √ (Non-kompak)

b E
t
>1.0
Fy √ (Langsing)

2.5.3 Material Leleh (Momen Plastis)

M n=M p=F y . Z x
dimana: Mn = kuat Lentur Nominal Balok
Mp = momen lentur penampang plastis
Fy = kuat leleh minimum, tergantung mutu baja
Zx = modulus plastis penampang terhadap sumbu kuat

2.5.4 Tekuk Torsi Lateral

(a) Jika Lb ≤ Lp , maka keadaan batas dari tekuk torsi lateral tidak boleh
digunakan
(b) Jika Lp < Lb ≤ Lr
Lb−L p
[
Mn=C b Mp−( Mp−0.7 FySx)
( )]
Lr −L p
≤ Mp

(c) Jika Lb > Lr


Mn=F cr S x ≤ Mp

(Lb = Lb dapat ditentukan berdasarkan Batasan Lp dan Lr)

E
Lp=1.76 r y
√ Fy

√ √( Jc 2 2
E Jc 0.7 Fy
Lr=1.95 r ts
0.7 Fy Sx h 0
+ )
Sx h0
+6.76 (
E )
.
dimana: r 2
=
√ yCw
ts
Sx

II-33
koef c ditentukan sebagai berikut :

(a) Untuk profil I simetris ganda c=1


h0 Iy
(b) Untuk kanal c=

2 Cw

2.6 Balok – Kolom

Pada Balok-Kolom memiliki persamaan :


Pr Pu 8 Mrx Mry
Pc
≥ 0.2 → + . + (
Pc 9 Mcx Mcy
≤0.1 )
Pr Pu Mrx Mry
Pc
< 0.2→ + ( +
2 Pc Mcx Mcy
≤1 )
Dimana : Pr : Kekuatan aksial perlu
Pc : Kekuatan aksial desain
Mr : kekuatan lentur perlu
Mn : kekuatan lentur desain

2.7 Metode Perencanaan Langsung


Perencanaan struktur baja yang umumnya langsing, memerlukan analisis
stabilitas. Hasilnya dipengaruhi oleh adanya imperfection (nonlinier geometri) dan
kondisi inelastis (nonlinier material). Oleh sebab non-linier, analisisnya
dikerjakan secara incremental dan iterasi. Sekarang ini dengan dukungan
teknologi komputer yang canggih, cara analisis yang dimaksud tidak menjadi
kendala. Banyak tersedia berbagai jenis analisis berbasis komputer yang dapat
dimanfaatkan, mulai dari analisis Elastic Buckling Load, Second-Order Elastic
Analysis, First-Order Plastic Mechanism Load, First-Order Elastic-Plastic
Analysis, dan Second-Order Elastic-Plastic yang disebut juga sebagai Advance
Analysis. Umumnya jenis analisis seperti itu sudah tersedia sebagai opsi pada
program analisa struktur modern.

II-34
Jika mempelajari parameter desain batang tekan yang telah mem-
perhitungkan kuat material (Fy) dan stabilitas (buckling), maka dengan mudah
diketahui bahwa kuat batang tekan ditentukan parameter E, F y, KL/r dan Ag. Dua
yang pertama merujuk material, sedangkan dua yang terakhir merujuk kondisi
geometrinya. Ternyata setelah dipelajari lebih mendalam, parameter tersebut
bukanlah faktor yang utama. Itu hanya akan cocok jika dikaitkan dengan rumus
atau kurva kapasitas yang terdapat pada kode yang memakai parameter tersebut
(Galambos 1998, Salmon et.al 2009).
Metode perencanaan langsung merupakan suatu metode untuk mengatasi
keterbatasan analisa struktur elastik yang tidak dapat memperhitungkan stabilitas
secara langsung. Pengaruh efek orde kedua sudah diperhitungkan secara langsung
sewaktu analisa struktur. Selain itu, pembebanan pada struktur dapat ditentukan
lebih akurat karena pengaruh ketidak-sempurnaan batang dan reduksi kekakuan
sudah diperhitungkan selama proses analisa struktur. (Wiryanto Dewobroto, 2011)
Adanya dukungan kemajuan di bidang teknologi komputer, maka cara
penyederhanaan menjadi tidak relevan lagi. Agar efektif, perlu tinjauan langsung
sumber permasalahannya sehingga dapat dibuat metode baru lain yang sesuai
dengan kemajuan teknologi yang ada. Menurut AISC (2005) ada tiga aspek
penting mempengaruhi stabilitas elemen, yaitu [1] non-linieritas geometri; [2]
sebaran plastisitas; dan [3] kondisi batas elemen. Ketiga hal itu sangat
berpengaruh pada deformasi struktur ketika dibebani. Itu tentunya akan
berdampak pada gaya-gaya internal yang terjadi.
Non-linieritas geometri: Pada struktur yang langsing, deformasi akibat
pembebanan tidak dapat diabaikan. Era modern, itu dapat diatasi dengan analisa
struktur orde-2, dimana keseimbangan struktur akan memenuhi kondisi geometri
setelah berdeformasi. Faktor yang dievaluasi adalah pengaruh second-order-effect,
yaitu P-δ dan P-Δ. Pada penyelesaian tradisionil, hal itu diatasi dengan faktor
pembesaran momen B1 dan B2 (Chapter C - AISC 2005). Bila pengaruh non-
linier geometri signifikan, maka kondisi cacat atau ketidak-sempurnaan geometri
(initial geometric imperfection), berupa ketidak-lurusan batang (member out-of-
straightness), atau ketidak-tepatan rangka (frame outof-plumbness) akibat
kesalahan fabrikasi / toleransi pelaksanaan, menjadi berpengaruh.

II-35
Sebaran plastisitas: Elemen struktur baja umumnya berbentuk profil yang
dihasilkan dari proses hotrolled maupun pengelasan. Keduanya meninggalkan
tegangan sisa pada penampang akibat proses pendinginan dan adanya restraint.
Kondisi itu mengurangi kekuatan elemen akibat stabilitas.
Kondisi batas elemen: akan menentukan kekuatan batas elemen struktur,
seperti terjadinya kelelehan material, tekuk lokal, tekuk global berupa tekuk
lentur, tekuk torsi maupun tekuk torsi-lentur yang tergantung kondisi penampang.
Metode analisis langsung, yang terdiri dari perhitungan kekuatan perlu
menurut pasal C2-SNI 2015 dan perhitungan kekuatan tersedia menurut pasal C3-
SNI 2015, boleh dilakukan untuk semua struktur.

2.Perhitungan kekuatan perlu


Analisis perhitungan harus sesuai SNI dengan persyaratan sebagai berikut:
1. Analisis harus memperhitungkan deformasi lentur, geser dan aksial dari
komponen struktur, dan deformasi dari semua komponen lainnya serta
deformasi sambungan yang memberi kontribusi perpindahan pada
struktur. Analisis harus memperhitungkan reduksi semua kekakuan
yang berkontribusi pada stabilitas struktur. Seperti yang diisyaratkan
pada pasal C2.3.SNI 2015.
2. Harus menggunakan analisis orde-kedua yang memperhitungkan efek
P- ∆ dan P-δ , kecuali boleh mengabaikan efek P-δ pada respons
struktur bila kondisi berikut terpenuhi: (a) Struktur menahan beban
gravitasi melalui kolom, dinding atau portal vertikal secara nominal; (b)
rasio dari simpangan orde-kedua maksimum terhadap simpangan orde-
pertama maksimum (ditentukan untuk kombinasi beban DFBK atau 1,6
kali kombinasi beban DKI, dengan kekakuan yang disetujui seperti
pada Pasal C2.3) dalam semua tingkat sama dengan atau kurang dari
1,7; dan (c) tidak lebih dari sepertiga beban gravitasi total pada struktur
yang diterima oleh kolom yang merupakan bagian dari portal penahan
momen dalam arah translasi yang ditinjau. Untuk semua kasus efek P-δ

II-36
perlu dipertimbangkan dalam evaluasi masing-masing komponen
struktur yang menahan tekan dan lentur.

Gambar 1.1 Pengaruh Orde ke-2

2.7.1 Pengaruh cacat bawaan (initial imperfection)


Perhitungan stabilitas struktur modern didasarkan anggapan bahwa
perhitungan gaya-gaya batang diperoleh dari analisa struktur elastik orde-2, yang
memenuhi kondisi keseimbangan setelah pembebanan, yaitu setelah deformasi.
Ketidak-sempurnaan atau cacat dari elemen struktur, seperti ketidak-lurusan
batang akibat proses fabrikasi atau konsekuensi adanya toleransi pelaksanaan
lapangan, akan menghasilkan apa yang disebut efek destabilizing.
Adanya cacat bawaan (initial imperfection) mengakibatkan efek
destabilizing. Direct Analysis Method (AISC) atau Metode Perencanaan Lansung
(SNI) dapat diselesaikan dengan dua cara, yaitu; [1] cara pemodelan langsung
cacat pada geometri model yang dianalisis, atau [2] memberikan beban notional
(beban lateral ekivalen) dari sebagian prosentasi beban gravitasi (vertikal) yang
bekerja.
Cara pemodelan langsung dapat diberikan pada titik nodal batang yang
digeser untuk sejumlah tertentu perpindahan, yang besarnya diambil dari toleransi
maksimum yang diperbolehkan dalam perencanaan maupun pelaksanaan. Pola
penggeseran titik nodal pada pemodelan langsung harus dibuat sedemikian rupa
sehingga memberikan efek destabilizing terbesar. Pola yang dipilih dapat
mengikuti pola lendutan hasil pembebanan atau pola tekuk yang mungkin terjadi.
Beban notional merupakan beban lateral yang diberikan pada titik nodal di
semua level, berdasarkan prosentasi beban vertikal yang bekerja di level tersebut,
dan diberikan pada sistem struktur penahan beban gravitasi melalui rangka atau

II-37
kolom vertikal, atau dinding, sebagai simulasi pengaruh adanya cacat bawaan
(initial imperfection).
Beban notional harus digunakan sebagai beban lateral pada semua level.
Beban notional harus ditambahkan ke beban lateral lainnya dan harus digunakan
pada semua kombinasi beban. Beban notional di atur pada peraturan SNI 2015
pasal C2-1.
Ni = 0.002 α Yi ………….. ( i )
Keterangan
α = 1.0 (DFBK); α = 1.6 (DKI)
Ni = beban notional yang digunakan pada level I, Kips (N)
Yi = beban gravitasi yang digunakan pada level i dari kombinasi beban
DFBK atau kombinasi beban DKI, yang sesuai, kips (N). Koefisien beban
notional sebesar 0,002 pada Persamaan C2-1 diperoleh berdasarkan suatu rasio
kemiringan tingkat sebesar 1/500; nilai maksimum yang berbeda boleh digunakan
untuk menaksir koefisien beban notional secara proporsional

2.7.2 Penyesuaian terhadap kekakuan


Adanya leleh setempat (partial yielding) akibat tegangan sisa pada profil
baja (hot rolled atau welded) akan menyebabkan pelemahan kekuatan saat
mendekati kondisi batasnya. Kondisi tersebut pada akhirnya menghasilkan efek
destabilizing seperti yang terjadi akibat adanya geometry imperfection. Kondisi
tersebut pada Metode perencanaan langsung akan diatasi dengan penyesuaian
kekakuan struktur, yaitu memberikan faktor reduksi kekakuan. Nilainya diperoleh
dengan cara kalibrasi dengan membandingkannya dengan analisa distribusi
plastisitas maupun hasil uji test empiris (Galambos1998). Faktor reduksi
kekakuan, EI*=0.8τbEI dan EA*=0.8τbEA.

Suatu faktor penambah τb harus digunakan pada kekakuan lentur dari


semua komponen struktur dimana kekakuan lenturnya berkontribusi terhadap
stabilitas struktur.
(a) Bila αPr/Py ≤ 0,5

τb = 1.0 …………. ( ii )
(b) Bila αPr/Py > 0,5

II-38
τb = 4( αPr/Py)[(1-αPr/Py)] ...………. ( iii )
dimana
Py =Fy . Ag ………… ( iv )
Keterangan
α = 1,0 (DFBK)
Pr = kekuatan tekan aksial-perlu menggunakan kombinasi beban DFBK, (N)
Py = kekuatan leleh aksial (N)

2.8 Pondasi
2.8.1 Jenis Pondasi
Pondasi dibagi menjadi 2 macam Yaitu :

1) Pondasi Dangkal, pada dasarnya kedalaman pondasi dibuat kurang dari 1/3
lebar pondasi sampai pada kedalaman kurang dari 3m
2) Pondasi Dalam, dipasang di kedalaman lebih dari 3m di bawah elevasi
tanah.

2.9 Rencana Anggaran Biaya


2.9.1 Pengertian Menejemen Konstruksi
Manajemen konstruksi adalah ilmu yang mempelajari dan mempraktikkan
aspekaspek manajerial dan teknologi industri konstruksi. Manajemen konstruksi juga
dapat diartikan sebagai sebuah model bisnis yang dilakukan oleh konsultan konstruksi
dalam memberi nasihat dan bantuan dalam sebuah proyek pembangunan.
2.9.2 Rencana Anggaran Biaya
Rencana anggaran biaya bangunan atau sering disingkat RAB adalah perhitungan
biaya bangunan berdasarkan gambar bangunan dan spesifikasi pekerjaan konstruksi yang
akan di bangun , sehingga dengan adanya RAB dapat di jadikan sebagai acuan pelaksana
pekerjaan nantinya.
2.9.3 Langkah-Langkah Membuat RAB
RAB (Rencana Angaran Biaya) adalah banyaknya biaya yang dibutuhkan baik
upah maupun bahan dalam sebuah perkerjaan proyek konstruksi, baik Rumah, gedung,
jembatan, dan lain-lain, nah berikut ini tak berikan langkah-langkah cara menghitung
RAB agar anda dapat lebih cermat menghitung RAB melalui tahap-demi tahap, sehingga

II-39
dapat mengurangi pembengkakan biaya sehingga kita bisa hasil yg maksimal dengan
biaya yang efisien, Berikut Langkah - Langkah nya.
2.9.4 S – Curve/Kurva S
S-Curve adalah suatu grafik hubungan antara waktu pelaksanaan proyek dengan
nilai akumulasi progres pelaksanaan proyek mulai dari awal hingga proyek selesai.
Kurva-S sudah jamak bagi pelaku proyek. Umumnya proyek menggunakan S-Curve
dalam perencanaan dan monitoring schedule pelaksanaan proyek, baik pemerintah
maupun swasta.

II-40

Anda mungkin juga menyukai