Anda di halaman 1dari 5

‫ َو َعلَى آلِِه‬،‫الساَل مُ َعلَى حُمَ َّم ٍد َسيِّ ِد َولَ ِد َع ْدنَا َن‬ َّ ‫ َوالصَّاَل ةُ َو‬،‫ان‬ ِ َّ‫الدي‬

َّ ‫ك‬ ِ ِ‫هلل الْمل‬ ِ


َ ‫احلَ ْم ُد‬
ِ ‫الزم‬
َ ْ‫ َوَأ ْش َه ُد َأ ْن اَّل ِإلهَ ِإاَّل اهللُ َو ْح َدهُ اَل َش ِري‬،‫ان‬ ِ ِِ ِ ‫و‬
ُ‫ك لَهُ الْ ُمنَ َّـزه‬ َ َّ ‫ص ْحبِه َوتَابعْيه َعلَى َمِّر‬ َ َ
‫َأن َسيِّ َدنَا حُمَ َّم ًدا َعْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ الَّ ِذ ْي‬ ِ ‫ان والْم َك‬
َّ ‫ َوَأ ْش َه ُد‬،‫ان‬ ِ َّ ‫ع ِن اجْلِس ِميَّ ِة واجْلِه ِة و‬
َ َ ‫الز َم‬ َ َ َ ْ َ
ِ ‫ فَإيِّن ُأو ِصي ُكم و َن ْف ِسي بَِت ْقوى‬.‫اضرو َن‬ ِ
‫اهلل‬ َ َْ ْ ْ ْ ُ َ‫ َفيَاَأيُّ َها احْل‬،‫ ََّأما َب ْع ُد‬  ‫َكا َن ُخلُ ُقهُ الْ ُق ْرآ َن‬
ِ ِ ِ ِ ٌ ‫ لََق ْد جاء ُكم رس‬: ِ‫الْ َقاِئ ِل يِف كِتَابِِه اْل َك ِرمْي‬
‫يص‬ٌ ‫ُّم َح ِر‬ ْ ‫ول م ْن َأْن ُفس ُك ْم َع ِز ٌيز َعلَْيه َما َعنت‬ َُْ ََ
‫يم‬ ِ ٌ ‫علَي ُكم بِالْمْؤ ِمنِني رُؤ‬
ٌ ‫وف َرح‬ َ َ ُ ْ َْ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Di hari Jumat yang mulia ini, marilah kita senantiasa menjaga dan
meningkatkan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dengan
merasakan kehadiran Allah di setiap waktu yang kita jalani di kehidupan kita.
Apabila kita belum mampu untuk merasakan kehadiran Allah, maka
ketahuilah para jamaah sekalian, sungguh Allah subhanahu wa ta’ala selalu
mengawasi kita di setiap waktu.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Salah satu sifat yang harus dimiliki oleh kita adalah rasa malu. Sifat malu yang
kita miliki akan mendatangkan rahmat Allah subhanahu wa ta’ala. Tentunya,
malu di sini bukanlah malu akan berbuat kebaikan. Bukanlah malu bertanya
ketika sesat di jalan. Bukanlah malu untuk bersedekah kepada fakir miskin.
Juga bukan malunya seorang murid yang enggan bertanya di kelas meski ia
tidak paham apa yang diajarkan gurunya. Akan tetapi malu di sini adalah malu
untuk berbuat yang tidak baik. Malu untuk berbuat maksiat. Malu melakukan
hal-hal yang tidak layak untuk dilakukan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah bersabda:
َ َ‫ي َر ِض َي اهللُ َعْنهُ ق‬ ِّ ‫ي الْبَ ْد ِر‬
ِّ ‫صا ِر‬ ٍ
‫ول‬
ُ ‫ قَ َال َر ُس‬:‫ال‬ َ ْ‫َع ْن َأيِب َم ْسعُود عُ ْقبَةَ بْ ِن َع ْم ٍرو اَأْلن‬
ِ ِ ِ ‫ ِإ َّن مِم َّا َْأدر َك الن‬:‫اللَّ ِه صلَّى اللَّه علَي ِه وسلَّم‬
ْ‫ ِإذَا مَل‬: ‫َّاس م ْن َكاَل م النُُّب َّوة اُأْلوىَل‬ ُ َ َ َ َ َْ ُ َ
‫ َر َواهُ الْبُ َخا ِري‬.‫ت‬ ِ
َ ‫اصنَ ْع َما شْئ‬ْ َ‫ ف‬،‫تَ ْستَ ْح ِي‬
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Masud Uqbah bin ‘Amr Al Anshari bahwa Nabi
bersabda: “Sesungguhnya sebagian dari apa yang telah diketahui oleh
manusia dari pesan kenabian yang terdahulu: jika kamu tak punya malu, maka
berbuatlah sesukamu.” (HR. Al Bukhari) 
Jamaah yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala
Dalam hadits tersebut terlihat bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan umatnya untuk memiliki rasa malu. Beliau memberi sindiran
kepada orang-orang yang sudah tidak memiliki rasa malu dalam berbuat
keburukan dengan kata “Berbuatlah sesukamu!”.
Para jamaah, meskipun kata tersebut seolah-olah memberikan kebebasan,
namun sungguh perlu diketahui bahwa kata-kata tersebut merupakan bentuk
ketidak pedulian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang-orang yang
tidak punya rasa malu. Siksaan apa yang paling berat daripada tidak
dipedulikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Malu juga merupakan tanda dari keimanan seorang muslim. Apabila sifat malu
sudah tidak ada dalam diri seorang muslim, maka imannya perlu
dipertanyakan oleh dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim:

.‫َأح ُدمُهَا ُرفِ َع اْالَ َخ ُر‬ ِ ‫ِإ‬ ِ


َ ‫ فَ َذا ُرف َع‬،‫ـحيَاءُ َواِْإل مْيَا ُن قُِرنَا مَج ْـي ًعا‬
َ ْ‫اَل‬
Artinya,“Malu dan iman senantiasa bersama. Apabila salah satunya dicabut,
maka hilanglah yang lainnya.”
Lantas, mengapa iman dan rasa malu menjadi satu kesatuan yang saling
terikat satu sama lain? 
Hal itu karena malu menjadi perisai seorang muslim yang tumbuh karena
adanya rasa diawasi oleh Allah subahanu wa ta’ala di setiap waktunya.
Sehingga segala tindakannya tidak serampangan. Ia akan malu apabila
bermaksiat kepada Allah. Ia akan malu apabila menyakiti hamba Allah. Apabila
ia seorang pejabat, maka ia akan malu apabila menyalahgunakan
wewenangnya, juga harta rakyat yang harusnya ia kelola dengan semestinya.
Apabila ia seorang guru, maka ia akan malu apabila mencontohkan yang tidak
baik kepada muridnya. Apabila ia seorang pedagang, maka ia akan malu
apabila berbuat kecurangan dalam jual beli.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Setelah kita mengetahui pentingnya rasa malu, maka bagaimana kita memulai
untuk menumbuhkan sifat malu dalam diri kita? Apa saja hal yang dapat
menumbuhkan sifat malu kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala?
Jamaah sekalian, yang pertama-tama harus kita lakukan adalah dengan “Malu
sejak dalam pikiran kita”. Artinya apa pun yang akan kita lakukan, maka
dipikir-pikir terlebih dahulu. Apabila kita ingin melakukan perbuatan yang
buruk, maka semua itu ada konsekuensinya. Baik untuk diri sendiri di
kehidupan dunia, atau pun di kehidupan akhirat nanti. Yang kedua, kita
menjaga setiap asupan yang masuk ke dalam tubuh kita, jangan sampai ia
bersumber dari pekerjaan dan aktivitas yang haram. Sebab nanti akan menjadi
darah yang mengalir dalam tubuh kita. Bagaimana mungkin kita beribadah
kepada Allah sedangkan di dalam darah kita mengalir sesuatu yang haram?
Yang ketiga adalah mengingat kematian. Dengan mengingat kematian dan
memahami bahwa kematian dapat datang setiap saat, maka akan
menumbuhkan sifat malu akan berbuat keburukan dan dosa.
Siapa yang tahu ajal seseorang? Na’dzu billah, kita berlindung kepada Allah
dari dicabutnya nyawa kita, sedangkan kita sedang dalam keadaan yang
buruk, kita sedang dalam keadaan jauh dari ketaatan kepada Allah subhanahu
wa ta’ala. 
Jamaah yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala Langkah-langkah yang
disebutkan oleh khatib tadi pernah dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam ketika beliau menyuruh sahabat-sahabatnya untuk malu kepada Allah
subhanahu wa ta’ala.  “Merasa malulah kepada Allah, dengan rasa malu yang
sungguh-sungguh!.” ucap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada para sahabat.
Mereka pun menjawab, “Alhamdulillah, kami telah melakukannya!”.  Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam  pun meluruskan sifat malu yang beliau maksud,
beliau bersabda:

‫ َوالْبَطْ َن‬،‫س َو َم ا َو َعى‬ ‫ْأ‬‫الر‬ ‫ظ‬ ‫ف‬ ‫ن‬ ‫َأ‬ ِ ‫اهلل ح َّق احْل ي‬
‫اء‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ َّ َ َ ْ ‫حَت‬ ْ ََ َ ‫ َولَك َّن اال ْست ْحيَاءَ م َن‬،‫س َذ َاك‬ َ ‫َولَْي‬
‫ فَ َم ْن َف َع َل‬،‫ َو َم ْن ََأر َاد اآْل َ ِخ َر َة َت َر َك ِز ْينَ ةَ ال ُّد ْنيَا‬،‫ت َوالْبِلَى‬ ِ
َ ‫ َولتَ ْذ ُكَر الْ َم ْو‬،‫َو َم ا َح َوى‬
ِ ‫ذلك اِستَحيا ِمن‬
 ‫اهلل َح َّق احْلَيَ ِاء‬ َ َْ ْ َ
Artinya,“Bukan begitu, tetapi sesungguhnya malu kepada Allah adalah kalian
menjaga akal dan pikiran, memelihara perut (dari hal yang diharamkan), serta
senantiasa mengingat kematian. Orang yang mengharapkan akhirat akan
meninggalkan gemerlapnya dunia, dan orang yang telah melampaui itu telah
sungguh malu kepada Allah.”
Jamaah yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala Semoga kita dijadikan
pribadi yang memiliki rasa malu, khususnya kepada Allah subhanahu wa
ta’ala. Karena dengan menjaga rasa malu kita, kita senantiasa menjaga
ketakwaan kita kepada Allah, juga tentunya menjaga keimanan kita kepada-
Nya.
‫آن اْ َلع ِظْي ِم َو َن َف َعيِن َوِإيَّا ُك ْم مِب َا فِْي ِه ِم ْن آيَ ِة َو ِذ ْك ِر احْلَ ِكْي ِم‪.‬‬
‫ب ار َك اهلل يِل ولَ ُكم يِف اْلقُر ِ‬
‫ْ‬ ‫َ ْ‬ ‫ََ‬
‫الر ِحْيم‬‫الع ِظْي َم ِإنَّهُ ُه َو الغَ ُف ْو ُر َّ‬ ‫َأُقو ُل َقويِل ه َذا فَ ِ‬
‫أسَت ْغف ُر اهللَ َ‬
‫ْ‬ ‫ْ ْ َ‬

Anda mungkin juga menyukai