KAJIAN PUSTAKA
4.Profil H Beam
5.Profil T – Beam
6.Steel Pipe
7.Boks Struktural
II-1
Gambar 2.1. Jenis – Jenis Tipe Profil
( Sumber : http://www.sanggarteknik.com )
2. Elastisitas.
II-2
2.1.1 Persyaratan Elemen Struktur Bangunan Baja
Desain Balok pada struktur baja harus memenuhi ketentuan elemen tekan
komponen struktur dalam menahan lentur sesuai peraturan SNI 1729 : 2015,
dengan syarat ketentuan sebagai berikut :
II-3
Tabel 2.1. Elemen Tekan Komponen Sayap Struktur yang menahan Tekan Lentur
(Sumber : SNI 1729 :2015)
Dari Tabel 2.1. ditampilkan batasan untuk penampang kompak, dimanan
rasio ketebalan sayap terhadap lebar tidak boleh melebihi dari λp, Untuk batasan
penampang non kompak rasio ketebalan terhadap lebar tidak boleh melebihi dari
λr, apabila syarat rasio ketebalan sayap terhadap lebar melebihi dari λp dan λr
maka disebut penampang dengan elemen langsing.
II-4
Tabel 2.2. Elemen Tekan Komponen Badan Struktur yang menahan Tekan Lentur
(Sumber : SNI 1729 :2015)
II-5
Tabel 2.3. Elemen Tekan Komponen Sayap Struktur yang Menahan Tekan Aksial
(Sumber : SNI 1729 :2015)
Dari Tabel 2.3. ini ditampilkan syarat batasan untuk komponen struktur
sayap yang menahan gaya aksial tidak boleh melebihi batasan rasio tebal terhadap
lebar, apabila melebihi dari ketentuan yang ditetapkan maka harus dilakukan
perubahan dimensi atau mutu profil baja tersebut.
II-6
Tabel 2.4. Elemen Tekan Komponen Badan Struktur yang Menahan Tekan Aksial
(Sumber : SNI 1729 :2015)
Dari Tabel 2.4. ini ditampilkan batasan syarat untuk komponen struktur
badan yang menahan gaya aksial tidak boleh melebihi batasan rasio tebal terhadap
lebar, apabila melebihi dari ketentuan yang ditetapkan maka harus dilakukan
perubahan dimensi atau mutu profil baja tersebut.
Secara umum perencanaan suatu struktur baja harus memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh SNI 1729 : 2015, dimana suatu struktur memikul momen lentur
terhadap sumbu kuat dan dianalisis plastis harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
𝑀𝑢 ≤ Ø 𝑀𝑛
dimana
Mu = Kuat lentur perlu atau momen maksimum hasil kombinasi
sesuai dengan kententuan LRFD ( Load and Resistance
Factor Design) ( SNI 1729 : 2015)
II-7
Ø = Faktor ketahanan lentur, sebesar 0,9
Mn = Kuat nominal dari momen lentur penampang
E
𝐿𝑝=1,76 𝑟𝑦
√ Fy
Bila Lb ≥ Lr
𝑀𝑛= 𝐹𝑐𝑟𝑆𝑥𝑐 ≤ 𝑀𝑝
Keterangan :
E = Modulus Elastis Baja
J = Konstanta torsi ( mm4)
Sx = Modulus Penampang Elastis disumbu x ( mm4)
ho= Jarak antara titik berat sayap ( mm)
II-8
2. Kondisi Penampang Tidak Kompak
Kondisi penampang kompak dapat dihitung dengan persyaratan
SNI1729 : 2015 sebagai berikut:
λ−λ pf
𝑀𝑛= 𝑀𝑝− (𝑀𝑝−0,7𝐹𝑦𝑆𝑥)( )
λ rf − λ pf
Keterangan :
bf
λ =
2t f
λpf = Batasan Kelangsingan untuk sayap kompak
λrf = Batasan Kelangsingan untuk sayap non kompak
Desain Kuat geser nominal dari struktur lentur ditentukan oleh geser
pelat badan penampang . Pada umumnya memiliki persyaratan sebagai
berikut :
Ø𝑣𝑉𝑛≥ 𝑉𝑢
Keterangan :
Øv = Faktor reduksi geser
Vn = Kuat geser nominal
II-9
Desain untuk struktur kolom yang menahan gaya tekan aksial harus
memenuhi syarat buckling stress. Buckling Stress ( Tegangan Tekuk ) adalah
dimana keadaan suatu struktur tidak dapat mampu menahan bentuk awalnya.
Permasalahan dari buckling stress adalah terjadinya lendutan yang besar dan akan
mengubah bentuk struktur tersebut, oleh karena itu untuk menghitung gaya
dukung nominal menggunakan persamaan Euler . P yang mengalami gaya tekan
kosentris (Pn), dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Keterangan
Pn = Kuat Tekan Nominal (kN)
Fcr= Tegangan Kritis
Ag = Luas Penampang Bersih ( mm2)
Untuk tegangan kritis Fcr, ditentukan sebagai berikut :
Keterangan
Fe = Tegangan Tekuk kritis elastis ( MPa )
r = Radius girasi ( mm )
Mencari nilai Fe memiliki persamaan rumus sebagai berikut :
π2E
F e = KL 2
( )
r
II-10
∅ ¿ Pn ≥ Pu
Keterangan :
Pr = Kekuatan aksial perlu ( N )
Pc = Kekuatan aksial tersedia ( N )
Mr = Kekuatan lentur perlu ( N – mm )
Mc = Kekuatan lentur tersedia ( N – mm )
X = Indeks sehubungan dengan sumbu kuat lentur
Y = Indeks sehubungan dengan sumbu lemah lentur
II-11
bangunan diguncang akan menimbulkan gaya – gaya pada struktur bangunan
karena adanya kecenderungan massa bangunan untuk mempertahankan dirinya
dari gerakan sehingga gempa bumi mempunyai kecenderungan menimbulkan
gaya – gaya lateral pada struktur (Schodek, 1992). Gaya – gaya yang ditimbulkan
akan membuat suatu struktur bangunan bergoyang dan lama kelamaan akan
runtuh, oleh karena itu bangunan harus memiliki sifat daktilitas.
II-12
Dalam mendesain bangunan tahan gempa untuk suatu gedung, hukum
newton II mempengaruhi terhadap sistem struktur gedung tersebut. Pengaruh
hukum newton II pada desain gedung berpengaruh pada massa dan percepatan ,
dimana semakin besar massa pada gedung tersebut akan menimbulkan gaya
gempa yang besar, dengan syarat percepatan harus sama.
𝐹 =𝑚 .𝑎
Dimana:
F = Gaya (N)
m = Massa (kg)
a = percepatan ( m/s2)
II-13
Hasil dari kurva respon spektra akan dihasilkan gaya geser dasar ( V )
yang digunakan sebagai gaya gempa rencana yang harus ditinjau dalam
perencanaan sruktur bangunan gedung. (Widodo, 2011). Persamaan gaya geser
dasar berdasarkan SNI 1726:2012 Pasal 7.8.1 yaitu :
𝑉=𝐶 S. W
Dimana:
Cs : Koefisien Respons Seismik
W : Berat Seismik Efektif
Koefisien respon seismik, Cs, harus ditentukan berdasarkan SNI
1726:2012 Pasal 7.8.1.1, yaitu :
Dimana:
SDs = Parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang periode
pendek
R = Faktor modifikasi respons
Ie = Faktor keutamaan gempa
Nilai Cs tidak boleh melebihi :
Dimana :
SD1 = Parameter percepatan spektrum respons desain pada perioda sebesar 1,0
detik.
T = Perioda fundamental struktur ( detik )
S1 = Parameter percepatan spektrum respons maksimum yang dipetakan
II-14
Dalam mendesain gaya geser dasar ( V ) memiliki beberapa faktor
koefisien yang penting yaitu R dan I. Nilai R atau koefisien modifikasi respons
didapatkan dari jenis sistem penahan gaya lateral pada struktur bangunan yang
direncanakan, sedangkan nilai I adalah faktor keutamaan bangunan yaitu suatu
faktor yang menentukan tingkat resiko yang sesuai dengan fungsi dari bangunan
yang di rencanakan.
Faktor – faktor di atas ini di gunakan dalam desain penentuan gaya gempa
struktur bangunan yang di rencanakan.
II-15
Suatu sistem rangka pemikul momen biasa yang memenuhi
ketentuan SNI 1726 : 2012. Sistem rangka ini memiliki tingkat
daktilitas yang terbatas untuk perencanaan struktur bangunan yang
tahan gempa. Secara umum Sistem rangka ini dapat digunakan
didaerah klasifikasi tanah B dan C sesuai peraturan 1726 : 2012
b. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah ( SRPMM )
Suatu sistem rangka pemikul momen menengah yang
memenuhi ketentuan SNI 1726 : 2012. Sistem rangka ini memiliki
tingkat daktilitas yang sedang untuk perencanaan bangunan tahan
gempa. Secara umum sistem rangka ini dapat digunakan didaerah
tanah dengan klasifikasi B dan C untuk penggunaan jenis tanah
lainnya diatur dalam SNI 1726 : 2012.
II-16
dimensi yang berperilaku elastik dengan derajat kebebasan SDOF (
Single Degree of Freedom ) berdasarkan rasio redaman dan beban
tertentu. Kegunaan dari respon spektrum ini untuk menentukan
strength demand dalam bentuk gaya horizontal akibat gaya gempa
yang terjadi dengan cara pendekatan. Pendekatan yang dimaksud
adalah beban gempa yang terjadi secara dinamik kemudian
disederhanakan menjadi beban ekivalen elastik.
b. Analisis Respons Secara Dinamik Linier dan Non Linier
Analisis respons secara dinamik linier adalah suatu metode
analisis untuk menentukan waktu respons dinamik suatu struktur
gedung 3 dimensi yang berperilaku elastik penuh terhadap gerakan
tanah akibat gempa. Desain analisis dinamik linier ini
menggunakan interval waktu yang dihitung menggunakan metode
analisis ragam.
Analisis respons dinamik nonlinier adalah suatu metode
analisis untuk menentukan waktu respons dinamik pada gedung 3
dimensi yang berperilau elastik penuh ( linier ) maupun elasto-
plastis ( nonlinier ) terhadap gerakan tanah akibat gempa. Desain
nonlinier ini menggunakan interval waktu yang dihitung
menggunakan metode integrasi langsung.
II-17
Tabel 2.5. Tabel Simpangan Antar Lantai
(Sumber : SNI 1726 :2012)
Kategori
Jenis pemanfaatan
risiko
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap
jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak
dibatasi untuk, antara lain:
- Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan
perikanan I
- Fasilitas sementara
- Gudang penyimpanan
- Pasar
- Gedung perkantoran
II-18
- Pusat perbelanjaan/ mall
- Bangunan industri
- Fasilitas manufaktur
- Pabrik
Gedung dan non gedung, tidak termasuk dalam kategori risiko
IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak
ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap
kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan,
termasuk, tapi tidak dibatasi untuk: III
- Pusat pembangkit listrik biasa
Tabel 2.2 Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Non Gedung untuk
Beban Gempa (lanjutan)
Kategori
Jenis pemanfaatan
risiko
- Pusat telekomunikasi
II-19
memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat
II-20
Gambar 2.1 Pembagian Wilayah Gempa Indonesia untuk S1
Sumber : http://puskim.pu.go.id
Gamba
r 2.2 Pembagian Wilayah Gempa Indonesia untuk Ss
Sumber : http://puskim.pu.go.id
Untuk mendapatkan nilai faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada
getaran perioda pendek (Fa) dan pada getaran perioda 1 detik (F v) dapat dilihat
pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4 sebagai berikut.
II-21
Tabel 2.3 Koefisien Situs, Fa
Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER)
Kelas
terpetakan pada perioda pendek, T = 0,2 detik, SS
situs
SS ≤ 0,25 SS = 0,5 SS = 0,75 SS = 1,0 SS ≥ 1,25
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0
SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0
SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9
SF SS
Catatan : Untuk nilai-nilai antara Ss dapat dilakukan interpolasi linier
SS = situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis
respons situs-spesifik.
Sumber : (SNI 1726-2012)
II-22
Parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek (S DS) dan pada
perioda 1,0 detik (SD1), harus ditentukan dengan persamaan berikut :
2
SDS = SMS (2.4)
3
2
SD1 = SM1 (2.5)
3
2.2.6 Kategori Desain Seismik
Menurut SNI 1726:2012 Pasal 6.5, struktur harus ditetapkan memiliki
suatu kategori desain seismiknya berdasarkan kategori risikonya dan parameter
respons spektral percepatan. Struktur dengan kategori risiko I,II atau III yang
berlokasi dimana parameter respons spektral percepatan terpetakan pada perioda 1
detik, S1, lebih besar dari atau sama dengan 0,75 harus ditetapkan sebagai struktur
dengan kategori desain seismik E. Struktur dengan kategori risiko IV yang
berlokasi dimana parameter respons spektral percepatan terpetakan pada perioda 1
detik, S1, lebih besar dari atau sama dengan 0,75 harus ditetapkan sebagai struktur
dengan kategori desain seismik F. Semua struktur lainnya harus ditetapkan
kategori desain seismik berdasarkan kategori risikonya dan parameter respons
spektral percepatan desainnya, SDS dan SD1, sesuai Tabel 2.5 dan Tabel 2.6.
Tabel 2.5 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter
Respons Percepatan pada Perioda Pendek
Kategori risiko
Nilai SDS
I atau II atau III IV
SDS < 0,167 A A
0,167 < SDS < 0,33 B C
0,33 < SDS < 0,50 C D
0,50 ≤ SDS D D
Sumber : (SNI 1726-2012)
Tabel 2.6 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter
Respons Percepatan pada Perioda 1 detik
Kategori risiko
Nilai SDS
I atau II atau III IV
SD1 < 0,067 A A
0,067 < SD1 < 0,133 B C
0,133 < SD1 < 0,20 C D
0,20 ≤ SD1 D D
Sumber : (SNI 1726-2012)
II-23
2.2.7 Spektrum Respons Desain
Bila spektrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur
gerak tanah dari spesifik-situs tidak digunakan, maka kurva spektrum respons
desain harus dikembangkan dengan mengacu pada Gambar 2.3 dan mengikuti
ketentuan di bawah ini:
Untuk periode yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan
desain (Sa) harus dihitung dengan persamaan :
T
Sa = SDS (0,4 + 0,6 ) (2.6)
T0
Untuk periode lebih besar dari atau sama dengan T 0 dan lebih kecil
dari atau sama dengan TS, maka Sa = SDS.
Untuk periode lebih besar dari TS, maka spektrum respons percepatan
desain diambil berdasarkan persamaan berikut :
SD 1
Sa = (2.7)
T
Keterangan :
SDS = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda
pendek
SD1 = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda 1
detik
SD 1
T0 = 0,2
S DS
SD 1
TS =
S DS
II-24
Gambar 2.3 : Spektrum Respons Desain
Sumber : (SNI 1726:2012)
II-25
Ta = C t hnx (2.13)
Tmax = CuTa (2.14)
Keterangan :
hn adalah ketinggian struktur dalam (m)
koefisien Ct dan x ditentukan oleh Tabel 2.8
koefisien Cu ditentukan oleh Tabel 2.9
II-26
3. Pada saat gempa besar diijinkan terjadi kerusakan struktural tanpa
keruntuhan.
Ada beberapa hal-hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan suatu
struktur tahan gempa yaitu dalam menghadapi gempa besar, kinerja struktur tahan
gempa diupayakan dapat menyerap energi gempa secara efektif melalui
terbentuknya sendi plastis pada bagian tertentu, atau sekring dengan kriteria
sebagai berikut :
1. Kekuatan, kekakuan, daktilitas, disipasi energi yang dapat di penuhi oleh
struktur baja.
2. Disipasi energi melalui plastifikasi komponen struktur tertentu, tanpa
menyebabkan keruntuhan struktural yang terpenuhi dengan konsep
perencanaan Capacity Design (desain kapasitas).
Menurut SNI 03-1729-2002 komponen struktur untuk bangunan tahan
gempa harus direncanakan memenuhi :
ØR n ≥ Ru ……………………………………..(2.2)
Dimana :
Ø = faktor reduksi beban (Tabel 2.1)
Rn = kuat nominal penampang
Ru = gaya terfaktor
II-27
sedangkan pada SRPMB diharapkan mngalami rotasi inelastis sekurang-
kurangnya 0,1 radian. Selain faktor deformasi inelastis dari ketiga sistem rangka
pemikul momen ini juga dapat dibedakan dari perilaku kinerja struktur gedung
dalam mengalami daktilitas yang berbeda-beda. Pada SRPMK tingkat
daktilitasnya adalah daktail penuh, sedangkan pada SRPMM dan SPRMB tingkat
daktilitasnya adalah daktail parsial.
Untuk memenuhi persyaratan masing – masing dari ketiga sistem rangka
pemikul momen perencana dapat memilih SRPMK, SRPMM, atau SRPMB
dengan konsekuensi kinerja struktur versus detailing yang berbeda.
II-28
Gambar 2.4 (a) Soft story, drift terjadi hanya di 1 lantai
(b) dan (c) Kolom kuat, drift tersebar merata sepanjang lantai
atau sebagian besar lantai
Sumber : (NEHRP Seismic Design Technical Brief No.1)
2.3 Pembebanan
Beban adalah gaya luar yang bekerja pada struktur. Beban dibagi menjadi
dua yaitu beban tetap terdiri dari beban mati dan beban hidup. Beban tidak tetap
berupa beban gempa (Setiawan, 2016).
II-29
dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa dalam arah
tegak lurusnya dianggap 30%.
2.5.4 Kombinasi Pembebanan
Suatu struktur dirancang mampu memikul beban mati, beban hidup dan
beban gempa sesuai SNI Gempa 1726:2012 dan SNI Beton 2847:2013 yaitu :
1. 1,4DL
2. 1,2DL + 1,6LL+ 0,5 (Lr atau R)
3. 1,2DL + 1,6 (Lr atau R) + (L atau 0,5W)
4. 1,2DL + 1,0W+ L+ 0,5 (Lr atau R)
5. 1,2DL + 1,0E+ L+ 0,2S
6. 0,9DL + 1,0W
7. 0,9DL + 1,0E
dimana : DL = beban mati
LL = beban hidup
R = Beban hujan, tidak terkasuk yang diakibatkan genangan
air
W = Beban angin
E = Beban gempa
Agar struktur dapat dioptimalkan, maka risiko local harus dihindari. Maka
daripada itu penampang terbagi menjadi penampang tidak langsing dan langsing.
Hal ini dilakukan dengan mengevaluasi rasio lebar-tebal (b/t) setiap elemenn dari
penampang,
b E
Badan =
t
<0.56
√
Fy
b E
Sayap =
t
<0.64
√
Fy
2.4.2 Kuat Tekan Nominal
II-30
Kuat tekan Nominal dihitung dengan menggunakan persamaan:
Pn=F cr . Ag
dimana, Pn = Kuat Nominal Batang tekan
Fcr = Tegangan Kritis
Ag = Luas penampang utuh (gross)
Fy
F cr =( 0.658 ) FyFe
Kl Fy
(b) ≤ √ E/ Fy atau >2.25 , (tekuk inelastis), maka :
r Fe
F cr =0.877 Fe
π3 E
F e=
( KL/r )2
π2 E C w
F e=
[ ( K z L)
2
+GJ
] 1
I x+ I y
II-31
G = Modulus Geser
J = Konstanta Torsi
Ix,Iy = Momen inersia terhadap sumbu utama
E h E
3.76
√ < <5.70
Fy tw Fy √ (Non-kompak)
h E
tw
>5.70
Fy √ (Langsing)
II-32
b E
Badan :
t
≤ 0.38
Fy √ (Kompak)
E b E
0.38
√ < <1.0
Fy t Fy √ (Non-kompak)
b E
t
>1.0
Fy √ (Langsing)
M n=M p=F y . Z x
dimana: Mn = kuat Lentur Nominal Balok
Mp = momen lentur penampang plastis
Fy = kuat leleh minimum, tergantung mutu baja
Zx = modulus plastis penampang terhadap sumbu kuat
(a) Jika Lb ≤ Lp , maka keadaan batas dari tekuk torsi lateral tidak boleh
digunakan
(b) Jika Lp < Lb ≤ Lr
Lb−L p
[
Mn=C b Mp−( Mp−0.7 FySx)
( )]
Lr −L p
≤ Mp
E
Lp=1.76 r y
√ Fy
√ √( Jc 2 2
E Jc 0.7 Fy
Lr=1.95 r ts
0.7 Fy Sx h 0
+ )
Sx h0
+6.76 (
E )
.
dimana: r 2
=
√ yCw
ts
Sx
II-33
koef c ditentukan sebagai berikut :
II-34
Jika mempelajari parameter desain batang tekan yang telah mem-
perhitungkan kuat material (Fy) dan stabilitas (buckling), maka dengan mudah
diketahui bahwa kuat batang tekan ditentukan parameter E, F y, KL/r dan Ag. Dua
yang pertama merujuk material, sedangkan dua yang terakhir merujuk kondisi
geometrinya. Ternyata setelah dipelajari lebih mendalam, parameter tersebut
bukanlah faktor yang utama. Itu hanya akan cocok jika dikaitkan dengan rumus
atau kurva kapasitas yang terdapat pada kode yang memakai parameter tersebut
(Galambos 1998, Salmon et.al 2009).
Metode perencanaan langsung merupakan suatu metode untuk mengatasi
keterbatasan analisa struktur elastik yang tidak dapat memperhitungkan stabilitas
secara langsung. Pengaruh efek orde kedua sudah diperhitungkan secara langsung
sewaktu analisa struktur. Selain itu, pembebanan pada struktur dapat ditentukan
lebih akurat karena pengaruh ketidak-sempurnaan batang dan reduksi kekakuan
sudah diperhitungkan selama proses analisa struktur. (Wiryanto Dewobroto, 2011)
Adanya dukungan kemajuan di bidang teknologi komputer, maka cara
penyederhanaan menjadi tidak relevan lagi. Agar efektif, perlu tinjauan langsung
sumber permasalahannya sehingga dapat dibuat metode baru lain yang sesuai
dengan kemajuan teknologi yang ada. Menurut AISC (2005) ada tiga aspek
penting mempengaruhi stabilitas elemen, yaitu [1] non-linieritas geometri; [2]
sebaran plastisitas; dan [3] kondisi batas elemen. Ketiga hal itu sangat
berpengaruh pada deformasi struktur ketika dibebani. Itu tentunya akan
berdampak pada gaya-gaya internal yang terjadi.
Non-linieritas geometri: Pada struktur yang langsing, deformasi akibat
pembebanan tidak dapat diabaikan. Era modern, itu dapat diatasi dengan analisa
struktur orde-2, dimana keseimbangan struktur akan memenuhi kondisi geometri
setelah berdeformasi. Faktor yang dievaluasi adalah pengaruh second-order-effect,
yaitu P-δ dan P-Δ. Pada penyelesaian tradisionil, hal itu diatasi dengan faktor
pembesaran momen B1 dan B2 (Chapter C - AISC 2005). Bila pengaruh non-
linier geometri signifikan, maka kondisi cacat atau ketidak-sempurnaan geometri
(initial geometric imperfection), berupa ketidak-lurusan batang (member out-of-
straightness), atau ketidak-tepatan rangka (frame outof-plumbness) akibat
kesalahan fabrikasi / toleransi pelaksanaan, menjadi berpengaruh.
II-35
Sebaran plastisitas: Elemen struktur baja umumnya berbentuk profil yang
dihasilkan dari proses hotrolled maupun pengelasan. Keduanya meninggalkan
tegangan sisa pada penampang akibat proses pendinginan dan adanya restraint.
Kondisi itu mengurangi kekuatan elemen akibat stabilitas.
Kondisi batas elemen: akan menentukan kekuatan batas elemen struktur,
seperti terjadinya kelelehan material, tekuk lokal, tekuk global berupa tekuk
lentur, tekuk torsi maupun tekuk torsi-lentur yang tergantung kondisi penampang.
Metode analisis langsung, yang terdiri dari perhitungan kekuatan perlu
menurut pasal C2-SNI 2015 dan perhitungan kekuatan tersedia menurut pasal C3-
SNI 2015, boleh dilakukan untuk semua struktur.
II-36
perlu dipertimbangkan dalam evaluasi masing-masing komponen
struktur yang menahan tekan dan lentur.
II-37
kolom vertikal, atau dinding, sebagai simulasi pengaruh adanya cacat bawaan
(initial imperfection).
Beban notional harus digunakan sebagai beban lateral pada semua level.
Beban notional harus ditambahkan ke beban lateral lainnya dan harus digunakan
pada semua kombinasi beban. Beban notional di atur pada peraturan SNI 2015
pasal C2-1.
Ni = 0.002 α Yi ………….. ( i )
Keterangan
α = 1.0 (DFBK); α = 1.6 (DKI)
Ni = beban notional yang digunakan pada level I, Kips (N)
Yi = beban gravitasi yang digunakan pada level i dari kombinasi beban
DFBK atau kombinasi beban DKI, yang sesuai, kips (N). Koefisien beban
notional sebesar 0,002 pada Persamaan C2-1 diperoleh berdasarkan suatu rasio
kemiringan tingkat sebesar 1/500; nilai maksimum yang berbeda boleh digunakan
untuk menaksir koefisien beban notional secara proporsional
τb = 1.0 …………. ( ii )
(b) Bila αPr/Py > 0,5
II-38
τb = 4( αPr/Py)[(1-αPr/Py)] ...………. ( iii )
dimana
Py =Fy . Ag ………… ( iv )
Keterangan
α = 1,0 (DFBK)
Pr = kekuatan tekan aksial-perlu menggunakan kombinasi beban DFBK, (N)
Py = kekuatan leleh aksial (N)
2.8 Pondasi
2.8.1 Jenis Pondasi
Pondasi dibagi menjadi 2 macam Yaitu :
1) Pondasi Dangkal, pada dasarnya kedalaman pondasi dibuat kurang dari 1/3
lebar pondasi sampai pada kedalaman kurang dari 3m
2) Pondasi Dalam, dipasang di kedalaman lebih dari 3m di bawah elevasi
tanah.
II-39
dapat mengurangi pembengkakan biaya sehingga kita bisa hasil yg maksimal dengan
biaya yang efisien, Berikut Langkah - Langkah nya.
2.9.4 S – Curve/Kurva S
S-Curve adalah suatu grafik hubungan antara waktu pelaksanaan proyek dengan
nilai akumulasi progres pelaksanaan proyek mulai dari awal hingga proyek selesai.
Kurva-S sudah jamak bagi pelaku proyek. Umumnya proyek menggunakan S-Curve
dalam perencanaan dan monitoring schedule pelaksanaan proyek, baik pemerintah
maupun swasta.
II-40