DENGAN
METODE CLAPYERON DAN CROSS
As’at Pujianto
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
i
Pujianto, As’at
ii
PRAKATA
Buku ini ditulis berdasarkan keinginan penulis untuk memenuhi Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar yang disusun oleh BMPTTSSI (Badan Musyawarah Perguruan Tinggi
Teknik Sipil Seluruh Indonesia), yang menyatakan bahwa mahasiswa harus mampu
memahami konsep analisis struktur statis tak tentu, menguasai tentang metode Clapeyron
pada balok menerus, penggambaran BMD, SFD dan NFD. Disamping itu mahasiswa harus
mampu menganalisis struktur portal statis tak tentu dengan metoda Hardy-Cross, analisis
portal satu tingkat dengan satu bentangan, portal satu tingkat dengan dua bentangan, portal
dua tingkat dengan satu bentangan, portal dua tingkat dengan dua bentangan, menggambar
BMD, SFD dan NFD. Mengingat Analisis Struktur mempunyai tiga aspek kompetensi
(mengidentifikasi kaidah-kaidah dasar bangunan Rekayasa Sipil; menganalisis dan
menyelesaikan permasalahan bidang Teknik Sipil; dan menerapkan technopreneurship dan
soft skill), buku ini diharapkan dapat menjadi buku pengayaan khazanah keilmuan tentang
analisis strutur.
Terselesaikannya penulisan buku ini juga tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak.
Karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Pada Masyarakat (LP3M) UMY karena telah memberikan Hibah Penulisan Buku Teks.
Dengan kepercayaan tersebut, penulis berkeyakinan bahwa itu dapat meningkatkan kualitas
diri dan karya untuk waktu yang akan datang. Penulis juga menyampaikan ucapan terima
kasih kepada segenap pengelola Program Studi Teknik Sipil dan Dekan Fakultas Teknik
UMY, yang telah memberikan kemudahannya, atas kemudahan yang telah diberikan benar-
benar bermanfaat bagi penulis untuk belajar menjadi pribadi yang lebih baik. Selain itu,
penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Dr.Eng. Agus Setyo Muntohar, M.Eng.
selaku pembimbing yang telah memberikan bantuan, motivasi, dan saran-sarannya.
As’at Pujianto
Penulis
DAFTAR ISI
1
tumpuan yang bersifat sebagai penghubung, yaitu : link, sebagaimana digambarkan pada
gambar 1.1.
30 T 30 T
10 T 10 T
10 T
19 T 11 T
4m 19 T
10 T 11 T
10 T
19 T
11 T 10 T
5m 5m 19 T 11 T
(a) Aksi dan Reaksi
(b) Free Body Diagram
Gambar 1.2. Struktur Portal Statis Tertentu
2
Menggambarkan/menyusun sebuah FBD yang tepat dan benar, merupakan
langkah awal yang sangat penting dalam menyelesaikan persoalan analisis struktur.
Penyelesaian persoalan statika sangat bergantung pada ketepatan dalam
menggambar/menyusun FBD. Kecerobohan dalam menggambar/menyusun FBD akan
mengakibatkan kesalahan fatal dalam menyelesaikan persamaan-persamaan
kesetimbangan.
RAH A B RAH A B
(b) (b)
RAV RB RAV RB
Gambar 1.2. Balok Jepit-Roll Gambar 1.3. Balok Jepit-Jepit
Jumlah Reaksi = 3
Statis Tertentu : Stabil
Jumlah Reaksi = 4
Statis Tak Tentu : Stabil
Jumlah Reaksi = 5
Statis Tak Tentu : Stabil
Jumlah Reaksi = 3
Statis Tertentu : Tidak Stabil
Jumlah Reaksi = 3
Statis Tertentu : Stabil
G. Soal Latihan
Tentukan klasifikasi dan derajat ketidak-tentuan statis struktur di bawah ini.
(1) (2)
(3) (4)
(5) (6)
6
BAB II
DEFLEKSI DAN ROTASI BALOK TERLENTUR
A. Defleksi
Semua balok yang terbebani akan mengalami deformasi (perubahan bentuk) dan
terdefleksi (atau melentur) dari kedudukannya. Dalam struktur bangunan, seperti : balok
dan plat lantai tidak boleh melentur terlalu berlebihan untuk mengurangi/meniadakan
pengaruh psikologis (ketakutan) pemakainya.
Ada beberapa metode yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan-
persoalan defleksi dan deformasi pada balok, diantaranya adalah : metode integrasi ganda
(”doubel integrations”), luas bidang momen (”Momen Area Method”), dan metode luas
bidang momen sebagai beban. Metode integrasi ganda sangat cocok dipergunakan untuk
mengetahui defleksi sepanjang bentang sekaligus. Sedangkan metode luas bidang momen
sangat cocok dipergunakan untuk mengetahui defleksi dalam satu tempat saja. Asumsi
yang dipergunakan untuk menyelesaiakan persoalan tersebut adalah hanyalah defleksi
yang diakibatkan oleh gaya-gaya yang bekerja tegak-lurus terhadap sumbu balok, defleksi
yang terjadi relative kecil dibandingkan dengan panjang baloknya, dan irisan yang
berbentuk bidang datar akan tetap berupa bidang datar walaupun terdeformasi.
d
A B
y m n
dx d
x
Gambar 2.1. Balok sederhana yang mengalami lentur
Berdasarkan gambar 2.1. didapat besarnya
dx = r tg d
karena besarnya drelatif sangat kecil maka tg ddsajasehingga persamaannya
dapat ditulis menjadi :
1 d
dx = r.d atau
r dx
Jika dx bergerak kekanan maka besarnya d akan semakin mengecil atau semakin
berkurang sehingga didapat persamaan :
1 d
r dx
dy
Lendutan relatif sangat kecil sehingga tg , sehingga didapat persamaan :
dx
1 d dy d2y
2
r dx dx dx
1 M M d2y
Persamaan tegangan , sehingga didapat persamaan 2
r EI EI dx
d2y
Sehingga didapat persamaan EI 2 M (2.1)
dx
Persamaan 2.1 jika dilakukan dua kali integral akan didapat persamaan
dy dM
EI V
dx dx
EIy
dV
q
dx
Untuk mempermudah pemahaman tentang pemakaian metode integrasi ganda, akan
dicoba diaplikasikan pada struktur balok sederhana.
Contoh 2.1. Sebuah balok sederhana yang menahan beban merata seperti pada gambar 2.2
Dari gambar 2.2 besarnya momen pada jarak x sebesar
1
Mx = R A . x - q x2
2
qL 1
Mx = . x - q x2
2 2
Persamaan tersebut disubstitusi ke dalam persamaan 2.1 sehingga didapat
8
d2 y qL 1
EI 2 x qx 2
dx 2 2
A B
BMD
Mx
x
Momen maksimum terjadi pada x = L , dan pada tempat tersebut terjadi defleksi
2
dy qLx 2 qx 3 qL3
EI
dx 4 6 24
Dari persamaan tersebut diintergralkan kembali terhadap x sehingga menjadi
dy qLx 2 qx 3 qL3
EI dx 4 6 24
9
qLx 3 qx 4 qL3x
EI y C2
12 24 24
Pada x = 0, lendutan y = 0, sehingga didapat C2, dan persamaannya menjadi
0 = 0 + 0 + 0 + C2
C2 = 0
qLx 3 qx 4 qL3x
EI y 0
12 24 24
y
qx
24EI
2Lx 2 x 3 L3
y
qx 3
24EI
L 2Lx 2 x 3
Pada x = L akan diperoleh lendutan maksimum sehingga didapat
2
L
q 3 L L
2 3
y max 2 L 2L
24EI 2 2
qL 3 L3 L3
y max L
48EI 2 8
qL 5L3
y max
48EI 8
Contoh 2.2. Stuktur cantilever dengan beban merata seperti pada gambar 2.3.
Mx BMD
x
dy qx
3
EI C1
dx 6
Momen maksimum terjadi pada x = L, dan pada tempat tersebut tidak terjadi defleksi,
dy 0 , sehingga persamaannya menjadi
dx
qx 3
0 C1
6
qL3
C1
6
Sehingga persamaan di atas akan menjadi
dy qx
3
qL3
EI
dx 6 6
Dari persamaan tersebut diintergralkan kembali terhadap x sehingga menjadi
dy qx 3 qL3
dx 6 6
EI
qx 4 qL3x
EI y C2
24 6
Pada x = L, lendutan y = 0, sehingga didapat C2
qL4 qL4
0 C2
24 6
qL4
C2
8
Persamaannya menjadi
11
qx 4 qL3x qL4
EI y
24 6 8
y
q
24EI
x 4 4L3x 3L4
Pada x = 0 akan diperoleh lendutan maksimum sehingga didapat
y max
q
24EI
0 0 3L4
3qL
y max
24EI
Sehingga lendutan maksimum cantilever (pada ujung batang) didapat :
qL4
y max (1.3)
8EI
Contoh 2.3. Struktur cantilever dengan titik seperti pada gambar 2.4
Mx BMD
x
12
dy Px
2
EI C1
dx 2
Momen maksimum terjadi pada x = L, dan pada tempat tersebut tidak terjadi defleksi,
dy 0 , sehingga persamaannya menjadi
dx
PL2
0 C1
2
PL3
C1
2
Sehingga persamaan di atas akan menjadi
dy Px
2
PL2
EI
dx 2 2
Dari persamaan tersebut diintergralkan kembali terhadap x sehingga menjadi
dy Px 2 PL2
dx 2 2
EI
Px3 PL2 x
EI y C2
6 2
EI y
Px 3
6
L 3L2 C2
0
6
L 3L2 C2
PL 2
PL3
C2
3
Persamaannya menjadi
EI y
Px 3
6
x 3L2 PL3
3
EI y
P 3
6
x 3xL2 2L3
y
q 3
6EI
x 3xL2 2L3
Pada x = 0 akan diperoleh lendutan maksimum sehingga didapat
y
q
6EI
0 0 2L3
13
PL3
y max
3EI
Sehingga lendutan maksimum cantilever dengan bebat titik (pada ujung batang) didapat :
qL4
y max (2.4)
8EI
Contoh 2.4. Struktur balok sederhana dengan beban titik, seperti pada gembar 2.5
P
A B
a b
L
BMD
Mx
x
Gambar 2.5. Balok Sederhana dengan beban titik
Dari gambar 2.5 besarnya reaksi dukungan dan momen sebesar
Pb Pa
RA , dan RB
L L
Pbx
Mx = untuk x a
L
Pbx
Mx = - P(x-a) untuk x a
L
Persamaan tersebut disubstitusi ke dalam persamaan 2.1 persamaan garis elastis sehingga
didapat :
d2 y Pbx
untuk x a EI 2
dx L
d2 y Pbx
untuk x a EI 2 P( x a )
dx L
14
dy
2
Pbx
EI C1
dx 2L
dy Pbx P( x a )
2 2
EI C2
dx 2L 2
Pada x = a, dua persamaan di atas hasilnya akan sama.
Jika diintegral lagi mendapatkan persamaan :
Pbx3
EI y C1x C3 untuk x a
6L
Pbx3 P( x a )3
EI y C2 x C4 untuk x a
6L 6
Pada x = a, maka nilai C1 harus sama dengan C2, maka C3 = C4, sehingga persamaannya
menjadi :
Pbx3 P( x a )3
EI y C1x C3
6L 6
Untuk x = 0, maka y = 0, sehingga nilai C3 = C4 = 0
Untuk x = L, maka y = 0, sehingga persamaan di atas dapat ditulis menjadi :
PbL3 P(L a )3
0 C1L 0
6L 6
Besarnya L – a = b
PbL Pb3
C1
6 6L
C1
6L
Pb 2
L b2
Sehingga setelah disubstitusi menghasilkan persamaan :
y
Pbx 2
6EIL
L b2 x 2 untuk x a
Px a
3
Pbx 2
y L b2 x 2 untuk x a (2.5)
6EIL 6EI
15
struktur dengan pembebanan yang lebih kompleks, maka dirasa kurang praktis, karena
harus melalui penjabaran secara matematis.
Metode luas bidang momen inipun juga mempunyai kelemahan yang sama apabila
dipakai pada konstruksi dengan pembebanan yang lebih kompleks. Namun demikian
metode ini sedikit lebih praktis, karena proses hitungan dilakukan tidak secara matematis
tetapi bersifat numeris.
d
A B
y
m n B’
B”
dx d d
AB
x
M BMD
Dari gambar 2.6, apabila dx adalah panjang balok AB, maka besarnya sudut yang
dibentuk adalah :
1 1
b b
2 3
h h
b b
A = bh A = bh/2
(a) Segi empat (b) Segi tiga
3 1
b b
8 4
h h
b b
A = (2/3)bh A = bh/3
(c) Parabola pangkat 2 (d) Parabola Pangkat 2
n 1 b 1
2n 2
b
n2
h h
b b
n 1
A bh A bh
n 1 n 1
17
L M
AB dx
0 EI
Berdasarkan garis singgung m dan n yang berpotongan dengan garis vertikal yang
melewati titik B, akan diperoleh :
M.x
B' B" d x.d dx (2.7)
EI
Nilai M.dx = Luas bidang momen sepanjang dx.
M.x.dx = Statis momen luas bidang M terhadap titik yang berjarak x dari elemen
M.
Sehingga dari persamaan 2.7 dapat didefinisikan sebagai berikut :
Definisi II : Jarak vertikal pada suatu tempat yang dibentuk dua garis singgung pada dua
titik suatu balok besarnya sama dengan statis momen luas bidang momen
terhadap tempat tersebut dibagi dengan EI.
L M.x
Jarak BB' dx
0 EI
Untuk menyelesaikan persamaan tersebut yang menjadi persoalan adalah letak
titik berat suatu luasan, karena letak titik berat tersebut diperlukan dalam menghitung
statis momen luas M.dx.x. Letak titik berat dari beberapa luasan dapat dilihat pada
gambar 2.7.
Untuk mempermudah pemahaman tentang pemakaian metode luas bidang momen,
akan dicoba diaplikasikan pada struktur balok sederhana.
Penyelesaian :
1 2
Besarnya momen di C akibat beban merata sebesar MC = qL
8
5 L 5
Letak titik berat dari tumpuan A sebesar = . L
8 2 16
Berdasarkan definisi I besarnya sudut terhadap titik C adalah sebesar :
18
Luas bidang momen
C
EI
2 1 2 L
. qL .
C 3 8 2
EI
qL3
C
24EI
Berdasasrkan definisi II besarnya jarak lendutan vertikal di C sebesar :
Statis momen luas bidang
CC’ = C =
EI
2 1 2 L 5L
. qL . .
C 3 8 2 16
EI
5qL4
C
384EI
q
A B
C C
C
C’
L/2
BMD
5 L
.
8 2
5 L
.
8 2
Penyelesaian :
1
Besarnya momen di A akibat beban merata sebesar MA = - qL2
2
19
3
Letak titik berat ke titik B sebesar = L
4
Berdasarkan definisi I besarnya sudut terhadap titik B adalah sebesar :
Luas bidang momen
B
EI
1 1 2
L. qL
B 3 2
EI
qL3
B
6EI
Berdasasrkan definisi II besarnya jarak lendutan vertikal di B sebesar :
Statis momen luas bidang
BB’ = B =
EI
1 1 2 3
L. qL . L
B 3 2 4
EI
qL4
B
8EI
A B
B B
B’
L
1 qL2 BMD
2
3 L
4
20
P
B
A B B
B’
L
PL BMD
2 L
3
Gambar 2.10. Cantilever yang menahan beban titik
Penyelesaian :
Besarnya momen di A akibat beban merata sebesar MA = - PL
2
Letak titik berat ke titik B sebesar = L
3
Berdasarkan definisi I besarnya sudut terhadap titik B adalah sebesar :
Luas bidang momen
B
EI
1
L.PL
B 2
EI
PL2
B
2EI
Berdasasrkan definisi II besarnya jarak lendutan vertikal di B sebesar :
Statis momen luas bidang
BB’ = B =
EI
1 2
L.PL . L
B 2 3
EI
PL3
B
3EI
21
Hitung defleksi maksimum (C) yang terjadi pada struktur balok sederhana yang
menahan beban titik, sebagaimana digambarkan pada gambar 2.11, dengan metode luas
bidang momen.
P
A B
C C
C
C’
L/2
BMD
PL
1
4
2 L
.
3 2
Gambar 2.11. Balok sederhana yang menahan beban titik
Penyelesaian :
1
Besarnya momen di C akibat beban merata sebesar MC = PL
4
2 L 1
Letak titik berat dari tumpuan A sebesar = . L
3 2 3
Berdasarkan definisi I besarnya sudut terhadap titik C adalah sebesar :
Luas bidang momen
C
EI
1 1 1
. L. PL
C 2 2 4
EI
PL2
C
16EI
Berdasasrkan definisi II besarnya jarak lendutan vertikal di C sebesar :
Statis momen luas bidang
CC’ = C =
EI
1 1 1 2L
. L. PL.
C 2 2 4 32
EI
PL3
C
48EI
22
3. Metode Luas Bidang Momen Sebagai Beban
Dua metoda yang sudah dibahas di atas mempunyai kelemehana yang sama, yaitu
apabila konstruksi dan pembebanan cukup kompleks. Metode ”Bidang Momen Sebagai
Beban” ini pun dirasa lebih praktis dibanding dengan metode yang dibahas sebelumnya.
Metode ini pada hakekatnya berdasar sama dengan metode luas bidang momen,
hanya sedikit terdapat perluasan. Untuk membahas masalah ini kita ambil sebuah
konstruksi seperti tergambar pada gambar 2.12, dengan beban titik P, kemudian momen
dianggap sebagai beban.
Dari gambar 6.12, W adalah luas bidang momen, yang besarnya
1 Pab Pab
W .L.
2 L 2
Berdasarkan definisi II yang telah dibahas pada metode luas bidang momen, maka
didapat:
Statis momen luas bidang momen terhadap B
1 =
EI
Pab 1 1
1 L b
2 3 EI
PabL b
1
6EI
Pada umumnya lendutan yang terjadi cukup kecil, maka berdasarkan pendekatan
geometris akan diperoleh :
1
1 A .L atau A
L
PabL b R A
A
6EIL EI
Dengan cara yang sama akan dihasilkan :
PabL a R B
B
6EIL EI
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa : Sudut tangen di A dan B besarnya
sama dengan reaksi perletakan dibagi EI.
Berdasarkan gambar 2.12 sebenarnya yang akan dicari adalah defleksi pada titik C
sejauh x meter dari dukungan A (potongan i-j-k) yaitu sebesar Zc.
Zc = ij = ik – jk
23
Berdasarkan geometri, maka besarnya ik = A . x, maka
RA
ik x
EI
Sedangkan berdasarkan definisi II adalah statis momen luasan A-m-n terhadap bidang m-
n dibagi EI, maka
x
luas A m n.
jk = 3
EI
a b
P
A i B
j
k
1
x
BMD
Pab
m
L
A n
x
W
Pab
B
3 2
1
( L b)
3
PabL b PabL a
RA RB
6L 6L
24
Berdasarkan persamaan 2.8 didapat definisi III sebagai berikut :
Definisi III : Lendutan disuatu titik didalam suatu bentangan balok sedrhana besarnya
sama dengan momen di titik tersebut dibagi dengan EI apabila bidang
momen sebagai beban.
Untuk mempermudah pemahaman tentang pemakaian metode luas bidang momen sebagai
beban, akan dicoba diaplikasikan pada struktur balok sederhana.
(a) A B
C C
C
C’
L/2
(b) 5 L BMD
.
8 2
5 L
.
8 2
(c) A B
5 L
.
8 2
Gambar 2.13. Balok sederhana yang menahan beban merata
Penyelesaian :
Langkah untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah mencari momen terlebih
dahulu, hasilnya sebagaimana digambarkan pada gambar 2.13.b. Hasil momen tersebut
kemudian dijadikan beban, sebagaimana diperlihatkan pada gambar 2.13.c. Kemudian
dicari atau dihitung besarnya reakasi dan momennya. Besarnya A adalah sebesar RA
25
akibat beban momen dibagi dengan EI, sedangkan B adalah sebesar RB akibat beban
momen dibagi dengan EI, dan besarnya max adalah sebesar MC akibat beban momen
dibagi dengan EI. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada penyelesaian dibawah ini.
Berdasarkan gambar 2.13.a. didapat momen sebagaimana digambarkan pada gambar
1 2
2.13.b, yang besarnya sebesar MC = qL
8
Dari bidang momen yang didapat pada gambar 2.13.b dibalik dan dijadikan beban
sebagaimana digambarkan pada gambar 2.13.c. Dari gambar 2.13.c didapat reaksi yang
besarnya :
1 2 L 1
R A R B qL2 qL3 (besarnya sama dengan Amn = W)
8 3 2 24
Dengan demikian sudut kelengkunagannya dapat dihitung, yaitu sebesar :
RA qL3
A B
EI 24EI
B. Deformasi
Deformasi (perubahan bentuk) balok disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
adalah : Akibat beban luar yang bekerja (seperti beban merata, terpusat, segitiga, dan
sebagainya), momen pada salah satu ujung balok, dan perpindahan (translasi) relatif ujung
balok terhadap ujung balok yang lain.
1. Deformasi Akibat Beban Merata
Deformasi yang terjadi pada struktur balok yang menahan beban merata
sebagaimana digambarkan pada gambar 2.14, dapat dihitung dengan metode luas bidang
momen sebagai beban.
26
Besarnya momen maksimum (di tengah bentang) akibat beban merata sebesar
1 2
Mmax = qL . Dari hasil tersebut digambarkan bidang momennya berupa BMD (Bending
8
Moment Diagram), seperti gambar 2.14b, kemudian BMD tersebut dipergunakan sebagai
beban, seperti gambar 2.14c, sehingga didapat reaksi perletakan pada tumpuan A dan B,
yaitu sebesar luas bidang momen tersebut dibagi dua :
2 1 2
. qL .L
Luas bidang momen 3 8 qL3
RA RB = =
2 2 24
Besarnya sudut di titik A dan B yaitu sebesar :
RA qL3
A =
EI 24EI
RB qL3
B =
EI 24EI
dengan E adalah Modulus Elastis dan I adalah Momen Inersia.
A B (a)
A B
L/2
Mmax (b)
BMD
Mmax (c)
A
27
MA A B
(a)
A B
MA (b)
BMD
BMD tersebut, dipergunakan sebagai beban sehingga didapat reaksi perletakan pada
tumpuan A dan B, yaitu sebesar:
2 2 1 M .L
RA Luas bidang momen = . .L.M A = A
3 3 2 3
1 1 1 M .L
R B Luas bidang momen = . .L.M A = A
3 3 2 6
Besarnya sudut di titik A dan B yaitu sebesar :
R A MAL
A =
EI 3EI
RB M L
B = A
EI 6EI
Jika beban momen terletak pada ujung B sebagaimana tergambar pada gambar
2.16, maka besarnya sudut di titik A dan B yaitu sebesar :
R A M BL
A =
EI 6EI
RB M L
B = B
EI 3EI
A B MB
(a)
A B
MB (b)
BMD
28
3. Deformasi Akibat Perpindahan (Translasi).
Jika suatu balok mengalami perpindahan ujung sebesar sebagaimana pada
gambar 2.17, maka besarnya sudut di titik A dan B yaitu sebesar :
A B
L
A B
A B
L
Gambar 2.17. Balok yang mengalami translasi terhadap ujung yang lain
A B
(a)
A B
Mmax (b)
BMD
Gambar 2.18. Balok sederhana yang menahan beban merata
Besarnya momen maksimum (di tengah bentang) akibat beban merata sebesar Mmax =
PL . Dari hasil tersebut digambarkan bidang momennya berupa BMD, kemudian BMD
4
tersebut dipergunakan sebagai beban sehingga didapar reaksi perletakan pada tumpuan A
dan B, yaitu sebesar luas bidang momen tersebut dibagi dua :
1 PL
. .L
Luas bidang momen PL2
R A' RB' = 2 4 =
2 2 16
Besarnya sudut di titik A dan B yaitu sebesar :
29
R 'A qL3
A =
EI 16 EI
R 'B qL3
B =
EI 16EI
A B
EI (a)
q L
A B
(b)
A B
RA = 1/3 qL x RB = 1/6 qL
30
Intergrasi I :
dy 1 q.x 3 1
EI. = qL.x dx
dx 6 L 6
1 q.x 4 1
= qL.x 2 C1
24 L 12
Integrasi II :
1 q.x 4 1
EI.y = qL.x 2 C1 dx
24 L 12
1 q.x 5 1
= qL.x 3 C1.x C2
120 L 36
31
8 qL3
A = –
360 EI
dy 1 q.04 1 7
EI. = qL.02 qL3
dx 24 L 12 360
1 q.04 1 7
EI.B = qL.02 qL3
24 L 12 360
7 qL3
B =
360 EI
Untuk kondisi balok dengan pembebanan yang lain, hasilnya dipaparkan pada Tabel 2.1.
Contoh 2.10
32
33
Contoh 2.11.
34
35
36
Tabel 2.1. Rumus-rumus Deformasi Ujung Balok Akibat Beban Luar
P
PL3
A B PL3 B
EI A 16EI
16EI
L/2 L/2
P
A B P.a.(L2 a 2 )
P.b.(L2 b 2 ) B
EI A 6EIL
6EIL
a b
L
q
qL3
qL3 B
A
EI
B A 24EI
24EI
L
q
7qL3
A B 9qL3 B
A 384EI
EI 384EI
L/2 L/2
A B M ML
A 0 B
4EI
L
M A B ML
ML B
A 6EI
3EI
L
q
A B 8 qL3
A = 7 qL3
A B 360 EI B =
360 EI
L
37
C. Soal Latihan
Hitung dan Gambarkan SFD dan BMD nya struktur tergambar dibawah ini.
38
BAB IV
BALOK STATIS TAK TENTU
A. Konsep Dasar
Struktur statis tertentu terjadi dikarenakan adanya kelebihan jumlah komponen
reaksi perletakannya lebih besar dari pada jumlah persamaan keseimbangan statisnya.
Agar struktur tersebut dapat diselesaiakan maka dapat dirubah menjadi stuktur statis
tertentu. Akibat perubahan tersebut, maka gaya kelebihan yang terjadi dapat digantikan
dengan momen pimer, yang dianggap sebagai beban momen.
Sebagai contoh struktur terkekang q
dengan beban merata penuh sebagaimana A B (a)
tergambar pada gambar 4.1a, dapat dirubah
L
menjadi struktur statis tertentu seperti pada q
gambar 4.1b. Akibat adanya perubahan tumpuan (b)
A B
jepit menjadi sendi atau rol, maka pada tumpuan MAB MBA
51
B. Struktur Terkekang dengan Beban Merata Penuh
Struktur terkekang dengan beban merata penuh sebagaimana gambar 4.1a, dapat
diselesaikan dengan cara dirubah menjadi struktur statis tertentu, sebagaimana dijelaskan
pada sub bab A.
52
2. Momen
Momen merupakan gabungan dari hasil momen akibat beban merata dari gambar
4.1.c, akibat beban momen dari gambar 4.1d, dan akibat momen dari gambar 4.1e.
Momen maksimum akan terjadi pada SFD sama dengan nol, berdasarkan gambar 4.2a
terletak di tengah bentang.
qL
Momen akibat beban merata (gambar 4.1c) : 2
MA = MB = 0 (a)
L L L qL
MT = R A . – q. . 2
2 2 4
(b)
qL L qL2
= . –
2 2 8
qL2
qL2
= 8
8 (c)
Hasil momen dapat digambarkan sebagaimana qL2
gambar 4.2.b. yang berupa diagram momen lentur 12
qL2 qL2
(Bending Momen Diagram), disingkat BMD. (d)
12 12
53
qL2 q.L2 q.L2
MT = Mmax = =
8 12 24
M B 0 A B (b)
MAB MBA
L 3
RA . L – q . . L = 0 RA L/2 RB
2 2 L/2
q
3
RA = qL A B (c)
8
M A 0
RA L/2 L/2 RB
1
RB = qL A B (d)
8
MAB
Reaksi akibat momen di A (gambar 4.3d) :
RA L RB
M 11
RA = AB = qL A B (e)
L 192
MBA
54 RA L RB
13
2. Momen 32
qL
55
13 L qL2
= qL . –
32 2 8
5 2
= qL
64
13 13 L
Mx = RA. L – q. L.
32 32 4
13 13 13 2
= qL . L – qL
32 32 128
65
= qL2
1024
Hasil momen dapat digambarkan sebagaimana gambar 4.4b. yang berupa diagram
momen lentur (Bending Momen Diagram), disingkat BMD.
Momen akibat beban momen di A dan B (gambar 4.3c dan gambar 4.3d) dapat
digambarkan seperti pada gambar 4.4c.
11 2
MA = qL
192
5
MB = qL2
192
11 2 5 L
qL qL2
qL2 – 2
5 192 192
MT =
192 L
5 6 1
=– qL2 – qL2
192 192 2
8
= qL2
192
11 2 5 13
qL qL2 L L
qL2 –
5 192 192 32
MX = –
192 L
5 6 13
=– qL2 – qL2 1
192 192 32
160 114
=– qL2 – qL2
6144 6144
274 2
=– qL
6144
56
Gabungan akibat beban merata dan momen dapat digambarkan sebagaimana
gambar 4.4.d, dan jika disederhanakan maka hasilnya sebagaimana gambar 4.4.e,
besarnya momen yaitu :
11 2
MA = qL
192
5
MB = qL2
192
5 2 8 7
MT = qL qL2 = qL2
64 192 192
65 274 2
Mmax = qL2 – qL
1024 6144
116 41
= qL2 = qL2
6144 1536
Contoh 4.1. Jika diketahui struktur terjepit dengan beban merata sebagian seperti
tergambar pada gambar 4.5.a, dengan beban q sebesar 8 kN/m dan panjang bentang
sebesar 10 meter. Hitung dan gambarkan gaya lintang dan momennya.
Penyelesaian : 8 kN/m
A B (a)
1. Reaksi dan Gaya Lintang
Reaksi perletakan merupakan jumlah dari 5m 5m
reaksi perletakan akibat beban merata dari gambar 8 KN/m
M
RA L RB
B 0
A B (e)
RA . 10 – 8.5.(5/2+5) = 0
20,83
RA L RB
57
Gambar 4.5. Balok Terkekang
dengan Beban Merata Sebagian
300
RA = = 30 kN
10
M A 0
– RB . 10 + 8.5.5/2 = 0
100
RB = = 10 kN
10
Reaksi akibat momen di A (gambar 4.5d) :
M AB 45,83
RA = = = 4,58 kN
L 10
M AB 45,83
RB = =– = – 4,58 kN
L 10
Reaksi akibat momen di B (gambar 4.3e)
M BA 20,83
RA = = = – 2,08 kN
L 10
M BA 20,83
RB = = = 2,08 kN
L 10
Dengan demikian reaksi di A dan B, sebagai berikut :
RA = 30 + 4,58 – 2,08 = 32,5 kN
RB = 10 – 4,58 + 2,08 = 7,5 kN
Berdasarkan hasil reaksi tersebut gaya lintang dapat digambar sebagaimana gambar 4.6a,
yang berupa diagram gaya lintang (Shearing Force Diagram), disingkat SFD.
2. Momen
Momen merupakan gabungan dari hasil momen akibat beban merata dari gambar
4.5c, akibat beban momen dari gambar 4.5d, dan akibat momen dari gambar 4.5e. Momen
maksimum akan terjadi pada SFD sama dengan nol, yaitu terletak pada x dari A.
Berdasarkan gambar 4.6a jarak sebagai berikut :
SFX = 0
32,5 – 8 x = 0
32,5
x= = 4,05 m
8
Momen akibat beban merata (gambar 4.5c) :
MA = MB = 0
MT = 30.5 – 8.5.5/2 = 50 kNm
58
Mx = 30.4,05 – 8.4,05.4,05/2 = 55,86 kNm
32,5
Hasil momen dapat digambarkan sebagaimana
(a)
gambar 4.6b. yang berupa diagram momen lentur
x 4,05m
7,5
(Bending Momen Diagram), disingkat BMD.
Momen akibat beban momen di A dan B
(b)
(gambar 4.5c dan gambar 4.5d) dapat digambarkan
seperti pada gambar 4.6c. 55,86
50
MA = – 45,83 kNm
MB = – 20,83 kNm (c)
33,33 20,83
MT = – 20,83 –
45,83 20,835 45,83 30,98
10
(d)
= – 33,33 kNm 20,83
45,83 16,67
MX = – 20,83 –
45,83 20,834,05 24,88
10 45,83 20,83
= – 30,98 kNm (e)
dapat digambarkan sebagaimana gambar 4.6d, dan Gambar 4.6. SFD dan BMD
jika disederhanakan maka hasilnya sebagaimana
gambar 4.6e, besarnya momen yaitu :
MA = – 45,83 kNm
MB = – 20,83 kNm
MT = 50 – 33,33 = 16,67 kNm
Mmax = 55,86 – 30,98 = 24,88 kNm
59
1. Reaksi dan Gaya Lintang P
2. Momen RA a b RB
P
Momen merupakan gabungan dari hasil momen
A B (c)
akibat beban merata dari gambar 4.7c, akibat beban
momen dari gambar 4.7d, dan akibat momen dari
RA a b RB
gambar 4.7e.
A B (d)
MAB
Contoh 4.2. Jika struktur seperti tergambar pada
RA L RB
gambar 4.7a, diketahui nilai beban terpusat P sebesar
A B (e)
40 kN, jarak a sebesar 2 meter dan b sebesar 6
MBA
meter. Hitung dan Gambarkan SFD, dan BMD nya.
RA L RB
M BA 10
RB = = = 1,25 kN
L 8 (b)
20
10
Momen akibat beban terpusat (gambar 4.7c) : (e)
MA = MB = 0
17,5
Mmax = RA . a = 21,25 . 2 = 42,5 kNm
Gambar 4.8. SFD dan BMD
Hasil momen dapat digambarkan sebagaimana
gambar 4.8b.
Momen akibat beban momen di A dan B (gambar 4.7c dan gambar 4.7d) dapat
digambarkan menjadi seperti pada gambar 4.8c.
MA = – 20 kNm
MB = – 10 kNm
Mmax = –10 –
20 106 = – 17,5 KNm
8
Gabungan akibat beban terpusat dan momen dapat digambarkan sebagaimana
gambar 4.8d, dan jika disederhanakan maka hasilnya sebagaimana gambar 4.8e, besarnya
momen yaitu :
MA = – 20 kNm
MB = – 10 kNm
Mmax = 42,5 – 17,5 = 25 kNm
61
Struktur terkekang dengan dua beban
P P
terpusat sebagaimana gambar 4.9a, merupakan A B (a)
stuktur statis tak tentu. Agar struktur tersebut dapat
a L-2a a
diselesaiakan maka dapat dirubah menjadi stuktur
statis tertentu. Akibat perubahan tersebut, maka P P
A B (b)
gaya kelebihan yang terjadi dapat digantikan MAB MBA
dengan momen pimer, sebagaimana tergambar pada
RAa L-2a a RB
gambar 4.9b. Dengan demikian struktur tersebut P P
sudah menjadi struktur statis tertentu dengan dua A B (c)
A B (e)
reaksi perletakan akibat dua beban terpusat dari Gambar 4.9. Balok Terkekang
gambar 4.9c, akibat beban momen dari gambar dengan Dua Beban Terpusat
4.9d, dan akibat momen dari gambar 4.9e.
2. Momen
Momen merupakan gabungan dari hasil momen akibat beban merata dari gambar
4.9c, akibat beban momen dari gambar 4.9d, dan akibat momen dari gambar 4.9e.
Contoh 4.3. Jika diketahui nilai beban terpusat P sebesar 40 kN, jarak a sebesar 2 meter
dan L sebesar 6 meter, maka besarnya momen primer berdsarkan Tabel 3.1, sebesar :
Pa(L a ) 40.2(6 2)
M AB = = – 8,89
L 62
kNm
Pa(L a ) 40.2(6 2)
M BA = = 8,89
L 62
kNm
62
Reaksi akibat beban terpusat (gambar 4.9c) : 20
M AB 8,89 (b)
RA = = = 1,48 kN
L 6
42,5 42,5
M 8,89
RB = AB = = – 1,48 kN (c)
L 6
8,89 8,89
Reaksi akibat momen di B (gambar 4.9e)
M BA 8,89
RA = = = – 1,48 kN 8,89 8,89 (d)
L 6
25 25
M 8,89
RB = BA = = 1,48 kN 8,89 8,89
L 6
(e)
Dengan demikian reaksi di A dan B, sebagai
25 25
berikut :
Gambar 4.10. SFD dan BMD
RA = 40 + 1,48 – 1,48 = 40 kN
RB = 40 – 1,48 + 1,48 = 40 kN
Berdasarkan hasil reaksi tersebut gaya lintang dapat digambar sebagaimana gambar 4.10a,
yang berupa SFD.
Contoh 4.4. Jika beban terpusat P sebesar 40 kN saling berlawanan seperti pada gambar
4.11a, sedangkan jarak a dan L sama, yaitu sebesar 2 meter dan 6 meter, Hitung dan
Gambarkan SFD dan BMD nya. P P
A B (a)
Penyelesaian :
a L-2a a
Besarnya momen primer berdsarkan Tabel 3.1, sebesar :
P P
M AB = M BA = Pa L a L 2a B (b)
A
L2
MAB MBA
40.2(6 2)(6 2.2)
= RAa L-2a a RB
62
P P
= 17,78 kNm (c)
A B
Reaksi akibat beban terpusat (gambar 4.11c) :
RA = RB = 0 kN RAa L-2a a
Reaksi akibat momen di A (gambar 4.11d) :
M AB 17,78
RA = = = 2,96 kN
L 6
M AB 17,78 A B (d)
RB = = = –2,96 kN
L 6 MAB
Reaksi akibat momen di B (gambar 4.11e) RA L RB
M BA 17,78 A B (e)
RA = = = 2,96 kN
L 6 MBA
M BA 17,78
RB = = = –2,96 kN RA L RB
L 6 Gambar 4.11. Balok Terkekang
Dengan demikian reaksi di A dan B, sebagai dengan Dua Beban Terpusat
berikut :
RA = 0 + 2,96 + 2,96 = 5,92 kN
RB = 0 – 2,96 – 2,96 = – 5,92 kN
Berdasarkan hasil reaksi tersebut gaya lintang dapat digambar sebagaimana gambar 4.12a,
yang berupa SFD.
Momen merupakan gabungan dari hasil momen akibat beban momen dari gambar
4.11d, dan akibat momen dari gambar 4.11e. Sedangkan momen akibat beban terpusat
64
tidak ada (momen sama dengan nol), hal tersebut diakibatkan karena nilai reaksinya sama
5,92 5,92
dengan nol.
Hasil akhir hanya ada momen akibat beban (a)
MB = 17,78 kNm
17,78
F. Struktur Terkekang dengan Beban Segitiga Gambar 4.12. SFD dan BMD
Struktur terkekang dengan beban segitiga sebagaimana gambar 4.13a, merupakan
stuktur statis tak tentu. Agar struktur tersebut dapat diselesaiakan maka dapat dirubah
menjadi stuktur statis tertentu. Akibat perubahan tersebut, maka gaya kelebihan yang
terjadi dapat digantikan dengan momen pimer, sebagaimana tergambar pada gambar
4.13b. Dengan demikian struktur tersebut sudah menjadi struktur statis tertentu dengan
beban merata dan beban momen di ujungnya. Untuk mempermudah penyelesainnya maka
struktur tersebut dapat dipisah-pisah menjadi struktur sederhana sebagaimana tergambar
pada gambar 4.13c, gambar 4.13d dan gambar 4.13e.
Contoh 4.5. Jika diketahui struktur terjepit dengan beban segitiga seperti tergambar pada
gambar 4.13a, dengan beban q sebesar 8 kN/m dan panjang bentang sebesar 10 meter.
Hitung reaksi dan gambarkan gaya lintangnya.
Penyelesaian :
Reaksi perletakan merupakan jumlah dari reaksi perletakan akibat beban segitiga
dari gambar 4.13.c, akibat beban momen dari gambar 4.13d, dan akibat momen dari
gambar 4.13e. Besarnya Momen Primer diambil dari Tabel 3.1, yaitu sebesar :
qL2 8.102
M AB = – 40 kNm
20 20
qL2 8.102
M BA = 26,67 kNm
30 30
Reaksi akibat beban segitiga (gambar 4.13c) :
M B 0
65
q
10 2
RA .10 – 8 . . .10 = 0 A B (a)
2 3
266,67 L
RA = = 26,67 kN
10 q
M A 0 A B (b)
MAB MBA
10 1
RA . 10 – 8 . . .10 = 0 RA L RB
2 3
q
133,33 (c)
RB = = 13,33 kN A B
10
Reaksi akibat momen di A (gambar 4.13d) :
RA L RB
M 40
RA = AB = = 4 kN (d)
L 10 A B
MAB
M 40
RB = AB = = – 4 kN
L 10 RA L RB
M BA MBA
26,67
RA = = = – 2,67 kN
L 10 RA L RB
M BA 26,67
RB = = = 2,67 kN 28
L 10 (f)
Dengan demikian reaksi di A dan B, sebagai
berikut : 12
66
G. Struktur Sendi - Jepit dengan Beban Merata Penuh
Struktur sendi-jepit dengan beban merata penuh sebagaimana gambar 4.1a,
merupakan stuktur statis tak tentu, sebab jumlah komponen reaksi perletakannya lebih
besar dari pada jumlah persamaan keseimbangan statisnya. Agar struktur tersebut dapat
diselesaiakan maka dapat dirubah menjadi stuktur statis tertentu. Akibat perubahan
tersebut, maka gaya kelebihan yang terjadi dapat digantikan dengan momen pimer,
sebagaimana tergambar pada gambar 4.1b. Dengan demikian struktur tersebut sudah
menjadi struktur statis tertentu dengan beban merata dan beban momen di ujungnya.
Untuk mempermudah penyelesainnya maka struktur tersebut dapat dipisah-pisah menjadi
struktur sederhana sebagaimana tergambar pada gambar 4.1c dan gambar 4.1d.
67
Berdasarkan hasil reaksi tersebut gaya lintang dapat digambar sebagaimana gambar
4.14e.
2. Momen
Momen merupakan gabungan dari hasil momen akibat beban merata dari gambar
4.1c dan akibat beban momen dari gambar 4.1d. Momen maksimum akan terjadi pada
SFD sama dengan nol, berdasarkan gambar 4.14e terletak pada x. Jarak x sebagai berikut :
SFD = 0
3qL
– qx = 0 (a)
8
3
x= L 15qL2 qL2
8
128 16
Momen akibat beban merata (gambar 4.1c) : (b)
3qL2 2
MA = MB = 0 qL2
qL
64 8
16
L L L
MT = R A . – q. . (c)
2 2 4 qL 2
2 8
qL L qL
= . –
3qL2 qL2
2 2 8 32 16 qL2
8
qL2 (d)
=
8
3qL2 qL2
3 3L 3L 1 16
Mx = R A . L – q. . . 32
8 8 8 2 Gambar 4,15. SFD dan BMD
qL 3 9
= . L– qL2
2 8 128
15 2
= qL
128
Hasil momen dapat digambarkan sebagaimana gambar 4.15a.
Berdasarkan gambar 4.14d. momen akibat beban momen di A, BMD nya dapat
digambarkan seperti gambar 4.15b, dimana besarnya :
MA = 0
q.L2
MB =
8
68
q.L2 L
8 2 q.L2
MT = =
L 16
q.L2 3
L
8 8 3
Mx = = qL2
L 64
Gabungan akibat beban merata dan momen dapat digambarkan sebagaimana
gambar 4.15c, dan jika disederhanakan maka hasilnya sebagaimana gambar 4.15d,
besarnya momen yaitu :
MA = 0
q.L2
MB =
8
qL2 q.L2 q.L2
MT = =
8 16 16 q
15 2 3 2 12 2 3 2
Mx = qL qL = qL = qL A
B (a)
128 64 128 32
L/2 L/2
q
H. Struktur Jepit - Sendi dengan Beban Merata Sebagian
A B (b)
Struktur jepit-sendi dengan beban merata
MBA
sebagian sebagaimana gambar 4.16a, merupakan
RA L/2 L/2 RB
stuktur statis tak tentu. Agar struktur tersebut dapat q
diselesaiakan maka dapat dirubah menjadi stuktur A B (c)
69
1. Reaksi dan Gaya Lintang
Reaksi perletakan merupakan jumlah dari
reaksi perletakan akibat beban merata dari gambar
4.16c dan akibat beban momen dari gambar 4.16d.
Besarnya Momen Primer diambil dari Tabel 3.1,
yaitu sebesar :
7
M BA qL2
128
Reaksi akibat beban merata sebagian (gambar 4.16c) :
M B 0
L 3
RA . L – q . . L=0
2 2
3
RA = qL
8
M A 0
1
RB = qL
8
Reaksi akibat momen di B (gambar 4.16d)
M BA 7
RA = = qL
L 128
M BA 7 (a)
RB = = qL
L 128
9
65 qL2
Dengan demikian reaksi di A dan B, sebagai qL2 256
1024
berikut :
(b)
3 7 41 11 2 274 2 8 qL2
5
RA = qL – qL = qL qL qL 192 192
qL2
8 128 128 192 6144
1 7 23 (c)
RB = qL + qL = qL 5
8 128 128
11 2
qL qL2
7 192
192 qL2
41
Berdasarkan hasil reaksi tersebut gaya lintang dapat qL2192
11 2 1536
qL
5
qL2
digambar sebagaimana gambar 4.16e. 192 192
(d)
41 7
2. Momen CHECK MX qL2 qL2
1536 192
Momen merupakan gabungan dari hasil
Gambar 4.17. BMD
momen akibat beban merata dari gambar 4.16c, dan
70
akibat beban momen dari gambar 4.16d. Momen
maksimum akan terjadi pada SFD sama dengan nol,
yaitu terletak pada x dari A. Berdasarkan gambar
4.15e jarak x sebagai berikut :
SFX = 0
41
qL – qx = 0
128
41
x= L
128
Momen akibat beban merata (gambar 4.16c) :
MA = MB = 0
L L L
MT = R A . – q. .
2 2 4
41 L qL2
= qL . –
128 2 8
9
= qL2
256
41 41 L
Mx = RA. L – q. L.
128 128 4
41 41 41 2
= qL . L– qL
128 128 504
369
= qL2
16384
Hasil momen dapat digambarkan sebagaimana gambar 4.17a.
Momen akibat beban momen di B (gambar 4.16d) dapat digambarkan seperti pada
gambar 4.17b.
MA = 0
7
MB = qL2
128
7 L
qL2
MT = 2 = 7 qL2
128
L 256
7 41
qL2 L
MX = 128 128
=–
287
qL2
L 16384
71
Gabungan akibat beban merata dan momen dapat digambarkan sebagaimana
gambar 4.17c, dan jika disederhanakan maka hasilnya sebagaimana gambar 4.17d,
besarnya momen yaitu :
MA = 0
7
MB = qL2
128
9 7 2 1
MT = qL2 qL2 = qL2 = qL2
256 256 256 128
369 287
Mmax = qL2 – qL2
16384 16384
82 41
= qL2 = qL2
16384 8142
Contoh 4.6. Jika diketahui struktur jepit-sendi dengan beban merata sebagian seperti
tergambar pada gambar 4.18a, dengan beban q sebesar 8 kN/m dan panjang bentang
sebesar 10 meter. Hitung reaksi dan gambarkan gaya lintang serta momennya.
8 kN/m
B (a)
Penyelesaian : A
5 RA L RB
RA . 10 – 8.5. 5 = 0 25,62
2
(e)
300
RA = = 30 kN x
41
L
10 128 14,38
M A 0
Gambar 4.18. Balok Jepit-Sendi
dengan Beban Merata Sebagian
72
100
RB = = 10 kN
10
Reaksi akibat momen di B (gambar 4.16d)
M BA 43,75
RA = = = – 4,38 kN
L 10
M BA 43,75
RB = = = 4,38 kN
L 10
Dengan demikian reaksi di A dan B, sebagai
berikut :
RA = 30 – 4,38 = 25,62 kN
RB = 10 + 4,38 = 14,38 kN
Berdasarkan hasil reaksi tersebut gaya lintang dapat digambar sebagaimana gambar 4.16e.
2. Momen
Momen merupakan gabungan dari hasil momen akibat beban merata dari gambar
4.16c, dan akibat beban momen dari gambar 4.16d. Momen maksimum akan terjadi pada
SFD sama dengan nol, yaitu terletak pada x dari A. Berdasarkan gambar 4.15e jarak x
sebagai berikut :
SFX = 0
(a
25,62 – 8 x = 0
9
x = 3,2 m 65
qL2 256
qL2
1024
Momen akibat beban merata (gambar 4.16c) :
(b)
MA = MB = 0 11 2 274 2 8 qL2
5
qL2
qL qL 192 192
MT = 25,62 . 5 – 8 . 5 . 2,5 192 6144
(c)
= 28,10 kNm 11 2
5
qL2
qL 7 192
Mx = 25,62 . 3,2 – 8. 3,2 . 3,2/2 192 41
qL2192
qL2
11 2 1536
= 41,02 kNm qL
5
qL2
192 192
(d)
Hasil momen dapat digambarkan sebagaimana
41 7
gambar 4.19a. qL2 qL2
1536 192
73
MB = – 43,75
43,75.5
MT = – = – 21,88 kNm
10
43,75.3,2
MX = – = – 14 kNm
10
Gabungan akibat beban merata dan momen dapat digambarkan sebagaimana
gambar 4.19c, dan jika disederhanakan maka hasilnya sebagaimana gambar 4.19d,
besarnya momen yaitu : MA =0
MB = – 43,75
MT = 28,1 – 21,88 = 6,22 kNm
Mmax = 41,02 – 14 = 27,02 kNm
I. Soal Latihan
Hitung dan Gambarkan Reakasi, Gaya Lintang dan Momen Struktur yang
tergambar dibawah :
1. Struktur Jepit - Sendi dengan Satu Beban Terpusat
P
A B
EI
MBA
a b
L
A B
MAB EI
L
74
4. Struktur Struktur Balok – Cantilever dengan Beban Merata dan Beban Terpusat
10 T 10 T
3m 3m 3m
6m 3m
6. Struktur Struktur Balok – Cantilever dengan Beban Merata dan Beban Terpusat
3 T/m
10 T
6 m 3m
75