Anda di halaman 1dari 80

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1. UMUM
Kerusakan struktur dapat dikategorikan menjadi : kerusakan ringan, sedang dan
berat. Applied Technology Council (ATC) 1978 mengklasifikasikan kerusakan struktur
akibat gempa seperti dalam berikut.
Tabel 1.1 Kriteria kerusakan menurut Applied Technology Council (ATC)

Kerusakan struktur oleh gempa besar mungkin dapat terjadi dalam masa umur
bangunan sehingga layak untuk dipertimbangkan dalam perancangan. Dalam masa
layanan gempa yang lebih besar dari pada gempa rencana dapat terjadi dan dapat
merusak struktur, namun secara konsep kerusakan itu sebaiknya tidak sampai
mengakibatkan korban jiwa pemakainya. Untuk memenuhi konsep itu perlu dilakukan
suatu cara diantaranya melalui desain kapasitas (capacity design). Cara ini
mengupayakan agar struktur mampu memencarkan/ menghamburkan energi yang
diterima pada saat terjadi gempa besar (di luar beban gempa rencana), sedemikian
sehingga struktur boleh rusak namun diharapkan tetap tidak menimbulkan korban jiwa.
Pada metode desain kapasitas ini perencana menentukan letak-letak pada
elemen struktur, pada struktur yang direncanakan, yang mampu memencarkan energi
(sendiplastik). Pada tempat itu kemudian dilakukan pendetailan supaya struktur secara
keseluruhan berperilaku daktail (baja tulangan tarik leleh lebih dahulu oleh momen
lentur sedang beton tetap terkekang di dalam sengkang, yang direncanakan mampu
menahan geser yg terjadi oleh kombinasi beban gravitasi dan gempa). Mekanisme
terbentuknya sendi plastik dikendalikan dan diarahkan agar terjadi di ujung-ujung
balok, bukan pada pertemuan balok dan kolom. Komponen-komponen struktur kolom
bersebelahan dengan I-2 balok harus diberi cukup cadangan kekuatan untuk menjamin
berlangsungnya mekanisme pemencaran energi selama gempa berlangsung
(Dipohusodo, 1994).

1
Ada berbagai kemungkinan kerusakan yang dapat terjadi pada portal sebuah
gedung oleh beban lateral (misal beban gempa). Semakin banyak sendi plastik yang
terjadi pada balok (kecuali pada kolom paling bawah) maka akan semakin daktail
struktur bangunan yaitu getaran gempa semakin cepat menghilang dan kerusakan
diawali dengan putaran pada titik buhul dan sebaliknya kerusakan getas dapat terjadi
bila sendi plastik terjadi pada pertemuan balok-kolom atau pada setiap ujung-ujung
kolom.

Gambar 1.1 Kemungkinan terjadinya sendi plastik akibat beban gempa


Dari dua kondisi dalam gambar di atas, kondisi “b” (sendi plastik pada pertemuan
balok-kolom) harus dihindari karena struktur dapat mengalami keruntuhan secara
mendadak apabila struktur mengalami gempa di luar beban gempa rencana. Tidak
demikian halnya dengan gambar 1.2.a. Kerusakan pada gambar “a” ini dikenal dengan
istilah strong columns weak beams. Kondisi ini ideal dan disarankan dalam perencanaan
struktur gedung bertingkat tinggi karena :
1) Pemencaran energi jauh lebih baik, sendi-sendi plastik di dalam balok
dapatmenyebabkan rotasi-rotasi plastik cukup besar sehingga memaksa tulangan
tarik pada balok leleh lebih dahulu.
2) Bahaya ketidakstabilan struktur akibat efek P− ∆ dapat diabaikan
3) Struktur tidak mungkin runtuh total, sendi plastik pada balok menghalangi
keruntuhan total itu.

2
1.2. KEKUATAN STRUKTUR
Guna menjamin keamanan struktur bangunan diperlukan kondisi kuat nominal ≥ kuat
rencana. Pembebanan pada portal bangunan yang diperhitungkan dalam analisis
umumnya adalah beban mati (D), beban hidup (L) dan beban gempa (E), sedang beban
sementara oleh angin (W) tidak ditinjau karena umumnya nilai kombinasi yang didapat
tidak berarti dibandingkan dengan beban sementara oleh gempa. Ketentuan keamanan
yang disyaratkan dalam SNI 03-2847-2002 dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1) Ketentuan faktor keamanan terhadap beban
2) Ketentuan faktor reduksi kekuatan struktur
a. Kuat perlu / kuat terfaktor (U).
Acuan yang dipakai dalam analisis pembebanan ini adalah Tata Cara Perencanaan
Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SNI 03-2847-2002). Acuan tersebut memuat
kombinasi pembebanan oleh beban mati (D), beban hidup (L), beban angin (W), beban
gempa (E) dan beban khusus (A = atap dan R = hujan). Kombinasi tersebut antara lain
sebagai berikut (untuk kombinasi beban lainnya lihat SNI 03-2847-2002 pasal 11) :
1) Beban perlu (terfaktor) = 1,4 D atau 1)
= 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R) 2)
2) Beban sementara angin = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (A atau R) atau 3)
= 0,9 D ± 1,6 W 4)
3) Beban gempa = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E atau 5)
= 0,9 D ± 1,0 E 6)
4) Beban khusus, yaitu beban tekanan tanah (H), tekanan fluida (F), beban kejut dan
beban benturan. Nilai sebesar 1,6 H dapat ditambahkan dalam rumus (2), (4) dan
(6). Beban 1,4 F dapat ditambahkan dalam persamaan (1) atau 1,2 F dapat
ditambahkan dalam persamaan (2). Beban kejut harus diperhitungkan setiap
saat memperhitungkan beban hidup (L) dalam setiap rumus di atas. Oleh
pengaruh beban benturan sebesar P struktur harus diperhitungkan terhadap
gaya statik ekivalen sebesar 1,2 P.
b. Kuat rencana (R).
Kuat rencana diperoleh dengan cara mengalikan kekuatan nominal dengan nilai
reduksi kekuatan struktur (Ø) yang bernilai kurang dari satu. Faktor reduksi kekuatan
bervariasi dan bergantung pada jenis gaya yang bekerja pada komponen struktur yang

3
ditinjau. Ketentuan nilai reduksi kekuatan (Ø) diatur dalam SNI 03-2847-2002 sebagai
berikut :
1) Beban lentur tanpa beban aksial = 0,80
2) Beban aksial dan aksial dengan lentur :
a) aksial tarik dan aksial tarik dengan lentur = 0,80
b) aksial tekan dan aksial tekan dengan lentur :
- dengan tulangan spiral = 0,70
- dengan sengkang biasa = 0,65
faktor reduksi ini dapat ditingkatkan bila fy ≤ 400 Mpa dengan tulangan
simetrik dengan d/h ≥ 0,7 bila ØPn ≤ 0,10.fc’.Ag
3) Geser dan torsi pada balok langsing = 0,75
4) Geser dan torsi pada balok penahan gempa :
a) balok dengan Vu/Ø < Vn dari Mn = 0,55
b) sambungan balok-kolom dan balok perangkai dg tul. diagonal = 0,80
c) balok diafragma
5) Daerah tumpuan struktur beton umumnya = 0,65
6) Daerah pengangkuran pasca tarik = 0,85
7) Geser oleh lentur, geser, tekan dan geser tumpuan pd beton polos (plain concrete)
dapat diambil faktor reduksi kekuatan Ø sebesar 0,55.

1.3. ASUMSI DALAM PERENCANAAN


Dalam menghitung komponen struktur terhadap beban lentur atau aksial atau
kombinasi beban lentur dan aksial digunakan asumsi sebagai berikut :
1) Regangan pada setiap titik berbanding lurus terhadap sumbu netral, kecuali pada
komponen balok lentur tinggi dengan rasio bentangan dan tinggi balok ≥ 2,5 untuk
bentang menerus dan ≥ 1,25 untuk bentang sederhana, yang harus menggunakan
distribusi regangan non-linear.
2) Regangan maksimum beton pada serat tekan terluar (εc maks) diambil sebesar
0,003
3) Tegangan dalam tulangan (fs) berlaku ketentuan sebagai berikut :
a) fs < fy ⇒ fs = Es . εs dan b) fs > fy ⇒ fs = fy
4) Kuat tarik beton dalam perancangan kekuatan batas dapat diabaikan

4
5) Distribusi tegangan tekan beton dapat berbentuk trapesium, parabola, persegi atau
bentuk lainnya yang dapat memberikan perkiraan kekuatan yang mendekati
pengujian.
Bila digunakan bentuk distribusi persegi-ekivalen maka :
a) tegangan tekan beton tersebar merata sebesar 0,85 fc' bekerja sedalam a = β1.c
dengan c = kedalaman garis netral dari sisi terluar beton tekan
b) faktor β1 ditentukan sebagai berikut (SNI 03-2847-2002) :
(1) fc ' ≤ 30 MPa ⇒ β1 = 0,85
(2) 30 MPa < fc' < 55 MPa ⇒ β1 = 0,85 – 0,007 (fc' – 30)
(3) fc' ≥ 55 MPa ⇒ β1 = 0,65
Asumsi perencanaan diatas dapat diilustrasikan sebagai berikut :

Gambar 1.2. Asumsi distribusi tegangan dan regangan pada penampang


balok beserta gaya-gaya dalamnya.

1.4. PRINSIP PERENCANAAN


Dalam perencanaan komponen struktur yg dibebani lentur atau kombinasi lentur
dengan aksial tekan harus dipenuhi ketentuan berikut :
a) Kondisi regangan seimbang terjadi pada saat regangan tekan beton mencapai 0,003
dan regangan baja tarik mencapai leleh (fy/Es, umumnya Es diambil 200000 MPa).

5
b) Untuk komponen lentur dan lentur dengan aksial tekan dengan nilai ØPn < 0,10.fc’.Ag
atau ØPb maka nilai banding luasan ρ ≤ 0,75.ρb untuk komponen tanpa gaya aksial
tekan dan untuk komponen struktur dengan gaya aksial tekan syarat itu ρ ≤ ρb.
c) Nilai ØPn maksimum = 0,80.{0,85.fc’(Ag-Ast) + fy. Ast)} untuk sengkang ikat biasa, dan
0,85.{0,85.fc’(Ag-Ast) + fy. Ast)}untuk sengkang spiral.
d) Eksentrisitas minimum pada komponen struktur tertekan dihitung sebagai berikut :
15 + 0,03.h (milimeter).
e) Faktor pembesaran momen harus diperhitungkan pada komponen tekan dengan
lentur yang termasuk dalam kategori kolom panjang (lihat bab perancangan dan
analisis kolom).

1.5. LUASAN TULANGAN MINIMUM


Luasan tulangan minimum untuk komponen struktur lentur seperti berikut ini :

a) A s min =
√f c
,

bw d dan tidak lebih besar dari A s min =


1,4
b d untuk balok tampang
4f y fy w

persegi.

b) A s min =
√f c
,

bw d dan tidak lebih besar dari A s min =


√f c
,

bf d untuk tampang T
2f y 4f y
dengan sayap tertarik.
c) Luasan minimum dapat diambil pula dari nilai 1,3 A s dengan As = luasan teoritik
hasil analisis
d) Untuk plat dan fondasi harus memenuhi luasan tulangan minimum 0,0014.A g dan
jarak maksimum 450mm atau < 3.t (t = tebal plat).

6
BAB II.
PERANCANGAN DAN ANALISIS BALOK

Balok juga merupakan salah satu komponen struktur yang penting disamping kolom
dan fondasi, yang menyalurkan beban-beban plat ke kolom dan kemudian ke fondasi.
Balok, disamping memikul beban gravitasi (beban mati dan beban hidup) juga memikul
beban lateral. Setiap komponen struktur umumnya memikul gaya-gaya internal berupa
momen, geser, torsi/puntir dan gaya aksial. Dikatakan komponen balok (beam) apabila
nilai gaya-gaya internal berupa lentur, geser maupun torsi/puntir jauh lebih dominan
dibandingkan gaya aksialnya.

2.1. PRINSIP PERANCANGAN DAN ANALISIS.


Perancangan umumnya dilakukan dalam situasi balok tidak diketahui dimensi
dan tulangannya, walaupun tidak menutup kemungkinan balok sudah diketahui
dimensinya tetapi belum diketahui luasan tulangannya. Berat sendiri balok bergantung
pada dimensi yang kemudian akan mempengaruhi nilai momen, gaya geser yang terjadi,
sedang pada saat yang sama dimensi itu sedang dalam proses pencarian. Dengan
demikian harus ada yang ditetapkan lebih dahulu atau diabaikan lebih dahulu. Untuk itu
prosedur perancangan dapat dilakukan dengan cara seperti berikut : 1) mengasumsikan
lebih dahulu dimensi balok kemudian, setelah itu dimensi dibandingkan dengan hasil
hitungan kebutuhan optimumnya, 2) mengabaikan pengaruh berat sendiri balok, setelah
diketahui kebutuhan dimensi baloknya kemudian dihitung ulang gaya-gaya internal
balok (momen dan gaya geser) dengan melibatkan pengaruh berat sendiri balok
tersebut.
Analisis penulangan lentur dan geser balok mengasumsikan dimensi balok dan
penulangannya sudah diketahui. Berdasarkan pada data dimensi dan spesifikasi bahan
beton (fc’) dan baja (fy) yang ada, dihitung kemampuan balok dalam menahan momen
dan gaya geser atau geser-puntir. Dengan demikian analisis balok dimaksudkan untuk
mengetahui perilaku balok apa adanya, mengasumsikan balok sudah dinuat di lapangan
dengan segala keterbatasnnya. Dalam melihat kemampuan sebuah balok dapat
dilakukan dengan dua cara : 1) melalui kinerja elastiknya atau, 2) melalui kinerja
plastiknya. Melalui cara pertama beban yang dikerjakan berupa beban rencana (beban
7
tanpa faktor atau beban terfaktor yang direduksi misalnya direduksi 85%). Cara kedua
beban yang dikerjakan berupa beban terfaktor disamping itu gaya-gaya internalnya juga
memperhitungkan faktor reduksi kekuatan. Analisis balok dalam bab ini lebih
memperhatikan cara kedua, sedang cara pertama dapat dibaca pada tulisan lain; misal
ACI 318-2000 bab 20.
Beton kuat menahan tekan tetapi lemah menahan tarik. Kemampuan tarik beton
kira-kira hanya 10% dari kuat tekannya. Untuk mengetahui kemampuan ultimit
komponen struktur, menggunakan cara kedua di atas, kuat tarik ini layak tidak
diperhitungkan dan sebagai konsekuensinya dipasang baja tulangan pada bagian tarik
guna mengatasi kelemahan beton tersebut. Jumlah tulangan yang dipasang akan
mempengaruhi kinerja balok bila beban yang dikerjakan melebihi beban ultimitnya.
Perimbangan antara beton sebagai penahan tekan dan baja sebagai penahan tarik
menghasilkan keseimbangan sehingga gaya-gaya eksternal dapat diimbangi gaya-gaya
internal. Ada tiga kemungkinan yang terjadi oleh perimbangan gaya internal antara
bahan beton dan baja tulangan sebagai berikut.
a) Bila kemampuan baja lebih lemah dari betonnya maka oleh beban ultimit baja
rusak/leleh lebih dahulu. Perancangan yang menghasilkan kerusakan pada baja ini
dinamakan perancangan liat/daktail (ductile reinforcement). Oleh karena jumlah
tulangan yang relatif sedikit terhadap kemampuan berimbangnya maka sering
disebut pula underreinforced design. Ciri dari balok dengan tipe ini yaitu ; oleh beban
ultimit, tulangan akan meleleh lebih dahulu dan balok akan berotasi yang ditandai
oleh lenturan/lendutan/putaran yang disertai oleh retak lentur yang besar pada
momen maksimumnya. Lenturan atau putaran dan retakan ini akan mudah dikenali
dan dapat dijadikan sebagai tanda-tanda buruk (warning) yang dapat digunakan
oleh pemakai untuk menghindarkan diri dari bencana keruntuhan yang dapat
terjadi bila beban itu meningkat oleh pengaruh ketidak stabilan geometri struktur /
structural geometric instability. Bila balok beton berperilaku seperti ini oleh beban
gempa maka balok itu akan memencarkan energi gempa sehingga struktur secara
keseluruhan getaran oleh gempa itu akan cepat berhenti. Rotasi pelelehan ini dapat
direncanakan letak dan jumlahnya sehingga struktur secara keseluruhan dapat
berperilaku rusak liat.
b) Kondisi berimbang merupakan kondisi yang ideal, yaitu baja tarik meleleh
bersamaan dengan rusaknya beton. Namun demikian, kondisi ini tidak pernah

8
terjadi karena kenyataan di lapangan banyak hal yang menyebabkan berubahnya
kondisi itu antara lain, kualitas beton yang dirancang tidak mungkin benar-benar
secara tepat dipenuhi dan seragam (umumnya kuat tekan yang didapat lebih tinggi
dan memiliki sebaran yang cukup besar), luasan tulangan yang dirancang tidak
dapat secara tepat dipenuhi karena terbatasnya ukuran (diameter) tulangan di
lapangan dan keterbatasan kualitas baja yang tersedia di lapangan. Oleh karenanya
perlu ditetapkan suatu daerah yang dapat mengakomodasi ketidak pastian/
keterbatasan di lapangan itu sehingga balok tetap akan berperilaku daktail
(underreinforced). SNI 03-2847-2002 menetapkan batasan bila tulangan yang
dipasang tidak lebih dari 75% dari luasan seimbang/balansnya maka dapat dijamin
bahwa balok itu masih akan berperilaku daktail/liat/underreinforced design.
c) Pemasangan tulangan berlebihan dapat menjadikan balok berperilaku getas. Karena
baja sangat kuat menahan tarik sehingga beton tekan akan mengalami kerusakan
lebih dahulu. Kerusakan itu bersifat getas, mendadak sehingga tidak memberikan
kesempatan pemakainya untuk menghindar dari bencana tersebut. Tanda-tanda
kerusakan tidak tampak betul, bila diperhatikan tanda-tanda awal itu berupa
adanya pengelupasan (spalling) pada sisi tekan sekitar momen maksimumnya. Oleh
karenannya wajib untuk dihindarkan dalam perancangan, atau apabila kondisi itu
sudah terjadi di lapangan, bila mungkin, maka harus dibatasi pembebanan
gravitasinya. Penambahan tulangan di atas luasan berimbang/ balansnya tidak
memberikan manfaat karena kekuatan balok menahan momen yang didapat tidak
bertambah secara berarti, justru lebih banyak membuang biaya karena harga baja
yang jauh lebih mahal dari pada betonnya. Keadaan ini sering disebut perancangan
getas/brittle. Karena tulangan yang ada/dirancang berlebih maka sering disebut
pula perancangan berlebih/overreinforced design. Gambar 2.1 di samping ini
memperlihatkan hubungan antara penambahan tulangan tarik dengan kemampuan
balok menahan momen. Dalam daerah perancangan penulangan liat (luas tulangan
0 % s/d 100 % balans) dapat dilihat bahwa penambahan luasan tulangan tarik akan
memberikan peningkatan kemampuan momen yang berarti dan hampir linear, tidak
demikian halnya pada daerah penulangan getas (luasan > 100% balans). Analisis
suatu tampang dikatakan getas/brittle bila luasan tulangan yang dipasang benar-
benar menunjukkan lebih besar daripada luasan seimbangnya (> 100% balans).

9
Gambar.2.1 Hubungan momen dan rasio luasan tulangan

2.2. BALOK PERSEGI DENGAN TULANGAN TUNGGAL.


a. Perancangan.
Dalam keadaan seimbang gaya tekan beton (Cc) akan diimbangi oleh gaya tarik
tulangan baja (Cs). Pada kondisi ini tulangan baja telah mengalami pelelehan (fs = fy),
sehingga berlaku persamaan berikut :

Gambar 2.2 Penampang diagram regangan tegangan tulangan tunggal


C c =T s

C c =0,85 f c ' ab b
T s= A s f s =A s f y
0,003 d
c b=
( 0,003+ ε s )
fy
bila ε s= dengan Es =200000 MPa , maka
Es

10
600 d
c b=
( 600+ f y )
agar penulangan liat maka digunakan
β 1 450 d
a=0,75 ab =
( 600+ f y )
a merupakan fungsi dari d (β1 dan fy diketahui)
'
C c =0,85 f c ba , dan
1 1 1
( ) ( )
M n=T s d − a =C c d− a =0,85 f c ' ba d− a
2 2 2 ( )
Bila Mn disamakan dengan Mu/Ø dan memasukan a ke dalam persamaan terakhir maka
akan didapatkan fungsi kuadrat dalam b dan b ditetapkan.
Langkah-langkah perancangan dapat dilakukan dengan cara seperti berikut.
1. menetapkan nilai β1 = 0,85 untuk fc’ ≤ 30 MPa atau β1 = 0,85 – 0,05(fc’ – 30)/ 7 untuk
fc’ ≥ 30 MPa dan β1 ≥ 0,65
2. memasukkan fy dan β1 ke dalam persamaan
600 d
c b= ,
( 600+ f y )
600 d
ab =β 1 c b =β1 ,
( 600+f y )
β 1 450 d
a=0,75 ab = , a fungsi d
( 600+ f y )
3. memasukkan a ke dalam persamaan Mn = 0,85fc’ba(d – ½a) sehingga Mn merupakan
fungsi b dan d.
4. menyamakan Mn dengan Mu /Ø.
5. menetapkan nilai lebar balok b dalam persamaan 4) di atas akan didapatkan
persamaan kuadrat dalam d, sehingga d dapat dihitung.
6. menetapkan tinggi total balok h = d + penutup beton (biasanya antara 50 s/d 60
mm) dan nilai h ini dibulatkan ke atas. Bila berat sendiri balok sudah dimasukkan
dalam perhitungan momen terfaktor (Mn) maka pembulatan tidak perlu terlalu
besar (misal sekitar 5%), bila berat sendiri belum dimasukkan maka pembulatan
sekitar 20% disarankan.
7. bila berat sendiri balok belum termasuk dalam momen terfaktor, hitunglah momen
terfaktor baru dengan memasukkan berat sendiri balok.

11
8. memasukkan momen terfaktor baru ke dalam langkah 2) untuk mendapatkan nilai
a baru dengan memasukkan nilai d terakhir yang didapat.
9. luas tulangan dihitung berdasarkan atas nilai a terbaru, dan luasan tulangan yang
diperlukan dapat dihitung : Ast= 0,85. fc’ba/fy
10. Kontrol luas tulangan yang didapat terhadap luasan minimum :

A st min=
1,4
b d atau A st min =
√ f c'
b d dipilih nilai terbesarnya .
fy w 4fy w
Contoh 2.1 :
Balok memikul momen positif terfaktor oleh beban gravitasi sebesar 200 kNm. Berat
sendiri balok sudah termasuk di dalam hitungan momen terfaktor itu. Bila kuat tekan
beton karakteristik fc’ = 40 MPa dan tegangan leleh baja fy = 400 MPa, hitunglah dimensi
dan penulangan balok bertulangan tunggal ??.
1) β 1=0,85−0,05 ( f c' −30 ) /7
β 1=0,85−0,05(40−30)/7=¿ 0,78 > 0,65 .......OK
0,78 ( 600 d ) 0,78 ( 600 d )
2) ab =β 1 c b = = =0,468 d → a=0,75 ab =0,351 d
( 600+ f y ) ( 600+ 400 )
1
3) ( )
M n=0,85 f c' ba d− a =0,85.40 . b .0,351 d ( d −0,5.0,351d )
2
2
M n=9,84 b d
Mu
4) =9,84 b d 2

200. 106 1
5) =9,84 b d 2 → bila b ditetapkan= d → 250.10 6=4,92d 3
0,8 2
3
6) d= √58,27. 106=387,68 mm ≫ b=0,5 d =193,84 mm
7) Digunakan b = 200 mm dan d = 400 mm dan h = d + penutup beton = 450 mm
8) a=0,351 d=0,351.400=140,4 mm
0,85 f c ' ab 0,85.40.140,4 .200
9) A st = = =2386,8 m m2
fy 400

10) Misal digunakan A st =5 D25 mm=2453,12 mm2


11) Kontrol luas tulangan minimum :

200.400=280 m m2 atau A st min = √


1,4 40
12) A st min= 200.400=316 m m2
400 4.400
2 2
A st =2453,12 mm > A st min =316 m m … … … .. OK .

12
b. Analisis
Tulangan yang dipasang kenyataannya dapat underreinforced atau overreinforced. Untuk
meyakinkan itu maka perlu dilihat apakah nilai kedalaman blok beton a yang didapat
dari keseimbangan tulangan terpasang masih lebih kecil dari ab. Bila a < ab maka
tulangan terpasang akan menghasilkan penulangn liat/ ductile. Tetapi apabila a > ab
maka tulangan terpasang akan menghasilkan penulangan getas/brittle. Untuk
menghindarkan penulangan getas beberapa peraturan (misal BS 1880) mensyaratkan
agar kemampuan balok hanya dibatasi sampai dengan 75% ab.
Prosedur analisis :
1. menetapkan nilai β1 = 0,85 untuk fc’ ≤ 30 MPa atau β1 = 0,85 – 0,05(fc’ – 30)/7 untuk
fc’ > 30 MPa dan β1 ≥ 0,65.
600 d
2. memasukkan d, fy dan β1 ke dalam persamaan ab =β 1
( 600+ f y )
3. melalui persamaan keseimbangan gaya Cc = Ts, dan menganggap bahwa tulangan

A st f y
tarik sudah leleh, maka didapat a=
( 0,85 f c , b )
4. a yang didapat dibandingkan dengan ab, bila a < ab maka tulangan terpasang akan
menghasilkan penulangn liat/ductile tetapi sebaliknya akan menghasilkan tulangan
getas.
5. kemampuan nominal balok dapat dihitung melalui persamaan Mn=0,85 fc’ba(d–½a)
→ Mu = ØMn
6. bila a > ab maka langkah 3) dan 4) di atas salah dan hitungan a diulang dengan
menganggap tulangan tarik tidak leleh maka regangan baja pada tulangan tarik

0,003 ( d−c )
ε s= .
c
A st f s
7. melalui persamaan keseimbangan gaya Cc = Ts maka a= '
0,85 f c b
a
8.
a=
A st ( Es ε s )
=
(
A st 600 β1 d−
β1 ) = A 600 ( β d−a )
st 1
' '
0,85 f b c a 0,85 f c b a 0,85 f c' b
a
(0,85 f c ' b ) a2 + ( Ast 600 ) a−( A st 600 β 1 d )=0→ a dapat dihitung → c= β
1

13
0,003 ( d−c ) f y
9. kontrol regangan baja tarik ε s= <
c Es
10. kemampuan nominal balok dapat dihitung melalui persamaan
Mn = 0,85 fc’ba(d– ½a) → Mu = ØMn.
Contoh 2.2 :
Contoh ini mengambil hasil dari contoh 2.1. Balok berukuran b=200 mm dan h=450 mm.
Bila kuat tekan beton karakteristik fc’ = 40 MPa dan tegangan leleh baja fy = 400 MPa,
hitunglah kemampuan balok terfaktor bila luasan baja tulangan terpasang 2453,12 mm 2.
40−30
1. β 1=0,85−0,05 = 0,78 ≥ 0,65 _ OK !!
7
600 (400)
2. ab =0,78 = 187,2 mm
600+ 400
3. menganggap bahwa tulangan tarik sudah leleh,
2453,12 ( 400 )
a= =¿ 144,3 mm
0,85 ( 40 ) ( 200 )
4. karena a ≤ ab maka tulangan tarik sudah leleh (penulangan liat/ductile)
5. Mn = 0,85(40)(200)(144,3)(400 - ½(144,3)) = 321,69 kNm
6. Mu = ØMn = 0,8(321,69) = 257,35 kNm > 200 kNm.
Kemampuan balok menahan momen (257,35 kNm) lebih besar dari pada momen yang
harus dipikul (200 kNm) karena ukuran balok dibulatkan ke atas (b = 193,84 mm →
200
mm, h = 387,68 mm → 400 mm) sehingga lengan momen internal semakin besar,
ditambah lagi luasan tulangan yang juga diperbesar oleh keterbatasan diameter
tulangan yang ada di lapangan.
Contoh 2.3 :
Contoh ini serupa dengan contoh 2.1. perbedaan terletak pada jumlah tulangan
terpasang yang diperbesar lagi menjadi 6000 mm 2. Balok berukuran b = 200mm dan h =
450mm. Bila kuat tekan beton karakteristik fc’ = 40 MPa dan tegangan leleh baja fy = 400
MPa, hitunglah kemampuan balok terfaktor ?.
40−30
1. β 1=0,85−0,05 = 0,78 ≥ 0,65 _ OK !!
7
600 (400)
2. ab =0,78 = 187,2 mm
600+ 400
3. menganggap bahwa tulangan tarik sudah leleh,

14
A st f y 6000 ( 400 )
a= ,
= =352,94 mm>ab =187,2mm
0,85 f c b 0,85 ( 40 )( 200 )
tulangan tarik tidak leleh → anggapan salah !!!
4. hitungan diulang dengan menganggap tulangan tarik tidak leleh
(0,85. fc’b)a2 + (Ast 600)a – (Ast 600β1 d) = 0
6800 a2 + 3600000 a – 1123200000 = 0 → a2 + 529,41 a - 165176,47 = 0
a = 220,31 mm > ab = 187,2 mm, tulangan tarik tidak leleh → anggapan benar !!
5. a > ab maka tulangan terpasang akan menghasilkan penulangan getas/ brittle
6. Mn = 0,85 fc’ba(d – ½ a) = 0,85(40)(200)(220,31)(400-0,5(220,31)) = 434,22 kNm
7. Mu = ØMn = 0,8(434,22) = 347,37 kNm > 257,35 kNm.
Contoh terakhir ini menarik untuk dibahas karena secara konsep hasil perancangan
seperti ini mestinya tidak terjadi, yaitu perancangan getas. Tetapi kondisi ini dapat saja
terjadi oleh karena pelaksana yang “berbaik hati” memberikan tulangan lebih besar dari
yang diperlukan. Beberapa ahli menyarankan agar tidak memberikan saran seperti
hitungan teoritiknya tetapi membatasi diri dalam batas-batas kemampuan sampai
dengan 75% luasan balansnya. Bila demikian, maka langkah 3) di atas kemudian diikuti
langsung dengan langkah 6) dan 7) tanpa melalui langkah 5) yaitu dengan mengambil a
= 0,75 ab sehingga Mn = 0,85(40)(200)(0,75(187,2))(400-0,5(0,75)(187,2)) = 314,86
kNm dan Mu = 251,89 kNm.

2.3. BALOK PERSEGI DENGAN TULANGAN RANGKAP.


a. Perancangan.
Perancangan balok dengan tulangan rangkap dilakukan oleh karena beberapa alasan : 1)
keterbatasan ketinggian ukuran ruangan yang diberikan oleh arsitek 2) keinginan
memanfaatkan tulangan ekstra yang diperlukan untuk merangkai tulangan lentur dan
geser. Dalam gambar 2.3 di samping ini ditunjukkan efektifitas tulangan rangkap yang
baru akan menjadi sangat berarti setelah mendekati kondisi berimbangnya. Kedua garis
itu, tulangan tunggal dan rangkap, berimpit pada jumlah tulangan tarik yang masih
relatif kecil terhadap kondisi berimbang dan semakin berarti saat mendekati kondisi
berimbang dan setelahnya. Sebagai contoh, balok berukuran 200/400 mm2 dengan
kualitas beton fc’ = 20 MPa dan baja f y = 400 MPa, diberi tulangan tarik sebanyak 50%
dari tulangan berimbangnya, akan memiliki kemampuan momen nominal sekitar 100
kNm, namun bila padanya ditambahkan tulangan tekan sebesar 25% dari tulangan

15
berimbangnya maka kemampuan
balok bertambah menjadi 110
kNm (sekitar 10%), tetapi bila
tulangan tunggalnya sudah
mencapai 75% dari tulangan
berimbangnya dan pada daerah
tekan diberi tulangan sebanyak
37,5% dari tulangan
berimbangnya maka peningkatan
momen itu dari 135 kNm menjadi
160 kNm (18%). Dengan demikian perancangan sebaiknya diupayakan agar balok itu
diberi tulangan tunggal yang memiliki kemampuan sedikit di bawah kemampuan
berimbangnya, sedang kekurangannya baru di bebankan kepada kopel tulangan tarik
dan tekan tambahan. Langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan dimensi dan
jumlah tulangan seperti berikut :
1. menetapkan nilai β 1 = 0,85 untuk fc’ ≤ 30 MPa atau β1 = 0,85 – 0,05(fc’ – 30)/ 7
untuk fc’ > 30 MPa dan β1 ≥ 0,65
600 d 600 d
2. memasukkan fy dan β1 ke dalam persamaan c b= , ab=β 1 c b=β 1
( 600+ f y ) ( 600+ f y )
450 d
a=0,75 ab =β1 , a fungsi d
( 600+f y )
3. memasukkan a ke dalam persamaan Mn = 0,85fc’ba(d – ½a) sehingga Mn =
merupakan fungsi b dan d
4. menyamakan Mn dengan Mu/Ø
5. menetapkan nilai lebar balok b dalam persamaan 4) di atas akan didapatkan persamaan
kuadrat dalam d, sehingga d dapat dihitung.
6. menetapkan tinggi total balok h = d + penutup beton (biasanya antara 50 s/d 60 mm)
dan nilai h ini dibulatkan ke bawah.
7. bila berat sendiri balok belum termasuk dalam momen terfaktor, hitunglah momen
terfaktor baru dengan memasukkan berat sendiri balok.
8. memasukkan momen terfaktor baru ke dalam langkah 2) untuk mendapatkan nilai a baru
dengan memasukkan nilai d terakhir yang didapat.

16
9. menghitung kemampuan balok dengan luasan 75% luasan berimbangnya melalui
persamaan M1 = 0,85fc’ba(d – ½a) dengan a = 0,75ab.
10. luas tulangan untuk mendukung M1 ini dapat dihitung dengan rumus A1 = 0,85fc’ab/fy
11. selisih momen M2 = (Mu/Ø) – M1 dipikul oleh kopel luasan tarik dan tekan tambahan

M2
melalui persamaan berikut : A 2= A ' = , menganggap regangan tekan >
f y ( d−d , )
regangan leleh
12. A tarik total = A1 + A2 dan tulangan tekan A’
13. Kontrol luas tulangan yang didapat terhadap luasan minimum :

A st min=
1,4
b d atau A st min=
√f c
,

b w d → pilih nilai terbesarnya.


fy w 4f y
Contoh 2.4 :
Balok di atas dua tumpuan sederhana dengan bentang L = 6 m dibebani oleh beban mati
12 kN/m’ (di luar beban berat sendiri). Beban hidup 12 kN/m’ dan beban hidup terpusat
54 kN di tengah bentang. Mutu bahan yang direncanakan seperti berikut ini : fc’ = 30
MPa, fy = 400 MPa. Tentukan ukuran balok agar didapat tulangan rangkap bila diameter
tulangan yang disediakan 25mm !!!.
Mu = 1,2 MD + 1,6 ML
= 1,2(1/8)(12)(62) + 1,6[(1/8)(12)(62) + (1/4)(54)(6)] = 232,2 kNm
Langkah :
1. β1 = 0,85 karena fc’ ≤ 30 MPa
600 d
2. c b= ; ab=β 1 c b=0,51 d ; a=0,75 ab=0,3825 d ; a fungsi d
( 600+ f y )
3. Mn = 0,85fc’ba (d – ½a) = 0,85(30)b(0,3825)d{d – ½(0,3825d)}
4. Mu /Ø = 0,85(30)b(0,3825)d{d – ½(0,3825d)} = 7,8877bd2
232,2.106/0,8 = 7,8877bd2 → bila b = 1/2d → d3 = 73,595. 106 → d=
419,1 mm
b = 209,55 mm.
5. agar tulangan rangkap digunakan b = 200mm, d = 400 mm, h = 450 mm → qD =
12 + 0,2(0,45)24 = 14,16 kN/m, momen terfaktor baru setelah memasukkan berat
sendiri balok Mu = 1,2MD + 1,6ML = 1,2(1/8)(14,16)62 + 1,6[(1/8)(12)(62) + (1/4)
(54)(6)] = 292,46 kNm → Mn = Mu /Ø = 365,58 kNm
6. M1 = 0,85fc’ba(d – ½a) dengan a = 0,75 ab = 0,3825d = 153 mm

17
M1 = 0,85(30)(200)(153)(400-(0,5(153))) = 252427050 Nmm = 252,427 kNm
7. A1 = 0,85.fc’ab/fy =0,85(30)(153)(200)/400 = 1950,75 mm2
8. selisih momen M2 = (Mu/Ø)–M1 = 365,58 – 252,427 = 113,153 kNm.
9. c = a/β = 153/0,85 = 180 mm
10. ε’= 0,003(c-d’)/c = 0,003(180-50)/180 = 0,0021 > εy = fy/Es.
εy= 400/200000 = 0,002 → baja tekan leleh → fs’ = fy.
M2 113,153
11. A 2= A ' = ,
= =808,24 mm2
f y ( d−d ) 400 ( 400−50 )

12. Ast= A1 + A2 = 2758,99 mm2, A’ = 808,24 mm2


13. Misal digunakan Ast= 6D25mm = 2945,24 mm2 dan A’= 3D19 mm = 850,59 mm2
14. Kontrol luas tulangan yang didapat terhadap luasan minimum :
1,4 1,4
15. A st min= bw d= 200 ( 400 )=280 mm2
fy 400

A st min
=
√f c
,

bw d = √ 30 200 ( 400 )=273,86 mm2


4f y 4 ( 400 )
A st =2758,99 mm >280 mm
2 2
... OK!!

b. Analisis.
Kondisi pasar sering mempengaruhi pelaksanaan di lapangan. Tulangan yang dipasang
kadang terpaksa harus berbeda dari gambar perancangan baik dari segi kualitas baja
atau diameternya sehingga perubahan itu tetap harus dikontrol dan tidak bertentangan
dengan konsep perancangan khususnya berkaitan dengan konsep daktilitas. Namun
sering juga dijumpai masalah bahwa balok sudah terlanjur/lama dilaksanakan dan
dijumpai kerusakan atau ada keinginan dari pemilik untuk merubah fungsi suatu
ruangan di atas balok itu yang memerlukan kepastian kekuatan. Dalam hal seperti ini
analisis harus bisa memperlihatkan kekuatan balok terhadap lentur yang senyatanya.
Perilaku balok (liat atau getasnya) harus pula dapat ditunjukkan dari proses analisis ini.
Gambar di bawah ini menunjukkan konsep analisis tulangan rangkap balok.

18
Gambar 2.3 Penampang balok, diagram regangan, tegangan
dan gaya-gaya dalam pada tulangan rangkap
Untuk meyakinkan kondisi itu maka perlu dilihat apakah nilai kedalaman blok beton a
yang didapat dari keseimbangan tulangan terpasang masih lebih kecil dari ab. Bila a
< ab maka tulangan terpasang akan menghasilkan penulangn liat/ ductile. Tetapi apabila
a > ab maka tulangan terpasang akan menghasilkan penulangan getas/ brittle. Untuk
menghindarkan penulangan getas beberapa peraturan (misal BS 1880) mensyaratkan
agar kemampuan balok hanya dibatasi sampai dengan 75% ab. Langkah analisis :
1. menetapkan nilai β1 = 0,85 untuk fc’ ≤ 30 MPa atau β1 = 0,85 – 0,05(fc’ – 30)/ 7 untuk
fc’ > 30 MPa dan β1 ≥ 0,65
600 d
2. memasukkan variabel d, fy dan β1 ke dalam persamaan ab =β 1 sehingga
( 600+ f y )
diperoleh ab
3. melalui persamaan keseimbangan gaya Cc + Cs = Ts, dan melalui beberapa anggapan
terlebih dahulu maka akan didapat nilai kedalaman garis netral c atau kedalaman
blok beton tekan a. Bila hasil kontrol regangan dengan menggunakan nilai garis
netral c tersebut didapat kesesuaian maka anggapan-anggapan itu benar, tetapi bila
tidak berarti anggapan itu harus diubah berdasarkan hasil dari kontrol tersebut.
4. anggapan-anggapan terhadap :
a. letak garis/ sumbu netral, letak garis netral dapat dianggap terletak di daerah
selimut beton/ penutup beton atau diantara tulangan tarik dan tekan. Posisi ini
dapat diperkirakan dari perbandingan antara tulangan tarik dan tulangan tekan,
bila tulangan tarik cukup banyak sehingga mendekati kondisi berimbangnya
maka letak garis netral di antara tulangan tarik dan tekan.
b. kondisi regangan tulangan tarik dan tekan (leleh atau tidaknya), bila
dianggap regangan itu leleh maka gaya tarik atau tekan yang digunakan didapat

19
dari perkalian luasan dan tegangan leleh (Astfy) tetapi bila tidak leleh maka gaya
tarik atau tekan didapatkan dari perkalian antara tegangan kerja (regangan x
modulus elastisitas beton = εE) dan luasan (AεE).
5. anggapan yang dilakukan pada langkah 4) di atas akan menghasilkan kedalaman
garis netral c atau kedalaman blok beton a, dari persamaan Cs + Cc = Ts, yang
kemudian digunakan untuk mengontrol ulang anggapan melalui regangan pada
tulangan tekan dan tarik :
a. tulangan tekan :
c−d ' '
ε ' =0,003 ; d = penutupbetonbertulang tekan
c
b. tulangan tarik :
d −c
ε =0,003 ; d=kedalaman efektif tulangan tarik ( h−d s )
c
6. bila dari langkah 5) bersesuaian dengan langkah 4) maka langkah 7) dapat dilanjutkan,
tetapi bila ada salah satu anggapan tidak dipenuhi maka anggapan pada langkah 4) dan
kontrol regangan pada langkah 5) diulang.
7. a yang didapat dibandingkan dengan ab, bila a < ab maka tulangan terpasang akan
menghasilkan penulangn liat/ ductile dan sebaliknya akan menghasilkan tulangan
getas.
8. kemampuan nominal balok dapat dihitung terhadap sumbu tulangan tarik seperti
berikut Mn = 0,85 fc’ba(d – ½a) + A’fs (d-d’) dengan fs = fy bila regangan leleh tulangan
tekan yang terjadi, ε ’ > εy, dan fs = ε.Es bila regangan leleh yang terjadi, ε’< εy
→ Mu = Ø Mn.
Contoh 2.5 :
Contoh ini diambil dari contoh 2.4. Luas tulangan yang digunakan sama dengan hasil
hitungan analisis. Balok berukuran 200/450 dengan d’= ds = 50 mm, mutu bahan yang
dilaksanakan seperti berikut ini : fc’ = 30 MPa, fy = 400 MPa. Tentukan kemampuan balok
menahan momen lentur bila luasan tarik, Ast = 2325,02 mm2, dan luasan tekan Ast’ =
374,27 mm2 !!!.
Langkah analisis :
1. β1 = 0,85 untuk fc’ ≤ 30 MPa
600 d 600 ( 400 )
2. ab =β 1 =0,85 =¿ 204 mm
( 600+ f y ) (600+ 400 )
3. anggapan :

20
a. letak garis/ sumbu netral, terletak diantara tulangan tarik dan tekan.
b. kondisi regangan tulangan tekan leleh dan tulangan tarik juga leleh, maka
Cs = A’.fy = 374,27(400) = 149708 N, Ts = Ast .fy = 2325,02(400) = 930008 N
4. Cc + Cs = Ts;
0,85. fc’ba + 149708 = 930008 → 0,85(30)200a = 930008-149708; a = 153 mm
5. c = a/β1 = 153/0,85 = 180 mm → anggapan (a) di atas benar
6. kontrol ulang terhadap anggapan (b) di atas melalui regangan pada tulangan tekan
dan tarik :
a. tulangan tekan :
' 180−50 fy 400
ε =0,003 =0,0021≥ ε y = = =0,002→ leleh ,
180 E s 200000
jadi benar
b. tulangan tarik :
400−180 f 400
ε ' =0,003 =0,00367 ≥ ε y = y = =0,002→ leleh ,
180 E s 200000
jadi benar
7. langkah 5 dan 6 sudah membuktikan bahwa semua anggapan benar, jadi bisa
dilanjutkan
8. a = 153 mm < ab = 204 mm → penulangan liat/daktail, underreinforced !!
9. ε’ > εy → Cs = A’fy = 374,27(400) = 149708 N,
Cc = 0,85fc’ba = 0,85(30)(200)153 = 780300 N
Mn = Cc (d – ½ a) + Cs (d – d ’)
Mn = 780300 (400 – 0,5(153)) + 149708(400 – 50 )
= 304824850 Nmm
= 304,82 kNm → Mu = ∅ Mn = 243,86 kNm
Contoh 2.6 :
Contoh ini diambil dari contoh 2.5 hanya tulangan terpasang sudah disesuaikan dengan
diameter tersedia di lapangan. Balok berukuran 200/450 dengan d’= ds = 50 mm, mutu
bahan yang dilaksanakan seperti berikut ini : fc’ = 30 MPa, fy = 400 MPa. Tentukan
kemampuan balok menahan momen lentur bila luasan tarik, Ast= 5D25mm = 2453,12
mm2 dan A’ = 2D16 mm = 401,9 mm2 !!!.
Langkah analisis :
1. β1 = 0,85 untuk fc’ ≤ 30 MPa

21
600 d 600 ( 400 )
2. ab =β 1 =0,85 =¿ 204 mm
( 600+ f y ) (600+ 400 )
3. anggapan :
a. letak garis/ sumbu netral, terletak diantara tulangan tarik dan tekan.
b. kondisi regangan tulangan tekan leleh dan tulangan tarik juga leleh, maka
Cs = A’fy = 401,9(400) = 160760 N, Ts = Ast fy = 2453,12(400) = 981248 N
4. Cc + Cs = Ts;
→ 0,85. fc’ba + 160760 = 981248
→ 0,85.30.200.a = 981248-160760; → a = 160,88 mm
5. c = a / b1 = 160,88/ 0,85 = 189,3 mm → anggapan (1) di atas benar
6. kontrol ulang anggapan (2) melalui regangan pada tulangan tekan dan tarik :
a. tulangan tekan :
189,3−50 f 400
ε ' =0,003 =0,0022≥ ε y = y = =0,002→ leleh ,
189,3 E s 200000
jadi benar
b. Tulangan tarik :
' 400−189,3 fy 400
ε =0,003 =0,00334 ≥ ε y = = =0,002→ leleh ,
189,3 E s 200000
jadi benar
7. langkah 5 dan 6 sudah membuktikan bahwa anggapan sudah sesuai, jadi bisa
dilanjutkan
8. a = 160,88 mm < ab = 204 mm → penulangan liat/ daktail, underreinforced !!
9. ε’ > εy → Cs = A’ fy = 401,9(400) = 160760 N,
Cc = 0,85fc’ba = 0,85.30.200.160,88 = 820488 N
Mn = Cc(d – ½a) + Cs.(d – d’)
= 820488. (400 – 0,5(160,88)) + 160760 (400 – 50)
= 318461145 Nmm = 318,461 kNm
Mu = ØMn = 254,768 kNm
Momen yang didukung lebih besar dari pada contoh 2.5 karena sudah ada pembulatan
luasan tulangan oleh penyesuaian diameter tulangan di lapangan. Bila tulangan tekan
ditambah apakah akan menyebabkan balok berperilaku getas ??? mari kita simak
contoh di bawah ini.
Contoh 2.7

22
Contoh ini diambil dari contoh 2.6 hanya diameter tulangan tekan terpasang sudah
disesuaikan dengan diameter tulangan tarik. Balok berukuran 200/450 dengan d’= ds =
50 mm, mutu bahan yang dilaksanakan seperti berikut ini : fc’ = 30 MPa, fy = 400 MPa.
Tentukan kemampuan balok menahan momen lentur bila luasan tarik, Ast= 5D25mm =
2453,12 mm2 dan A’ = 2D25 mm = 981,25 mm2 !!!.
Langkah analisis :
1. β1 = 0,85 untuk fc’ ≤ 30 MPa
600 d 600 ( 400 )
2. ab =β 1 =0,85 =¿ 204 mm
( 600+ f y ) (600+ 400 )
3. anggapan :
a) letak garis/ sumbu netral, terletak diantara tulangan tarik dan tekan.
b) kondisi regangan tulangan tekan leleh dan tulangan tarik juga leleh, maka
Cs = A’fy = 981,25(400) = 392500 N, Ts = Ast fy = 2453,12(400) = 981248 N
4. C c + C s = Ts
→ 0,85fc’ba + 392500 = 981248
→ 0,85(30)200.a = 981248-392500
→ a = 115,44 mm
5. c = a/ β 1 = 115,44/0,85 = 135,81 mm → sesuai anggapan (a) di atas
6. kontrol ulang anggapan melalui regangan pada tulangan tekan dan tarik :
a. tulangan tekan :
135,81−50 f 400
ε ' =0,003 =0,00189< ε y = y = =0,002 → tidak leleh ,
135,81 E s 200000
tidak sesuai anggapan
b. tulangan tarik :
' 400−135,81 fy 400
ε =0,003 =0,00584 ≥ ε y = = =0,002→ leleh ,
135,81 E s 200000
sesuai anggapan
7. langkah 5 sudah membuktikan bahwa letak garis netral, c = 135,81 mm berada diantara
tulangan tarik dan tekan, walaupun regangan tarik leleh namun regangan baja tekan
tidak leleh _ kesimpulan : salah satu anggapan tidak sesuai, tidak bisa dilanjutkan,
proses 3) diulang
8. anggapan :
a) letak garis/ sumbu netral, terletak diantara tulangan tarik dan tekan.

23
b) kondisi regangan tulangan tekan tidak leleh tetapi tulangan tarik leleh, maka
Cs = A’fs = 981,25(600)(c – d’)/c = 588750.(c – 50)/c N
Ts = Ast.fy = 2453,12.400 = 981248 N
9. Cc + Cs = T s
→ 0,85. fc’bβ1c + 588750(c – 50)/c = 981248
→ 0,85(30)(200)(0,85)c2 – 981248c + 588750c – 29437500 = 0
→ 4335c2 – 392498c - 29437500 = 0,
→ c = 139,29 mm
diantara tulangan tarik dan tekan, anggapan (a) di atas benar
10. kontrol ulang :
a. tulangan tekan :
139,29−50 f 400
ε ' =0,003 =0,00192< ε y = y = =0,002 → tidak leleh ,
139,29 E s 200000
anggapan benar .
b. tulangan tarik :
400−139,29 f 400
ε ' =0,003 =0,00584> ε y = y = =0,002→ leleh ,
139,29 E s 200000
anggapan benar .
11. Seluruh anggapan di atas dipenuhi !!
a = β1c = 0,85(139,29) = 118,4 mm < ab = 204 mm σ penulangan liat/daktail,
underreinforced !!
12. Cs = A’fs = 981,25.(0,00192(200000)) = 376800 N,
Cc = 0,85 fc’ba =0,85(30)(200)118,4 = 603840 N
Mn = Cc.(d – ½.a) + Cs. (d – d’)
= 603840 (400-0,5(118,4)) + 376800. (400 – 50)
= 337668672 Nmm = 337,668 kNm
Mu = ØMn = 270,134 kNm
Dari contoh terakhir dapat diambil kesimpulan bahwa tulangan tekan yang semakin
banyak dari yg dibutuhkan akan menyebabkan garis netral tertarik ke arah serat tekan
beton (priksa nilai c) sehingga kedalaman garis netral menjadi semakin kecil. Akibatnya
tulangan tekan tidak leleh, namun kemampuan balok menahan beban tetap akan
meningkat walaupun tidak signifikan.
Contoh 2.8

24
Contoh ini diambil dari contoh 2.7 hanya diameter tulangan tarik terpasang jauh
melebih dari yang diperlukan. Balok berukuran 200/450 dengan d’= ds = 50 mm, mutu
bahan yang dilaksanakan seperti berikut ini : fc’ = 30 MPa, fy = 400 MPa. Tentukan
kemampuan balok menahan momen lentur bila luasan tarik, Ast = 8D25mm = 3925 mm2
dan A’ = 2D25 mm = 981.25 mm2 !!!.
Langkah analisis :
1. β1 = 0,85 untuk fc’≤ 30 MPa
600 d 600 ( 400 )
2. ab =β 1 =0,85 =¿ 204 mm
( 600+ f y ) (600+ 400 )
3. anggapan :
a) letak garis/ sumbu netral, terletak diantara tulangan tarik dan tekan.
b) kondisi regangan tulangan tekan leleh dan tulangan tarik juga leleh, maka
Cs = A’fy = 981,25(400) = 392500 N
Ts = Ast fy = 3925.400 = 1570000 N
4. Cc + Cs = Ts,
→ 0,85fc’ba + 392500 = 1570000
→ 0,85(30)(200)a = 1570000-392500,
→ a = 230,88 mm
5. c = a/β1 = 230,88/0,85 = 271,63 mm → letak garis netral berada diantara
tulangan tarik dan tekan → anggapan benar
6. kontrol ulang anggapan (b) melalui regangan pada tulangan tekan dan tarik
a. tulangan tekan :
271,63−50 f 400
ε ' =0,003 =0,002448>ε y = y = =0,002→ leleh ,
271,63 E s 200000
anggapan benar .

b. tulangan tarik :
400−271,63 f 400
ε ' =0,003 =0,00141 ≤ ε y = y = =0,002 →tidak leleh ,
271,63 Es 200000
anggapan tidak benar .
7. langkah 5 sudah membuktikan bahwa letak garis netral, a = 230,88 mm berada diantara
tulangan tarik dan tekan, namun a > ab sehingga regangan baja tarik tidak leleh

25
sebaliknya regangan tekan leleh _ kesimpulan : ada salah satu anggapan tidak
sesuai,tidak bisa dilanjutkan, proses 3) diulang\
8. anggapan :
a. letak garis/ sumbu netral, terletak diantara tulangan tarik dan tekan.
b. kondisi regangan tulangan tekan leleh tetapi tulangan tarik tidak leleh, maka
Cs = A’fy = 981,25(400) = 392500 N,
Ts = Ast fs = 3925(200000(0,003))(d – c )/c = 2355000. (400 – c )/c N.
9. Cc + Cs = T s
→ 0,85fc’b β 1c + 392500 = 2355000(400 – c)/c
→ 0,85.30.200.0,85.c2 + 392500.c + 2355000.c - 942000000 = 0
→ 4335.c2 + 2747500.c – 942000000 = 0,
→ c =246,77 mm → diantara tulangan tarik dan tekan
10. kontrol ulang :
a. tulangan tekan :
246,77−50 f 400
ε ' =0,003 =0,002392>ε y = y = =0,002→ leleh ,
246,77 E s 200000
sesuai dengan anggapan
b. tulangan tarik :
400−246,77
ε ' =0,003 =0,00186> ε y =0,002→ tidak leleh ,
246,77
sesuai dengan anggapan
11. semua anggapan dipenuhi !!, a = β1c = 0,85(246,77) = 209,75 mm > ab = 204 mm
→ penulangan getas/ brittlel, overreinforced !!
12. Cs = A’fy = 981,25(400) = 392500 N,
Cc = 0,85. fc’ba = 0,85.30.200. 209,75 =1069763,7 N
Mn = Cc(d – ½a) + Cs(d – d’)
= 1069763,7. (400-0,5. 209,75) + 392500. (400-50)
= 453084948 Nmm = 453,085 kNm
Mu = ∅ Mn = 362,46 kNm
Dari contoh terakhir dapat dilihat bahwa penambahan tulangan tarik menyebabkan
garis netral tertarik ke bawah menjauhi serat terluar tekan beton, akibatnya
tulangan tarik tidak leleh. Walaupun kemampuan balok menahan momen
meningkat tetapi tidak signifikan. Bila beban yang dikerjakan berupa beban

26
gravitasi saja maka disarankan agar kemampuan balok menahan momen dibatasi
pada tulangan tarik yg tidak lebih besar dari kondisi berimbangnya sebagai berikut.
13. anggapan :
a. letak garis/ sumbu netral, terletak pada kondisi berimbang,
a = ab = β 600d /(600 + fy) = 0,85.600.400/(600+400) = 204 mm
1

b. karena kondisi berimbang maka regangan tulangan tekan dan tarik leleh,
Cs = A’fy = 981,25(400) = 392500 N
14. Cc = 0,85. fc’ba = 0,85(30)(200)204 = 1040400 N
Mn = Cc(d – ½a) + Cs(d – d’)
= 1040400 (400 – 0,5(204)) + 392500(400 – 50)
= 447414200Nmm = 447,41 kNm
Mu = ØMn = 357,93 kNm

2.4. BALOK TAMPANG-T/L.


a. Perancangan.
Perancangan balok tampang-T/L tidak seperti halnya perancangan balok persegi.
Ukuran balok umumnya sudah ditetapkan sehingga luasan tulangan saja yang masih
harus ditentukan. Namun demikian bila ukuran belum diketahui maka perkiraan ukuran
balok tampang-T/L dapat didekati melalui perancangan tampang balok persegi. Kondisi
seimbang pada balok tampang-T tidak berbeda dari balok tampang persegi, karena
posisi garis netral seimbang (cb) hanya bergantung pada tinggi efektif (d) dan kualitas
baja (fy), cb = 600d/(600 + fy). Untuk mendapatkan kondisi seimbang beban yang
dikerjakan umumnya sangat besar, pada kondisi ini blok tekan beton selain dipikul oleh
plat (sayap) juga dipikul oleh balok (badan). Namun demikian pada umumnya balok
tampang-T/L yang digunakan untuk rumah tinggal/gedung perkantoran memiliki ciri
letak blok beton tekan berada di dalam sayap.
Lebar sayap yang boleh diperhitungkan sebagai bagian dari balok tampang-T/L
dibatasi dengan ketentuan sebagai berikut (lihat gambar 2.4 dan 2.5) :
a. Plat sayap balok tampang-T/L terhubung dan terangkai dengan balok tampang-T/L
lainnya sehingga terdapat balok tampang-T/L sisi tengah (interior) dan sisi tepi
(eksterior) → disebut balok tampang-T/L terhubung
b. Plat sayap balok tampang-T/L tidak terhubung dan terangkai dengan balok tampang
- T/L lainnya _ disebut balok tampang-T/L terisolasi.

27
Gambar 2.4. Balok tampang-T terhubung
Bagian Interior :
L
bf ≤ L = bentang balok tegak lurus gambar
4
1
bf ≤ ( L + L ) + bw
2 1 2
bf ≤ 16 t + bw
Bagian Exterior-1 :
L
bf ≤ L = bentang balok tegak lurus gambar
12
1
bf ≤ L0 + L +b w
2 1
bf ≤ 12 t + bw
Bagian Exterior-2 :
L
bf ≤ L = bentang balok tegak lurus gambar
12
1
bf ≤ L +b
2 2 w
bf ≤ 6 t + bw
Balok tampang-T/L terisolasi (b) :
L
t≥ bw
2
bf ≤ 4 bw

Gambar 2.5. Balok tampang-T terisolasi


Untuk mengetahui letak blok beton tekan dilakukan perbandingan antara momen
nominal yang dapat dipikul oleh sayap (Mf) dan momen nominal eksternal (Mn =

28
Mu/Ø). Bila momen nominal sayap lebih besar dari pada momen nominal eksternal maka
blok beton tekan seluruhnya berada dalam sayap, dan sebaliknya.

C f =0,85 f c ' b f t 1
(
M f =C f . z=C f d− a
2 )
T s= A s f y

Gambar 2.6. Gaya internal


Bila letak blok beton di dalam sayap maka perlu diketahui secara pasti posisinya
dengan membandingkan Mn dengan Cc (d – a/2) dengan Cc = 0,85fc’bfa. Dari persamaan
keseimbangan momen ini didapatkan tinggi blok tekan beton (a). Dengan demikian
luasan tulangan tarik dapat dihitung dengan menyamakan gaya tekan Cc = 0,85 fc’bf a dan
gaya tarik baja Ts = As fy.

'
C f =0,85 f c b f a 1
(
M f =C f . z=C f d− a
2 )
T s= A s f y

Gambar 2.7. Blok tekan beton dalam sayap


Langkah :
1. Menghitung lebar efektif balok (bf) berdasarkan kondisi balok tampang-T
(terhubung atau terisolasi)
2. Menghitung β1 = 0,85 – 0,05(fc’ – 30)/7 bila fc’ > 30 MPa.
3. Membandingkan kemampuan momen nominal sayap (Mf) dan momen rancang
eksternal (Mr = Mu/Ø).
4. Bila Mf > Mr maka letak blok tekan beton (a) di dalam sayap, bila tidak lompat ke
butir 7
5. Bila blok tekan beton di dalam sayap maka dilakukan letak yang sebenarnya melalui
persamaan keseimbangan momen Mr = 0,85fc’bf a(d – a/2) → persamaan kuadrat
dalam (a)

29
6. Luasan tulangan yang diperlukan dapat dihitung melalui pers. As = 0,85fc’bf.a/fy,
hitung jumlah tulangan yang diperlukan atas dasar diameter tulangan yang
diketahui n = As/A1tul
7. Bila Mf < Mr maka letak blok beton berada di dalam badan (web).

'
C f =0,85 f c b f t
C w =0,85 f c' bw ( a−t )
T s= A s f y

bw
Gambar 2.8. Blok tekan beton dalam badan

8. Letak blok beton tekan dapat dihitung dengan cara :

( 2t )+0,85 f b ( a−t ) ( d−t− 12 ( a−t ))


M r=0,85 f c ' b f t d− c
'
w

M r=0,85 f c '
[ 2 t 1
b t (d− )+b ( a−t ) (d − ( a+t ))
f w
2 ]
persamaan kuadrat dalam a
9. Luasan tulangan yang diperlukan dapat dihitung dengan cara :
0,85 f c ' ( b f t+ bw ( a−t ) )
As=
fy
Contoh 2.9
Contoh ini merupakan hasil hitungan dari contoh 2.1. Balok interior memikul momen
positif terfaktor oleh beban gravitasi sebesar 200 kNm. Berat sendiri balok dan plat
sudah termasuk di dalam hitungan momen terfaktor itu. Bila kuat tekan beton
karakteristik fc’ = 40 MPa dan tegangan leleh baja fy = 400 MPa, hitunglah penulangan
balok tampang-T ??. Balok berukuran 200 x 450mm, tebal sayap 120 mm, jarak antara
balok-balok = 3m bentangan balok L = 6m
Langkah :
1. Menghitung bf :
L 6000
bf= = =1500 mm
4 4
1 1
bf ≤ ( L1+ L2 ) + bw = ( 1800+1800 ) +200=2000 mm
2 2
bf ≤ 16 t + bw ¿ 16(120) + 200 = 2120 mm
Dipilih bf = 1500 mm

30
2. Menghitung, β1 = 0,85 – 0,05(40 – 30)/7 = 0,78
3. Bila ,
Mf = 0,85fc’bf t(d - t/2)
= 0,85(40)(1500)120 (400 – 120/2)
= 2.080.800.000 Nmm
= 2.080 kNm > Mr = 200/0,8 = 250 kNm → maka letak blok tekan beton
ada di dalam sayap
4. Mr = 0,85fc’bf a (d – a/2)
250.000.000 = 0,85(40)(1500)a (400 – a/2)
a = 12,44 mm < t (blok tekan beton ada di dalam sayap) ; c = a/β1 = 15,98 mm
600 d 600 d
c b= = =0,6 d=0,6 ( 450−50 )=240 mm
( 600+ f y ) ( 600+400 )
c=0,75 c b → underreinforced
5. As = 0,85fc’bf a/fy = 0,85(40)(1500)12,44/400 = 1587,19 mm2
digunakan 4D25 = 1962,5 > 1587,19 mm2
Dibandingkan dengan contoh 2.1 yang memberikan luasan tulangan tarik As = 2386,8
mm2 maka luasan yang didapat dari balok tampang-T jauh lebih kecil yaitu sebesar
1587,19 mm2 . Ini disebabkan oleh bertambahnya lengan momen karena mengecilnya
blok beton (a). Jadi perancangan balok tampang-T jauh lebih hemat, atau dengan kata
lain perancangan dengan balok tampang persegi lebih konservatif.
Contoh 2.10 :
Balok interior memikul momen positif terfaktor oleh beban gravitasi. Bila berat sendiri
balok dan plat sudah termasuk di dalam hitungan momen terfaktor Mu = 1.169 kNm dan
bila kuat tekan beton karakteristik fc’ = 20 MPa dan tegangan leleh baja fy = 460 MPa,
hitunglah tulangan yang diperlukan untuk menahan momen tersebut !!. Balok
berukuran 400 x 600mm, tebal sayap 120 mm, jarak bersih antar balok-balok = 2m
bentangan balok L = 6m.
Langkah :
1. Menghitung bf :
L 6000
bf= = =1500 mm
4 4
1 1
bf ≤ ( L1+ L2 ) + bw = ( 2000+2000 )+ 400=2400mm
2 2
bf ≤ 16 t + bw ¿ 16(120) + 400 = 2320 mm

31
Dipilih bf = 1500 mm
2. Karena fc’ = 20 Mpa < 30 MPa, maka β1 = 0,85.
Tinggi efektif d diambil = 600 – 100 = 500 mm.
3. Kemampuan sayap menahan momen
Cf = 0,85 fc’.bf.t = 0,85(20)(1500)120 = 3.060.000 N = 3.060 kN
Mf = Cf. (d – t/2) = 3060000(500 – 0,5(120))
= 1346400000 Nmm = 1346 kNm < Mr = Mu /Ø = 1169/0,8 = 1462 kNm
4. Karena Mf < Mr maka letak blok tekan beton (a) ada di dalam badan
600 d 600( 500)
c b= = =283,02mm
( 600+ f y ) ( 600+460 )
ab = β 1=0,85 ( 283,02 )=240,57 mm
5. Mencari kedalaman blok tekan beton sesungguhnya :
Mf + Mw = Mr ; Mw = Mr – Mf = 1462 – 1346 kNm = 116 kNm
6. Cw = 0,85fc’ bw x
→ Mw = Cw(d – t – 0,5x)
→ 116.000.000 = 0,85(20)(400)x(500 – 120 – 0,5x)
→ 17058,8 = x(380 – 0,5x)
→ x2 – 760x + 34117,6 = 0
→ x = 47,9 mm
→ a = t + x = 167,9 mm < 0,75. ab = 0,75(240,57) = 180,42 mm, → under
reinforced
7. As = {Cw + Cf }/fy = {0,85(20)(400)(47,9) + 3.060.000}/400 = 7360,26 mm 2 .
Bila digunakan tulangan D25 = 490 maka diperlukan n = 15 buah, dibuat dalam 3
lapis @ 5 buah.
8. Jarak bebas antar tulangan s = (400 – 100 )/(n – 1) – 25 = 50 mm > syarat minimum
25 mm
9. a = 167,9 mm → c = a/β1 = 197,5 mm, a > t = 120 mm dan a < 0,75ab =
0,75(240,57) =180,42 mm, tulangan daktail (under reinforced)
10. Kontrol terhadap anggapan bahwa semua tulangan tarik sudah leleh (dalam hal ini
tulangan tarik lapis paling dalam dengan d1 = 500 – 50 = 450 mm) :
d 1−c 450−197,5 460
ε s=0,003 =0,003 =0,0038> ε y = =0,0023
c 197,5 200000

32
karena tulangan tarik paling dalam sudah leleh maka semua tulangan tarik yang ada
di bawahnya pasti leleh, jadi anggapan benar dan proses dapat dilanjutkan.

b. Analisis.
Analisis balok umumnya dilakukan bila terjadi keraguan atas perancangan yang
ada atau struktur balok sudah terlanjur dikerjakan tetapi bahan yang digunakan tidak
memenuhi syarat/ diragukan kualitasnya. Dengan demikian kualitas dan kuantitas
bahan sudah diketahui (fc’, fy dan jumlah tulangan), sedang permasalahannya terletak
pada penghitungan kekuatan tampang menahan momen lentur nominal. Seperti halnya
pada analisis balok tampang empat persegi panjang maka kedalaman blok beton tekan
(a) berdasarkan pada kualitas beton (fc’), lebar badan (bw) jumlah tulangan terpasang
(As) dan tegangan leleh yang diketahui (fy) dapat memiliki nilai lebih kecil atau lebih
besar dari pada blok tekan beton seimbang (ab). Bila a < ab maka balok berperilaku
daktail (under reinforced) dan sebaliknya berperilaku getas (over reinforced).
Prosedur hitungan kekuatan balok menahan momen lentur nominal dapat dilakukan
sebagai berikut :
1. Menghitung lebar efektif sayap bf
2. Bila fc’ > 30 MPa, hitung β1 = 0,85 – 0,05(fc’ – 30)/ 7
3. Membandingkan kemampuan tekan bagian sayap (Cf = 0,85fc’bf t) dan kemampuan
tarik ultimit tulangan terpasang (Ts = As fy).
4. Bila Cf > Ts maka kedalaman blok tekan beton (a)
ada di dalam sayap, dan bila sebaliknya maka
hitungan diteruskan ke butir 8.
600 d
5. Menghitung c b= sebagai pembanding
( 600+ f y )
6. Bila Cf > Ts, dilakukan perhitungan letak blok beton tekan (a) sesungguhnya melalui
persamaan keseimbangan gaya Cc = Ts dengan Cc = 0,85. fc’ bf.a dan Ts = Asfy → nilai
kedalaman blok beton tekan (a) didapat, a harus < t dan umumnya a < ab yang
artinya penulangan daktail (under reinforced)
7. Momen nominal yang dapat dipikul dihitung dengan persamaan :
Mn = Cc (d – a/2) = 0,85fc’ bf a(d – a/2) → selesai !!
8. Bila Cf < Ts maka kedalaman blok beton tekan a berada di dalam badan (web)

33
9. Menganggap tulangan tarik leleh, letak blok beton tekan dapat dihitung dengan
cara : Cw = Ts – Cf dengan Cw = 0,85 fc’bw x dan Cf = 0,85fc’bf t → nilai x dapat
dihitung → a = x + t → c = a/β1
10. Kontrol terhadap anggapan (butir 9) bahwa tulangan tarik sudah leleh :
εs = 0,003(d - c)/c → bila εs > εy = fy/200.000 maka anggapan tadi benar, proses
dapat dilanjutkan.
11. Momen nominal yang dapat dipikul
Mn = Cf (d – t/2) + Cw (d – t – 0,5x) = 0,85 fc’ bf t (d – t/2) + 0,85 fc’xbw(d – t – 0,5x)
selesai !!
Bila εs < εy = fy/200.000 (tulangan tarik belum leleh) maka anggapan tadi pada butir 9
salah !!, sehingga persamaan keseimbangan harus diubah sebagai berikut :
12. Cc = Ts → dengan Cc = Cf + Cw = 0,85 fc’ bf t + 0,85 fc’ bw (β1 c – t) dan
Ts = Asfs = As (Esεs) = AsEs 0,003(d – c)/c → akan didapat nilai (c) dalam
persamaan kuadrat → a = β1 c → x = a – t
13. Kontrol terhadap anggapan bahwa tulangan tarik belum leleh :
εs = 0,003.(d – c)/c → bila εs < εy = fy/200.000 maka anggapan terakhir harusnya
benar, proses dapat dilanjutkan.
14. Momen nominal yang dapat dipikul
Mn = Cf (d – t/2) + Cw (d – t – 0,5x)
Mn = 0,85 fc’ bf t (d – t/2) + 0,85 fc’ x bw (d – t – 0,5x) → selesai !!
Contoh 2.11
Contoh ini diambil dari hasil hitungan dari contoh 2.9. Balok interior memikul momen
positif terfaktor oleh beban gravitasi. Bila berat sendiri balok dan plat sudah termasuk
di dalam hitungan momen terfaktor itu dan bila kuat tekan beton karakteristik fc’ = 40
MPa dan tegangan leleh baja fy = 400 MPa, hitunglah kemampuan balok tampang-T
menahan momen nominal !!. Balok berukuran 200 x 450 mm, tebal sayap 120 mm, jarak
antara balok = 3m bentangan balok L = 6m, tulangan tarik terpasang As = 1587,19 mm2.

1. Menghitung bf :
L 6000
bf= = =1500 mm
4 4
1 1
bf ≤ ( L1+ L2 ) + bw = ( 1800+1800 ) + 400=2200 mm
2 2
bf ≤ 16 t + bw ¿ 16(120) + 200 = 2120 mm

34
Dipilih bf = 1500 mm
2. Karena fc’ > 30 MPa, maka β1 = 0,85 – 0,05(fc’ – 30)/ 7 = 0,78
3. Kemampuan sayap Cf = 0,85 fc’.bf t = 0,85(40)(1500)120 = 6.120.000 N dan
kemampuan tarik ultimit tulangan terpasang Ts = As. fy = 1587,19(400) = 634.879 N
4. Karena Cf > Ts maka letak blok tekan beton (a) ada di dalam sayap
600 d 600( 400)
5. c b= = =240 mm
( 600+ f y ) ( 600+400 )
6. Mencari kedalaman blok beton (a) sesungguhnya :
C f = Ts → 0,85(40)(1500) a = 1587,19(400)
→ a = 12,45 mm < t = 120 mm dan a < ab = 0,78(240) mm →
penulangan liat (under reinforced)
7. Mn = Cf (d – a/2) = 0,85 fc’ bf a (d – a/2)
= 0,85(40)(1500)(12,45) (400 – 12,45/2)
= 250.027.436 Nmm = 250 kNm
→ Mu = ØMn = 0,8(250) = 200 kNm
Hasil hitungan terakhir menunjukkan kesesuaian dengan contoh 2.9 yaitu Mu = 200
kNm.
Contoh 2.12
Contoh ini diambil dari contoh 2.10. Balok interior memikul momen positif terfaktor
oleh beban gravitasi. Bila berat sendiri balok dan plat sudah termasuk di dalam hitungan
momen terfaktor itu dan bila kuat tekan beton karakteristik fc’ = 20 MPa dan tegangan
leleh baja fy = 460 MPa, hitunglah kemampuan balok tampang-T menahan momen
nominal !!. Balok berukuran 400 x 600 mm, tebal sayap 120 mm, jarak bersih antar
balok-balok = 2 m bentangan balok L = 6 m, tulangan tarik terpasang 15D25 dalam 3
lapis → As = 7359,4 mm2.
1. Menghitung bf :
L 6000
bf= = =1500 mm
4 4

1 1
bf ≤ ( L1+ L2 ) + bw = ( 2000+2000 )+ 400=2400mm
2 2
bf ≤ 16 t + bw ¿ 16(120) + 300 = 2320 mm
Dipilih bf = 1500 mm
2. Karena fc’ = 20 MPa, maka β1 = 0,85

35
3. Kemampuan sayap Cf = 0,85fc’bft = 0,85(20)(1500)120 = 3.060.000 N dan

kemampuan tarik ultimit tulangan terpasang :

Ts = As fy = 7359,375(460) = 3.385.313 N

4. Karena Cf < Ts maka letak blok tekan beton (a) ada di dalam badan, tinggi efektif d

diambil nilai rerata = 600 – 100 = 500 mm

600 d 600 ( 500 )


5. c b= = =283,02mm
( 600+ f y ) ( 600+460 )

6. Cc = Cf + Cw = 0,85fc’bf t + 0,85 fc’bw(a – t) ; menganggap semua tulangan tarik As sudah

leleh, Cc = Ts → Ts = As fy = 7359,4(460) = 3385,313 N

7. 0,85(20)(1500)120 + 0,85(20)400(a – 120) = 3385,313

→ a = 167,8 mm → c = a/β = 197,5 mm > t = 120 mm dan c < cb = 283,02 mm,


tulangan daktail (under reinforced)
8. Kontrol terhadap anggapan bahwa semua tulangan tarik

sudah leleh (dalam hal ini tulangan tarik lapis paling

dalam dengan d1 = 500 – 50 =450 mm.

9. ε s = 0,003(d1 – c)/c

→ εs = 0,003(450 – 197,5)/197,5 = 0,0038 > εy = 460/200000 = 0,0023 karena

tulangan tarik paling dalam sudah leleh maka semua tul.tarik yang ada dibawahnya

pasti leleh, jadi anggapan benar dan proses dapat dilanjutkan.

10. Mn = Cf (d – t/2) + Cw [d – 0,5 (a + t)]


= 0,85 fc’ bf t (d – t/2) + 0,85 fc’ bw (a – t )[d – 0,5(a + t)]
= 0,85(20)(1500)(120)(500 – 0,5(120)) +
0,85(20)(400)[167,8 – 120] [500 – 0,5.(167,8+120)]
= 1462146744 Nmm = 1462 kNm,
Mu = ØMn = 1169 kNm

36
Contoh 2.13.
Balok akan digunakan untuk menumpu plat beton pracetak.
Ukuran tampang seperti tergambar di samping. Balok memiliki
kualitas bahan fc’ = 30 MPa, fy = 400 MPa. Berapakah kemampuan
balok menahan momen lentur positif bila tulangan yang
digunakan berdiameter 25mm ?
Langkah analisis :

1. β1 = 0,85 karena fc’ = 30 MPa ,

A1’ = 2(0,25)(π)252 = 981,25 mm2 , tulangan lapis pertama dari sisi atas A 2’ = 3(0,25)

(π)(25)2 = 1471,875 mm2, lapis kedua dari sisi atas

As =(5)(0,25) (π)252 = 2453,125 mm2.

600 d 600 ( 550 )


2. d = 600 – 50 = 550 mm → ab =β 1 =0,85 =280,5 mm
( 600+ f y ) (600+ 440 )

3. Mengabaikan kontribusi tulanga tekan seluruhnya → kemampuan beton tekan

pada bagian yang menonjol Cc1 = 0,85 fc’(200)(150) = 765000 N, kemampuan

tulangan tarik Ts = As fy

Ts = 2453,125(400) = 981250 N → Cc1 < Ts, letak blok beton berada di bawah
bagian beton yang menonjol atau a > 150 mm
4. Cc1 + Cc2 = Ts
→ 0,85 fc’ (200)150 + 0,85 fc’(400)x = As fy ;
→ 765000 + 0,85 fc’(400)x =981250 → x = 21,2 mm
→ a = 150 + x = 171,2 mm < ab = 280 mm, penulangan daktail (under reinforced)

37
→ c = a/β1 = 171,2/0,85 = 201,41 mm
5. Mn = Cc1 (d – 0,5(150)) + Cc2 (d – 150 – 0,5.x)
= 765000(550 – 75) + 0,85(30)(400)21,2(550 – 150 – 0,5(21,2))
= 363375000 + 84203856
= 447578856 Nmm = 447,578 kNm → Mu = ØMn = 358,063 kNm
6. Bila kontribusi tulangan tekan diperhitungkan maka letak kedalaman garis netral
sedikit akan lebih kecil dari pada 201,41 mm → tulangan lapis kedua dapat
berubah menjadi tarik
7. Anggapan-anggapan :
a. letak garis/ sumbu netral : terletak di bawah tulangan tekan lapis pertama
(lihat gambar), blok beton tekan di bawah tonjolan beton ( > 150mm),
b. tulangan : regangan tulangan tarik leleh tetapi semua tulangan tekan tidak leleh

8. Persamaan regangan :
ε1’ = 0,003(c – 50)/c
ε2 = 0,003(200 – c)/c
Cc = Cc1 + Cc2 = 0,85 fc’(200)150 + 0,85 fc’(400)(a – 150) = 765000 + 10200(a – 150)
Cs = Cc1 = Esε1’A1’ = 200000[0,003(c – 50)/c] 981,25
Memasukkan c = a/0,85, Cs = 588750(a – 42,5)/a
Ts1 = 200000[0,003(200 – c)/c]1471,875
Memasukkan c = a/0,85
Ts1 = 883125 [(170 – a)/a]
Ts2 = As fy = 2453,125(400) = 981250
Ts1 + Ts2 = 883125[(170 – a)/a]+ 981250
Cc + Cs = Ts1 + Ts2
765000 + 10200(a – 150) + [588750(a – 42,5)/a] = [883125(170 – a)/a] + 981250;
10200a2 – 274375a – 175153125 = 0

38
a2 – 26,899a – 17171,875 = 0 → a = 145,17 mm < 150 mm, dan < ab = 280 mm,
jadi penulangan bersifat daktail (under reinforced) tetapi anggapan yang dibuat
tidak dipenuhi !! → harus dilakukan perubahan anggapan !!
9. Anggapan-anggapan baru :
a. letak garis/ sumbu netral : terletak di bawah tulangan tekan lapis pertama
(lihat gambar), blok beton tekan di dalam tonjolan beton ( < 150mm),
b. tulangan : regangan tulangan tarik dan tulangan tekan lapis pertama leleh, tetapi
tulangan tekan lapis kedua tidak leleh

10. Persamaan regangan :


ε2 = 0,003(200 – c)/c
Cc = Cc1 = 0,85 fc’(200)a = 5100a
Cs = Cs1 = A1’fy = 981,25(400) = 392500 N
Ts1 = 200000[0,003(200 – c)/c] 1471,875
Memasukkan c = a/0,85,
Ts1 = 883125[(170 – a)/a]
Ts2 = As.fy = 2453,125(400) = 981250
Ts1 + Ts2 = 883125[(170 – a)/a] + 981250
Cc + Cs = Ts1 + Ts2
5100a + 392500 = [883125(170 – a)/a] + 981250
5100a2 + 392500a – 981250a + 883125a – 150131250 = 0
5100a2 + 294375a – 150131250 = 0;
a2 + 57,72a – 29437,5 = 0
a = 145,12 mm < 150 mm, c = a/β1 = 170,73 mm < 200 mm
→ jadi anggapan benar !
Kontrol regangan baja tekan :
c−d ' 170,73−50 fy
ε '1=0,003 =0,003 =0,00212> =0,002 →leleh ‼ !
c 170,73 200000

39
200−c 200−170,73 fy
ε '2 =0,003 =0,003 =0,0005< =0,002→ tidak leleh‼ !
c 170,73 200000
Anggapan pada regangan juga sesuai → langkah dapat dilanjutkan
Mn = Cc (d – 0,5a) + Cs(d – 50) – Ts1(d – 200)
= 5100a (550 – 0,5(145,12)) + 392500(550 – 50)
– [ 883125(170 – a)/a](550 – 200)
= 740112(477,44) + 392500(500) – 151406,76(350)
= 496616707 Nmm = 496,616 kNm → Mu = Ø Mn = 397,293 kNm
Dari hasil hitungan terakhir tampak bahwa dengan memperhitungkan kontribusi
tulangan tekan maka kemampuan balok sedikit lebih tinggi (397,293 kNm)
dibandingkan dengan hitungan sebelumnya yang mengabaikan kontribusi tulangan
tekan (358,063 kNm). Perbedaan itu tidak terlalu berarti, sehingga selama tulangan
tarik yang dipasang masih bersifat daktail (under reinforced) maka peran tulangan tekan
belum berarti sekali.

2.5. TULANGAN GESER BALOK.


a. Perancangan.
Disamping kerusakan lentur, balok dapat rusak oleh geser. Kerusakan geser dapat
dibedakan menjadi : 1) geser-lentur (flexural shear) 2) geser-belah diagonal (diagonal
spliting shear) 3) rusak tumpuan (beraing failure). Jenis kerusakan itu berkaitan dengan
perbandingan antara bentang dan tinggi balok (L/d), atau bisa pula bergantung pada
nilai banding antara jarak tumpuan ke beban terpusat dan tinggi balok (a/d). Berbagai
negara memiliki syarat yang berbeda-beda. Menurut ACI 813-2000 dikatakan balok
tinggi bila L/d < 5 dan sebaliknya dikatakan balok langsing.
Balok tinggi banyak digunakan untuk gedung struktur lepas pantai, dan sebagainya.
Dikatakan sebagai balok tinggi dan dibicarakan secara khusus karena tegangan-
regangan balok tinggi tidak linear terhadap garis netral.

40
Gambar 2.9 Balok tinggi
 L/d , bentang/tinggi
 a/d , bentang geser/tinggi
 d/b , angka kelangsingan
Beberapa peraturan menyajikan ketentuan/batasan balok tinggi secara berbeda :
1) ACI 318 – 2000 untuk balok sederhana L/d < 5
2) CIRIA Guide untuk balok sederhana L/d < 2,
0,23 < a/d < 0,7
Angka kelangsingan diperlukan untuk memungkinkan stabilitas balok terhadap tekuk
(buckle). Syarat tekuk ini sama dengan syarat batang tertekan. Untuk batang ditumpu
bebas pada ujung-ujungnya, tanpa momen, menurut ACI 318-02 faktor tekuk sebesar <
22 sedang menurut CIRIA sebesar <10 SNI’92 menggunakan syarat serupa dengan ACI.
318 – 02 yaitu :
k lu
≤ 22 untuk batang bebas yang dapat bergerak bebas kearah tegak
τ
lurus sumbu aksial
k lu M
≤ 34−12 1 untuk batang yang dikekang kearah tegak lurus sumbu-
τ M2
sumbunya.
Walaupun syarat/batasan balok-tinggi berbeda-beda namun ada kesamaan pada cara
pendekatan/penyelesaian permasalahan, misalnya bahwa retak geser dimulai dari
dukungan ke arah beban. Beberapa perbedaan yang terdapat dalam menganalisis
kemampuan geser balok tinggi misal di dalam ACI 318-02 kemampuan geser balok
hanya didasarkan pada kekuatan tekan sedang pada CIRIA mendasarkan pada tegangan
geser ultimit. Dalam bab ini hanya akan dibahas balok langsing dan geser yag terjadi
adalah geser lentur (L/d > 5).

41
Gambar 2.10 Balok langsing
Untuk balok di atas tumpuan sederhana kerusakan geser lentur diawali oleh retak
ditengah bentang (pada momen maksimum) kemudian retak itu menyebar ke tumpuan.
Bila kekuatan geser terlampaui maka akan terjadi pembesaran retak di ujung yang
menuju ke arah beban luarnya. Rusak geser selalu diawali dari sisi tarik balok, karena di
tempat ini kemampuan balok menahan geser diperlemah oleh adanya tarik akibat
lentur.

Gambar 2.11. Kerusakan geser tipikal


Beton memiliki kemampuan menahan geser, apabila kemampuan balok menahan geser
dilampaui maka terjadilah kerusakan geser. Kemampuan balok menahan geser
dinyatakan secara empirik (SNI-03-2847 pasal 13.3.1.1) :
1
V c= f ' b d dengan √ f c ' < 8,3 MPa (SNI −03−2847 pasal 13.1.2)
6√ c w
Bila ada gaya tekan selain geser maka kemampuan balok menahan geser dapat dihitung
melalui persamaan berikut (SNI-03-2847 pasal 13.3.1.2) :
Nu 1
(
V c = 1+ ) √f ' b d
14 A g 6 c w

dengan Nu/Ag dalam MPa. Nu bertanda positif (+) bila gaya aksial tekan dan sebaliknya.
Perhitungan lebih rinci dapat pula dilakukan melalui SNI-03-2847 pasal 13.3.2.
Agar supaya tidak rusak oleh geser maka perlu dirancang tulangan yang mampu
menahan geser. Tulangan itu dapat berupa ;
1. Tulangan serong/miring, yaitu tulangan yang diletakkan pada daerah sekitar
tumpuan (gaya geser maksimum) diagonal melintang arah retak geser. Tulangan

42
semacam ini hanya cocok untuk balok yang hanya memikul beban gravitasi (beban
mati dan beban hidup).
2. Tulangan sengkang/begel, yaitu tulangan yang umumnya digunakan pada balok
bangunan gedung karena mampu memikul beban berganti, misalnya oleh gempa.
3. Tulangan berangkai (wire mesh), atau tulangan berupa balok yang dipasang pada
arah diagonal, biasanya digunakan pada balok tinggi atau balok perangkai dinding
geser.
Diameter sengkang umumnya dibatasi ≤ 12 mm, kecuali pada dinding geser yang
diameternya bisa bervariasi sesuai kebutuhan. Tegangan leleh tulangan sengkang juga
dibatasi ≤ 400 MPa. Selanjutnya pada bab ini hanya akan dibicarakan tulangan sengkang
dan tulangan miring untuk menahan kerusakan balok oleh geser-lentur. Dalam segala
hal gaya geser yang harus dipikul oleh sengkang :
a) bila Vs = Vu/Ø – Vc > 4 Vc, maka ukuran balok diubah (SNI-03-2847 pasal 13.5.6.9)
b) bila Vs ≤ 4Vc, tetapi > 2 Vc, maka tulangan sengkang harus dihitung dan jarak
sengkang (s) memenuhi syarat ≤ 300 mm dan ≤ d/4 (SNI-03-2847 pasal 13.5.4.3)
c) bila Vu/Ø ≤ 2Vc tetapi > Vc, maka tulangan sengkang harus dihitung dan jarak
sengkang (s) memenuhi syarat ≤ 600mm dan ≤ d/2 (SNI-03-2847 pasal 13.5.4.1
pasal 13.5.6.1)
d) Bila Vu/Ø ≤ Vc tetapi ≥ 0,5Vc, maka hanya diperlukan luas tulangan sengkang
minimum (SNI-03-1847 pasal 13.5.5.1) kecuali pada pelat dan fondasi telapak atau
plat rusuk, balok dengan tinggi < 250 mm atau < 2,5.t atau < 2,5.bw.
e) Bila Vu/Ø < 0,5Vc , maka tidak perlu diberi tulangan sengkang
Secara grafik syarat tulangan geser itu dapat dilihat di dalam gambar di bawah ini.

Gambar 2.12 Diagram gaya geser balok

43
Luas tulangan minimum sengkang dapat dihitung menggunakan rumus berikut :
75 √ f c ' b w s 1200 A v f y A f
Av = ( )
1200 f y (
→ s=
)
75 √ f c ' b w
tetapi s ≤ 3 v y
bw

dengan luas tulangan sengkang, As = ½ Av.


Luas tulangan sengkang yang harus dihitung dapat dilakukan menggunakan rumusan
berikut :
Av f y d A f d 1
V s= → s= v y dengan luas tulangan sengkang , A s = A v
s Vs 2
Apabila ingin digunakan tulangan serong/miring maka luas tulangan itu dapat dihitung
dengan rumus berikut :
A m f y d ( sin α +cos α ) A f d ( sin α + cos α )
V s= → s= m y
s Vs
dengan Am = luas tulangan serong/miring, Am = Av.
Langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan perancangan balok terhadap
geser :
1) Menggambarkan diagram gaya geser rencana di sepanjang balok, Vu/Ø dengan Ø
= 0,75
2) Menghitung kemampuan balok beton menahan geser dengan rumusan :
Nu 1
V c=
1
6
√ (
f c ' b w d atau V c = 1+ )√f ' b d
14 A g 6 c w

3) Menggambarkan diagram kemampuan balok beton Vc ke dalam diagram gaya geser


rencana (lihat butir 1)
4) Pertimbangkan hasil superimposed diagram yang dilakukan menghasilkan kategori-I
atau II atau III.
5) Tetapkan diameter tulangan sengkang (umumnya diantara 8 mm, 10 mm atau 12
mm) dan hitung luasan tulangan sengkang (As) → Av = 2As
6) Bila dikehendaki tulangan serong/miring, tetapkan diameter dan luasannya (Am)
→ Av = Am.
7) Hitung jarak sengkang (s) sesuai dengan rumusan di atas dan kontrol terhadap jarak
maksimum.
Catatan :
Hitungan geser di atas berlaku bila momen torsi terfaktor (Tu) seperti berikut,

44
Tu ≤
∅ √f c '
12 ( )
( Acp 2)
p cp
atauT u ≤
∅√ f c'
12 ( )√
( A cp2 )
pcp
1+
3 Nu
Ag √f c '
bila disetai gaya aksial, Nu.
Acp = luas tampang efektif dan pcp = keliling luar tampang efektif dapat dihitung melalui
gambar berikut :

Contoh 2.14
Contoh ini diambil dari contoh 2.8. Balok berukuran 200/450 dengan d’= ds = 50 mm,
mutu bahan yang direncanakan seperti berikut ini : fc’ = 30 MPa, fy = 400 MPa. Tulangan
terpasang, Ast= 5D25mm = 2453,12 mm2 dan A’ = 2D25 mm = 981,25 mm2. Bila balok di
atas tumpuan sederhana dengan bentang 6 m dan dibebani oleh beban beban mati dan
beban hidup terfaktor berturut-turut 15 kN/m’ (termasuk berat sendiri balok) dan 20
kN/m’ tentukan tulangan geser yang diperlukan bila diameter sengkang ditetapkan
10mm.!!!.
Langkah :
1. Qu = (15 + 20) kN/m’ = 35 kN/m’
2. Gaya lintang maksimum
Vu = 0,5QuL = 0,5(35)(6) = 105 kN,
Vu/Ø = 105/0,75 = 140 kN
3. Menghitung kemampuan balok beton menahan geser,
1
V c= f ' b d Vc = 73029 N = 73,03 kN
6√ c w

45
4. Vu/Ø > Vc dan Vs = Vu/Ø – Vc = 66,97 kN < 2Vc = 2(73,03) = 146,06 kN → syarat
jarak sengkang maksimum → s < d/2 = 200 mm dan s < 600 mm.
5. X = 3000(73,03/140) = 1564,93 mm ~ 1565 mm
→ daerah (I) = 3000 – 1565 = 1435 mm perlu dihitung tulangan sengkangnya,
→ daerah (II) = 1565/2 = 782,5 mm cukup diberi tulangan minimum.
6. As = 0,25πd2 = 0,25(3,14)(102) = 78,5 mm2. → Av = 157, 5 mm2.
7. Hitung jarak sengkang (s)
Daerah II :
b.s 3 A v min f y 3 (157 ) (400)
A v min = → s= = =942 mm
3f y b 200
Derah III :
Av f y d A f d 157 ( 400 ) ( 400 )
V s= → s= v y = =375 mm
s Vs 66970
Kesimpulan : jarak sengkang daerah I pilih nilai terkecil dari 200 mm, 600 mm, dan 375
mm → s = 200 mm, daerah II dipilih antara 200 mm dan 942 mm → s = 200 mm.

Gambar 2.13. Penulangan geser


b. Analisis
Analisis geser balok dapat dilakukan dengan aturan yang sama dengan
perancangan. Perbedaannya terletak pada ukuran balok, diameter tulangan sengkang,
jarak sengkang, kualitas beton dan kualitas baja yang sudah diketahui. Ketidak sesuaian
dengan aturan yang berlaku dapat menimbulkan kerusakan getas karena kemampuan
geser balok yang lebih rendah dari pada gaya yang terjadi pada saat momen mencapai
ultimit. Perbaikan terhadap kondisi ini dapat dilakukan dengan menambah tulangan
sengkang geser di luar tulangan yang ada atau menggunakan tambahan bahan khusus
seperti CFRP (carbon fibre reinforced polymer) atau CWRP (Carbon Wrap Reinforced
Polymer).
Langkah-langkah hitungan sebagai berikut :

46
Langkah :
a) Mengitung luasan tulangan sengkang, As = 0,25πd2 → Av = 2As
b) Menghitung kemampuan geser tulangan sengkang (Vs)
Av f y d
V s=
s
c) Kemampuan geser beton (Vc)
1
V c= f 'b d
6√ c w
d) Kontrol apakah Vs < 4Vc ? Bila ternyata Vs > 4Vc maka Vs = 4Vc
e) Vu/Ø = Vs + Vc → Vu = Ø (Vs + Vc ) dengan Ø = 0,75
Contoh 2.15
Contoh ini diambil dari contoh 2.14. Balok berukuran 200/450 dengan d’= ds = 50 mm,
mutu bahan yang direncanakan seperti berikut ini : fc’ = 30 MPa, fy = 400 MPa. Tulangan
terpasang, Ast= 5D25mm = 2453,12 mm2 dan A’ = 2D25 mm = 981,25 mm2. Bila balok di
atas tumpuan sederhana dengan bentang 6m dipasang tulangan sengkang diameter
10 mm dengan jarak 200 mm sepanjang baloknya berapakah kemampuan geser
terfaktornya ??
Langkah :
1. As = 0,25πd2 = 0,25(3,14)102 = 78,5 mm2. → Av = 157, 5 mm2.
2. Kemampuan geser tulangan sengkang (Vs)
A v f y d 157 ( 400 ) (400)
V s= = =125600 N=125,6 kN
s 200
3. Kemampuan geser beton (Vc)
1 1
V c= √ f c ' b w d= √ 30 ( 200 ) ( 400 )=73029 N=73,029 kN
6 6
4. Vs < 4Vc → 125,6 kN < 4(73,03) = 292,12 kN ukuran balok memenuhi
5. Vu/Ø = Vc + Vs = 125,6 + 73,029 = 198,63 kN,
Vu = 0,75(198,63) = 148,97 kN
Kemampuan geser balok sebesar 148,97 kN > dari gaya geser yang harus dipikul 140 kN
(lihat kembali contoh 2.9) karena jarak sengkang yg digunakan lebih rapat dari hasil
hitungan.

2.6. TORSI/PUNTIR PADA BALOK.

47
Akibat puntir balok dapat retak berarah miring searah dengan puntiran sehingga
disebut retak geser puntir. Akibat geser puntir balok menjadi lebih panjang dan ukuran
tampang menjadi lebih kecil. Analogi momen puntir itu dapat dijelaskan sebagai
perkalian antara luasan dan tegangan (=gaya) dikalikan dengan lengan seperti berikut
ini (Paulay, 1975).
Penyebab momen puntir dapat berasal dari : 1) keseimbangan momen puntir
(kondisi balok masih elastik, tidak ada retak sehingga tidak ada proses redistribusi
momen puntir → misalnya pada balok yang menahan puntir oleh plat luifel) atau 2)
kompatibilitas momen puntir (balok sudah retak, ada proses redistribusi momen puntir
→ terjadi pada balok menahan momen plat yang ditumpu balok pada dua atau lebih
sisi-sisinya). Menurut SNI-03-2847-2002 bila momen puntir (Tu) :

Tu>
∅ √f c'
12 ( )
( A cp2 )
pcp
atauT u>
∅√f c '
12 ( )√
( Acp 2)
p cp
1+
3Nu
Ag√ f c '
maka balok harus diperhitungkan terhadap puntir.
Penampang puntir harus memenuhi persamaan berikut (SNI-03-2847 pasal 13.6.3.1):

√( Vu 2
bw d
+
Tu 2
)( ) (
1,7 A oh2
≤∅
V c 2√f c'
bw d
+
3 )
untuk penampang solid atau

Vu Tu ph V c 2 √f c'
( )( ) (
bw d
+
1,7 A oh2
≤∅
bw d
+
3 )
untuk tampang berongga

Aoh = luas inti tampang (di dalam sengkang) dan ph = keliling inti ( keliling sengkang)
Bila tebal dinding tampang berongga t < Aoh /ph maka rumus terakhir di atas menjadi :
Vu Tu V c 2 √f c'
( )(
bw d
+
1,7 A oh t
≤∅
bw d ) (
+
3 )
Tulangan sengkang penahan puntir harus memenuhi persamaan berikut ini :
2 A0 A t f yv
T n≤ cos θ
s
Ao = luasan efektif inti tampang (=0,85Aoh), At = luas tulangan sengkang penahan puntir, θ
= sudut miring retak biasanya diambil 45 o. fyv = tegangan leleh tulangan sengkang, dan s
= jarak antara sengkang penahan puntir.
Setelah At ditetapkan maka jarak sengkang (s) dapat dihitung dan tulangan longitudinal
penahan puntir dapat ditetapkan seperti berikut :
At f
Al ≥
s ( )
p h yv cos2 θ
f yl

48
Al = luasan tulangan longitudinal, At = luas tulangan sengkang pendukung puntir, ph
= keliling sengkang, θ = sudut miring retak biasanya diambil 45 o, fyl = tegangan leleh
tulangan longitudinal, fyv = tegangan leleh tulangan sengkang.
Tulangan penahan puntir berupa tulangan longitudinal dan tulangan tegak lurus
padanya yang dapat berupa :
1. Sengkang/ begel tertutup tegak lurus batang longitudinal
2. Jaring kawat las mengelilingi balok
3. Tulangan spiral
Kombinasi gaya geser dan puntir harus memberikan luasan tulangan sengkang/ begel :
75 b w s √ f c ' bw s
A v +2 A t ≥ dan A v +2 A t ≥
1200 f yv 3 f yv
5 A cp √ f c ' A t f A b
A l min ≥
12 f yl s f yl ( )
− ph yv dengan t ≥ w
s 6 f yv

Jarak antara tulangan sengkang < 300 mm atau < ph/8 sedang jarak antara tulangan
longitudinal < 300 mm dengan diameter > 10 mm dan > (s/24).
Nadai dalam Paulay (1975) menyebutkan bahwa momen torsi maksimum identik
dengan volume “pasir yang diletakkan di atas tampang balok yang didirikan”. Dari
contoh di atas diperoleh bahwa :
Momen puntir = T = {4 x luasan segitiga x (b/3) + 2 x luasan persegi empat x
(b/4)} x Tegangan Geser

T= 4
[( 3 ) (
b ( 0,5 ( 0,5 b ) ) b
+2
4 )]
( 0,5 b ( h−b ) ) b
vt

¿
[(( )
1 3 1
3
b+
4
hb 2−
1 3
4()
b vt ( ) )]
¿
[(( )
1
4
h b2 +
1 3
12 ( ) )]
b vt

¿ ( 121 ) b ( 3 h+b) v
2
t

1 1 1
T =( 2 ( )b )( ( ) b )+ ( ( h−b ) b ) ( )b
2b 3 2

1 1
¿ ( ) b v +( ) ( h−b ) b v
3 2
t t
3 2

49
¿ ( 12 ) b v (( 23 ) b+ ( h−b ))
2
t

¿ b2 ( 12 )( h−( 13 ) b) v t

¿ b2 h ( 12 )(1−( 13 )( bh )) v t

2
ψ=
Bila maka
( 3 )( h ))
( 1 b
1−

T2 T
vt = =ψ 2

[ b2 h 1−( ( )( ))]
1
3
b
h
b h

Bila b/h = 1 maka ψ = 3 dan bila b/h = 0 maka ψ = 2. ACI 318-2000 menyebutkan
tegangan geser seperti berikut.
3Tu
V t= 2
x y
Batas nominal dimana pengaruh puntir diabaikan bila v t ≤ 4,0 √ f c ' dan mulai retak

bila v t > 4,0 √ f c ' . Dari persamaan di atas dapat ditulis kembali persamaan berikut.
T 1
vt = dengan k= bila x < y
k∑ x y 2
3
1 2
T = v t (∑ x y )
3
Nadai dalam Paulay (1975) menyebutkan bahwa batas momen puntir nominal (Tu)
dimana kondisi keseimbangan momen puntir keseimbangan berlaku bila Tu < Tn seperti
berikut di bawah ini. Atau dengan kata lain bila Tn < 0,375 Tc dengan Tc (momen puntir
yang menyebabkan retak/ crack).

∑ x2 y ∑ x2 y
T n=0,85 ( 1,5 √ f c ' ) ( )
3
1
(
lbs atauT n=0,85 √ f c '
8 )( 3 ) kNm

)(∑ ∑ x2 y
x2 y
T c =0,85 ( 4,0 √ f c '
3) 1
(
lbs atau T c =0,85 √ f c '
3 )( 3 ) kNm

Dengan demikian pengaruh kekakuan torsi juga tidak perlu dihitung dalam
proses analisis kekuatan balok terhadap momen dan geser lentur. Bila Tn terletak
diantara Tu dan Tc maka balok dapat dirancang dengan anggapan balok belum retak.
Sedang bila Tn > Tc yaitu balok masuk kategori kedua (kompatibilitas momen puntir)

50
maka balok harus memikul momen puntir yang bergantung pada kekakuan relatif balok.
Namun secara keseluruhan gaya puntir tidak boleh melampaui 4Tc, bila lebih dari itu
ukuran balok harus diubah.
Tu ≤ 4 T c
Prosedur hitungan dijelaskan seperti berikut ini :
a) Hitung momen puntir terfaktor Tu. Bila Tu ≤ Tn maka pengaruh momen puntir boleh
diabaikan.
b) Bila Tu > Tn tetapi masih Tu ≤ Tc maka hitungan masih didasarkan pada cara elastik
(momen puntir keseimbangan)
c) Bila Tu > Tc maka hitungan didasarkan pada momen puntir kompatibilitas.
Bila ada gaya tarik selain puntir maka kemampuan balok menahan puntir menjadi
sangat berkurang dan boleh dianggap Tc = 0 (seluruh momen puntir ditahan oleh baja
tulangan).
Menghitung kemampuan balok menahan puntir Tn dan Tc memerlukan pengertian
tentang kekakuan puntir (tortional stiffness). Untuk balok dengan tampang T atau L
maka lebar plat yang boleh diperhitungkan harus memenuhi gambar 2.11.
Tampang itu kemudian harus dipotong menjadi beberapa tampang persegi panjang. Ada
dua kemungkinan bentuk seperti tergambar di atas. Untuk memudahkan memilih
bentuk yang akan memberikan ∑x2y (nilai kekakuan torsi) maksimum sebenarnya dapat
dilakukan dengan cara menghitung keduanya dan dipilih yang maksimum (coba-ralat).
Namun demikian ada cara sederhana yang dapat dilakukan yaitu dengan
membandingkan nilai lebar dari kedua persegi panjang, bw dan t. Bila bw > t maka
tampang persegi dengan lebar bw yang dimenangkan sehingga pemotongan tampang T
menjadi seperti gambar (a) di atas, dan sebaliknya.
Contoh 2.16
Balok berukuran 350 x 500 mm 2 menumpu plat beton
tebal 125 mm pada salah satu sisinya. Balok itu harus
dihitung kemampuannya menahan momen torsi sebelum
retak dan pengaruhnya terhadap momen negatif pada
plat yang membebani balok secara merata
sebesar M- = 30 kNm/m’, fc’ = 25 MPa, fy = 415 MPa. Bentang balok 3 m dengan ujung
ujung dijepit penuh oleh kolom dan bentang plat 2,5 m.
Lebar plat yang boleh dihitung sebagai pendukung momen torsi :

51
< 4.t = 4.125 mm = 500 mm
< h – t = 500 – 125 = 375 mm
Digunakan bef = 375 mm

∑ x2 y
( )( 3 ) kNm
1
T c =0,85 √ f c '
3
1 1
T =0,85 ( √ 25 )( 500 (350 ) +375 ( 125 ) ) =32 kNm
c
2 2
3 3
Momen puntir yang terjadi pada ujung-ujung balok sebesar Tu = 30(3/2) = 45 kNm.
Momen puntir yang terjadi pada ujung balok (Tu = 45 kNm) > kemampuan balok
menahan puntir (Tc = 32 kNm dan masih < 4Tc = 112 kNm) → sisa momen negatif
plat akan diredistribusikan ke momen positif dan momen negatif di ujung plat yang lain
(momen negatif di ujung balok hanya mampu menahan 32 kNm atau momen negatif
terbagi merata = (2/3) 32 = 21 kN/m’).

Contoh 2.17
Mirip dengan contoh 2.16, tetapi momen negatif yang bekerja pada plat 10 kN/m’.
Bagaimanakah hitungan ketahanan balok terhadap puntir ?
Tn = 0,375 Tc = 0,375 (32) = 12 kNm
Momen puntir Tu = 10(3/2) = 15 kNm > Tn, tetapi < Tc → perlu dilakukan penulangan
dengan momen torsi sebesar 15 kNm.
Contoh 2.18
Mirip dengan contoh 2.16, tetapi momen negatif yang bekerja pada plat 5 kN/m’
Bagaimanakah hitungan ketahanan balok terhadap puntir ?
Tn = 0,375 Tc = 0,375 (32) = 12 kNm
Momen puntir , Tu = 5(3/2) = 7,5 kNm < Tn → pengaruh puntir tidak perlu
diperhitungkan !!

Contoh 2.15 :

52
Plat tipe “flat slabs“ ditumpu oleh 4 kolom dengan jarak 6 m dan 7,1 m. Beban terfaktor
di atas plat 10,4 kN/m2. Koefisien momen pada salah satu potongan seperti pada tabel di
bawah ini. Ukuran balok tepi memiliki kemampuan menahan momen torsi sebelum
retak Tc = 28 kNm. Hitunglah ketahanan momen pada balok itu terhadap puntir
M = qL1.(L2)2/8 = 10,4(6)(7,1)2/8 = 393 kNm
Tn = 0,375. Tc = 0,375 (28) = 10,5 kNm, Tmak = 4Tc = 4(28) = 112 kNm
Momen Puntir :
−¿¿
M A = 0,70(393) kNm = 275 kNm
M+ = 0,52(393) kNm = 204 kNm
−¿¿
M B = 0,26(393) kNm = 103 kNm
Momen puntir Tc = 28 kNm < Momen terkecil Tu =103 kNm
−¿¿
Setelah diredistribusi ternyata balok tepi (spandrel) MA dan M+ > 4Tc = 112 kNm

→ ukuran balok harus diubah !!

2.7. KONSOL PENDEK


Yang dimaksud dengan konsol pendek adalah balok yang salah satunya dijepit
penuh dan ujung lain bebas dengan beban titik (Vu) pada ujungnya. Jarak antara
permukaan jepit dan beban titik disebut bentang geser. Tinggi balok dihitung pada
permukaan jepit sedemikian sehingga nilai banding antara bentang geser dan tinggi
balok bersih (a/d) ≤ 1. Balok pendek boleh dibebani gaya tarik (Nuc) oleh adanya gaya
rangkak, susut atau perubahan suhu secara bersamaan dengan Vu namun Nuc ≤ Vu tetapi
≥ 0,2Vu. Tinggi konsol pendek pada ujung balok harus ≥ 0,5d. Pada permukaan jepit
harus dirancang memikul momen sebesar Vua + Nuc(h – d) dan gaya tarik harisontal Nuc.
Faktor reduksi kekuatan (Ø) harus diambil sebesar 0,75 untuk menghitung Vn = Vu/Ø,

53
dengan Vn < 0,2fc’bwd atau < 5,5bwd. Tulangan geser friksi Avf dapat dihitung dengan
rumus :
Vn = Avf fy μ(sin α + cos α ) dengan α = sudut antara tulangan geser friksi dan
bidang geser (antara 0o sampai 90o)
Koefisien friksi μ dapat diambil = 1,4λ untuk beton monolit atau μ = 1,0λ untuk beton
yang dicor pada permukaan beton lama yang dikasarkan dengan kedalaman kekasaran
5 mm atau μ = 0,6λ untuk permukaan beton lama yang tidak dikasarkan. Sedang
koefisien λ = 1,0 untuk beton normal atau λ = 0,85 untuk beton ringan.
Tulangan Af mendukung momen lentur Vu.a + Nuc(h – d) dihitung menurut
persamaan balok dibebani lentur dengan tulangan tunggal, sesuai pasal 12.2 dan 12.3
SNI-03-2847-2002. Tulangan An pada posisi sama dengan Af menahan gaya tarik Nuc
sehingga An ≥ Nuc/(Øfy) dengan Nuc ≥ 0,2Vu. Tulangan tarik total As ≥ Af + An atau As
≥ 2/3 Avf + An dan As ≥ 0,04bw d(fc’/fy).
Sengkang tertutup Ah ≥ 0,5(As – An) dipasang pada 2/3 tinggi efektif konsol
bersebelahan dan sejajar dengan As. Pada permukaan ujung kolom pendek tulangan As
harus diangkurkan dengan :
a. tulangan tegak lurus padanya (tegak lurus bidang gambar), berdiameter sama atau
lebih besar, dengan bahan las struktural dengan kekuatan las sama dengan kekuatan
tulangan sebanyak As, atau
b. menekuk tulangan tarik As sebesar 180o , atau
c. cara lain yang memberikan pengangkuran yang baik
Daerah tumpuan tidak boleh melampaui bagian lurus tulangan As dan tidak melampaui
ujung konsol pendek.

54
BAB III
DIAPRAGMA DAN DINDING GESER

3.1 UMUM
Syarat perancangan struktur bangunan gedung disamping kekuatan (strength) yang
memadai diperlukan pula layanan (serviceability) yang baik yaitu : keawetan (durability)
dan kenyamanan (comfortability  stiffness). Syarat terakhir tersebut akan sangat
dirasakan pada perancangan bangunan tinggi karena pengaruh beban lateral seperti
gempa atau angin akan sangat mempengaruhi simpangan horisontal (lateral drift) dan
dengan demikian akan mempengaruhi kenyamanan pemakainya. Pengaku terhadap
beban lateral dapat berupa portal balok-kolom (open frame), rangka batang silang (truss)
atau dinding tahan geser/ dinding geser/ DG (shear resistance wall atau shear wall
disingkat SW ). Sistem penahan beban lateral ini kemudian harus diikuti oleh sistem
fondasi yang mampu meneruskan beban itu ke tanah, apabila momen oleh gaya lateral
lebih besar dari pada kemampuan fondasi maka struktur dapat mengguling.

Gambar 3.1. Sistem penahan beban lateral

Pada umumnya dinding geser akan mengurangi pandangan bebas dan keindahan
bangunan, karena sistem ini akan menutup sebagian dinding dan memberi kesan sempit
dan kaku. Namun demikian seorang ahli struktur harus dapat menyelesaikan persoalan
non-struktur ini dengan tetap menggunakan dinding geser sebagai alternatif
penyelesaian pada bangunan tinggi, misalnya menggantikan pasangan bata dengan
dinding geser, atau menempatkan dinding geser sedikit lebih ke dalam sehingga
permukaan luarnya dapat menyesuaikan dengan keinginan arsitek. Di bawah ini
disajikan beberapa tipe dinding geser dengan berbagai kekurangan dan kelebihannya.
55
(a) Tipe Tube (b) Tipe Rectangle

(c) Tipe L-shape (d) Tipe C-shape

(e) Tipe I-shape (f) Tipe Coupled SW

Gambar 3.2. Beberapa tipe dinding geser

Tipe tube (a) kurang bagus dari sisi keamanan terhadap bahaya kebakaran karena di
dalam tube sering digunakan untuk keperluan akses vertikal, misal ruang tangga/lift/
escalator (kecuali di dalam tube terdapat blower yang dapat menghembuskan udara
segar saat terjadi kebakaran), namun dari sisi arsitektur tipe ini disukai oleh sebab jarak
jangkau yang relatif sama ke segala arah sehingga membuat nyaman bagi pemakainya.

56
Dari sisi struktur bentuk ini sangat kokoh dan memiliki kekakuan sama ke segala arah,
namun bila terjadi momen puntir maka tipe ini akan memikul gaya geser lebih besar
dibandingkan dengan tipe (b), (c), (d), (e) dan (f) karena lengannya terhadap pusat
kekakuan (untuk tampang simetrik berada di pusat tampang) lebih pendek. Apabila
sebuah dinding geser kantilever tidak cukup kuat menahan gaya lateral atau tidak cukup
kaku untuk mengurangi simpangan lateral maka dua buah atau lebih dinding geser
dapat dirangkai menggunakan balok penghubung (coupled beam) yang umumnya
memiliki kekakuan yang tinggi (tipe f). Keuntungan pemakaian dinding geser secara
umum adalah seperti berikut ini.
1. mengurangi pengaruh puntir yang tidak menguntungkan bagi kolom khususnya
pada bangunan asimetrik,
2. mengurangi simpangan lateral secara total maupun antar tingkat (interstory drift)
pada bangunan tinggi  menambah kenyamanan pemakai, mengurangi kerusakan
non-struktural
3. mengurangi sangat banyak gaya lateral dan momen pada kolom lainnya
4. dianjurkan untuk digunakan pada bangunan dengan sistem flat-slab
Di bawah ini akan dibahas diapragma dan dinding geser menurut versi ACI-318-2000
dan UBC.

3.2. DIAPRAGMA
Sistem penahan beban lateral (portal balok-kolom, rangka batang silang, dinding
penahan geser) akan efektif bila seluruh beban yang berada di atas setiap lantai
bangunan itu dapat tersalurkan secara proporsional ke unsur-unsur penahan beban
lateral. Sistem yang meyalurkan beban ini disebut dipragma (diaphragm). Diapragma
dapat memanfaatkan plat lantai beton bertulang, rangka balok silang di bawah plat
lantai kayu atau baja. Dilaporkan pula dalam peraturan ACI 318-2000 bahwa dinding
geser paling efektif dibandingkan dengan sistem lain karena memiliki kekakuan yang
sangat tinggi bahkan dapat menyalurkan hampir seluruh gaya lateral apabila sistem
diapragma yang digunakan memadai (sangat kaku). Diapragma dikatakan fleksibel bila
simpangan horizontal di tengah bentang (diantara dua dinding geser paralel) melebihi
jumlah simpangan horisontal pada tumpuannya (pada dinding geser). Bila diapragma
itu sangat kaku maka gaya lateral pada lantai itu akan disalurkan secara proporsional ke

57
dinding geser yang ada sebanding dengan kekakuannya, namun bila tidak, maka dinding
geser yang kurang kaku justru akan menahan gaya lateral lebih banyak.

ΔL ΔR ΔM

ΔM > ΔR + ΔL diapragma fleksibel

Gambar 3.3. Diapragma fleksibel

20 kN 20kN 20 kN 20kN 20 kN 20kN

2R R 2R 2R R 2R 2R R 2R

a. Sangat kaku b. Cukup kaku c. Sangat fleksibel

Gambar 3.5. Bentuk lendutan terkait dengan kekakuan diapragma

Gambar 3.4. menunjukkan pengaruh kekakuan diapragma pada reaksi tumpuan


(dinding geser). Pada dinding geser sangat kaku maka reaksi masing-masing dinding
geser (SW) akan proporsional terhadap kekakuan (inersia) dari dinding geser itu.
Gambar 3.3.a menunjukkan reaksi dinding geser tepi yang memiliki inersia 2R sebesar =
(20 kN + 20 kN) * 2R/(2R+R+2R) = 16 kN, sedang dinding geser tengah akan menerima
8 kN. Tetapi pada gambar 3.3.b karena diapragma tidak sangat kaku (melendut) maka
dinding geser tepi akan menerima beban lebih ringan ( misalnya 14 kN) sedang dinding
geser tengah akan meningkat ( misalnya 12 kN). Tetapi pada gambar 3.3.c dinding geser
sangat fleksibel maka dinding geser tengah akan menerima beban jauh lebih besar
(misalnya 20 kN) sedang dinding geser tepi justru menjadi lebih ringan (misalnya 10
kN).

58
Untuk menjadikan plat beton sebagai diapragma yang kaku dan dapat berfungsi
secara optimum perlu beberapa syarat antara lain ketebalan plat beton yang tidak
kurang dari 12,5 cm untuk plat monolitik dan tidak kurang dari 15 cm untuk plat beton
yang dicor dalam dua tahap (10 cm partially precast slab dan 5 cm in situ topping slab).
Plat beton harus dilengkapi pula dengan balok pengumpul (collector/drag) yang
berfungsi menyalurkan gaya geser ke sistem penahan vertikal dan balok rusuk (chord)
yang menyalurkan beban tarik dan tekan oleh gaya momen.

Gambar
SFD 3.5. Diapragma dan gaya-gaya yang membebaninya

BMD sayap/ elemen pembatas/flange


chord
ftarik

collector shear wall


τmaks badan/
web

-
ftekan

Angkur yang menghubungkan antara balok pengumpul (collector) dan dinding geser
sangat berperan apabila balok pengumpul berada disamping dinding geser. Karena
diapragma berupa balok tinggi dengan tampang profil C memiliki lengan yang relatif
besar, maka momen dapat ditahan oleh balok-balok rusuk saja (chord sebagai sayap /
flange ) yang menahan gaya tarik dan tekan, sedang gaya geser (shear) ditahan oleh
bagian bagian badan (web).

3.3. UKURAN /DIMENSI DINDING GESER


Anggapan terbaik yang dapat dilakukan terhadap dinding geser untuk
menghindari bahaya tekuk adalah memperlakukannya sebagai kolom pendek dan rusak
lentur (Paulay dan William, 1980). Untuk memenuhi syarat tersebut maka Paulay dan
William (1980) memberi batasan dimensi dinding geser seperti berikut.
Batasan dimensi dinding geser :
1. B > Ln/10 jika letak garis netral c ≤ 4 B atau c ≤ 0,3 Lw

59
2. Letak garis netral c dibatasi sehingga pada saat regangan serat tekan terluar
sebesar 0,003 maka regangan pada sisi dalam sayap  0,0015.
dengan

Lw : lebar total dinding geser Ln : tinggi bersih tingkat


c : letak garis netral B : lebar sayap dinding geser
Batasan dimensi tampang dinding geser dan batasan regangan dapat dilihat pada
gambar 3.6.
ACI-318-2000 memberikan ketentuan bahwa bila Hw/Lw > 2 dinding geser
berperilaku seperti balok kantilever (lendutan lentur lebih dominan) sehingga faktor
reduksi kekuatan dapat disamakan dengan balok (Ø=0,85). Bila Hw/Lw < 2 maka dinding
geser berperilaku sebagai balok tinggi/ balok rangka diagonal dimana kerusakan geser
diagonal lebih dominan. Dengan menganggap elemen tekan berarah diagonal
(kemiringan αo), maka kebutuhan jumlah tulangan dapat ditetapkan dengan persamaan
di bawah ini. Tulangan arah vertikal (≈ gaya T) meghindarkan retak diagonal beton.

}
T . d= Δv . h
b. h
Δv =V .
b
d ( ) T =V .
( d2 )
b
Bila α = 45 → T = V .
d
o
( )
Namun demikian dari persamaan keseimbangan benda bebas (free body) menunjukkan
adanya komponen horisontal sehingga tulangan horisontal juga diperlukan (≈ Δvu ).
Sudut retak ditentukan oleh perbandingan antara jumlah tulangan vertikal dan
horisontal. Bila jumlah itu sama maka sudut retak = 45 o. Lebih jauh hitungan tulangan
ini dapat dilihat dalam bab balok tinggi (deep beam).
Untuk dinding geser dengan Hw/Lw < 2 pemakaian tampang persegi masih dapat
dimengerti, namun pada Hw/Lw > 2 dinding geser perlu diperkuat (elemen pembatas)
pada tepi-tepi tekannya agar tidak melipat karena beban vertikal (aksial) dan momen

60
lentur. Pada umumnya dinding geser hanya memikul momen lentur oleh beban
horisontal (gempa) dan beban aksial disekitarnya.
Menurut UBC (Uniform Building Code of California, USA) bila beban aksial <
0,1fc’Ag maka faktor reduksi kekuatan  bervariasi secara linear antara 0,7 sampai
dengan 0,9 sementara SNI-1726-2002 menyebutkan nilai itu berkisar antara 0,7 sampai
dengan 0,85. Menurut UBC, gaya aksial pada dinding geser tidak boleh lebih besar dari
0,35Po dengan Po = 0,8{0,85fc’(Ag – Ast) + fy Ast)} untuk sengkang biasa (bukan spiral).
Menurut UBC elemen pembatas diperlukan bila gaya aksial diantara 0,15Po dan 0,35Po.
Bila lebar elemen pembatas merupakan fungsi dari tinggi tingkat maka tinggi elemen
pembatas, H dapat ditentukan melalui grafik berikut

0,85
Gambar 3.7. Ukuran tinggi
elemen pembatas (H)
H/Lw

0,15

0,15 Po 0,35 Po

Menurut UBC elemen pembatas tidak diperlukan bila semua syarat berikut dipenuhi :
a. gaya aksial terfaktor Nu  0,1fc’Ag untuk dinding geser simetrik dan Nu  0,05 fc’.Ag
untuk dinding geser tidak simetrik.
b. Mu / ( Vu.Lw )  1,0
c. Vu  ¼ Lw Ln √f c '
ACI-318-2000 tidak menetapkan ukuran elemen pembatas ini, dalam hal tidak ada
aturannya maka ACI-318-2000 mengacu pada aturan yang ada di UBC. Syarat yang
dicantumkan dalam ACI-318 terkait dengan perlunya elemen pembatas bila tegangan
tekan di serat terluar > 0,2fc’.

61
g.n

bw H

c ≤ 2.H
ε ≤ 0,0015

0,003

Lw
Lb

Gambar 3.8. Batasan dimensi dan regangan.

3.4 MOMEN-LENTUR, MOMEN-PUNTIR, GAYA AKSIAL DAN GAYA GESER


Gaya-gaya internal dinding geser dapat diperoleh melalui pemodelan di dalam
software seperti SAP 2000 atau ETAB atau software lainnya. Pemodelan dinding geser
harus dilakukan dengan teliti dan benar. Namun demikian penelitian komparatif
menyatakan bahwa adanya dinding geser yang sangat kaku dibandingkan dengan kolom
menyebabkan hampir seluruh gaya internal dipikul oleh dinding geser (> 90%). Oleh
karenanya perancangan gaya dalam dinding geser dapat dilakukan secara sederhana
melalui tahapan/ prosedur berikut ini.
1. Penetapan gaya geser-dasar (base shear) : V = (C1.I/R).Wt
dengan :
C1 = koefisien percepatan tanah
I = fungsi bangunan
R = faktor reduksi gempa (R=1,6 sampai 8,5)
Wt = massa gedung keseluruhan
2. Penetapan gaya geser-tingkat (storey shear)
W i . hi
Fi = .V
∑ W i . hi
dengan :
Wi = massa pada lantai ke-i
hi = tinggi tingkat ke-i dari titik penjepitan
Fi = gaya geser-tingkat pada lantai ke-i
3. Penetapan gaya geser tiap elemen pada tingkat ke-i.
a. Pengaruh gaya translasi

62
k y,i , j I y , i, j I x ,i , j
F ' x ,i , j = . Fi = . Fi F ' y, i , j= . Fi
∑ k y ,i ∑ I y,i dan ∑ I x, i
Kekakuan sering diidentifikasikan dengan inersia dinding geser selama tinggi
tingkat dan jenis kolom sama (I = second moment of area of wall) sehingga ky,i,j ≈ Iy,i,j
dan Σ ky,i ≈ Σ Iy,i
b. Pengaruh momen torsi

FrSub{size8{x,ij} =` left({ yrSub{size8{j} .IrSub{size8{y,ij} } over {Sum{left(\ yrSub{size8{j} \) rSup{size8{2} .IrSub{size8{y,ij} +`\(xrSub{size8{j} \) rSup{size8{2} .IrSub{size8{x,ij} right)} } right)`FrSub{size8{i} .erSub{size8{y} }{
¿
FrSub{size8{y,ij} =` left({ xrSub{size8{j} .IrSub{size8{x,ij} } over {Sum{left(\ yrSub{size8{j} \) rSup{size8{2} .IrSub{size8{y,ij} +`\(xrSub{size8{j} \) rSup{size8{2} .IrSub{size8{x,ij} right)} } right)`FrSub{size8{i} .erSub{size8{x} }{
¿
F x,i , j = F' x ,i , j + F rSub { size 8{x,i,j} } } { F y,i, j = F' y,i , j + F rSub { size 8{y,i,j} } } {
¿ dan ¿

dengan :
Iy,i,j = inersia mengitari sumbu-y pada tingkat ke-i dinding geser ke-j
Ix,i,j = inersia mengitari sumbu-x pada tingkat ke-i dinding geser ke-j
Fi = gaya translasi arah-x atau y pada tingkat ke-i
F’x,i,j = gaya translasi arah-x pada tingkat ke-i dinding geser ke-j
F’y,i,j = gaya translasi arah-y pada tingkat ke-i dinding geser ke-j
F”x,i,j = gaya translasi arah-x pada tingkat ke-i dinding geser ke-j pengaruh
momen torsi Fi.ey
F”y,i,j = gaya translasi arah-y pada tingkat ke-i dinding geser ke-j pengaruh
momen torsi Fi.ex

F’x,i,j + F”x,i,j F’y,i,j + F”y,i,j

Gambar.3.9. Reaksi dinding geser oleh gaya translasi dan rotasi/ p


Catatan : gaya reaksi pada arah sejajar sumbu kuat boleh diabaika
y CM = center of mass
CR
ey
CR = center of rigidity
x CM
Fi
ex

Fi

63
4. Penetapan momen pada tingkat ke-i dinding geser ke-j arah-x dan arah-y :
N N
M x ,i , j = ∑ F x , n , j .(h x , n , j −h x , i, j ) M y ,i , j = ∑ F y , n, j .(h y ,n, j−h y ,i , j )
n=i dan n=i

5. Penetapan gaya aksial pada tiap tingkat pada dinding geser :


N x,i, j dan N y,i, j

6. Penetapan gaya geser pada tingkat ke-i dinding geser ke-j arah-x dan arah-y :

N N
V x, i, j = ∑ F x,n , j . V y ,i, j = ∑ F y , n , j .
n=i dan n=i

3.5. BATASAN TULANGAN LENTUR


Tulangan lentur dapat berfungsi menahan tegangan tekan dan tarik yang terjadi
akibat momen lentur. Ada beberapa konsep cara memberikan tulangan lentur, namun
menurut ACI 318-2000 yang mendukung lentur hanya tulangannya saja yang diletakkan
pada kedua sayap dari dinding geser. Kopel gaya tarik dan tekan pada kedua sayap
dengan lengan (terhadap sumbu dinding geser) menunjukkan kemampuan dinding
geser menahan momen, hal ini akan menghasilkan daktilitas yang lebih baik (R.Park dan
T. Paulay, 1974). Namun demikian apabila dikehendaki hitungan lebih teliti maka
pengaruh gaya tarik dan tekan tulangan pada badan dan gaya tekan pada beton di
daerah sayap dapat pula diperhitungkan. Pada prinsipnya dinding geser bila rusak harus
menunjukkan rusak liat (daktail). Bila letak g.n (c) dapat ditetapkan maka regangan
pada setiap baja yang ditempatkan dapat dihitung dan kemampuan dinding geser
menahan momen dapat dihitung melalui persamaan :
Pn = ΣCs + Cc - ΣTs
Mn = Cc(½.Lw –½ a) + ΣCs (½Lw – d) + ΣTs(½Lw – d)
Bila nilai c divariasikan maka akan didapat banyak nilai Mn dan Pn sehingga dapat
digambarkan diagram interaksi. Penggunaan tulangan menjadi tidak efisien jika
tulangan bekerja dengan lengan momen yang kecil (Park dan Paulay, 1974). Selain
mengurangi efisiensi penggunaan tulangan, penempatan tulangan yang terlalu banyak
pada badan dinding geser juga akan mengurangi daktilitas.
Cardenas dan Magura di dalam Park dan Paulay (1975) seperti terlihat dalam
gambar 3.9 memperlihatkan perilaku tampang pada kondisi rasio tulangan yang sama
namun dengan penempatan jumlah tulangan lentur yang berbeda. Kurva pada tampang
bentuk persegi empat dengan tulangan lentur yang ditempatkan merata menunjukkan:

64
peningkatan rasio tulangan diikuti penurunan daktilitas yang cukup drastis. Kurva pada
tampang-I dengan rasio tulangan badan minimum (0,25%) dan sebagian besar tulangan
ditemptkan di sayap menunjukkan perilaku yang sama tetapi memiliki peningkatan
kekuatan momen yang lebih besar dan daktilitas yang lebih baik. Perbandingan di atas
menunjukkan bahwa tampang dinding geser efisien jika tulangan lentur sebagian besar
ditempatkan dekat dengan tepi tarik, sedangkan pada badan ditempatkan rasio tulangan
minimum untuk menahan geser saja.

Gambar 3.10. pengaruh distribusi tulangan terhadap kekuatan momen


dan daktilitas (Park dan Paulay, 1975)

Momen yang terjadi akibat beban lateral memiliki arah bolak-balik sehingga
tulangan yang diperlukan pada kedua sisi luar harus simetri.

3.6. PERANCANGAN TULANGAN LENTUR DAN AKSIAL


Perancangan tulangan lentur dilakukan dengan coba ralat. Melalui persamaan
kompatibilitas regangan kemampuan beton dan tulangan dapat diketahui. Gaya aksial
momen lentur dapat ditetapkan melalui persamaan keseimbangan gaya. Perancangan
diawali dengan menempatkan tulangan pada sayap pada rasio tulangan minimum
(ρ =1% ) dan dinaikkan 0,5% sampai rasio tulangan 3%. Letak garis netral ditetapkan
mulai dari c = d’ sampai dengan c = 2.H (dua kali tinggi sayap. Jika pada rasio tulangan 3

65
% belum mencapai kemampuan momen yang dimaksud berarti dimensi dinding geser
tidak memenuhi syarat, untuk itu perlu diperbesar.
a. Kontribusi gaya oleh tekan beton
Beton hanya berfungsi pada daerah tekan dan diabaikan pada daerah tarik.
Perhitungan kontribusi gaya oleh beton dapat dibagi menjadi 2 bagian :
1. Untuk a = .c  H
Cc = 0,85fcB (.c )
Lc = Lw/2 – (.c)/2
Mn = CcLc
dengan :
Cc = gaya tekan beton
Lc = lengan momen beton

Sumbu g.n
Pn
B

bw
aH

c ≤ 2.H
ε ≤ 0,0015

0,003
Lw
d1
Lb

Cc1

Cc2
Ts1 Ts2 Ts3

Cs3 Cs2 Cs1

Gambar 3.11. Diagram tegangan regangan dinding geser


2. Untuk a = .c > H
Cc1 = 0,85fc’H B
Cc2 = 0,85fc’(c – H)bw
Lc1 = Lw/2 – H/2
Lc2 = Lw/2 – (c + H)/2
Mn = Cc1. Lc1 + Cc2.Lc2
dengan :
Cc1 dan Cc2 = gaya tekan beton

66
Lc1 dan Lc2 = lengan momen beton tekan
b. Kontribusi gaya oleh baja tulangan
Baja tulangan berfungsi menahan gaya tekan dan tarik. Kemampuan tulangan
menahan gaya tekan/tarik bergantung pada nilai regangan yang terjadi.
1. Bila regangan ε ≥ εy maka gaya yang dapat dipikul Ts = As.fy
2. Bila regangan ε < εy maka gaya yang dapat dipikul Ts = As.fs dengan fs = Es.εs
( c−d n )
ε sn = . 0, 003
c
dengan :
sn = regangan pada tulangan deret ke-n
dn = jarak tulangan deret ke-n terhadap serat tekan terluar
Es = modulus elastisitas baja, umumnya digunakan nilai 200.000 MPa
Momen yang dapat dipikul oleh tulangan :
n
∑ T sn .( 12 . Lw −d n )
Mn = Pn.e = 1

Keseimbangan momen memberikan momen luar (Pn.e = Σ momen dalam)  tanda


momen itu saling berlawanan.

3.7. PERANCANGAN TULANGAN GESER


Tulangan geser ditahan oleh bagian badan dari dinding geser (web). Tulangan
geser diletakkan di dalam badan berarah horisontal dan vertikal. Umumnya diameter
dan jarak tulangan ke arah horisontal dan vertikal dibuat sama. Jumlah tulangan geser
dalam badan dapat dipasang satu lapis (single curtain) atau dua lapis (double curtain)
bergantung dari kemampuan geser beton pada bagian badan (Ø.Vc) dalam menahan gaya
geser terfaktor (Vu).
a. Gaya geser lentur
Karena umumnya dinding geser menggunakan diapragma (plat lantai beton) yang
kaku maka hampir seluruh gaya geser pada bangunan itu akan didukung oleh dinding
geser. Dalam segala hal dinding geser tidak boleh rusak geser, oleh karenanya dinding
geser memperhitungkan pula pengaruh berbagai faktor seperti berikut.
Vu,g =  oVu
dengan :
Vu,g = gaya geser terfaktor yang diperbesar oleh faktor pembesara dinamik dan
overstrength factor
67
 = faktor pembesaran dinamik (dynamic magnification factor)
o = overstrength factor, biasanya dipakai 1,25
Vu = gaya geser terfaktor
Besarnya nilai v ditentukan oleh jumlah tingkat seperti dalam tabel berikut :

Tabel 3.1. Faktor pembesar dinamis


(T.Paulay and R.L. Williams, 1980)
BAYAKNYA TINGKAT (N) FAKTOR ()
1–5 0,1 N + 0,9
6–9 1,5
10 – 14 1,7
15 lebih 1,8

Besarnya faktor o didapat dari persamaan :


Kemampuan beton pada bagian badan :
1 1
Vc = ( )
6
√ ( )
f c ' . A cv = √ f c ' . Lb . b w
6
dengan :
Lb = lebar badan dari dinding geser
bw = tebal badan
Bila Vc < Vu,g maka tulangan geser dipasang dalam 2 lapis (double curtain), bila
sebaliknya maka jumlah tulangan geser cukup 1 lapis. Dalam segala hal Vu,g < 4Vc, bila
tidak maka ukuran bagian badan diubah (misalnya tebal badan ditambah).
b. Tulangan geser lentur
Bila Hw/Lw > 2, maka ACI-318-2000 menyatakan dinding geser berperilaku sebagai balok
kantilever dengan tipe kerusakan lentur sehingga boleh digunakan Ø = 0,85
1
φV n = φ ( 6 cv √ c
A f '+ A st f y ) harus lebih besar dari pada Vu,g
Bila Hw/Lw < 2, maka dinding geser berperilaku sebagai balok tinggi dengan tipe
kerusakan geser sehingga boleh digunakan Ø = 0,70
φV n = φ ( α c Acv √ f c ' + A st f y )
harus lebih besar dari pada Vu,g

68
Ast = luas tulangan geser yang dipasang dengan jarak ≤ 450 mm namun luasan tulangan
geser itu ≥ 0,25% Acv dan diameter tulangan badan ≥ 12 mm. Bila Hw/Lw = 1,5 bisa
digunakan αc = ¼ dan berangsur b erubah secara linear αc =1/6 pada Hw/Lw = 2.
c. Tulangan geser pons
Park dan Paulay (1975) menemukan kerusakan pada sekitar sambungan beton oleh
geser yang merupakan fungsi dari gaya aksial. Dengan memperhitungkan 80% tinggi
dinding geser yang efektif menahan geser dan hanya 80% gaya aksial yang bekerja maka
dapat diturunkan tegangan geser yang mampu dipikul :
N un + A st f y 0,8 N u + A st f y
vu = =
A gn 0,8bw Lw
Bila tegangan yang terjadi merupakan fungsi gaya lintang dan memperhitungkan tinggi
efektif 80% maka :
Vu Vu
vu = =
A gn 0,8 bw Lw
Menyamakan kedua persamaan di atas diperoleh persamaan rasio tulangan :
Vu 0,8 N u + A st f y V u−0,8 N u A st V u 0,8 N u 1
=
0,8 b w Lw 0,8 b w Lw
→ A st =
fy
→ ρ= =
Ag Ag Ag

(
fy )
0,8 N u 1
(
ρ = v u−
Ag fy )
≥ ρmin = 0, 0025

dengan :
Ast = tulangan vertikal dalam badan
Ag = luasan bersih bagian badan (= 0,8bw Lw)
vu = tegangan geser yang terjadi (=Vu/Ag)
d. Elemen pembatas (boundary element/ flange)
Bila gaya geser dan momen yang didukung oleh Dinding Geser tidak terlalu besar
maka tampang persegi maka cukup digunakan tampang persegi empat. Apabila gaya
geser dan momen itu besar sehingga tegangan kombinasi antara gaya aksial Pu dan Mu
menyebabkan serat tekan beton terluar > 0,2fc’ maka diperlukan elemen pembatas/
sayap.
N u M u (1/2)L w
fc= + > 0,2 f c '
Bila Ag Ig maka elemen pembatas diperlukan, namun bila <
0,2. cukup digunakan tampang persegi empat.

69
Ukuran elemen pembatas sebaiknya lebih tebal dari pada tebal bagian badan dan dapat
memanfaatkan kolom setempat sebagai elemen pembatas. Di dalam elemen pembatas
terdapat tulangan memanjang yang bersama-sama dengan beton tekan berfungsi
menahan gaya tarik dan tekan sehingga membentuk kopel momen internal yang mampu
melawan momen eksternal.
e. Tulangan sengkang (links) dan pengekang (confinement)
Tulangan sengkang dapat berfungsi sebagai tulangan pengekang, namun tidak
sebaliknya . Tulangan pengekang berfungsi mengekang beton di dalam sengkang agar
tidak terlepas keluar dari bagian intinya karena oleh pengaruh kombinasi momen dan
gaya aksial salah satu kolom akan menerima gaya aksial yang cukup besar.
Nu Mu
Pu = +
2 ( Lw −H ) dan harus ≤
φ 0,8 ( 0, 85 f c '( Acf − A sf ) + A sf f y )

dengan :
Acf = luas elemen pembatas / sayap (=B.H)
Asf = luas tulangan di dalam elemen pembatas / sayap

Bila gaya aksial Pu >


φ 0,8 ( 0, 85 f c '( Acf − A sf ) + A sf f y ) maka ukuran elemen pembatas/
sayap harus diubah. Tulangan pengekang diletakkan sejajar dengan arah panjang
elemen pembatas (long direction) dan arah lebar (short direction).
Pada arah panjang elemen pembatas (long diection) :

Ash_x >
0,3 . s. bc
[ ]
Acf
Ac
−1
f c'
f yh
dan >
0, 09 sb c
fc'
f yh

Pada arah pendek elemen pembatas (short direction) :

Ash_y >
0,3 sh c
[ ]
A cf
Ac
−1
fc'
f yh
dan >
0, 09 sh c
fc'
f yh

dengan :
s = jarak antar tulangan pengekang ke arah vertikal
bc = lebar inti elemen pembatas
hc = tinggi inti elemen pembatas
Acf = luasan elemen pembatas (= B.H)
Ac = luasan inti dari elemen pembatas (= bchc)
fyh = tegangan leleh tulangan geser
f. Tulangan utama / longitudinal reinforcement

70
Tulangan ini biasanya disebar sekeliling elemen pembatas dengan jarak kurang lebih
sama. Dengan cara coba-ralat pada luasan antara 1% sampai dengan 6% A g dan
dilakukan banyak percobaan dengan cara merubah nilai c mulai dari c = d’ sampai c = 2
H. Oleh karena begitu lebarnya dinding geser maka kadang boleh dianggap seluruh
tulangan pada elemen pembatas itu memiliki titik berat di tengah elemen pembatas.
Melalui persamaan kompatibilitas dapat dibuat diagram interaksi untuk berbagai nilai
(c).

y hc Ash_y

x k H

bc B

h'

sv
Ash_x
Gambar.3.12. Detail
penulangan
sh dinding geser
s

71
Gambar 3.13. Diagram interaksi dinding geser
Contoh 3-1 :
Contoh ini diambil dari Note on ACI-318-1995 (example 31.6) yang menggunakan US unit.
Konversi soal tersebut ke SI unit akan menyebabkan ukuran-ukuran tidak lazim. Dinding
geser dengan ukuran tergambar dirancang untuk menahan momen, gaya aksial dan
geser terfaktor berturut-turut Mu = 66744 kNm, Nu = 20720 kN dan Vu = 4054 kN.
bw
Gambar.3.14. Dinding geser tampang persegi em

Lw

Hitunglah penulangan yang diperlukan bila tinggi tingkat Lu = 4,5 m, lebar dinding geser
Lw = 7,977 m, tebal bw = 509 mm, tinggi bangunan Hw = 45,11 m, fc’ = 28 MPa, fy = 420
MPa, fyv = 420 MPa. Diameter tulangan utama = 35,9 mm, pada badan = 15,9 mm, pada
sengkang/ pengekang = 15,9 mm.
Jawab :
Hw / Lw = 45,11/7,977 = 5,66 > 2  dinding geser berperilaku sebagai balok kantilever ;
Ø = 0,85
Ig = (1/12)bwLw3 = (1/12)(509)79773 = 2,1528.1013 mm4
Ag = bwLw = 509.7977 = 4,06.106 mm2
1. Kontrol tegangan tekan pada serat terluar dinding geser (maksimum)
N u M u (1/2) Lw (20720)103 (66744 )106 (1 /2 )7977
fc= + = +
Ag I g (4, 06 )10 6 (2, 1528)1013
= 17 , 47 MPa > 0,2 f c ' = 5,6 MPa
Karena tegangan yang terjadi melampuai 0,2fc’ maka diperlukan elemen pembatas/
sayap. Ukuran sayap diperkirakan 813/1270 (32”x50”) dengan tulangan di dalamnya
2 – 4%. Digunakan 30D35,8 = (30)¼ π(35,8) 2 = 30182,62 mm2  ρ = 2,92 % diatur
seperti berikut ini.

1270

813
Gambar 3.15. Tampang elemen pembatas

72
Jarak tulangan ke arah horisontal = {H – (2d’)}/(n – 1) = {1270–100 }/11 = 106,3 mm
> 25mm  OK!
Jarak tulangan ke arah vertikal = {B – (2d’)}/(n – 1) = {813–100}/4 = 178,25 mm >
25 mm  OK!
2. Kontrol tegangan tekan maksimum pada elemen pembatas
ØPn = Ø0,8{0,85fc'(Acf - Asf) + Asf fy} = 24837712 N = 24837,712 kN
dengan :
Acf = B.H = 813.1270 = 1.032.256 mm2
Asf = 30182,62 mm2
N u M u (20720)103 (66744)106
Pu = + = + = 20 .312 .042 N
2 Lw 2 7977
= 20 .312 kN < φ . Pn = 24 .837 , 7 kN → OK !!
3. Kemampuan dinding geser menahan kombinasi beban aksial dan momen
Dicoba dengan c = H = 1270 mm, kemudian dihitung regangan pada tiap tulangan di
dalam elemen pembatas. Bila regangan itu leleh maka gaya yang dapat dipikul = luas
tulangan x tegangan leleh = Afy, namun sebaliknya maka gaya yang dapat dipikul =
luas x tegangan kerja = Afs = AEsεs.

sumbu
e
Pn
Lw
c =1270

813

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

0,003

g.n Gambar 3.16. Diagram tegangan regangan untuk c = H


0,85.fc’

Cc

Tabel 3.2. Momen dan gaya aksial nominal untuk c = H


As (mm2) c(mm a(mm) d(mm) e Pn (kN) Mn (kNm)
)
1 5030,44 1270 1079,5 50,0 -0,00288 (2112,784) (8320,792)
0
2 2012,17 1270 1079,5 156,4 -0,00263 (845,113) (3238,427)
0
3 2012,17 1270 1079,5 262,7 -0,00238 (845,113) (3148,538)
0
4 2012,17 1270 1079,5 369,1 -0,00213 (845,113) (3058,648)

73
0
5 2012,17 1270 1079,5 475,5 -0,00188 (755,322) (2653,334)
0
6 2012,17 1270 1079,5 581,8 -0,00163 (654,209) (2228,555)
0
7 2012,17 1270 1079,5 688,2 -0,00137 (553,096) (1825,286)
0
8 2012,17 1270 1079,5 794,5 -0,00112 (451,983) (1443,526)
0
9 2012,17 1270 1079,5 900,9 -0,00087 (350,870) (1083,276)
0
1 2012,17 1270 1079,5 1007,3 -0,00062 (249,757) (744,535)
0 0
1 2012,17 1270 1079,5 1113,6 -0,00037 (148,645) (427,304)
1 0
1 5030,44 1270 1079,5 1220,0 -0,00012 (118,829) (328,955)
2 0
1 30182,6 1270 1079,5 7341,6 -0,014342 12676,701 42508,883
3 2 0 2
Kuat tekan beton, Cc (20882,539) (72014,646)
Total 16136,67 58006,95

Dicoba dengan c = 2.H = 2540 mm


sumbu
e
Pn
Lw
c =2540
g.n

813

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

0,003

Gambar.3.17. Diagram tegangan regangan untuk c = 2.H


0,85.fc’

Cc1 Cc2

Tabel 3.3. Momen dan gaya aksial nominal untuk c = 2.H


As c a d e Pn Mn
(mm2) (mm) (mm) (mm) (kN) (kNm)
1 5030,44 2540 2159 50,0 -0,00294 (2112,784) (8320,792)
2 2012,17 2540 2159 156,4 -0,00282 (845,113) (3238,427)
3 2012,17 2540 2159 262,7 -0,00269 (845,113) (3148,538)
4 2012,17 2540 2159 369,1 -0,00256 (845,113) (3058,648)
5 2012,17 2540 2159 475,5 -0,00244 (845,113) (2968,759)
6 2012,17 2540 2159 581,8 -0,00231 (845,113) (2878,870)
7 2012,17 2540 2159 688,2 -0,00219 (845,113) (2788,980)
8 2012,17 2540 2159 794,5 -0,00206 (829,644) (2649,685)
9 2012,17 2540 2159 900,9 -0,00194 (779,088) (2405,354)

74
10 2012,17 2540 2159 1007,3 -0,00181 (728,531) (2171,777)
11 2012,17 2540 2159 1113,6 -0,00168 (677,975) (1948,954)
12 5030,44 2540 2159 1220,0 -0,00156 (1568,546) (4342,217)
13 30182,62 2540 2,159 7341,62 -0,005671 (12676,701) (42508,883)
Kuat tekan beton, Cc (35337,555) (106871,639)
Total 34428,10 104283,76

MR = 66.744 / 0,85 = 78.522 kNm


NR = 20.720 / 0,85 = 24.377 kN
Kombinasi beban MR, NR masih di dalam kurva aman. Gambar diagram interaksi yang
lebih teliti dapat dibuat melalui program sederhana dalam Excel seperti berikut ini.

Gambar 3.18. Diagram interaksi dinding geser

4. Kemampuan elemen pembatas terhadap geser (tulangan pengekang)


Tulangan yang digunakan D15,8mm  luas = 198.5 mm2
Jarak vertikal tulangan pengekang ,s < 100 mm atau
< ¼ x dimensi terkecil elemen pembatas (B)
< ¼ x 813 mm = 203,25 mm
 digunakan s = 100 mm
Pada arah panjang – short direction (//B) :
Ash > 0,3shc{(Acf /Ac) – 1}(fc'/fyv) = 250,08 mm2

75
Ash > 0,09shc(fc'/fyv ) = 711,48 mm2
Jumlah pengekang = 711,48 / 198,5 = 4 buah
Pada arah panjang – long direction (//H) :
Ash > 0,3sbc{(Acf /Ac) – 1}(fc'/fyv) = 153,66 mm2
Ash > 0,09sbc(fc'/fyv) = 437,16 mm2
Jumlah pengekang = 437,16 / 198,5 = 3 buah
dengan :
hc = H–2d’ + d_tul.pengekang + tul.utama = 1270 – 2(50)+15,8+35,8 = 1221,6 mm
bc = B – 2d’ + d_tul.pengekang + tul.utama = 813 – 2(50)+15,8+35,8 = 764,4 mm
Acf = BH = 813(1270) = 1032256 mm2
Ac = hcbc = 933791,04 mm2
fc' = 28 MPa
fyv = 420 MPa
5. Kemampuan beton pada bagian badan menahan gaya geser
Acv = Lwbw = 7977(509) = 4060225 mm2
Kemampuan beton menahan geser = Vc = ( A cv √ f c ' ) /6 = 3580782 N
Vc = 3581 kN < Vu = 4054 kN  perlu tulangan geser 2 lapis (2 curtains)
Vu < ØAcv √f c ' (4/6) = 12174658,88 N = 12174,65 kN  ukuran memadahi
6. Tulangan yang diperlukan bagian badan untuk menahan gaya geser
Asv ≥ 0,25% Acv = 6,918 mm2
Diameter tul.badan = 15,9 mm  luas = 198,5 mm2
Jumlah = 6,918 /198,5 = 34,9 bh  18 pasang
Jarak antar lapis = Lw/18 = 7977/18 = 443,16 mm
Ditetapkan jarak antar tulangan badan ke arah vertikal = horisontal = 300 mm
Luasan = 1,323.04 mm2 /m'  ρ = 0.0026 %
Hw/Lw = 5.66 > 2,  kemampuan geser ØVn = Ø{Acv. √f c ' /6 + Astfy}
Acv = Lwbw = 7977(509) = 4060225 mm2
ØVn = 6811,219 kN > Vu = 4054 kN  tulangan terpasang mampu menahan gaya
geser
7. Panjang penjangkaran (anchorage length)
Tulangan geser pada badan harus dijangkarkan ke dalam elemen pembatas dengan
suatu panjang tertentu syarat panjang penjangkaran dengan ujung berkait :

76
f y db
ldh =
5,5 √ f c '
> 8db
> 150 mm
dengan :
db = diameter tulangan
420.15,8
ldh = = 250 mm
Tulangan yang digunakn 15,8 mm  5,5 √28 dan > 8.15,8 = 126,4
mm dan > 150 mm  digunakan ldh = 250 mm
Menurut persyaratan bila tidak digunakan ujung berkait maka panjang penjangkaran
ldh harus dinaikkan 3,5 kali lebih besar = 3 x 250 mm = 877 mm

Pengekang arah pendek 4D15,8

1270

813

D15,8 – 300 mm
30D35,8

ldh
Gambar 3.19. Posisi tulangan pengekang

Pengekang arah
panjang 3D15,8

3.8. DINDING GESER BERANGKAI (COUPLED SW)


Definisi dinding geser berangkai sering dikatakan pula sebagai dinding struktur
berlubang (structural wall containing openings) atau sering disebut sebagai rangka
portal kaku dengan balok-balok tinggi (rigid jointed frame consisting of deep members).
Dari definisinya dapat diduga bahwa cara hitungan struktur biasa/ konvensional tidak
dapat diguankan. Hitungan menggunakan model analisis laminer dengan menggunakan
komputer merupakan cara terbaik untuk mendapatkan informasi gaya-gaya yang ada

77
dalam dinding geser berangkai. Balok penghubung dua dinding geser digantikan oleh
ekivalen media elastik menerus (equivalent continuous elastic medium) yang akan
memudahkan masalah statika tak tentu sehingga gaya geser diantara balok penghubung
dengan dinding geser dapat diketahui. Park dan Paulay (1975) mengatakan pada
prinsipnya bahwa momen pada setiap potongan harus seimbang :
Mo = Mu1 + Mu2 + Tul
dengan :
Mo = momen eksternal
Mu1, Mu2 = momen internal terfaktor pada dinding geser 1 dan 2
T = gaya aksial tarik dan tekan terfaktor
l = lengan/ jarak antara pusat gaya pada dinding geser 1 dan 2

l l

Gambar 3.20. Pemodelan dinding geser berangkai (Park dan Paulay, 1975)

Kemampuan dinding geser berangkai akan lebih didominasi oleh perkalian gaya (T) dan
lengan (l) dari pada Mu1, Mu2 selama balok penghubung dua dinding geser itu mampu
menahan gaya geser yang terjadi. Peran balok penghubung sangat besar dalam
mentransfer gaya geser (berfungsi sebagai dowel) sehingga dinding geser berangkai
merupakan kesatuan monolitik. Oleh beban lateral berlebih biasanya balok penghubung
mengalami kerusakan (diharapkan kerusakan lentur) dan terbentuk sendi plastis. Dua

78
sendi plastis pada setiap ujung balok penghubung dinding geser akan mengakhiri
kemampuan dinding geser berangkai dalam menahan geser. Pada saat inilah dinding
geser akan mengambil peran melalui kemampuannya menahan momen Mu1, Mu2 (dinding
geser berangkai berubah menjadi dua buah dinding geser kantilever). Kuntuhan diakhiri
oleh terbentuknya sendi plastis pada masing-masing dinding geser (umumnya pada
ujung bawah).
Perancangan dinding geser berangkai tertuju pada perancangan balok
penghubung sehingga tidak terjadi kerusakan geser padanya tetapi kerusakan lentur
dalam batas beban rancang. Seperti halnya dalam dinding geser kantilever maka M u1, Mu2
dapat ditetapkan melalui diagram interaksi dinding geser setelah gaya aksial terfaktor
Nu dapat ditentukan pada suatu titik tertentu. Gaya aksial aksil terfaktor T u dapat
ditentukan dan penulangan untuk itu dapat dihitung.
Memperhatikan kemampuan beton menahan geser Vc = (4/6 ¿ √ f c ' (bw.d) maka gaya
geser maksimum pada balok penghubung yang didasarkan pada kemampuan lenturnya
harus sedikitnya sama dengan gaya geser beton maksimum tersebut.
2 M u 2 φf A st f y ( d−d ')
Vu = =
ls ls d’ Gambar 3.21. Tampang balok penghubung
4
φ s V c = √ f c ' (bw d ) d
6
(d-d’) h
4 2 φ f A st f y (d−d ' )
φ s √ f c ' (bw .d ) =
6 ls

Dengan memasukkan Øs = 0,7 dan Øf = 0,85 maka jumlah tulangan tarik dapat dihitung :
A st 1 φ s ls √ f c ' 0,7 ls √ f c '
= =
b w d 3 φ f f y (d−d ' ) 3(0, 85) f y ( d−d ')
ls√f c '
ρ = 0,275
f y (d−d ' )
Agar supaya balok penghubung rusak lentur (geser sepenuhnya dipikul oleh beton) maka
jumlah tulangan lentur dibatasi sampai dengan :
ls√f c '
ρmaks = 0, 25
f y (d−d ' )
Cara lain untuk menghindarkan kerusakan geser pada balok tinggi dapat digunakan tulangan
diagonal berikut :

79
Tu
Cu
Tu

Mu
α
Vu

Vu α
Vu
Cu
Mu

Gambar 3.22. Model balok dengan tulangan diagonal

ls

Gaya aksial pada tulangan diagonal :


Vu
As =
Tu = Cu = As fy dan Vu = 2Tu sin α  2 f y sin α

Momen :
V u ls
Mu = = ls T u sin α
2

jarak sengkang spiral mengikuti peraturan

Gambar 3.23. Penulangan balok diagonal

ls panjang pengangkuran mengikuti peraturan

80

Anda mungkin juga menyukai