Anda di halaman 1dari 18

1.

Dosa Besar Mencuri Diam-Diam

Amma ba’du …

Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah …

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita nikmat iman. Itulah nikmat yang
paling besar yang wajib kita syukuri.Dan kita diperintahkan untuk bertakwa kepada-Nya sebagai
bentuk syukur kita kepada-Nya. Perintah takwa ini sebagaimana disebutkan dalam ayat,

َ‫ق تُقَاتِ ِه َواَل تَ ُموتُ َّن ِإاَّل َوأَ ْنتُ ْم ُم ْسلِ ُمون‬
َّ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َح‬

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya;
dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”(QS. Ali Imran:
102)

Shalawat dan salam kepada sayyid para nabi, nabi akhir zaman, rasul yang syariatnya
telah sempurna, rasul yang mengajarkan perihal ibadah dengan sempurna. Semoga shalawat dari
Allah tercurah kepada beliau, kepada istri-istri beliau, para sahabat beliau, serta yang disebut
keluarga beliau karena menjadi pengikut beliau yang sejati hingga akhir zaman.

Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah …

Dalam khutbah kali ini, kami ingin membedah secara ringkas mengenai hukum mencuri
dan mudaratnya. Karena begitu merajalela pencurian di mana-mana, maka butuh dijelaskan
ancaman-ancamannya dalam syariat kita.

Apa itu mencuri?

Mencuri dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti mengambil barang milik orang lain
tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyi-sembunyi.Secara lughah (bahasa
Arab), mencuri disebut dengan as-sariqoh yang berarti mengambil sesuatu diam-diam.Secara
istilah syari, as-sariqoh adalah orang berakal baligh mengambil sesuatu dengan kadar nishab
tertentu atau punya nilai tertentu, masih milik orang lain, tidak syubhat di dalamnya, dan
mengambilnya secara diam-diam. Demikian disebutkan dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah,
24:292.Sebagaimana disebutkan dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah (24:292), disebut as-sariqoh
jika memenuhi empat rukun:
1. Ada pencuri
2. Ada orang yang dicuri barangnya
3. Ada harta yang dicuri
4. Mengambilnya diam-diam.

Tentang hukuman bagi yang mencuri disebutkan dalam surah Al-Maidah,

ُ‫َاب ِم ْن بَ ْع ِد ظُ ْل ِم ِه َوأَصْ لَ َح فَإ ِ َّن هَّللا َ يَتُوب‬ ِ ‫َّارقَةُ فَا ْقطَعُوا أَ ْي ِديَهُ َما َج َزا ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكااًل ِمنَ هَّللا ِ ۗ َوهَّللا ُ ع‬
َ ‫َزي ٌز َح ِكي ٌمفَ َم ْن ت‬ ِ ‫ق َوالس‬ ُ ‫َّار‬
ِ ‫َوالس‬
ُ ‫هَّللا‬
‫َعلَ ْي ِه ۗ إِن َ غفو ٌر َر ِحي ٌم‬
َ َّ

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu)
sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima
taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah: 38
dan 39)

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

.‫ُول هَّللا ِ إِ َّن هَ ِذ ِه ْال َمرْ أَةَ َس َرقَ ْتنَا‬


َ ‫ فَ َجا َء بِهَا الَّ ِذينَ َس َرقَ ْتهُ ْم فَقَالُوا يَا َرس‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ت َعلَى َع ْه ِد َرسُو ِل هَّللا‬ ْ َ‫أَ َّن ا ْم َرأَةً َس َرق‬
‫ فَقَالُوا نَحْ نُ نَ ْف ِديهَا بِخَ ْم ِس ِمائَ ِة‬.» ‫ « ا ْقطَعُوا يَ َدهَا‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ال قَوْ ُمهَا فَنَحْ نُ نَ ْف ِديهَا – يَ ْعنِى أَ ْهلَهَا – فَقَا َل َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫ق‬
‫ت ْاليَوْ َم ِم ْن‬ِ ‫ت ْال َمرْ أَةُ هَلْ لِى ِم ْن تَوْ بَ ٍة يَا َرسُو َل هَّللا ِ قَا َل « نَ َع ْم أَ ْن‬ِ َ‫ت يَ َدهَا ْاليُ ْمنَى فَقَال‬
ْ ‫ قَا َل فَقُ ِط َع‬.» ‫ قَا َل « ا ْقطَعُوا يَ َدهَا‬.‫َار‬ ٍ ‫ِدين‬
َ َ َ ْ ُ
‫َاب ِمن بَ ْع ِد ظل ِم ِه َوأصْ ل َح) إِلى آ ِخ ِر اآليَ ِة‬ ْ ْ َ ْ َّ ‫هَّللا‬
َ ‫ فأنز َل ُ َعز َو َج َّل فِى سُو َر ِة ال َمائِ َد ِة (ف َمن ت‬.» ‫ك‬ َ ْ َ َ ُ
ِ ‫ك أ ُّم‬ ْ َ َ
ِ ‫ك كيَوْ ِم َول َدت‬ ِ ِ‫خَ ِطيئت‬.
َ

“Sesungguhnya ada seorang wanita mencuri di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Lantas wanita itu dihadapkan pada orang-orang yang dicuri barangnya. Lantas mereka yang
barangnya dicuri berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Wahai Rasulullah, ini
ada wanita yang telah mencuri.’ Keluarganya pun berkata, ‘Biar kami yang menebusnya.’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengatakan, ‘Potonglah tangannya.’ Keluarganya
berkata, ‘Biar kami tebus dengan 500 dinar (sekitar 1 Milyar rupiah, pen.).’ Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap mengatakan, ‘Potonglah tangannya.’ Lantas tangannya
sebelah kanan dipotong (lantaran mencuri). Wanita tersebut kemudian mengatakan, ‘Apakah
taubatku masih tetap diterima, wahai Rasulullah?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, ‘Iya. Engkau pada hari ini telah terhapus kesalahan-kesalahanmu sebagaimana
keadaan saat engkau dilahirkan oleh ibumu.’ Maka turunlah firman Allah dalam surah Al-
Maidah, ‘Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan
kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’” (HR. Ahmad, 2:177 dan Al-
Haitsami dalam Al-Majma, 6:276. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits
ini dhaif. Syaikh Ahmad Syakir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).

Sebenarnya jika seseorang menjaga shalat, maka shalat akan pelan-pelan mencegahnya
dari tindakan mencuri.Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ada seseorang
yang pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia mengatakan,

‫ “إِنَّهُ َسيَ ْنهَاهُ َما يَقُوْ ُل‬:‫صلِّ ْي بِاللَّ ْي ِل فَإ ِ َذا أَصْ بَ َح َس ِرقَ؟ فَقَا َل‬
َ ُ‫إِ َّن فُالَنًا ي‬

“Ada seseorang yang pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata, “Ada
seseorang yang biasa shalat di malam hari namun di pagi hari ia mencuri. Bagaimana seperti
itu?” Beliau lantas berkata, “Shalat tersebut akan mencegah apa yang ia lakukan.” (HR. Ahmad,
2:447, sanadnya sahih kata Syaikh Syuaib Al-Arnauth).

Dalam ayat disebutkan,

‫صاَل ةَ تَ ْنهَى َع ِن ْالفَحْ َشا ِء َو ْال ُم ْن َك ِر‬


َّ ‫إِ َّن ال‬

“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.” (QS.
Al-‘Ankabut: 45).

Para ulama mengingatkan keras mengenai perbuatan mencuri.Imam Adz-Dzahabi


memasukkan mencuri dalam dosa besar nomor ke-21 dalam kitabnya Al-Kabair.Ibnu Katsir
rahimahullah mengatakan bahwa hukum potong tangan dulu terjadi pada zaman Jahiliyah, lantas
Islam menyetujui hukum ini dengan penambahan syarat-syarat tertentu. Lihat Tafsir Al-Qur’an
Al-‘Azhim, 3:394.Imam Ahmad rahimahullahmengatakan bahwa jika seseorang membeli barang
yang ia ketahui telah dicuri oleh seseorang, maka ia dihukumi sama-sama mencuri. Hal ini
sebagaimana disebutkan dalam Masail Al-Imam Ahmaddiriwayatkan oleh Al-Baghawi (681).

Terakhir …

Ada beberapa mudarat dari mencuri:

1. Mencuri itu menafikan kesempurnaan iman.


2. Mencuri merupakan salah satu dosa besar dalam Islam.
3. Mencuri menunjukkan kehinaan dan tak berharganya diri.
4. Mencuri membuat orang lain menarik diri darinya karena tidak adanya lagi jaminan
terjaganya harta mereka.
5. Mencuri menyebabkan hukuman di akhirat dan aib di dunia.
6. Mencuri menyebabkan orang-orang tidak merasakan keamanan walau itu suatu yang
remeh (kecil).
7. Doa para pencuri itu sulit dikabulkan oleh Allah.

Moga Allah menyelamatkan kita dari berbagai kemungkaran, menyelamatkan kita dari akhlak
tercela, dan memasukkan kita ke dalam surga-Nya

2. Iman dan Istiqamah

Amma ba’du

Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah

Segala puji bagi Allah yang telah menunjukkan kita kepada takwa. Dan kita diperintahkan untuk
bertakwa kepada-Nya sebagaimana disebutkan dalam ayat,

َ‫ق تُقَاتِ ِه َواَل تَ ُموتُ َّن إِاَّل َوأَ ْنتُ ْم ُم ْسلِ ُمون‬
َّ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َح‬

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya;
dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”

(QS. Ali Imran: 102)

Shalawat dan salam kepada sayyid para nabi, nabi akhir zaman, rasul yang syariatnya
telah sempurna, rasul yang mengajarkan perihal ibadah dengan sempurna. Semoga shalawat dari
Allah tercurah kepada beliau, kepada istri-istri beliau, para sahabat beliau, serta yang disebut
keluarga beliau karena menjadi pengikut beliau yang sejati hingga akhir zaman.

Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah …

Sebelum masuk dalam inti bahasan, ada satu adab yang diajarkan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam hadits berikut ini.Dari Sahl bin Mu’adz dari bapaknya (Mu’adz bin Anas
Al-Juhaniy), ia berkata,

ُ‫ نَهَى َع ِن ْال ُح ْب َو ِة يَوْ َم ْال ُج ُم َع ِة َوا ِإل َما ُم يَ ْخطُب‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫أَ َّن َرسُو َل هَّللا‬

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammelarang dari duduk dengan memeluk lutut pada saat
imam sedang berkhutbah.” (HR. Tirmidzi, no. 514 dan Abu Daud, no. 1110. Al-Hafizh Abu
Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
Imam Nawawi rahimahullah dalam Riyadhus Sholihin membawakan hadits di atas dengan
menyatakan dalam judul bab,

ْ ‫َك َراهَةُ ا ِالحْ تِبَا ِء يَوْ َم ال ُج ُم َع ِة َوا ِإل َما ُم يَ ْخطُبُ أِل َنَّهُ يَجْ لِبُ النَّوْ م فَيَفُوْ ت اِ ْستِ َماع ال ُخ‬
‫طبَة َويَ َخافُ اِ ْنتِقَاض ال ُوضُوْ ء‬

“Dimakruhkan memeluk lutut pada hari Jumat saat khatib berkhutbah karena dapat
menyebabkan tertidur sehingga terluput dari mendengarkan khutbah dan khawatir pula seperti itu
dapat membatalkan wudhu.”

Imam Nawawi membawakan perkataan Al-Khaththabi yang menyatakan sebab dilarang duduk
ihtiba’,

ْ ‫ض َويَ ْمنَ ُع ِمنَ ا ْستِ َماع ال ُخ‬


‫طبَ ِة‬ ِ ِ ‫ْرض طَهَا َرتُه لِلنَّ ْق‬
ِ ‫نُ ِه َي َع ْنهَا اِل َنَّها َ تَجْ لِبُ النَّوْ م فَتَع‬

“Duduk dengan memeluk lutut itu dilarang (saat mendengar khutbah Jumat) karena dapat
menyebabkan tidur saat khutbah yang dapat membatalkan wudhu, juga jadi tidak mendengarkan
khutbah.” (Al-Majmu’, 4:592).

Kali ini kita akan membahas pentingnya istiqamah—yaitu berada terus di atas jalan yang lurus,
mengikuti ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah—dan kiat agar mudah istiqamah.

Ada beberapa ayat yang membicarakan tentang istiqamah.

ٌ ْ‫إِ َّن الَّ ِذينَ قَالُوا َربُّنَا هَّللا ُ ثُ َّم ا ْستَقَا ُموا فَاَل َخو‬
َ‫ف َعلَ ْي ِه ْم َواَل هُ ْم يَحْ َزنُون‬

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka
tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka
cita.” (QS. Al-Ahqaf: 13)

َ‫إِ َّن الَّ ِذينَ قَالُوا َربُّنَا هَّللا ُ ثُ َّم ا ْستَقَا ُموا تَتَنَ َّز ُل َعلَ ْي ِه ُم ْال َماَل ئِ َكةُ أَاَّل تَ َخافُوا َواَل تَحْ َزنُوا َوأَ ْب ِشرُوا بِ ْال َجنَّ ِة الَّتِي ُك ْنتُ ْم تُو َع ُدون‬
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan:
“Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah
yang telah dijanjikan Allah kepadamu“.” (QS. Fushshilat: 30)

ْ ‫ك َواَل ت‬
ِ َ‫َط َغوْ ا ۚإِنَّهُ بِ َما تَ ْع َملُونَ ب‬
‫صي ٌر‬ َ ‫فَا ْستَقِ ْم َك َما أُ ِمرْ تَ َو َم ْن ت‬
َ ‫َاب َم َع‬

“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga)
orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Hud: 112)

Juga dalam hadits disebutkan, dari Abu ‘Amr—ada yang menyebut pula Abu ‘Amrah—Sufyan
bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

‫ت باهللِ ثُ َّم استَقِ ْم‬ َ ‫ْالم قَوْ الً الَ أَسْأ َ ُل َع ْنهُ أَ َح َداً َغي َْر‬
ُ ‫ “قُلْ آ َم ْن‬:‫ك؟ قَا َل‬ ُ ‫”قُ ْل‬
ِ ‫ت يَا َرسُوْ َل هللاِ قُلْ ِل ْي فِي ا ِإلس‬

“Aku berkata: Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku suatu perkataan dalam Islam yang aku
tidak perlu bertanya tentangnya kepada seorang pun selainmu.” Beliau bersabda, “Katakanlah:
aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah.” (HR. Muslim, no. 38)

Dari hadits di atas ada beberapa poin penting yang disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin
Shalih Al-‘Utsaimin ketika menjelaskan hadits Al-Arba’in An-Nawawiyah nomor 21.

Pertama: Siapa saja yang kurang dalam melakukan yang wajib, berarti ia tidak istiqamah, dalam
dirinya terdapat penyimpangan. Ia semakin dikatakan menyimpang sekadar dengan hal wajib
yang ditinggalkan dan keharaman yang dikerjakan.

Kedua: Sekarang tinggal kita koreksi diri, apakah kita benar-benar istiqamah ataukah tidak. Jika
benar-benar istiqamah, maka bersyukurlah kepada Allah. Jika tidak istiqamah, maka wajib
baginya kembali kepada jalan Allah.

Ketiga: Istiqamah itu mencakup segala macam amal. Siapa yang mengakhirkan shalat hingga
keluar waktunya, maka ia tidak istiqamah. Siapa yang enggan bayar zakat, maka ia tidak
istiqamah. Siapa yang menjatuhkan kehormatan orang lain, ia juga tidak istiqamah. Siapa yang
menipu dan mengelabui dalam jual beli, juga dalam sewa-menyewa, maka ia tidak disebut
istiqamah.
Bagaimana cara istiqamah?

Ada tiga kiat utama yang bisa diamalkan.

Pertama: Mencari teman bergaul yang saleh

Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ أَوْ ت َِج ُد‬، ‫ك إِ َّما تَ ْشت َِري ِه‬


ِ ‫ب ْال ِم ْس‬ َ ‫ الَ يَ ْع َد ُمكَ ِم ْن‬، ‫ير ْال َح َّدا ِد‬
ِ ‫صا ِح‬ ِ ‫ َو ِك‬، ‫ك‬ ِ ‫ب ْال ِم ْس‬
ِ ‫صا ِح‬ َ ‫يس السَّوْ ِء َك َمثَ ِل‬ ِ ِ‫ح َو ْال َجل‬ِ ِ‫يس الصَّال‬ ِ ِ‫َمثَ ُل ْال َجل‬
ً‫ك أَوْ تَ ِج ُد ِم ْنهُ ِريحًا خَ بِيثَة‬
َ َ‫ك أَوْ ثَوْ ب‬ ُ ‫ َو ِكي ُر ْال َح َّدا ِد يُحْ ِر‬، ُ‫ِري َحه‬
َ َ‫ق بَ َدن‬

“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan
berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak
misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman
dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar,
minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari, no. 2101)

Kedua: Rajin hadiri majelis ilmu.

Karena orang yang punya banyak dosa saja bisa banyak terpengaruh.Dalam hadits riwayat
Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda ketika itu para malaikat berkata,

‫ هُ ُم القَو ُم الَ يَ ْشقَى بِ ِه ْم َجلِي ُسهُ ْم‬، ‫ت‬ َ َ‫ فَ َجل‬، ‫الن َع ْب ٌد َخطَّا ٌء إنَّ َما َم َّر‬
ُ ْ‫ ولهُ َغفَر‬: ‫ فيقُو ُل‬. ‫س َم َعهُ ْم‬ ٌ ُ‫ربِّ فيه ْم ف‬

“Wahai Rabbku, di kalangan mereka ada seorang hamba yang banyak sekali kesalahannya. Ia
hanya melewati saja majelis ilmu lalu ikut duduk bersama mereka.” Lalu Allah pun berkata,
“Aku pun mengampuninya, mereka adalah satu kaum yang tidak akan sengsara orang yang
duduk bersama mereka.

Ketiga: Memperbanyak doa kepada Allah

Allah Ta’ala berfirman,

ُ‫ك أَ ْنتَ ْال َوهَّاب‬ َ ‫َربَّنَا اَل تُ ِز ْغ قُلُوبَنَا بَ ْع َد إِ ْذ هَ َد ْيتَنَا َوهَبْ لَنَا ِم ْن لَ ُد ْن‬
َ َّ‫ك َرحْ َمةً إِن‬
“Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau
beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena
sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imran: 8)

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َ ِ‫ف قُلُوْ بَنَا َعلَى طَا َعت‬


‫ك‬ ْ ‫ص ِّر‬
َ ‫ب‬ َ ‫اللَّهُ َّم ُم‬
ِ ْ‫صرِّفَ القُلُو‬

“ALLOHUMMA MUSHORRIFAL QULUUB SHORRIF QULUUBANAA ‘ALA


THOO’ATIK (artinya: Ya Allah, Sang Pembolak-balik hati, balikkanlah hati kami untuk taat
kepada-Mu).” (HR. Muslim, no. 2654)

Dalam riwayat selengkapnya disebutkan,

ُ ‫ص ِّرفُهُ َحي‬
‫ْث يَ َشا ُء‬ ٍ ‫صابِ ِع الرَّحْ َم ِن َكقَ ْل‬
َ ُ‫ب َوا ِح ٍد ي‬ َ َ‫وب بَنِى آ َد َم ُكلَّهَا بَ ْينَ إِصْ بَ َع ْي ِن ِم ْن أ‬
َ ُ‫إِ َّن قُل‬

“Sesungguhnya hati manusia seluruhnya di antara jari jemari Ar-Rahman seperti satu hati, Allah
membolak-balikkannya sekehendak-Nya.” (HR. Muslim, no. 2654)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah mengajarkan faedah yang


bagus tentang doa ini dalam Syarh Riyadh Ash-Shalihin di mana kalimat ‘ALA THOO’ATIK
mempunyai makna sangat dalam. Artinya, kita minta kepada Allah supaya hati kita terus berada
pada ketaatan dan tidak beralih kepada maksiat. Hati jika diminta supaya balik pada ketaatan,
berarti yang diminta adalah beralih dari satu ketaatan pada ketaatan lainnya, yaitu dari shalat,
lalu beralih pada dzikir, lalu beralih pada sedekah, lalu beralih pada puasa, lalu beralih pada
menggali ilmu, lalu beralih pada ketaatan lainnya. Maka sudah sepantasnya doa ini diamalkan.

Hadirin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Mengawali khutbah jumat pada kesempataan yang mulia ini, saya berpesan kepada para
jamaah sekalian, khususnya kepada diri saya sendiri, marilah kita terus menerus meningkatkan
iman dan takwa kepada Allah SWT, dengan selalu mentaati dan menunaikan segala yang
diperintahkan dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh-Nya dengan penuh kesadaran,
kesabaran dan keikhlasan hati karena Allah semata.Dengan demikian, mudah-mudahan kita
termasuk ke dalam golongan hamba-Nya yang beruntung, selamat dan bahagia dunia dan juga di
akhirat kelak.
Hadirin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Ketika Allah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, semuanya
tidak bersedia karena merasa khawatir akan mengkhianatinya, tetapi kemudian amanat itu
diterima oleh manusia. Sebagaimana yang telah Allah firmankan dalam ayat berikut ini.

َ َ‫ض َو ْال ِجبَا ِل فَأَبَ ْينَ أَ ْن يَحْ ِم ْلنَهَا َوأَ ْشفَ ْقنَ ِم ْنهَا َو َح َملَهَا اإْل ِ ْن َسانُ ۖ ِإنَّهُ َكان‬
‫ظلُو ًما َجهُواًل‬ ِ ْ‫ت َواأْل َر‬ َ ‫إِنَّا ع ََرضْ نَا اأْل َ َمانَةَ َعلَى ال َّس َم‬
ِ ‫اوا‬

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-
gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat
zalim dan amat bodoh.” (Q.S Al Ahzab ayat 72)

Sebagai orang yang beriman, kita berkewajiban menjaga dan memelihara amanat dengan
yang sebaik-baiknya. Menjaga amanat merupakan sifat para malaikat muqarrabin, para nabi, dan
rasul, serta menjadi ciri khas orang-orang yang baik dan bertakwa.

Berkaitan dengan hal itu, Allah SWT berfirman dalam Q.S An Nisa ayat 58

‫اس أَ ْن تَحْ ُك ُموا بِ ْال َع ْد ِل ۚ ِإ َّن هَّللا َ نِ ِع َّما يَ ِعظُ ُك ْم بِ ِه ۗ ِإ َّن هَّللا َ َكانَ َس ِميعًا‬ ِ ‫إِ َّن هَّللا َ يَأْ ُم ُر ُك ْم أَ ْن تُ َؤ ُّدوا اأْل َ َمانَا‬
ِ َّ‫ت إِلَ ٰى أَ ْهلِهَا َوإِ َذا َح َك ْمتُ ْم بَ ْينَ الن‬
‫صيرًا‬ ِ َ‫ب‬

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S An Nisa
ayat 58)

Hadirin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Menurut para ahli tafsir, ayat tersebut mengandung banyak hal dari pokok-pokok syariat
agama. Ayat tersebut bersifat umum mengenai seluruh orang mukallaf baik yang menjabat
sebagai penguasa maupun yang tidak. Adalah menjadi kewajiban bagi penguasa untuk
melakukan pembelaan dan berlaku adil terhadap orang yang teraniaya dan menjelaskan hak-
hanya, yang demikian itu adalah amanat. Menjaga harta kaum muslimin, terutama harta anak
yatim. Para ulama, berkewajiban mengajarkan hukum-hukum agama kepada manusia secara
umum, ini juga merupakan amanat yang harus dijaga oleh mereka dan menjadi prioritas ultama
yang harus ditunaikannya. Orang tua berkewajiban menjaga anaknya dengan memberikan
pendidikan sebaik-baiknya, ini adalah amanat baginya.
semua itu merupakan amanat yang harus ditunaikan dengan yang sebaik-baiknya, karena
kelak akan diminta pertanggungjawabannya. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda berkaitan
dengan ini.

َ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َما أَنَّهُ َس ِم َع َرس‬


‫ُول‬ ِ ‫ي قَا َل أَ ْخبَ َرنِي َسالِ ُم بْنُ َع ْب ِد هَّللا ِ ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ب ِْن ُع َم َر َر‬ ُّ ‫َح َّدثَنَا أَبُو ْاليَ َما ِن أَ ْخبَ َرنَا ُش َعيْبٌ ع َْن‬
ِّ ‫الز ْه ِر‬
ٍ ‫اع َوهُ َو َم ْسئُو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه َوال َّر ُج ُل فِي أَ ْهلِ ِه َر‬
‫اع َوه َُو‬ ٍ ‫اع َو َم ْسئُو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه فَاإْل ِ َما ُم َر‬ ٍ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل ُكلُّ ُك ْم َر‬
َ ِ ‫هَّللا‬
‫اع َوه َُو َم ْسئُو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه‬ٍ ‫ت َزوْ ِجهَا َرا ِعيَةٌ َو ِه َي َم ْسئُولَةٌ ع َْن َر ِعيَّتِهَا َو ْالخَا ِد ُم فِي َما ِل َسيِّ ِد ِه َر‬ ِ ‫َم ْسئُو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه َو ْال َمرْ أَةُ فِي بَ ْي‬
‫اع َوهُ َو‬ٍ ‫ال َوال َّر ُج ُل فِي َما ِل أَبِي ِه َر‬ َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬َ ‫ي‬َّ ِ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َوأَحْ ِسبُ النَّب‬ َ ِ ‫ْت هَؤُاَل ِء ِم ْن َرسُو ِل هَّللا‬ ُ ‫ال فَ َس ِمع‬
َ َ‫ق‬
‫اع َو ُكلُّ ُك ْم َم ْسئُو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه‬
ٍ ‫َم ْسئُو ٌل ع َْن َر ِعيَّتِ ِه فَ ُكلُّ ُك ْم َر‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami [Abu Al Yaman] telah mengabarkan kepada kami
[Syu’aib] berkata, dari [Az Zuhriy] berkata, telah mengabarkan kepadaku [Salim bin ‘Abdullah]
dari [‘Abdullah bin ‘Umar radliallahu ‘anhuma] bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam telah bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan
diminta pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam (kepala Negara) adalah pemimpin
yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami dalam keluarganya
adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah
pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya dan akan diminta pertanggung jawaban atas
urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya
dan akan diminta pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut”. Dia (‘Abdullah
bin ‘Umar radliallahu ‘anhuma) berkata: “Aku mendengar semua itu dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dan aku munduga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda”; “Dan
seorang laki-laki pemimpin atas harta bapaknya dan akan diminta pertanggung jawaban atasnya
dan setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggung jawaban atas
yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari)

Sungguh betapa beratnya mengemban amat itu, bila tidak kita tunaikan, maka Allah SWT
akan meminta pertanggungjawabannya nanti di akhirat.Maka berhati-hatilah bagia kalian semua
yang saat ini atau sedang menjadi anggota dewan, pimpinan, atau semua orang yang mengumbar
janji ini itu dan kemudian tidak ditepai bila terpilih.Rasulullah SAW bersabda: “Umatku akan
senantiasa dalam kebaikan, selama tidak memandang amanat sebagai keuntungan dan sedekah
sebagai kerugian.”

Hadirin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Demikianlah khutbah yang saya sampaikan, semoga kita tergolong orang yang dapat
amanat dengan sebaik-baiknya dan mendapatkan ridha Allah SWT, bahagia hidup di dunia dan
juga di akhirat, Amiin
3. Menjadi Pribadi Muslim yang Ideal

Hadirin sidang Jumat yang berbahagia, puji dan syukur telah kita panjatkan kepada Allah
swt., pemilik kerajaan langit dan bumi. Shalawat dan salam telah juga terlimpah curah kepada
kekasihNya, yakni nabi kita semua Muhammad saw.

Sebagaimana ayat yang telah saya sampaikan tadi, Laqad khalaqnal insaana fii ahsani
taqwiim, manusia telah diciptakan oleh Allah swt. dengan bentuk yang paling sempurna, lebih
sempurna dibandingkan dengan makhluk-mahkluk lain yang pernah hidup di dunia ini.

Kelebihan atau kesempurnaan yang diberikan Allah pada kita, manusia, adalah sebuah
kehendak bebas untuk memilih sesuatu berdasarkan akal kita. Kita bisa memilih untuk menjadi
seseorang yang baik, atau seseorang yang jahat. Tidak seperti malaikat yang senantiasa baik dan
iblis yang sampai hari kiamat akan berbuat tercela.Tetapi kehendak bebas yang Allah berikan
kepada kita tersebut tetap berada pada bingkai qodo-qodarnya; tetap sudah tertulis di Lauh
Mahfudznya sejak zaman ajali.

Sidang Jumat yang berbahagia,

Sebagai seorang muslim tentulah kita harus terus berusaha menjadi pribadi yang baik,
pribadi yang mencontoh suri tauladan terbaik, ummat terbaik. Oleh karena itu pantang bagi kita
semua untuk berdiam bermalas-malasan dengan keburukan.

Imam Hasan Al-Banna pernah sekali merumuskan tentang ciri-ciri pribadi muslim sejati
yang bisa kita buat sebagai acuan kehidupan kita, apakah sudah sesuai dengan ciri-ciri tersebut
atau belum. Tentu, ciri-ciri yang disebutkan oleh Imam Hasan Al-Banna ini juga berada pada diri
Rasulullah Muhammad saw., hanya saja beliau memperinci agar mudah kita ikuti.

Ciri-ciri pribadi muslim yang pertama adalah salimul aqidah; akidah yang lurus.

Sebagai seorang muslim sejati, hal paling dasar yang harus kita miliki adalah akidah yang
lurus mentauhidkan Allah; menyucikan Allah dari segala bentuk keburukan dan sifat-sifat
makhluk seperti Allah membutuhkan makan, Allah membutuhkan tempat, dll.

Ciri kedua, shahihul ibadah; ibadah yang benar.

Dalam beribadah, seorang muslim harus mendasarkan semuanya pada nash-nash yang
jelas baik itu Al-Qur’an maupun hadits. Tidak boleh kita melakukan ibadah tanpa dasar sama
sekali atau bahkan melenceng dari apa yang Rasulullah saw. ajarkan pada kita semua.

Ciri ketiga, matinul khuluk; akhlak yang kokoh

Rasulullah saw. diciptakan ke dunia adalah untuk menyempurnakan akhlak. Maka,


sebagaimana seharusnya –seorang muslim mengikuti suri tauladan terbaik- kita pun harus
mempunyai akhlak yang terpuji selayaknya Nabi; menolong orang-orang yang lemah di antara
kita, murah senyum pada sesama muslim, menebar kebaikan pada seluruh ummat
manusia.Karena sejatinya, menjadi seorang muslim juga berarti orang lain yang merasa aman
dari tangan, mulut, dan perangai kita saat berada bersisian-bersamaan.
Ciri keempat, mutsaqaful fikr; intelek dalam berpikir

Seperti yang telah kita ketahui bersama, salah satu sifat wajib bagi rasul
adalah fatonah yang artinya cerdas. Lagipula, Rasulullah saw. juga pernah bersabda bahwa
menuntut ilmu itu hukumnya wajib, maka kita sebagai muslim idealnya juga cerdas dalam
berpikir. Karena wahai sidang jumat yang diberkahi Allah, kita hari ini sedang berada pada
perang pemikiran yang mengerikan sekali.

Ciri kelima, mjahadatul linafsihi; berjuang melawan hawa nafsu

Manusia memiliki hawa nafsu. Sifatnya memang menggebu-gebu, kalau kita tidak bisa
menahannya. Perjuangan melawan hawa nafsu ini dikabarkan nabi sebagai perang besar karena
memang berat sekali. Sebagai seorang muslim yang menginginkan bentuk ideal dari
kepribadiannya, harus bisa berlatih untuk menahan atau lebih tepatnya mengendalikan hawa
nafsu agar kita tidak terjerumus pada perbuatan yang tercela dan tidak disukai oleh Allah swt.

Ciri keenam, haritsun ‘ala waqtihi; pandai menjaga waktu

Seorang muslim yang ideal haruslah pandai menjaga waktu; menentukan prioritas untuk
setiap kegiatan yang akan dilakukan. Sehingga, pekerjaan-pekerjaan tidak menumpuk dan
menganggu kekhusyuk-an ibadah kepada Allah swt.

Ciri ketujuh, munazhzhamun fi syu’unihi; terartur dalam segala urusan

Ciri ini erat kaitannya dengan ciri yang sebelumnya, dengan kita pandai menjaga waktu,
kita pun akan otomatis bisa teratur dalam urusan. Mengerjakan hal-hal yang penting mendesak
dulu sebelum mengerjakan hal-hal yang kurang penting dan kurang mendesak.

Ciri kedelapan, qadirun alal kasbi; memiliki kemampuan usaha sendiri / mandiri

Rasulullah saw. telah mencontohkan kepada kita semua ketika umurnya masih 12 tahun,
beliau sudah mampu untuk membiayai dirinya sendiri dengan bergiat usaha. Maka patutlah hari
ini kita bertanya pada diri sendiri, sudah sampai manakah kita mandiri membiayai diri sendiri,
terkhusus bagi para jamaah yang masih muda.

Ciri kesembilan, Nafi’un lighairihi; bermanfaat bagi orang lain

Sebagaimana hadits yang populer di tengah-tengah kita: sebaik-baik manusia adalah dia
yang bermanfaat bagi orang lain. Maka seorang muslim yang ideal adalah dia yang sanggup
memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya untuk kebermanfaatan orang banyak.

Ciri kesepuluh, qowiyul jism; jasmani yang kuat-sehat

Untuk mencapai kesembilan ciri pribadi muslim sebelumnya tentu tidak mudah. Butuh
kemampuan fisik yang prima agar tidak mudah lelah dan menyerah ketika dihadapkan pada
kesulitan-kesulitan. Hal ini bisa dicapai dengan merutinkan olah raga satu minggu satu kali dan
kegiatan-kegiatan kebugaran lain.
Akhir kata, sidang jumat yang berbagahia, marilah kita menjadi seorang muslim yang
dicintai Allah sebagai mana Allah mencintai muslim yang kuat, yakni yang kuat fisiknya,
fikirnya, finansialnya, dan sosialnya.

Barakallahu lii walakum filquraanilkariim wa ja’alanallahu minalladziina yastami’uunalqaula


fayattabi’uuna ahsanah. Aquulu qoulii hadzaa waastaghfirullaha lii walakum.

4. Perubahan sikap setelah ramadhan

jamaah shalat jumat yang semoga senantiasa selalu dirahmati dan diberkahi oleh Allah SWT

Seorang muslim yang baik pasti akan mengambil hikmah dari bulan ramadhan, dengan
cara menjadi orang yang lebih baik lagi ketika bulan ramadhan telah usai. Karena jika sama saja
dengan sebelum bulan ramadhan tiba, atau malah lebih buruk dari sebelum ramadhan maka akan
merugi. Karena tandanya amalanmu diterima saat bulan ramadhan adalah perubahan sikap
setelah ramadhan.

Karena sejelek-jeleknya orang adalah yang hanya beribadah selama bulan ramadhan saja.
Pesan pertama setelah bulan ramadhan usai adalah bertakwalah kepada Allah SWT.
Sebagaimana firman Allah dalam al quran, “ Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada
Allah, dan perhatikanlah setiap perbuatan yang dilakukan. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Pesan yang kedua adalah ingatlah akan umur kita yang terbatas karena nanti akan dipertanyakan
oleh Allah SWT. “ Kedua kaki seorang hamba tidak akan beranjak di hari kiamat sampai ia
ditanya mengenai (di antaranya) di mana umurnya ia habiskan.” (Dari hadist HR Tarmidzi
no.2417). artinya umur yang diberi oleh Allah harus kita manfaatkan dengan baik.

Pesan yang ketiga yaitu bertaubatlah sebelum terlambat, sebelum Allah memanggil. Dari Abu
Bakar As Shidiq, “ Tidakkah seorang hamba melakukan dosa kemudian ia bersuci dengan baik,
lalu berdiri untuk melakukan shalat 2 rakaat dan meminta ampun kepada Allah. Kecuali Allah
yang akan mengampuninya.”

Pesan yang berikutnya adalah mengikutkan kebaikan dengan maksiat, adalah tanda tidak
diterimanya amalan di bulan ramadhan. Para ulama menyebutkan bahwa di antara balasan
kebaikan adalah kebaikan yang selanjutnya, dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan
yang selanjutnya juga.

5. Pelajar Calon Pemimpin Masa Depan

Jamaah Shalat Jum’at yang dimuliakan Allah...


Dalam kesempatan khutbah ini, saya kembali mengajak seluruh jamaah –khususnya diri
saya sendiri– agar senantiasa meningkatkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wa
ta’ala, dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya secara maksimal dan menjauhi seluruh
larangan-Nya secara total.
‫َم َعا ِش َر ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ ْال ُم ْعتَ ِكفِ ْينَ َر ِح َم ُك ُم هللا‬
Kita tahu bahwa al-Qur’an, sebagai pedoman paripurna bagi manusia, memuat banyak
sekali hal yang utama. Di antaranya adalah kisah teladan orang-orang terdahulu. Dari sekian
banyak kisah teladan, sebagian besarnya adalah kisah para nabi. Namun, pernahkah kita
memperhatikan, ternyata kebanyakan kisah tersebut bukanlah saat para nabi telah menua,
melainkan saat mereka masih muda.
Misalnya, kisah Ibrahim muda, yang mengajak kaumnya berlogika menemukan Tuhan
Yang Maha Esa.[1] Kisah Yahya muda, yang semenjak kecil telah dikaruniai hikmah dan
kebijaksanaan.[2] Kisah Nabi Yusuf yang menjadi pejuang kebenaran semenjak mudanya.
[3] Kisah Ismail muda, yang begitu hebat meyakini perintah Allah dan taat kepada ketentuan-
Nya.[4] Kisah para pemuda Ashabul Kahfi, legenda remaja yang mempertahankan aqidah tauhid.
[5] Dan, masih banyak lagi kisah para pemuda lainnya.
Ini menjadi bukti bahwa masa muda merupakan masa vital dan produktif untuk berkarya.
Pelajar adalah bagian dari proses produktif pada masa muda. Semangat pelajar adalah semangat
para pemuda. Jiwa pelajar adalah jiwa para pemuda. Dan, darah para pelajar juga menjadi darah
para pemuda. Oleh karena itu, menjadi keniscayaan bagi para pelajar agar meneladani kisah para
pemuda yang diabadikan oleh al-Qur’an.
Dari sisi kuantitas, jumlah pelajar dan kaum muda sangat besar. Bahkan Indonesia
diprediksi akan mengalami bonus demografi; jumlah penduduk usia produktif jauh lebih besar
jika dibandingkan dengan penduduk usia nonproduktif. Pelajar menjadi penyumbang jumlah
penduduk produktif tersebut.
Menyadari potensi besar yang dimiliki oleh kaum muda, Sang Proklamator, Bung Karno,
pernah berorasi dengan lantang, “Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari
akarnya. Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.”
Kata-kata yang tidak kalah lantang juga digemakan oleh Syaikh Mushthofa al-
Ghulaiyaini, seorang ulama besar dari Beirut Lebanon. Dalam karya visionernya yang
berjudul ‘Izhatun Nasyi’in (  ‫اشئِين‬ ِ َّ‫ ِعظَةُ الن‬ ),  beliau berkarta:
‫َّالص ِل تَحْ َي‬
ِ ‫ت الص‬ َ ْ‫فَأ َ ْق ِد ُموْ ا إِ ْقدَا َم األَ َس ِد ْالبَا ِس ِل َوا ْنهَضُوْ ا نُهُو‬  ,‫ َوفِى إِ ْقدَا ِم ُك ْم َحيَاتَهَا‬  ,‫إِ َّن فِى يَ ِد ُك ْم أَ ْم َر األُ َّم ِة‬
ِ ‫تَحْ تَ َذا‬  ,‫ض الر ََّوايَا‬
ُ‫بِ ُك ُم األُ َّمة‬
“Di tanganmulah, wahai generasi muda, segala urusan bangsa. Dalam langkahmu tertanggung
masa depan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, melangkahlah kalian bagaikan seekor harimau
yang gagah berani, yang tidak pernah mundur setapak pun. Bangkitlah laksana para pemegang
panji perang, yang berangkat menuju medan juang dengan penuh tanggung jawab. Dengan
usaha dan hasil karyamu, bangsa kalian akan hidup bahagia.”

Namun ironisnya, saat ini pelajar di Indonesia dihadapkan pada banyak permasalahan. Di
antaranya adalah masalah ketidakjujuran akademik, pergaulan yang kelewat batas hingga
meledakkan angka kehamilan di luar nikah, kenakalan yang berujung pada tindakan kriminal,
penyalahgunaan narkoba, dan lain-lain.
Permasalahan ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar, tetapi sudah mewabah secara
sistemik hingga ke pelosok desa. Oleh karena itu, perlu ada usaha sungguh-sungguh yang
dilakukan secara sistemik dan melibatkan seluruh pihak untuk menyelesaikan masalah
tersebut.Setidaknya ada empat usaha nyata untuk mengembangkan kualitas kaum muda.

Pertama, mematangkan spiritualitas kaum muda.


Pemuda dengan spiritualitas yang baik tidak akan pernah membiarkan dirinya
terkontaminasi oleh hal-hal buruk, seperti narkoba, pergaulan bebas, serta tindakan anarkis dan
tak bermoral yang mengganggu stabilitas sosial.
Di sisi lain, spiritualitas memberi kekuatan kepada seseorang sehingga ia akan tunduk,
patuh, dan takut, hanya kepada Allah Ta’ala. Adanya pejabat yang melakukan korupsi dan
penyalahgunaan jabatan adalah bukti lemahnya spiritualitas mereka. Andai spiritualitas mereka
kokoh dan mendalam, tentu mereka akan takut dan tunduk hanya kepada Allah. Jika nafsu
membujuk agar mencuri, seketika dia takut kepada Allah. Saat nafsu mendorong untuk
melakukan korupsi, dia pun akan malu karena dilihat oleh Allah.
Inilah yang oleh para ulama disebut dengan muraqabah (merasa selalu diawasi oleh
Allah). Jika muraqabah  ini tertanam kuat dalam jiwa setiap pelajar dan kaum muda, niscaya
kelak mereka akan tumbuh menjadi pemimpin-pemimpin yang amanah.

Usaha kedua, memotivasi pelajar agar tidak berhenti mencari ilmu.


Tidak ada manusia yang tinggi derajatnya dan mampu mengubah dunia tanpa dibekali
dengan ilmu. Demikian pula tidak ada pemimpin hebat yang tidak dipondasi dengan ilmu. Tidak
mengherankan jika wahyu yang diterima pertama kali oleh Nabi Muhammad Saw adalah
perintah untuk berilmu.
Iqra’, bacalah! Membaca berarti meluaskan cakrawala, meluaskan pengetahuan, serta
meluaskan hati dan pikiran untuk mengenal Tuhan melalui keagungan-keagungan-Nya.
Spirit Iqra’ inilah yang harus terus digelorakan di dalam jiwa pelajar dan kaum muda.
Sayangnya, semangat belajar kaum muda belum sepenuhnya sesuai harapan. Masih
banyak pelajar yang semangat belajarnya hanya berorientasi pada angka-angka di dalam raport
atau di atas selembar ijazah. Padahal, hakikat ilmu bukanlah pada angka-angka tersebut,
melainkan pada apa yang terserap dan tertanam di dalam hati lalu terejawantahkan dalam
perilaku dan kepribadian sehari-hari. Itulah hakikat ilmu yang sebenarnya.
Apa jadinya jika generasi muda ogah-ogahan mencari ilmu? Pastilah sekian tahun ke
depan nasib bangsa tersebut akan tersisih dari percaturan dunia. Hampa dari prestasi dan sepi
dari kemajuan. Bahkan, tidak mustahil bangsa tersebut akan lenyap dan tenggelam.
Di sinilah produktivitas generasi muda hari ini benar-benar ditantang. Kreativitas dan
kematangan jiwa mereka benar-benar diharapkan. Apa yang mereka lakukan hari ini adalah
cerminan bangsa di masa depan. “ ‫ ُشبَّانُ ْاليَوْ ِم ِر َجا ُل ْال َغ ِد‬ (syubbanul yaum rijalul ghad), pemuda hari
ini adalah pemimpin di masa depan,” demikian kata pepatah Arab.
Sebagai calon pemimpin masa depan, sudah selayaknya kaum muda tidak henti-hentinya
membekali diri dengan ilmu. Amirul mukminin Umar bin Khattab pernah berkata:
‫تَسُوْ ُدوْ ا‬ ‫أَ ْن‬ ‫قَ ْب َل‬ ‫تَفَقَّهُوْ ا‬
“Belajarlah kalian sehingga berilmu sebelum kalian menjadi pemimpin.”
Bahkan, secara lebih tegas lagi Imam Syafi’i berkata melalui bait-bait syairnya:

‫َو َم ْن فَاتَهُ التَّ ْعلِ ْي ُم َو ْقتَ َشبَابِ ِه ** فَ َكبِّرْ َعلَ ْي ِه أَرْ بَعا ً لِ َوفَاتِ ِه‬
َ َ‫إِ َذا لَ ْم يَ ُكوْ نَا اَل ا ْعتِب‬   **‫ات ْالفَتَى َوهَّللا ِ بِ ْال ِع ْل ِم َوالتُّقَى‬
‫ار لِ َذاتِ ِه‬ ُ ‫َو َذ‬
“Barangsiapa menyia-nyiakan waktu menuntut ilmu di masa mudanya, maka
bertakbirlah empat kali  atas kematiannya.”
“Demi Allah, hakikat seorang pemuda terletak dalam ilmu dan ketakwaannya. Bila
keduanya tidak ada maka keberadaan sang pemuda dianggap tiada.”

Mereka yang tidak memiliki ilmu laksana orang yang telah mati. Raga mereka memang
hidup, namun hati dan pikiran mereka telah dijemput maut. Karena itulah mereka layak
dishalatkan dengan bertakbir empat kali.

Usaha yang ketiga, menanamkan keluhuran akhlak.


Masa muda adalah masa yang penuh dengan godaan untuk memperturutkan hawa nafsu.
Dalam kondisi seperti itu, peluang terjerumus ke dalam keburukan dan kesesatan sangatlah
besar. Oleh karena itu, dibutuhkan pondasi moral yang benar-benar andal, atau akhlak yang
benar-benar kuat.
Bukankah di antara misi utama Rasulullah Saw adalah untuk menyempurnakan
kemuliaan akhlak? Beliau bersabda:
‫ار َم األَ ْخالَق‬ ُ ُ ‫إِنَّ َما بُ ِع ْث‬
ِ ‫ت ألتَ ِّم َم َم َك‬
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad)
Syauqi Beik, seorang penulis dan penyair ternama berkebangsaan Mesir, pernah berkata
dalam syairnya:
‫ت أَ ْخالَقُهُ ْم َذهَبُوْ ا‬
ْ َ‫ فَإ ِ ْن هُ ُم َذهَب‬¤ ‫ت‬ ْ َ‫ق َما بَقِي‬ُ َ‫إِنَّ َما األُ َم ُم األَ ْخال‬
“Sesungguhnya kejayaan suatu bangsa terletak pada akhlak manusianya. Jika mereka
telah kehilangan akhlaknya maka hancurlah bangsanya.”

Usaha keempat, membekali pelajar dengan aneka keterampilan dan keahlian.


Modernisasi menjadi tantangan yang tidak terelakkan. Para pelajar dan kaum muda harus
berani berkompetisi dengan bangsa lain agar tidak tertinggal. Oleh karena itu, selain membekali
diri dengan spiritualitas, ilmu, dan akhlak, mereka juga harus membekali diri dengan aneka
keahlian dan keterampilan, yang sering disebut pula dengan istilah life skills (kecakapan hidup).
Tentang profesionalitas ini, Rasulullah Saw telah bersabda:
ُ‫إِ ّن هَّللا َ تَ َعالى يُ ِحبُّ إِ َذا َع ِم َل أَ َح ُد ُك ْم َع َمالً أَ ْن يُ ْتقِنَه‬
“Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila bekerja ia mengerjakannya
secara profesional.” (HR. Thabrani dan al-Baihaqi)
Oleh karena itu, para pelajar dan kaum muda tidak boleh putus harapan. Tidak boleh
menjadi pemuda yang mudah frustasi dan pesimistis. Karena, dalam jiwa pemuda terdapat
jantung yang terus berdetak kencang. Ada darah yang mengalir deras dengan dada yang terus
berkobar. Ada semangat yang terpendam seperti api dalam sekam. Terus membara sampai batu
bata menjadi merah dan mengokohkan bangunan-bangunan megah, simbol kemajuan.

Sebagai kalimat pungkasan dari khutbah pertama ini, marilah kita resapi pesan Nabi
berikut ini.
َ َ‫ َو َحيَات‬، َ‫ َوفَ َرا َغكَ قَ ْب َل ُش ْغلِك‬، َ‫ َو ِغنَاكَ قَ ْب َل فَ ْق ِرك‬،َ‫ك قَ ْب َل َسقَ ِمك‬
َ‫ك قَب َْل َموْ تِك‬ َ َ‫ص َّحت‬ ٍ ‫اِ ْغتَنِ ْم خَ ْمسًا قَ ْب َل َخ ْم‬
َ ‫ َشبَابَكَ قَ ْب َل ه ََر ِم‬:‫س‬
ِ ‫ َو‬،‫ك‬
“Manfaatkanlah lima perkara sebelum datang lima perkara; yakni masa mudamu sebelum datang
masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu,
kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum waktu sempitmu, dan hidupmu sebelum
matimu.” (HR. al-Hakim)

Semoga Allah memberi kekuatan dan kemudahan kepada kita dalam mewarisi tongkat
kepemimpinan para tetua sehingga menjadikan bangsa ini bermartabat dan berjaya. Aamiin ya
Rabbal ‘alamin..

‫ إِنَّهُ ه َُو ْال َغفُوْ ُر ال َّر ِح ْي ُم‬،‫ت َوال ِّذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم‬
ِ ‫ َونَفَ َعنِ ْي َوإِيَّا ُك ْم بِاآليَا‬،‫بَا َركَ هللاُ لِى َولَ ُك ْم فِى ْالقُرْ آ ِن ْال َع ِظي ِْم‬
Tugas aqidah

5 materi khotbah jum’at

Disusun oleh:

NADHARATUNUR

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2019 / 2020

Anda mungkin juga menyukai