Anda di halaman 1dari 109

BAB 2

SEJARAH EKONOMI, BISNIS DAN LEMBAGA KEUANGAN ISLAM

2.1. PRAKTEK BISNIS KAUM MUSLIM DI ZAMAN RASULULLAH


QS. Ali Imran (3):75

َ ‫َار اَّل يَُؤ ِّد ِٓۦه ِإلَ ْي‬ ‫ْأ‬ ‫ْأ‬ ِ َ‫َو ِم ْن َأ ْه ِل ْٱل ِك ٰت‬
‫ك‬ ٍ ‫ار يَُؤ ِّد ِٓۦه ِإلَ ْيكَ َو ِم ْنهُم َّم ْن ِإن تَ َم ْنهُ بِ ِدين‬
ٍ َ‫ب َم ْن ِإن تَ َم ْنهُ بِقِنط‬
ِ ‫ْس َعلَ ْينَا فِى ٱُأْل ِّم ِّيۦنَ َسبِي ٌل َويَقُولُونَ َعلَى ٱهَّلل‬ ۟ ُ‫ك بَأنَّهُ ْم قَال‬ ٰ
َ ‫وا لَي‬ ِ َ ِ‫ِإاَّل َما ُد ْمتَ َعلَ ْي ِه قَٓاِئ ًما ۗ َذل‬
َ‫ب َو ُه ْم يَ ْعلَ ُمون‬ َ ‫ٱ ْل َك ِذ‬

76( َ‫ بِ َع ْه ِد ِه َواتَّقَى فَِإ َّن هَّللا َ يُ ِحبُّ ْال ُمتَّقِين‬G‫بَلَى َم ْن َأوْ فَى‬

Di antara Ahli Kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta
yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang
jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu
kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka
mengatakan, "Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi." Mereka
berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui.

(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan
bertakwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.

Tafsir Ibnu Katsir

Allah Swt. memberitakan perihal orang-orang Yahudi, bahwa di antara mereka ada
orang-orang yang khianat; dan Allah Swt. memperingatkan kaum mukmin agar
bersikap waspada terhadap mereka, jangan sampai mereka teperdaya, karena
sesungguhnya di antara mereka terdapat orang-orang yang disebutkan oleh firman-
Nya:

‫ْأ‬
ٍ َ‫} َم ْن ِإ ْن تَ َم ْنهُ بِقِ ْنط‬
{‫ار‬

ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya senilai satu qintar. (Ali Imran:
75)

Yakni sejumlah harta yang banyak.

َ ‫}يَُؤ ِّد ِه ِإلَ ْي‬


{‫ك‬

1
dia mengembalikannya kepadamu. (Ali Imran: 75).

Yaitu barang yang nilainya kurang dari satu qintar jelas lebih ditunaikannya
kepadamu.

‫ْأ‬
ٍ ‫} َو ِم ْنهُ ْم َم ْن ِإ ْن تَ َم ْنهُ بِ ِدين‬
{‫َار اَل يَُؤ ِّد ِه ِإلَ ْيكَ ِإال َما ُد ْمتَ َعلَ ْي ِه قَاِئ ًما‬

dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu
dinar, dia tidak mengembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya,
(Ali Imran: 75)

Maksudnya, terus-menerus menagih dan mendesaknya agar melunasi hakmu.


Apabila demikian sikapnya terhadap satu dinar, maka terlebih lagi jika menyangkut
yang lebih banyak, maka ia tidak akan mengembalikannya kepadamu.

Dalam pembahasan yang lalu pada permulaan surat ini telah diterangkan makna
qintar. Adapun mengenai satu dinar, hal ini sudah dimaklumi kadarnya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Amr As-
Sukuti, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, dari Ziad ibnul Haisam, telah
menceritakan kepadaku Malik ibnu Dinar yang telah mengatakan bahwa
sesungguhnya dinar disebut demikian karena merupakan gabungan dari dua kata,
yaitu din (agama) dan nar (yakni api).

Menurut pendapat yang lain, makna dinar ialah 'barang siapa yang mengambilnya
dengan jalan yang benar, maka ia adalah agamanya; dan barang siapa yang
mengambilnya bukan dengan jalan yang dibenarkan baginya, maka baginya neraka'.

Sehubungan dengan masalah ini selayaknya disebutkan hadis-hadis yang di-ta'liq


oleh Imam Bukhari dalam berbagai tempat dari kitab sahihnya. Yang paling baik
konteksnya ialah yang ada di dalam Kitabul Kafalah.

Imam Bukhari mengatakan:

ِ ‫ ع َْن َرس‬،ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنه‬


‫ُول‬ ِ ‫ ع َْن َأبِي ه َُر ْي َرةَ َر‬،‫ج‬ ِ ‫ ع َْن َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ْب ِن هُرْ ُمز اَأْل ْع َر‬،َ‫ َح َّدثَنِي َج ْعفَ ُر ب ِْن َربِي َعة‬:‫ْث‬ ُ ‫قَا َل اللَّي‬
‫ اْئتِنِي‬:‫ فَقَا َل‬،‫َار‬ ٍ ‫ْض] بَنِي ِإس َْراِئي َل َأ ْن يُ ْسلِفَهُ َأ ْلفَ ِدين‬ َ ‫ َأنَّهُ َذ َك َر َرجُال ِم ْن بَنِي ِإ ْس َراِئي َل َسَأ َل [بَع‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ِ ‫هَّللا‬
‫ فَ َدفَ َعهَا ِإلَ ْي ِه ِإلَى َأ َج ٍل‬. َ‫ص َد ْقت‬َ :‫ قَال‬.‫ َكفَى بِاهَّلل ِ َكفِيال‬:‫ قَا َل‬.‫يل‬ ِ ِ‫ اْئتِنِي بِ ْال َكف‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬.‫ َكفَى بِاهَّلل ِ َش ِهيدًا‬:‫فَقَا َل‬. ‫بِال ُّشهَدَا ِء ُأ ْش ِه ُدهُ ْم‬
‫ فََأخَ َذ‬،‫ فَلَ ْم يَ ِج ْد َمرْ ِكبًا‬،ُ‫ألج ِل الَّ ِذي َأ َّجلَه‬
َ ِ‫س َمرْ َكبًا يَرْ َكبُهَا يَ ْق َد ُم َعلَ ْي ِه ل‬ َ ‫ ثُ َّم ْالتَ َم‬،ُ‫ضى َحا َجتَه‬ َ َ‫ فَ َخ َر َج فِي ْالبَحْ ِر فَق‬،‫ُم َس ّمًى‬
:‫ فَقَا َل‬،‫ ثُ َّم َأتَى بِهَا ِإلَى ْالبَحْ ِر‬،‫ض َعهَا‬ ِ ْ‫َّج َمو‬ َ ‫ ثُ َّم زَ ج‬،‫صا ِحبِ ِه‬ َ ‫ص ِحيفَةً ِم ْنهُ ِإلَى‬ َ ‫ َو‬،‫َار‬ ٍ ‫خَ َشبَةً فَنَقَ َرهَا فََأدْخَ َل فِيهَا َأ ْلفَ ِدين‬
:‫ت‬ ُ ‫ فَقُ ْل‬،‫ َو َسَألَنِي َش ِهيدًا‬. َ‫ض َي بِك‬ ِ ‫ َكفَى بِاهَّلل ِ َكفِيال فَ َر‬:‫ت‬ ُ ‫َار فَ َسَألَنِي َكفِيال فَقُ ْل‬ ٍ ‫ك تَ ْعلَ ُم َأنِّي استَ ْسلَ ْفت ُ فُالنًا َأ ْلفَ ِدين‬ َ َّ‫اللَّهُ َّم ِإن‬
‫ فَ َر َمى بِهَا‬.‫ َوِإنِّي ا ْستَوْ َد ْعتُ َكهَا‬، ْ‫ث ِإلَ ْي ِه الَّ ِذي لَهُ فَلَ ْم َأ ْق ِدر‬ُ ‫ت َأ ْن َأ ِج َد َمرْ َكبًا َأ ْب َع‬ ُ ‫ َوِإنِّي َجهَ ْد‬،َ‫ض َي بِك‬ ِ ‫َكفَى بِاهَّلل ِ َش ِهيدًا فَ َر‬
ُ‫ فَخَ َر َج ال َّر ُج ُل الَّ ِذي َكانَ َأ ْسلَفَه‬،‫ك يَ ْلتَ ِمسُ َمرْ َكبًا يَ ْخ ُر ُج ِإلَى بَلَ ِد ِه‬ َ ِ‫ص َرفَ َوه َُو فِي َذل‬ ْ ‫فِي ْالبَحْ ِر َحتَّى َولَ َج‬
َ ‫ ثُ َّم ا ْن‬،‫ت فِي ِه‬

2
،َ‫َّحيفَة‬ ِ ‫ فَلَ َّما َك َس َرهَا َو َج َد ْال َما َل َوالص‬،‫ فََأ َخ َذهَا أل ْهلِ ِه َحطَبًا‬،ُ‫ فَِإ َذا بِ ْالخَ َشبَ ِة الَّتِي فِيهَا ْال َمال‬،‫يَ ْنظُ ُر لَ َع َّل َمرْ َكبًا يَ ِجيُئهَُ بِ َمالِ ِه‬
‫ت‬ُ ‫ فَ َما َو َج ْد‬،َ‫ب آلتِيَكَ بِ َمالِك‬ ٍ ‫ب َمرْ َك‬ ِ َ‫طل‬ َ ‫ت َجا ِهدًا فِي‬ ُ ‫ َوهَّللا ِ َما ِز ْل‬:‫ال‬
َ َ‫ َوق‬،‫َار‬ ٍ ‫ف ِدين‬ ِ ‫ فََأتَاه بَِأ ْل‬،ُ‫ثُ َّم قَ ِد َم الَّ ِذي َكانَ تَ َسلَّف ِم ْنه‬
َ ‫ فَِإ َّن هَّللا‬:‫ال‬ َ ْ‫ َألَ ْم ُأ ْخبِر‬:‫ي بِ َش ْي ٍء؟ قَا َل‬
َ َ‫ك َأنِّي لَ ْم َأ ِج ْد َمرْ َكبًا قَ ْب َل هَ َذا؟ ق‬ َّ َ‫ هَلْ ُك ْنتَ بَ َع ْثتَ ِإل‬:‫ قَا َل‬.‫ْت فِي ِه‬ُ ‫َمرْ َكبًا قَ ْب َل الَّ ِذي َأتَي‬
‫َار َرا ِشدًا‬ٍ ‫ف ِدين‬ ِ ‫ف بَِأ ْل‬ ْ ‫ص ِر‬َ ‫ فَا ْن‬،‫ك الَّ ِذي بَ َع ْثتَ فِي ْال َخ َشبَ ِة‬ َ ‫قَ ْد َأ َّدى َع ْن‬.

bahwa Al-Lais mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ja'far ibnu Rabi'ah, dari
Abdur Rahman ibnu Hurmuz Al-A'raj, dari Abu Hurairah r.a., dari Rasulullah Saw.
yang pernah menceritakan: bahwa di zaman dahulu ada seorang lelaki dari kalangan
umat Bani Israil berutang sejumlah seribu dinar kepada seorang lelaki lain yang juga
dari Bani Israil. Lelaki yang diminta berkata, "Datangkanlah orang-orang yang aku
akan jadikan mereka sebagai saksi." Lelaki yang mengajukan utang berkata,
"Cukuplah Allah sebagai saksinya." Lelaki yang diminta berkata, "Datangkanlah
kepadaku seorang penjamin." Lelaki yang meminta menjawab, "Cukuplah Allah
sebagai penjaminnya." Lelaki yang diminta berkata, "Engkau benar," lalu ia
memberikan utang itu kepadanya sampai waktu yang telah ditentukan. Lelaki yang
berutang itu berangkat melakukan suatu perjalanan menempuh jalan laut. Setelah
menyelesaikan urusan dan keperluannya, maka ia mencari perahu yang akan
ditumpanginya menuju tempat lelaki pemiutang karena saat pembayarannya telah
tiba, tetapi ia tidak menemukan sebuah perahu pun. Lalu ia mengambil sebatang
kayu dan kayu itu dilubanginya, kemudian memasukkan ke dalamnya uang seribu
dinar berikut sepucuk surat yang ditujukan kepada pemiliknya, lalu lubang itu ia
tutup kembali dengan rapat. Ia datang ke tepi laut, lalu berkata, "Ya Allah,
sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku telah berutang kepada si Fulan
sebanyak seribu dinar. Lalu ia meminta saksi kepadaku, maka kujawab bahwa
cukuplah Allah sebagai saksinya. Ia meminta kepadaku seorang penjamin, lalu
kujawab bahwa cukuplah Allah sebagai penjaminnya. Ternyata dia rida dengan-Mu.
Sesungguhnya aku telah berupaya keras untuk menemukan sebuah perahu untuk
mengirimkan pembayaran ini kepadanya, tetapi aku tidak mampu menemukannya.
Sesungguhnya sekarang aku titipkan pembayaran ini kepada-Mu." Kemudian ia
melemparkan kayu itu ke laut hingga kayu itu terapung-apung di atasnya. Setelah itu
ia pergi seraya mencari perahu untuk menuju tempat pemiutang. Lalu lelaki yang
memiliki piutang itu keluar melihat-lihat, barangkali ada perahu yang datang
membawa hartanya. Ternyata ia menemukan sebatang kayu, yaitu kayu tersebut
yang di dalamnya terdapat hartanya. Lalu ia mengambil kayu itu dengan maksud
untuk dijadikan sebagai kayu bakar bagi keluarganya. Tetapi ketika ia membelah
kayu itu, tiba-tiba ia menjumpai sejumlah uang dan sepucuk surat. Ketika lelaki yang
berutang kepadanya tiba seraya membawa seribu dinar lagi dan berkata, "Demi
Allah, aku terus berusaha keras mencari kendaraan yang dapat mengantarkan diriku
kepadamu guna membayar utangku kepadamu, ternyata aku tidak menemukannya
sebelum perahu yang membawaku sekarang ini." Lelaki yang memiliki piutang
bertanya, "Apakah engkau telah mengirimkan sesuatu kepadaku?" Ia menjawab,

3
"Bukankah aku telah ceritakan kepadamu bahwa aku tidak menemui suatu perahu
pun sebelum perahu yang membawaku sekarang." Lelaki yang memiliki piutang
berkata, "Sesungguhnya Allah telah menunaikan (melunaskan) utangmu melalui apa
yang engkau kirimkan di dalam kayu itu." Maka si lelaki yang berutang itu pergi
membawa seribu dinarnya dengan hati lega.

Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari di salah satu tempat
dari kitabnya dengan sigat jazm, sedangkan di lain tempat dari kitab sahihnya ia
sandarkan hadis ini dari Abdullah ibnu Saleh, juru tulis Al-Lais, dari Lais sendiri.

Imam Ahmad meriwayatkannya di dalam kitab musnadnya seperti ini dengan kisah
yang panjang lebar dari Yunus ibnu Muhammad Al-Muaddib, dari Lais dengan lafaz
yang sama.

Al-Bazzar meriwayatkannya di dalam kitab musnadnya dari Al-Hasan ibnu Mudrik,


dari Yahya ibnu Hammad, dari Abu Uwwanah, dari Umar ibnu Abu Salamah, dari
ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. dengan lafaz yang semisal. Kemudian ia
mengatakan bahwa tidak diriwayatkan dari Nabi Saw. kecuali dari segi dan sanad ini.
Demikianlah menurutnya, tetapi ia keliru, karena adanya keterangan di atas tadi.

*******************

Firman Allah Swt.:

‫ْس َعلَيْنا فِي اُأْل ِّميِّينَ َسبِي ٌل‬


َ ‫ذلِكَ بَِأنَّهُ ْم قالُوا لَي‬

Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan, "Tidak ada dosa bagi kami
terhadap orang-orang ummi." (Ali Imran: 75)

Yakni sesungguhnya yang mendorong mereka mengingkari perkara yang hak tiada
lain karena mereka berkeyakinan bahwa tiada dosa dalam agama kami memakan
harta orang-orang ummi —yaitu orang-orang Arab— karena sesungguhnya Allah
telah menghalalkannya bagi kami.

*******************

Firman Allah Swt.:

َ ‫َويَقُولُونَ َعلَى هَّللا ِ ْال َك ِذ‬


َ‫ب َوهُ ْم يَ ْعلَ ُمون‬

Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui. (Ali Imran: 75)

4
Yaitu mereka telah membuat-buat perkataan ini dan bersandar kepada kesesatan ini,
karena sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas mereka memakan harta benda
kecuali dengan cara yang dihalalkan. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang suka
berbuat kedustaan.

Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Abu Ishaq
Al-Hamdani, dari Abu Sa'sa'ah ibnu Yazid, bahwa seorang lelaki bertanya kepada
Ibnu Abbas, "Sesungguhnya kami dalam perang memperoleh sejumlah barang milik
ahli zimmah, yaitu berupa ayam dan kambing." Ibnu Abbas balik bertanya, "Lalu
apakah yang akan kamu lakukan?" Ia menjawab, "Kami memandang tidak ada dosa
bagi kami untuk memilikinya." Ibnu Abbas berkata, "Ini sama dengan apa yang
dikatakan oleh Ahli Kitab, 'Bahwasanya tidak ada dosa bagi kami terhadap harta
orang-orang ummi.' Sesungguhnya mereka apabila telah membayar jizyah, maka
tidak dihalalkan bagi kalian harta benda mereka kecuali dengan suka rela mereka'."

Hal yang sama diriwayatkan oleh As-Sauri, dari Abu Ishaq.

‫ ع َْن َس ِعي ِد ب ِْن‬،ٌ‫ َح َّدثَنَا َج ْعفَر‬، ُ‫يع ال َّز ْه َرانِ ُّي َح َّدثَنَا يَ ْعقُوب‬ ِ ِ‫ َأ ْخبَ َرنَا َأبُو ال َّرب‬،‫ َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ يَحْ يَى‬:‫ال ابْنُ َأبِي َحاتِ ٍم‬ َ َ‫ق‬
‫ َما‬،ِ‫ب َأ ْعدَا ُء هللا‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم] َك َذ‬
َ [ ِ ‫ْس َعلَ ْينَا فِي األ ِّميِّينَ َسبِي ٌل} قَا َل نَبِ ُّي هَّللا‬ َ ‫ {لَي‬:‫ب‬ ِ ‫ لَ َّما قَا َل َأ ْه ُل ْال ِكتَا‬:‫ُجبَي ٍْر قَا َل‬
‫اج ِر‬ ِ َ‫ فَِإنَّهَا ُمَؤ َّداةٌ ِإلَى ْالبَرِّ َوالف‬،َ‫ي هَاتَ ْي ِن ِإال األ َمانَة‬ َّ ‫" ِم ْن ِش ٍيء َكانَ فِي ال َجا ِهلِيَّ ِة ِإال َوهُ َو تَحْ تَ قَ َد َم‬

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Yahya, telah menceritakan kepada kami Abur Rabi' Az-Zahrani, telah menceritakan
kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ja'far, dari Sa'id ibnu Jubair
yang menceritakan bahwa ketika Ahli Kitab mengatakan, "Tidak ada dosa bagi kami
terhadap orang-orang ummi" maka Nabi Allah Saw. bersabda: Dustalah musuh-
musuh Allah itu. Tiada sesuatu pun yang terjadi di masa Jahiliah, melainkan ia berada
di kedua telapak kakiku ini, kecuali amanat. Maka sesungguhnya amanat harus
disampaikan, baik kepada orang yang bertakwa maupun kepada orang yang
durhaka.

*******************

Kemudian Allah Swt. berfirman:

‫بَلى َم ْن َأوْ فى بِ َع ْه ِد ِه َواتَّقى‬

(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya, dan
bertakwa. (Ali Imran: 76)

5
َ‫فَِإ َّن هَّللا َ يُ ِحبُّ ْال ُمتَّقِين‬

maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (Ali Imran: 76)

Semua Muslim diimbau untuk ber jual beli dan melakukan semua aktivitas
perdagangan di pasar “Suqul Anshar” tanpa bekerja sama dengan orang Yahudi.
Meski demikian, status Nabi sebagai pemimpin tak dimanfaatkannya untuk
menutup pasar Yahudi tersebut. Tapi, lambat laun, roda perekonomian Yahudi
yang sudah ratusan tahun berjalan akhirnya gulung tikar.

2.2. MEKANISME DAN PENGELOLAAN PASAR ISLAM

2.2.1. Mekanisme Harga Pasar

2.2.2. Pengelolaan Pasar Madinah di Zaman Rasulullah

2.3. SEJARAH LEMBAGA KEUANGAN ISLAM


2.3.1. Lembaga Keuangan Pada Masa Rasulullah SAW

QS. Al Anfal (8): 41

‫ُول َولِ ِذي ْالقُرْ بَى َو ْاليَتَا َمى‬


ِ ‫َوا ْعلَ ُموا َأنَّ َما َغنِ ْمتُ ْم ِم ْن َش ْي ٍء فََأ َّن هَّلِل ِ ُخ ُم َسهُ َولِل َّرس‬
‫نزلنَا َعلَى َع ْب ِدنَا يَوْ َم ْالفُرْ قَا ِن يَوْ َم ْالتَقَى‬
ْ ‫يل ِإ ْن ُك ْنتُ ْم آ َم ْنتُ ْم بِاهَّلل ِ َو َما َأ‬ ِ ‫َو ْال َم َسا ِك‬
ِ ِ‫ين َوا ْب ِن ال َّسب‬
‫ْال َج ْم َعا ِن َوهَّللا ُ َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ِدي ٌر‬

Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kalian peroleh sebagai rampasan
perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil, jika kalian beriman kepada Allah dan
kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan,
yaitu di hari bertemunya dua pasukan Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.

6
Tafsir Ibnu Katsir

Allah menjelaskan rincian apa yang disyariatkan-Nya khusus buat umat yang
dimuliakan ini dan yang tidak terdapat di dalam syariat umat-umat sebelumnya,
yaitu Allah telah menghalalkan ganimah untuk mereka.

Ganimah ialah harta benda yang diperoleh dari orang-orang kafir melalui
peperangan, sedangkan harta fai ialah harta yang diperoleh dari mereka bukan
dengan jalan perang, misalnya sejumlah harta yang telah disepakati oleh mereka
untuk diserahkan kepada kaum muslim berdasarkan perjanjian; atau mereka mati,
sedangkan ahli warisnya tidak ada; dan jizyah serta kharraj, dan lain-lainnya.

Demikianlah menurut mazhab Imam Syafi'i dan sejumlah ulama Salaf dan Khalaf
Sebagian ulama ada yang memutlakkan pengertian harta fai, yang berarti ganimah
pun termasuk ke dalam pengertiannya. demikian pula sebaliknya. Karena itulah
Qatadah berpendapat bahwa ayat ini memansukh salah satu ayat dalam surat Al-
Hasyr yang mengatakan:

{‫ َو ْال َم َسا ِكي ِن‬G‫اآْل يَةَ } َما َأفَا َء هَّللا ُ َعلَى َرسُولِ ِه ِم ْن َأ ْه ِل ْالقُ َرى فَلِلَّ ِه َولِل َّرسُو ِل َولِ ِذي ْالقُرْ بَى َو ْاليَتَا َمى‬

Apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal
dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, untuk kaum
kerabatnya. (Al-Hasyr: 7, hingga akhir ayat)

Qatadah mengatakan bahwa surat Al-Anfal ayat 41 ini menasakh surat Al-Hasyr ayat
7, dan ganimah itu dibagi menjadi lima bagian: Empat perlimanya buat para
Mujahidin, sedangkan yang seperlimanya buat mereka yang disebutkan dalam ayat
ini.

Pendapat yang diketengahkan oleh Qatadah ini jauh dari kebenaran, mengingat ayat
ini diturunkan sesudah Perang Badar; sedangkan ayat surat Al-Hasyr diturunkan
berkenaan dengan Bani Nadir. Dan semua ahli sejarah dan tarikh magazi tidak ada
yang memperselisihkan bahwa perang dengan Bani Nadir terjadi sesudah Perang
Badar. Hal ini merupakan sesuatu yang tidak diragukan lagi.

Orang yang berpendapat membedakan antara fai dan ganimah mengatakan bahwa
surat Al-Hasyr ayat 7 diturunkan berkenaan dengan harta fai, sedangkan surat Al-
Anfal ayat 41 diturunkan berkenaan dengan ganimah. Dan orang yang menyamakan
antara ganimah dan fai merujuk kepada pendapat imam. bahwa tidak ada
pertentangan antara ayat 7 surat Al-Hasyr dan masalah takhmis (ganimah), jika
imam menyamakannya.

*******************

7
Firman Allah Swt.:
{ُ‫} َوا ْعلَ ُموا َأنَّ َما َغنِ ْمتُ ْم ِم ْن َش ْي ٍء فََأ َّن هَّلِل ِ ُخ ُم َسه‬
Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kalian peroleh sebagai rampasan
perang, maka sesungguhnya seperlimanya untuk Allah. (Al-Anfal: 41)

Ungkapan ayat ini mengandung makna taukid yang mengukuhkan pembagian lima,
baik yang dibaginya itu sedikit ataupun banyak. sehingga jangan terlewatkan barang
sekecil apa pun, seperti jarum dan benangnya. Allah Swt. telah berfirman dalam ayat
yang lain:

ْ ‫ت َوهُ ْم اَل ي‬
{ َ‫ُظلَ ُمون‬ ِ ‫} َو َم ْن يَ ْغلُلْ يَْأ‬
ٍ ‫ت بِ َما َغ َّل يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة ثُ َّم تُ َوفَّى ُكلُّ نَ ْف‬
ْ َ‫س َما َك َسب‬

Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari
kiamat ia akan datang membawa apa yang di-khianatkannya itu; kemudian tiap-tiap
diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan
setimpal) sedangkan mereka tidak dianiaya. (Ali Imran: 161)
*******************
Adapun tentang firman Allah Swt.:
َ ‫}فََأ َّن هَّلِل ِ ُخ ُم‬
{‫سهُ َولِل َّرسُو ِل‬

maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul (Al Anfal : 41)

Para ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan tafsir ayat ini, sebagian
berpendapat bahwa dari seperlima itu Allah beroleh bagian yang dananya diberikan
untuk (pemeliharaan) Ka'bah.

Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi', dari Abul Aliyah Ar-Rayyahi yang
mengatakan bahwa ganimah diserahkan kepada Rasulullah Saw., lalu beliau
membaginya menjadi lima bagian empat perlimanya buat orang-orang yang ikut
berperang. Kemudian beliau mengambil yang seperlimanya dengan meletakkan
tangannya pada bagian itu.

Nabi SAW. mengambil sebagian dari bagiannya itu segenggam tangannya, kemudian
memperuntukkannya buat Ka'bah: apa yang beliau ambil itu merupakan bagian
Allah. Setelah itu beliau membagi yang tersisa menjadi lima bagian, yaitu untuk
dirinya, untuk kaum kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan Ibnu
sabil.

Ulama tafsir lainnya mengatakan bahwa dalam permulaan ayat ini disebutkan nama
Allah untuk tabarruk, lalu menyusul bagian Rasulullah Saw.

8
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Rasulullah SAW apabila
mengirimkan suatu pasukan lalu pasukan itu memperoleh ganimah, maka beliau
membaginya menjadi lima bagian. Kemudian beliau membagi yang seperlimanya itu
menjadi lima bagian lagi. Lalu beliau Saw. membacakan firman-Nya: Ketahuilah,
sesungguhnya apa saja yang dapat kalian peroleh sebagai rampasan perang, maka
sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul. (Al-Anfal: 41)

Kalimat 'sesungguhnya seperlimanya untuk Allah' merupakan pendahuluan, sesuai


dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain yaitu:

ِ ْ‫ت َو َما فِي اَأْلر‬


‫ض‬ َ ‫هَّلِل ِ َما فِي ال َّس َم‬
ِ ‫اوا‬
Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. (Al-Baqarah: 284)

Bagian yang diperuntukkan buat Allah dan Rasul-Nya dijadikan satu. Hal yang sama
dikatakan oleh Ibrahim An-Nakha'i, Al-Hasan ibnu Muhammad ibnul Hanafilah. Al-
Hasan Al-Basri, Asy-Sya'bi, Ata ibnu Abu Rabah, Abdullah ibnu Buraidah, Qatadah,
Mugirah, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa bagian untuk Allah dan
Rasul-Nya dijadikan satu.

Hal ini diperkuat oleh riwayat Abu Bakar Al-Baihaqi dengan sanad yang sahih:

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه وسلم َوه َُو بِ َوا ِدي‬ ُ ‫ َأتَي‬:‫ال‬


َ ِ ‫ْت َرسُو َل هَّللا‬ َ َ‫ ع َْن َرج ٍُل ِم ْن ب ُْلقِينَ ق‬،‫ق‬
ٍ ‫ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن َشقِي‬
ُ‫ َوَأرْ بَ َعة‬،‫ "هَّلِل ِ ُخ ُم ُسهَا‬:‫ال‬
َ َ‫ َما تَقُو ُل فِي ْال َغنِي َم ِة؟ فَق‬،ِ ‫ل هَّللا‬Gَ ‫ يَا َرسُو‬:‫ت‬ ُ ‫ فَقُ ْل‬G،‫ْرضُ فَ َرسًا‬ ِ ‫ َوه َُو يَع‬،‫القُرى‬
َ ‫ لَي‬، َ‫ " اَل َواَل ال َّس ْه ُم تَ ْست َْخ ِر ُجهُ ِم ْن َج ْنبِك‬:‫ال‬
‫ْس‬ َ َ‫ فَ َما َأ َح ٌد َأوْ لَى بِ ِه ِم ْن َأ َح ٍد؟ ق‬:‫ت‬
ُ ‫ قُ ْل‬."‫ْش‬
ِ ‫س لِ ْل َجي‬
ٍ ‫َأ ْخ َما‬
‫ك ْال ُم ْسلِ ِم‬
َ ‫ق بِ ِه ِم ْن َأ ِخي‬
َّ ‫"َأ ْنتَ َأ َح‬

dari Abdullah ibnu Syaqiq, dari seorang lelaki yang mengatakan bahwa ia datang
menghadap Nabi Saw. yang sedang berada di Wadil Qura. Saat itu Rasulullah Saw.
sedang mengendarai kudanya. Lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah
pendapatmu tentang harta rampasan perang (ganimah)?" Rasulullah Saw.
menjawab, "Seperlimanya untuk Allah, sedangkan yang empat perlimanya untuk
pasukan." Ia bertanya, "Apakah ada seseorang yang lebih diutamakan daripada yang
lainnya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak, dan tidak pula terhadap bagian yang
engkau keluarkan dari kantongmu. Engkau bukanlah orang yang lebih berhak
terhadapnya daripada saudara semuslimmu."

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Imran ibnu Musa. telah
menceritakan kepada kami Abdul Waris, telah menceritakan kepada kami Aban dari
Al Hasan yang mengatakan bahwa Al Hasan mewasiatkan seperlima dari harta

9
bendanya dan ia mengatakan, "Tidakkah aku rela terhadap sebagian dari hartaku
seperti apa yang direlakan oleh Allah bagi diri-Nya."

Kemudian orang-orang yang berpendapat demikian berselisih pendapat pula. Ali


ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa
dahulu ganimah itu dibagi menjadi lima bagian: Empat perlimanya dibagikan di
antara orang-orang yang terlibat dalam peperangan, sedangkan yang seperlimanya
dibagi menjadi empat. Seperempatnya untuk Allah dan Rasul-Nya, dan bagian yang
untuk Allah dan Rasul-Nya adalah untuk kaum kerabat Nabi Saw., sedangkan Nabi
Saw. sendiri tidak mengambil sesuatu pun dari seperlima itu.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abu Ma'mar Al-Minqari. telah menceritakan kepada kami
Abdul Waris ibnu Sa'id, dari Husain Al-Mu'allim, dari AbdulIIah ibnu Buraidah
sehubungan dengan makna firman Allah Swt. berikut ini: Ketahuilah. sesungguhnya
apa saja yang dapat kalian peroleh sebagai rampasan perang. maka sesungguhnya
seperlima untuk Allah. Rasul. (Al-Anfal: 41) Bahwa bagian untuk Allah berarti untuk
Nabi-Nya, dan bagian Nabi Saw. adalah untuk istri-istrinya.

Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman telah meriwayatkan dari Ata ibnu Abu Rabah yang
mengatakan bahwa khumus (bagian seperlima) Allah dan Rasul-Nya adalah satu.
Nabi Saw. dapat mengambil dan dapat berbuat terhadapnya menurut apa yang
dikehendakinya. Pengertian ini lebih umum dan lebih mencakup, yaitu bahwa Nabi
Saw. men-tasarruf-kan (menggunakan) bagian Allah yang dari seperlima ini menurut
apa yang disukainya. Beliau Saw. boleh mengembalikannya kepada umatnya
menurut apa yang beliau sukai.

Pendapat ini diperkuat oleh riwayat Imam Ahmad. Imam Ahmad mengatakan:

‫ ع َْن َأبِي‬،‫ ع َْن َأبِي بَ ْك ِر ْب ِن َع ْب ِد هَّللا ِ ب ِْن َأبِي َمرْ يَ َم‬،‫ش‬ ٍ ‫ َح َّدثَنَا ِإ ْس َما ِعي ُل بْنُ َعيَّا‬،‫ق بْنُ ِعي َسى‬
ُ ‫َح َّدثَنَا ِإ ْس َحا‬
،‫ َوَأبِي ال َّدرْ دَا ِء‬،‫ت‬
ِ ‫س َم َع ُعبَا َدةَ ب ِْن الصَّا ِم‬ َ َ‫ َأنَّهُ َجل‬:‫ي‬ِّ ‫ َع ِن ْال ِم ْقد َِام ْب ِن معد يكرب ْال ِك ْن ِد‬،‫ج‬
ِ ‫َساَّل ٍم اَأْل ْع َر‬
،‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫يث َرسُو ِل هَّللا‬ َ ‫ فَتَ َذا َكرُوا َح ِد‬،‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ ْم‬
ِ ‫ َر‬،‫ي‬ ِّ ‫اويَةَ ْال ِك ْن ِد‬
ِ ‫ث ْب ِن ُم َع‬ ِ ‫َو ْال َح‬
ِ ‫ار‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فِي غ َْز َو ِة َك َذا َو َك َذا فِي‬
َ ِ ‫ات َرسُو ِل هَّللا‬ ُ ‫ َكلِ َم‬،ُ‫ يَا ُعبَا َدة‬:َ‫فَقَا َل َأبُو ال َّدرْ دَا ِء لِ ُعبَا َدة‬
Gَ ‫ َأ َّن َرس‬:َ‫ال ُعبَا َدة‬ ‫ْأ‬
ٍ ‫صلَّى بِ ِه ْم فِي غ َْز َو ٍة ِإلَى بَ ِع‬
َ‫ير ِمن‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ِ ‫َش ِن اَأْل ْخ َم‬
َ َ‫اس؟ فَق‬
َ َ‫ل َوبَرة بَ ْينَ ُأ ْن ُملَتَ ْي ِه فَق‬Gَ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَتَنَا َو‬
‫ "ِإ َّن هَ ِذ ِه ِم ْن‬:‫ال‬ َ ِ ‫ فَلَ َّما َسلَّ َم قَا َم َرسُو ُل هَّللا‬،‫ْال َم ْغن َِم‬
َ‫ فََأ ُّدوا ْالخَ ْيط‬،‫د َعلَ ْي ُك ْم‬Gٌ ‫ َو ْال ُخ ُمسُ َمرْ دُو‬، ُ‫صيبِي َم َع ُك ْم ِإاَّل ْال ُخ ُمس‬ ‫ْس لِي فِيهَا ِإاَّل‬
ِ َ‫ن‬ َ ‫ َوِإنَّهُ لَي‬،‫َغنَاِئ ِم ُك ْم‬
‫ فَِإ َّن ْال ُغلُو َل نَا ٌر َوعَا ٌر َعلَى َأصْ َحابِ ِه فِي ال ُّد ْنيَا‬،‫ َواَل تَ ُغلُّوا‬،‫ َوَأ ْكبَ َر ِم ْن َذلِكَ َوَأصْ َغ َر‬،َ‫َو ْال َم ِخيط‬
‫ َوَأقِي ُموا ُحدُو َد هَّللا ِ فِي‬،‫ َواَل تُبَالُوا فِي هَّللا ِ لَوْ َمةَ اَل ِئ ٍم‬،َ‫يب َو ْالبَ ِعيد‬
َ ‫اس فِي هَّللا ِ ْالقَ ِر‬ َ َّ‫ الن‬G‫ َو َجا ِهدُوا‬،‫َواآْل ِخ َر ِة‬

10
ُ ‫َظي ٌم] يُنَجِّي بِ ِه هَّللا‬ ِ ‫ب ْال َجنَّ ِة [ع‬
ِ ‫ فَِإ َّن ْال ِجهَا َد بَابٌ ِم ْن َأ ْب َوا‬،ِ ‫هَّللا‬ َ ‫ْال َح‬
] ‫ َو َجا ِهدُوا فِي [ َسبِي ِل‬،‫ض ِر َوال َّسفَ ِر‬
‫" ِمنَ ْالهَ ِّم َو ْال َغ ِّم‬

telah menceritakan kepada kami Ishak ibnu Isa. telah menceritakan kepada kami
Ismail ibnu Iyasy. dari Abu Bakr ibnu Abdullah Ibnu Abu Maryam, dari Abu Salam al-
A’raj dari Madani ibnu Ma’di kariba al Kindi bahwa ia duduk bersama Ubadah ibnus
Samit, Abu Darda, Al-Haris ibnu Abu Mu'awiyah Al-Kindi, lalu mereka berbincang-
bincang mengenai hadis Rasul Saw. Abu Darda berkata kepada Ubadah, "Hai
Ubadah, bagaimanakah sabda Rasulullah Saw. dalam perang anu dan anu
sehubungan dengan harta rampasan yang dibagi lima?" Ubadah menjawab, bahwa
sesungguhnya Rasulullah Saw. melakukan salat bersama mereka dalam suatu
peperangan dengan mengesampingkan sejumlah ternak unta hasil ganimah. Setelah
bersalam, Rasulullah Saw. mengambil sehelai bulu unta dengan kedua jarinya, lalu
bersabda: Sesungguhnya ini termasuk ganimah kalian. Dan sesungguhnya tiada
hakku padanya melainkan seperti bagianku bersama kalian yaitu seperlimanya, dan
seperlimanya akan dikembalikan kepada kalian. Maka tunaikanlah (kumpulkanlah)
barang sebesar jarum dan benangnya, baik yang lebih besar daripada itu atau yang
lebih kecil daripadanya, dan janganlah kalian melakukan penggelapan. Karena
sesungguhnya menggelapkan hasil ganimah itu merupakan cela dan neraka yang
akan menimpa pelakunya di dunia dan akhirat. Dan berjihadlah melawan orang-
orang demi membela Allah, baik terhadap kerabat ataupun orang lain. Janganlah
kalian pedulikan celaan orang-orang yang mencela dalam Allah dalam membela
Allah. Tegakkanlah batasan-batasan Allah dalam perjalanan dan dalam keadaan
berada di tempat. Dan berjihadlah karena Allah, karena sesungguhnya jihad itu
merupakan salah satu pintu surga yang besar, dengan jihad Allah menyelamatkan
(kaum mukmin) dari kesusahan dan kesengsaraan.

Hadis ini sangat baik, dan saya tidak menjumpainya pada sesuatu pun dari kitab
Sittah melalui jalur ini. Tetapi Imam Ahmad meriwayatkan pula —juga Abu Daud dan
Imam Nasai— melalui hadis Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya (yaitu
Abdullah ibnu Amr), dari Rasulullah Saw. hal yang semisal dalam kisah khumus dan
larangan berbuat gulul dalam pembagian ganimah.

‫ فَلَ َّما َسلَّ َم‬،‫ير ِمنَ ْال َم ْغن َِم‬


ٍ ‫صلَّى بِ ِه ْم ِإلَى بَ ِع‬ َ ِ ‫ل هَّللا‬Gَ ‫ع َْن َع ْم ِرو ب ِْن َعبَسة َأ َّن َرسُو‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
‫ َو ْال ُخ ُمسُ َمرْ دُو ٌد‬، ُ‫ ِإاَّل ْال ُخ ُمس‬،‫ " َواَل يَ ِحلُّ لِي ِم ْن َغنَاِئ ِم ُك ْم ِم ْث َل هَ ِذ ِه‬:‫ال‬ ِ ‫ك ْالبَ ِع‬
َ َ‫ير ثُ َّم ق‬ َ ِ‫َأ َخ َذ َوبَ َرةً ِم ْن َذل‬
‫"فِي ُك ْم‬

11
Dari Amr ibnu Anbasah, disebutkan bahwa Rasulullah Saw. salat dengan mereka
sebelum membagi ganimah berupa sejumlah ternak unta. Setelah bersalam, lalu
beliau mengambil sehelai bulu unta dan bersabda: Tidak halal bagiku dari ganimah
kalian hal seperti ini kecvali hanya seperlima, dan seperlima itu akan dikembalikan
kepada kalian.

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Nasai.

DahuIu Nabi Saw. mengambil bagian-dari ganimah untuk dirinya, lalu beliau
memilihnya, baik berupa budak laki-Iaki ataupun budak perempuan atau kuda atau
pedang atau lain-lainnya. Demikianlah menurut nas Muhammad ibnu Sirin, Amir Asy-
Sya'bi, dan kebanyakan ulama yang mengikuti pendapat mereka berdua.

Imam Ahmad dan Imam Turmuzi yang menilai hasan hadis berikut telah
meriwayatkan melalui Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw. menghadiahkan
pedangnya yang diberi nama Zul Fiqar pada hari Perang Badar, yaitu di hari beliau
bermimpi melihat apa yang akan terjadi dalam Perang Uhud.

Dari Siti Aisyah r.a. disebutkan bahwa Siti Safiyyah berasal dari tawanan yang dipilih
oleh Nabi Saw. Demikianlah menurut riwayat Imam Abu Daud di dalam kitab Sunan-
nya.

Imam Abu Daud pun telah meriwayatkan berikut sanadnya —demikian pula Imam
Nasai—, dari Yazid ibnu Abdullah yang mengatakan:

‫ " ِم ْن ُم َح َّم ٍد َرسُو ِل هَّللا ِ ِإلَى بَنِي ُزهَي ِْر‬:‫ فَقَ َرْأنَاهَا فَِإ َذا فِيهَا‬،‫ط َعةُ َأ ِد ٍيم‬ ْ ِ‫ُكنَّا بال ِمرْ بَد ِإ ْذ َدخَ َل َر ُج ٌل َم َعهُ ق‬

ٍ ‫ب ِْن ُأقَ ْي‬


َّ ‫ َوَأقَ ْمتُ ُم ال‬،ِ ‫ َوَأ َّن ُم َح َّمدًا َرسُو ُل هَّللا‬،ُ ‫ ِإنَّ ُك ْم ِإ ْن َش ِه ْدتُ ْم َأ ْن اَل ِإلَهَ ِإاَّل هَّللا‬،‫ش‬
،َ‫م ال َّز َكاة‬Gُ ُ‫ َوآتَ ْيت‬،َ‫صاَل ة‬
‫ َم ْن‬:‫ فَقُ ْلنَا‬."‫ان هَّللا ِ َو َرسُولِ ِه‬
ِ ‫ َأ ْنتُ ْم آ ِمنُونَ بَِأ َم‬،‫صفِ ِّي‬
َّ ‫م النَّبِ ِّي َو َس ْه َم ال‬Gَ ‫ َو َس ْه‬،‫س ِمنَ ْال َم ْغن َِم‬
َ ‫َوَأ َّد ْيتُ ُم ْال ُخ ُم‬
‫م‬Gَ َّ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسل‬
َ ِ ‫ َرسُو ُل هَّللا‬:‫َب لَكَ هَ َذا؟ فَقَا َل‬
َ ‫َكت‬
"Ketika kami berada di Al-Marbad, tiba-tiba masuklah seorang Lelaki membawa
sepotong kulit. Lalu kami membacanya, ternyata di dalamnya tertuliskan kalimat
berikut: Dari Muhammad —utusan Allah— ditujukan kepada Zuhair ibnu Aqyasy.
Sesungguhnya jika kalian mau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan
bahwa Muhammad adalah utusan Allah, serta kalian mau mendirikan salat,
menunaikan zakat, dan mau menunaikan seperlima dari ganimah, bagian Nabi Saw.
dan bagian yang dipilihnya untuk dirinya, maka kalian dalam keadaan aman berada
dalam jaminan keamanan Allah dan Rasul-Nya. Maka kami bertanya kepada lelaki
itu.”Siapakah yang menulis (mengimlakan) surat ini" Lelaki menjawab. Rasulullah
Saw."

12
Hadis-hadis yang jayyid ini menunjuktan akan ketetapan dan keberadaan pilihan
yang dilakukan oleh Nabi SAW terhadap ganimah untuk dirinya. Karena itu, banyak
kalangan ulama yang mengatakan bahwa hal ini merupakan suatu kekhususan bagi
diri Nabi Saw.

Ulama lainnya berpendapat bahwa bagian khumus dibelanjakan oieh imam untuk
keperluan kemaslahatan kaum muslim, sebagaimana imam men—tasarruf— kan
harta fai.

Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan bahwa yang demikian itu merupakan


pendapat Imam Malik dan kebanyakan ulama Salaf, dan pendapat inilah yang paling
sahih.

Apabila hal ini telah diakui dan diketahui kebenarannya, maka masih diperselisihkan
pula perihal apa yang diambil oleh Nabi SAW. dari khumus, untuk apakah bagian ini
sesudah Nabi SAW. tiada?

Sebagian ulama mengatakan bahwa bagian tersebut diberikan kepada orang yang
menggantikan beliau SAW. sesudah beliau tiada (yakni untuk para khalifah
sesudahnya). Pendapat ini diriwayatkan dari Abu Bakar, Ali, dan Qatadah serta
sejumlah ulama; dan sehubungan dengan hal ini terdapat sebuah hadis marfu’ yang
menguatkannya.

Ulama lain mengatakan bahwa bagian tersebut dibelanjakan untuk keperluan


kemaslahatan kaum muslim. Ada pula ulama yang mengatakan.”Bahkan bagian
tersebut dikembalikan untuk asnaf lainnya. Yaitu kaum kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, dan ibnu sabil." Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Ulama lainnya berpendapat bahwa bahkan bagian Nabi SAW bagian kaum
kerabatnya dikembalikan untuk anak-anak yatim dan orang-orang miskin serta ibnu
sabil. Menurut Ibnu Jarir. Pendapat ini dikatakan oleh sejumlah ulama Irak.

Pendapat lainnya lagi mengatakan, sesungguhnya bagian secara keseluruhan adalah


untuk kaum kerabat Nabi Saw., seper _ disebutkan di dalam riwayat Ibnu Jarir. Ibnu
Jarir mengatakan telah menceritakan kepada kami Al-Haris, telah menceritakan
kepada kami Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Abdul Gaffar telah
menceritakan kepada kami Al-Minhal ibnu Amr, bahwa ia pernah bertanya kepada
Abdullah ibnu Muhammad ibnu Ali dan dan Ali ibnul Husain tentang bagian khumus.
Maka keduanya menjawab bahwa bagian itu untuk kami (ahli bait Nabi Saw ). Ia
bertanya kepada Ali Ibnul Husain bahwa bagaimanakah dengan firman Allah SWT
yang mengatakan: anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil (Al-Anfal: 41)

13
Ali ibnul Husain menjawab, "Ya, buat anak-anak yatim dan orang-orang miskin dari
kalangan kami."

Sufyan As-Sauri, Abu Na'im, dan Abu Usamah telah meriwayatkan dari Qais ibnu
Muslim, bahwa ia pernah bertanya kepada Al-Hasan ibnu Muhammad ibnul
Hanafiyah rahimahullah tentang makna firman-Nya: Ketahuilah, sesungguhnya apa
saja yang dapat kalian peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya
seperlima untuk Allah dan Rasul. (Al-Anfal: 41) Maka Al-Hasan ibnu Muhammad
menjawab, "Ini adalah kunci Kalamullah di dunia dan akhirat."

Kemudian para ulama berselisih pendapat mengenai kedua bagian ini (yaitu bagian
Allah dan Rasul-Nya) sesudah Rasulullah SAW. wafat. Sebagian berpendapat bahwa
bagian Nabi Saw. diserahkan sepenuhnya untuk khalifah sesudahnya. Ulama lainnya
mengatakan bahwa hal itu untuk kerabat Nabi Saw. Dan ulama lainnya lagi
mengatakan bahwa bagian kaum kerabat diserahkan untuk bagian kerabat khalifah.

Tetapi semuanya sependapat bila menjadikan kedua bagian ini untuk keperluan kuda
(perang) dan peralatan perang lainnya di jalan Allah. Hal inilah yang dipraktekkan di
masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Umar r.a.

Al-A'masy telah meriwayatkan dari Ibrahim, bahwa Khalifah Abu Bakar dan Khalifah
Umar menjadikan bagian Nabi Saw. untuk keperluan membeli kendaraan perang dan
peralatan senjata. Lalu saya (perawi) bertanya kepada Ibrahim, "Bagaimanakah
pendapat Ali tentangnya?'" Ibrahim menjawab, "Dia adalah orang yang paling keras
dalam hal ini." Demikianlah pendapat segolongan besar ulama.

Adapun mengenai bagian kaum kerabat, diberikan kepada Bani Hasyim dan Banil
Muttalib, karena Banil Muttalib mendukung Bani Hasyim di masa Jahiliah dan di
masa permulaan Islam; sehingga mereka ikut bergabung dengan Rasulullah Saw. di
lereng bukit (ketika kaum muslim diisolasi) karena solidaritas mereka kepada
Rasulullah Saw. dan demi membelanya. Orang-orang muslim mereka didasari oleh
taat kepada Allah, sedangkan orang-orang kafirnya didasari oleh perasaan hamiyah
(kefanatikan) kabilah, harga diri, dan taat kepada Abu Talib, paman Rasulullah Saw.

Tetapi Bani Abdu Syams dan Bani Naufal —sekalipun mereka adalah anak-anak
paman (saudara-saudara sepupu)— tidak sependapat dalam hal tersebut bahkan
mereka memeranginya dan mengisolasinya serta menghasut semua kalangan
Quraisy untuk memerangi Rasulullah Saw. Karena itulah Abu Talib mencela mereka
dalam kasidah lamiyah-nya dengan kecaman yang paling keras, mengingat
kekerabatan mereka yang dekat. Dalam kasidahnya itu antara lain Abu Talib
mengatakan:

14
‫َجزَى هللا َعنَّا عب َد شمس ونَوفال ُعقُوبة ش ٍّر عَا ِج ٍل َغي َْر آج ِل‬
‫عائل‬
ِ ‫ان قسْط اَل يَخيس َش ِعيرةلهُ َشاه ٌد ِم ْن نَ ْفسه َغ ْي ُر‬
ِ ‫بِ ِمي َز‬
ِ َ‫ تَبَ َّدلوابني َخلَف قَيْضا بِنَا وال َغي‬G‫لَقَ ْد َسفُهت أحال ُم قوم‬
‫اط ِل‬
‫األوائل‬
ِ ‫صى في ال ُخطُوب‬ َ ُ‫ونحنُ الصَّميم ِم ْن ذؤابة هاشموآل ق‬

Semoga Allah menimpakan pembalasan-Nya karena kami kepada Bani Abdu Syams
dan Bani Naufal, yaitu dengan siksaan yang terburuk lagi segera tanpa ditangguhkan
lagi,demi neraca keadilan, tanpa melenceng barang seberat biji sawi pun, dia
mempunyai saksi dari dirinya tanpa beban.
Sesungguhnya mereka telah menghasut pemikiran banyak kaum. mereka rela
mengganti kami dengan Bani Khalaf karena benci dan tidak senang kepada kami.

Padahal kami adalah inti dari keturunan Hasyim dan keluarga Qusai, dalam medan
perang kami adalah yang terdepan.

Jubair ibnu Mufim ibnu Addi ibnu Naufal mengatakan bahwa ia berjalan bersama
Usman ibnu Affan (yakni ibnu Abdul As ibnu Umayyah ibnu Abdu Syams) mendekati
Rasulullah Saw. lalu mereka bertanya.”Wahai Rasulullah, engkau telah memberi
bagian kepada Banil Mutalib dari khumus Khaibar, tetapi engkau membiarkan kami
tidak mendapat bagian, padahal kami dan mereka mempunyai kedudukan kerabat
yang sama terhadapmu?" Maka Rasulullah Saw. menjawab:

ِ ِ‫ َع ْب ِد ْال ُمطَّل‬G‫َاش ٍم َوبَنُو‬


"‫ب َش ْي ٌء َوا ِح ٌد‬ ِ ‫"ِإنَّ َما بَنُو ه‬.
Sesungguhnya Bani Hasyim dan Banil Mutalib adalah sesuatu yang menyatu (Riwayat
Muslim)
Menurut riwayat lain dari hadis ini disebutkan:

"‫ فِي َجا ِهلِيَّ ٍة َواَل ِإ ْساَل ٍم‬G‫ارقُونَا‬


ِ َ‫"ِإنَّهُ ْم لَ ْم يُف‬

Sesungguhnya mereka belum pernah berpisah dengan kami, baik di masa Jahiliah
maupim di masa Islam.

Demikianlah pendapat jumhur ulama, bahwa sesungguhnya mereka adalah Bani


Hasyim dan Banil Muttalib.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama lainnya mengatakan, "Mereka (kaum kerabat
Nabi Saw.) adalah Bani Hasyim." Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan dari Khasif. dari

15
Mujahid yang mengatakan bahwa Allah mengetahui di kalangan Bani Hasyim
terdapat kaum fakir miskin. maka Dia menjadikan untuk mereka bagian dari khumus
sebagai ganti zakat. Menurut riwayat lain yang bersumber dari Mujahid. mereka
adalah seluruh kerabat Rasulullah Saw. yang tidak boleh menerima harta zakat.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan pulahal yang semisal dari Ali ibnul Husain.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama lainnya mengatakan, "Mereka adalah semua
orang Quraisy. Telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Abdul A'la, telah
menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Nafi' dari Abu Ma'syar, dari Sa'id Al-Maqbari
yang mengatakan bahwa Najdah berkirim surat kepada Abdullah ibnu Abbas untuk
menanyakan kepadanya tentang zawul qurba (kaum kerabat Nabi Saw.). Maka Ibnu
Abbas menjawab.”Kami dahulu mengatakan bahwa kami adalah mereka, tetapi
kaum kami menolak hal tersebut, dan mereka mengatakan bahwa kaum Quraisy
seluruhnya adalah zawul qurba'."

Hadis di atas sahih. diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam
Turmuzi, dan Imam Nasai melalui hadis Sa'id Al-Maqbari, dari Yazid ibnu Hurnuiz.
Disebutkan bahwa Najdah berkirim surat kepada Ibnu Abbas, menanyakan tentang
zawul qurba. Lalu disebutkan sampai dengan kata-kata Ibnu Abbas, "Tetapi kaum
kami menolak hal tersebut." Tambahan dalam asar ini hanya ada pada Abu Ma'syar
Najih ibnu Abdur Rahman Al-Madani, tetapi di dalamnya terdapat ke-daif-an.

، َ‫ َح َّدثَنَا ْال ُم ْعتَ ِم ُر بْنُ ُسلَ ْي َمان‬،‫ص ُّي‬


ِ ‫ي ْال ِمصِّي‬
ٍّ ‫ َح َّدثَنَا ِإ ْب َرا ِهي ُم بْنُ َم ْه ِد‬،‫ َح َّدثَنَا َأبِي‬:‫قَا َل ابْنُ َأبِي َحاتِ ٍم‬
:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬
َ َ‫ ق‬:‫ال‬ ٍ ‫ َع ِن اب ِْن َعبَّا‬،‫ ع َْن ِع ْك ِرمة‬،‫ ع َِن َحنَش‬،‫ع َْن َأبِي ِه‬
َ َ‫س ق‬
‫س َما يُ ْغنِي ُك ْم َأوْ يَ ْكفِي ُك ْم‬
ِ ‫ْت لَ ُك ْم ع َْن ُغ َسالة اَأْل ْي ِدي؛ َأِل َّن لَ ُك ْم ِم ْن ُخ ْمس ْال ُخ ُم‬
ُ ‫"" َر ِغب‬.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Mahdi Al-Masisi, telah menceritakan
kepada kami Al-Mu’tamir ibnu Sulaiman, dari ayahnya, dari Hanasy, dari Ikrimah.
dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Saya tidak
suka bila kalian mendapat kotoran cuci tangan orang-orang lain, karena
sesungguhnya bagi kalian ada seperlima dari khumus bagian yang mencukupi kalian
atau yang membuat kalian berkecukupan.

Hadis ini hasan sanadnya. Ibrahim ibnu Mahdi dinilai siqah oleh Ibnu Abu Hatim.
Tetapi menurut penilaian Yahya ibnu Mu'in. dia (Ibrahim ibnu Mahdi) banyak
mempunyai hadis yang berpredikat munkar.
*******************
Firman Allah Swt.:

16
{‫} َو ْاليَتَا َمى‬
dan anak-anak yatim. (Al-Anfal: 41)

Maksudnya anak-anak yatim kaum muslim. Para ulama berbeda pendapat mengenai
apakah hal itu khusus bagi anak-anak yatim kaum fakir miskin mereka ataukah
bersifat umum mencakup anak-anak yatim orang-orang hartawan dan orang-orang
miskin mereka. Ada dua pendapat mengenainya. Jelasnya, menurut bahasa
pengertian “miskin” ialah orang-orang yang mempunyai keperluan serta tidak
menemuka apa yang mencukupi kebutuhan dan tempat tinggal mereka.

ِ ِ‫} َوا ْب ِن ال َّسب‬


{‫يل‬
Ibnu sabil. (Al-Anfal: 41)

Yang dimaksud dengan ibnu sabil ialah musafir atau orang yang hendak melakukan
perjalanan sejauh perjalanan qasar, sedangkan dia tidak mempunyai biaya untuk
perjalanannya itu. Penafsiran tentang pengertian ibnu sabil. Insya Allah, akan
diterangkan di dalam Bab Zakat", bagian dari surat At-Taubah. Hanya kepada-Nyalah
kami percaya dan hanya kepada Nyalah pula kami bertawakal.
*******************

Firman Allah Swt.:

ْ ‫}ِإ ْن ُك ْنتُ ْم آ َم ْنتُ ْم بِاهَّلل ِ َو َما َأ‬


{‫نزلنَا َعلَى َع ْب ِدنَا‬
jika kalian beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada
hamba Kami (Muhammad). (Al-Anfal: 41) "

Artinya, kerjakanlah apa yang telah Kami syariatkan kepada kalian dalam masalah
khumus ganimah (membagi lima bagian harta rampasan perang), jika kalian benar-
benar beriman kepada Allah, hari kemudian, dan kepada Al-Qur'an yang diturunkan
kepada Rasul-Nya. Karena itulah di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui hadis
Abdullah ibnu Abbas dalam kisah tentang delegasi Abdul Qais yang menghadap
Rasulullah Saw. Dalam kitab itu disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada
mereka:

"‫هَلْ تَ ْدرُونَ َما اِإْل ي َمانُ بِاهَّلل ِ؟‬: ‫ال‬ ِ ‫ آ ُم ُر ُك ْم بِاِإْل ي َم‬:‫َوآ ُم ُر ُك ْم بَِأرْ بَ ٍع َوَأ ْنهَا ُك ْم ع َْن َأرْ بَ ٍع‬
َ َ‫ان بِاهَّلل ِ ثُ َّم ق‬
َ ‫ ْال ُخ ُم‬G‫ َوَأ ْن تَُؤ ُّدوا‬،‫صاَل ِة َوِإيتَا ُء ال َّز َكا ِة‬
‫س‬ َّ ‫ َوِإقَا ُم ال‬،ِ ‫ل هَّللا‬Gُ ‫ َوَأ َّن ُم َح َّمدًا َرسُو‬،ُ ‫شهادةُ َأ ْن اَل ِإلَهَ ِإاَّل هَّللا‬
‫ ِمنَ ْال َم ْغن َِم‬. ."
Aku perintahkan kalian empat perkara, dan aku larang kalian dari empat perkara
lainnya. Aku perintahkan kepada kalian untuk beriman kepada Allah. Kemudian

17
dalam kalimat selanjutnya disebutkan: Tahukah kalian apakah iman kepada Allah
itu? Yaitu persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan
Allah, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan menunaikan seperlima dari ganimah
(rampasan perang).

Demikianlah hingga akhir hadis yang cukup panjang.

Dalam hadis ini disebutkan bahwa menunaikan seperlima dari ganimah termasuk
salah satu dari bagian keimanan. Imam Bukhari telah membahas masalah ini dalam
suatu bab tersendiri, bagian dari Kitabul Iman yang ada di dalam kitab Sahih-nya. Ia
mengatakan bahwa ini adalah Bab "Menunaikan Seperlima Ganimah termasuk
Keimanan", kemudian ia mengetengahkan hadis Ibnu Abbas ini. Kami pun telah
menerangkan pembahasan masalah ini secara panjang lebar dalam Syarah Bukhari.
Muqatil ibnu Hayyan mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan
kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan.
(Al-Anfal: 41) Yakni di hari pembagian ganimah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{‫}يَوْ َم ْالتَقَى ْال َج ْم َعا ِن َوهَّللا ُ َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ِدي ٌر‬
di hari Furqan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Mahakuasa atas
segala sesuatu. (Al-Anfal: 41)

Allah Swt. mengingatkan tentang nikmat dan kebaikan-Nya kepada makhluk-Nya,


yaitu dengan dipisahkan-Nya perkara yang hak dan yang batil dalam Perang Badar.
Hari itu dinamakan "hari Furqan" karena pada hari itu Allah memenangkan kalimat
iman dan mengalahkan kalimat kebatilan. Dia memenangkan agama-Nya dan
menolong Nabi serta para pendukungnya.

Ali ibnu Abu Talhah dan Al-Aufi meriwayatkan dan Ibnu Abbas, bahwa yang
dimaksud dengan hari Furqan ialah hari Perang Badar. Pada hari itu Allah
memisahkan perkara yang hak dari yang batil. Demikianlah menurut riwayat Imam
Hakim. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Miqsam. Ubaidillah ibnu
Abdullah. Ad-Dahhak, Qatadah, Muqatil ibnu Hayyan, dan lain-lainnya yang bukan
hanya seorang, bahwa hari yang dimaksud adalah hari Perang Badar.

Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma’mar. dari Az-Zuhri, dari Urwah Ibnuz
Zubair sehubungan dengan firman-Nya di hari Furqan. (Al-Antal: 41) Yaitu hari Allah
memisahkan perkara yang hak dan yang batil, yaitu hari Perang Badar yang
merupakan permulaan peperangan yang dialami oleh Rasulullah Saw.

18
Saat itu pemimpin atau panglima pasukan kaum musyrik ialah Atabah ibnu Rabi'ah.
Kedua pasukan berhadapan pada hari Jumat, tanggal sembilan belas atau tujuh belas
Ramadan. Sahabat Rasulullah Saw. saat itu berjumlah tiga ratus lebih beberapa belas
orang. sedangkan jumlah pasukan kaum musyrik antara sembilan ratus sampai
seribu orang. Maka Allah memukul mundur pasukan kaum musyrik. sehingga tujuh
puluh orang lebih dari kalangan mereka terbunuh. dan yang tertawan berjumlah
sama dengan yang terbunuh.

Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak telah meriwayatkan melalui hadis Al-A'masy
dari Ibrahim, dari Al-Aswad, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan sehubungan dengan
malam lailatul qadar, "Carilah lailatul qadar pada malam kesembilan belas, karena
sesungguhnya pada pagi harinya adalah Perang Badar!"

Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini dengan syarat Imam Bukhari dan Imam
Muslim. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Abdullah ibnuz Zubair melalui hadis
Ja'far ibnu Barqan, dari seorang lelaki, dari Abdullah ibnuz Zubair.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah
menceritakan kepada kami Yahya ibnu Wadih. telah menceritakan kepada kami
Yahya ibnu Ya'qub Abu Talib, dari Ibnu Aim, dari Muhammad ibnu Abdullah As-
Saqafi, dari Abu Abdur Rahman As-Sulami yang mengatakan bahwa Al-Hasan ibnu Ali
pernah berkata.”Malam hari Furqan keesokan harinya bertemu dua golongan
pasukan. yaitu pada tanggal tujuh belas Ramadan."

Sanad asar ini jayyid lagi kuat.


Ibnu Murdawaih meriwayatkannya dari Abu Abdur Rahman Abdullah ibnu Habib.
Dari Ali yang mengatakan, “Malam hari Furqan adalah malam hari yang pada
keesokan harinya bertemu dua golongan pasukan, yaitu malam hari Jumat tanggal
tujuh belas bulan Ramadan.” Riwayat ini menurut ahli sejarah dan sirah dinilai sahih.

Yazid ibnu Abu Habib Imam di Mesir pada zamannya mengatakan bahwa hari Perang
Badar terjadi pada hari sabtu. Tetapi tidak ada yang mengikuti pendapatnya ini, yang
lebih diprioritaskan adalah pendapat jumhur ulama.
*******************

2.3.2. Lembaga Keuangan Islam Masa Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq 632-634
M (11-13 H)

2.3.3. Lembaga Keuangan Islam Masa Khalifah Umar bin Khattab 634-644 M
atau 13-23 H
19
2.3.4. Lembaga Keuangan Islam Masa Khalifah Masa Usman bin Affan 644-
655 M atau 23-35 H

2.3.5. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib 35 - 40 H atau 655-660 M

2.4. SEJARAH PERBANKAN ISLAM

2.5. SEJARAH GERAKAN DAKWAH, PEMBENTUKAN AQIDAH DAN EKONOMI


ISLAM

Tahapan pembentukan sosial system masyarakat muslim dipandu oleh turunnya ayat
dari Al Quran kepada Rasulullah secara berangsur-angsur, (QS. Al-Isra [17]: 105-106)

{‫ث‬ ِ َّ‫) َوقُرْ آنًا فَ َر ْقنَاهُ لِتَ ْق َرَأهُ َعلَى الن‬105( ‫ك ِإال ُمبَ ِّشرًا َونَ ِذيرًا‬
ٍ ‫اس َعلَى ُم ْك‬ َ ‫ق نز َل َو َما َأرْ َس ْلنَا‬
ِّ ‫نزلنَاهُ َوبِ ْال َح‬
ْ ‫ق َأ‬
ِّ ‫َوبِ ْال َح‬
ْ ‫} َو‬
)106( ‫نزلنَاهُ تَنزيال‬

Dan Kami turunkan (Al-Qur'an) itu dengan sebenar-benarnya dan Al-Qur’an itu telah
turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan
sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. (105)

Dan Al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kalian
memba¬cakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurun¬kannya
bagian demi bagian.(106)

Tafsir Ibnu Katsir

Allah Swt. berfirman menceritakan tentang kitab-Nya, yaitu Al-Qur'an; bahwa Al-
Qur'an itu diturunkan dengan sebenar-benarnya, yang di dalamnya terkandung
perkara yang hak. Hal ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain
melalui firman-Nya:

{‫نزل ِإلَ ْيكَ َأنزلَهُ بِ ِع ْل ِم ِه‬


َ ‫}لَ ِك ِن هَّللا ُ يَ ْشهَ ُد بِ َما َأ‬
tetapi Allah mengakui Al-Qur’an yang diturunkan-Nya kepadamu, Allah
menurunkannya dengan ilmu-Nya; dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula).
(An-Nisa: 166)

20
Maksudnya, di dalam Al-Qur'an terkandung ilmu Allah yang Dia kehendaki untuk
diperlihatkan kepada kalian, yaitu mengenai hukum-hukumNya, perintah, dan
larangan-Nya.
Firman Allah Swt.:
ِّ ‫} َوبِ ْال َح‬
{‫ق نز َل‬

Dan Kami turunkan (Al-Qur'an) itu dengan sebenar-benarnya. (Al-Isra: 105)

Yakni Al-Qur'an diturunkan kepadamu, hai Muhammad, seraya dijaga dan dipelihara,
tiada ada sesuatu pun dari selainnya yang mencampurinya; dan tiada tambahan
serta kekurangan padanya, melainkan disampaikan kepadamu dengan sebenar-
benarnya. Karena sesungguhnya Al-Qur'an itu diturunkan melalui malaikat yang
sangat kuat, dipercaya, berkedudukan tetap di sisi Tuhannya lagi ditaati di kalangan
malaikat yang ada di langit tertinggi.

Firman Allah Swt.:


Gَ ‫} َو َما َأرْ َس ْلن‬
{‫َاك‬
Dan Kami tidak mengutus kamu. (Al-Isra: 105)
hai Muhammad.
{G‫}ِإال ُمبَ ِّشرًا َونَ ِذي ًرا‬
melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. (Al-Isra: 105)

Yakni membawa berita gembira kepada orang-orang yang taat kepadamu dari
kalangan kaum mukmin, dan pemberi peringatan terhadap orang-orang yang
durhaka kepadamu dari kalangan orang-orang kafir.
Firman Allah Swt.:
{ُ‫ فَ َر ْقنَاه‬G‫} َوقُرْ آنًا‬

Dan Al-Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur. (Al-Isra: 106)

Menurut ulama yang membacanya secara takhfif tanpa tasydid, maknanya ialah
Kami turunkan secara sekaligus dari Lauh Mahfuz ke Baitul Izzah di langit yang
terdekat, kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah Saw.
sesuai dengan kejadian-kejadian yang dialaminya dalam masa dua puluh tiga tahun.
Demikianlah menurut pendapat Ikrimah, dari Ibnu Abbas.

Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas bahwa ia membacanya dengan bacaan
tasydid, yaitu farraqnahu, yang artinya Kami turunkan Al-Qur'an itu ayat demi ayat
seraya dijelaskan dan ditafsirkan. Dalam firman selanjutnya disebutkan:
ِ َّ‫}لِتَ ْق َرَأهُ َعلَى الن‬
{‫اس‬

21
agar kamu membacakannya kepada manusia. (Al-Isra: 106)

Yakni untuk kamu sampaikan kepada manusia dan kamu bacakan kepada mereka.

ْ ‫ث َو‬
{‫نزلنَاهُ تَنزيال‬ ٍ ‫} َعلَى ُم ْك‬

secara perlahan-lahan, dan Kami menurunkannya bagian demi bagian. (Al-Isra: 106)

Maksudnya, sedikit demi sedikit (tidak sekaligus).

Surat Al-Alaq 1-5 merupakan wahyu pertama yang diturunkan oleh Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril.

QS. Al-Alaq 1-5

‫) الَّ ِذي عَلَّ َم بِ ْالقَلَ ِم‬3( ‫) ا ْق َرْأ َو َربُّكَ اَأْل ْك َر ُم‬2( ‫ق‬
ٍ َ‫ق اِإْل ْن َسانَ ِم ْن َعل‬
َ َ‫) َخل‬1( ‫ق‬َ َ‫ك الَّ ِذي خَ ل‬ َ ِّ‫ا ْق َرْأ بِاس ِْم َرب‬
‫) عَلَّ َم اِإْل ْن َسانَ َما لَ ْم يَ ْعلَم‬4(

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan.


Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia)
dengan perantaraan qalam.
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Tafsir Ibnu Katsir


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah
menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah yang
menceritakan bahwa permulaan wahyu yang disampaikan kepada Rasulullah Saw.
berupa mimpi yang benar dalam tidurnya. Dan beliau tidak sekali-kali melihat
suatu mimpi, melainkan datangnya mimpi itu bagaikan sinar pagi hari. Kemudian
dijadikan baginya suka menyendiri, dan beliau sering datang ke Gua Hira, lalu
melakukan ibadah di dalamnya selama beberapa malam yang berbilang dan untuk
itu beliau membawa perbekalan secukupnya. Kemudian beliau pulang ke rumah
Khadijah (istrinya) dan mengambil bekal lagi untuk melakukan hal yang sama.
Pada suatu hari ia dikejutkan dengan datangnya wahyu saat berada di Gua Hira.
Malaikat pembawa wahyu masuk ke dalam gua menemuinya, lalu berkata,
"Bacalah!" Rasulullah Saw. melanjutkan kisahnya, bahwa ia menjawabnya, "Aku
bukanlah orang yang pandai membaca." Maka malaikat itu memegangku dan
mendekapku sehingga aku benar-benar kepayahan olehnya, setelah itu ia
melepaskan diriku dan berkata lagi, "Bacalah!" Nabi Saw. menjawab, "Aku
bukanlah orang yang pandai membaca." Malaikat itu kembali mendekapku untuk

22
kedua kalinya hingga benar-benar aku kepayahan, lalu melepaskan aku dan
berkata, "Bacalah!" Aku menjawab, "Aku bukanlah orang yang pandai membaca."
Malaikat itu kembali mendekapku untuk ketiga kalinya hingga aku benar-benar
kepayahan, lalu dia melepaskan aku dan berkata:

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. (Al-'Alaq: 1)


sampai dengan firman-Nya: apa yang tidak diketahuinya. (Al-'Alaq: 5)
Maka setelah itu Nabi Saw. pulang dengan hati yang gemetar hingga masuk
menemui Khadijah, lalu bersabda:
«G‫» َز ِّملُونِي َز ِّملُونِي‬
Selimutilah aku, selimutilah aku!
Maka mereka menyelimutinya hingga rasa takutnya lenyap. Lalu setelah rasa
takutnya lenyap, Khadijah bertanya, "Mengapa engkau?" Maka Nabi SAW.
menceritakan kepadanya kejadian yang baru dialaminya dan bersabda,
"Sesungguhnya aku merasa takut terhadap (keselamatan) diriku." Khadijah
berkata, "Tidak demikian, bergembiralah engkau, maka demi Allah, Dia tidak akan
mengecewakanmu selama-lamanya. Sesungguhnya engkau adalah orang yang
suka bersilaturahmi, benar dalam berbicara, suka menolong orang yang
kesusahan, gemar menghormati tamu, dan membantu orang-orang yang tertimpa
musibah."
Kemudian Khadijah membawanya kepada Waraqah ibnu Naufal ibnu Asad ibnu
Abdul Uzza ibnu Qusay. Waraqah adalah saudara sepupu Khadijah dari pihak
ayahnya, dan dia adalah seorang yang telah masuk agama Nasrani di masa Jahiliah
dan pandai menulis Arab, lalu ia menerjemahkan kitab Injil ke dalam bahasa Arab
seperti apa yang telah ditakdirkan oleh Allah, dan dia adalah seorang yang telah
lanjut usia dan tuna netra.

Khadijah bertanya, "Hai anak pamanku, dengarlah apa yang dikatakan oleh anak
saudaramu ini." Waraqah bertanya, "Hai anak saudaraku, apakah yang telah
engkau lihat?" Maka Nabi SAW. menceritakan kepadanya apa yang telah dialami
dan dilihatnya. Setelah itu Waraqah berkata, "Dialah Namus (Malaikat Jibril) yang
pernah turun kepada Musa. Aduhai, sekiranya diriku masih muda. Dan aduhai,
sekiranya diriku masih hidup di saat kaummu mengusirmu."

Rasulullah Saw. memotong pembicaraan, "Apakah benar mereka akan


mengusirku?" Waraqah menjawab, "Ya, tidak sekali-kali ada seseorang lelaki yang
mendatangkan hal seperti apa yang engkau sampaikan, melainkan ia pasti
dimusuhi. Dan jika aku dapat menjumpai harimu itu, maka aku akan menolongmu
dengan pertolongan yang sekuat-kuatnya." Tidak lama kemudian Waraqah wafat,
dan wahyu pun terhenti untuk sementara waktu hingga Rasulullah Saw. merasa
sangat sedih.

23
Menurut berita yang sampai kepada kami, karena kesedihannya yang sangat,
maka berulang kali ia mencoba untuk menjatuhkan dirinya dari puncak bukit yang
tinggi. Akan tetapi, setiap kali beliau sampai di puncak bukit untuk menjatuhkan
dirinya dari atasnya, maka Jibril menampakkan dirinya dan berkata kepadanya,
"Hai Muhammad, sesungguhnya engkau adalah utusan Allah yang sebenarnya,"
maka tenanglah hati beliau karena berita itu, lalu kembali pulang ke rumah
keluarganya.
Dan manakala wahyu datang terlambat lagi, maka beliau berangkat untuk
melakukan hal yang sama. Tetapi bila telah sampai di puncak bukit, kembali
Malaikat Jibril menampakkan diri kepadanya dan mengatakan kepadanya hal yang
sama.

Hadis ini diketengahkan di dalam kitab Sahihain melalui Az-Zuhri; dan kami telah
membicarakan tentang hadis ini ditinjau dari segi sanad, matan, dan maknanya
pada permulaan kitab syarah kami, yaitu Syarah Bukhari dengan pembahasan
yang lengkap. Maka bagi yang ingin mendapatkan keterangan lebih lanjut,
dipersilakan untuk merujuk kepada kitab itu, semuanya tertulis di sana.

Mula-mula wahyu Al-Qur'an yang diturunkan adalah ayat-ayat ini yang mulia
lagi diberkati, ayat-ayat ini merupakan permulaan rahmat yang diturunkan oleh
Allah karena kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya, dan merupakan nikmat
yang mula-mula diberikan oleh Allah kepada mereka. Di dalam surat ini
terkandung peringatan yang menggugah manusia kepada asal mula penciptaan
manusia, yaitu dari 'alaqah. Dan bahwa di antara kemurahan Allah SWT. ialah Dia
telah mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Hal ini berarti
Allah telah memuliakan dan menghormati manusia dengan ilmu. Dan ilmu
merupakan bobot tersendiri yang membedakan antara Abul Basyar (Adam)
dengan malaikat. Ilmu itu adakalanya berada di hati, adakalanya berada di lisan,
adakalanya pula berada di dalam tulisan tangan. Berarti ilmu itu mencakup tiga
aspek, yaitu di hati, di lisan, dan di tulisan. Sedangkan yang di tulisan
membuktikan adanya penguasaan pada kedua aspek lainnya, tetapi tidak
sebaliknya. Karena itulah disebutkan dalam firman-Nya:

Gَ ‫}ا ْق َرْأ َو َرب‬


{‫ُّك األ ْك َر ُم الَّ ِذي عَلَّ َم بِ ْالقَلَ ِم عَلَّ َم اإل ْن َسانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ْم‬
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Penmrah, Yang mengajar (manusia)
dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya. (Al-'Alaq: 3-5)

Di dalam sebuah asar disebutkan, "Ikatlah ilmu dengan tulisan." Dan masih
disebutkan pula dalam asar, bahwa barang siapa yang mengamalkan ilmu yang

24
dikuasainya, maka Allah akan memberikan kepadanya ilmu yang belum
diketahuinya.

Kali pertama Al Quran turun kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬adalah pada bulan Ramadhan
sebagaimana Allah ‫ ﷻ‬berfirman QS. Al Baqarah (2): 185

QS. Al Baqarah (2): 185

ِ َ‫ت ِمنَ ْالهُدَى َو ْالفُرْ ق‬


َّ ‫ان فَ َم ْن َش ِه َد ِم ْن ُك ُم ال‬
{‫ش ْه َر‬ ٍ ‫اس َوبَيِّنَا‬ َ ‫ضانَ الَّ ِذي ُأ‬
ِ َّ‫نزل فِي ِه ْالقُرْ آنُ هُدًى لِلن‬ َ ‫َش ْه ُر َر َم‬
‫ص ْمهُ َو َم ْن َكانَ َم ِريضًا َأوْ َعلَى َسفَ ٍر فَ ِع َّدةٌ ِم ْن َأي ٍَّام ُأ َخ َر ي ُِري ُد هَّللا ُ بِ ُك ُم ْاليُس َْر َوال ي ُِري ُد بِ ُك ُم ْال ُعس َْر‬
ُ َ‫فَ ْلي‬
)185( َ‫ هَّللا َ َعلَى َما هَدَا ُك ْم َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُون‬G‫ ْال ِع َّدةَ َولِتُ َكبِّرُوا‬G‫} َولِتُ ْك ِملُوا‬

Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk


bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang hak dan yang ba-til). Karena itu, barang siapa di antara kalian hadir
(di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada
bulan itu; dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya, pada hari-hari
yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki
kesukaran bagi kalian. Hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada
kalian, supaya kalian bersyukur.

Tafsir Ibnu Katsir

Allah Swt memuji bulan Ramadan di antara bulan-bulan lainnya, karena Dia telah
memilihnya di antara semua bulan sebagai bulan yang padanya diturunkan Al-
Qur'an yang agung. Sebagaimana Allah mengkhususkan bulan Ramadan sebagai
bulan diturunkan-Nya Al-Qur'an, sesungguhnya telah disebutkan oleh hadis
bahwa pada bulan Ramadan pula kitab Allah lainnya diturunkan kepada para nabi
Sebelum Nabi Muhammad ‫ﷺ‬.

Allah Swt. memuji bulan Ramadan di antara bulan-bulan lainnya, karena Dia telah
memilihnya di antara semua bulan sebagai bulan yang padanya diturunkan Al-
Qur'an yang agung. Sebagaimana Allah mengkhususkan bulan Ramadan sebagai
bulan diturunkan-Nya Al-Qur'an, sesungguhnya telah disebutkan oleh hadis

25
bahwa pada bulan Ramadan pula kitab Allah lainnya diturunkan kepada para nabi
Sebelum Nabi Muhammad Saw.

،‫ َح َّدثَنَا ع ْمران َأبُو ْال َع َّو ِام‬،‫َاش ٍم‬


ِ ‫ َح َّدثَنَا َأبُو َس ِعي ٍد َموْ لَى بَنِي ه‬:ُ ‫ َر ِح َمهُ هَّللا‬،‫قَا َل اِإْل َما ُم َأحْ َم ُد بْنُ َح ْنبَ ٍل‬
:‫َأ َّن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال‬-‫يَ ْعنِي ا ْبنَ اَأْل ْسقَ ِع‬- َ‫ ع َْن َواثِلَة‬،‫يح‬
ِ ِ‫ ع َْن َأبِي ْال َمل‬،َ‫ع َْن قَتَا َدة‬
َ ‫ضين ِم ْن َر َم‬
، َ‫ضان‬ ٍّ ‫لس‬
َ ‫ت َم‬ ِ َ‫ َوَأ ْن ِزل‬. َ‫ضان‬
ِ ُ‫ت التَّوْ َراة‬ َ ‫صحُف ِإب َْرا ِهي َم فِي َأ َّو ِل لَ ْيلَ ٍة ِم ْن َر َم‬ ْ َ‫"ُأ ْن ِزل‬
ُ ‫ت‬
ْ َ‫ َوَأ ْن َز َل هَّللا ُ ْالقُرْ آنَ َأِلرْ بَ ٍع َو ِع ْش ِرينَ َخل‬  َ‫ضان‬
َ ‫ت ِم ْن َر َم‬
َ‫ضان‬ ْ َ‫ث َع َش َرةَ خَ ل‬
َ ‫ت ِم ْن َر َم‬ َ ‫" َواِإْل ْن ِجي ُل لِثَاَل‬

Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu
Sa'id maula Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Imran Abul Awwam,
dari Qatadah, dari Abul Falih, dari Wasilah (yakni Ibnul Asqa), bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda: Lembaran-lembaran Nabi Ibrahim diturunkan pada
permulaan malam Ramadan dan kitab Taurat diturunkan pada tanggal enam
Ramadan, dan kitab Injil diturunkan pada tanggal tiga belas Ramadan, sedangkan
Al-Qur'an diturunkan pada tanggal dua puluh empat Ramadan.

Telah diriwayatkan pula melalui hadis Jabir ibnu Abdullah yang di dalamnya
disebutkan:
َ‫ َواِإْل ْن ِجي ُل لِثَ َمانِي َع ْش َرة‬، َ‫ضان‬ ْ َ‫َأ َّن ال َّزبُو َر ُأ ْن ِز َل لثنتَي َع ْش َرةَ [لَ ْيلَةً] َل‬،
َ ‫ت ِم ْن َر َم‬

Bahwa kitab Zabur diturunkan pada tanggal dua belas Ramadan, dan kitab Injil
diturunkan pada tanggal delapan belasnya.

Sedangkan kalimat selanjutnya sama dengan hadis di atas. Demikianlah menurut


riwayat Ibnu Murdawaih.

Adapun lembaran-lembaran atau suhuf, kitab Taurat, Zabur, dan Injil, masing-
masing diturunkan kepada nabi yang bersangkutan secara sekaligus. Lain halnya
dengan Al-Qur'an, diturunkan sekaligus hanya dari Baitul 'Izzah ke langit dunia; hal
ini terjadi pada bulan Ramadan, yaitu di malam Lailatul Qadar. Seperti yang
disebutkan oleh firman-Nya:

‫ِإنَّا َأ ْن َز ْلناهُ فِي لَ ْيلَ ِة ْالقَ ْد ِر‬

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam penuh


kemuliaan. (Al-Qadar: 1)

َ ‫ِإنَّا َأ ْن َز ْلناهُ فِي لَ ْيلَ ٍة ُم‬


‫بار َك ٍة‬

26
Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkati. (Ad-
Dukhan: 3)

Setelah itu Al-Qur'an diturunkan kepada Rasulullah Saw. secara bertahap sesuai
dengan kejadian-kejadiannya.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan bukan hanya oleh seorang perawi
saja, dari Ibnu Abbas. Seperti yang diriwayatkan oleh Israil, dari As-Saddi, dari
Muhammad ibnu Abul Mujalid, dari Miqsam, dari Ibnu Abbas.

Disebutkan bahwa Atiyyah ibnul Aswad pernah berkata kepada Ibnu Abbas bahwa
di dalam hatinya terdapat keraguan mengenai firman-Nya: Bulan Ramadan, bulan
yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an. (Al-Baqarah: 185); Firman-Nya:
Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Qur'an) pada suatu malam yang
diberkahi. (Ad-Dukhan: 3); Serta firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah
menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam penuh kemuliaan. (Al-Qadar. 1)
Sedangkan Al-Qur'an ada yang diturunkan pada bulan Syawal, ada yang dalam
bulan Zul-Qa'dah, ada yang dalam bulan Zul-Hijjah, ada yang dalam bulan
Muharram, ada yang dalam bulan Safar, ada pula yang diturunkan dalam bulan
Rabi'. Maka Ibnu Abbas menjawab,
"Sesungguhnya Al-Qur'an diturunkan dalam bulan Ramadan, yaitu dalam malam
yang penuh dengan kemuliaan (Lailatul Qadar), dan dalam malam yang penuh
dengan keberkahan secara sekaligus, kemudian diturunkan lagi sesuai dengan
kejadian-kejadiannya secara berangsur-angsur dalam bulan dan hari yang
berbeda-beda."

Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu
Murdawaih.

Sedangkan di dalam riwayat Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, disebutkan bahwa
Ibnu Abbas mengatakan, "Al-Qur'an diturunkan pada pertengahan bulan
Ramadan ke langit dunia dari tempat asalnya, yaitu Baitul 'Izzah. Kemudian
diturunkan kepada Rasulullah Saw. selama dua puluh tahun untuk menjawab
perkataan manusia."

Di dalam riwayat Ikrimah, dari Ibnu Abbas, disebutkan bahwa Al-Qur'an


diturunkan pada bulan Ramadan (yaitu di malam Lailatul Qadar) ke langit dunia
secara sekaligus. Sesungguhnya Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya menurut
apa yang dikehendaki-Nya, dan tidak sekali-kali orang-orang musyrik
mendatangkan suatu perumpamaan untuk mendebat Nabi Saw. melainkan Allah
Swt. mendatangkan jawabannya. Yang demikian itulah pengertian firman-Nya:

27
‫َوقا َل الَّ ِذينَ َكفَرُوا لَوْ ال نُ ِّز َل َعلَ ْي ِه ْالقُرْ آنُ ُج ْملَةً وا ِح َدةً َكذلِكَ لِنُثَبِّتَ بِ ِه فُؤادَكَ َو َرتَّ ْلناهُ تَرْ تِياًل َوال‬
ً‫ق َوَأحْ َسنَ تَ ْف ِسيرا‬ َ َ‫يَْأتُون‬
ِّ ‫ك بِ َمثَ ٍل ِإاَّل ِجْئناكَ بِ ْال َح‬

Berkatalah orang-orang yang kafir, "Mengapa Al-Qur'an ini tidak diturunkan


kepadanya sekali turun saja?" Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu
dengannya dan Kami membacakannya kelompok demi kelompok. Tidaklah orang-
orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami
datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya. (Al-
Furqan: 32-33)

*********

Adapun firman Allah Swt.:


{‫ت ِمنَ ْالهُدَى َو ْالفُرْ قَا ِن‬ ِ َّ‫}هُدًى لِلن‬
ٍ ‫اس َوبَيِّنَا‬
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu
dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). (Al-Baqarah: 185)

Hal ini merupakan pujian bagi Al-Qur'an yang diturunkan oleh Allah Swt. sebagai
petunjuk buat hati hamba-hamba-Nya yang beriman kepada Al-Qur'an,
membenarkannya, dan mengikutinya.
Bayyinatin, petunjuk-petunjuk dan hujah-hujah yang jelas lagi gamblang dan
terang bagi orang yang memahami dan memikirkannya, membuktikan kebenaran
apa yang dibawanya berupa hidayah yang menentang kesesatan, petunjuk yang
berbeda dengan jalan yang keliru, dan pembeda antara perkara yang hak dan
yang batil serta ha-lal dan haram.

Telah diriwayatkan dari salah seorang ulama Salaf bahwa ia tidak suka
mengatakan bulan puasa dengan sebutan Ramadan saja, melainkan bulan
Ramadan.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bakkar ibnur Rayyan, telah
menceritakan kepada kami Abu Ma'syar, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dan
Sa'id (yakni Al-Maqbari), dari Abu Hurairah r.a., ia pernah mengatakan, "Janganlah
kalian katakan Ramadan, karena sesungguhnya Ramadan itu merupakan salah
satu dari asma Allah Swt. Tetapi katakanlah bulan Ramadan."

Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah diriwayatkan juga dari Mujahid dan
Muhammad ibnu Ka'b hal yang semisal dengan asar di atas. Akan tetapi, Ibnu
Abbas dan Zaid ibnu Sabit membolehkan sebutan tersebut.

28
Menurut kami, Abu Ma'syar adalah Najih ibnu Abdur Rahman Al-Madani, seorang
imam ahli dalam Bab "Magazi dan Sirah", tetapi daif (dalam periwayatan hadis);
anak lelakinya yang bernama Muhammad mengambil riwayat hadis darinya.
Dialah yang me-rafa'-kan hadis ini sampai kepada Abu Hurairah. Periwayatan
hadisnya ditolak oleh Al-Hafiz Ibnu Addi, dan ia memang berhak untuk ditolak
karena predikatnya matruk; sesungguhnya dia hanya menduga-duga saja akan
predikat marfu' hadis ini. Tetapi Imam Bukhari di dalam kitab-nya mendukung
Abu Ma'syar, untuk itu ia mengatakan dalam kitabnya bahwa ini adalah bab
mengenai sebutan Ramadan, lalu ia mengetengahkan hadis-hadis yang
menyangkut hal tersebut, antara lain ialah hadis yang mengatakan:

"‫ضانَ ِإي َمانًا َواحْ تِ َسابًا ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنبِ ِه‬ َ ‫" َم ْن‬
َ ‫صا َم َر َم‬

Barang siapa yang puasa Ramadan karena iman dan mengharapkan rida Allah,
niscaya diampuni baginya semua dosanya yang terdahulu.
Dan hadis-hadis lainnya yang semisal.
*********
Firman Allah Swt.:
ُ َ‫}فَ َم ْن َش ِه َد ِم ْن ُك ُم ال َّشه َْر فَ ْلي‬
{ُ‫ص ْمه‬
Karena itu, barang siapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di
bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. (Al-Baqarah: 185)
Hukum wajib ini merupakan suatu keharusan bagi orang yang menyaksikan hilal
masuk bulan Ramadan, yakni dia dalam keadaan mukim di negerinya ketika bulan
Ramadan datang, sedangkan tubuhnya dalam keadaan sehat, maka dia harus
mengerjakan puasa.

Ayat ini me-nasakh ayat yang membolehkan tidak berpuasa bagi orang yang sehat
lagi mukim, tetapi hanya membayar fidyah, memberi makan seorang miskin untuk
setiap harinya, seperti yang telah diterangkan sebelumnya.
Setelah masalah puasa dituntaskan ketetapannya, maka disebutkan kembali
keringanan bagi orang yang sakit dan orang yang bepergian. Keduanya boleh
berbuka, tetapi dengan syarat kelak harus mengqadainya. Untuk itu Allah Swt.
berfirman:
{‫} َو َم ْن َكانَ َم ِريضًا َأوْ َعلَى َسفَ ٍر فَ ِع َّدةٌ ِم ْن َأي ٍَّام ُأ َخ َر‬
dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah
baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang
lain. (Al-Baqarah: 185)

Maknanya, barang siapa yang sedang sakit hingga puasa memberatkannya atau
membahayakannya, atau ia sedang dalam perjalanan, maka dia boleh berbuka.

29
Apabila berbuka, maka ia harus berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkannya di
hari-hari yang lain (di luar Ramadan). Karena itu, dalam firman selanjutnya
disebutkan:
{‫}ي ُِري ُد هَّللا ُ بِ ُك ُم ْاليُ ْس َر َوال ي ُِري ُد بِ ُك ُم ْال ُع ْس َر‬

Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran


bagi kalian. (Al-Baqarah: 185)

Dengan kata lain, sesungguhnya diberikan keringanan ini bagi kalian hanya dalam
keadaan kalian sedang sakit atau dalam perjalanan, tetapi puasa merupakan
suatu keharusan bagi orang yang mukim lagi sehat. Hal ini tiada lain hanyalah
untuk mempermudah dan memperingan kalian sebagai rahmat dari Allah Swt.
buat kalian.
Beberapa masalah yang berkaitan dengan ayat ini
Pertama: Segolongan ulama Salaf berpendapat bahwa orang yang sejak
permulaan Ramadan masuk masih dalam keadaan mukim, kemudian di tengah
bulan Ramadan ia mengadakan perjalanan (bepergian), maka tidak diperbolehkan
baginya berbuka karena alasan bepergian selama ia berada dalam perjalanannya,
karena firman Allah Swt.: Karena itu, barang siapa di antara kalian hadir (di negeri
tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. (Al-
Baqarah: 185) Sesungguhnya berbuka itu hanya diperbolehkan bagi orang yang
melakukan perjalanannya sebelum bulan Ramadan masuk, sedangkan dia telah
berada dalam perjalanannya.
Tetapi pendapat ini aneh, dinukil oleh Abu Muhammad ibnu Hazm di dalam
kitabnya yang berjudul Al-Mahalli, dari sejumlah sahabat dan tabi'in. Hanya
riwayat yang dikemukakannya dari mereka masih perlu dipertimbangkan
kebenarannya, karena sesungguhnya telah ditetapkan di dalam sunnah dari
Rasulullah Saw. bahwa beliau pernah melakukan suatu perjalanan di dalam bulan
Ramadan untuk melakukan Perang Fatah (penaklukan kota Mekah). Beliau Saw.
berjalan bersama pasukannya sampai di Kadid. Ketika di Kadid, beliau berbuka
dan memerintahkan kepada orang-orang untuk berbuka mengikuti jejaknya.
Demikianlah menurut apa yang diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam
Muslim.

Kedua: Segolongan sahabat dan tabi'in lainnya berpendapat, wajib berbuka dalam
perjalanan karena berdasarkan firman-Nya: maka (wajiblah baginya berpuasa)
sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. (Al-Baqarah: 185)
Akan tetapi, pendapat yang benar ialah yang dikatakan oleh jumhur sahabat dan
tabi'in, yaitu bahwa masalah berbuka dalam perjalanan ini berdasarkan takhyir
(boleh memilih) dan bukan suatu keharusan. Karena mereka berangkat bersama
Rasulullah Saw. dalam bulan Ramadan, lalu menurut salah seorang di antara

30
mereka yang terlibat, "Di antara kami ada orang yang tetap berpuasa dan di
antara kami ada pula yang berbuka. Maka Nabi Saw. tidak mencela orang yang
tetap berpuasa dan tidak pula terhadap orang yang berbuka. Seandainya berbuka
merupakan suatu keharusan, niscaya beliau Saw. mencela orang-orang yang
berpuasa di antara kami. Bahkan telah dibuktikan pula dari perbuatan Rasulullah
Saw. sendiri bahwa beliau pernah dalam keadaan demikian (berada dalam suatu
perjalanan), tetapi beliau tetap berpuasa." Seperti yang disebutkan di dalam kitab
Sahihain, dari Abu Darda yang menceritakan:

‫ضانَ فِي َحرٍّ َش ِدي ٍد َحتَّى ِإ ْن َكانَ َأ َح ُدنَا‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فِي َشه ِْر َر َم‬
َ ِ ‫خ ََرجْ نَا َم َع َرسُو ِل هَّللا‬
َ‫م َو َع ْب َد هَّللا ِ ْبن‬Gَ َّ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسل‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬ َ ‫ َو َما فِينَا‬،‫ض ُع يَ َدهُ َعلَى َرْأ ِس ِه من شدة‬
َ ‫صاِئ ٌم ِإاَّل َرس‬ َ َ‫لَي‬
َ‫َر َوا َحة‬

Kami berangkat bersama Rasulullah Saw. dalam bulan Ramadan, cuaca saat itu
sangat panas hingga seseorang di antara kami ada yang meletakkan tangannya di
atas kepalanya karena teriknya panas matahari, dan tiada seorang pun di antara
kami yang tetap berpuasa selain Rasulullah Saw. sendiri dan Abdullah ibnu
Rawwahah.
Ketiga: Segolongan ulama yang antara lain ialah Imam Syafii mengatakan bahwa
puasa dalam perjalanan lebih utama daripada berbuka karena berdasarkan
perbuatan Nabi Saw., seperti yang disebutkan di atas tadi.
Segolongan ulama lainnya mengatakan, bahkan berbuka lebih baik daripada
berpuasa karena berpegang kepada rukhsah (keringanan), juga karena ada sebuah
hadis dari Rasulullah Saw. yang menceritakan bahwa beliau Saw. pernah ditanya
mengenai puasa dalam perjalanan. Maka beliau menjawab:

َ ‫ َو َم ْن‬،‫» َم ْن َأ ْفطَ َر فَ َح َس ٌن‬


«‫صا َم فَاَل جُ نَا َح َعلَ ْي ِه‬
Barang siapa yang berbuka, maka hal itu baik; dan barang siapa yang tetap
berpuasa, maka tiada dosa atasnya.
Di dalam hadis yang lain disebutkan:
َ ‫ص ِة هَّللا ِ التِي َر َّخ‬
«‫ص لَ ُك ْم‬ َ ‫» َعلَ ْي ُك ْم بِر ُْخ‬
Ambillah oleh kalian rukhsah (keringanan) Allah yang diberikan-Nya kepada
kalian.

Segolongan ulama yang lainnya lagi mengatakan bahwa keduanya (berbuka dan
puasa dalam perjalanan) sama saja, karena berdasarkan hadis Siti Aisyah yang
mengatakan bahwa Hamzah ibnu Amr Al-Aslami pernah bertanya, "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya aku adalah orang yang sering berpuasa, maka bolehkah
aku berpuasa dalam perjalanan?" Rasulullah Saw. menjawab:

31
« ْ‫ وَِإ ْن ِشْئتَ فََأ ْف ِطر‬،‫ص ْم‬
ُ َ‫»ِإ ْن ِشْئتَ ف‬
Jika kamu menginginkan puasa, berpuasalah. Dan jika kamu menginginkan
berbuka, berbukalah.
Hadis ini terdapat di dalam kitab Sahihain.
Menurut pendapat yang lain, apabila puasa memberatkannya, maka berbuka
adalah lebih utama, berdasarkan kepada hadis Jabir yang mengatakan:

ِّ‫ْس ِمنَ ْالبَر‬َ ‫ " لَي‬:‫ال‬ َ َ‫ فَق‬،‫صاِئ ٌم‬ َ :‫ " َما هَ َذا؟ "قَالُوا‬:‫ فَقَا َل‬،‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َرَأى َر ُجاًل قَ ْد ظُلِّ َل َعلَ ْي ِه‬ َ ِ ‫َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬
‫صيَا ُم فِي ال َّسفَ ِر‬ ِّ ‫"ال‬.
Bahwa Rasulullah Saw. pernah melihat seorang lelaki yang dinaungi (dikerumuni
oleh orang banyak), maka beliau bertanya, "Ada apa?" Mereka menjawab, "Orang
yang berpuasa." Maka beliau Saw. bersabda, "Bukanlah merupakan suatu
kebaktian melakukan puasa dalam perjalanan." (Hadis diketengahkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim)
Jika orang yang bersangkutan tidak menyukai sunnah dan ia tidak suka berbuka,
maka merupakan suatu ketentuan baginya berbuka, dan haram baginya
melakukan puasa bila ia dalam perjalanan. Hal ini berdasarkan sebuah hadis di
dalam kitab Musnad Imam Ahmad dan lain-lainnya, dari Ibnu Umar dan Jabir serta
selain keduanya yang mengatakan:
َ‫صةَ هَّللا ِ َكانَ َعلَ ْي ِه ِمنَ اِإْل ْث ِم ِم ْث ُل ِجبَا ِل َع َرفَة‬ َ ‫َم ْن لَ ْم يَ ْقبَلْ ر ُْخ‬
Barang siapa yang tidak mau menerima keringanan Allah, maka atas dirinya
dibebankan dosa yang besarnya semisal dengan Bukit Arafah.
Keempat: Mengenai masalah qada, apakah wajib berturut-turut atau boleh
terpisah-pisah? Ada dua pendapat mengenai masalah ini.
Pendapat pertama mengatakan wajib berturut-turut, karena qada merupakan
pengulangan dari ada'an.
Menurut pendapat kedua, tidak wajib berturut-turut. Jika orang yang
bersangkutan ingin memisah-misahkannya, maka ia boleh memisah-misahkannya.
Jika ingin berturut-turut, ia boleh berturut-turut dalam mengerjakannya.
Demikianlah menurut pendapat jumhur ulama Salaf dan Khalaf —dan didukung
oleh dalil-dalil yang kuat— karena berturut-turut itu hanyalah diwajibkan dalam
bulan Ramadan, mengingat puasa harus dilakukan dalam bulan itu secara tuntas.
Bila bulan Ramadan telah lewat, maka makna yang dimaksud hanyalah wajib
membayar hari-hari yang ditinggalkannya saja, tanpa ikatan harus berturut-turut.
Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya: maka (wajiblah baginya berpuasa)
sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. (Al-Baqarah :
185) Kemudian Allah Swt. berfirman: Allah menghendaki kemudahan bagi kalian,
dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian. (Al-Baqarah: 185)
‫ ع َِن‬،َ‫ ع َْن َأبِي قَتَا َدة‬،ِّ‫ ع َْن ُح َم ْي ِد ب ِْن ِهاَل ٍل ْال َعد َِوي‬،‫ َح َّدثَنَا ابْنُ ِهاَل ٍل‬،‫ َح َّدثَنَا َأبُو َسلَ َمةَ ْال ُخ َزا ِع ُّي‬:‫قَا َل اِإْل َما ُم َأحْ َم ُد‬
ُ‫ ِإ َّن َخي َْر ِدينِ ُك ْم َأ ْي َس ُره‬،ُ‫ "إن خَ ْي َر ِدينِ ُك ْم َأ ْي َس ُره‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل‬ َ ‫ي‬ َّ ِ‫"اَأْل ْع َرابِ ِّي ال ِذي َس ِم َع النَّب‬

32
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah Al-
Khuza'i, telah menceritakan kepada kami Abu Hilal, dari Humaid ibnu Hilal Al-
Adawi, dari Abu Qatadah, dari Al-A'rabi yang mendengarnya langsung dari Nabi
Saw.: Sesungguhnya sebaik-baik (peraturan) agama kalian ialah yang paling
mudah, sesungguhnya sebaik-baik (peraturan) agama kalian ialah yang paling
mudah.

‫ َح َّدثَنِي َأبِي‬،‫ض َرةُ بْنُ عُرْ وة الفُقَيْمي‬ ِ ‫ َح َّدثَنَا غَا‬،‫ص ُم بْنُ ِهاَل ٍل‬ِ ‫ َأ ْخبَ َرنَا عَا‬، َ‫ َح َّدثَنَا يَ ِزي ُد بْنُ هَارُون‬:‫قَا َل َأحْ َم ُد َأ ْيضًا‬
‫ فَلَ َّما‬،‫صلَّى‬َ َ‫ ف‬،‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَ َخ َر َج َرجال يَ ْقطُ ُر َرْأ ُسهُ ِم ْن ُوضُو ٍء َأوْ ُغس ٍْل‬ َ ‫ي‬ َّ ِ‫ ُكنَّا نَ ْنتَ ِظ ُر النَّب‬:‫ قَا َل‬،‫عُرْ َوة‬
َ ِ ‫ َعلَ ْينَا َح َر ٌج فِي َك َذا؟ فَقَا َل َرسُو ُل هَّللا‬:ُ‫صاَل ةَ َج َع َل النَّاسُ يَ ْسَألُونَه‬
‫ "ِإ َّن ِدينَ هَّللا ِ فِي‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َّ ‫ضى ال‬ َ َ‫ق‬
‫ْر" ثَاَل ثًا يَقُولُهَا‬
ٍ ‫يُس‬
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu
Harun, telah menceritakan kepada kami Asim ibnu Hilal, telah menceritakan
kepada kami Amir ibnu Urwah Al-Faqimi, telah menceritakan kepadaku Abu
Urwah yang menceritakan: Ketika kami sedang menunggu Nabi Saw., maka
keluarlah beliau dengan kepala yang masih meneteskan air karena habis wudu
atau mandi, lalu beliau salat. Setelah beliau selesai dari salat-nya, maka orang-
orang bertanya kepadanya, "Apakah kami berdosa jika melakukan demikian?"
Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya agama Allah itu berada dalam
kemudahan." Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali.
Imam Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkannya pula dalam tafsir ayat ini
melalui hadis Muslim ibnu Abu Tamim, dari Asim ibnu Hilal dengan lafaz yang
sama.

‫ ِإ َّن‬:‫ك يَقُو ُل‬ َ ‫ْت َأن‬


ٍ ِ‫َس ْبنَ َمال‬ ِ ‫ َح َّدثَنَا َأبُو التَّي‬:‫ َح َّدثَنَا ُش ْعبَةُ قَا َل‬،‫ َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ َج ْعفَ ٍر‬:‫قَا َل اِإْل َما ُم َأحْ َم ُد‬
ُ ‫ َس ِمع‬،‫َّاح‬
‫ وس ِّكنُوا َواَل تُنَفِّروا‬،‫ َواَل تُ َع ِّسرُوا‬،‫ "يَ ِّسرُوا‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه وسلم قَا َل‬ َ ِ ‫" َرسُو َل هَّللا‬.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu


Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepada kami
Abut Tayyah; ia pernah mendengar sahabat Anas r.a. mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Mudahkanlah dan janganlah kalian
mempersulit, serta bersikap simpatilah kalian dan janganlah kalian bersikap tidak
disenangi.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab Sahih
masing-masing. Di dalam kitab Sahihain disebutkan pula bahwa ketika Rasulullah
Saw. mengutus sahabat Mu'az ibnu Jabal dan Abu Musa ke negeri Yaman, beliau
bersabda kepada keduanya:

"‫ َوتَطَا َوعَا َواَل ت َْختَلِفَا‬،‫ َويَ ِّس َرا َواَل تُ َع ِّس َرا‬،‫"بَ ِّش َرا َواَل تُنَفِّ َرا‬

33
Sampaikanlah berita gembira (kepada mereka) dan janganlah kamu berdua
bersikap yang membuat mereka antipati kepadamu; permudahkanlah oleh kamu
dan janganlah kamu berdua mempersulit; dan saling bantulah kamu berdua dan
jangan sampai kamu berdua berselisih pendapat.
Di dalam kitab Sunan dan kitab Masanid disebutkan bahwa Rasulullah Saw.
pernah bersabda:
ُ ‫"ب ُِع ْث‬
"‫ت بالحنيفيَّة ال َّس ْم َح ِة‬

Aku diutus membawa agama yang cenderung kepada perkara yang hak dan penuh
dengan toleransi.

Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih di dalam kitab tafsirnya mengatakan:

‫ َح َّدثَنَا َأبُو‬،‫ب بْنُ َعطَا ٍء‬


ِ ‫ َح َّدثَنَا َع ْب ُد ْال َوهَّا‬،‫ب‬
ٍ ِ‫ َح َّدثَنَا يَحْ يَى ابْنُ َأبِي طَال‬،‫ق ْب ِن ِإ ْب َرا ِهي َم‬
َ ‫َح َّدثَنَا َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ ِإ ْس َحا‬
‫ أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم َرَأى َر ُجاًل‬:‫ع‬
ِ ‫ ع َْن ِمحْ َجن ْب ِن اَأْل ْد َر‬،‫ق‬
ٍ ‫ ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ب ِْن َشقِي‬،‫َم ْسعُو ٍد ال ُج َريري‬
‫ هَ َذا َأ ْكثَ ُر َأ ْه ِل ْال َم ِدينَ ِة‬،ِ ‫ُول هَّللا‬
َ ‫ يَا َرس‬:‫ت‬ ُ ‫ قُ ْل‬:‫صا ِدقًا؟ "قَا َل‬
َ ‫ُصلِّي‬ َ ‫ "َأتُ َراهُ ي‬:‫ فَقَا َل‬،ً‫ص ِر ِه َسا َعة‬ َ َ‫صلِّي فَتَ َرا َءاهُ بِب‬
َ ُ‫ي‬
‫ َولَ ْم‬،‫ "ِإ َّن هَّللا َ ِإنَّ َما َأ َرا َد بِهَ ِذ ِه اُأْل َّم ِة اليُسْر‬:‫ َوقَا َل‬."‫ ال" تُ ْس ِمعْه فَتُهلِ َكه‬: ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫ فَقَا َل َرسُو ُل هَّللا‬،ً‫صاَل ة‬ َ
‫"يَ ِر ْد بِ ِه ُم ال ُعسْر‬
telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ishaq ibnu Ibrahim, telah
menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Talib, telah menceritakan kepada kami
Abdul Wahhab ibnu Ata, telah menceritakan kepada kami Abu Mas'ud Al-Hariri,
dari Abdullah ibnu Syaqiq, dari Mihjan ibnul Adra' yang menceritakan: Bahwa
Rasulullah Saw. melihat seorang lelaki yang sedang salat, lalu beliau menatapnya
dengan pandangan mata yang tajam selama sesaat, kemudian bersabda,
"Bagaimanakah menurutmu, apakah lelaki ini salat dengan sebenarnya?" Perawi
berkata, "Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, orang ini adalah penduduk Madinah
yang paling banyak mengerjakan salat'." Maka Rasulullah Saw. bersabda,
"Janganlah kamu memperdengarkan jawabanmu kepadanya, karena akan
membinasakannya (membuatnya bangga dan riya)!" Dan Rasul Saw. bersabda,
"Sesungguhnya Allah hanya menghendaki kemudahan belaka bagi umat ini, dan
Dia tidak menghendaki mereka kesulitan."
**********
Firman Allah Swt:
{َ‫}ي ُِري ُد هَّللا ُ بِ ُك ُم ْاليُ ْس َر َوال ي ُِري ُد بِ ُك ُم ْال ُع ْس َر َولِتُ ْك ِملُوا ْال ِع َّدة‬

Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesulitan bagi
kalian. Dan hendaklah kalian mencukupkan bilangannya. (Al-Baqarah: 185)

Yakni sesungguhnya Aku memberikan keringanan kepada kalian boleh berbuka


bagi orang yang sakit dan yang sedang dalam perjalanan serta uzur lainnya, tiada

34
lain karena Aku menghendaki kemudahan bagi kalian. Dan sesungguhnya Aku
memerintahkan kalian untuk mengqadainya agar kalian menyempurnakan
bilangan bulan Ramadan kalian.
**************
Firman Allah Swt.:
{‫} َولِتُ َكبِّرُوا هَّللا َ َعلَى َما هَدَا ُك ْم‬

dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya. (Al-Baqarah: 185)

Yakni agar kalian ingat kepada Allah di saat ibadah kalian selesai.

Seperti pengertian yang terkandung di dalam ayat lainnya, yaitu firman-Nya:


ً‫ض ْيتُ ْم َمنا ِس َك ُك ْم فَ ْاذ ُكرُوا هَّللا َ َك ِذ ْك ِر ُك ْم آبا َء ُك ْم َأوْ َأ َش َّد ِذ ْكرا‬
َ َ‫فَِإذا ق‬

Apabila kalian telah menyelesaikan ibadah haji kalian, maka berzikirlah dengan
menyebut Allah, sebagaimana kalian menyebut-nyebut (membangga-banggakan)
nenek moyang kalian, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. (Al-Baqarah:
200)
َ‫ض َوا ْبتَ ُغوا ِم ْن فَضْ ِل هَّللا ِ َو ْاذ ُكرُوا هَّللا َ َكثِيراً لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬
ِ ْ‫ت الصَّالةُ فَا ْنتَ ِشرُوا فِي اَأْلر‬ ِ ُ‫فَِإذا ق‬
ِ َ‫ضي‬

Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kalian di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kalian beruntung.
(Al-Jumu'ah: 10)
Dan firman Allah Swt.:

‫ َو ِمنَ اللَّ ْي ِل فَ َسبِّحْ هُ َوَأ ْدبا َر ال ُّسجُو ِد‬.‫ب‬


ِ ‫س َوقَب َْل ْال ُغرُو‬ ِ ُ‫ك قَ ْب َل طُل‬
ِ ‫وع ال َّش ْم‬ َ ِّ‫َسبِّحْ بِ َح ْم ِد َرب‬

Dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum
terbenam(nya). Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap
selesai salat. (Qaf: 39-40)

Karena itulah maka disebutkan di dalam sunnah bahwa disunatkan membaca


tasbih, tahmid, dan takbir setiap sesudah mengerjakan salat lima waktu. Sahabat
Ibnu Abbas mengatakan, "Kami tidak mengetahui selesainya salat Nabi Saw.
melainkan melalui takbirnya."

Karena itulah banyak kalangan ulama yang mengatakan bahwa membaca takbir
disyariatkan dalam Hari Raya Idul Fitri atas dasar firman-Nya: Dan hendaklah
kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas
petunjuk-Nya yang diberikan-Nya kepada kalian. (Al-Baqarah: 185) Hingga Daud
ibnu Ali Al-Asbahani Az-Zahiri berpendapat wajib membaca takbir dalam Hari

35
Raya Idul Fitri berdasarkan makna lahiriah perintah yang terkandung di dalam
firman-Nya: dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepada kalian. (Al-Baqarah: 185)
Lain halnya dengan mazhab Imam Abu Hanifah, ia berpendapat bahwa membaca
takbir dalam Hari Raya Fitri tidak disyariatkan. Sedangkan Imam lainnya
mengatakan sunat, tetapi masih ada perbedaan pendapat di kalangan mereka
dalam sebagian cabang-cabangnya.
********
Firman Allah Swt.:
{ َ‫} َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُون‬
Supaya kalian bersyukur. (Al-Baqarah: 185)

Artinya, apabila kalian mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah kepada
kalian (yakni taat kepada-Nya dan mengerjakan semua yang difardukan-Nya dan
meninggalkan semua apa yang diharamkan-Nya serta memelihara batasan-
batasan-Nya), barangkali kalian akan menjadi orang-orang yang bersyukur
kepada-Nya karena mengerjakan hal tersebut.

2.5.1. Periode Pertama Pembentukan Masyarakat Islam (4-5 Tahun Periode Mekah)

Sampai pada turunnya wahyu yang kedua barulah Muhammad diperintahkan


untuk menyampaikan wahyu yang diterimanya, dengan adanya firman Allah:
“wahai yang berselimut, bangkit dan berilah peringatan” (QS. Al-Muddassir (74):
1-2). Pertama, pendidikan bagi Rasulullah saw, dalam membentuk kepribadiannya
(Q.s. Al-Muddatsir [74]: 1-7).

QS. Al-Muddassir (74): 1-2

)2( ْ‫) قُ ْم فََأ ْن ِذر‬1( ‫يَا َأيُّهَا ْال ُم َّدثِّ ُر‬


wahai yang berselimut, bangkit dan berilah peringatan

Tafsir Ibnu Katsir

Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan melalui hadis Yahya ibnu Abu Kasir, dari Abu
Salamah, dari Jabir; ia pernah mengatakan bahwa ayat Al-Qur'an yang mula-mula
diturunkan adalah firman-Nya: Hai orang yang berkemul (berselimut). (Al-
Muddatstsir:1)

36
Tetapi jumhur ulama berbeda. Mereka berpendapat bahwa Al-Qur'an yang mula-
mula diturunkan adalah firman Allah Swt.:
َ ِّ‫ا ْق َرْأ بِاس ِْم َرب‬
َ َ‫ك الَّ ِذي خَ ل‬
‫ق‬

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. (Al-'Alaq:1)

Sebagaimana yang akan diterangkan di tempatnya, insya Allah.

ُ ‫ َسَأ ْل‬:‫ال‬
‫ت‬ ٍ ِ‫ ع َْن يَحْ يَى ب ِْن َأبِي َكث‬،‫ك‬
َ َ‫ير ق‬ َ َ‫ ع َْن َعلِ ُّي بْنُ ْال ُمب‬،‫ َح َّدثَنَا َو ِكيع‬،‫ َح َّدثَنَا يَحْ يَى‬: ُّ‫َاري‬
ِ ‫ار‬ ِ ‫قَا َل ْالبُخ‬
‫ {ا ْق َرْأ بِاس ِْم‬: َ‫ يَقُولُون‬:‫ت‬
ُ ‫ {يَا َأيُّهَا ْال ُم َّدثِّ ُر} قُ ْل‬:‫ال‬
َ َ‫ ق‬،‫َأبَا َسلَ َمةَ ْبنَ َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ع َْن َأ َّو ِل َما نَ َز َل ِمنَ ْالقُرْ آ ِن‬
َ َ‫ فَق‬،‫وقلت لَهُ ِم ْث َل َما قلتَ لِي‬
‫ال‬ ُ ُ ‫ َسَأ ْل‬:َ‫ق} ؟ فَقَا َل َأبُو َسلَ َمة‬
، َ‫ت َجابِ َر ْبنَ َع ْب ِد هَّللا ِ ع َْن َذلِك‬ َ َ‫ك الَّ ِذي َخل‬ َ ِّ‫َرب‬
ُ ‫ضي‬
‫ْت‬ َ َ‫ فَلَ َّما ق‬،‫بحراء‬
َ ‫ت‬ ُ ْ‫اور‬ َ ‫ " َج‬:‫ال‬ َ ِ ‫ اَل ُأ َح ِّدثُكَ ِإاَّل َما َح َّدثَنَا َرسُو ُل هَّللا‬:‫َجابِ ٌر‬
َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
ُ ْ‫ َونَظَر‬،‫ت ع َْن َش َمالِي فَلَ ْم َأ َر َش ْيًئا‬
‫ت‬ Gُ ْ‫ َونَظَر‬،‫ت ع َْن يَ ِمينِي فَلَ ْم َأ َر َش ْيًئا‬ ُ ْ‫هبطت فنُوديت فَنَظَر‬ ُ ‫اري‬ ِ ‫ِج َو‬
ُ ‫ْت َخ ِدي َجةَ فَقُ ْل‬
:‫ت‬ ُ ‫ فَ َرَأي‬G‫ْت َرْأ ِسي‬
ُ ‫ فََأتَي‬،‫ْت َش ْيًئا‬ Gُ ‫ فَ َرفَع‬.‫ت َخ ْلفِي فَلَ ْم َأ َر َش ْيًئا‬
ُ ْ‫ َونَظَر‬،‫َأ َما ِمي فَلَ ْم َأ َر َش ْيًئا‬
‫ت {يَا َأيُّهَا ْال ُم َّدثِّ ُر‬
ْ َ‫ فَنَزَ ل‬:‫ال‬
َ َ‫اردًا ق‬
ِ َ‫ي َما ًء ب‬ َ ‫ فَدَثَّرُونِي َو‬:‫ال‬
َّ َ‫ َعل‬G‫صبُّوا‬ َ َ‫ ق‬.‫اردًا‬ ُ ‫ َو‬.‫َدثِّرُونِي‬
َّ َ‫صبُّوا َعل‬
ِ َ‫ي َما ًء ب‬
} ْ‫َّك فَ َكبِّر‬Gَ ‫ر َو َرب‬Gْ ‫قُ ْم فََأ ْن ِذ‬

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya, telah


menceritakan kepada kami Waki', dari Ali ibnul Mubarak, dari Yahya ibnu Abu
Kasiryang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Salamah ibnu Abdur
Rahman tentang ayat Al-Qur'an yang mula-mula diturunkan. Maka Abu Salamah
menjawab dengan membaca firman-Nya: Hai orang yang berkemul (berselimut). (Al-
Muddatstsir: 1) Aku berkata, bahwa orang-orang menyebutnya: Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. (Al-'Alaq:1) Maka Abu Salamah
menjawab, bahwa ia pernah bertanya kepada Jabir ibnu Abdullah tentang masalah
ini, dan kukatakan kepadanya apa yang telah kamu katakan kepadaku. Lalu ia
menjawab, bahwa ia tidak sekali-kali menceritakan hadis kepadaku melainkan apa
yang pernah dikatakan oleh Rasulullah Saw. kepadanya. Rasulullah Saw. bersabda,
"Aku ber-tahannus di Gua Hira. Setelah aku menyelesaikan tahannus-ku, lalu aku
turun, dan tiba-tiba terdengar ada suara yang memanggilku. Aku menoleh ke arah
kanan dan ternyata tidak melihat apa pun; dan aku menoleh ke arah kiriku, tetapi
ternyata tidak kulihat sesuatu pun; dan aku memandang ke arah depanku, ternyata
tidak ada apa-apa; begitu pula sewaktu aku memandang ke arah belakangku. Lalu
aku mengarahkan pandanganku ke langit, dan ternyata kulihat sesuatu (yang
menakutkan, karena Jibril menampakkan dirinya dalam rupa aslinya). Maka aku

37
pulang ke rumah Khadijah dan kukatakan kepadanya, 'Selimutilah aku, dan
tuangkanlah air dingin ke kepalaku (kompreslah aku)'." Nabi Saw. melanjutkan
kisahnya, bahwa lalu mereka (keluarga beliau) menyelimuti diriku dan mengompres
kepalaku, maka turunlah firman Allah Swt: Hai orang yang berkemul (berselimut),
bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah. (Al-Muddatstsir: 1-
3)

Demikianlah menurut riwayat Imam Bukhari melalui jalur ini.

Imam Muslim meriwayatkannya melalui jalur Aqil, dari Ibnu Syihab, dari Abu
Salamah yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Jabir ibnu Abdullah,
ia pernah mendengar Rasulullah Saw. menceritakan tentang masa terhentinya
wahyu. Antara lain disebutkan, bahwa ketika aku sedang berjalan, tiba-tiba aku
mendengar suara dari langit, maka aku melihat ke arah langit. Tiba-tiba malaikat
yang pernah datang kepadaku di Hira datang kepadaku duduk di atas sebuah kursi di
antara langit dan bumi, maka aku merasa takut dengannya hingga aku terjatuh ke
tanah. Kemudian aku pulang ke rumah keluargaku dan kukatakan, "Selimutilah aku,
selimutilah aku, selimutilah aku," maka turunlah firman Allah Swt.: Hai orang yang
berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! (Al-Muddatstsir: 1-2)
sampai dengan firman-Nya: dan perbuatan dosa, tinggalkanlah. (Al-Muddatstsir: 5)

Abu Salamah mengatakan bahwa ar-rijzu artinya penyembahan berhala, setelah itu


wahyu sering datang dan berturut-turut. Konteks hadis inilah yang dikenal, dan ini
memberikan pengertian bahwa sesungguhnya pernah turun wahyu sebelum itu,
karena sabda Nabi Saw. yang mengatakan: maka kulihat malaikat yang pernah
mendatangiku di Hira. Dia adalah Malaikat Jibril yang saat itu datang kepadanya
membawa firman Allah Swt: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari 'alaq. Bacalah dan Tuhanmulah
Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Al-'Alaq: 1-5)

Sesudah itu terjadi masa fatrah dari wahyu, lalu malaikat itu turun lagi kepadanya
setelah masa fatrah.
Pengertian gabungan kedua hadis tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut,
bahwa wahyu yang mula-mula diturunkan sesudah beberapa lama wahyu tidak turun
adalah surat ini (Al-Muzzammil).

َ‫ْت َأبَا َسلَ َمةَ ْبن‬


ُ ‫ َس ِمع‬:‫ال‬ ٍ ‫ ع َِن اب ِْن ِشهَا‬،‫ َح َّدثَنَا ُعقَيل‬،‫ َح َّدثَنَا لَيْث‬،ٌ‫ َح َّدثَنَا َحجَّاج‬ :‫قَا َل اِإْل َما ُم َأحْ َم ُد‬
َ َ‫ب ق‬
‫ "ثُ َّم‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه وسلم يقول‬ َ ‫ َأنَّهُ َس ِم َع َرس‬:ِ ‫ َأ ْخبَ َرنِي َجابِ ُر بْنُ َع ْب ِد هَّللا‬:‫َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن يَقُو ُل‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬

38
‫ فَِإ َذا‬،‫ص ِري قِبَل ال َّس َما ِء‬ ُ ‫ فَ َرفَع‬،‫ ِمنَ ال َّس َما ِء‬G‫صوْ تًا‬
َ َ‫ْت ب‬ ُ
َ ‫سمعت‬ ‫ فَبَ ْينَا َأنَا َأ ْم ِشي‬،ً‫ي َعنِّي فَ ْت َرة‬
ُ ْ‫فَت ََر ْال َوح‬

ِ ْ‫ك الَّ ِذي َجا َءنِي [بِ ِح َرا ٍء اآْل نَ ] قَا ِع ٌد َعلَى ُكرْ ِس ٍّي بَ ْينَ ال َّس َما ِء َواَأْلر‬
‫ َحتَّى‬،‫ فَجُثت ِم ْنهُ فَ َرقًا‬،‫ض‬ ُ َ‫ْال َمل‬
‫ {يَا َأيُّهَا ْال ُم َّدثِّ ُر‬:ُ ‫ فََأ ْنزَ َل هَّللا‬،‫ فَ َز َّملُونِي‬.‫ زَ ِّملُونِي‬G‫ َز ِّملُونِي‬:‫ت لَهُ ْم‬
ُ ‫ت َأ ْهلِي فَقُ ْل‬ ِ ْ‫ه ََويت ِإلَى اَأْلر‬
ُ ‫ فَ ِجْئ‬،‫ض‬

ُ ْ‫ك فَ َكبِّرْ َوثِيَابَكَ فَطَهِّرْ َوالرُّ جْ زَ فَا ْهجُرْ } ثُ َّم َح ِم َي ْال َوح‬
‫ي [بع ُد] َوتَتَابَ َع‬ َ َّ‫"قُ ْم فََأ ْن ِذرْ َو َرب‬.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah
menceritakan kepada kami Lais, telah menceritakan kepada kami Aqil, dari Ibnu
Syihab yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Salamah ibnu Abdur
Rahman mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Jabir ibnu Abdullah,
bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Kemudian wahyu mengalami
fatrah dariku selama satu masa, Dan ketika aku sedang berjalan, kudengar suara
dari langit (memanggilku), maka aku mengarahkan pandanganku ke langit. Tiba-tiba
aku melihat malaikat yang pernah datang kepadaku sedang duduk di atas kursi di
antara langit dan bumi, maka tubuhku gemetar karenanya hingga aku terjatuh ke
tanah. Lalu aku pulang ke rumah keluargaku dan kukatakan kepada mereka,
"Selimutilah aku, selimutilah aku, selimutilah aku.” Maka Allah Swt. menurunkan
firman-Nya, "Hai orang yang berkemul, bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan
Tuhanmu agangkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa
tinggalkanlah.” (Al-Muddatstsir: 1 -5). Kemudian wahyu datang lagi dengan berturut-
turut.

Bukhari dan Muslim mengetengahkan hadis ini melalui Az-Zuhri dengan sanad yang
sama.
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali
ibnu Syu'aib As-Simsar, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Bisyr Al-
Bajali, telah menceritakan kepada kami Al-Mu'afa ibnu Imran, dari Ibrahim ibnu Yazid
yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas mengatakan, bahwa
sesungguhnya Al-Walid ibnul Mugirah membuat jamuan makan untuk orang-orang
Quraisy. Maka setelah mereka menyantap jamuan itu Al-Walid bertanya kepada
mereka, "Bagaimanakah pendapat kalian dengan lelaki ini (maksudnya Nabi Saw.)?"
Sebagian dari mereka mengatakan seorang penyihir, sebagian yang lain mengatakan
bukan seorang penyihir. Dan sebagian yang lainnya lagi mengatakan seorang tukang
tenung, maka sebagian yang lainnya menjawab bukan seorang tukang tenung.
Sebagian dari mereka ada yang mengatakan seorang penyair, dan sebagian yang
lainnya menjawabnya bukan seorang penyair. Lalu sebagian dari mereka ada yang
mengatakan bahwa bahkan dia adalah seorang penyihir yang belajar (dari orang-
orang dahulu). Akhirnya mereka sepakat menyebutnya sebagai seorang penyihir
yang belajar dari orang-orang dahulu. Ketika berita tersebut sampai kepada Nabi
Saw., maka hati beliau berduka cita dan menundukkan kepalanya serta menyelimuti
dirinya. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Hai orang yang berkemul (berselimut),

39
bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu
bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan
janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih
banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah. (Al-Muddatstsir: 1-7)

{‫}قُ ْم فََأ ْن ِذ ْر‬


bangunlah, lalu berilah peringatan! (Al-Muddatstsir: 2)

Yakni berjagalah dengan tekad yang bulat, lalu berilah peringatan kepada manusia.
Dengan demikian, berarti dia dilantik sebagai rasul, sebagaimana dalam wahyu
sebelumnya dia dilantik menjadi nabi.

QS. Al Muddatsir (74); 3-7

Gَ ‫) َولِ َرب‬6( ‫) َواَل تَ ْمنُ ْن تَ ْستَ ْكثِ ُر‬5( ْ‫ز فَا ْهجُر‬Gَ ْ‫) َوالرُّ ج‬4( ْ‫ك فَطَهِّر‬
(7) )3( ْ‫ِّك فَاصْ بِر‬ َ َ‫َوثِيَاب‬

 dan Tuhanmu agungkanlah,(3)


dan pakaianmu bersihkanlah, (4)
danperbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah! (5)
dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih
banyak. (6)
Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah.(7)

Tafsir Ibnu Katsir


{ ْ‫ك فَ َكبِّر‬
َ َّ‫} َو َرب‬
dan Tuhanmu agungkanlah. (Al-Muddatstsir: 3)
Maksudnya, besarkanlah nama Tuhanmu.

Firman Allah Swt.:


{ ْ‫} َوثِيَابَكَ فَطَهِّر‬
Dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4)

Al-Ajlah Al-Kindi mengatakan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah
kedatangan seorang lelaki, lalu menanyakan kepadanya tentang makna ayat ini, yaitu
firman Allah Swt.: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4)

Ibnu Abbas menjawab, "Janganlah kamu mengenakannya untuk maksiat dan jangan
pula untuk perbuatan khianat." Kemudian Ibnu Abbas mengatakan, "Tidakkah
engkau pernah mendengar ucapan Gailan ibnu Salamah As-Saqafi dalam salah satu
bait syairnya:

40
‫لبست َواَل ِم ْن َغ ْد َرة أتَقَنَّ ُع‬
ُ  ... ‫ثوب فَاجر‬
َ ‫فَإني بِ َح ْم ِد هَّللا ِ اَل‬

‘Dengan memuji kepadaAllah, sesungguhnya kukenakan pakaianku bukan untuk


kedurhakaan, dan bukan pula untuk menutupi perbuatan khianat’.”

Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ata, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
ayat ini: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Bahwa menurut kalam
orang-orang Arab, artinya membersihkan pakaian. Tetapi menurut riwayat yang lain
dengan sanad yang sama, sucikanlah dirimu dari dosa-dosa.

Hal yang sama dikatakan oleh Ibrahim, Asy-Sya'bi, dan Ata. As-Sauri telah
meriwayatkan dari seorang lelaki, dari Ata, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
makna firman-Nya: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Dari dosa.
Hal yang sama dikatakan oleh Ibrahim An-Nakha'i. Mujahid telah mengatakan
sehubungan dengan makna firman-Nya: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-
Muddatstsir: 4) Yakni dirimu bukan pakaianmu.

Dan menurut riwayat yang lain dari Mujahid disebutkan bahwa firman-Nya: dan
pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir. 4) Artinya, perbaikilah amalmu.
Hal yang sama dikatakan oleh Abu Razin; dan menurut riwayat yang lain, makna
firman-Nya: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Yakni kamu bukanlah
seorang tukang tenung dan bukan pula seorang penyair, maka berpalinglah kamu
dari apa yang mereka katakan.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan pakaianmu
bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Yaitu bersihkanlah dari perbuatan-perbuatan
durhaka; dahulu orang-orang Arab mengatakan terhadap seorang lelaki yang
melanggar janjinya dan tidak memenuhinya, bahwa dia adalah seorang yang kotor
pakaiannya. Dan apabila dia menunaikan janjinya, maka dikatakan bahwa
sesungguhnya dia benar-benar orang yang bersih pakaiannya.
Ikrimah dan Ad-Dahhak mengatakan, bahwa janganlah kamu mengenakannya untuk
berbuat maksiat. Dan seorang penyair telah mengatakan:

‫فَ ُك ّل ردَاء يَرْ تَديه َجمي ُل‬ ... ‫ِإ َذا المر ُء لَ ْم يَ ْدنَس منَ اللُّْؤ ِم ِعرْ ضُه‬ ...
Apabila seseorang itu tidak mengotori kehormatannya dengan sifat yang tercela,
maka semua pakaian yang dikenakannya indah.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-
Nya: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Maksudnya, janganlah
pakaian yang kamu kenakan dihasilkan dari mata pencaharian yang tidak baik.
Dikatakan pula, "Janganlah kamu kenakan pakaianmu untuk maksiat."

41
Muhammad ibnu Sirin telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-
Nya: dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Yakni cucilah dengan air.
Ibnu Zaid mengatakan bahwa dahulu orang-orang musyrik tidak pernah
membersihkan dirinya. Maka Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk bersuci
dan membersihkan pakaiannya. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir. Tetapi makna
ayat mencakup semua pendapat yang telah disebutkan, di samping juga kebersihan
(kesucian) hati. Karena sesungguhnya orang-orang Arab menyebut hati dengan
sebutan pakaian, seperti apa yang dikatakan oleh Umru-ul Qais berikut ini:

ْ ‫ َوإن ُكنت قَد‬ ... ‫ْض هَذا التَدَلُّل‬


‫أز َمعْت هَجْ ري فأجْ ِملي‬ َ ‫أفاط َم َمهال بَع‬ ...
ِ ِ‫فَسُلّي ثِيَابي ِمن ثِيَاب‬ ... ٌ‫س ـاءتك ِمنِّي َخليقَة‬
‫ك تَ ْنس ُِل‬ َ ‫ك قَد‬
ُ َ‫َوإن ت‬

Hai kekasihku Fatimah, sebentar, dengarkanlah kata-kataku yang memohon ini;


bahwa jika engkau telah bertekad untuk meninggalkanku, maka lakukanlah dengan
baik-baik. Dan jika memang ada sikapku yang kurang berkenan di hatimu,
tanyakanlah kepada hatiku dengan mata hatimu, maka engkau akan
memahaminya.

Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan


pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 4) Artinya. bersihkanlah hati dan niatmu.
Dan Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dan Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan bahwa
perindahlah akhlakmu.

*******************
Firman Allah Swt.:
{ ْ‫} َوالرُّ جْ زَ فَا ْهجُر‬
dan perbuatan dosa, tinggalkanlah. (Al-Muddatstsir: 5)

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud
dengan ar-rijzu ialah berhala, yakni tinggalkanlah penyembahan berhala. Hal yang
sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Qatadah, Az-Zuhri, dan Ibnu Zaid,
bahwa sesungguhnya ar-rijzu artinya berhala.
Ibrahim dan Ad-Dahhak telah mengatakan sehbungan dengan makna firman-
Nya: dan perbuatan dosa tinggalkanlah. (Al-Muddatstsir: 5) Yakni tinggalkanlah
perbuatan durhaka.
Pada garis besarnya atas dasar takwil mana pun, makna yang dimaksud bukan
berarti Nabi Saw. Telah melakukan sesuatu dari perbuatan-perbuatan tersebut.

42
Makna yang dimaksud semisal dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
َ‫ق هَّللا َ َوال تُ ِط ِع ْالكافِ ِرينَ َو ْال ُمنافِقِين‬
ِ َّ‫يَا َأيُّهَا النَّبِ ُّي ات‬

Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan)
orang-orang kafir dan orang-orang munafik. (Al-Ahzab: 1)

Dan firman Allah Swt.:


َ‫يل ْال ُم ْف ِس ِدين‬
َ ِ‫ َوَأصْ لِحْ َوال تَتَّبِ ْع َسب‬G‫اخلُ ْفنِي فِي قَوْ ِمي‬
ْ َ‫َوقا َل ُموسى َأِل ِخي ِه هارُون‬

Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun, "Gantikanlah aku dalam
(memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-
orang yang membuat kerusakan.” (Al-A'raf: 142)

Adapun firman Allah Swt.:


{‫} َوال تَ ْمنُ ْن تَ ْستَ ْكثِ ُر‬
dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih
banyak. (Al-Muddatstsir: 6)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa janganlah kamu memberikan suatu pemberian


dengan maksud agar memperoleh balasan yang lebih banyak darinya. Hal yang
sama dikatakan oleh Ikrimah, Mujahid, Ata. Tawus, Abul Ahwas, Ibrahim An-Nakha'i,
Ad-Dahhak, Qatadah, dan As-Saddi serta lain-lainnya. Telah diriwayatkan pula dari
Ibnu Mas'ud, bahwa dia membaca firman-Nya dengan bacaan berikut, "Dan
janganlah kamu merasa memberi dengan banyak."
Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa janganlah
kamu merasa beramal banyak kepada Tuhanmu. Hal yang sama dikatakan oleh Ar-
Rabi' ibnu Anas. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.

Khasif telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman Allah
Swt.: dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang
lebih banyak. (Al-Muddatstsir: 6) Yakni janganlah kamu merasa lemah diri untuk
berbuat banyak kebaikan. Mujahid mengatakan bahwa orang Arab
mengatakan tamannana, artinya merasa lemah diri.

Ibnu Zaid mengatakan, janganlah kamu merasa berjasa dengan kenabianmu


terhadap manusia dengan maksud ingin memperbanyak dari mereka imbalan jasa
berupa duniawi. Keempat pendapat ini yang paling kuat di antaranya adalah yang
pertama; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
*******************
Firman Allah Swt.:

43
{ ْ‫} َولِ َربِّكَ فَاصْ بِر‬
Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah. (Al-Muddatstsir: 7)

Yaitu gunakanlah kesabaranmu dalam menghadapi gangguan mereka sebagai


amalmu karena Allah Swt. Ini menurut Mujahid, Ibrahim An-Nakha'i berpendapat
bahwa bersabarlah kamu terhadap nasibmu karena Allah Swt.

Firman Allah Swt.:

ٍ ‫}فَِإ َذا نُقِ َر فِي النَّاقُو ِر فَ َذلِكَ يَوْ َمِئ ٍذ يَوْ ٌم ع َِسي ٌر َعلَى ْال َكافِ ِرينَ َغ ْي ُر يَ ِس‬
{‫ير‬

Apabila ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit,
bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah. (Al-Muddatstsir: 8-10)

Ibnu Abbas, Mujahid, Asy-Sya'bi, Zaid ibnu Aslam, Al-Hasan, Qatadah, Ad-Dahhak, Ar-
Rabi' ibnu Anas, dan Ibnu Zaid telah mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan naqiir ialah sangkakala. Mujahid mengatakan bahwa bentuk sangkakala itu
sama dengan tanduk.

،‫ ع َْن َع ِطيَّةَ ْال َعوْ فِ ِّي‬،‫ ع َْن ُمطَرِّ ف‬،‫ َح َّدثَنَا َأ ْسبَاطُ بْنُ ُم َح َّم ٍد‬، ُّ‫ َح َّدثَنَا َأبُو َس ِعي ٍد اَأْل َشج‬:‫قَا َل ابْنُ َأبِي َحاتِ ٍم‬
‫ " َك ْيفَ َأ ْن َع ُم‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫ل هَّللا‬Gُ ‫ قَا َل َرسُو‬:‫ال‬ ِ ُ‫ {فَِإ َذا نُقِ َر فِي النَّاق‬:‫س‬
َ َ‫ور} فَق‬ ٍ ‫ع َِن ا ْب ِن َعبَّا‬
ِ ‫ال َأصْ َحابُ َرس‬
ِ ‫ُول هَّللا‬ َ َ‫ر فَيَ ْنفُ ُخ؟ " فَق‬Gُ ‫ يَ ْنتَ ِظ ُر َمتَى يُْؤ َم‬،ُ‫احبُ ْالقَرْ ِن قَ ِد ْالتَقَ َم ْالقَرْ نَ َو َحنَى َج ْبهَتَه‬ ِ ‫ص‬َ ‫َو‬
ِ ‫ َعلَى هَّللا‬،ُ‫ َح ْسبُنَا هَّللا ُ َونِ ْع َم ْال َو ِكيل‬:‫ "قُولُوا‬:‫ فَ َما تَْأ ُم ُرنَا يَا َرسُو َل هَّللا ِ؟ قَا َل‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ
‫"تَ َو َّك ْلنَا‬.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj,
telah menceritakan kepada kami Asbat ibnu Muhammad, dari Mutarrif, dari Atiyyah
Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan makna firman-Nya: Apabila sangkakala
ditiup. (Al-Muddatstsir. 8) Rasulullah Saw, bersabda: Bagaimana aku bisa hidup
senang sedangkan malaikat Israfil telah mengulum sangkakalanya dan
mengernyitkan dahinya menunggu bila diperintahkan untuk meniup? Maka para
sahabat Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah yang engkau anjurkan kepada kami untuk
melakukannya, ya Rasulullah?" Rasulullah Saw. bersabda: Ucapkanlah, 'Cukuplah
Allah menjadi Penolong kami dan Dia adalah sebaik-baik Pelindung, dan hanya
kepada-Nya kami bertawakal.”

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Asbat dengan sanad yang
sama. Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Abu Kuraib, dari Ibnu Fudail dan Asbat;

44
keduanya dari Mutarrif dengan sanad yang sama. Ibnu Jarir telah meriwayatkannya
pula melalui jalur lain dari Al-Aufi, dari Ibnu Abbas dengan sanad yang sama.

Firman Allah Swt.:


َ ِ‫}فَ َذل‬
{‫ذ يَوْ ٌم َع ِسي ٌر‬Gٍ ‫ك يَوْ َمِئ‬

maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit. (Al-Muddatstsir: 9)

Yakni hari yang sangat keras iagi sangat sulit.


ٍ ‫} َعلَى ْال َكافِ ِرينَ َغ ْي ُر يَ ِس‬
{‫ير‬
bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah. (Al-Muddatstsir: 10)

Yaitu tidak mudah bagi mereka menjalaninya. Seperti yang disebutkan di dalam ayat
lain melalui firman-Nya:

‫يَقُو ُل ْالكافِرُونَ هَ َذا يَوْ ٌم َع ِس ٌر‬

Orang-orang kafir berkata, "Ini adalah hari yang berat.” (Al-Qamar: 8)

Telah diriwayatkan kepada kami dari Zurarah ibnu Aufa (kadi kota Basrah) bahwa ia
mengimami mereka salat Subuh, Lalu membaca surat ini. Ketika bacaannya sampai
kepada firman-Nya: Apabila ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah waktu
(datangnya) hari yang sulit, bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah. (Al-
Muddatstsir: 8-10) Tiba-tiba ia merintih sekali rintih, Lalu terjungkal dalam keadaan
tidak bernyawa lagi; semoga rahmat Allah tercurahkan kepadanya.

Kedua, pengetahuan-pengetahuan dasar mengenai ketuhanan (Q.s. Al-A’la (87) dan


Al-Ikhlash [112].

Q.s. Al-A’la (87): 1-13

)4( ‫) َوالَّ ِذي َأ ْخ َر َج ْال َمرْ عَى‬3( ‫) َوالَّ ِذي قَ َّد َر فَهَدَى‬2( ‫ق فَ َس َّوى‬
َ َ‫) الَّ ِذي َخل‬1( ‫ِّح ا ْس َم َربِّكَ اَأْل ْعلَى‬
ِ ‫َسب‬
Gَ ‫) َونُيَ ِّسر‬7( ‫) ِإاَّل َما َشا َء هَّللا ُ ِإنَّهُ يَ ْعلَ ُم ْال َجه َْر َو َما يَ ْخفَى‬6( ‫ك فَاَل تَ ْن َسى‬
‫ُك‬ َ ‫) َسنُ ْق ِرُئ‬5( ‫فَ َج َعلَهُ ُغثَا ًء َأحْ َوى‬
‫) الَّ ِذي‬11( ‫) َويَت ََجنَّبُهَا اَأْل ْشقَى‬10( ‫) َسيَ َّذ َّك ُر َم ْن يَ ْخ َشى‬9( ‫ت ال ِّذ ْك َرى‬ ِ ‫) فَ َذ ِّكرْ ِإ ْن نَفَ َع‬8( G‫لِ ْليُس َْرى‬
ُ ‫) ثُ َّم اَل يَ ُم‬12( ‫ار ْال ُكب َْرى‬
)13( ‫وت فِيهَا َواَل يَحْ يَى‬ َ َّ‫يَصْ لَى الن‬

Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi, (1)

45
yang menciptakan, dan yang menyempurnakan (penciptaan-Nya), (2)
dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk, (3)
dan yang menumbuhkan rumput-rumputan, (4)
lain dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman. (5)
Kami akan membacakan (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad), maka/sehingga kamu
tidak akan lupa, (6)
kecuali kalau Allah menghendaki. Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan
yang tersembunyi. (7)
Dan Kami akan memberi kamu taufik kepada jalan yang mudah, (8)
oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat, (9)
orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran, (10)
orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya. (11)
(Yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka). (12)
Kemudian dia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.(13)

Tafsir Ibnu Katsir

َّ ِ‫ُّوب ْالغَافِق‬
ُ‫ َح َّدثَنَا َع ِّمي ِإيَاسُ بْن‬-‫ي‬ َ ‫يَ ْعنِي ا ْبنَ َأي‬-‫ َح َّدثَنَا ُمو َسى‬،‫ َح َّدثَنَا َأبُو َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن‬:‫قَا َل اِإْل َما ُم َأحْ َم ُد‬
‫] قَا َل‬96 ،74:‫ {فَ َسبِّحْ بِاس ِْم َربِّكَ ْال َع ِظ ِيم} [ ْال َواقِ َع ِة‬:‫ت‬ َّ ِ‫ْت ُع ْقبَةَ ْبنَ عَا ِم ٍر ْال ُجهَن‬
ْ َ‫ي لَ َّما نَ َزل‬ ُ ‫ َس ِمع‬،‫عَا ِم ٍر‬
}‫ك األ ْعلَى‬
َ ِّ‫ِّح ا ْس َم َرب‬ ْ َ‫ فَلَ َّما نَزَ ل‬."‫ "اجْ َعلُوهَا فِي ُر ُكو ِع ُك ْم‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
ِ ‫ { َسب‬:‫ت‬ َ ِ ‫لَنَا َرسُو ُل هَّللا‬
‫م‬Gْ ‫ "اجْ َعلُوهَا فِي ُسجُو ِد ُك‬:‫"قَا َل‬

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman,
telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ayyub Al-Gafiqi, telah menceritakan
kepada kami pamanku Iyas ibnu Amir; ia pernah mendengar Uqbah ibnu Amir Al-
Juhani mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya:  Maka
bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Mahabesar. (Al-Haqqah: 52;
Al-Waqiah 74, 96) Maka Rasulullah Saw. bersabda kepada kami: Jadikanlah bacaan
ayat ini dalam rukuk kalian! Dan ketika turun firman-Nya: Sucikanlah nama
Tuhanmu Yang Mahatinggi. (Al-A'la: 1) Maka beliau Saw. bersabda kepada
kami: Jadikanlah bacaan ayat ini dalam sujud kalian!

Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Ibnul
Mubarak, dari Musa ibnu Ayyub dengan sanad yang sama.
‫ ع َْن َس ِعي ِد ْب ِن‬،‫ ع َْن ُم ْسلِ ٍم البَطين‬،َ‫ْحاق‬ َ ‫ ع َْن َأبِي ِإس‬،ُ‫ َح َّدثَنَا ِإ ْس َراِئيل‬،‫ َح َّدثَنَا َو ِكيع‬:‫قَا َل اِإْل َما ُم َأحْ َم ُد‬

ِ ‫ { َسب‬:‫صلَّى هللا عليه وسلم َكانَ ِإ َذا قَ َرَأ‬


:‫ِّح ا ْس َم َربِّكَ األ ْعلَى} قَا َل‬ َ ِ ‫ َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬:‫س‬ ٍ ‫ ع َِن ا ْب ِن َعبَّا‬،‫ُجبَي ٍْر‬
‫"" ُس ْب َحانَ َربِّي اَأْل ْعلَى‬.

46
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah
menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Muslim Al-Batin, dari Sa'id ibnu
Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. apabila membaca firman-Nya:
Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi. (Al-A'la: 1) Maka beliau Saw.
mengucapkan: Mahasuci Tuhanku Yang Mahatinggi.

Demikianlah menurut riwayat Imam Ahmad, dan Imam Abu Daud meriwayatkannya
dari Zuhair ibnu Harb, dari Waki' dengan sanad yang sama. Abu Daud mengatakan
bahwa nama Waki' masih diperselisihkan, karena dalam riwayat lain disebutkan Abu
Waki' dan Syu'bah, dari Abu Ishaq, dari Sa'id, dari Ibnu Abbas secara mauquf.

As-Sauri telah meriwayatkan dari As-Saddi, dari Abdu Khair yang mengatakan bahwa
aku pernah mendengar Ali membaca firman-Nya: Sucikanlah nama Tuhanmu Yang
Mahatinggi. (Al-A'la: 1) Lalu ia mengucapkan, "Mahasuci Tuhanku Yang Mahatinggi."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah
menceritakan kepada kami Hakam, dari Anbasah, dari Abu Ishaq Al-Hamdani, bahwa
Ibnu Abbas apabila membaca firman-Nya: Sucikanlah nama Tuhanmu Yang
Mahatinggi. (Al-A'la: 1) Maka ia mengucapkan, "Mahasuci Tuhanku Yang
Mahatinggi." Dan apabila membaca firman-Nya: Aku bersumpah dengan hari kiamat.
(Al-Qiyamah: 1) dan bacaannya sampai pada ayat terakhirnya, yaitu firman Allah
Swt: Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang
mati? (Al-Qiyamah: 40) Maka ia mengucapkan, "Mahasuci Engkau, dan tidaklah
demikian (sebenarnya Engkau berkuasa untuk itu)."

Qatadah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Sucikanlah nama Tuhanmu


Yang Mahatinggi. (Al-A'la: 1) Diceritakan kepada kami bahwa Nabi Saw. apabila
membaca ayat ini, maka beliau mengucapkan, "Mahasuci Tuhanku Yang
Mahatinggi."
Firman Allah Swt.:
َ َ‫}الَّ ِذي خَ ل‬
{G‫ق فَ َس َّوى‬
yang menciptakan dan menyempurnakan (ciptaan-Nya). (Al-A'la: 2)

Yakni Dia telah menciptakan makhluk dan menyempurnakan setiap makhluk-Nya


dalam bentuk yang paling baik.

Firman Allah Swt.:


{G‫} َوالَّ ِذي قَ َّد َر فَهَ َدى‬

dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk. (Al-A'la: 3)

47
Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah yang memberi petunjuk
kepada manusia untuk celaka dan untuk bahagia, dan memberi petunjuk kepada
hewan ternak untuk memakan makanannya di padang-padang tempat
penggembalaannya. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt.
dalam kisah Musa a.s. yang berkata kepada Fir'aun:

‫َربُّنَا الَّ ِذي َأ ْعطى ُك َّل َش ْي ٍء خَ ْلقَهُ ثُ َّم هَدى‬


Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk
kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk. (Thaha: 50)

Allah Swt. telah menentukan kadar bagi makhluk-Nya dan memberi mereka petunjuk
kepada takdirnya. Sebagaimana pula yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim
dari Abdullah ibnu Amr, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"‫ َو َكانَ َعرْ ُشهُ َعلَى‬،‫ض بِ َخ ْم ِسينَ َأ ْلفَ َسنَ ٍة‬


َ ْ‫ت َواَأْلر‬ َ ُ‫ق قَ ْب َل َأ ْن يَ ْخل‬
ِ ‫ق ال َّس َم َوا‬ ِ ‫ير ْالخَ اَل ِئ‬
َ ‫ِإ َّن هَّللا َ قَ َّدر َمقَا ِد‬
ْ
‫"ال َما ِء‬
Sesungguhnya Allah telah menentukan kadar-kadar bagi semua makhluk-Nya
sebelum Dia menciptakan langit dan bumi dalam jangka waktu lima puluh ribu
tahun, dan adalah 'Arasy-Nya masih berada di atas air.

Firman Allah Swt.:


{‫} َوالَّ ِذي َأ ْخ َر َج ْال َمرْ عَى‬
dan yang menumbuhkan rumput-rumputan. (Al-A'la: 4)

Yakni semua jenis tumbuh-tumbuhan dan tanam-tanaman.


{‫}فَ َج َعلَهُ ُغثَا ًء َأحْ َوى‬

lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman. (Al-A'la: 5)

Menurut Ibnu Abbas, artinya kering dan berubah warnanya; dan hal yang semisal
telah diriwayatkan dari Mujahid, Qatadah, dan Ibnu Zaid.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa sebagian orang yang ahli dalam bahasa Arab (ulama
Nahwu) mengatakan bahwa dalam kalimat ini terkandung taqdim dan takhir dan
bahwa makna yang dimaksudnya ialah bahwa Tuhan Yang telah menumbuhkan
rumput-rumputan, kemudian tampak hijau segar,  lalu berubah menjadi layu
berwarna kehitam-hitaman, sesudah itu menjadi kering kerontang. Kemudian Ibnu
Jarir memberi komentar, bahwa sekalipun pendapat ini termasuk salah satu dari

48
takwil makna ayat, tetapi tidak benar mengingat pendapat ini bertentangan dengan
pendapat-pendapat ulama ahli takwil.

Firman Allah Swt.:


َ ‫} َسنُ ْق ِرُئ‬
َ ‫فَال تَ ْن‬ ‫ك‬
{‫سى‬
Kami akan membacakan (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad), maka kamu tidak
akan lupa. (Al-A'la: 6)

Hal ini merupakan berita dari Allah Swt. dan janji-Nya kepada Nabi Muhammad Saw.
bahwa Dia akan membacakannya kepadanya dengan bacaan yang selamanya dia
tidak akan melupakannya.

{ُ ‫}ِإال َما َشا َء هَّللا‬


kecuali kalau Allah menghendaki. (Al-A'la: 7)

Demikianlah menurut pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Qatadah mengatakan
bahwa adalah Rasulullah Saw. tidak pernah melupakan sesuatu kecuali apa yang
dikehendaki oleh Allah.

Menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan firman:Nya: maka kamu tidak akan
lupa. (Al-A'la: 6) Ini mengandung makna talab; dan mereka menjadikan makna istisna
berdasarkan pengertian ini ialah apa yang dijadikan subjek oleh nasakh. Dengan kata
lain, dapat disebutkan bahwa kamu tidak akan melupakan apa yang telah Kubacakan
kepadamu kecuali apa yang dikehendaki oleh Allah untuk dilupakan, maka janganlah
kamu membiarkannya.

Firman Allah Swt.:


{‫}ِإنَّهُ يَ ْعلَ ُم ْال َج ْه َر َو َما يَ ْخفَى‬

Sesungguhnya Dia mengetahui yang  terang  dan  yang tersembunyi. (Al-A'la: 7)

Allah mengetahui apa yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya secara terang-


terangan dan juga apa yang mereka sembunyikan dari ucapan dan perbuatan
mereka. Tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya.

Firman Allah Swt:


{‫ُك لِ ْليُ ْس َرى‬
Gَ ‫}ونُيَ ِّسر‬
َ
Dan Kami akan memberi kamu taufik kepada jalan yang mudah. (Al-A'la: 8)

49
Artinya, Kami akan memudahkan kamu untuk mengerjakan perbuatan dan ucapan
yang baik, dan Kami akan mensyariatkan kepadamu suatu hukum yang mudah,
penuh toleransi, lurus, lagi adil, tidak ada kebengkokan padanya dan tidak ada beban
dan tidak pula kesulitan.

Firman Allah Swt.:


{‫ت ال ِّذ ْك َرى‬
ِ ‫}فَ َذ ِّكرْ ِإ ْن نَفَ َع‬

oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat. (Al-A'la: 9)

Yakni berikanlah peringatan bilamana peringatan itu bermanfaat. Maka dari sini
disimpulkan etika dalam menyebarkan ilmu, yaitu hendaknya tidak diberikan bukan
kepada ahlinya (tidak berminat kepadanya), sebagaimana yang dikatakan oleh
Amirul Mu’minin Ali r.a., "Tidak sekali-kali engkau menceritakan suatu hadis kepada
suatu kaum yang akal mereka masih belum dapat mencernanya, melainkan hal itu
akan menjadi fitnah bagi kalangan sebagian dari mereka." Ali r.a. telah berkata pula,
"Berbicaralah kepada orang-orang lain sesuai dengan jangkauan pengetahuan
mereka, maukah kamu bila Allah dan Rasul-Nya didustakan."

Firman Allah Swt.:

{‫} َسيَ َّذ َّك ُر َم ْن يَ ْخ َشى‬

orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran. (Al-A'la: 10)

Yaitu yang mau menerima sebagai pelajaran dari apa yang engkau sampaikan, hai
Muhammad, adalah orang yang hatinya takut kepada Allah dan meyakini bahwa dia
pasti akan menghadap dan berdua dengan-Nya.

ُ ‫} َويَتَ َجنَّبُهَا األ ْشقَى الَّ ِذي يَصْ لَى النَّا َر ْال ُك ْب َرى ثُ َّم اَل يَ ُم‬
{‫وت فِيهَا َوال يَحْ يَا‬

orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya. (Yaitu) orang yang akan
memasuki api yang besar (neraka). Kemudian dia tidak mati di dalamnya dan tidak
(pula) hidup. (Al-A'la: 11-13)

Yakni tidak dapat mati sehingga ia terhenti dari siksaannya, dan tidak pula hidup
dengan kehidupan yang memberi manfaat baginya. Bahkan kehidupannya itu
merupakan penderitaan dan mudarat baginya, karena dengan kehidupannya yang
kekal ia selalu menderita pedihnya siksaan dan berbagai macam pembalasan yang
ditimpakan kepadanya secara abadi dan kekal.

50
َ َ‫ ع َْن َأبِي َس ِعي ٍد ق‬،َ‫ َْن َأبِي نَضْ َرة‬-‫يَ ْعنِي التَّ ْي ِم ُّي ع‬- َ‫ ع َْن ُسلَ ْي َمان‬، ٍّ‫ َح َّدثَنَا ابْنُ َأبِي َع ِدي‬:‫قَا َل اِإْل َما ُم َأحْ َم ُد‬
:‫ال‬
‫ َوَأ َّما‬، َ‫ار الَّ ِذينَ هُ ْم َأ ْهلُهَا اَل يَ ُموتُونَ َواَل يَحْ يَوْ ن‬ ِ َّ‫ "َأ َّما َأ ْه ُل الن‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ِ ‫قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬
ْ‫َأو‬-‫ارهُ فَيُ ْنبِتَهُ ْم‬َ ‫ص‬ َ ‫ار فَيَ ْد ُخ ُل َعلَ ْي ِه ُم ال ُّشفَ َعا ُء فَيَْأ ُخ ُذ ال َّر ُج ُل َأ ْن‬
ِ َّ‫نَاسٌ ي ُِري ُد هَّللا ُ بِ ِه ُم الرَّحْ َمةَ فَيُ ِميتُهُ ْم فِي الن‬
‫ُأ‬
‫نَبَاتَ الحبَّة‬- َ‫ نَهَ ِر ْال َجنَّ ِة فَيَ ْنبُتُون‬:‫ال‬ َ َ‫َأوْ ق‬-‫ ْال َحيَ َوا ِن‬:‫َأوْ قَا َل‬-‫ ْال َحيَا ِة‬:‫ال‬ َ َ‫َأوْ ق‬-‫فِي نَهَ ِر ْال َحيَا ِء‬- َ‫ يَ ْنبُتُون‬:‫قَا َل‬
‫ ثُ َّم‬،‫ "َأ َما ت ََروْ نَ ال َّش َج َرةَ تَ ُكونُ خَضْ َرا َء‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ‫ َوقَا َل النَّبِ ُّي‬:‫ قَا َل‬."‫فِي َح ِمي ِل ال َّسي ِْل‬
ُ ‫صلَّى هَّللا‬ َ ‫ي‬ َّ ِ‫ َكَأ َّن النَّب‬:‫ضهُ ْم‬ُ ‫ فَقَا َل بَ ْع‬:‫ قَا َل‬." ‫ص ْف َرا َء ثُ َّم تَ ُكونُ خَضْ َرا َء؟‬ َ ُ‫ تَ ُكون‬:‫ص ْف َرا َء َأوْ قَا َل‬ َ ُ‫تَ ُكون‬
‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َكانَ بِ ْالبَا ِديَ ِة‬

Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu 'Adiy
dari Sulaiman yakni At-Tamimi dari Abu Nadrah dari Abu Sa'id yang telah
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Adapun ahli neraka yang
menjadi penghuni tetapnya, maka mereka tidak mati dan tidak (pula) hidup. Dan
orang-orang yang dikehendaki oleh Allah mendapatkan rahmat (Nya) maka Allah
mematikan mereka di dalam neraka, dan orang-orang yang telah diberi izin untuk
memberi syafaat masuk menemui mereka, kemudian seseorang dari para pemberi
syafaat itu mengambil segolongan besar manusia lalu dia menumbuhkan mereka
dengan memasukkan mereka ke dalam sungai kehidupan, atau ke dalam sungai
yang ada di dalam surga, hingga mereka tumbuh (hidup) kembali sebagaimana biji-
bijian yang dibawa oleh banjir tumbuh (di tepian sungai). Dan perawi melanjutkan
bahwa Rasulullah Saw. bersabda pula:  Pernahkah kalian melihat proses tumbuhnya
pohon, pada awal mulanya hijau, kemudian menguning, kemudian hijau kembali?
Perawi melanjutkan, bahwa sebagian di antara mereka mengatakan bahwa Nabi
Saw. menceritakan demikian seakan-akan beliau Saw. pernah berada di daerah
pedalaman.

َ َ‫ ع َْن َأبِي َس ِعي ٍد ْال ُخ ْد ِريِّ ق‬،َ‫ ع َْن َأبِي نَضْ َرة‬،َ‫ َح َّدثَنَا َس ِعي ُد بْنُ يَ ِزيد‬،ُ‫ َح َّدثَنَا ِإ ْس َما ِعيل‬:‫قَا َل َأحْ َم ُد َأ ْيضًا‬
:‫ال‬
‫م اَل يَ ُموتُونَ فِيهَا َواَل‬Gُْ‫ فَِإنَّه‬،‫ار الَّ ِذينَ هُ ْم َأ ْهلُهَا‬
ِ َّ‫ "َأ َّما َأ ْه ُل الن‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬َ ِ ‫قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬
‫ َحتَّى ِإ َذا‬،ً‫م ِإ َماتَة‬Gُْ‫ فَيُ ِميتُه‬-‫ بِخَ طَايَاهُ ْم‬:‫َأوْ قَا َل‬-‫صيبُهُ ُم النَّا ُر بِ ُذنُوبِ ِه ْم‬ ِ ُ‫ت‬-‫َأوْ َك َما قَا َل‬- ٌ‫ َولَ ِك ْن ُأنَاس‬، َ‫يَحْ يَوْ ن‬
‫ يَا َأ ْه َل‬:‫ فَيُقَا ُل‬،‫ار ْال َجنَّ ِة‬
ِ َ‫ فَنَبَتُوا َعلَى َأ ْنه‬،‫ضبَاِئ َر‬ َ ‫ر‬Gَ ‫ضبَاِئ‬ َ ‫ فَ ِجي َء بِ ِه ْم‬،‫صارُوا فَحْ ًما ُأ ِذنَ فِي ال َّشفَا َع ِة‬ َ
:‫ال َر ُج ٌل ِمنَ ْالقَوْ ِم ِحينَِئ ٍذ‬ َ َ‫ فَق‬:‫ال‬َ َ‫ ق‬."‫ فَيَ ْنبُتُونَ نَبَاتَ ْال َحبَّ ِة تَ ُكونُ فِي َح ِمي ِل ال َّسي ِْل‬.‫ َعلَ ْي ِه ْم‬G‫ ا ْقبِضُوا‬،‫ْال َجنَّ ِة‬
‫م َكانَ بِ ْالبَا ِديَ ِة‬Gَ َّ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسل‬
َ ِ ‫ َكانَ َرسُو ُل هَّللا‬.

Imam Ahmad mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu
Yazid dari Abu Nadrah dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a. yang telah mengatakan, bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda: Adapun ahli neraka yang menjadi penghuni
tetapnya maka sesungguhnya mereka tidak mati di dalamnya dan tidak pula hidup.
Berbeda halnya dengan orang-orang yang dikenai oleh api neraka karena dosa-dosa
atau karena kesalahan-kesalahan mereka; maka Allah mematikan mereka dengan
sebenarnya, hingga manakala mereka telah berubah menjadi arang, diberilah izin

51
untuk mendapatkan syafaat. Kemudian didatangkanlah mereka serombongan demi
serombongan, lain dimasukkanlah mereka ke dalam sungai-sungai yang ada di
dalam surga. Kemudian dikatakan, "Hai ahli surga, sambutlah mereka!", maka
mereka tumbuh (hidup) kembali sebagaimana biji-bijian yang dibawa oleh arus
banjir tumbuh.

Perawi melanjutkan bahwa seorang lelaki dari kalangan kaum yang hadir saat itu
mengatakan, bahwa seakan-akan Rasulullah Saw. pernah tinggal di daerah
pedalaman.
Imam Muslim meriwayatkan hadis ini melalui hadis Bisyr ibnul Mufaddal dan
Syu'bah, yang keduanya dari Abu Salamah alias Sa'id ibnu Yazid dengan teks yang
semisal.

‫ ع َِن النَّبِ ِّي‬،‫ ع َْن َأبِي َس ِعي ٍد‬،َ‫ ع َْن َأبِي نَضْ َرة‬، ُّ‫س ْال ُج َري ِْري‬ ٍ ‫ ع َْن َس ِعي ِد ْب ِن ِإيَا‬،َ‫َر َواهُ َأحْ َم ُد َأ ْيضًا ع َْن يَ ِزيد‬
َ ‫ين اَل ي ُِري ُد هَّللا ُ ِإ ْخ َر‬
َ ُ‫اجهُ ْم اَل يَ ُموت‬
‫ َوِإ َّن‬،‫ون فِيهَا َواَل يَحْ يَ ْو َن‬ ِ َّ‫ "ِإ َّن َأ ْه َل الن‬:‫م قَا َل‬Gَ َّ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسل‬
َ ‫ار الَّ ِذ‬ َ
‫ضبَاِئ َر‬ َ َ‫ ثُ َّم يَ ْخ ُرجُون‬،‫صيرُوا فَحْ ًما‬ ِ َ‫ َحتَّى ي‬،ً‫ار الَّ ِذينَ ي ُِري ُد هَّللا ُ ِإ ْخ َرا َجهُ ْم يُ ِميتُهُ ْم فِيهَا ِإ َماتَة‬ ِ َّ‫َأ ْه َل الن‬
‫يل ال َّس ْي ِل‬ ُ ‫ار ْال َجنَّ ِة فَيَ ْنبُتُونَ َك َما تَ ْنب‬
ِ ‫ُت الحبَّة فِي َح ِم‬ ِ َ‫ يُ َرشُّ َعلَ ْي ِه ْم ِم ْن َأ ْنه‬: ْ‫ َأو‬،‫ار ْال َجنَّ ِة‬
ِ َ‫"فَي ُْلقَوْ نَ َعلَى َأ ْنه‬
Imam Ahmad telah meriwayatkan pula melalui Yazid dari Sa'id ibnu Iyas Al-Jariri dari
AbuNadrah dari Abu Sa'id dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya ahli
neraka yang tidak akan dikeluarkan oleh Allah, mereka tidak mati di dalamnya dan
tidak pula hidup. Dan sesungguhnya ahli neraka yang dikehendaki oleh Allah untuk
dikeluarkan, maka Allah mematikan mereka dengan sebenarnya hingga tubuh
mereka hangus menjadi arang. Kemudian dikeluarkanlah mereka (dari neraka)
rombongan demi rombongan, lalu dilemparkan ke dalam sungai surga dan mereka
disirami dengan air dari sungai surga, maka mereka tumbuh (hidup) kembali
bagaikan biji-bijian yang dibawa arus banjir tumbuh.
Dan sesungguhnya Allah Swt. telah memberitakan perihal ahli neraka melalui firman-
Nya:

َ‫قال ِإنَّ ُك ْم ما ِكثُون‬


َ ‫ك‬ ِ ‫ك لِيَ ْق‬
َ ُّ‫ض َعلَيْنا َرب‬ ُ ِ‫َونادَوْ ا يَا مال‬
Mereka berseru, "Hai Malik, biarlah Tuhanmu membunuh kami saja." Dia menjawab,
"Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini).” Az-Zukhruf: 77)

Dan firman Allah Swt.:


‫ َوال يُ َخفَّفُ َع ْنهُ ْم ِم ْن عَذابِها‬G‫اَل يُ ْقضى َعلَ ْي ِه ْم فَيَ ُموتُوا‬
Mereka tidak dibinasakan sehingga mereka mati dan tidak (pula) diringankan dari
mereka azabnya. (Fathir: 36)

52
Dan masih ada lagi ayat-ayat lain yang semakna dengan ini.

QS. Al-A’la(87): 14-19

‫) َواآْل ِخ َرةُ خَ ْي ٌر‬16( ‫) بَلْ تُْؤ ثِرُونَ ْال َحيَاةَ ال ُّد ْنيَا‬15( ‫صلَّى‬
َ َ‫) َو َذ َك َر ا ْس َم َربِّ ِه ف‬14( ‫قَ ْد َأ ْفلَ َح َم ْن تَزَ َّكى‬
)19( ‫ُف ِإب َْرا ِهي َم َو ُمو َسى‬ ِ ‫صح‬ ُ )18( ‫ُف اُأْلولَى‬ ِ ‫) ِإ َّن هَ َذا لَفِي الصُّ ح‬17( ‫َوَأ ْبقَى‬

Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman),(14)


dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia salat. (15)
Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. (16)
Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.(17)
Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (18)
(yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa.(19)
Firman Allah Swt.:
{‫}قَ ْد َأ ْفلَ َح َم ْن تَ َز َّكى‬

Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman). (Al-


A’la: 14)

Yakni menyucikan dirinya dari akhlak-akhlak yang rendah dan mengikuti apa yang
diturunkan oleh Allah Swt. kepada Rasul-Nya, semoga salawat dan salam
terlimpahkan kepadanya.

Firman Allah Swt.:


{‫صلَّى‬
َ َ‫} َو َذ َك َر ا ْس َم َربِّ ِه ف‬
dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia salat. (Al-A'la: 15)

Yakni dia mendirikan salat tepat pada waktunya masing-masing karena


mengharapkan rida Allah dan taat kepada perintah-Nya serta merealisasikan syariat-
Nya.
Sehubungan dengan hal ini Al-Hafizh Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan bahwa:

ِ ‫ ع َْن َعطَا ُء بْنُ السَّاِئ‬،‫ ع َْن َأبِي ِه‬،‫ َح َّدثَنَا َع ِّمي ُم َح َّم ِد ْب ِن َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن‬،‫َح َّدثَنَا َعبَّا ُد بْنُ َأحْ َم َد ْال َعرْ َز ِم ُّي‬
،‫ب‬
‫ {قَ ْد َأ ْفلَ َح َم ْن‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ‫ ع َِن النَّبِ ِّي‬،ِ ‫ ع َْن َجابِ ِر ْب ِن َع ْب ِد هَّللا‬،‫ع َْن َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ب ِْن َسابِ ٍط‬
‫ر ا ْس َم َربِّ ِه‬Gَ ‫ { َو َذ َك‬،"ِ ‫ َو َش ِه َد َأنِّي َرسُو ُل هَّللا‬،َ‫ َو َخلَ َع اَأْل ْندَاد‬،ُ ‫ " َم ْن َش ِه َد َأ ْن اَل ِإلَهَ ِإاَّل هَّللا‬:‫تَ َز َّكى} قَا َل‬
‫ات ْال َخ ْمسُ َو ْال ُم َحافَظَةُ َعلَ ْيهَا َوااِل ْهتِ َما ُم بِهَا‬ ُ ‫صلَ َو‬ َّ ‫ " ِه َي ال‬:‫ال‬ َ َ‫صلَّى} ق‬َ َ‫"ف‬

53
telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Ahmad Al-Azrami, telah menceritakan
kepada kami pamanku Muhammad ibnu Abdur Rahman dari ayahnya dari Ata ibnus
Sa’ib dari Abdur Rahman ibnu Sabit dari Jabir ibnu Abdullah dari Nabi Saw.
sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya beruntunglah orang yang
membersihkan diri (dengan beriman). (Al-A'la: 14) Rasulullah Saw. bersabda: Barang
siapa yang mengakui bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan
tidak mengakui adanya sekutu-sekutu (bagi-Nya) dan mengakui bahwa diriku adalah
utusan Allah (itulah makna yang dimaksud oleh ayat). dan dia ingat nama Tuhannya,
lalu dia salat. (Al-A'la: 15) Rasulullah Saw. bersabda: yakni mengerjakan salat lima
waktu dan memeliharanya serta memperhatikannya.
Perawi mengatakan bahwa tiada yang diriwayatkan melalui Jabir kecuali melalui jalur
ini.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan salat
di sini adalah salat lima waktu. Demikianlah menurut pendapat yang dipilih oleh Ibnu
Jarir.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan kepadanya Amr ibnu Abdul Hamid
Al-Aili, telah menceritakan kepada mereka Marwan ibnu Mu'awiyah dari Abu
Khaldah yang telah mengatakan, bahwa ia masuk menemui Abul Aliyah, lalu Abul
Aliyah mengatakan kepadanya.”Jika besok hari kamu berangkat menuju ke salat hari
raya maka mampirlah kepadaku." Kemudian aku (perawi) mampir kepadanya dan ia
berkata, "Apakah engkau telah makan sesuatu?." Aku menjawab, "Ya." Ia berkata,
"Kalau begitu aku akan menyajikan air minum kepadamu". Aku menjawab, 'Baiklah."
Lalu ia berkata, "Ceritakanlah kepadaku apa yang telah engkau lakukan terhadap
zakatmu." Aku menjawab, "Aku telah menyalurkannya." Ia berkata, "Sesungguhnya
aku bermaksud menanyakan hal berikut kepadamu," kemudian ia membaca firman-
Nya: Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman),
dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia salat. (Al-A'la: 14-15)

Dan ia mengatakan, "Sesungguhnya penduduk Madinah memandang bahwa tiada


sedekah yang lebih baik daripada mengerjakan salat dan memberi minum."

Dan sesungguhnya kami telah meriwayatkan dari Amirul Mu’minin Umar ibnu Abdul
Aziz, bahwa dia selalu menganjurkan orang-orang untuk mengeluarkan zakat fitrah
dan membaca firman-Nya: Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan
diri , (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia salat. (Al-A'la: 14-15)

Abul Ahwas' mengatakan bahwa apabila seseorang di antara kamu kedatangan


seseorang yang meminta-minta sedangkan dia hendak menunaikan salat, hendaklah
dia mendahulukan zakatnya sebelum mengerjakan salatnya, karena sesungguhnya

54
Allah Swt. telah berfirman: Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan
diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia salat. (Al-A'la: 14-15)
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini: Sesungguhnya
beruntunglah orang yang memberslhkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama
Tuhannya, lalu dia salat. (Al-A'la: 14-15) Yakni menzakati harta bendanya dan
membuat rida Penciptanya.

Kemudian Allah Swt. berfirman:


{‫}بَلْ تُْؤ ثِرُونَ ْال َحيَاةَ ال ُّد ْنيَا‬
Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi, (Al-A'la: 16)

Yakni kamu lebih mendahulukan kepentingan duniawi daripada kepentingan akhirat,


dan kamu memandangnya sebagai tujuanmu karena di dalamnya terkandung
kemanfaatan dan kemaslahatan kehidupanmu.
{‫} َواآل ِخ َرةُ خَ ْي ٌر َوَأ ْبقَى‬
Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (Al-A'la: 17)

Yakni pahala Allah di negeri akhirat lebih baik dan lebih kekal daripada kesenangan
dunia. Karena sesungguhnya dunia itu pasti akan fana dalam waktu yang singkat,
sedangkan kehidupan akhirat mulia lagi kekal. Maka bagaimana orang yang berakal
bisa lebih memilih hal yang fana atas hal yang kekal, dan lebih mementingkan hal
yang cepat lenyapnya serta berpaling dari memperhatikan negeri yang kekal dan
pahala yang kekal di akhirat.

َ ‫ ع َْن َأبِي ِإس‬،‫ َح َّدثَنَا ُذ َويد‬،‫ َح َّدثَنَا ُح َسيْنُ بْنُ ُم َح َّم ٍد‬:‫قَا َل اِإْل َما ُم َأحْ َم ُد‬
َ‫ ع َْن عَاِئ َشة‬،‫ ع َْن عُرْ َوة‬،َ‫ْحاق‬
‫ َولَهَا‬،ُ‫ َو َما ُل َم ْن اَل َما َل لَه‬،ُ‫ "ال ُّد ْنيَا دَا ُر َم ْن اَل دا َر لَه‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫ ق‬: ‫ت‬ ْ َ‫قَال‬
ُ‫"يَجْ َم ُع َم ْن اَل َع ْق َل لَه‬
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu
Muhammad, telah menceritakan kepada kami Duraid, dari Abu Ishaq, dari Urwah,
dari Aisyah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Dunia ini
adalah rumah bagi orang yang tidak mempunyai rumah, dan harta bagi orang yang
tidak mempunyai harta, dan karena untuk dunialah orang yang tidak berakal
menghimpun hartanya.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah
menceritakan kepada kami Yahya ibnu Wadih, telah menceritakan kepada kami Abu
Hamzah, dari Ata, dari Urfujah As-Saqafi yang telah mengatakan bahwa ia belajar
mengenai firman Allah Swt. di bawah ini dari Ibnu Mas'ud. Sucikanlah nama
Tuhanmu Yang Mahatinggi. (Al-A'la: 1) ketika bacaannya sampai pada firman-

55
Nya: Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. (Al-A'la: 16) Maka
Ibnu Mas'ud meninggalkan bacaannya, lalu menghadap kepada murid-muridnya dan
berkata, "Kita lebih memilih dunia daripada akhirat." Kaum yang hadir terdiam, dan
Ibnu Mas'ud kembali berkata, "Kita telah memilih dunia, karena kita melihat
perhiasannya, wanita-wanitanya, makanan dan minumannya sedangkan kepentingan
akhirat kita dikesampingkan. Maka berarti kita memilih kehidupan yang segera ini
dan kita tinggalkan kehidupan akhirat kita." Hal ini yang keluar dari Ibnu Mas'ud r.a.
merupakan ungkapan tawadu' (rendah diri)nya, atau barangkali dia hanya
mengungkapkan tentang jenis keduanya semata-mata; hanya Allah-lah yang Maha
Mengetahui.

‫ َع ْمرُو بْنُ َأبِي‬G‫ َأ ْخبَ َرنِي‬،‫ َح َّدثَنَا ِإ ْس َما ِعي ُل بْنُ َج ْعفَ ٍر‬،‫ َح َّدثَنَا ُسلَ ْي َمانُ بْنُ دَا ُو َد ْالهَا ِش ِم ُّي‬:‫قَا َل اِإْل َما ُم َأحْ َم ُد‬
َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
:‫ال‬ َ ‫ َأ َّن َرس‬: ِّ‫ ع َْن َأبِي ُمو َسى اَأْل ْش َع ِري‬،ِ ‫ب ْب ِن َع ْب ِد هَّللا‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ِ ِ‫ َع ِن ْال ُمطَّل‬،‫َع ْم ٍرو‬
َ ‫آخ َرتَهُ َأ‬
‫ َما يبقَى َعلَى َما يَ ْفنَى‬G‫ فَآثِرُوا‬،ُ‫ض َّر بِ ُد ْنيَاه‬ ِ َّ‫ و َمن َأ َحب‬،‫ض َّر بِآ ِخ َرتِ ِه‬
َ ‫"" ِم ْن َأ َحبِّ ُد ْنيَاهُ َأ‬
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud Al-
Hasyimi, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ja'far, telah menceritakan
kepadaku Amr ibnu Abu Amr, dari Al-Muttalib ibnu Abdullah, dari Abu Musa Al-
Asy'ari, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang mencintai
dunianya, berarti merugikan akhiratnya; dan barang siapa yang mencintai
akhiratnya, berarti merugikan dunianya. Maka utamakanlah apa yang kekal di atas
apa yang fana.

Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid. Imam Ahmad telah
meriwayatkannya pula dari Abu Salamah Al-Khuza'i, dari Ad-Darawardi, dari Amr
ibnu Abu Amr dengan lafaz dan sanad yang semisal.
Firman Allah Swt.:

{‫ُف ِإ ْب َرا ِهي َم َو ُمو َسى‬ ُ ‫ُف األولَى‬


ِ ‫صح‬ ِ ‫}ِإ َّن هَ َذا لَفِي الصُّ ح‬
Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) Kitab-
kitab Ibrahim dan Musa. (Al-A'la: 18-19)

‫ ع َْن َأبِي ِه ع َْن َعطَا ِء ْب ِن‬، َ‫ َح َّدثَنَا ُمعتمر بْنُ ُسلَ ْي َمان‬،‫ َح َّدثَنَا نَصْ ُر بْنُ َعلِ ٍّي‬ :‫قَا َل الحافظ أبو بكر البزار‬
‫ُف ِإ ْب َرا ِهي َم‬
ِ ‫صح‬ ُ ‫ُف األولَى‬ ِ ‫ {ِإ َّن هَ َذا لَفِي الصُّ ح‬:‫ت‬ ٍ ‫ ع َِن ا ْب ِن َعبَّا‬،‫ ع َْن ِع ْك ِرمة‬،‫ب‬
ْ َ‫ لَ َّما نَ َزل‬:‫س قَا َل‬ ِ ‫السَّاِئ‬
G‫ُف ِإب َْرا ِهي َم َو ُمو َسى‬
ِ ‫صح‬ ُ ‫فِي‬-‫ َكانَ هَ َذا‬: ْ‫َأو‬-‫ " َكانَ ُكلُّ هَ َذا‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ‫ال النَّبِ ُّي‬
َ َ‫" َو ُمو َسى} ق‬
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu
Ali, telah menceritakan kepada kami Ma'mar ibnu Sulaiman, dari ayahnya, dari Ata
ibnus Sa’ib, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika ayat ini
diturunkan, yaitu firman Allah Swt.: Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam
kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) Kitab-kitab Ibrahim dan Musa. (Al-A'la: 18-19) Maka

56
Nabi Saw. bersabda: Adalah semuanya ini atau adalah hal ini terdapat di dalam
kitab-kitab Ibrahim dan Musa.

Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa ia tidak mengetahui ada sanad yang lebih
kuat dari Ata ibnus Sa’ib, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas selain sanad ini dan hadis
lainnya yang diriwayatkan semisal dengan sanad ini.

،‫ ع َْن َأبِي ِه‬، َ‫ر بْنُ ُسلَ ْي َمان‬Gُ ‫ َح َّدثَنَا ْال ُم ْعتَ ِم‬،‫ر بْنُ َعلِ ٍّي‬Gُ ْ‫ َأ ْخبَ َرنَا نَص‬،‫ َأ ْخبَ َرنَا َز َك ِريَّا بْنُ يَحْ يَى‬:‫قَا َل النَّ َساِئ ُّي‬
:‫ِّح ا ْس َم َربِّكَ األ ْعلَى} قَا َل‬
ِ ‫ت { َسب‬ ٍ ‫ ع َِن ا ْب ِن َعبَّا‬،َ‫ ع َْن ِع ْك ِر َمة‬،‫ب‬
ْ َ‫ لَ َّما نَ َزل‬:‫س قَا َل‬ ِ ‫ع َِن َعطَا ِء ْب ِن السَّاِئ‬
‫ وفَّى {َأال ت َِز ُر‬:‫ال‬
َ َ‫] ق‬37:‫م الَّ ِذي َوفَّى} [النَّجْ ِم‬Gَ ‫ { َوِإ ْب َرا ِهي‬:‫ت‬
ْ َ‫ فَلَ َّما نَ َزل‬،‫صحُفِ ِإ ْب َرا ِهي َم َو ُمو َسى‬ُ ‫ُكلُّهَا فِي‬
}‫ر ُأ ْخ َرى‬Gَ ‫از َرةٌ ِو ْز‬
ِ ‫َو‬
Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Yahya, telah
menceritakan kepada kami Nasr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Al-
Mu'tamir ibnu Sulaiman, dari ayahnya, dari Ata ibnus Sa’ib, dari Ikrimah, dari Ibnu
Abbas yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu: Sucikanlah nama
Tuhanmu Yang Mahatinggi. (Al-A'la: 1) Maka Nabi Saw. bersabda, bahwa semuanya
itu terdapat di dalam lembaran-lembaran Ibrahim dan Musa.  Dan ketika firman-Nya
diturunkan, yaitu: dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selain menyempurnakan
janji. (An-Najm: 37) Nabi Saw. bersabda, bahwa Ibrahim telah menyempurnakan
janji. (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.
(An-Najm: 38)
Ayat ini semakna dengan firman-Nya yang terdapat di dalam surat An-Najm, yaitu:

َ ‫واز َرةٌ ِو ْز َر ُأ ْخرى َوَأ ْن لَي‬


ِ ‫ْس لِِإْل ْن‬
‫سان‬ ِ ‫ُف ُموسى َوِإبْرا ِهي َم الَّ ِذي َوفَّى َأاَّل ت َِز ُر‬ ِ ‫صح‬ ُ ‫َأ ْم لَ ْم يُنَبَّْأ بِما فِي‬
‫ َوَأ َّن ِإلى َربِّكَ ْال ُم ْنتَهى‬G‫ِإاَّل َما َسعى َوَأ َّن َس ْعيَهُ َسوْ فَ يُرى ثُ َّم يُجْ زاهُ ْال َجزا َء اَأْلوْ فى‬
Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran
Musa? Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji? (Yaitu)
bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan
bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan
(kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling
sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu). (An-
Najm: 36-42)
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah menurut apa yang diriwayatkan oleh
Ibnu Jarir, dari Ibnu Humaid, dari Mahran, dari Sufyan As-Sauri, dari ayahnya, dari
Ikrimah sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya ini benar-benar
terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu. (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa. (Al-

57
A'la: 18-19) Bahwa makna yang dimaksud ialah semua ayat yang terdapat di dalam
surat Al-A'la. Abul Aliyah mengatakan bahwa kisah dalam surat ini terdapat di dalam
lembaran-lembaran terdahulu.

Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud oleh
firman-Nya, "Inna haza " (Sesungguhnya ini) ditujukan kepada firman-Nya:
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan
dia ingat nama Tuhannya, lalu dia salat. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih
kehidupan duniawi. Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih
kekal. (Al-A'la: 14-17)

Kemudian Allah Swt. berfirman: Sesungguhnya ini. (Al-A'la: 18) Yakni kandungan


makna ayat-ayat sebelumnya itu. benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang
dahulu, (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa. (Al-A'la: 18-19)
Apa yang dipilih oleh Ibnu Jarir ini baik lagi kuat. Telah diriwayatkan juga hal yang
semisal dari Qatadah dan Ibnu Zaid. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

ِ ‫آخ ُر تَ ْف ِس‬.
‫ير سورة "سبح" وهلل الحمد والمنة‬ ِ

Demikianlah akhir tafsir surat Al-A'la dengan memanjatkan puji dan syukur kepada
Allah atas semua karunia-Nya, dan hanya kepada-Nyalah kita memohon taufik dan
pemeliharaan.

QS. Al-Ikhlash [112].

‫) َولَ ْم يَ ُك ْن لَهُ ُكفُ ًوا َأ َح ٌد‬3( ‫) لَ ْم يَلِ ْد َولَ ْم يُولَ ْد‬2( ‫ص َم ُد‬
َّ ‫) هَّللا ُ ال‬1( ‫قُلْ هُ َو هَّللا ُ َأ َح ٌد‬

Katakanlah, "Dialah Allah, Yang Maha Esa.(1)


Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.(2)
Dia tiada beranak dan tiada pula-diperanakkan, (3)
dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”(4)

Tafsir Ibnu Katsir

Dalam pembahasan yang terdahulu telah disebutkan latar belakang penurunannya.


Ikrimah mengatakan bahwa ketika orang-orang Yahudi berkata, "Kami menyembah

58
Uzair anak Allah." Dan orang-orang Nasrani mengatakan, "Kami menyembah Al-
Masih putra Allah." Dan orang-orang Majusi mengatakan, "Kami menyembah
matahari dan bulan." Dan orang-orang musyrik mengatakan.”Kami menyembah
berhala." Maka Allah menurunkan firman-Nya kepada Rasul-Nya:
{‫}قُلْ هُ َو هَّللا ُ َأ َح ٌد‬
Katakanlah.”Dialah Allah Yang Maha Esa.” (Al-Ikhlas: 1)

Yakni Dialah Tuhan Yang Satu, Yang Esa, Yang tiada tandingan-Nya, tiada pembantu-
Nya, tiada lawan-Nya, tiada yang serupa dengan-Nya, dan tiada yang setara dengan-
Nya. Lafaz ini tidak boleh dikatakan secara i'sbat terhadap seseorang kecuali hanya
Allah Swt. Karena Dia Mahasempurna dalam segala sifat dan perbuatan-Nya.
Firman Allah Swt:

َّ ‫}هَّللا ُ ال‬
{‫ص َم ُد‬
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Al-lkhlas: 2)

Ikrimah telah meriwayatkan dari lbnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah
yang bergantung kepada-Nya semua makhluk dalam kebutuhan dan sarana mereka.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari lbnu Abbas, bahwa makna yang
dimaksud ialah Tuhan Yang Mahasempurna dalam perilaku-Nya, Mahamulia yang
Mahasempurna dalam kemuliaan-Nya, Mahabesar yang Mahasempurna dalam
kebesaran-Nya, Maha Penyantun yang Mahasempurna dalam sifat penyantun-Nya,
Maha Mengetahui yang Mahasempurna dalam pengetahuan-Nya, dan
Mahabijaksana yang Mahasempurna dalam kebijaksanaan-Nya. Dialah Allah Yang
Mahasempurna dalam kemuliaan dan akhlak-Nya. Dan hanya Dialah Allah Swt. yang
berhak memiliki sifat ini yang tidak layak bagi selain-Nya. Tiada yang dapat
menyamai-Nya dan tiada yang setara dengan-Nya, Mahasuci Allah Yang Maha Esa
lagi Mahamenang.

Al-A'masy telah meriwayatkan dari Syaqiq, dari Abu Wa'il sehubungan dengan
makna firman-Nya: yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Al-lkhlas: 2) Tuhan
Yang akhlak-Nya tiada yang menandingi-Nya. Asim telah meriwayatkan hal yang
semisal dari Abu Wa'il, dari Ibnu Mas'ud.

Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firman-
Nya: Yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Al-lkhlas: 2) Yakni As-Sayyid alias
penguasa. Al-Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah
Yang Kekal sesudah makhluknya.
Al-Hasan telah mengatakan pula sehubungan dengan makna firman-Nya: Yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Al-Ikhlas: 2) Artinya Yang Hidup, Yang terus-
menerus mengurus makhluk-Nya, Yang tiada kematian bagi-Nya.

59
Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. (Al-Ikhlas: 2) Yang tidak ada sesuatu pun keluar dari-Nya
dan tidak makan. Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah
Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Seakan-akan pendapat ini
menjadikan firman berikutnya merupakan tafsirnya, yaitu firman-Nya:
{‫}لَ ْم يَلِ ْد َولَ ْم يُولَ ْد‬

Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. (Al-Ikhlas: 3)

Pendapat ini merupakan pendapat yang jayyid. Dalam hadis terdahulu telah
disebutkan melalui riwayat Ibnu Jarir, dari Ubay ibnu Ka'b sebuah hadis mengenainya
yang menerangkannya dengan jelas.
Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Sa'id ibnul Musayyab, Mujahid, Abdullah ibnu BuraidaJi
dan Ikrimah juga, serta Sa'id ibnu Jubair, Ata ibnu Abu Rabah, Atiyyah Al-Aufi, Ad-
Dahhak, dan As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Al-Ikhlas: 2) Yakni tiada berongga.
Sufyan telah meriwayatkan dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan makna
firman-Nya: Yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Al-lkhlas: 2) Maksudnya,
yang padat dan tiada berongga. Asy-Sya'bi mengatakan bahwa makna yang
dimaksud ialah yang tidak makan dan tidak minum.

Abdullah ibnu Buraidah mengatakan pula sehubungan dengan makna firman-Nya:


Yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (Al-lkhlas: 2) Yaitu cahaya yang
berkilauan. Semua pendapat di atas diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, Al-Baihaqi,
dan At-Tabrani, demikian pula Abu Ja'far ibnu Jarir telah mengetengahkan sebagian
besar darinya berikut sanad-sanadnya.

Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepadaku Al-Abbas ibnu Abu
Talib, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr ibnu Rumi, dari
Ubaidillah ibnu Sa'id penuntun Al-A'masy, telah menceritakan kepada kami Saleh
ibnu Hayyan, dari Abdullah ibnu Buraidah, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ia
merasa yakin bahwa Buraidah telah me-rafa '-kan hadis berikut; ia mengatakan
bahwa As-Samad artinya yang tiada berongga. Ini garib sekali, tetapi yang sahih hal
ini mauquf hanya sampai pada Abdullah ibnu Buraidah.

Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani dalam kitab sunahnya mengatakan sesudah


mengetengahkan banyak pendapat tentang tafsir As-Samad. Bahwa semuanya itu
benartermasuk sifat Rabb kita; yaitu yang menjadi tempat bergantung bagi segala
keperluan. Dia adalah menjadi tujuan semuanya. Dia tidak berongga, tidak makan,

60
dan tidak minum. Dan Dia kekal sesudah semua makhluk fana. Hal yang semisal
dikatakan oleh Baihaqi.
Firman Allah Swt.:

َ ‫}لَ ْم يَلِ ْد َولَ ْم يُولَ ْد َولَ ْم يَ ُك ْن لَهُ ُكفُ ًوا َأ‬


{‫ح ٌد‬
Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang
setara dengan Dia. (Al-Ikhlas: 3-4)
Dia tidak beranak, tidak diperanakkan, dan tidak mempunyai istri.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tidak ada seorang
pun yang setara dengan Dia. (Al-Ikhlas: 4) Yakni tiada beristri; hal ini semakna
dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
Gَ َ‫صاحبَةٌ َوخَ ل‬
‫ق ُك َّل َش ْي ٍء‬ ِ ُ‫ض َأنَّى يَ ُكونُ لَهُ َولَ ٌد َولَ ْم تَ ُك ْن لَه‬
ِ ْ‫ت َواَأْلر‬
ِ ‫بَ ِدي ُع السَّماوا‬
Dia pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak, padahal Dia tidak
mempunyai istri, Dia menciptakan segala sesuatu. (Al-An'am: 101)

Yaitu Dialah Yang memiliki segala sesuatu dan Yang Menciptakannya, maka mana
mungkin Dia mempunyai tandingan dari kalangan makhluk-Nya yang menyamai-Nya
atau mendekati-Nya, Mahatinggi lagi Mahasuci Allah dari semuanya itu. Allah Swt.
telah berfirman:

‫ق اَأْلرْ ضُ َوت َِخرُّ ْال ِجبا ُل‬


ُّ ‫َّماوات يَتَفَطَّرْ نَ ِم ْنهُ َوتَ ْن َش‬
ُ ‫َوقالُوا اتَّخَ َذ الرَّحْ منُ َولَداً لَقَ ْد ِجْئتُ ْم َشيْئا ً ِإ ًّدا تَكا ُد الس‬

ِ ْ‫ت َواَأْلر‬
‫ض ِإاَّل‬ ِ ‫هَ ًّدا َأ ْن َدعَوْ ا لِلرَّحْ م ِن َولَداً َوما يَ ْنبَ ِغي لِلرَّحْ م ِن َأ ْن يَتَّ ِخ َذ َولَداً ِإ ْن ُكلُّ َم ْن فِي السَّماوا‬
ًG‫ع ًّدا َو ُكلُّهُ ْم آتِي ِه يَوْ َم ْالقِيا َم ِة فَرْ دا‬
َ ‫آتِي الرَّحْ م ِن َعبْداً لَقَ ْد َأحْ صاهُ ْم َو َع َّدهُ ْم‬

Dan mereka berkata, "Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.”
Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar,
hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung
runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan
tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak
ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha
Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah
mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka
akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri. (Maryam: 88-95)
Dan firman Allah Swt.:

َ‫َوقالُوا اتَّ َخ َذ الرَّحْ منُ َولَداً ُسبْحانَهُ بَلْ ِعبا ٌد ُم ْك َر ُمونَ اَل يَ ْسبِقُونَهُ بِ ْالقَوْ ِل َوهُ ْم بَِأ ْم ِر ِه يَ ْع َملُون‬

61
Dan mereka berkata, " Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai)
anak, " Mahasuci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba
Allah yang dimuliakan, mereka tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka
mengerjakan perintah-perintah-Nya. (Al-Anbiya: 26-27)
Dan firman Allah Swt.:
َ ْ‫ت ْال ِجنَّةُ ِإنَّهُ ْم لَ ُمح‬
ِ َ‫ضرُونَ ُس ْب َحانَ هَّللا ِ َع َّما ي‬
{ َ‫صفُون‬ ِ ‫} َو َج َعلُوا بَ ْينَهُ َوبَ ْينَ ْال ِجنَّ ِة نَ َسبًا َولَقَ ْد َعلِ َم‬

Dan mereka adakan (hubungan) nasab antara Allah dan antara jin. Dan
sesungguhnya jin mengetahui bahwa mereka benar-benar akan diseret (ke neraka).
Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan. (Ash-Shaffat: 158-159)
Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan:

«‫م‬Gْ ‫»اَل َأ َح َد َأصْ بَ ُر َعلَى َأ ًذى َس ِم َعهُ ِمنَ هَّللا ِ ِإنَّهُ ْم يَجْ َعلُونَ لَهُ َولَدًا َوه َُو يَرْ ُزقُهُ ْم َويُ َعافِي ِه‬
Tiada seorangpun yang lebih sabar daripada Allah terhadap perlakuan yang
menyakitkan: sesungguhnya mereka menganggap Allah beranak, padahal Dialahy
ang memberi mereka rezeki dan kesejahteraan.

‫ َع ِن‬،‫ ع َْن َأبِي هُ َريرة‬،‫ج‬ ِ ‫ ع َِن اَأْل ْع َر‬،‫الزنَا ِد‬ ِّ ‫ َح َّدثَنَا َأبُو‬، ٌ‫ َح َّدثَنَا ُش َعيْب‬،‫ان‬
ِ ‫ َح َّدثَنَا َأبُو ْاليَ َم‬: ُّ‫َاري‬ ِ ‫قَا َل ْالبُخ‬
‫ َولَ ْم‬G‫ َو َشتَ َمنِي‬، َ‫ َك َّذبَنِي ابْنُ آ َد َم َولَ ْم يَ ُك ْن لَهُ َذلِك‬:‫ َع َّز َو َج َّل‬،ُ ‫ال هَّللا‬
َ َ‫ "ق‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬
َ ‫النَّبِ ِّي‬
َّ ِ‫ق بَِأ ْه َونَ َعل‬
‫ي ِم ْن‬ ِ ‫ْس َأ َّو ُل ْالخَ ْل‬
َ ‫ َولَي‬،‫لَ ْن يُعيدَني َك َما بَ َدَأنِي‬: ُ‫ي فَقَوْ لُه‬
َ ‫ فََأ َّما تَ ْك ِذيبُهُ ِإيَّا‬،‫ك‬
َ ِ‫يَ ُك ْن لَهُ َذل‬
َّ ‫ َوَأنَا اَأْل َح ُد ال‬.‫ اتَّ َخ َذ هَّللا ُ َولَدًا‬:ُ‫ي فَقَوْ لُه‬
‫ص َم ُد الَّ ِذي لَ ْم يَلِ ْد َولَ ْم يُولَ ْد َولَ ْم يَ ُك ْن لَهُ ُكفُ ًوا‬ َ ‫ َوَأ َّما َش ْت ُمهُ ِإيَّا‬.‫ِإعَا َدتِ ِه‬
‫"َأ َح ٌد‬.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah
menceritakan kepada kami Syu'aib, telah menceritakan kepada kami Abuz Zanad,
dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. Yang telah bersabda: Allah Swt.
berfirman, "Anak Adam telah mendustakan Aku — padahal Allah tidak pernah
berdusta— dan anak Adam mencaci maki Aku —padahal tidak layak baginya mencaci
maki Dia—. Adapun pendustaannya terhadap-Ku ialah ucapannya yang mengatakan
bahwa Dia tidak akan mengembalikanku hidup kembali. Sebagaimana Dia
menciptakanku pada permulaan —padahal penciptaan pertama itu tidaklah lebih
mudah bagi-Ku dari pada mengembalikannya—. Dan adapun caci makinya kepada-Ku
ialah ucapannya yang mengatakan bahwa Allah mempunyai anak. Padahal Aku
adalah Tuhan Yang Maha Esa, yang bergantung kepada-Ku segala sesuatu, Aku tidak
beranak dan tidak diperanakan, dan tidak ada yang setara dengan-Ku.

Imam Bukhari telah meriwayatkannya pula melalui hadis Abdur Razzaq, dari Ma'mar,
dari Hammam ibnu Munabbih, dari Abu Hurairah secara marfu' dengan lafaz yang

62
semisal; Imam Bukhari meriwayatkan keduanya secara munfarid melalui dua jalur
tersebut.

Demikianlah akhir tafsir surat Al-lkhlas, segala puji bagi Allah atas limpahan karunia-
Nya.

Ketiga, keterangan mengenai dasar-dasar akhlak Islamiyah, serta bantahan-


bantahan secara umum mengenai pandangan hidup masyarakat Jahiliah ketika itu.
Dapat dilihat, misal dalam surah Al-Takatsur, satu surah yang mengecam mereka
yang menumpuk-numpuk harta; dan surah Al Maun, yang menerangkan kewajiban
terhadap fakir-miskin dan anak yatim serta pandangan agama mengenai hidup
bergotong-royong.

Q.S. Al-Takatsur (102): 1-8

Gَ ْ‫) َكاَّل َسو‬2( ‫م ْال َمقَابِ َر‬Gُ ُ‫) َحتَّى ُزرْ ت‬1( ‫َأ ْلهَا ُك ُم التَّ َكاثُ ُر‬
ْ‫) َكاَّل لَو‬4( َ‫) ثُ َّم َكاَّل َسوْ فَ تَ ْعلَ ُمون‬3( َ‫ف تَ ْعلَ ُمون‬
( ‫) ثُ َّم لَتُ ْسَألُ َّن يَوْ َمِئ ٍذ َع ِن النَّ ِع ِيم‬7( ‫ين‬
ِ ِ‫) ثُ َّم لَتَ َر ُونَّهَا َع ْينَ ْاليَق‬6( ‫) لَت ََر ُو َّن ْال َج ِحي َم‬5( ‫ين‬
ِ ِ‫تَ ْعلَ ُمونَ ِع ْل َم ْاليَق‬
)8
Bermegah-megahan telah melalaikan kalian,(1)
sampai kalian masuk ke dalam kubur. (2)
Janganlah begitu, kelak kalian akan mengetahui (akibat perbuatan kalian itu); (3)
dan janganlah begitu, kelak kalian akan mengetahui. (4)
Janganlah begitu, jika kalian mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,(5)
niscaya kalian benar-benar akan melihat neraka Jahim, (6)
dan sesungguhnya kalian benar-benar akan melihatnya dengan 'ainulyaqin,
kemudian kalian pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kalian
megah-megahkan di dunia itu).(8)

Tafsir Ibnu Katsir

Allah Swt. berfirman, bahwasanya kalian disibukkan oleh kecintaan kalian kepada
duniawi dan kesenangannya serta perhiasannya, sehingga kalian melupakan upaya
kalian untuk mencari pahala akhirat dan memburunya. Dan kalian terus-menerus
sibuk dengan urusan duniawi kalian hingga maut datang menjemput kalian dan
kalian dimasukkan ke dalam kubur hingga menjadi penghuninya.

63
،‫ َح َّدثَنَا خَالِ ُد بْنُ َع ْب ِد ال َّدايِ ِم‬، ُّ‫ َح َّدثَنَا زَ َك ِريَّا بْنُ يَحْ يَى ال َوقار ْال ِمصْ ِري‬،‫ َح َّدثَنَا َأبِي‬:‫قَا َل ابْنُ َأبِي َحاتِ ٍم‬
‫ " {َأ ْلهَا ُك ُم التَّ َكاثُ ُر }ع َِن‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫ ع َْن َأبِي ِه ق‬،‫ع َِن ا ْب ِن َز ْي ِد ْب ِن َأ ْسلَ َم‬
َ َ‫ ق‬:‫ال‬
ُ ْ‫ { َحتَّى ُزرْ تُ ُم ْال َمقَابِ َر} َحتَّى يَْأتِيَ ُك ُم ْال َمو‬،‫"الطَّا َع ِة‬
‫ت‬

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Yahya Al-Waqqad Al-Masri, telah
menceritakan kepadaku Khalid ibnu Abdud Da-im, dari Ibnu Zaid ibnu Aslam, dari
ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Bermegah-
megahan telah melalaikan kalian dari ketaatan, sampai kalian masuk ke dalam liang
kubur (sampai maut datang menjemput kalian).

Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Bermegah-


megahan telah melalaikan kalian. (At-Takatsur: 1) Yakni dengan harta dan anak-
anak.

Di dalam kitab Sahih Bukhari dalam Bab "Raqa'iq' telah disebutkan hal yang sama
dari Al-Hasan Al-Basri. Dan disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abul
Walid, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas
ibnu Malik, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa kami menganggap hal
berikut termasuk dari Al-Qur'an sebelum diturunkan firman-Nya:Bermegah-
megahan telah melalaikan kalian. (At-Takatsur: 1) Yang dimaksud adalah sabda Nabi
Saw. yang menyebutkan: Seandainya Anak Adam (manusia) mempunyai lembah
emas. dan seterusnya hingga akhir hadis.

ْ ‫ِّث ع َْن ُم‬


َ‫يَ ْعنِي ا ْبن‬- ‫طرِّف‬ ُ ‫ َس ِمع‬:ُ‫ َح َّدثَنَا ُش ْعبَة‬،‫ َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ َج ْعفَ ٍر‬:‫قَا َل اِإْل َما ُم َأحْ َم ُد‬
ُ ‫ْت قَتَا َدةَ ي َُحد‬
‫ " {َأ ْلهَا ُك ُم‬:‫صلَّى هَّللا ُ عليه وسلم َوه َُو يَقُو ُل‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ُ ‫ ا ْنتَهَي‬:‫عن أبيه قَا َل‬-‫َع ْب ِد هللا بن الشخير‬
ِ ‫ْت ِإلَى َرس‬
ْ‫ َأو‬، َ‫ َأوْ لَبِسْتَ فََأ ْبلَيْت‬، َ‫ك ِإاَّل َما َأ َك ْلتَ فََأ ْفنَيْت‬ َ َ‫ َوهَلْ ل‬.‫ َمالِي َمالِي‬:‫التَّ َكاثُ ُر }يَقُو ُل ابْنُ آ َد َم‬
َ ِ‫ك ِم ْن َمال‬
‫ضيْتَ ؟‬ َ ‫ص َّد ْقتَ فََأ ْم‬
َ َ‫" ت‬.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far,
telah menceritakan kepada kami Syu'bah, bahwa ia pernah mendengar Qatadah
menceritakan dari Mutarrif ibnu Abdullah ibnusy Syikhkhir, dari ayahnya yang
mengatakan bahwa ia sampai kepada Rasulullah Saw. yang saat itu beliau Saw.
sedang membaca firman-Nya: Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. (At-
Takatsur: 1) Lalu Rasulullah Saw. bersabda: Ibnu Adam mengatakan, "Hartaku,
hartaku.” Tiadalah bagimu dari hartamu selain dari apa yang engkau makan, lain
engkau lenyapkan; atau yang engkau pakai, lalu engkau lapukkan; atau engkau

64
sedekahkan, lalu engkau lanjutkan.

Imam Muslim, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai telah meriwayatkannya melalui jalur
Syu'bah dengan sanad yang sama.

ْ‫ عَنْ َأبِي ِه عَن‬،‫ ع َِن ا ْل َعاَل ِء‬،َ‫س َرة‬ ُ ‫ َح َّدثَنَا َح ْف‬،‫س ِعي ٍد‬
َ ‫ص بْنُ َم ْي‬ ُ ‫ َح َّدثَنَا‬:‫ص ِحي ِح ِه‬
َ ُ‫س ِوي ُد بْن‬ ْ ‫قَا َل ُم‬
َ ‫سلِ ٌم فِي‬
‫ َمالِي َمالِي؟ وَِإنَّ َما لَهُ ِمنْ َمالِ ِه‬:‫ "يَقُو ُل ا ْل َع ْب ُد‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:‫َأبِي ه َُر ْي َرةَ قَا َل‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬
ٌ ‫س َوى َذلِكَ فَ َذا ِه‬
ِ ‫ب َوتَا ِر ُكهُ لِلنَّا‬
‫س‬ ِ ‫ق فَا ْقتَنَى َو َما‬ َ َ‫ َأ ْو ت‬،‫س فََأ ْبلَى‬
َ ‫ص َّد‬ َ ِ‫ َأ ْو لَب‬،‫ َما َأ َك َل فََأ ْفنَى‬:‫ث‬
ٌ ‫"ثَاَل‬

Imam Muslim mengatakan di dalam kitab sahihnya, bahwa telah menceritakan


kepada kami Suwaid ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Maisarah
dari Al-Ala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. pernah bersabda: Seorang hamba mengatakan, "Hartaku, hartaku!" Padahal
sesungguhnya tiada dari hartanya selain tiga hal, yaitu apa yang telah dimakannya,
lalu ia lenyapkan; atau yang ia pakai, lain ia lapukkan, atau yang ia sedekahkan, lalu
ia lanjutkan. Sedangkan yang selain dari itu akan pergi dan akan ia tinggalkan untuk
orang lain.

Imam Muslim meriwayatkannya secara munfarid melalui jalur ini.

‫ َح َّدثَنَا َع ْب ِد هَّللا ِ ب ِْن َأبِي بَ ْك ِر ْب ِن ُم َح َّم ِد ب ِْن َع ْم ِرو ب ِْن‬، ُ‫ َح َّدثَنَا ُس ْفيَان‬،‫ َح َّدثَنَا ال ُح َميدي‬: ُّ‫َاري‬
ِ ‫قَا َل ْالبُخ‬
‫ فَيَرْ ِج ُع‬،ٌ‫ "يَ ْتبَ ُع ْال َميِّتَ ثالثة‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ِ ‫ل هَّللا‬Gُ ‫ قَا َل َرسُو‬:‫ك يَقُو ُل‬ ٍ ِ‫َس ْبنَ َمال‬ َ ‫ َس ِم َع َأن‬،‫َح ْز ٍم‬
ُ‫ َويَ ْبقَى َع َملُه‬،ُ‫ فَيَرْ ِج ُع َأ ْهلُهُ َو َمالُه‬،ُ‫ يَ ْتبَ ُعهُ َأ ْهلُهُ َو َمالُهُ َو َع َملُه‬:‫َان َويَ ْبقَى َم َعهُ َوا ِح ٌد‬ ْ
ِ ‫"اثن‬

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Humaidi, telah


menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu
Abu Bakar ibnu Muhammad ibnu Amr ibnu Hazm yang telah mendengar dari Anas
ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Ada tiga
perkara yang mengiringi keberangkatan mayat; maka yang dua perkara kembali,
sedangkan yang satunya menemaninya. Keluarganya, harta bendanya, dan amal
perbuatannya mengiringinya; maka kembalilah keluarga dan harta bendanya, dan
yang tertinggal (bersamanya) adalah amal perbuatannya.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Turmuzi, dan Imam
Nasai melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama.

65
:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬ َّ ِ‫ َأ َّن النَّب‬:‫س‬
َ ‫ي‬ ٍ َ‫ ع َْن َأن‬،ُ‫ َح َّدثَنَا قَتَا َدة‬،َ‫ ع َْن ُش ْعبَة‬،‫ َح َّدثَنَا يَحْ يَى‬:‫قَا َل اِإْل َما ُم َأحْ َم ُد‬
‫ ْال ِحرْ صُ َواَأْل َم ُل‬:‫َان‬
ِ ‫""يَ ْه َر ُم ابْنُ آ َد َم َوتَ ْبقَى ِم ْنهُ ْاثنَت‬.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Syu'bah,
telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Anas, bahwa Nabi Saw. pernah
bersabda: Ibnu Adam akan menua, dan akan tetap menemaninya dua perkara, yaitu
keinginan dan cita-cita.

Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkannya di dalam kitab sahih
masing-masing.

Al-Hafiz ibnu Asakir di dalam biografi Al-Ahnaf ibnu Qais yang dijuluki Ad-Dahhak
menyebutkan bahwa ia meliliat seorang lelaki yang di tangannya memegang mata
uang dirham, lalu ia bertanya "Kepunyaan siapakah uang dirham ini?" Lelaki itu
menjawab, "Milikku." Maka Ad-Dahhak mengatakan, "Sesungguhnya uang dirham itu
adalah milikmu bilamana kamu belanjakan untuk hal yang mengandung pahala, atau
sebagai rasa ungkapan syukurmu." Kemudian Ad-Dahhak alias Al-Ahnaf
mengucapkan perkataan seorang penyair:

‫فَِإ َذا َأ ْنفَ ْقتَهُ فَ ْال َما ُل لَ ْك‬ ... ُ‫َأ ْنتَ لِ ْل َما ِل ِإ َذا َأ ْم َس ْكتَه‬

Engkau ditunggangi oleh harta jika engkau pegang dia, maka jika engkau belanjakan
dia, berarti harta itu adalah milikmu (bermanfaat bagimu).

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj,
telah menceritakan kepada kami Abu Usamah yang telah mengatakan bahwa telah
menceritakan kepadaku Saleh ibnu Hibban, dari Ibnu Buraidah sehubungan dengan
makna firman-Nya: bermegah-megahan telah melalaikan kalian. (At-Takatsur: 1)
Bahwa surat ini diturunkan berkenaan dengan dua kabilah Ansar, yaitu Bani Harisah
dan Banil Haris, mereka saling membanggakan diri dengan kepemilikan mereka yang
banyak. Salah satu pihak mengatakan bahwa apakah di kalangan kalian terdapat
orang yang semisal dengan si Fulan bin Fulan dan si Fulan. Sedangkan pihak lain
mengatakan hal yang sama pula kepada lawannya. Mereka saling berbangga diri
dengan orang-orang yang masih hidup, kemudian mereka mengatakan, "Marilah kita
berangkat menuju kuburan." Lalu salah satu pihak mengatakan, "Apakah di kalangan
kalian terdapat orang yang seperti si Fulan," seraya mengisyaratkan kepada kuburan

66
seseorang. Dan pihak lainnya mengatakan hal yang sama seraya mengisyaratkan ke
kuburan lainnya. Maka turunlah firman-Nya: Bermegah-megahan telah melalaikan
kalian, sampai kalian masuk ke dalam kubur. (At-Takatsur: 1-2) Sesungguhnya telah
ada bagi kalian suatu pelajaran dari apa yang kalian lihat dan juga kesibukan.

Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Bermegah-


megahan telah melalaikan kalian, sampai kalian masuk ke dalam kubur. (At-
Takatsur: 1-2) Dahulu mereka mengatakan, "Kami lebih banyak daripada Bani Fulan,
dan kami lebih kuat daripada Bani Fulan," setiap hari mereka saling menjatuhkan
yang lainnya tanpa henti-hentinya. Demi Allah, mereka akan terus-menerus demikian
sehingga mereka semuanya masuk ke dalam kubur dan menjadi penghuninya.

Pendapat yang sahih menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan firman-


Nya: sampai kamu masuk ke dalam kubur. (At-Takatsur: 2) Yakni hingga kalian
dikubur dan menjadi penghuninya, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam
hadis sahih:

َ ‫ "اَل بَْأ‬:‫ َفقَا َل‬،ُ‫ب يَ ُعو ُده‬


:‫ فَقَا َل‬."ُ ‫ طَ ُهو ٌر ِإنْ شَا َء هَّللا‬،‫س‬ ِ ‫صلَّى هَّللا ُ عليه وسلم د ََخ َل َعلَى َر ُج ٍل ِمنَ اَأْل ْع َرا‬ ُ ‫َأنَّ َر‬
َ ِ ‫سو َل هَّللا‬
‫ "فَنَ َعم ِإ ًذا‬:‫ تُزيره ا ْلقُبُو َر! قَا َل‬،‫خ َكبِي ٍر‬ َ ‫ َعلَى‬،‫ طَ ُهور؟! بَ ْل ِه َي ُح َّمى تَفُو ُر‬: َ‫"قُ ْلت‬
ٍ ‫ش ْي‬

bahwa Rasulullah Saw. mendatangi seorang lelaki Badui dalam rangka


menjenguknya, lalu bersabda: "Tidak mengapa, insya Allah disucikan.” Lelaki itu
menjawab, "Engkau katakan disucikan, tidak sebenarnya yang kurasakan adalah
demam yang mengguncangkan seorang syekh (berusia lanjut) lagi sudah tua dan
sudah dekat ke Liang kuburnya.” Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Kalau begitu, itu
yang terbaik.”

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sa'id Al-Asbahani, telah menceritakan
kepada kami Hakkam ibnu Salim Ar-Razi, dari Amr ibnu Abu Qais, dari Al-Hajjaj, dari
Al-Minhal, dari Zur ibnu Hubaisy, dari Ali yang mengatakan bahwa kami masih tetap
meragukan tentang adanya siksa kubur sebelum diturunkan firman-Nya: Bermegah-
megahan telah melalaikan kalian, sampai kalian masuk ke dalam kubur. (At-
Takatsur: 1 -2)

Imam Turmuzi telah meriwayatkan hadis ini dari Abu Kurajb, dari Hakkam ibnu Salim
dengan sanad yang sama, lalu Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Salamah ibnu Daud Al-Irdi, telah menceritakan kepada

67
kami Abul Malih Ar-Ruqiy, dari Maimun ibnu Mahran yang mengatakan bahwa ketika
aku sedang duduk di hadapan Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz, maka ia membaca
firman-Nya: Bermegah-megahan telah melalaikan kalian, sampai kalian masuk ke
dalam kubur. (At-Takatsur: 1-2) Maka dia diam sebentar, lalu berkata, "Hai Maimun,
tiadalah kulihat kuburan itu melainkan dalam ziarahku, dan sudah merupakan
keharusan bagi orang yang berziarah kembali ke tempat tinggalnya." Abu
Muhammad menjelaskan bahwa makna yang dimaksud dengan kembali ke tempat
tinggalnya ialah ke surga atau ke neraka.

Hal yang sama telah disebutkan, bahwa pernah ada seorang lelaki Badui mendengar
seorang lelaki membaca firman-Nya: sampai kalian masuk ke dalam kubur. (At-
Takatsur: 2) Lalu ia berkata, "Demi Tuhan yang menguasai Ka'bah, ini artinya hari
berbangkit." Yakni sesungguhnya bagi orang yang menziarahi kubur pasti akan pergi
dari kubur itu menuju ke tempat yang lain.

*******************

Firman Allah Swt.:

{ َ‫} َكال َسوْ فَ تَ ْعلَ ُمونَ ثُ َّم َكال َسوْ فَ تَ ْعلَ ُمون‬

Janganlah begitu, kelak kalian akan mengetahui (akibat perbuatan kalian itu); dan
janganlah begitu, kelak kalian akan mengetahui. (At-Takatsur. 3-4)

Al-Hasan mengatakan bahwa dalam ayat ini terkandung pengertian ancaman


sesudah ancaman lainnya.

Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan janganlah


begitu, kelak kalian akan mengetahui. (At-Takatsur: 4) Yakni hai orang-orang
kafir. janganlah begitu, jika kalian mengetahui. (At-Takatsur: 5) Yaitu hai orang-orang
mukmin.

Dan mengenai firman selanjutnya, yaitu:

{‫} َكال لَوْ تَ ْعلَ ُمونَ ِع ْل َم ْاليَقِي ِن‬

Janganlah begitu, jika kalian mengetahui dengan pengetahuan 'ainul yaqin. (At-


Takatsur: 5)

68
Yakni seandainya kalian mengetahui dengan pengetahuan yang sebenarnya, niscaya
kalian tidak akan terlena dengan memperbanyak harta hingga lupa dari mencari
pahala akhirat, sampai kalian masuk ke dalam kubur. Kemudian disebutkan dalam
firman selanjutnya:

ِ ِ‫}لَت ََر ُو َّن ْال َج ِحي َم ثُ َّم لَت ََر ُونَّهَا َع ْينَ ْاليَق‬
{‫ين‬

niscaya kalian benar-benar akan melihat neraka Jahim, dan sesungguhnya kalian
benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin. (At-Takatsur: 6-7)

Ini merupakan penjelasan dari ancaman yang telah disebutkan di atas, yaitu pada
firman-Nya: Janganlah begitu, kelak kalian akan mengetahui (akibat perbuatan
kalian itu); dan janganlah begitu, kelak kalian akan mengetahui. (At-Takatsur: 3-4)

Allah mengancam mereka dengan keadaan tersebut, yaitu saat ahli neraka melihat
neraka manakala neraka bergolak dengan sekali golak. Maka menyungkurlah semua
malaikat terdekat dan nabi yang diutus dengan bersideku di atas kedua lututnya
masing-masing karena takut menyaksikan peristiwa-peristiwa yang sangat
mengerikan itu, sebagaimana yang akan disebutkan dalam atsar yang menceritakan
keadaan tersebut.

Firman Allah Swt.:

{‫}ثُ َّم لَتُ ْسَألُ َّن يَوْ َمِئ ٍذ َع ِن النَّ ِع ِيم‬

kemudian kalian pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kalian
megah-megahkan di dunia itu). (At-Takatsur: 8)

Yakni kemudian kalian benar-benar akan dimintai pertanggungjawaban di hari itu


tentang mensyukuri nikmat-nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepada kalian,
seperti kesehatan, keamanan, rezeki, dan lain sebagainya, apakah kalian bersyukur
dan beribadah kepada-Nya?

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah
menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Yahya Al-Jazzar Al-Muqri, telah

69
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Isa alias Abu Khalid Al-Jazzar, telah
menceritakan kepada kami Yunus ibnu Ubaid, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas; ia
pernah mendengar Umar ibnul Khattab mengatakan bahwa Rasulullah Saw. keluar di
waktu tengah hari, dan beliau menjumpai Abu Bakar berada di dalam masjid. Maka
Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah yang mendorongmu keluar di saat seperti ini?"
Abu Bakar menjawab, "Wahai Rasulullah, telah mengeluarkan aku Tuhan yang telah
mengeluarkanmu." Lalu datanglah pula Umar ibnul Khattab, makaNabi Saw.
bertanya, "Apakah yang menyebabkan kamu keluar, hai Ibnul Khattab?" Umar
menjawab, "Tuhan yang telah menyebabkan kamu berdua keluar." Lalu Umar duduk,
dan Rasulullah Saw. berbicara kepada keduanya, "Maukah kamu berdua aku ajak
menuju ke kebun kurma itu, maka kamu akan mendapat makanan, minuman, dan
naungan?" Keduanya menjawab, "Kami mau." Rasulullah Saw. bersabda, "Marilah
kita singgah di rumah Ibnut Taihan alias Abul Haisam Al-Ansari." Maka Rasulullah
Saw. berada di depan kami dan mengucapkan salam serta meminta izin sebanyak
tiga kali, sedangkan Ummul Haisam berada di balik pintu rumahnya mendengarkan
ucapan Rasulullah Saw. dengan maksud ia mendapat tambahan dari salam Rasulullah
Saw. Ketika Rasulullah Saw. hendak pergi, Ummul Haisam keluar dan mengerjarnya
dari belakang, lalu berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah, sesungguhnya aku
mendengar suara salammu, tetapi aku bermaksud ingin mendapat tambahan dari
salammu." Rasulullah Saw. menjawab, "Itu baik."Rasulullah Saw. bertanya, "Mana
Abul Haisam, aku tidak melihatnya?" Ummul Haisam menjawab, "Wahai Rasulullah,
dia pergi sebentar untuk menyejukkan air minum, sebentar lagi insya Allah dia akan
datang, masuklah." Lalu Ummul Haisam menggelarkan permadani di bawah pohon
kurma. Tidak lama kemudian datanglah Abul Haisam, dan ia merasa senang dengan
kedatangan mereka, lalu ia segera menaiki pohon kurma dan memetik beberapa
tangkai buah kurma. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya, "Itu sudah cukup,
hai Abul Haisam." Abul Haisam berkata, "Wahai Rasulullah, engkau makan buahnya
yang masih gemading dan yang telah masak," lalu Abul Haisam menyuguhkan air
minum buat mereka dan mereka pun minum dari air yang disuguhkannya. Setelah itu
Rasulullah Saw. bersabda:

"ُ‫سَألُونَ َع ْنه‬ ِ ‫" َه َذا ِمنَ النَّ ِع‬


ْ ُ‫يم الَّ ِذي ت‬

Ini termasuk nikmat yang kelak kamu akan dimintai pertanggungjawaban


mengenainya
Hadis berpredikat garib bila ditinjau dari segi jalurnya.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Husain ibnu Ali As-Sada'i,
telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnul Qasim, dari Yazid ibnu Kaisan, dari
Abu Hazim, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa ketika Abu Bakar dan
Umar sedang duduk,' maka datanglah Nabi Saw. kepada keduanya, lalu beliau Saw.

70
bertanya, "Apakah yang membuat kamu berdua duduk di sini?" keduanya menjawab,
"Demi Tuhan Yang telah mengutus engkau dengan hak, tiada yang menyebabkan
kami keluar melainkan rasa lapar." Nabi Saw. bersabda; "Demi Allah yang telah
mengutusku dengan hak, tidak ada yang mendorongku keluar selain dari alasan
yang sama." Lalu mereka pergi hingga sampai di rumah seorang lelaki dari kalangan
Ansar, maka mereka disambut oleh seorang wanita, dan Nabi Saw. bertanya kepada
wanita itu, "Kemanakah si Fulan (suaminya)?" Wanita itu menjawab bahwa
suaminya sedang pergi untuk menyejukkan air minum buat dia dan keluarganya.
Tidak lama kemudian datanglah orang yang dicari mereka dengan membawa qirbah
wadah airnya, dan ia langsung berkata menyambut mereka, "Marhaban (selamat
datang), tiada seorang tamu pun berkunjung kepada seseorang lebih afdal daripada
Nabi yang hari ini datang berkunjung kepadaku." Lalu ia menggantungkan qirbah
wadah airnya ke pohon kurma dan ia pergi, kemudian datang lagi dengan membawa
setandan buah kurma. MakaNabi Saw. bersabda kepadanya, "Bukankah engkau
telah memetik buah kurmamu?" Lelaki itu menjawab "Aku ingin menghormati kalian
dengan rnenyajikan makanan yang masih segar menurut kesukaan kalian." Kemudian
ia mengambil pisau besar (untuk menyembelih kambing), maka Nabi Saw.
bersabda, "Janganlah kamu sembelih kambing yang sedang menyusui." Ia
menyembelih kambing buat mereka di hari itu dan mereka makan makanan yang
telah disajikan, lalu Nabi Saw. bersabda:

"‫يم‬ َ ‫ فَلَ ْم ت َْر ِج ُعوا َحتَّى َأ‬،ُ‫ َأ ْخ َر َج ُك ْم ِمنْ بُيُوتِ ُك ُم ا ْل ُجوع‬.‫سَألُنَّ عَنْ َه َذا يَ ْو َم ا ْلقِيَا َم ِة‬
ِ ‫ فَ َه َذا ِمنَ النَّ ِع‬،‫ص ْبتُ ْم َه َذا‬ ْ ُ‫"لَت‬

Sungguh kamu akan ditanyai mengenai hal ini kelak di hari kiamat. Kamu keluar
karena terdorong oleh rasa lapar, dan sebelum pulang kamu telah mendapatkan
semua ini, dan ini termasuk dari nikmat.

Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Yazid ibnu Kaisan dengan sanad yang
sama. Abu Ya’la dan Ibnu Majah telah meriwayatkan melalui hadis Al-Mukari, dari
Yahya ibnu Ubaidillah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Abu Bakar dengan lafaz
yang sama. Arba'ah telah meriwayatkan hadis ini melalui Abdul Malik ibnu Umair,
dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah dengan teks yang semisal dan juga kisahnya.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syuraih, telah


menceritakan'kepada kami Hasyraj, dari Abu Nadrah, dari Abu Asib maula Rasulullah
Saw. yang telah menceritakan bahwa di suatu malam Rasulullah Saw. keluar. lalu
lewat di dekat rumahku, maka beliau memanggilku dan aku pun keluar
menemaninya. Lalu Nabi Saw. melewati rumah Abu Bakar dan memanggilnya, maka
Abu Bakar keluar dan bergabung bersamanya. Nabi Saw. berangkat meneruskan
perjalannya hingga sampailah di sebuah kebun kurma milik seorang Ansar dan beliau

71
memasukinya, lalu berkata kepada pemilik kebun itu, "Berilah kami makan." Lalu
pemilik kebun itu datang dengan membawa setandan buah kurma, dan Rasulullah
Saw. makan bersama sahabat-sahabatnya, kemudian meminta air sejuk dan minum,
lalu bersabda: Sesungguhnya kalian akan dimintai pertanggungjawaban tentang ini
kelak di hari kiamat. Maka Umar mengambil ketandan buah kurma itu dan
memukulkannya ke tanah hingga buahnya yang gemading berceceran di hadapan
Rasulullah Saw., kemudian Umar bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kita sungguh
akan dimintai pertanggungjawaban tentang ini kelak di hari kiamat?" Maka
Rasulullah Saw. menjawab:

َّ ‫ َأ ْو ُج ْح ٌر ت‬،ُ‫س َّد بِ َها َج ْو َعتَه‬


"‫َدخل فِي ِه ِمنَ ا ْل َح ِّر َوا ْلقَ ِّر‬ ْ ‫ َأ ْو َك‬،ُ‫ ِخ ْرقَةٌ لَفَّ بِ َها ال َّر ُج ُل ع َْو َرتَه‬:‫ ِإاَّل ِمنْ ثَاَل ثَ ٍة‬،‫"نَ َع ْم‬
َ ٌ‫س َرة‬

Ya, kecuali tiga hal, yaitu kain yang digunakan oleh seseorang untuk menutupi aurat
tubuhnya, atau sepotong roti yang dimakan untuk menutup rasa laparnya, atau
rumah tempat bernaungnya dari kepanasan dan kedinginan.

Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah
menceritakan kepada kami Hammad, telah menceritakan kepada kami Ammar; ia
pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah mengatakan bahwa Rasulullah Saw., Abu
Bakar, dan Umar memakan buah kurma dan minum air, setelah itu Rasulullah Saw.
bersabda:

"ُ‫سَألُونَ َع ْنه‬ ِ ‫" َه َذا ِمنَ النَّ ِع‬


ْ ُ‫يم الَّ ِذي ت‬

Ini termasuk nikmat yang kamu akan dimintai pertanggungjawaban tentangnya.

Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Hammad ibnu Salamah, dari Ammar
ibnu Abu Ammar, dari Jabir dengan lafaz yang sama.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah


menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr, dari Safwan ibnu Sulaim, dari
Mahmud ibnur Rabi' yang mengatakan bahwa ketika diturunkan firman-
Nya: Bermegah-megahan telah melalaikan kalian. (At-Takatsur: 1) Ia meneruskan
bacaannya sampai pada firman-Nya: kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang
kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia ini). (At-Takatsur: 8) Maka para
sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, tentang nikmat apakah yang kami akan
ditanyai mengenainya? Padahal sesungguhnya hanya kurma dan air, dan pedang
kami yang selalu tersandang, sedangkan musuh menghadang di hadapan. Lalu

72
nikmat apakah yang akan dipertanyakan kepada kami?" Rasulullah Saw.
menjawab,"Ingatlah, sesungguhnya pertanyaan tentang hal itu pasti akan terjadi."

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Amir alias Abdul
Malik ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Sulaiman, telah
menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Abdullah ibnu Habib, dari ayahnya, dari
pamannya yang mengatakan bahwa kami berada di suatu majelis, lalu muncullah
Nabi Saw., sedangkan di kepala beliau terdapat bekas air. Maka kami berkata,
"Wahai Rasulullah, kami melihat engkau dalam keadaan senang." Rasulullah Saw.
menjawab, "Ya." Kemudian orang-orang berbincang-bincang tentang kekayaan.
Maka Rasulullah Saw. bersabda:

ِ ‫س ِمنَ النَّ ِع‬


"‫يم‬ ُ ‫ َو ِط‬،‫ص َّحةُ لِ َم ِن اتَّقَى هَّللا َ َخ ْي ٌر ِمنَ ا ْل ِغنَى‬
ِ ‫يب النَّ ْف‬ َ ‫"اَل بَْأ‬
ِّ ‫ َوال‬،َ ‫س بِا ْل ِغنَى لِ َم ِن اتَّقَى هَّللا‬

Tidak mengapa kekayaan itu bagi orang yang bertakwa kepada Allah, dan sehat itu
lebih baik bagi orang yang bertakwa kepada Allah daripada kekayaan, dan senang
hati lebih baik daripada kesenangan.

Ibnu Majah meriwayatkannya dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Khalid ibnu
Makhlad, dari Abdullah ibnu Sulaiman dengan sanad yang sama.

‫ض َّحا ِك ْب ِن َع ْب ِد‬ ِ ‫ ع‬،‫ عَنْ َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن ا ْل َعاَل ِء‬،ُ‫شبَابَة‬


َّ ‫َن ال‬ َ ‫ َح َّدثَنَا‬،‫ َح َّدثَنَا َع ْب ُد بْنُ ُح َم ْي ٍد‬:‫ي‬
ُّ ‫قَا َل الت ِّْر ِم ِذ‬
َّ‫ "ِإن‬:‫سلَّ َم‬ َ ‫ قَا َل النَّبِ ُّي‬:‫س ِم ْعتُ َأبَا ه َُر ْي َرةَ يَقُو ُل‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ :‫ي قَا َل‬ ْ ‫ال َّر ْح َم ِن ْب ِن ع َْرز ٍَم اَأْل‬
ِّ ‫ش َع ِر‬
‫ ونُ ْروكَ من‬،‫ص ّح لك جسمك‬ ِ ُ‫ َألَ ْم ن‬:ُ‫يم َأنْ يُقَا َل لَه‬
ِ ‫ا ْل َع ْب ُد ِمنَ النَّ ِع‬-‫يَ ْعنِي يَ ْو َم ا ْلقِيَا َم ِة‬- ُ‫سَأ ُل َع ْنه‬ ْ ُ‫َأ َّو َل َما ي‬
‫" الماء البارد؟‬

Imam Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdu ibnu Humaid,
telah menceritakan kepada kami Syababah, dari Abdullah ibnul Ala, dari Ad-Dahhak
ibnu Abdur Rahman ibnu Arzab Al-Asy'ari yang mengatakan bahwa ia pernah
mendengar Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Nabi Saw. pernah
bersabda: Sesungguhnya yang mula-mula dipertanyakan kepada seorang hamba —
yakni di hari kiamat nanti— mengenai kesenangan ialah dikatakan
kepadanya. Bukankah Kami telah menyehatkan tubuhmu dan memberimu minum
dengan air yang sejuk?”

Imam Turmuzi meriwayatkannya secara munfarid.

Dan Ibnu Hibban meriwayatkannya di dalam kitab sahihnya melalui jalur Al-Walid
ibnu Muslim, dari Abdullah ibnul Ala ibnu Zubair dengan sanad yang sama.

73
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah
menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari
Muhammad ibnu Amr, dari Yahya ibnu Hatib, dari Abdullah ibnuz Zubair yang
mengatakan bahwa Az-Zubair pernah mengatakan bahwa ketika turun firman-
Nya: kemudian kalian pasti akan ditanyaipada hari itu tentang kenikmatan (yang
kalian megah-megahkan di dunia itu . (At-Takatsur: 8) Mereka bertanya, "Wahai
Rasulullah, nikmat apakah yang dipertanyakan kepada kami, padahal sesungguhnya
makanan kami hanyalah kurma dan air saja?" Rasulullah Saw. menjawab:

َ ‫"ِإنَّ َذلِ َك‬


" ُ‫سيَ ُكون‬

Sesungguhnya pertanyaan itu akan ada.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah melalui
hadis Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama. Imam Ahmad telah
meriwayatkannya dari jalur yang sama, dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis
ini hasan.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Az-
Zahrani, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Umar Al-Adni, dari Al-Hakam
ibnu Aban, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu
firman-Nya: kemudian kalian pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan
(yang kalian megah-megahkan di dunia itu). (At-Takatsur: 8) Para sahabat bertanya,
"Wahai Rasulullah, nikmat apakah yang kami dapatkan, sesungguhnya kami hanya
makan roti gandum untuk mengganjal perut kami?" Maka Allah mewahyukan kepada
Nabi-Nya: Katakanlah kepada mereka, "Bukankah kamu mengenakan terompah dan
minum air yang sejuk? Itu adalah termasuk nikmat.”

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah
menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Sulaiman ibnul Asbahani, dari Ibnu Abu Laila, yang menurut perawi
diyakini ia menerimanya dari Amir, dari Ibnu Mas'ud, dari Nabi Saw. sehubungan
dengan makna firman-Nya: kemudian kalian pasti akan ditanyai pada hari itu
tentang kenikmatan (yang kalian megah-megahkan di dunia itu). (At-Takasxir: 8)
Kemudian beliau Saw. bersabda: (yaitu) Keamanan dan kesehatan.

Zaid ibnu Aslam telah mengatakan dari Rasulullah Saw. sehubungan dengan makna
firman-Nya: kemudian kalian pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan.
(At-Takatsur: 8) Yakni perut kenyang, minuman yang sejuk, naungan rumah.
penciptaan bentuk yang tegak (sempurna). dan nikmatnya tidur.

74
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya dengan sanad seperti di atas, dari Zaid ibnuy
Aslam dalam permulaan surat ini.

Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa akan dipertanyakan juga sampai madu yang
diminum. Mujahid mengatakan akan dipertanyakan pula semua kesenangan dunia.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa termasuk nikmat yang akan dipertanyakan
ialah makan siang dan makan malam. Abu Qilabah mengatakan bahwa termasuk
nikmat ialah makan samin dan madu dengan roti. Dan pendapat yang paling
mencakup adalah yang dikemukakan oleh Mujahid.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: kemudian kalian pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan.
(At-Takatsur: 8) Bahwa nikmat itu adalah kesehatan tubuh, pendengaran, dan
penglihatan. Allah akan mempertanyakan hamba-hamba-Nya untuk apakah
semuanya itu digunakan, sedangkan Dia Maha Mengetahui hal tersebut dari mereka.
Hal ini disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu: Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungjawabannya. (Al-Isra: 36)

Di dalam kitab Sahih Bukhari dan Sunan Turumuzi serta Sunan Nasai dan Sunan Ibnu
Majah telah disebutkan melalui hadis Abdullah ibnu Sa'id ibnu Abu Hindun, dari
ayahnya, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"‫ص َّحةُ َوا ْلفَ َرا ُغ‬ ِ ‫"نِ ْع َمتَا ِن َم ْغبُونٌ فِي ِه َما َكثِي ٌر ِمنَ النَّا‬
ِّ ‫ ال‬:‫س‬

Ada dua macam nikmat yang banyak memperdaya kebanyakan manusia, yaitu
kesehatan dan waktu luang.

Makna yang dimaksud dari hadis ini ialah bahwa mereka melalaikan mensyukuri
kedua nikmat tersebut dan tidak mengerjakan apa yang seharusnya dilakukan
terhadap keduanya. Dan barang siapa yang tidak menunaikan suatu hak yang
diwajibkan atas dirinya, maka dia adalah orang yang terperdaya.

‫ َح َّدثَنَا َعلِ ُّي بن الحسن ابن‬،‫ي‬ ِ ‫ َح َّدثَنَا ا ْلقَا‬:‫قَا َل ا ْل َحافِظُ َأبُو بَ ْك ٍر ا ْلبَ َّزا ُر‬
ُّ ‫س ُم بْنُ ُم َح َّم ِد ْب ِن يَ ْحيَى ا ْل َم ْر َو ِز‬
‫ قَا َل‬:‫س قَا َل‬
ٍ ‫َن ا ْب ِن َعبَّا‬ َ ‫ عَنْ يَ ِزي َد ْب ِن اَأْل‬،َ‫ عَنْ َأبِي فَزَا َرة‬،‫ث‬
ِ ‫ ع‬،‫ص ِّم‬ ٍ ‫ عَنْ لَ ْي‬،َ‫ َح َّدثَنَا َأبُو َح ْمزَ ة‬،‫يق‬
ٍ ِ‫شق‬
َ

75
‫ب بِ ِه ا ْل َع ْب ُد يَ ْو َم‬
ُ ‫س‬
َ ‫ يُ َحا‬،‫وخ ْبز‬ َ ‫ " َما فَ ْو‬:‫سلَّ َم‬
ُ ،‫ َو ِظ ُّل ا ْل َحاِئ ِط‬،‫ق اِإْل زَا ِر‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ِ ‫سو ُل هَّللا‬ ُ ‫َر‬
ُ‫سَأ ُل َع ْنه‬ ْ ُ‫ َأ ْو ي‬،‫"ا ْلقِيَا َم ِة‬

Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim
ibnu Muhammad ibnu Yahya Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul
Husain ibnu Syaqiq, telah menceritakan kepada kami Abu Hamzah, dari Lais, dari Abu
Fazzarah, dari Yazid ibnu Asam, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah
Saw. telah bersabda: Pakaian di atas kain, naungan tembok (rumah), dan air minum,
kelak seorang hamba akan dihisab mengenainya atau diminta
pertanggungjawabannya.

Kemudian Imam Al-Bazzar mengatakan bahwa kami tidak mengenai hadis ini kecuaii
hanya melalui sanad ini.

،ِ ‫ قال إسحاق ابن َع ْب ِد هَّللا‬:‫ال َعفَّانُ في حديثه‬ َ َ‫ق‬- ‫ َح َّدثَنَا بَ ْه ٌز َو َعفَّانُ قَااَل َح َّدثَنَا َح َّما ٌد‬:‫قَا َل اِإْل َما ُم َأحْ َم ُد‬
َ ‫ َع ِن النَّبِ ِّي‬،َ‫ ع َْن َأبِي ه َُري َْرة‬،‫ح‬
‫قَا َل‬- ‫ َع َّز َو َج َّل‬،ُ ‫ "يَقُو ُل هَّللا‬:‫م قَا َل‬Gَ َّ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسل‬ ٍ ِ‫صال‬َ ‫ع َْن َأبِي‬
، ُ‫ َو َج َع ْلتُكَ تَرْ بَع َوتَرْ َأس‬،‫ك النِّ َسا َء‬
Gَ ُ‫ َو َز َّوجْ ت‬،‫ك َعلَى ْالخَ ي ِْل َواِإْل بِ ِل‬
َ ُ‫ َح َم ْلت‬،‫ يا بن آ َد َم‬:-‫ يوم القيامة‬: ُ‫َعفَّان‬
‫" فََأ ْينَ ُش ْك ُر َذلِكَ ؟‬

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bahz dan Affan,
keduannya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Hammad, bahwa
Affan telah mengatakan dalam hadisnya bahwa Ishaq ibnu Abdullah telah
meriwayatkan dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. yang telah
bersabda: Allah Swt. berfirman —Affan mengatakan pada hari kiamat nanti— , "Hai
anak Adam, Aku telah membawamu di atas kuda dan unta, dan Aku kawinkan kamu
dengan wanita, dan Aku jadikan kamu dapat memimpin dan berkuasa, maka
manakah ungkapan rasa syukurmu atas semuanya itu?”
Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid melalui jalur ini.

Demikianlah akhir tafsir surat At-Takatsur, dan segala puji bagi Allah Swt. atas segala
karunia-Nya.

QS. Al Maun (107): 1-7 yang menerangkan kewajiban terhadap fakir miskin dan anak yatim
serta pandangan agama mengenai hidup bergotong-royong.

QS. Al Maun (107): 1-7

76
ِ ‫) َواَل يَحُضُّ َعلَى طَ َع ِام ْال ِم ْس ِك‬2( ‫) فَ َذلِكَ الَّ ِذي يَ ُد ُّع ْاليَتِي َم‬1( ‫ِّين‬
‫) فَ َو ْي ٌل‬3( ‫ين‬ ِ ‫أ ََرَأيْتَ الَّ ِذي يُ َك ِّذبُ بِالد‬
)7( َ‫) َويَ ْمنَعُونَ ْال َما ُعون‬6( َ‫) الَّ ِذينَ هُ ْم يُ َراءُون‬5( َ‫صاَل تِ ِه ْم َساهُون‬ َ ‫) الَّ ِذينَ هُ ْم ع َْن‬4( َ‫صلِّين‬َ ‫لِ ْل ُم‬

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? (1)


Itulah orang yang menghardik anak yatim, (2)
dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (3)
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (4)
(yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya,(5)
orang-orang yang berbuat riya, (6)
dan enggan (menolong dengan) barang berguna.(7)

Tafsir Ibnu Katsir

Allah Swt. berfirman, bahwa tahukah engkau, hai Muhammad, orang yang
mendustakan hari pembalasan?

{‫}فَ َذلِ َك الَّ ِذي يَ ُد ُّع ا ْليَتِي َم‬

Itulah orang yang menghardik anak yatim. (Al-Ma'un: 2)

Yakni dialah orang yang berlaku sewenang-wenang terhadap anak yatim,


menganiaya haknya dan tidak memberinya makan serta tidak memperlakukannya
dengan perlakuan yang baik.

ْ ‫ض َعلَى طَ َع ِام ا ْل ِم‬


{‫س ِكي ِن‬ ُّ ‫}وال يَ ُح‬
َ

dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (Al-Ma'un: 3)

Semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:

‫ين‬ ْ ‫عام ا ْل ِم‬


ِ ‫س ِك‬ ِ ‫ط‬َ ‫اضونَ عَلى‬
ُّ ‫كَاَّل بَ ْل اَل تُ ْك ِر ُمونَ ا ْليَتِي َم َوال ت ََح‬

Sekali-kali tidak (demikian). sebenarnya kalian tidak memuliakan anak yatim, dan
kalian tidak saling mengajak memberi makan orang miskin.(Al-Fajr: 17-18)

Makna yang dimaksud ialah orang fakir yang tidak mempunyai sesuatu pun untuk
menutupi kebutuhan dan kecukupannya. Kemudian disebutkan dalam firman

77
berikutnya:

{ َ‫ساهُون‬
َ ‫صالتِ ِه ْم‬ َ ‫}فَ َو ْي ٌل لِ ْل ُم‬
َ ْ‫صلِّينَ الَّ ِذينَ ُه ْم عَن‬

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai
dari salatnya. (Al-Ma'un: 4-5)

Ibnu Abbas dan lain-lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah orang-
orang munafik yang mengerjakan salatnya terang-terangan, sedangkan dalam
kesendiriannya mereka tidak salat. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: bagi
orang-orang yang salat. (Al-Ma'un: 4) Yaitu mereka yang sudah berkewajiban
mengerjakan salat dan menetapinya, kemudian mereka melalaikannya.

Hal ini adakalanya mengandung pengertian tidak mengerjakannya sama sekali,


menurut pendapat Ibnu Abbas, atau mengerjakannya bukan pada waktu yang telah
ditetapkan baginya menurut syara'; bahkan mengerjakannya di luar waktunya,
sebagaimana yang dikatakan oleh Masruq dan Abud Duha.

Ata ibnu Dinar mengatakan bahwa segala puji bagi Allah yang telah mengatakan
dalam firman-Nya: yang lalai dari salatnya. (Al-Ma'un: 5) Dan tidak disebutkan "yang 
lalai dalam salatnya". Adakalanya pula karena tidak menunaikannya di awal
waktunya, melainkan menangguhkannya sampai akhir waktunya secara terus-
menerus atau sebagian besar kebiasaannya. Dan adakalanya karena dalam
menunaikannya tidak memenuhi rukun-rukun dan persyaratannya sesuai dengan
apa yang diperintahkan. Dan adakalanya saat mengerjakannya tidak khusyuk dan
tidak merenungkan maknanya. Maka pengertian ayat mencakup semuanya itu.
Tetapi orang yang menyandang sesuatu dari sifat-sifat tersebut berarti dia mendapat
bagian dari apa yang diancamkan oleh ayat ini. Dan barang siapa yang menyandang
semua sifat tersebut, berarti telah sempurnalah baginya bagiannya dan jadilah dia
seorang munafik dalam amal perbuatannya.

Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«‫س َحتَّى ِإ َذا َكانَتْ بَيْنَ قَ ْرنَ ِي‬


َ ‫ش ْم‬ ُ ُ‫س يَ ْرق‬
َّ ‫ب ال‬ ِ ِ‫صاَل ةُ ا ْل ُمنَاف‬
ُ ِ‫ َي ْجل‬،‫ق‬ َ ‫ ِت ْل َك‬،‫ق‬ ِ ِ‫صاَل ةُ ا ْل ُمنَاف‬ َ ‫ ِت ْل َك‬،‫ق‬ ِ ِ‫صاَل ةُ ا ْل ُمنَاف‬
َ ‫ِت ْل َك‬
‫ش ْيطَا ِن قَا َم فَنَقَ َر َأ ْربَ ًعا اَل يَ ْذ ُك ُر هَّللا ُ فِي َها ِإاَّل قَلِياًل‬
َّ ‫»ال‬

Itu adalah salatnya orang munafik, itu adalah salatnya orang munafik, itu adalah
salatnya orang munafik. Dia duduk menunggu matahari; dan manakala matahari
telah berada di antara kedua tanduk setan (yakni akan tenggelam), maka bangkitlah

78
ia (untuk salat) dan mematuk (salat dengan cepat) sebanyak empat kali, tanpa
menyebut Allah di dalamnya melainkan hanya sedikit.

Ini merupakan gambaran salat Asar di waktu yang terakhirnya, salat Asar
sebagaimana yang disebutkan dalam nas hadis lain disebut salat wusta, dan yang
digambarkan oleh hadis adalah batas terakhir waktunya, yaitu waktu yang
dimakruhkan. Kemudian seseorang mengerjakan salatnya di waktu itu dan mematuk
sebagaimana burung gagak mematuk, maksudnya ia mengerjakan salatnya tanpa
tumaninah dan tanpa khusyuk. Karena itulah maka dikecam oleh Nabi Saw. bahwa
orang tersebut tidak menyebut Allah dalam salatnya, melainkan hanya sedikit
(sebentar). Barangkali hal yang mendorongnya melakukan salat tiada lain pamer
kepada orang lain, dan bukan karena mengharap rida Allah. Orang yang seperti itu
sama kedudukannya dengan orang yang tidak mengerjakan salat sama sekali. Allah
Swt. telah berfirman:

‫اس َوال يَ ْذ ُكرُونَ هَّللا َ ِإاَّل‬ َّ ‫ِإنَّ ا ْل ُمنافِقِينَ يُخا ِدعُونَ هَّللا َ َوه َُو خا ِد ُع ُه ْم َوِإذا قا ُموا ِإلَى ال‬
َ َّ‫صال ِة قا ُموا ُكسالى يُراُؤ نَ الن‬
‫قَلِياًل‬

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas
tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan
malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di Hadapan manusia. Dan tidaklah
mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (An-Nisa: 142)

Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:

{ َ‫}الَّ ِذينَ ُه ْم يُ َراءُون‬

orang-orang yang berbuat ria. (Al-Ma'un: 6)

ِ ‫ َح َّدثَنَا َع ْب ُد ْال َوهَّا‬،‫ َح َّدثَنِي َأبِي‬، ُّ‫ َح َّدثَنَا يَحْ يَى بْنُ َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن ُع ْبد ََو ْي ِه ْالبَ ْغدَا ِدي‬:‫قَا َل الطَّبَ َرانِ ُّي‬
ُ‫ب بْن‬
‫ "ِإ َّن فِي َجهَنَّ َم‬:‫ال‬ َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
َ ‫ َع ِن النَّبِ ِّي‬،‫س‬ ٍ ‫ ع َِن ا ْب ِن َعبَّا‬،‫ ع َِن ْال َح َس ِن‬،‫س‬ َ ُ‫ ع َْن يُون‬،‫َعطَا ٍء‬
‫ي لِ ْل ُم َراِئينَ ِم ْن ُأ َّم ِة‬
َ ‫ ُأ ِع َّد َذلِكَ ْال َوا ِد‬،‫ فِي ُك ِّل يَوْ ٍم َأرْ بَ َع ِماَئ ِة َم َّر ٍة‬G‫لَ َوا ِديًا تَ ْستَ ِعي ُذ َجهَنَّ ُم ِم ْن َذلِكَ ْال َوا ِدي‬
ِ ‫يل هَّللا‬
ِ ِ‫ج فِي َسب‬ ِ ‫ َولِ ْل‬،ِ ‫ت هَّللا‬
ِ ‫خَار‬ ِ ‫ َولِ ْل َحا ِّج ِإلَى بَ ْي‬،ِ ‫ت هَّللا‬
ِ ‫ق فِي َغي ِْر َذا‬ َّ ‫ َولِ ْل ُم‬.ِ ‫ب هَّللا‬
ِ ‫ص ِّد‬ ِ ‫ لِ َحا ِم ِل ِكتَا‬:‫" ُم َح َّم ٍد‬

Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdullah
ibnu Abdu Rabbih Al-Bagdadi, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abdul Wahhab ibnu Ata; dari Yunus, dari Al-Hasan, dari
Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya di dalam neraka
Jahanam benar-benar terdapat sebuah lembah yang neraka Jahanam sendiri

79
meminta perlindungan kepada Allah dari (keganasan) lembah itu setiap harinya
sebanyak empat ratus kali. Lembah itu disediakan bagi orang-orang yang riya
(pamer)dari kalangan umat Muhammad yang hafal Kitabullah dan suka bersedekah,
tetapi bukan karena Zat Allah, dan juga bagi orang yang berhaji ke Baitullah dan
orang yang keluar untuk berjihad(tetapi bukan karena Allah Swt.).

َ‫ ِع ْن َد َأبِي ُعبَ ْي َدة‬G‫ ُكنَّا ُجلُو ًسا‬:‫ال‬


َ َ‫ ع َْن َع ْم ِرو ب ِْن ُم َّرةَ ق‬، ُ‫ َح َّدثَنَا اَأْل ْع َمش‬،‫ َح َّدثَنَا َأبُو نُ َعيم‬:‫قَا َل اِإْل َما ُم َأحْ َم ُد‬
ُ ‫صلَّى هَّللا‬
َ ِ ‫ل هَّللا‬Gُ ‫ال َرسُو‬ ُ ‫ َس ِمع‬:‫ فَقَا َل َر ُج ٌل يُ َكنَّى بَِأبِي يَ ِزي َد‬،‫ ال ِّريَا َء‬G‫فَ َذ َّكرُوا‬
َ َ‫ ق‬:‫ْت َع ْب َد هَّللا ِ ْبنَ َع ْم ٍرو يَقُو ُل‬
‫وص َّغره‬ َ ،‫ َس َّمع هَّللا ُ بِ ِه سام َع خَ ْلقِ ِه‬،‫اس بِ َع َملِ ِه‬
َ ‫وحقَّره‬ َ َّ‫ " َم ْن َس َّمع الن‬:‫" َعلَ ْي ِه وسلم‬

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Na' im, telah
menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Amr ibnu Murrah yang mengatakan
bahwa ketika kami sedang duduk di majelis Abu Ubaidah, lalu mereka berbincang-
bincang tentang masalah riya. Maka berkatalah seorang lelaki yang dikenal dengan
julukan Abu Yazid, bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Arnr mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Barang siapa yang pamer kepada orang lain
dengan perbuatannya, maka Allah akan memamerkannya di hadapan makhluk-Nya
dan menjadikannya terhina dan direndahkan.

Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula dari Gundar dan Yahya Al-Qattan, dari
Syu'bah, dari Amr ibnu Murrah, dari seorang lelaki, dari Abdullah ibnu Amr, dari Nabi
Saw., lalu disebutkan hal yang semisal.

Dan termasuk hal yang berkaitan dengan makna firman-Nya: orang-orang yang


berbuat ria. (Al-Ma'un: 6) ialah bahwa barang siapa yang melakukan suatu perbuatan
karena Allah, lalu orang lain melihatnya dan membuatnya merasa takjub dengan
perbuatannya, maka sesungguhnya hal ini bukan termasuk perbuatan riya.

Dalil yang membuktikan hal ini ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu
Ya'la Al-Mausuli di dalam kitab musnadnya, bahwa:

‫ ع َْن َأبِي‬، ُ‫ َح َّدثَنَا اَأْل ْع َمش‬،‫ير‬ ٍ ‫ َح َّدثَنَا َس ِعي ُد بْنُ بَ ِش‬،َ‫ َح َّدثَنَا َم ْخلَ ُد بْنُ يَ ِزيد‬،‫ُوف‬
ٍ ‫َح َّدثَنَا هَا ُرونُ بْنُ َم ْعر‬
ِ ‫ فَ َذكَرْ تُهُ لِ َرسُو ِل هَّللا‬، َ‫ فََأ ْع َجبَنِي َذلِك‬،ٌ‫ي َر ُجل‬
َّ َ‫ فَ َد َخ َل َعل‬،‫صلِّي‬ َ ‫ت َأ‬ ُ ‫ ُك ْن‬:‫ ع َْن َأبِي هُ َر ْي َرةَ قَا َل‬،‫ح‬
ٍ ِ‫صال‬
َ
‫ َوَأجْ ُر ْال َعاَل نِيَ ِة‬، ِّ‫ َأجْ ُر السِّر‬:‫ب لَكَ َأجْ َرا ِن‬
َ ِ‫ " ُكت‬:‫ فَقَا َل‬،‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ "

telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Ma'ruf, telah inenceritakan kepada

80
kami Makhlad ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Basyir, telah
menceritakan kepada kami Al-A'masy; dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a. yang
mengatakan bahwa ketika aku sedang salat, tiba-tiba masuklah seorang lelaki
menemuiku, maka aku merasa kagum dengan perbuatanku. Lalu aku.ceritakan hal
tersebut kepada Rasulullah Saw., maka beliau Saw. bersabda: Dicatatkan bagimu
dua pahala, pahala sembunyi-sembunyi dan pahala terang-terangan.

Abu Ali alias Harun ibnu Ma'ruf mengatakan, telah sampai kepadaku bahwa Ibnul
Mubarak pernah mengatakan bahwa hadis ini adalah sebaik-baik hadis bagi orang-
orang yang riya. Bila ditinjau dari segi jalurnya hadis ini garib', dan Sa'id ibnu Basyir
orangnya pertengahan, dan riwayatnya dari Al-A'masy jarang, tetapi selain dia ada
yang meriwayat-kan hadis ini dari Al-A'masy.

ِ ‫ ع َْن َحبِي‬،‫ َح َّدثَنَا َأبُو ِسنان‬،َ‫ َح َّدثَنَا َأبُو دَا ُود‬،‫ َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ ْال ُمثَنَّى ب ِْن ُمو َسى‬:‫قَا َل َأبُو يَ ْعلَى َأ ْيضًا‬
‫ب‬
‫ ال َّر ُج ُل يَ ْع َم ُل ْال َع َم َل‬،ِ ‫ُول هَّللا‬
Gَ ‫ يَا َرس‬:‫ قَا َل َر ُج ٌل‬:‫ َع ْن َأبِي هُ َر ْي َرةَ قَا َل‬،‫ح‬ َ ‫ َع ْن َأبِي‬،‫ت‬
ٍ ِ‫صال‬ ٍ ِ‫ب ِْن َأبِي ثَاب‬
‫ َأجْ ُر‬:‫ان‬
ِ ‫ "لَهُ َأجْ َر‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫ قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬:‫ قَا َل‬.ُ‫اطل َع َعلَ ْي ِه َأ ْع َجبَه‬
ُّ ‫ فَِإ َذا‬،‫يَسُرُّ ه‬

‫ َوَأجْ ُر ْال َعاَل نِيَ ِة‬ ‫"السر‬.

Abu Ya’la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna
ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Abu Daud, telah menceritakan kepada
kami Abu Sinan, dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a.
yang mengatakan bahwa pernah seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Saw.,
"Wahai Rasulullah, seorang lelaki melakukan suatu amal kebaikan yang ia
sembunyikan. Tetapi bila ada yang melihatnya, ia merasa kagum dengan amalnya."
Maka Rasulullah Saw. bersabda: Dia mendapat dua pahala, pahala sembunyi-
sembunyi dan pahala terang-terangan.

Imam Turmuzi telah meriwayatkannya dari Muhammad ibnul Musanna dan Ibnu
Majah, dari Bandar, keduanya dari Abu Daud At-Tayalisi, dari Abu Sinan Asy-Syaibani
yang namanya Dirar ibnu Murrah. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib.
Al-A'masy telah meriwayatkannya dan juga yang lainnya, dari Habib, dari Abu Saleh
secara mursal.

ِ ‫ َح َّدثَنَا ُم َع‬،‫ َح َّدثَنِي َأبُو ُك َريْب‬:‫ير‬


‫ ع َْن َش ْيبَانَ النَّحْ ِويِّ ع َْن َجابِ ٍر‬،‫اويَةُ بْنُ ِه َش ٍام‬ ٍ ‫قَا َل َأبُو َج ْعفَ ِر بْنُ َج ِر‬
‫ت‬ْ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه وسلم لما نَزَ ل‬
َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫ ع َْن َأبِي بَرْ زَ ةَ اَأْل ْسلَ ِم ِّي ق‬،ٌ‫ َح َّدثَنِي َر ُجل‬،‫ْال ُج ْعفِ ِّي‬
َ َ‫ ق‬:‫ال‬

81
‫ هَ َذا َخ ْي ٌر لَ ُك ْم ِم ْن َأ ْن لَوْ ُأ ْع ِط َي ُكلُّ َرج ٍُل‬،ُ‫ "هَّللا ُ َأ ْكبَر‬:‫ال‬
َ َ‫صالتِ ِه ْم َساهُونَ } ق‬ َ ‫ {الَّ ِذينَ هُ ْم ع َْن‬:ُ‫هَ ِذ ِه اآْل يَة‬
ْ ‫ َوِإ ْن ت ََر َكهَا لَ ْم يَخ‬،‫صاَل تِ ِه‬
ُ‫َف َربَّه‬ ِ ‫صلَّى لَ ْم يَرْ ُج َخي َْر‬ ِ ‫" ِم ْن ُك ْم ِم ْث َل َج ِم‬.
َ ‫ هُ َو الَّ ِذي ِإ ْن‬،‫يع ال ُّد ْنيَا‬

Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Kuraib, telah
menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Hisyam, dari Syaiban An-Nahwi, dari
Jabir Al-Ju'fi, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki, dari Abu Barzah Al-Aslami
yang mengatakan bahwa ketika diturunkan firman-Nya: (yaitu) orang-orang yang
lalai dari salatnya. (Al-Ma'un: 5) Maka Rasulullah Saw. bersabda: Allahu Akbar
(AllahMahabesar), ini lebih baik bagi kalian daripada sekiranya tiap-tiap orang dari
kalian diberi hal yang semisal dengan dunia dan seisinya. Dia adalah orang yang jika
salat tidak dapat diharapkan kebaikan dari salatnya, dan jika meninggalkannya dia
tidak takut kepada Tuhannya.

Di dalam sanad hadis ini terdapat Jabir Al-Ju'fi, sedangkan dia orangnya daif dan
gurunya tidak dikenal lagi tidak disebutkan namanya; hanya Allah-lah Yang Maha
Mengetahui.

ُ‫ َح َّدثَنَا ِع ْكر ِمة بْن‬،‫ق‬ ِ َ‫ َح َّدثَنَا َع ْمرُو بْنُ ط‬، ُّ‫ان ْال ِمصْ ِري‬
ٍ ‫ار‬ ٍ َ‫ َح َّدثَنِي زَ َك ِريَّا بْنُ َأب‬:‫ير َأ ْيضًا‬
Gٍ ‫قَا َل ابْنُ َج ِر‬
ُ ‫ َسَأ ْل‬:‫ص قَا َل‬
‫ت‬ ٍ ‫ ع َْن َس ْع ِد ب ِْن َأبِي َوقَّا‬،‫ب ب ِْن َس ْع ٍد‬ ِ ِ‫ َح َّدثَنِي َع ْب ُد ْال َمل‬،‫ِإ ْب َرا ِهي َم‬
ِ ‫ك بْنُ ُع َمي ٍْر ع َْن ُمصْ َع‬
َ‫ "هُ ُم الَّ ِذينَ يَُؤ ِّخرُون‬:‫ال‬ َ ‫ {الَّ ِذينَ هُ ْم ع َْن‬:‫م ع َْن‬Gَ َّ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسل‬
َ َ‫صالتِ ِه ْم َساهُونَ } ق‬ َ ِ ‫َرسُو َل هَّللا‬
‫صاَل ةَ ع َْن َو ْقتِهَا‬
َّ ‫"ال‬.

Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku Zakaria ibnu Aban Al-
Masri, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Tariq, telah menceritakan kepada
kami Ikrimah ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepadaku Abdul Malik ibnu Umair,
dari Mus'ab ibnu Sa'd, dari Sa'd ibnu Abu Waqqas yang mengatakan bahwa ia pernah
bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang orang-orang yang lalai dari salatnya. Maka
beliau Saw. menjawab: Mereka adalah orang-orang yang mengakhirkan salat dari
waktunya.

Menurut hemat saya, pengertian mengakhirkan salat dari waktunya mengandung


makna meninggalkan salat secara keseluruhan, juga mengandung makna
mengerjakannya di luar waktu syar'i-nya, atau mengakhirkannya dari awal waktunya.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Ya'la, dari Syaiban ibnu Farukh,
dari Ikrimah ibnu Ibrahim dengan sanad yang sama. Kemudian ia meriwayatkannya
dari Ar-Rabi', dari Jabir, dari Asim, dari Mus'ab, dari ayahnya secara mauquf, bahwa

82
karena lalai dari salatnya hingga waktunya terbuang. Hal ini lebih sahih sanadnya.
Imam Baihaqi menilai daif predikat marfu'-nya dan menilai sahih predikat mauquf-
nya, demikian pula yang dikatakan oleh Imam Hakim.

*******************

Firman Allah Swt.:

{ َ‫} َويَ ْمنَعُونَ ا ْل َماعُون‬

dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Al-Ma'un: 7)

Yakni mereka tidak menyembah Tuhan mereka dengan baik dan tidak pula mau
berbuat baik dengan sesama makhluk-Nya, hingga tidak pula memperkenankan
dipinjam sesuatunya yang bermanfaat dan tidak mau menolong orang lain
dengannya, padahal barangnya masih utuh; setelah selesai, dikembalikan lagi kepada
mereka. Dan orang-orang yang bersifat demikian benar-benar lebih menolak untuk
menunaikan zakat dan berbagai macam amal kebajikan untuk mendekatkan diri
kepada Allah Swt.

Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa Ali pernah mengatakan
bahwa yang dimaksud dengan al-ma'un ialah zakat. Hal yang sama telah
diriwayatkan oleh As-Saddi, dari Abu Saleh, dari Ali. Hal yang sama telah
diriwayatkan melalui berbagai jalurdari Ibnu Umar. Hal yang sama dikatakan oleh
Muhammad ibnul Hanafiah, Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah, Mujahid, Ata, Atiyyah Al-Aufi,
Az-Zuhri, Al-Hasan, Qatadah, Ad-Dahhak, dan Ibnu Zaid.

Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan bahwa jika dia salat pamer dan jika terlewatkan
dari salatnya, ia tidak menyesal dan tidak mau memberi zakat hartanya; demikianlah
makna yang dimaksud. Menurut riwayat yang lain, ia tidak mau memberi sedekah
hartanya.
Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang munafik; mengingat
salat adalah hal yang kelihatan,'maka mereka mengerjakannya; sedangkan zakat
adalah hal yang tersembunyi, maka mereka tidak menunaikannya.

Al-A'masy dan Syu'bah telah meriwayatkan dari Al-Hakam, dari Yahya ibnul Kharraz,
bahwa Abul Abidin pernah bertanya kepada Abdullah ibnu Mas'ud tentang makna al-
ma’un, maka ia menjawab bahwa makna yang dimaksud ialah sesuatu yang biasa
dipinjam-meminjamkan di antara orang-orang, seperti kapak dan panci.

83
Al-Mas'udi telah meriwayatkan dari Salamah ibnu Kahil, dari Abul Abidin, bahwa ia
pernah bertanya kepada Ibnu Mas'ud tentang makna al-ma’un, maka ia menjawab
bahwa makna yang dimaksud ialah sesuatu yang biasa dipinjam-meminjamkan di
antara sesama orang, seperti kapak, panci, timba, dan lain sebagainya yang serupa.

Ibnu jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ubaid Al-
Muharibi, telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Abu Ishaq, dari Abul
Abidin dan Sa'd ibnu Iyad, dari Abdullah yang mengatakan bahwa dahulu kami para
sahabat Nabi Muhammad Saw. membicarakan makna al-ma’un, bahwa yang
dimaksud adalah timba, kapak, dan panci yang biasa digunakan. Telah menceritakan
pula kepada kami Khallad ibnu Aslam, telah menceritakan kepada kami An-Nadr ibnu
Syamil, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Ishaq yang mengatakan
bahwa ia pernah mendengar Sa'd ibnu Iyad menceritakan hal yang sama dari
sahabat-sahabat Nabi Saw.

Al-A'masy telah meriwayatkan dari ibrahim, dari Al-Haris ibnu Suwaid, dari Abdullah,
bahwa ia pernah ditanya tentang makna al-ma’un. Maka ia menjawab, bahwa yang
dimaksud adalah sesuatu yang biasa saling dipinjamkan di antara orang-orang,
seperti kapak, timba, dan lain sebagainya yang semisal.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnul Ala Al-Fallas,
telah menceritakan kepada kami Abu Daud At-Tayalisi, telah menceritakan kepada
kami Abu Uwwanah, dari Asim ibnu Bahdalah, dari Abu Wa-il, dari Abdullah yang
mengatakan bahwa kami di masa Nabi Saw. mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan al-ma’un ialah timba dan lain sebagainya yang sejenis, yakni tidak mau
meminjamkannya kepada orang yang mau meminjamnya.

Abu Daud dan Nasai telah meriwayatkan hal yang semisal dari Qutaibah, dari Abu
Uwwanah berikut sanadnya. Menurut lafaz Imam Nasai, dari Abdullah, setiap
kebajikan adalah sedekah. Dan kami di masa Rasulullah Saw. menganggap bahwa al-
ma’un artinya meminjamkan timba dan panci.

Ibnu Abu hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu
Salamah, dari Asim, dari Zurr, dari Abdullah yang mengatakan bahwa al-ma’un
artinya barang-barang yang dapat dipinjam-pinjamkan, seperti panci, timbangan, dan
timba.

84
Ibnu Abu Najih telah meriwayatkan dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna firman-Nya: dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Al-
Ma'un: 7) Yakni peralatan rumah tangga. Hal yang sama telah dikatakan oleh
Mujahid, Ibrahim An-Nakha'i, Sai'id ibnu Jubair, Abu Malik, dan lain-lainnya yang
bukan hanya seorang, bahwa sesungguhnya makna yang dimaksud ialah
meminjamkan peralatan rumah tangga (dapur).

Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid, dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna firman-Nya: dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Al-
Ma'un: 7) Bahwa orang-orang yang disebutkan dalam ayat ini masih belum tiba
masanya.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-
Nya: dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Al-Ma'un: 7)

Ulama berbeda pendapat mengenai maknanya; di antara mereka ada yang


mengatakan enggan mengeluarkan zakat, ada yang mengatakan enggan
mengerjakan ketaatan, dan ada yang mengatakan enggan memberi pinjaman.
Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.

Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ya'qub ibnu Ibrahim, dari Ibnu Aliyyah, dari
Lais ibnu Abu Sulaim, dari Abu Ishaq, dari Al-Haris ibnu Ali, bahwa makna yang
dimaksud dengan ayat ini ialah enggan meminjamkan kapak, panci, dan timba
kepada orang lain yang memerlu-kannya.

Ikrimah mengatakan bahwa puncak al-ma'unialah zakatul mal, sedangkan yang


paling rendahnya ialah tidak mau meminjamkan ayakan, timba, dan jarum.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Pendapat yang
dikemukakan oleh Ikrimah ini baik, karena sesungguhnya pendapatnya ini mencakup
semua pendapat yang sebelumnya, dan semuanya bertitik tolak dari suatu hal, yaitu
tidak mau bantu-membantu baik dengan materi maupun jasa (manfaat).

Karena itulah disebutkan oleh Muhammad ibnu Ka'b sehubungan dengan makna
firman-Nya: dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Al-Ma'un: 7) Bahwa
makna yang dimaksud ialah tidak mau mengulurkan kebajikan atau hal yang makruf.

Di dalam sebuah hadis disebutkan:

«ٌ‫ص َدقَة‬ ٍ ‫» ُك ُّل َم ْع ُر‬


َ ‫وف‬

85
Tiap-tiap kebajikan adalah sedekah.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj,
telah menceritakan kepada kami Waki', dari Ibnu Abu Zi-b, dari Az-Zuhri sehubungan
dengan makna firman-Nya: dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Al-
Ma'un: 7) Al-ma'un menurut dialek orang-orang Quraisy artinya materi (harta).

Sehubungan dengan hal ini telah diriwayatkan sebuah hadis yang garib lagi aneh
sanad dan matannya. Untuk itu Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan
kepada kami ayahku dan Abu Zar'ah, keduanya mengatakan bahwa telah
menceritakan kepada kami Qais ibnu Hafs, Ad-Darimi, telah menceritakan kepada
kami Dalham ibnu Dahim Al-Ajali, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Rabi'ah
An-Numairi, telah menceritakan kepadaku Qurrah ibnu Damus An-Numairi, bahwa
mereka menjadi delegasi kaumnya kepada Rasulullah Saw., lalu mereka berkata,
"Wahai Rasulullah, apakah yang akan engkau wasiatkan kepada kami?" Rasulullah
Saw. menjawab, "Janganlah kamu enggan menolong dengan al-ma’un."

Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan al-ma'un itu?"
Rasulullah Saw. menjawab, "Dengan batu, besi, dan air." Mereka bertanya, "Besi
yang manakah?" Rasulullah Saw. menjawab, "Panci kalian yang terbuat dari
tembaga, kapak yang terbuat dari besi yang kamu gunakan sebagai sarana
bekerjamu."

Mereka bertanya, "Lalu apakah yang dimaksud dengan batu?" Rasulullah Saw.
menjawab, "Kendil kalian yang terbuat dari batu." Hadis ini garib sekali dan predikat
marfu '-nya munkar, dan di dalam sanadnya terhadap nama perawi yang tidak
dikenal; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Ibnul Asir di dalam kitab As-Sahabah telah menyebutkan dalam biografi Ali An-
Numairi; untuk itu ia mengatakan bahwa Ibnu Mani' telah meriwayatkan berikut
sanadnya sampai kepada Amir ibnu Rabi'ah ibnu Qais An-Numairi, dari Ali ibnu Fulan
An-Nuamairi, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

« َ‫ساَل ِم َويَ ُر ُّد َعلَ ْي ِه َما ه َُو َخ ْي ٌر ِم ْنهُ اَل يَ ْمنَ ُع ا ْل َماعُون‬ ْ ‫سلِ ُم َأ ُخو ا ْل ُم‬
َّ ‫سلِ ِم ِإ َذا لَقِيَهُ َحيَّاهُ ِبال‬ ْ ‫»ا ْل ُم‬

Orang muslim adalah saudara orang muslim lainnya; apabila mangucapkan salam,
maka yang disalami harus menjawabnya dengan salam yang lebih baik darinya, ia
tidak boleh mencegah al-ma’un.

86
Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan al-ma'un?''
Rasulullah Saw. Menjawab.

«‫»ا ْل َح َج ُر والحديد وأشباه ذلك‬

(Perabotan yang terbuat dari) batu dan besi dan lain sebagainya.

Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.'

Demikianlah akhir tafsir surat Al-ma'un, segala puji bagi Allah atas limpahan
karunianya.

Periode ini berlangsung sekitar 4-5 tahun dan telah menimbulkan bermacam-macam
reaksi dikalangan masyarakat Arab ketika itu. Reaksi reaksi tersebut nyata dalam tiga
hal pokok: Pertama, Segolongan kecil dari mereka menerima dengan baik ajaran
ajaran Al-Quran. Kedua, Sebagian besar dari masyarakat tersebut menolak ajaran Al-
Quran, karena kebodohan mereka (QS 21:24), keteguhan mereka mempertahankan
adat istiadat dan tradisi nenek moyang (QS 43:22), atau karena adanya maksud-
maksud tertentu dari satu golongan seperti yang digambarkan oleh abu Sofyan:
“kalau sekiranya bani hasyim memperoleh kemuliaah Nubuwah, kemuliaan apalagi
yang tinggal untuk kami. Ketiga, Dakwah Al Quran melampaui perbatasan Makkah
menuju daerah-daerah lainnya.

{ َ‫ر َم ْن قَ ْبلِي بَلْ َأ ْكثَ ُرهُ ْم اَل يَ ْعلَ ُمون‬Gُ ‫َأ ِم اتَّ َخ ُذوا ِم ْن دُونِ ِه آلِهَةً قُلْ هَاتُوا بُرْ هَانَ ُك ْم هَ َذا ِذ ْك ُر َم ْن َم ِع َي َو ِذ ْك‬
ِ ‫وحي ِإلَ ْي ِه َأنَّهُ اَل ِإلَهَ ِإال َأنَا فَا ْعبُد‬
( ‫ُون‬ ِ ُ‫) َو َما َأرْ َس ْلنَا ِم ْن قَ ْبلِكَ ِم ْن َرسُو ٍل ِإال ن‬24( َ‫ْرضُون‬ َّ ‫ْال َح‬
ِ ‫ق فَهُ ْم ُمع‬
)25 }

Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan selain-Nya? Katakanlah, "Unjukkanlah


hujahmu!" (Al-Qur'an) ini adalah peringatan bagi orang-orang yang bersamaku, dan
peringatan bagi orang-orang yang sebelumku. Sebenarnya kebanyakan mereka
tiada mengetahui yang hak, karena itu mereka berpaling. (24)

87
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami
wahyukan kepadanya, "Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka
sembahlah olehmu sekalian akan Aku.”(25)

Firman Allah Swt.:


{‫}ات ََّخ ُذوا ِمنْ دُونِ ِه آلِ َهةً قُ ْل‬
Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan selain-Nya. Katakanlah. (Al-Anbiya: 24)
hai Muhammad.
{‫}هَاتُوا بُ ْرهَانَ ُك ْم‬
Unjukkanlah hujah kalian! (Al-Anbiya: 24)
Yakni dalil yang dijadikan pegangan bagi ucapan kalian itu.
{‫} َه َذا ِذ ْك ُر َمنْ َم ِع َي‬
ini adalah peringatan bagi orang-orang yang bersamaku. (Al-Anbiya: 24)
yakni Al-Qur'an
{‫}و ِذ ْك ُر َمنْ قَ ْبلِي‬
َ
dan peringatan bagi orang-orang yang sebelumku. (Al-Anbiya: 24)

Yaitu kitab-kitab terdahulu, semuanya berbeda dengan apa yang kalian katakan dan
kalian dugakan. Karena semua kitab yang diturunkan kepada semua nabi yang
diangkat menjadi utusan mengatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Akan
tetapi, kalian —hai orang-orang musyrik— tidak mengetahui perkara yang hak, dan
kalian selalu berpaling darinya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:

{‫وحى ِإلَ ْي ِه َأنَّهُ اَل ِإلَهَ ِإال َأنَا فَا ْعبُدُو ِن‬ َ ‫}و َما َأ ْر‬
ُ ‫س ْلنَا ِمنْ َق ْبلِ َك ِمنْ َر‬
َ ُ‫سو ٍل ِإال ي‬ َ
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami
wahyukan kepadanya, "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku,
maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku!" (Al-Anbiya: 25)

Sama halnya dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya yang
mengatakan:
{ َ‫سلِنَا َأ َج َع ْلنَا ِمنْ دُو ِن ال َّر ْح َم ِن آلِ َهةً يُ ْعبَدُون‬ َ ‫سَأ ْل َمنْ َأ ْر‬
ُ ‫س ْلنَا ِمنْ قَ ْبلِ َك ِمنْ ُر‬ ْ ‫}وا‬
َ

Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu,
"Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha
Pemurah?” (Az-Zukhruf: 45)

{ َ‫اجتَنِبُوا الطَّا ُغوت‬ ُ ‫}ولَقَ ْد بَ َع ْثنَا فِي ُك ِّل ُأ َّم ٍة َر‬


ْ ‫سوال َأ ِن اُ ْعبُدُوا هَّللا َ َو‬ َ
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan), "Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah Tagut itu.”(An-Nahl:36)

88
Setiap nabi yang diutus oleh Allah menyeru manusia untuk menyembah Allah
semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan fitrah manusia membenarkan hal ini. Orang-
orang musyrik tidak mempunyai bukti dan hujah buat alasan mereka di hadapan
Tuhannya kelak di hari kemudian, dan bagi mereka murka Allah dan azab yang pedih.

QS. Az-Zukhruf, ayat 21-25

{‫ آبَا َءنَا َعلَى ُأ َّم ٍة َوِإنَّا َعلَى‬G‫) بَلْ قَالُوا ِإنَّا َو َج ْدنَا‬21( َ‫َأ ْم آتَ ْينَاهُ ْم ِكتَابًا ِم ْن قَ ْبلِ ِه فَهُ ْم بِ ِه ُم ْستَ ْم ِس ُكون‬
‫ آبَا َءنَا‬G‫ ِإنَّا َو َج ْدنَا‬G‫ير ِإال قَا َل ُم ْت َرفُوهَا‬ ٍ ‫) َو َك َذلِكَ َما َأرْ َس ْلنَا ِم ْن قَ ْبلِكَ فِي قَرْ يَ ٍة ِم ْن نَ ِذ‬22( َ‫ار ِه ْم ُم ْهتَ ُدون‬ ِ َ‫آث‬
‫) قَا َل َأ َولَوْ ِجْئتُ ُك ْم بَِأ ْهدَى ِم َّما َو َج ْدتُ ْم َعلَ ْي ِه آبَا َء ُك ْم قَالُوا ِإنَّا بِ َما‬23( َ‫ار ِه ْم ُم ْقتَ ُدون‬ ‫ُأ‬
ِ َ‫َعلَى َّم ٍة َوِإنَّا َعلَى آث‬
)25( َ‫ر َك ْيفَ َكانَ عَاقِبَةُ ْال ُم َك ِّذبِين‬Gْ ُ‫) فَا ْنتَقَ ْمنَا ِم ْنهُ ْم فَا ْنظ‬24( َ‫م بِ ِه َكافِرُون‬Gُْ‫} ُأرْ ِس ْلت‬

Atau adakah Kami memberikan sebuah kitab kepada mereka sebelum Al-Qur’an, lalu
mereka berpegang dengan kitab itu? (21)
Bahkan mereka berkata, "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami
menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat
petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka.” (22)
Dan demikianlah Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatan
pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu
berkata, "Sesungguhnya Kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama
dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka.” (23)
(Rasul itu) berkata, "Apakah (kamu akan mengikuti juga) sekalipun aku membawa
untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu
dapati bapak-bapakmu menganutnya?” Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami
mengingkari agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya.” (24)
Maka Kami binasakan mereka, maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-
orang yang mendustakan itu.(25)

Tafsir Ibnu Katsir

Allah Swt. mengingkari perbuatan orang-orang musyrik yang menyembah selain


Allah tanpa keterangan, tanpa dalil, tanpa alasan.

{‫}َأ ْم آتَ ْينَاهُ ْم ِكتَابًا ِم ْن قَ ْبلِ ِه‬

Atau adakah Kami memberikan sebuah kitab kepada mereka sebelumnya. (Az-
Zukhruf: 21)

89
Yaitu sebelum mereka mempersekutukan Allah.

{ َ‫}فَهُ ْم بِ ِه ُم ْستَ ْم ِس ُكون‬

lalu mereka berpegang dengan kitab itu? (Az-Zukhruf: 21)

Yakni untuk menjadi dasar dari perbuatan yang mereka lakukan itu. sebagai
jawabannya ialah tentu saja duduk perkaranya tidaklah seperti itu. Ayat ini semakna
dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:

{ َ‫نزلنَا َعلَ ْي ِه ْم س ُْلطَانًا فَهُ َو يَتَ َكلَّ ُم بِ َما َكانُوا بِ ِه يُ ْش ِر ُكون‬


ْ ‫}َأ ْم َأ‬

Atau pernahkah Kami menurunkan kepada mereka keterangan, lalu keterangan itu
menunjukkan (kebenaran) apa yang mereka selalu mempersekutukan dengan
Tuhan? (Ar-Rum: 35)

Maksudnya, duduk perkaranya tidaklah demikian. Kemudian dalam firman


berikutnya disebutkan:

‫ُأ‬
ِ َ‫}بَلْ قَالُوا ِإنَّا َو َج ْدنَا آبَا َءنَا َعلَى َّم ٍة َوِإنَّا َعلَى آث‬
{ َ‫ار ِه ْم ُم ْهتَ ُدون‬

Bahkan mereka berkata, "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami


menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat
petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka.” (Az-Zukhruf: 22)

Sebenarnya mereka dalam kemusyrikannya itu tidak mempunyai dasar selain dari
mengikuti jejak bapak-bapak dan nenek moyang pendahulu mereka. Bahwa mereka
berada pada suatu agama yang dianuti oleh mereka. Lafaz ummah dalam ayat ini —
juga dalam ayat berikut— berarti agama, yaitu firman-Nya:

{ً‫}ِإ َّن هَ ِذ ِه ُأ َّمتُ ُك ْم ُأ َّمةً َوا ِح َدة‬

Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu. (Al
Anbiya: 92, Al-Mu’minun: 52)

********

Adapun firman Allah Swt.:

ِ َ‫ َو َراِئ ِه ْم { ُم ْهتَ ُدونَ } }وَِإنَّا َعلَى آث‬: ْ‫َأي‬


{‫ار ِه ْم‬

90
dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti)
jejak mereka. (Az-Zukhruf: 22)

Ini merupakan pengakuan dari mereka tanpa dalil (bukti). Kemudian Allah Swt.
menjelaskan melalui ayat yang lainnya, bahwa ucapan mereka yang demikian itu
telah didahului oleh orang-orang yang serupa dan setara dengan mereka dari
kalangan umat-umat terdahulu yang mendustakan rasul-rasul Allah. Hati mereka
semua sama, maka perkataan mereka pun sama.

َ ‫ون َأتَ َوا‬


{ َ‫صوْ ا بِ ِه بَلْ هُ ْم قَوْ ٌم طَا ُغون‬ ٌ ُ‫اح ٌر َأوْ َمجْ ن‬
ِ ‫} َك َذلِكَ َما َأتَى الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ِه ْم ِم ْن َرسُو ٍل ِإال قَالُوا َس‬

Demikianlah tidak seorang rasul pun yang datang kepada orang-orang yang sebelum
mereka, melainkan orang-orang itu mengatakan, "Ia adalah seorang tukang sihir
atau orang gila.” Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu.
Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas. (Adz-Dzariyat: 52-53)

Hal yang sama disebutkan pula dalam surat ini melalui firman-Nya:

{‫ير ِإال قَا َل ُم ْت َرفُوهَا ِإنَّا َو َج ْدنَا آبَا َءنَا َعلَى ُأ َّم ٍة َوِإنَّا َعلَى‬ َ ِ‫ك َما َأرْ َس ْلنَا ِم ْن قَ ْبل‬
ٍ ‫ك فِي قَرْ يَ ٍة ِم ْن نَ ِذ‬ َ ِ‫َو َك َذل‬
َ‫ار ِه ْم ُم ْقتَدُون‬
ِ َ‫}آث‬

Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatan
pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu
berkata, “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama
dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka.” (Az-Zukhruf: 23)

Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:


{ ْ‫}قُل‬

Berkatalah. (Az-Zukhruf: 24)

Rasul itu kepada orang-orang musyrik yang ada di masanya.

{ َ‫}َأ َولَوْ ِجْئتُ ُك ْم بَِأ ْهدَى ِم َّما َو َج ْدتُ ْم َعلَ ْي ِه آبَا َء ُك ْم قَالُوا ِإنَّا بِ َما ُأرْ ِس ْلتُ ْم بِ ِه َكافِرُون‬

Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama)
yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-
bapakmu menganutnya?” Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami mengingkari
agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya.” (Az-Zukhruf: 24)

91
Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa seandainya mereka mengetahui dengan
yakin kebenaran dari apa yang disampaikan oleh rasul itu kepada mereka, niscaya
mereka tetap tidak mau mengikutinya, karena sejak semula niat mereka sudah jelek
dan sifat mereka yang takabur terhadap perkara yang hak dan para penganutnya.

********

Firman Allah Swt.:

{‫}فَا ْنتَقَ ْمنَا ِم ْنهُ ْم‬

Maka Kami binasakan mereka. (Az-Zukhruf: 25)

Yakni umat-umat yang mendustakan itu dengan berbagai macam azab. Sebagaimana
kisah-kisahya dijelaskan oleh Allah Swt.

{ َ‫}فَا ْنظُرْ َك ْيفَ َكانَ عَاقِبَةُ ْال ُم َك ِّذبِين‬

maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu. (Az-


Zukhruf: 25)

Yaitu bagaimana mereka dilenyapkan dan dibinasakan, dan bagaimana Allah


menyelamatkan orang-orang yang beriman.

2.5.2. Periode Kedua Pembentukan Masyarakat Islam (8-9 Tahun Periode Mekah)

PERIODE KEDUA, sejarah turunnya Al-Quran pada periode kedua terjadi selama 8-9
tahun, pada masa ini terjadi pertikaian dahsyat antara kelompok Islam dan Jahiliah.
Kelompok oposisi terhadap Islam menggunakan segala cara untuk menghalangi
kemajuan dakwah Islam. Pada masa itu, ayat-ayat Al-Quran di satu pihak silih
berganti turun menerangkan kewajiban kewajiban prinsipil penganutnya sesuai
dengan kondisi dakwah ketika itu (Q.s. An-Nahl [16]: 125). Sementara di lain pihak,
ayat-ayat kecaman dan ancaman terus mengalir kepada kaum musyrik yang
berpaling dari kebenaran (Q.S 41: 13). Selain itu, turun juga ayat-ayat mengenai
keesaan Tuhan dan kepastian hari kiamat (Q.S. Yasin [36]: 78-82).

Penjelasan Q.s. An-Nahl [16]: 125 tentang pertikaian dahsyat kelompok Islam dan
Jahiliah. Kelompok oposisi terhadap Islam menggunakan segala cara untuk
menghalangi kemajuan dakwah Islam. Pada masa itu, ayat-ayat Al-Quran di satu
pihak silih berganti turun menerangkan kewajiban kewajiban prinsipil penganutnya
sesuai dengan kondisi dakwah ketika itu.

92
Tafsir Surat An-Nahl, ayat 125

{‫يل َربِّكَ بِ ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َموْ ِعظَ ِة ْال َح َسنَ ِة َو َجا ِد ْلهُ ْم بِالَّتِي ِه َي َأحْ َسنُ ِإ َّن َربَّكَ هُ َو َأ ْعلَ ُم بِ َم ْن‬
ِ ِ‫ع ِإلَى َسب‬
ُ ‫ا ْد‬
)125( َ‫ض َّل ع َْن َسبِيلِ ِه َوهُ َو َأ ْعلَ ُم بِ ْال ُم ْهتَ ِدين‬
َ }
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik,
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu. Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya. dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Ayat 125 dari Surah An-Nahl asbabun nuzulnya yaitu ketika Hamzah gugur dalam
perang Uhud dan dalam keadaan tercincang. Ketika Nabi SAW melihat keadaan
jenazahnya, lalu beliau saw bersumpah melalui sabdanya : “Sesungguhnya aku
bersumpah akan membalas 70 orang dari mereka sebagai penggantimu”.

Namun berbeda halnya dengan ayat ke 126. Para mufasir berbeda pendapat
seputar sabab an-nuzul (latar belakang turunnya) ayat ini. Al-Wahidi menerangkan
bahwa ayat ini turun setelah Rasulullah SAW menyaksikan jenazah 70 sahabat yang
syahid dalam Perang Uhud, termasuk Hamzah, paman Rasulullah. Al-Qurthubi
menyatakan bahwa ayat ini turun di Makkah ketika adanya perintah kepada
Rasulullah SAW, untuk melakukan gencatan senjata (muhadanah) dengan pihak
Quraisy.

Tafsir Ibnu Katsir

Allah Swt. memerintahkan kepada Rasul-Nya—Nabi Muhammad Saw. agar menyeru


manusia untuk menyembah Allah dengan cara yang bijaksana.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang diserukan kepada manusia ialah wahyu yang
diturunkan kepadanya berupa Al-Qur'an, Sunnah, dan pelajaran yang baik; yakni
semua yang terkandung di dalamnya berupa larangan-larangan dan kejadian-
kejadian yang menimpa manusia (di masa lalu). Pelajaran yang baik itu agar dijadikan
peringatan buat mereka akan pembalasan Allah Swt. (terhadap mereka yang
durhaka).
Firman Allah Swt.
{ ُ‫} َو َجا ِد ْلهُ ْم بِالَّتِي ِه َي َأحْ َسن‬
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. (An-Nahl: 125)

Yakni terhadap orang-orang yang dalam rangka menyeru mereka diperlukan


perdebatan dan bantahan. Maka hendaklah hal ini dilakukan dengan cara yang baik.

93
yaitu dengan lemah lembut, tutur kata yang baik, serta cara yang bijak. Ayat ini sama
pengertiannya dengan ayat lain yang disebutkan oleh firman-Nya:

{‫ب ِإال بِالَّتِي ِه َي َأحْ َسنُ ِإال الَّ ِذينَ ظَلَ ُموا ِم ْنهُ ْم‬
ِ ‫} َوال تُ َجا ِدلُوا َأ ْه َل ْال ِكتَا‬

Dan janganlah kalian berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang
paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka. (Al-'Ankabut: 46),
hingga akhir ayat.

Allah Swt. memerintahkan Nabi Saw. untuk bersikap lemah lembut, seperti halnya
yang telah Dia perintahkan kepada Musa dan Harun, ketika keduanya diutus oleh
Allah Swt. kepada Fir'aun, yang kisahnya disebutkan oleh Allah Swt. melalui firman-
Nya:

{‫}فَقُوال لَهُ قَوْ ال لَيِّنًا لَ َعلَّهُ يَتَ َذ َّك ُر َأوْ يَ ْخ َشى‬

maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut,
mudah-mudahan ia ingat atau takut. (Thaha: 44)

Adapun firman Allah Swt.:

{ َ‫ض َّل ع َْن َسبِيلِ ِه َوهُ َو َأ ْعلَ ُم بِ ْال ُم ْهتَ ِدين‬


َ ‫ك هُ َو َأ ْعلَ ُم بِ َم ْن‬
َ َّ‫}ِإ َّن َرب‬

Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang sesat
dari jalan-Nya. (An-Nahl: 125), hingga akhir ayat.
Maksudnya, Allah telah mengetahui siapa yang celaka dan siapa yang berbahagia di
antara mereka, dan hal tersebut telah dicatat di sisi-Nya serta telah dirampungkan
kepastiannya. Maka serulah mereka untuk menyembah Allah, dan janganlah kamu
merasa kecewa (bersedih hati) terhadap orang yang sesat di antara mereka. Karena
sesungguhnya bukanlah tugasmu memberi mereka petunjuk. Sesungguhnya
tugasmu hanyalah menyampaikan, dan Kamilah yang akan menghisab. Dalam ayat
yang lain disebutkan oleh firman-Nya:

{ َ‫ك اَل تَ ْه ِدي َم ْن َأحْ بَبْت‬


َ َّ‫}ِإن‬

Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu
kasihi. (Al-Qashash: 56)
{‫ْس َعلَ ْيكَ هُدَاهُ ْم‬
َ ‫}لَي‬

Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk (Al-Baqarah: 272)

94
Ayat-ayat kecaman dan ancaman terus mengalir kepada kaum musyrik yang
berpaling dari kebenaran (Q.S 41: 13).

Tafsir Surat Fushshilat, ayat 13-18

{‫) ِإ ْذ َجا َء ْتهُ ُم الرُّ ُس ُل ِم ْن بَي ِْن َأ ْي ِدي ِه ْم‬13( ‫د‬Gَ ‫صا ِعقَ ِة عَا ٍد َوثَ ُمو‬
َ ‫صا ِعقَةً ِم ْث َل‬
َ ‫م‬Gْ ‫ فَقُلْ َأ ْن َذرْ تُ ُك‬G‫فَِإ ْن َأ ْع َرضُوا‬
‫) فََأ َّما‬14( َ‫م بِ ِه َكافِرُون‬Gُْ‫َو ِم ْن َخ ْلفِ ِه ْم َأال تَ ْعبُدُوا ِإال هَّللا َ قَالُوا لَوْ َشا َء َربُّنَا ألنز َل َمالِئ َكةً فَِإنَّا بِ َما ُأرْ ِس ْلت‬
‫ َم ْن َأ َش ُّد ِمنَّا قُ َّوةً َأ َولَ ْم يَ َروْ ا َأ َّن هَّللا َ الَّ ِذي خَ لَقَهُ ْم هُ َو َأ َش ُّد‬G‫ق َوقَالُوا‬
ِّ ‫ض بِ َغي ِْر ْال َح‬
ِ ْ‫ فِي األر‬G‫عَا ٌد فَا ْستَ ْكبَرُوا‬
ٍ ‫صرًا فِي َأي ٍَّام ن َِح َسا‬
َ ‫ت لِنُ ِذيقَهُ ْم َع َذ‬
‫اب‬ َ ‫) فََأرْ َس ْلنَا َعلَ ْي ِه ْم ِريحًا‬15( َ‫ بِآيَاتِنَا يَجْ َح ُدون‬G‫ِم ْنهُ ْم قُ َّوةً َو َكانُوا‬
َ ْ‫صر‬
G‫م فَا ْست ََحبُّوا‬Gُْ‫) َوَأ َّما ثَ ُمو ُد فَهَ َد ْينَاه‬16( ‫ُون‬ َ ‫ي فِي ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َولَ َع َذابُ اآل ِخ َر ِة َأ ْخزَى َوهُ ْم اَل يُ ْن‬
Gَ ‫صر‬ ِ ‫ْال ِخ ْز‬
‫ الَّ ِذينَ آ َمنُوا‬G‫) َونَ َّج ْينَا‬17( َ‫ب ْالهُو ِن بِ َما َكانُوا يَ ْك ِسبُون‬
ِ ‫اعقَةُ ْال َع َذا‬
ِ ‫ص‬َ ‫م‬Gُْ‫ْال َع َمى َعلَى ْالهُدَى فََأ َخ َذ ْته‬
)18( َ‫ يَتَّقُون‬G‫} َو َكانُوا‬

Jika mereka berpaling, maka katakanlah, "Aku telah memperingatkan kamu dengan
petir, seperti petir yang menimpa kaum 'Ad dan kaum Tsamud.”(13)
Ketika rasul-rasul datang kepada mereka dari depan dan dari belakang mereka
(dengan menyerukan), "Janganlah kamu menyembah selain Allah.” Mereka
menjawab, "Kalau Tuhan kami menghendaki, tentu Dia akan menurunkan malaikat-
malaikat-Nya, maka sesungguhnya kami kafir kepada wahyu yang kamu diutus
membawanya.” (14)
Adapun kaum 'Ad, maka mereka menyombongkan diri di muka bumi tanpa alasan
yang benar dan berkata, "Siapakah yang lebih besar kekuatannya daripada kami?”
Dan apakah mereka itu tidak memperhatikan bahwa Allah Yang Menciptakan
mereka adalah lebih besar kekuatan-Nya daripada mereka? Dan adalah mereka
mengingkari tanda-tanda (kekuatan) Kami. (15)
Maka Kami meniupkan angin yang amat gemuruh kepada mereka dalam beberapa
hari yang sial, karena Kami hendak merasakan kepada mereka itu siksaan yang
menghinakan dalam kehidupan dunia. Dan sesungguhnya siksaan akhirat lebih
menghinakan, sedangkan mereka tidak diberi pertolongan. (16)
Dan adapun kaum Tsamud, maka mereka telah Kami beri petunjuk, tetapi mereka
lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk itu, maka mereka disambar petir
azab yang menghinakan disebabkan apa yang telah mereka kerjakan. (17)
Dan Kami selamatkan orang-orang yang beriman dan mereka adalah orang-orang
yang bertakwa.(18)

95
Tafsir Ibnu Katsir

Allah Swt. berfirman kepada Nabi-Nya, "Katakanlah kepada orang-orang musyrik


yang mendustakan kebenaran yang engkau sampaikan kepada mereka, bahwa jika
kalian berpaling dari apa yang aku sampaikan kepada kalian dari sisi Allah ini, maka
sesungguhnya aku memperingatkan kalian akan turunnya azab Allah atas kalian,
sebagaimana yang telah menimpa umat-umat terdahulu yang telah mendustakan
rasul-rasul Allah."
َ ‫}صا ِعقَةً ِم ْث َل‬
{‫صا ِعقَ ِة عَا ٍد َوثَ ُمو َد‬ َ
(yaitu) petir seperti petir yang menimpa kaum 'Ad dan kaum Tsamud. (Fushshilat: 13)

Yakni siksaan itu akan menimpa pula orang-orang yang bersepak terjang seperti
kedua kaum itu.
{‫}ِإ ْذ َجا َء ْتهُ ُم الرُّ ُس ُل ِم ْن بَ ْي ِن َأ ْي ِدي ِه ْم َو ِم ْن خَ ْلفِ ِه ْم‬
Ketika rasul-rasul datang kepada mereka dari depan dan dari belakang mereka.
(Fushshilat: 14)

Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:


{‫ت النُّ ُذ ُر ِم ْن بَ ْي ِن يَ َد ْي ِه َو ِم ْن َخ ْلفِ ِه‬ ِ َ‫} َو ْاذ ُكرْ َأ َخا عَا ٍد ِإ ْذ َأ ْن َذ َر قَوْ َمهُ بِاألحْ ق‬
ِ َ‫اف َوقَ ْد خَ ل‬
Dan ingatlah (Hud) saudara kaum 'Ad yaitu ketika dia memberi peringatan kepada
kaumnya di Al-Ahqaf dan sesungguhnya telah terdahulu beberapa orang pemberi
peringatan sebelumnya dan sesudahnya. (Al-Ahqaf: 21)
Yakni telah terdahulu beberapa orang pemberi peringatan mendatangi kota-kota
yang bertetangga dengan negeri tempat kaum 'Ad berada. Mereka diutus oleh Allah
kepada penduduknya, memerintahkan kepada mereka untuk menyembah Allah
semata dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, seraya membawa
berita gembira dan membawa peringatan. Tidakkah mereka mengambil pelajaran
dari apa yang ditimpakan oleh Allah kepada musuh-musuh-Nya, yaitu azab yang
membinasakan; dan tidakkah mereka mengambil pelajaran dari apa yang telah
dianugerahkan oleh Allah kepada kekasih-kekasih-Nya, yaitu berbagai macam
kenikmatan? Tetapi sekalipun demikian, mereka tidak mau beriman dan tidak mau
membenarkan, bahkan mereka mendustakan dan mengingkari rasul-rasul Allah, dan
mereka mengatakan:
{ً‫}لَوْ َشا َء َربُّنَا ألنز َل َمالِئ َكة‬

Kalau Tuhan kami menghendaki, tentu Dia akan menurunkan malaikat-malaikat-


Nya. (Fushshilat: 14)

Yakni seandainya Allah mengutus rasul-rasul-Nya, tentulah rasul-rasul itu terdiri dari
malaikat dari sisi-Nya, bukan manusia.

96
{ َ‫}فَِإنَّا بِ َما ُأرْ ِس ْلتُ ْم بِ ِه َكافِرُون‬
maka sesungguhnya kami kafir kepada wahyu yang kamu diutus menyampaikannya.
(Fushshilat: 14)
hai manusia yang mengaku menjadi rasul, kami tidak akan mengikuti kamu karena
kamu adalah manusia, sama seperti kami.
***********
Firman Allah Swt.:
ِ ْ‫}فََأ َّما عَا ٌد فَا ْستَ ْكب َر ُوا فِي األر‬
{‫ض‬
Adapun kaum 'Ad, maka mereka menyombongkan diri di muka bumi. (Fushshilat: 15)

Maksudnya, mereka melampaui batas, sewenang-wenang, dan durhaka.


{ً‫} َوقَالُوا َم ْن َأ َش ُّد ِمنَّا قُ َّوة‬
dan mereka berkata, "Siapakah yang lebih besar kekuatannya daripada kami?”
(Fushshilat: 15)

Mereka telah dianugerahi tubuh yang besar dan kuat sehingga mereka meyakini
bahwa dirinya dapat menolak azab Allah dengan kekuatan tubuh mereka.

{ً‫}َأ َولَ ْم يَ َروْ ا َأ َّن هَّللا َ الَّ ِذي َخلَقَهُ ْم هُ َو َأ َش ُّد ِم ْنهُ ْم قُ َّوة‬
Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa Allah yang menciptakan mereka
lebih besar kekuatan-Nya daripada mereka? (Fushshilat: 15)

Yakni apakah mereka tidak memikirkan siapa yang mereka tantang itu,
sesungguhnya Dia Mahabesar Yang telah menciptakan segala sesuatu dan yang telah
memberikan segala kekuatan yang diperlukan oleh segala sesuatu? Sesungguhnya
azab-Nya amat keras, seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{ َ‫} َوال َّس َما َء بَنَ ْينَاهَا بَِأ ْي ٍد وَِإنَّا لَ ُمو ِسعُون‬
Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami
benar-benar meluaskannya. (Az-Dzariyat: 47)

Mereka menantang Yang Maha Mengalahkan dengan memusuhi-Nya dan


mengingkari ayat-ayat-Nya serta durhaka kepada rasul-rasul-Nya. Karena itulah
disebutkan di dalam firman berikutnya:
َ ‫}فََأرْ َس ْلنَا َعلَ ْي ِه ْم ِريحًا‬
َ ْ‫صر‬
{‫صرًا‬

Maka Kami meniupkan angin yang amat gemuruh kepada mereka. (Fushshilat: 16)

Sebagian ulama mengatakan bahwa angin itu sangat kuat tiupannya. Menurut
pendapat yang lainnya sangat dingin; dan menurut pendapat yang lainnya lagi angin
yang suara gemuruhnya sangat keras. Sebenarnya angin tersebut mempunyai semua
sifat yang telah disebutkan di atas. Karena sesungguhnya angin itu selain sangat kuat

97
tiupannya, juga sangat keras, agar hukuman yang ditimpakan kepada mereka sesuai
dengan kekuatan yang mereka miliki yang menyebabkan mereka teperdaya
karenanya. Dan sesungguhnya angin itu pun sangat dingin, seperti yang disebutkan
di dalam firman-Nya:
َ ْ‫صر‬
{‫ص ٍر عَاتِيَ ٍة‬ َ ‫يح‬
ٍ ‫}بِ ِر‬
dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang. (Al-Haqqah: 6)

Yakni sangat dingin dan mempunyai suara gemuruh yang amat menakutkan; dan ada
sebuah sungai di negeri Timur diberi nama Sungai Sarsar karena suara alirannya
sangat kuat (menimbulkan suara gemuruh).
************
Firman Allah Swt.:
{‫ت‬ٍ ‫}فِي َأي ٍَّام نَ ِح َسا‬
dalam beberapa hari yang sial. (Fushshilat: 16)
Artinya, terus-menerus. Seperti yang dijelaskan dalam firman-Nya:
{‫} َس ْب َع لَيَا ٍل َوثَ َمانِيَةَ َأي ٍَّام حُ سُو ًما‬
selama tujuh malam dan delapan hari secara terus-menerus. (Al-Haqqah: 7)
Sebagaimana yang disebutkan pula di dalam firman-Nya:
{‫س ُم ْستَ ِم ٍّر‬ ٍ ْ‫}فِي يَوْ ِم نَح‬
pada hari nahas (sial) yang terus-menerus. (Al-Qamar: 19)

Yakni azab mulai menimpa mereka di hari yang nahas itu, kemudian kesialan terus-
menerus menimpa mereka hingga semuanya binasa. selama tujuh malam dan
delapan hari secara terus-menerus. (Al-Haqqah: 7) Akhirnya binasalah mereka
semuanya tanpa ada seorang pun yang tersisa. Azab yang menghinakan ini menimpa
mereka di dunia dan terus disambung dengan azab di akhirat. Karena itulah
disebutkan dalam firman selanjutnya:
{‫ي فِي ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َولَ َع َذابُ اآل ِخ َر ِة َأ ْخزَ ى‬
ِ ‫اب ْال ِخ ْز‬
َ ‫}لِنُ ِذيقَهُ ْم َع َذ‬
karena Kami hendak merasakan kepada mereka itu siksaan yang menghinakan
dalam kehidupan dunia. Dan sesungguhnya siksaan akhirat lebih menghinakan,
sedangkan mereka tidak diberi pertolongan. (Fushshilat: 16)

Yakni azab di akhirat lebih menghinakan mereka, dan tiada seorang pun yang dapat
menolong mereka, sebagaimana ketika di dunia pun mereka tidak diberi
pertolongan. Tiada seorang pun yang dapat menyelamatkan dan melindungi mereka
dari azab Allah dan pembalasan-Nya.
***********
Firman Allah Swt.:
{‫} َوَأ َّما ثَ ُمو ُد فَهَ َد ْينَاهُ ْم‬
Dan adapun kaum Tsamud, maka mereka telah Kami beri petunjuk. (Fushshilat: 17)

98
Ibnu Abbas r.a. Abul Aliyah, Sa'id ibnu Jubair, Qatadah, As-Saddi, dan Ibnu Zaid
mengatakan bahwa hadainahum artinya Kami telah menjelaskan kepada mereka
perkara yang hak.

Ats-Tsauri mengatakan bahwa artinya Kami telah seru mereka ke jalan Kami.
{‫}فَا ْستَ َحبُّوا ْال َع َمى َعلَى ْالهُدَى‬
tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk itu. (Fushshilat:
17)

Yaitu Kami perlihatkan, Kami jelaskan, dan Kami terangkan kepada mereka perkara
yang hak melalui lisan nabi mereka, yaitu Saleh a.s. Tetapi mereka menentangnya,
mendustakannya, dan menyembelih unta betina Allah yang Dia jadikan sebagai
tanda dan bukti yang membenarkan nabi mereka.
{‫ب ْالهُو ِن‬
ِ ‫صا ِعقَةُ ْال َع َذا‬
َ ‫}فََأ َخ َذ ْتهُ ْم‬
maka mereka disambar petir azab yang menghinakan. (Fushshilat: 17)

Allah menimpakan kepada mereka pekikan yang mengguntur, sebagai azab Allah
yang menghinakan mereka.
{ َ‫}بِ َما َكانُوا يَ ْك ِسبُون‬
disebabkan apa yang telah mereka kerjakan. (Fushshilat: 17)
karena mereka mendustakan nabi-Nya dan ingkar kepada-Nya.
{‫} َونَ َّج ْينَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا‬
Dan Kami selamatkan orang-orang yang beriman. (Fushshilat: 18)
dari kalangan mereka, sehingga mereka tidak terkena azab yang menimpa kaumnya
barang sedikit pun, bahkan Allah Swt. menyelamatkan mereka bersama nabi mereka
Saleh a.s. berkat iman dan takwa mereka kepada Allah Swt.

Selain itu, turun juga ayat-ayat mengenai keesaan Tuhan dan kepastian hari kiamat
(Q.S. Yasin [36]: 78-82).
Untuk mendapatkan keutuhan konten dan kontek ayat, terjemahan ayat dari tafsir
ibnu katsir ayat 77- 80 dan 81-83.

Tafsir Surat Yasin(36), ayat 77-83

{‫خ ْلقَهُ قَا َل‬


َ ‫ب لَنَا َمثَال َون َِس َي‬
َ ‫ض َر‬
َ ‫) َو‬77( ‫ين‬ ْ ُ‫َأ َولَ ْم يَ َر اإل ْن َسانُ َأنَّا خَ لَ ْقنَاهُ ِم ْن ن‬
ِ ‫طفَ ٍة فَِإ َذا هُ َو خ‬
ٌ ِ‫َصي ٌم ُمب‬

ٍ ‫) قُلْ يُحْ يِيهَا الَّ ِذي َأ ْن َشَأهَا َأ َّو َل َم َّر ٍة َوه َُو بِ ُكلِّ َخ ْل‬78( ‫َم ْن يُحْ يِي ْال ِعظَا َم َو ِه َي َر ِمي ٌم‬
‫) الَّ ِذي‬79( ‫ق َعلِي ٌم‬
)80( َ‫ض ِر نَارًا فَِإ َذا َأ ْنتُ ْم ِم ْنهُ تُوقِ ُدون‬ ْ ‫} َج َع َل لَ ُك ْم ِمنَ ال َّش َج ِر‬
َ ‫األخ‬

99
Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik
air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata! (77)
Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia
berkata, "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang yang telah hancur
luluh?” (78)
Katakanlah, "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya pertama kali.
Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk, (79)
yaitu Tuhan Yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba
kamu nyalakan (api) dari kayu itu.”(80)

Tafsir Ibnu Katsir

Mujahid, Ikrimah, Urwah ibnuz Zubair, As-Saddi, dan Qatadah mengatakan bahwa
Ubay ibnu Khalaf laknatullah datang kepada Rasulullah Saw. dengan membawa
sebuah tulang yang sudah rapuh, lalu ia remas-remas tulang itu hingga hancur dan
menebarkannya ke udara seraya berkata, "Hai Muhammad, apakah engkau mengira
bahwa Allah akan membangkitkan hidup kembali tulang ini?" Rasulullah Saw.
menjawab:
"‫ار‬ َ ‫ ثُ َّم يَحْ ُش ُر‬G، َ‫ك هَّللا ُ تَ َعالَى ثُ َّم يَ ْب َعثُك‬
ِ َّ‫ك ِإلَى الن‬ Gَ ُ‫ يُ ِميت‬،‫"نَ َع ْم‬

Benar, Allah akan mematikanmu, kemudian membangkitkanmu hidup kembali, lalu


menggiringmu ke neraka. Dan turunlah ayat-ayat berikut hingga akhir surat, yaitu:
Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik
air (mani). (Yasin: 77), hingga akhir surat.

‫ َح َّدثَنَا ع ُْث َمانُ بْنُ َس ِعي ٍد‬،‫ َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ ْال َعاَل ِء‬،‫ َح َّدثَنَا َعلِ ُّي بْنُ الحسين ْب ِن ْال ُجنَ ْي ِد‬:‫قَا َل ابْنُ َأبِي َحاتِ ٍم‬
‫ ْبنَ َواِئ ٍل َأخَ َذ‬G‫ أن العاصى‬،‫ ع َِن ابن عباس‬، ‫ ع َْن َس ِعي ِد ْب ِن ُجبَي ٍْر‬،‫ ع َْن َأبِي بِ ْش ٍر‬،‫ ع َْن هُ َشيْم‬،‫َّات‬ ُ ‫ال َّزي‬
‫ َأيُحْ يِي هَّللا ُ هَ َذا بَ ْع َد َما َأ َرى؟‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ْ َ‫َظ ًما ِمنَ ْالب‬
َ ِ ‫ ثُ َّم قَا َل لِ َرسُو ِل هَّللا‬،‫ط َحا ِء ففتَّه بِيَ ِد ِه‬ ْ ‫ع‬

َ ‫ك هَّللا ُ ثُ َّم يُحْ يِي‬


ِ َ‫ َونَ َزل‬:‫ قال‬."‫ ثُ َّم يدخلك جهنم‬،‫ك‬
‫ت‬ َ ُ‫ يُ ِميت‬،‫ "نَ َع ْم‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬
َ َ‫فَق‬
ُ َ‫"اآْل ي‬.
ِ ‫ات ِم ْن‬
‫آخَر "يس‬

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain ibnul
Junaid, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Ala, telah menceritakan
kepada kami Usman ibnu Sa'id Az-Zayyat, dari Has'yim, dari Abu Bisyr, dari Sa'id ibnu
Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya Al-As ibnu Wa'il
memungut sepotong tulang dari Bat-hah, lalu menghancurkannya dengan
tangannya, kemudian ia berkata kepada Rasulullah Saw., "Apakah Allah akan

100
menghidupkan kembali hewan ini sesudah apa yang kulihat sekarang?" Rasulullah
Saw. menjawab: Benar, Allah akan mematikanmu, lalu menghidupkanmu, kemudian
memasukkanmu ke dalam neraka Jahanam. Ibnu Abbas mengatakan bahwa setelah
itu turunlah ayat-ayat yang terakhir dari surat Yasin.

Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Ya'qub ibnu Ibrahim, dari Hasyim, dari Abu Bisyr,
dari Sa'id ibnu Jubair, lalu disebutkan hal yang semisal, tetapi dalam periwayatan ini
tidak disebutkan Ibnu Abbas.

Telah diriwayatkan pula melalui jalur Al-Aufi, dari Ibnu Abbas yang mengatakan
bahwa Abdullah ibnu Ubay datang dengan membawa sepotong tulang, lalu ia
menghancurkannya, selanjutnya disebutkan hal yang semisal. Hal ini jelas mungkar
karena surat ini adalah Makkiyyah, sedangkan Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul hanya
ada di Madinah.

Akan tetapi, pada garis besarnya dapat dikatakan bahwa sama saja apakah ayat-ayat
ini diturunkan berkenaan dengan Ubay ibnu Khalaf, atau Al-As ibnu Wa'il, atau
berkenaan dengan kedua-duanya, makna ayat mengandung pengertian yang umum
mencakup semua orang yang ingkar terhadap adanya hari berbangkit.

Huruf alif dan lam yang ada di dalam firman-Nya:


{ ُ‫}َأ َولَ ْم يَ َر اإل ْن َسان‬
Dan apakah manusia tidak memperhatikan. (Yasin: 77)

Menunjukkan pengertian al-liljinsi yang berarti mencakup semua orang yang ingkar
terhadap adanya hari berbangkit.
********
ٌ ِ‫صي ٌم ُمب‬
{‫ين‬ ْ ُ‫}َأنَّا خَ لَ ْقنَاهُ ِم ْن ن‬
ِ َ‫طفَ ٍة فَِإ َذا هُ َو خ‬
bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi
penantang yang nyata. (Yasin: 77)

Yakni apakah orang yang ingkar terhadap adanya hari berbangkit tidak
menyimpulkan dari permulaan penciptaan dirinya yang menunjukkan kepada
pengembaliannya? Karena sesungguhnya Allah mulai menciptakan manusia dari sari
pati air yang hina. Dia menciptakannya dari sesuatu yang hina, lemah, dan kecil,
sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

ٍ ُ‫َر َم ْعل‬
{‫وم‬ ٍ ‫}َألَ ْم ن َْخلُ ْق ُك ْم ِم ْن َما ٍء َم ِهي ٍن * فَ َج َع ْلنَاهُ فِي قَ َر‬
ٍ ‫ار َم ِكي ٍن * ِإلَى قَد‬

101
Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina? Kemudian Kami letakkan dia
dalam tempat yang kokoh (Rahim). Sampai waktu yang ditentukan (Al Mursalat : 20-
21)
Dan firman Allah Swt.:
ْ ُ‫}ِإنَّا خَ لَ ْقنَا اإل ْن َسانَ ِم ْن ن‬
ٍ ‫طفَ ٍة َأ ْم َش‬
{‫اج نَ ْبتَلِي ِه‬
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur.
(Al-Insan: 2)
Yaitu dari air mani yang bercampur, dan Tuhan yang menciptakan manusia dari
nutfah yang lemah ini pasti dapat menghidupkannya kembali sesudah matinya.

Imam Ahmad mengatakan di dalam kitab musnadnya:


‫ ع َْن بُسْر ابن َجحَّاش؛ َأ َّن‬،‫ ع َْن ُجبَيْر ْب ِن نُفَي ٍْر‬،‫ َح َّدثَنِي َع ْب ُد الرَّحْ َم ِن بْنُ َم ْي َسرة‬،‫ َح َّدثَنَا َحريز‬،‫ير ِة‬ َ ‫َح َّدثَنَا َأبُو ْال ُم ِغ‬
َ َ‫ ثُ َّم ق‬،ُ‫ض َع َعلَ ْيهَا ُأصْ بُ َعه‬
‫ أنَّى‬،‫ ا ْبنَ آ َد َم‬:‫ "قَا َل هَّللا ُ تَ َعالَى‬:‫ال‬ َ ‫ فَ َو‬،‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بَصق يَوْ ًما فِي كفِّه‬َ ِ ‫َرسُو َل هَّللا‬
َ‫ فَ َج َمعْت‬G،‫ض ِم ْنكَ وَِئي ٌد‬ ِ ْ‫ َم َشيْتَ بَ ْينَ بردَيك َولَِأْلر‬،‫ َحتَّى ِإ َذا َسوَّيتك و َعدَلتك‬،‫ك ِم ْن ِم ْث ِل هَ ِذ ِه‬ َ ُ‫تُعجزني َوقَ ْد َخلَ ْقت‬
َّ ‫ق وأنَّى َأ َوانُ ال‬
‫ص َدقَ ِة؟‬ ُ ‫ أتصد‬: َ‫ َحتَّى ِإ َذا بَلَغَت التَّ َراقِي قُ ْلت‬، َ‫" َو َمنَعْت‬.

Telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami
Hariz, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Maisarah, dari Jubair ibnu
Nafir, dari Bisyr ibnu Jahhasy yang mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw.
meludah di telapak tangannya pada suatu hari, lalu meletakkan jari telunjuknya pada
ludahnya itu dan bersabda: Allah SWT berfirman, "Hai Bani Adam, bagaimanakah
engkau menganggap-Ku tidak berkuasa, sedangkan Aku telah menciptakanmu dari
hal semisal ini; dan manakala Aku telah menyempurnakan bentukmu dan
menyelesaikan ciptaanmu hingga kamu dapat berjalan dengan mengenakan baju
burdahmu dan bumi ini sebagai tempat berpijakmu, lalu kamu menghimpun (harta)
dan tidak mau bersedekah. Hingga manakala roh sampai di tenggorokan, lalu kamu
katakan, 'Aku akan bersedekah', tetapi masa bersedekah telah habis.”

Ibnu Majah meriwayatkannya melalui Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Yazid ibnu
Harun, dari Hariz ibnu Usman dengan sanad yang sama.

Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:


{‫ال َم ْن يُحْ يِي ْال ِعظَا َم َو ِه َي َر ِمي ٌم‬
َ َ‫ب لَنَا َمثَال َون َِس َي خَ ْلقَهُ ق‬
َ ‫ض َر‬
َ ‫} َو‬
Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia
berkata, "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang yang telah hancur
luluh?" (Yasin: 78)

Yakni dia menganggap mustahil bahwa Allah Yang mempunyai kekuasaan Yang besar
yang telah menciptakan langit dan bumi ini dapat mengembalikan jasad dan tulang-
belulang yang telah hancur luluh menjadi hidup kembali. Dia lupa akan dirinya,
bahwa Allah telah menciptakannya dari tiada menjadi ada. Padahal kalau dia

102
merenungkan kejadian dirinya, tentulah ia dapat membuktikan hal yang lebih kuat
daripada keingkarannya yang membuktikan kekuasaan Allah Swt. Karena itulah
dalam firman selanjutnya disebutkan:
ٍ ‫}قُلْ يُحْ يِيهَا الَّ ِذي َأ ْن َشَأهَا َأو ََّل َم َّر ٍة َوهُ َو بِ ُك ِّل خ َْل‬
{‫ق َعلِي ٌم‬
Katakanlah, "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya pertama kali.
Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk. (Yasin: 79)

Yakni mengetahui tulang-belulang yang berserakan di seantero bumi, kemana


perginya dan ke mana bercerai-berainya.

ُ‫ال ُع ْقبَة‬ َ َ‫ ق‬:‫ال‬


َ َ‫ ع َْن ِربْع ّي ق‬،‫ك ب ِْن ُع َمي ٍْر‬ ِ ِ‫ ع َْن َع ْب ِد ْال َمل‬،‫ َح َّدثَنَا َأبُو ع ََوانة‬، ُ‫ َح َّدثَنَا َعفَّان‬:‫قَا َل اِإْل َما ُم َأحْ َم ُد‬
‫ "ِإ ْن‬:‫ َس ِم ْعتُهُ يَقُو ُل‬:‫ال‬ َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم؟ فَق‬ َ ِ ‫ َأاَل تحدثُنا َما سمعتَ ِم ْن َرسُو ِل هَّللا‬:َ‫بْنُ َع ْم ٍرو لِ ُح َذ ْيفَة‬
‫ لِي َحطَبا كثيرًا جزَال ثُ َّم‬G‫ت فَاجْ َمعُوا‬ ُّ ‫ ِإ َذا َأنَا ُم‬:ُ‫صى َأ ْهلَه‬ َ ْ‫س ِمنَ ْال َحيَا ِة َأو‬ َ ِ‫ فَلَ َّما َأي‬،‫ت‬ ُ ْ‫ض َرهُ ْال َمو‬َ ‫َر ُجاًل َح‬
‫ فَ َذروها‬G‫ فَ ُخ ُذوهَا فَ ُدقُّوهَا‬،‫ت‬ ُ ‫َظ ِمي فامتُ ِح ْش‬ ْ ‫ت] لَحْ ِمي وخلَصت ِإلَى ع‬ ْ َ‫ َحتَّى ِإ َذا [َأ َكل‬،‫ فِي ِه نَارًا‬G‫َأوْ قَدُوا‬
ُ‫ال ُع ْقبَةُ بْن‬ َ َ‫ فَق‬."ُ‫ فَ َغفَ َر هَّللا ُ لَه‬. َ‫ ِم ْن خَ ْشيَتِك‬:‫ك؟ قَا َل‬ َ ِ‫ لِ َم فَ َع ْلتَ َذل‬:ُ‫ال لَه‬
َ َ‫ فَ َج َم َعهُ هَّللا ُ ِإلَ ْي ِه فَق‬،‫ فَفَ َعلُوا‬.‫فِي ْاليَ ِّم‬
‫ َو َكانَ نبَّاشا‬،‫ك‬ َ ِ‫ َوَأنَا ُس ْم َعتُهُ يَقُو ُل َذل‬:‫ َع ْم ٍرو‬.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah


menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Abdul Malik ibnu Umair, dari Rib'i
yang mengatakan bahwa Uqbah ibnu Amr berkata kepada Huzaifah, "Mengapa
engkau tidak menceritakan kepada kami hadis yang pernah engkau dengar dari
Rasulullah Saw.?" Huzaifah r.a. menjawab, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah
Saw. bersabda: Sesungguhnya pernah ada seorang lelaki yang menjelang ajalnya;
ketika ia merasa putus harapan untuk dapat hidup, ia berwasiat kepada keluarganya,
"Apabila aku telah mati, maka kumpulkanlah kayu bakar yang banyak sekali untukku,
kemudian bakarlah kayu itu. Manakala api telah menghanguskan dagingku dan
membakar tulangku hingga hangus, maka ambillah tubuhku, lalu tumbuklah, setelah
itu tebarkanlah abuku ke laut." Maka keluarganya melakukan apa yang
diwasiatkannya itu, dan Allah menghimpun kembali semua abunya ke hadapan-Nya,
kemudian Allah bertanya kepadanya, "Mengapa engkau lakukan itu?” Ia menjawab,
"Karena rasa takutku kepada Engkau, " maka Allah memberikan ampunan baginya.
Uqbah ibnu Amr mengatakan bahwa ia pernah pula mendengar hadis tersebut dari
Nabi Saw., dan beliau menjelaskan bahwa lelaki itu adalah tukang mencuri
perlengkapan mayat yang telah dikubur dengan menggali kembali kuburnya.

Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan hadis ini di dalam kitab
sahih masing-masing melalui hadis Abdul Malik ibnu Umair dengan teks yang cukup
banyak, yang antara lain menyebutkan bahwa lelaki tersebut memerintahkan kepada
anak-anaknya agar setelah ia mati, jasadnya dibakar, lalu abunya ditaburkan
separonya di daratan dan separonya lagi di laut di hari yang berangin besar;

103
kemudian mereka melakukan hal tersebut. Kemudian Allah Swt. memerintahkan
kepada laut agar mengumpulkan abu itu yang ada padanya, dan memerintahkan
pula kepada bumi untuk mengumpulkan abu itu yang ada padanya. Sesudah itu Allah
Swt. berfirman kepadanya, "Jadilah kamu!" Maka dengan serta merta kembalilah
abu itu ke ujud yang semula sebagai lelaki tersebut dalam keadaan utuh, lalu Allah
bertanya kepadanya, "Apakah yang mendorongmu berbuat seperti itu?" Lelaki itu
menjawab, "Karena takut kepada Engkau, dan Engkau lebih mengetahui." Maka tidak
lama kemudian Allah memberikan ampunan kepadanya.
**************
Firman Allah Swt.:
{ َ‫ض ِر نَارًا فَِإ َذا َأ ْنتُ ْم ِم ْنهُ تُوقِ ُدون‬ ْ ‫}الَّ ِذي َج َع َل لَ ُك ْم ِمنَ ال َّش َج ِر‬
َ ‫األخ‬
yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba
kamu nyalakan (api) dari kayu itu. (Yasin: 80)

Tuhanlah yang menciptakan pohon ini dari air sejak semula hingga menjadi pohon
yang hijau lagi segar berbuah dan dapat dituai buahnya, kemudian Dia
mengembalikannya hingga jadilah ia kayu yang kering dan dapat dijadikan sebagai
kayu bakar. Dia Maha berbuat terhadap apa yang dikehendaki-Nya, lagi Mahakuasa
terhadap apa yang diinginkan-Nya, tiada sesuatu pun yang dapat mencegah-Nya.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yaitu Tuhan yang


menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api)
dari kayu itu. (Yasin: 80) Bahwa Tuhan Yang mengeluarkan api dari pohon itu mampu
mengembalikannya hidup kembali.

Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah pohon marakh dan 'ifar yang
tumbuh di tanah Hijaz. Orang yang tidak mempunyai pemantik api bisa saja
mengambil dua buah tangkai yang masih hijau dari masing-masing pohon itu, lalu
menggesekkan yang satu dengan yang lainnya, maka timbullah api dari keduanya,
sama saja dengan menyalakan api memakai pemantik api. Hal ini diriwayatkan dari
Ibnu Abbas r.a. Di dalam peribahasa (Arab) disebutkan bahwa masing-masing pohon
mempunyai apinya sendiri, dan yang paling banyak ialah marakh dan 'ifar. Orang-
orang bijak mengatakan bahwa setiap pohon itu mempunyai api, kecuali pohon
anggur.

Lanjutan ayat..

Tafsir Surat Yasin, ayat 81-83

104
{‫) ِإنَّ َما‬81( ‫ق ْال َعلِي ُم‬
ُ ‫ق ِم ْثلَهُ ْم بَلَى َوه َُو ْالخَال‬
َ ُ‫ض بِقَا ِد ٍر َعلَى َأ ْن يَ ْخل‬
َ ْ‫ت َواألر‬
ِ ‫ق ال َّس َم َوا‬ َ ‫َأ َولَي‬
َ َ‫ْس الَّ ِذي خَ ل‬
ُ ‫) فَ ُس ْب َحانَ الَّ ِذي بِيَ ِد ِه َملَ ُك‬82( ُ‫َأ ْم ُرهُ ِإ َذا َأ َرا َد َش ْيًئا َأ ْن يَقُو َل لَهُ ُك ْن فَيَ ُكون‬
( َ‫وت ُكلِّ َش ْي ٍء َوِإلَ ْي ِه تُرْ َجعُون‬
)83 }

Dan tidakkah Tuhan Yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan
yang serupa dengan itu? Benar Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagr Maha
Mengetahui. (81)
Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata
kepadanya, "Jadilah!" Maka terjadilah ia.(81)
Maka Mahasuci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan
kepada-Nyalah kamu dikembalikan.(82)

Tafsir Ibnu Katsir

Allah Swt. berfirman seraya memberitakan dan mengingatkan (manusia) akan


kekuasaan-Nya Yang Mahabesar di langit yang tujuh lapis; berikut semua bintang
yang ada padanya, baik yang tetap maupun yang beredar, Yang Mahabesar di bumi
lapis tujuh berikut semua gunung, padang pasir, laut, dan hutan belantara serta apa
yang ada di antaranya. Dia memberikan petunjuk melalui hal tersebut yang
menunjukkan akan kekuasaan-Nya, bahwa Tuhan Yang Menciptakan segala sesuatu
yang besar-besar itu mampu menghidupkan kembali, jasad-jasad yang telah mati.
Allah Swt. telah berfirman:
{‫اس‬ ِ ‫ض َأ ْكبَ ُر ِم ْن َخ ْل‬
ِ َّ‫ق الن‬ ِ ْ‫ت َواألر‬ ُ ‫}لَخَ ْل‬
ِ ‫ق ال َّس َم َوا‬
Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia.
(Al-Mu-min: 57)

**********
Adapun firman Allah Swt.:
{‫ق ِم ْثلَهُ ْم‬
َ ُ‫ض بِقَا ِد ٍر َعلَى َأ ْن يَ ْخل‬
َ ْ‫ت َواألر‬ َ ‫}َأ َولَي‬
َ َ‫ْس الَّ ِذي خَ ل‬
ِ ‫ق ال َّس َم َوا‬

Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan
yang serupa dengan itu? (Yasin: 81)

Yakni serupa dengan manusia, maka Dia mengembalikan mereka menjadi hidup
kembali sebagaimana Dia memulai penciptaan mereka. Demikianlah menurut
pendapat Ibnu Jarir.

105
Dan ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain
melalui firman-Nya:
{‫ض َولَ ْم يَ ْع َي بِ َخ ْلقِ ِه َّن بِقَا ِد ٍر َعلَى َأ ْن يُحْ يِ َي ْال َموْ تَى بَلَى ِإنَّهُ َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍء‬
َ ْ‫ت َواألر‬ َ َ‫َأ َولَ ْم يَ َروْ ا َأ َّن هَّللا َ الَّ ِذي َخل‬
ِ ‫ق ال َّس َم َوا‬
‫}قَ ِدي ٌر‬
Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah yang
menciptakan langit dan bumi dan Dia tidak merasa payah karena menciptakannya,
kuasa menghidupkan orang-orang mati? Ya (bahkan) sesungguhnya Dia Mahakuasa
atas segala sesuatu. (Al-Ahqaf: 33)

Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:

َ ُ‫ق ْال َعلِي ُم ِإنَّ َما َأ ْم ُرهُ ِإ َذا َأ َرا َد َش ْيًئا َأ ْن يَق‬
{ ُ‫ول لَهُ ُك ْن فَيَ ُكون‬ ُ ‫}بَلَى َوه َُو ْال َخال‬

Benar, Dia berkuasa. Dan Dialah Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui.
Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata
kepadanya, "Jadilah!" Maka terjadilah ia. (Yasin: 81-82)

Yakni sesungguhnya Dia hanya memerintahkan kepada sesuatu sekali perintah, tidak
perlu diulangi atau ditegaskan: Apabila Allah menghendaki suatu urusan, maka Dia
hanya berfirman kepadanya, "Jadilah," sekali ucap, maka jadilah ia.

،‫ ع َْن َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ب ِْن َغ ْنم‬،‫ ع َْن َشهْر‬،‫ َح َّدثَنَا ُمو َسى بْنُ الم َسيَّب‬،‫ َح َّدثَنَا ابْنُ نُ َميْر‬:‫قَا َل اِإْل َما ُم َأحْ َم ُد‬
‫ ُكلُّ ُك ْم‬،‫ يَا ِعبَا ِدي‬:‫ "ِإ َّن هَّللا َ يَقُو ُل‬:‫ال‬ َ ِ ‫ َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬،ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنه‬
َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ ِ ‫ َر‬،‫ع َْن َأبِي َذر‬
‫اج ٌد َأ ْف َع ُل‬ ِ ‫ ِإنِّي َج َوا ٌد َم‬،‫ْت‬
ِ ‫اج ٌد َو‬ ُ ‫ َو ُكلُّ ُك ْم فَقِي ٌر ِإاَّل َم ْن َأ ْغنَي‬.‫ فَا ْستَ ْغفِرُونِي َأ ْغفِرْ لَ ُك ْم‬،‫ْت‬
ُ ‫ُم ْذنِبٌ ِإاَّل ِم ْن عَافَي‬
ُ‫ت َش ْيًئا فَِإنَّ َما َأقُو ُل لَهُ ُك ْن فَيَ ُكون‬ُ ‫ ِإ َذا َأ َر ْد‬،‫ َو َع َذابِي كَاَل ٌم‬،‫ كَاَل ٌم‬G‫ َعطَاِئي‬،‫" َما َأ َشا ُء‬.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu


Namir, telah menceritakan kepada kami Musa ibnul Musayyab, dari Syahr, dari
Abdur Rahman ibnu Ganam, dari Abu Zar r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. berfirman, "Hai hamba-
hamba-Ku, kalian semua berdosa terkecuali orang yang Aku maafkan. Maka
mohonlah ampunan kepada-Ku, tentu Aku mengampuni kalian. Dan kalian semua
miskin, kecuali orang yang Aku beri kecukupan; sesungguhnya Aku Maha Pemurah,
Mahaagung, Mahakaya, Aku melakukan apa saja yang Kukehendaki. Pemberian-Ku
hanya satu kata, dan azab-Ku hanya satu kata; apabila Aku menghendaki sesuatu,
sesungguhnya Aku hanya mengatakan kepadanya, 'Jadilah!' Maka jadilah ia.”
********
Firman Allah Swt.:
ُ ‫}فَ ُس ْب َحانَ الَّ ِذي بِيَ ِد ِه َملَ ُك‬
{ َ‫وت ُك ِّل َش ْي ٍء َوِإلَ ْي ِه تُرْ َجعُون‬

106
Maka Mahasuci (Allah) yang ditangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan
kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (Yasin: 83)

Yakni Mahasuci dan Mahabersih Allah, sebagai ungkapan memahasucikan dan


memahabersihkan Tuhan Yang Hidup, Yang terus menerus mengatur makhluk-Nya
dari semua keburukan. Di tangan kekuasaan-Nyalah terletak semua kendali
kekuasaan di langit dan di bumi, dan hanya kepada-Nyalah dikembalikan semua
utusan. Dialah Yang Menciptakan dan Yang Memerintah, dan kepada-Nyalah
dikembalikan semua hamba pada hari mereka dibangkitkan, lalu Dia membalas
setiap orang sesuai dengan amal perbuatannya. Dia Mahaadil, Pemberi Nikmat dan
Pemberi Karunia. Maka firman Allah Swt.: Maka Mahasuci (Allah) yang di tangan-Nya
kekuasaan atas segala sesuatu. (Yasin: 83)
Semakna dengan firman Allah Swt.:
{‫وت ُكلِّ َش ْي ٍء‬ ُ ‫}قُلْ َم ْن بِيَ ِد ِه َملَ ُك‬
Katakanlah, "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu ?”
(Al-Mu-minun: 88)
Dan firman Allah Swt.:
{‫ك‬ُ ‫ك الَّ ِذي بِيَ ِد ِه ْال ُم ْل‬
َ ‫}تَبَا َر‬
Maha suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan. (Al-Mulk: 1)

Lafaz al-mulk dan al-malakut sama, seperti halnya lafaz rahmah dan rahmut, rahbah,
dan rahbut, dan jabar dan jabarut.
Di antara ulama ada yang menduga bahwa al-mulk adalah alam jasad, sedangkan al-
malakut alam roh. Pendapat yang benar adalah yang pertama, pendapat itulah yang
dipegang oleh kebanyakan ulama tafsir dan lain-lainnya.

ِ ِ‫ ع َْن َع ْب ِد ْال َمل‬،‫ َح َّدثَنَا َح َّما ٌد‬:‫قَا َل اِإْل َما ُم َأحْ َم ُد‬
ُ‫ َوهُ َو ابْن‬- َ‫ ع َْن ُح َذ ْيفَة‬،َ‫ َح َّدثَنِي ابْنُ َع ٍّم لِ ُح َذ ْيفَة‬،‫ك ْب ِن ُع َمي ٍْر‬
ُّ ‫ فَقَ َرَأ ال َّس ْب َع‬،‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َذاتَ لَ ْيلَ ٍة‬
‫الط َول‬ َ ِ ‫ت َم َع َرسُو ِل هَّللا‬ ِ ‫ َر‬-‫ْاليَ َما ِن‬
ُ ‫ قُ ْم‬:‫ قَا َل‬،ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنه‬
‫ " ْال َح ْم ُد لِ ِذي‬:‫ ثُ َّم قَا َل‬."ُ‫ " َس ِم َع هَّللا ُ لِ َم ْن َح ِم َده‬:‫ َو َكانَ ِإ َذا َرفَ َع َرْأ َسهُ ِمنَ الرُّ ُكوعِ قَا َل‬،‫ت‬ ٍ ‫فِي َسب ِْع َر َك َعا‬
ِ ‫ َو ُسجُو ُدهُ ِم ْث َل ُر ُك‬،‫ت َو ْال ِكب ِْريَا ِء َو ْال َعظَ َم ِة" َو َكانَ ُر ُكو ُعهُ ِم ْث َل قِيَا ِم ِه‬
،‫وع ِه‬ ِ ‫ت َو ْال َجبَرُو‬
ِ ‫ِذي ْال َملَ ُكو‬
َ ‫َت تَ ْن َك ِس ُر ِرجْ اَل‬
‫ي‬ َ ‫فََأ ْن‬.
ْ ‫ص ِرفُ َوقَ ْد َكاد‬
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hammad dari Abdul
Malik ibnu Umair, telah menceritakan kepadaku saudara sepupu Huzaifah, dari
Huzaifah ibnul Yaman r.a. yang menceritakan bahwa ia salat bersama Rasulullah Saw.
di suatu malam. Maka beliau Saw. membaca tujuh surat yang panjang-panjang
dalam beberapa rakaat. Dan beliau bila mengangkat kepalanya dari rukuk
mengucapkan: Allah mendengar orang yang memuji-Nya. Kemudian dilanjutkan:
Segala puji bagi Allah Yang mempunyai segala kerajaan, keperkasaan, kebesaran, dan
keagungan. Dan lama rukuknya sama dengan lama berdirinya, dan lama sujudnya

107
sama dengan lama rukuknya. Ketika beliau bersalam, kedua kakiku terasa hampir
patah (karena lamanya salat).

Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi di dalam kitab Asy-Syama'il serta Imam Nasai
telah meriwayatkan melalui hadis Syu'bah ibnu Amr ibnu Murrah:

‫ ع َْن ُح َذ ْيفَةَ؛ َأنَّهُ َرَأى‬،‫ َْن َر ُج ٍل ِم ْن بَنِي َعبْس‬-‫ار ع‬ ِ ‫ص‬ َ ‫ َموْ لَى اَأْل ْن‬- ‫ ع َْن َأبِي َح ْمزة‬،‫ع َْن َع ْم ِرو ب ِْن ُمرة‬
ِ ‫ت َو ْال َجبَرُو‬
‫ت‬ ِ ‫ ُذو ْال َملَ ُكو‬- ‫ثَاَل ثًا‬- ‫ "هَّللا ُ َأ ْكبَ ُر‬:‫ َو َكانَ يَقُو ُل‬،‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِمنَ اللَّي ِْل‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬
َ ‫َرس‬
‫ َو َكانَ يَقُو ُل فِي‬،‫ ثُ َّم َر َك َع فَ َكانَ ُر ُكو ُعهُ نَحْ ًوا ِم ْن قِيَا ِم ِه‬،َ‫ ثُ َّم ا ْستَ ْفتَ َح فَقَ َرَأ ْالبَقَ َرة‬."‫َو ْال ِكب ِْريَا ِء َو ْال َعظَ َم ِة‬
‫ْأ‬
ِ ‫ ثُ َّم َرفَ َع َر َسهُ ِمنَ الرُّ ُك‬."‫ " ُس ْب َحانَ َربِّ َي ْال َع ِظ ِيم‬:‫ُر ُكو ِع ِه‬
" :‫ يَقُو ُل‬،‫ فَ َكانَ قِيَا ُمهُ نَحْ ًوا ِم ْن] ُر ُكو ِع ِه‬،‫وع‬
‫ "سبحان ربي‬:‫ َو َكانَ يَقُو ُل فِي سجوده‬،‫ فَ َكانَ ُسجُو ُدهُ نَحْ ًوا ِم ْن] قِيَا ِم ِه‬،َ‫ ثُ َّم َس َجد‬."‫لِ َربِّي ْال َح ْم ُد‬
:‫ َو َكانَ يَقُو ُل‬،‫ َو َكانَ يَ ْق ُع ُد فِي َما بَيْنُ السَّجْ َدتَي ِْن نَحْ ًوا ِم ْن ُسجُو ِد ِه‬،‫ ثم رفع َرْأ َسهُ ِمنَ ال ُّسجُو ِد‬."‫األعلى‬
َ ‫ َو‬،َ‫ فَقَ َرَأ فِي ِه َّن ْالبَقَ َرة‬،‫ت‬
،‫ َوالنِّ َسا َء‬، َ‫آل ِع ْم َران‬ ٍ ‫صلَّى َأرْ بَ َع َر َك َعا‬َ َ‫ ف‬."‫ َربِّ ا ْغفِرْ لِي‬،‫ ا ْغفِرْ لِي‬، ِّ‫" َرب‬
‫هَ َذا لَ ْفظُ َأبِي دَا ُو َد‬-ُ‫ك ُش ْعبَة‬
َّ ‫ َش‬-- ‫َأ ِو اَأْل ْن َعا َم‬- َ‫ َو ْال َماِئ َدة‬.
dari Abu Hamzah maula Al-Ansar, dari seorang lelaki dari Bani Abs, dari Huzaifah r.a.,
bahwa ia pernah melihat Rasulullah Saw. sedang salat di malam hari, dan beliau Saw.
mengucapkan: Allahu Akbar —tiga kali— Yang memiliki semua kerajaan, kebesaran
dan keagungan. Setelah itu beliau membuka salatnya (membaca Al-Fatihah), dan
membaca surat Al-Baqarah, lalu rukuk, dan lama rukuknya sama dengan lamanya
berdiri. Dalam rukuknya itu beliau membaca: Mahasuci Tuhanku Yang Mahabesar.
Beliau mengangkat kepalanya dari rukuk, dan i'tidal yang dilakukannya hampir sama
dengan rukuknya. Dalam i'tidalnya beliau membaca: Bagi Tuhanku segala puji.
Kemudian sujud, dan lama sujudnya itu sama dengan lama berdirinya. Dalam
sujudnya beliau membaca: Mahasuci Tuhanku Yang Mahatinggi. Kemudian beliau
mengangkat kepalanya dari sujud, lalu melakukan duduk di antara dua sujud dalam
waktu yang lamanya sama dengan sujudnya. Dalam duduknya itu beliau
mengucapkan: Tuhanku, berilah ampunan bagiku. Tuhanku, berilah ampunan bagiku.
Rasulullah Saw. melakukan salatnya itu empat rakaat, yang padanya beliau membaca
surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisa, Al-Maidah atau Al-An'am —di sini Syu'bah ragu
—. Demikianlah menurut lafaz yang ada pada Imam Abu Daud.

Imam Nasai mengatakan bahwa Abu Hamzah menurut kami adalah Talhah ibnu
Yazid, dan lelaki ini diduga kuat adalah Silah, demikianlah menurut Imam Nasai.
Tetapi yang lebih kuat lagi diduga dia adalah saudara sepupu Huzaifah, seperti yang
telah disebutkan di dalam riwayat Imam Ahmad; hanya Allah-lah Yang Maha
Mengetahui.

108
Adapun riwayat Silah ibnu Zufar, dari Huzaifah r.a., maka sesungguhnya riwayat ini
berada di dalam kitab Sahih Muslim, tetapi di dalam teksnya tidak disebutkan
penuturan kata al-malakut, wal jabarut, wal kibriya wal 'azamah.

‫ ع َْن َع ْم ِرو ب ِْن‬،‫ح‬ ٍ ِ‫صال‬ َ ُ‫اويَةُ بْن‬


ِ ‫ َح َّدثَنِي ُم َع‬،‫ب‬
ٍ ‫ َح َّدثَنَا ابْنُ َو ْه‬،‫ح‬ َ ُ‫ َح َّدثَنَا َأحْ َم ُد بْن‬:‫قَا َل َأبُو دَا ُو َد‬
ٍ ِ‫صال‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ُ
ِ ‫قمت َم َع َرس‬ َ َ‫ك اَأْل ْش َج ِع ِّي ق‬
:‫ال‬ ِ ْ‫ ع َْن عَو‬،‫ص ِم ب ِْن ُح َميْد‬
ٍ ِ‫ف ْب ِن َمال‬ ِ ‫ ع َْن عَا‬،‫س‬ ٍ ‫قَ ْي‬
Gَ َ‫ب ِإاَّل َوق‬
‫ف‬ ٍ ‫ َواَل يَ ُمرُّ بِآيَ ِة َع َذا‬،‫ف فَ َسَأ َل‬
Gَ َ‫ اَل يَ ُمرُّ بِآيَ ِة َرحْ َم ٍة ِإاَّل َوق‬،‫ُورةَ ْالبَقَ َر ِة‬
َ ‫َو َسلَّ َم لَ ْيلَةً فَقَا َم فَقَ َرَأ س‬
‫ت َو ْال ِكب ِْريَا ِء‬ِ ‫ت َو ْال َملَ ُكو‬ِ ‫ " ُس ْب َحانَ ِذي ْال َجبَرُو‬:‫وع ِه‬ ِ ‫ يَقُو ُل فِي ُر ُك‬،‫ ثُ َّم َر َك َع بِقَ ْد ِر قِيَا ِم ِه‬:‫ قَا َل‬.‫فَتَ َع َّو َذ‬
َ ‫ ثُ َّم قَ َرَأ س‬، َ‫آل ِع ْم َران‬
ً‫ُورة‬ ِ ِ‫ ثُ َّم قَا َم فَقَ َرَأ ب‬، َ‫ ثُ َّم قَا َل فِي ُسجُو ِد ِه ِم ْث َل َذلِك‬،‫ ثُ َّم َس َج َد بِقَ ْد ِر قِيَا ِم ِه‬."‫َو ْال َعظَ َم ِة‬
ً‫سُو َرة‬.

Imam Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Saleh,
telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku
Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Amr ibnu Qais, dari Asim ibnu Humaid, dari Auf ibnu
Malik Al-Asyja'i r.a. yang mengatakan bahwa ia ikut salat bersama Rasulullah Saw. di
suatu malam, maka Rasulullah Saw. berdiri dan membaca surat Al-Baqarah. Dan
tidak sekali-kali beliau melalui ayat rahmat, melainkan berhenti dan meminta; dan
tidak sekali-kali bacaannya melewati ayat azab, melainkan beliau berhenti, lalu
memohon perlindungan. Kemudian beliau rukuk dengan lama yang hampir sama
dengan berdirinya. Dalam rukuknya itu beliau mengucapkan: Mahasuci Tuhan Yang
mempunyai keperkasaan, kerajaan, kebesaran, dan keagungan. Kemudian sujud
dengan lama yang sama dengan lama berdirinya, dan dalam sujudnya beliau
mengucapkan doa yang semisal. Lalu berdiri (setelah membaca Al-Fatihah) membaca
surat Ali Imran, lalu Al-Baqarah.
Imam Turmuzi meriwayatkannya di dalam kitab Asy-Syama’il —juga Imam Nasai—
melalui hadis Mu'awiyah ibnu Saleh dengan sanad yang sama.

Demikianlah akhir tafsir surat Yasin, segala puji dan karunia adalah milik Allah belaka.

2.5.3. Periode Ketiga Pembentukan Masyarakat Islam (10 Tahun Periode Madinah)

109

Anda mungkin juga menyukai