Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Alasan Memilih Struktur Baja


Ada berbagai jenis struktur untuk gedung dan jembatan berdasarkan material
dari elemen strukturnya, yang umum diantaranya adalah, struktur beton bertulang,
struktur baja, dan struktur kayu. Untuk itu, dalam pemilihan jenis struktur yang akan
dipakai, diperlukan pemahaman tentang sifat dan perilaku dari materialnya, elemen
strukturnya dan berbagai hal yang berhubungan dengan jenis struktur tersebut.
Pemahaman tersebut selanjutnya disimpulkan dalam betuk kriteria pemilihan struktur
sebagai keunggulan serta kekurangan dari struktur tersebut. Secara garis besar untuk
struktur baja, beberapa keunggulan serta kekurangan dari struktur tersebut dijelaskan
sebagai berikut.

1.1.1 Keunggulan / kelebihan struktur baja


a. Proses konstruksi yang cepat
Dengan memakai elemen struktur dari material baja, elemen-elemen struktur
bisa difabrikasi di workshop secara bersamaan, tanpa bergantung pada proses
dilapangan. Selanjutnya pekerjaan dilapangan hanya merakit elemen-elemen
yang sudah disiapkan sebelumnya menjadi bentuk struktur sesuai rencana. Ini
akan membuat proses konstruksi menjadi lebih cepat, sehingga bangunan bisa
dioperasikan lebih cepat dari yang menggunakan material lainnya.
b. Mutu yang terkontrol
Material baja memiliki mutu yang seragam karena merupakan hasil proses
fabrikasi. Ini berbeda dengan material beton misalnya, mutunya dapat
bervariasi dengan cukup besar antara kisaran 10% sampai dengan 30%
walaupun menggunakan beton ready mixed. Penyebabnya antara lain karena
komposisi dari material pembentuknya yang tidak seragam.
c. Mudah dibentuk
Elemen batang dari baja lebih mudah dibentuk mengikuti bentuk struktur yang
diinginkan. Misalnya untuk struktur dengan geometri berbentuk lengkung
sederhana seperti kubah atau bentuk lengkung yang lebih kompleks lainnya,

1
elemen dari baja lebih mudah digunakan untuk membentuk struktur tersebut
dibandingkan dengan menggunakan material beton misalnya.
d. Mudah dilakukan perubahan
Pada struktur baja lebih mudah dilakukan perubahan bentuk struktur, seperti
memperluas bangunan, memperbesar atau memperkuat penampang dan
lainnya. Ini disebabkan karena elemen yang baru mudah disatukan atau
digabungkan dengan elemen yang lama dengan menggunakan sambungan las
atau baut.
e. Rasio kekuatan terhadap berat yang besar
Dibandingkan dengan beton, baja memiliki rasio kekuatan terhadap berat yang
lebih tinggi, khususnya pada kekuatan tarik dan gesernya. Material baja
memiliki tegangan tarik dan tekan yang sama. Oleh sebab itu, elemen dari baja
lebih banyak digunakan untuk struktur dengan bentang-bentang yang panjang
karena berat sendirinya tidak memberikan sumbangan yang besar pada
pembebanan struktur.
f. Ductile
Sifat ductile adalah kemampuan struktur untuk menerima perubahan bentuk
yang cukup besar sebelum terjadinya keruntuhan. Material baja memiliki
perilaku seperti itu, sehingga struktur baja bersifat ductile. Pada kasus beban
gempa, struktur ductile lebih bertahan karena akan mendisipasi energy gempa.

1.1.2 Kekurangan struktur baja


a. Harga yang mahal
Untuk Negara-negara yang sedang berkembang dimana ongkos tenaga kerja
masih murah, harga struktur baja per luas bangunan umumnya lebih mahal dari
struktur lainnya misalnya beton. Namun seiring dengan perkembangan
kemajuan dari negara tersebut, perbedaan tersebut semakin lama semakin
berkurang. Sebagai contoh perbandingan harga antara struktur baja dengan
struktur beton di Inggris (hasil penelitian yang dilakukan oleh British
Construction Steelwork Association, Tata and Peter Brett Associate),
memberikan angka 0,9 untuk bangunan kantor dan parkir dan 0,96 untuk
bangunan kantor pemerintahan. Ini berarti pada negara-negara maju, struktur

2
baja lebih murah dibandingkan dengan struktur beton. Itulah juga kenapa di
Indonesia sekarang untuk struktur rangka atap, pemakaian baja ringan sudah
semakin banyak karena harga sudah tidak berbeda jauh lagi dari harga struktur
kayu. Menurut hasil penelitian Galvalum Technology Malang, perbandingan
harga antara struktur baja ringan dan kayu untuk rumah type 50 di kota di Jawa
berkisar di angka 1,1. Angka itu dengan asumsi harga kayu 3 juta rupiah per
m3, akan tetapi jika menggunakan asumsi harga kayu type sedang 6 juta rupiah
per m3, maka perbandingannya akan menjadi 0,64. Yang berarti harga struktur
baja ringan lebih murah sekitar 1/3 dari harga struktur kayu.
b. Material korosif
Material baja mudah mengalami korosi, yaitu berkurangnya kualitas baja
karena bereaksi dengan sat lain seperti asam atau garam. Akibat korosi ini luas
penampang baja akan berkurang. Pada lingkungan yang korosif kecepatan
berkurangnya ketebalan penampang untuk baja dengan bisa mencapai 0,1
sampai 0,5 mm per tahun. Sehingga untuk mencegah terjadinya korosi pada
baja maka permukaan baja perlu dilapisi dengan zat anti korosi seperti di-
galvanized, di cat atau dirawat secara berkala.

1.2 Konsep Dasar Analisis


Secara garis besar ada dua konsep dasar yang dipakai untuk merencana struktur
baja yaitu metoda elastis dan metoda ultimit. Metoda elastis mengasumsikan material
penampang masih dalam kondisi elastis saat menahan beban layan yang bekerja.
Untuk memberikan keamanan maka tegangan pada penampang akibat beban layan
dibatasi sampai tegangan yang diijinkan yaitu, tegangan leleh material dibagi faktor
keamanan (Fy/SF). Sedangkan metoda ultimit mengasumsikan tegangan pada
penampang telah ada yang mencapai keadaan ultimit saat menahan beban terfaktor
yang bekerja. Metoda ini lebih mendekati kenyataan yang terjadi karena menyertakan
kondisi ultimit dari penampang dan menggunakan faktor beban yang berbeda-beda
sesuai dengan karakter dari beban tersebut. Metoda inilah yang umum dipakai
sekarang dalam perencanaan struktur baja seperti yang terdapat pada code (peraturan)
AISC (American Institute of Steel Construction), SNI (Standard Nasional Indonesia)
dan yang lainnya. Peraturan SNI pada dasarnya mengacu pada AISC.

3
Pada SNI, metoda ultimit ini dibagi menjadi dua yaitu metoda DFBK/Disain Faktor
Beban dan Ketahanan (LRFD, Load Resistance Faktor Design, pada AISC) dan
metoda DKI/Disain Kekuatan Izin (ASD, Allowable Stress Design, pada AISC).
Metoda DFBK yaitu disain dengan menggunakan faktor beban untuk meningkatkan
beban kerja dan faktor ketahanan untuk mereduksi kekuatan nominal penampang.

Penggunaan faktor beban bertujuan untuk memberikan keamanan terhadap


kemungkinan terjadinya peningkatan beban kerja. Faktor beban ini berbeda-beda
sesuai dengan karakter dari tiap beban dan penggabungan (kombinasi) dari beban-
beban yang bekerja. Misal untuk beban berat sendiri menggunakan faktor 1,2 dan
untuk beban hidup menggunakan faktor 1,6. Faktor-faktor beban ini dapat dilihat
pada beberapa kombinasi beban yang digunakan, seperti berikut ini:
1) 1.4 D …………………… (1.2 a)
2) 1.2 D + 1.6 L + 0.5 ( La atau H ) …………………… (1.2 b)
3) 1.2 D + 1.6 ( La atau H ) + 0.8 W …………………… (1.2 c)
4) 1.2 D + 1.3 W + γL L + 0.5 ( La atau H ) …………………… (1.2 d)
5) 1.2 D + 1.0 E + L …………………… (1.2 e)
dimana γL = 0.5 jika L < 5 kN / m2 = 500 kg/m2
γL = 1 jika L ≥ 5 kN / m2
D = beban mati
L = beban hidup
La = baban hidup pekerja pada atap
E = beban gempa
W = beban angin

Selanjutnya penyertaan faktor ketahanan bertujuan untuk memberikan keamanan


terhadap ketidak-sempurnaan dari penampang dan kondisi tegangan pada saat
penampang mencapai kekuatan nominal. Faktor ini sering juga disebut dengan faktor
reduksi ketahanan yang disimbolkan dengan Ф untuk metoda DFBK dan Ω untuk
metoda DKI. Tabel 1.1 berikut adalah beberapa nilai Ф dan Ω yang bergantung pada
jenis kekuatan penampang yang ditinjau dan kondisi tegangan yang dipakai.

4
Tabel 1.1 Faktor reduksi kekuatan Ф dan Ω

Kekuatan Penampang Ф Ω Kondisi Tegangan


Memikul momen lentur 0.9 1,67 Tegangan leleh
Memikul gaya tekan 0.9 1,67 Tegangan leleh
Memikul geser 0.9 1,67 Tegangan leleh
0.9 1,67 Tegangan leleh
Memikul gaya tarik 0.75 2,0 Tegangan ultimit

Pada kedua metoda ini, DFBK dan DKI, kekuatan nominal penampang (Rn) dihitung
berdasarkan kekuatan maksimal dari penampang dimana tegangan telah mencapai
tegangan leleh atau tegangan ultimit. Selanjutnya kriteria disain pada masing-masing
metoda harus memenuhi ketentuan berikut;
Metoda DFBK, Ru ≤ Ф * Rn
Metoda DKI, Rs ≤ Rn / Ω
Dimana;
Ru adalah kuat perlu ultimit, yang sama dengan gaya dalam pada penampang, hasil
dari analisa struktur akibat beban terfaktor
Rs adalah kuat perlu layan, yang sama dengan gaya dalam pada penampang, hasil dari
analisa struktur akibat beban layan.

1.3 Sifat-sifat Mekanis dari Bahan Baja

1.3.1 Kekuatan dan Daktilitas

Kekuatan suatu bahan diukur dari besarnya tegangan leleh dan tegangan
runtuhnya, sedangkan daktilitasnya diukur dari besarnya kemampuan bahan itu
berdeformasi plastis sebelum terjadi keruntuhan. Baja diketahui mempunyai kekuatan
dan daktilitas yang sangat tinggi. Karena kekuatannya yang tinggi baja dapat
digunakan untuk struktur-struktur bentang panjang, jumlah kolom yang sedikit serta
dimensi yang kecil. Selain itu karena daktilitasnya yang besar bahan ini mampu
menyebarkan tegangan yang terpusat (stress concentrasion) pada suatu lokasi
kebagian lainnya sehingga struktur dapat menerima beban tambahan lagi sampai
sebagian besar penampang mengalami leleh. Lawan dari daktilitas yang adalah
getas/brittle. Material brittle tidak mampu menyebarkan tegangan kesekitarnya

5
sehingga jika terjadi retak pada permukaannya, maka elemen dari material tersebut
tidak akan dapat menerima beban lagi dan akan langsung runtuh. Contoh dari material
ini adalah kaca.

Kekuatan dan daktilitas baja biasanya didapat melalui test tarik suatu sampel yang
berbentuk batang bulat atau pelat yang dinamakan coupon. Coupon ini diambil dari
penampang yang akan di-test. Dari data beban dan pertambahan panjang dapat
ditentukan tegangan leleh, tegangan ultimate serta kurva tegangan-regangan dari
sampel tersebut. Gambar 1.1 (a) menunjukan kurva tipikal tegangan-regangan baja.

σ σ

fy

a b c d ε ε
0,2% 20%
Gambar 1.1(a) Gambar 1.1(b)

- daerah (a), material bersifat elastis.


- daerah (b), material bersifat plastis
- daerah (c), material mengalami peningkatan tegangan (strain hardening).
- daerah (d), material mengalami pengecilan penampang kemudian putus.
Umumnya grafik tegangan-regangan yang didapat dari hasil test tidak
sesederhana seperti yang terlihat pada Gambar 1.1.a, sehingga kadangkala sangat sulit
menentukan posisi titik lelehnya. Karena itu diambil ketentuan bahwa tegangan leleh
adalah tegangan yang memberikan regangan sisa (yaitu regangan tersisa setelah beban
di nolkan) sebesar 0.2 %. Seperti yang terlihat pada Gambar 1.1 (b).
Daktilitas adalah kemampuan material berdeformasi plastis (leleh) tanpa terjadi
runtuh. Pada test tarik standar, daktilitas diukur dari besarnya perpanjangan sampel
sesaat sebelum terjadi keruntuhan. Umumnya pertambahan panjang baja sesaat
sebelum runtuh berkisar antara 15% s/d 20% dari panjang sampel mula-mula.

6
1.3.2 Kekerasan (Toughness)
Kekerasan suatu bahan adalah kemampuan bahan tersebut menyerap energi
sebelum bahan tersebut hancur. Makin besar bilangan kekerasan bahan tersebut makin
duktile bahan tersebut. Pada temperatur biasa, baja mempunyai kekerasan yang besar
sehingga berprilaku daktail. Namun pada temperatur dibawah 0O C kekerasannya
menurun sehingga berprilaku sangat getas. Sebagai contoh, diperkirakan keruntuhan
badan kapal Tictanic karena faktor menurunnya kekerasan dari baja akibat suhu jauh
dibawah 0O C sehingga kapal tidak kuat menahan benturan. Sifat kekerasan ini sangat
penting dalam perencanaan yang berhubungan dengan fracture mechanic.

1.4 Sifat-sifat Penampang

1.4.1 Kekuatan Tekuk


Beda dengan struktur beton, struktur baja memiliki kekuatan material yang
tinggi sehingga tidak membutuhkan dimensi atau ketebalan penampang yang besar.
Akibatnya, elemen balok atau kolom struktur baja akan sangat langsing (angka
kelangsingannya besar), sehingga faktor tekuk harus dilibatkan dalam perhitungan.
Ada dua jenis tekuk yang dapat terjadi pada penampang yaitu tekuk lokal dan tekuk
global. Tekuk lokal adalah tertekuknya pelat badan atau sayap dari penampang propil
sebelum tegangan pada bagian penampang lainnya mencapai tegangan leleh.
Penyebabnya adalah karena kelangsingan dari pelat tersebut cukup besar atau
ketebalan pelat yang kecil dengan lebar pelat yang besar. Sedangkan tekuk global
adalah menekuknya batang sacara satu kesatuan sebelum tegangan leleh tercapai yang
diakibatkan kelangsingan batang yang besar atau dimensi penampang yang kecil
dengan panjang batang yang besar.

1.4.2 Tegangan Sisa (Residual Stress)


Tegangan sisa adalah tegangan yang sudah ada pada penampang ketika batang
propil masih belum terpakai. Tegangan ini terjadi akibat pada saat setelah pencetakan
propil, terjadi perbedaan pendinginan antara tiap bagian penampang. Bagian yang
lebih diluar akan mendingin lebih dahulu dari yang didalam. Ketika bagian yang
didalam ini kemudian mendingin yang diikuti dengan penyusutan maka akan ditahan

7
oleh bagian luar yang sudah mendingin terlebih dulu. Akibatnya bagian luar akan
tertekan dan bagian dalam akan tertarik. Besarnya tegangan sisa fr yang terjadi dapat
mencapai 1/3 tegangan leleh-nya yaitu antara 70 s/d 100 MPa. Oleh karena itu pada
perencanaan baja dengan menggunakan propil yang memiliki dimensi yang besar,
tegangan sisa ini diperhitungkan. Ilustrasi tegangan sisa pada penampang berbentuk H
dapat dilihat pada Gambar 1.2.

frt
+ frt frc = tegangan sisa tekan
_ +
frc frc _ frt = tegangan sisa tarik
+
Gambar 1.2

8
BAB II
BATANG TARIK

Penggunaan propil baja struktur yang paling efisien adalah sebagai elemen tarik, yaitu
elemen yang memikul gaya tarik. Pada kondisi ini seluruh penampang dan sepanjang
batang dapat dimanfaatkan kekuatannya secara maksimal sampai mencapai
keruntuhan. Batang tarik adalah elemen batang pada struktur yang menerima gaya
tarik aksial murni. Gaya tarik tersebut dikatakan sentris jika garis gaya berimpit
dengan garis berat penampang. Batang tarik murni umumnya terdapat pada struktur
rangka batang.

2.1 Batasan Kelangsingan


Kelangsingan batang (λ) terhadap suatu sumbu adalah nilai perbandingan antara
panjang bentang terhadap jari-jari inertia sumbu tersebut atau,
L
 ………… (2.1)
r
Karena ada beberapa sumbu pada penampang maka ada beberapa kelangsingan yaitu:
Lx Ly Lmax
λx, λy, λmax. Dimana;  x  ,  y ,  max 
rx ry rmin

L dan r adalah panjang bentang dan jari-jari inertia terhadap sumbu yang ditinjau.
Guna memberikan kekakuan terhadap deformasi lateral akibat beban lateral tak
terduga pada batang seperti; angin, benturan, dll. maka kelangsingan batang tarik
dibatasi yaitu:
- Untuk struktur utama λ ≤ 240
- Untuk struktur sekunder λ ≤ 300

2.2 Kuat Tarik Rencana Ultimit (DFBK)


Pada metoda DFBK, kuat tarik rencana ultimit suatu batang (Nr) adalah kekuatan tarik
ultimit atau ketahanan tarik ultimit dari batang tersebut, yaitu kuat tarik nominal (Nn)
dikalikan faktor reduksi (Ø).
Jadi;
Nr = Ø Nn …………… (2.2)

9
Dimana besar Nn dan Ø bergantung dari jenis keruntuhannya yaitu;
A. Keruntuhan leleh;
Ø = 0,9 Nn = (Ag fy)
Nr = Ø Nn = 0,9 *(Ag fy ) …………… (2.3)
Keruntuhan leleh diasumsikan terjadi pada bagian penampang yang utuh yaitu
yang tidak mengalami reduksi akibat lubang.
B. Keruntuhan fracture/ patah
Ø = 0,75 Nn = (Ae fu)
Nr = Ø Nn = 0,75 *(Ae fu) …………… (2.4)
Keruntuhan fracture diasumsikan terjadi pada bagian penampang yang
mengalami reduksi akibat lubang, dimana pada bagian ini tegangan dapat
bertambah terus sampai mencapai tegangan putus.

runtuh pada bagian utuh tegangan = fy runtuh pada bagian lubang tegangan = fu

Nr Nr

Dengan;
fy = tegangan leleh dari baja
fu = tegangan ultimit / putus dari baja
Ag = luas kotor atau luas bruto dari penampang
Ae = luas penampang efektif yang dihitung seperti pada sub bab 2.4
Selanjutnya kuat tarik rencana ultimit yang dipakai adalah yang terkecil dari
Persamaan (2.3) dan (2.4). Agar penampang kuat atau dapat dipakai maka gaya tarik
ultimit (Nu) yang terjadi pada batang akibat beban terfaktor harus lebih kecil atau
sama dengan ketahanan tarik ultimit (Nr) dari batang tersebut atau;
Nu ≤ Nr = Ø Nn …………… (2.5)

2.3 Kuat Tarik Rencana Ijin (DKI)


Pada metoda DKI/Disain Kekuatan Izin, kuat tarik rencana ijin suatu batang (Nr’)
adalah kekuatan tarik yang diijinkan atau ketahanan tarik ijin dari batang tersebut,
yaitu kuat tarik nominal (Nn) dibagi dengan faktor keamanan (Ω).

10
Jadi;
Nr’ = Nn / Ω …………… (2.6)
Dimana besar Nn dan Ω bergantung dari jenis keruntuhannya yaitu;
A. Keruntuhan leleh;
Ω = 1,67 Nn = (Ag fy)
Nr’ = Nn / Ω = (Ag fy ) /1,67 …………… (2.7)
B. Keruntuhan fracture/ patah
Ω=2 Nn = (Ae fu)
Nr’ = Nn / Ω = (Ae fu ) / 2 …………… (2.8)
Agar penampang kuat atau dapat dipakai maka gaya tarik ijin (Ns) yang terjadi pada
batang akibat beban layan (serviceability load) harus lebih kecil atau sama dengan
ketahanan tarik ijin (Nr’) dari batang tersebut atau;
Ns ≤ Nr’ = Nn / Ω …………… (2.9)
Dengan nilai Nr’ adalah yang terkecil dari Persamaan (2.7) dan (2.8).

2.4 Luas Penampang Efektif


Luas penampang efektif adalah luas penampang total yang telah direduksi akibat
adanya gaya yang tidak sentris atau akibat adanya lubang pada batang. Luas lubang
tidak boleh lebih dari 15% dari luas bruto. Luas penampang efektif dihitung sebagai
berikut:
2.4.1 Penampang berlubang dan gaya sentris
Gaya sentris artinya garis gaya pada batang yaitu pada titik berat penampang,
berimpit dengan garis gaya dari sambungan. Contoh potongan elemen batang
berbentuk plat seperti pada Gambar 2.1, menunjukkan penampang yang simetri dan
posisi sambungan yang simetri pula. Pada kasus ini garis gaya batang terletak
ditengah penampang demikian pula dengan garis gaya sambungan, sehingga
dikatakan penampang menerima gaya sentris. Luas efektif dari penampang adalah,
Ae = Ant ………… (2.10)
Ant adalah luas netto terkecil dari berbagai garis keruntuhan yang ditinjau
Contoh: s
0
Nu 1 u Nu
2 u
3
4
11
Garis keruntuhan lurus 0-1-3-4: Ant = Ag – n d t ………… (2.11)
s2
Garis keruntuhan sig-sag 0-1-2-3-4 Ant  Ag  n d t  t  ………… (2.12)
4u
Dimana: t adalah tebal batang
d adalah diameter lubang
n adalah jumlah lubang yang dipotong
2.4.2 Gaya Tidak Sentris
Luas penampang efektif komponen struktur yang menerima gaya tarik tidak
sentris adalah sebagai berikut:
Ae = U *Ant ………… (2.13)
Dimana: U adalah faktor reduksi, U = 1 – (x/L) ≤ 0,9 ………… (2.14)
x adalah eksentrisitas, yaitu jarak antara garis gaya komponen
yang disambung dengan bidang sambungan
L adalah panjang sambungan dalam arah gaya, yaitu jarak baut
terjauh atau panjang las dalam arah gaya
Ant adalah luas netto yaitu nilai terkecil dari (2.10) dan (2.11)
I. Untuk elemen yang dilas
A. Jika gaya tarik disalurkan oleh las melintang sepanjang penampang maka:
U = 1
B. Jika gaya tarik disalurkan oleh las memanjang pada kedua sisi sepanjang L
Maka, jika :
L/w ≥ 2 : U = 1.0
1.5 < L / w < 2 : U = 0.87
L / w ≤ 1.5 : U = 0.75
dimana w adalah lebar penampang atau jarak antar las

II Untuk elemen yang di baut


A. Untuk penampang I atau T yang disambung baut pada plat sayap dengan
jumlah baut searah gaya ( n ) ≥ 3 maka
Jika b/h ≥ 2/3 maka U = 0.9
Jika b/h < 2/3 maka U = 0.85
B. Untuk semua penampang dengan n ≤ 2 maka U = 0.75

12
Contoh 2.1 (Penampang menerima gaya sentris)
Sebuah batang berupa plat ( 2 x 15 ) cm disambungkan ke plat buhul ukuran ( 2 x 30 )
cm dengan las sepanjang 20 cm pada kedua sisi saja seperti Gambar. Jika kekuatan las
tidak ditinjau, berapa gaya tarik ultimit (DFBK) dan gaya tarik ijin (DKI) yang dapat
diterima oleh batang tersebut. Fy = 240 Mpa, Fu = 400 Mpa.

2 x 30 2 x 15

20

Jawab:
Karena kedua plat memakai bahan yang sama, maka beban terkecil akan diberikan
oleh penampang yang lebih kecil yaitu plat 2 x 15 cm.
Menghitung Nn
Keruntuhan leleh
Nny = Fy Ag = 240*(20*150) = 720.000 N = 720 kN
Keruntuhan fracture Nnf = Fu Ae
Ae = U Ag
L / w = 20 / 15 = 1.33 maka U = 0.75
Ae = 0.75 x 20 x 150 = 2250 mm2
Nnf = Fu Ae = 400*(2250) = 900.000 N = 900 kN
A. Metoda DFBK
Kriteria disain: Nu ≤ Ø Nn
a. Plat leleh :
Nu ≤ Ø Nny = 0.9 Nny = 0,9* 720 = 648 kN
b. Plat fraktur :
Nu ≤ Ø Nnf = 0.75 *900 = 675 kN
Jadi gaya tarik ultimit (Nu) yang dapat diterima adalah ≤ 648 kN
B. Metoda DKI
Kriteria disain: Ns ≤ Nn / Ω
a. Plat leleh :
Ns ≤ Nny / Ω = 720 / 1,67 = 431 kN

13
b. Plat fracture :
Nu ≤ Nnf / Ω = 900 / 2 = 450 kN
Jadi gaya tarik ijin (Ns) yang dapat diterima adalah ≤ 431 kN

Contoh 2.2 (Penampang menerima gaya tidak sentris)


Propil siku L 40 , 40 , 4 seperti terlihat pada Gambar disatukan dengan plat buhul
tebal t=8mm. Hitung gaya tarik ultimit (DFBK) dan gaya tarik ijin (DKI) yang dapat
diterima oleh batang tersebut;
1. Jika plat buhul memakai las
2. Jika plat buhul disatukan dengan memakai baut.
d lubang = 6 mm, Fy = 240 Mpa, Fu = 370 Mpa

CG
e = 11.2 °
24
50 13 13 e

A B
Keterangan: baut dipasang pada sumbu titik berat (CG) dari penampang. Bidang A
adalah tempat garis gaya sambungan dan bidang B adalah tempat garis gaya
penampang, yang berjarak e.
Jawab:
Tebal plat siku = 4mm < t buhul = 8 mm, jadi tebal plat 4 mm yang menentukan.
Ag = 308 mm2 An = 308 – 6 x 4 = 284 mm2

1. Sambungan las:
Pada kasus ini terdapat dua faktor reduksi U yaitu akibat posisi las (U1) dan akibat
eksentrisitas gaya (U2). Sehingga faktor reduksinya adalah U = U1*U2
Akibat posisi las, L= 50 ; w = 40 ; L/w = 50/40 = 1,25 < 1,5
Maka U1 = 0,75
Akibat eksentrisitas gaya, U2 = 1- x/L = 1 – 11,2/50 = 0,776
Sehingga U = 0,75*0,776 = 0,582

14
Jadi Ae = U Ag = 0.582 x 308 = 179
Kuat tarik nominal;
Kondisi leleh Nny = Fy Ag = 240 x 308 = 73920 N
Kondisi fratur Nnf = Fu Ae = 370 x 179 = 66230 N
A. Metoda DFBK
Kondisi leleh Nu ≤ Ø Nny = 0.9 Nny = 0,9*73920 = 66528
Kondisi fratur Nu ≤ Ø Nnf = 0.75 Nnf = 0,75*66230 = 49673
Jadi gaya tarik ultimit yang dapat dipikul sambungan las Nu ≤ 49673 N
B. Metoda DKI
Kondisi leleh Ns ≤ Nny /Ω = Nny /1,67 = 73920/1,67 = 44263
Kondisi fratur Ns ≤ Nnf / Ω = Nnf /2 = 66230/2 = 33115
Jadi gaya tarik ijin yang dapat dipikul sambungan las Ns ≤ 33115 N

2. Sambungan Baut :
Panjang sambungan adalah jarak antara baut paling ujung L = 24
U = 1 – x / L = 1 – 11.2 / 24 = 0.53
Ae = U An = 0.53 x 284 = 150
Kuat tarik nominal Nn
Kondisi leleh Nny = Fy Ag = 240 x 308 = 73920 N
Kondisi fratur Nnf = Fu Ae = 370 x 150 = 55500 N
A. Metoda DFBK
Kondisi leleh Nu ≤ Ø Nny = 0.9 Nny = 0,9*73920 = 66528
Kondisi fratur Nu ≤ Ø Nnf = 0.75 Nnf = 0,75*55500 = 41625
Jadi gaya tarik ultimit yang dapat dipikul sambungan baut Nu ≤ 41625 N
B. Metoda DKI
Kondisi leleh Ns ≤ Nny /Ω = Nny /1,67 = 73920/1,67 = 44263
Kondisi fratur Ns ≤ Nnf / Ω = Nnf /2 = 55500/2 = 27750
Jadi gaya tarik ijin yang dapat dipikul sambungan baut Ns ≤ 27750 N

15
BAB III
BATANG TEKAN

3.1 Batang Tekan

Batang tekan adalah batang yang mengalami gaya tekan. Dalam struktur, batang ini
biasanya dapat berupa kolom, pier jembatan atau batang-batang diagonal pada rangka
batang. Perhitungan kuat tekan nominal batang tekan didasarkan pada asumsi batang
tekan murni yaitu batang yang tidak mengalami momen dan gaya lintang, hanya ada
gaya normal tekan yang bekerja sentris, tepat pada garis berat penampang. Berbeda
dengan batang tarik, dimana kuat tarik nominalnya tidak bergantung dari bentuk dan
ketebalan penampang, pada batang tekan bentuk dan ketebalan penampang sangat
mempengaruhi kuat nominalnya. Rumus-rumus yang dipakai untuk menghitung kuat
tekan nominal batang berbeda-beda tergantung dari bentuk penampangnya. Pada buku
ini tidak semua rumus kuat tekan nominal yang berhubungan dengan bentuk
penampang ditampilkan, namun hanya rumus untuk bentuk penampang yang umum
dipakai saja yang dibahas.

Gambar 3.1a mengilustrasikan sebuah batang dengan tumpuan sendi pada kedua
ujungnya, dan terdapat pengaku pada lentur arah sumbu lemahnya. Ketika batang
diberi gaya tekan, batang menekuk pada arah sumbu x, yang diilustrasikan pada
Gambar 3.1b. Panjang tekuk batang pada kasus ini adalah sebesar L. Sedangkan jika
tekuk terjadi pada sumbu y seperti pada Gambar 3.1c, maka panjang tekuk pada kasus
ini adalah sebesar L/2.

Keruntuhan sebuah batang tekan terjadi ketika batang tersebut menekuk. Tekuk yang
terjadi dapat berupa tekuk lentur murni atau tekuk torsi lateral. Pada batang yang
ketebalan elemen penampangnya terlalu kecil atau penampang yang tipis, keruntuhan
batang akan disebabkan oleh terjadinya tekuk lokal pada elemen penampang tersebut
yang kemudian diikuti oleh menekuknya batang. Kuat tekan tekuk lentur batang dapat
ditinjau ke berbagai arah sumbu batang namun yang menentukan adalah sumbu yang
memberikan nilai kuat tekan yang terkecil, karena dengan beban sebesar nilai tersebut
batang telah menekuk.

16
y y y

x x x

(b) (c)
(a)

Gambar 3.1

Kuat tekan batang dipengaruhi oleh kelangsingan batang, semakin kecil


kelangsingannya maka kuat tekannya akan semakin besar. Artinya batang yang
gemuk atau kelangsingannya kecil akan mampu memberikan kuat tekan yang lebih
besar dari batang yang kurus. Kelangsingan batang didefinisikan sebagai panjang
tekuk (kL) dibagi jari-jari inertianya (r) atau (kL)/r. Selain itu ada kelangsingan
elemen penampang yang didefinisikan sebagai lebar dibagi tebalnya. Sama seperti
batang, semakin kecil kelangsing elemen penampangnya maka kuat tekan yang
diberikan juga akan semakin besar. Sehingga kuat tekan batang ditentukan oleh dua
jenis kelangsingan yaitu;
a. Kelangsingan batang (λbatang ) yaitu kL/r

b. Kelangsingan penampang (λsayap) atau (λbadan) yaitu lebar/tebal atau b/t

Ketika sebuah batang baja menerima beban normal secara bertahap, kekakuannya
akan berkurang secara perlahan-lahan sampai kapasitas menerima beban
maximumnya terlampaui dan batang mulai menekuk. Selanjutnya batang tersebut
tidak dapat menerima penambahan beban lagi. Pada keadaan ini batang tersebut
dikatakan mengalami keruntuhan. Tercapainya kapasitas menerima beban maksimum
dapat diakibatkan oleh terjadinya tekuk lokal terlebih dahulu pada komponen pelat

17
yang membentuk penampang (seperti sayap atau badan propil WF) atau keruntuhan
elemen batang secara keseluruhan berupa tekuk lentur atau tekuk puntir tanpa
didahului oleh tekuk lokal. Batang yang elemen penampangnya dapat mengalami
tekuk lokal dinamakan batang dengan elemen penampang yang tidak kompak.

3.1.1 Kelangsingan Batang


Kelangsingan batang didefinisikan sebagai rasio antar panjang batang terhadap
jari-jari inertia penampangnya. Pada saat menerima gaya tekan, batang dapat
menekuk dan melengkung ke berbagai arah sumbu tergantung pada arah sumbu
penampang yang paling lemah atau yang kelangsingan batangnya paling besar. Secara
umum sumbu penampang ditinjau pada kearah sumbu kuat (sb. X) atau sumbu lemah
(sb. Y) penampang. Khusus untuk penampang siku tunggal terdapat sumbu minimum
sebagai tambahan. Sehingga kuat tekan nominal tekuk lentur batang dapat ditinjau
kearah kearah sb. X, yaitu Pnx dan kearah sb.Y, yaitu Pnx. Kuat tekan ini dipengaruhi
oleh kelangsingan batang, kearah sumbu yang ditinjau yaitu;
k x Lx k y Ly
x  atau y 
rx ry

Dimana;
(kx Lx) , (ky Ly) adalah panjang tekuk arah sumbu x dan sumbu y
kx , ky adalah koefisin panjang tekuk arah sumbu x dan sumbu y
Lx , Ly adalah panjang batang, yaitu jarak antara dua pengaku lateral,
arah sumbu x dan sumbu y
rx , ry adalah jari-jari inertia arah sumbu x dan sumbu y
Yang dinamakan panjang tekuk adalah jarak antara dua titik yang membentuk satu
kelengkungan tunggal seperti yang dibentuk oleh batang dengan kedua ujungnya
sendi seperti terlihat pada Gambar 3.2a. Sehingga untuk kasus ini panjang tekuknya
sama dengan panjang batang. Sedangkan untuk batang dengan kedua ujungnya tidak
sendi maka panjang tekuk batang adalah suatu koefisien, yang dinamakan koefisien
tekuk (k), dikali panjang batang (L). Sehingga panjang tekuk batang tersebut adalah
kL. Pada batang dengan kedua ujungnya jepit seperti Gambar 3.2b, panjang tekuknya
adalah jarak antara kedua titik balik lengkungan batang yang besarnya = ½ L.
Sedangkan pada batang dengan satu ujung jepit dan satunya lagi bebas seperti

18
Gambar 3.2c, perlu ditarik garis imaginer untuk membuat lengkung utuh, sehingga
panjang tekuk batang menjadi 2L. Pada kasus dimana salah satu ujung batang dapat
berpindah transfersal, maka batang tersebut dinamakan batang bergoyang. Dari
Gambar 3.2a, b dan c dapat ditarik kesimpulan bahwa koefisien panjang tekuk batang
(k) secara teoritis adalah k=1 untuk tumpuan sendi-sendi, k=0,5 untuk tumpuan jepit-
jepit dan k=2 untuk tumpuan jepit-bebas. Namun perilaku jepit murni dan sendi murni
tidak mungkin didapat pada batang dalam kondisi riil, sehingga dipakai nilai k yang
lebih besar nilai k teoritis. Secara lengkapnya nilai k teoritis dan k yang dipakai dapat
dilihat pada Gambar 3.3. Pada kenyataanya kedua ujung batang dihubungkan dengan
balok atau pondasi yang tidak memberikan perilaku sendi atau jepit murni. Untuk
batang seperti ini dalam menentuka koefisien panjang tekuk dapat menggunakan
nomogram Gambar 3.4 atau persamaan (3.1) sampai (3.6).

2L
L 0,5L
L
L

(a) (b) (c)


Gambar 3.2
Pada saat mengalami tekuk, kedua ujung dari suatu batang bisa tetap pada
posisi lateral-nya, dinamakan batang tidak bergoyang, dan ini terjadi pada struktur
yang tidak dapat bertranslasi kearah lateral atau dinamakan struktur braced frame.
Selain itu, batang juga dapat bertranslasi lateral saat menerima beban tekan, dan ini
dinamakan batang bergoyang. Batang tidak bergoyang dalam bahasa asing dinamakan
no lateral translation sehingga dipakai symbol nlt, dan batang bergoyang dipakai
symbol lt yang berarti lateral translation atau s yang berarti sway. Contoh batang
tidak bergoyang adalah batang dari struktur rangka batang, dan contoh untuk batang
bergoyang adalah kolom struktur portal yang menerima beban lateral. Karena itu,
dalam menentukan faktor panjang tekuk harus diperhatikan kondisi batang yang
ditinjau apakah bergoyang atau tidak bergoyang.

19
Bentuk
tekuk

Teoritis

Dipakai

Gambar 3.3 Nilai k untuk tumpuan ideal

Gambar 3.4 Nomogram nilai k terhadap G

20
Untuk kolom pada struktur portal, faktor panjang tekuknya (k) dipengaruhi
oleh nilai G pada ujung-ujung kolom. Nilai G pada salah ujung adalah rasio jumlah
kekakuan semua kolom terhadap jumlah kekakuan semua balok yang bertemu di
ujung tersebut yang ditulis dengan rumus;

G
 I / L  c
………………….. (3.1)
 I / L )  b
Catatan: - untuk tumpuan jepit nilai G=1
- untuk tumpuan sendi nilai G = 10
Faktor panjang tekuk (k) dihitung dengan memasukan nilai G kedua ujung-
ujungnya pada nomogram 3.4. Dari kedua titik nilai G tersebut ditarik garis yang
memotong garis skala k. Titik potong ini menunjukan nilai k dari kolom tersebut.
Perlu diperhatikan bahwa ada dua nomogram, yaitu untuk struktur tak bergoyang dan
untuk struktur bergoyang. Struktur tak bergoyang artinya jika ujung-ujung dari kolom
yang ditinjau tidak dapat berpindah kearah lateral.

Selain memakai nomogram nilai k dapat ditentukan dengan memakai rumus berikut:
Untuk portal tidak bergoyang atau struktur dengan pengaku (braced frames)
3Gi G j  1.4(Gi  G j )  0.64
k ……………………… (3.2)
3Gi G j  2.0(Gi  G j )  1.28

Untuk portal bergoyang atau tanpa pengaku lateral (unbraced frames)

1.6 Gi G j  4.0 (Gi  G j )  7.5 ……………………… (3.3)


k
Gi  G j  7.5

3.1.2 Kelangsingan Elemen Penampang


Kemampuan batang memikul gaya tekan sentris sangat ditentukan oleh
kelangsingan elemen penampangnya yang didefinisikan sebagai rasio antara lebar
penampang terhadap ketebalannya. Penampang yang elemennya langsing akan
mengalami tekuk lokal saat menerima tekan. Langsing atau tidaknya suatu elemen
penampang ditentukan batasan kelangsingan nya (λr), Misal, untuk batang tekan
murni, penampang sayap dikatakan langsing jika b/tf > λr sayap, dan penampang
badan dikatakan langsing jika h/tw > λr badan. Sehingga dalam menghitung kekuatan
penampang yang pertama-tama harus dihitung adalah kelangsingan elemen

21
penampang karena ini akan menentukan bentuk keruntuhan yang akan terjadi atau
rumus yang akan dipakai. Tabel 3.1 menampilkan batasan kelangsingan untuk
beberapa penampang baja canai panas seperti propil I, Chanal, T dan yang L diambil
dari SNI 1729-2015 tabel B4-1a dan B4-1b, yang bentuk dan ukurannya seperti pada
Gambar 3.2. Secara lengkapnya, untuk jenis penampang yang lainnya dapat dilihat
pada table SNI tersebut.

Tabel 3.1. Batasan kelangsingan beberapa propil baja canai panas

Komponen λ Type Beban λp λr


Sayap b Tekan n.a 0,56 E / Fy
I,C,T tf
Lentur 0,38 E / Fy 1,0 E / Fy

Badan h Tekan n.a 1,49 E / Fy


I,C tw
Lentur 3,76 E / Fy 5,7 E / Fy

Badan d Tekan n.a 0,75 E / Fy


T ts
Lentur 0,84 E / Fy 1,03 E / Fy

Kaki L b Tekan n.a 0,45 E / Fy


Tunggal / t
tersusun Lentur 0,54 E / Fy 0,91 E / Fy

Keterangan: n.a artinya tidak ada (not available)


Fy = tegangan leleh
E = modulus elastis baja = 2.105 Mpa
λp dan λr = batasan angka kelangsingan

Gambar 3.5

22
Tiga bentuk keruntuhan yang dapat terjadi pada kolom yang menerima beban tekan:
1. Keruntuhan tekuk lentur atau Flexural Buckling (FB), yaitu keseluruhan batang
menekuk sebagai satu kesatuan. Ini terjadi pada penampang kompak dimana
kelangsingan elemen sayap (b/t) dan kelangsingan elemnen (h/t) lebih kecil dari
batas klangsingan (λr).
2. Keruntuhan tekuk torsi atau tekuk torsi lentur, yaitu tekuk yang diakibatkan oleh
memuntirnya penampang yang diikuti dengan menekuknya batang. Tekuk ini
khususnya terjadi pada penampang yang tidak simetri seperti propil siku, canal
atau penampang T
3. Keruntuhan tekuk lokal, yaitu keruntuhan yang diawali oleh terjadinya tekuk lokal
pada elemen sayap atau badan dari penampang sebagai akibat kelangsingan
elemen tersebut (sayap atau badan) lebih besar dari batas kelangsingan λr.
Keruntuhannya dinamakan keruntuhan tekuk elasto-plastis dan penampang nya
dinamakan penampang tidak kompak.

3.2 Kuat Tekan Nominal

Kuat tekan nominal adalah kemampuan suatu batang menerima gaya tekan murni.
Kuat tekan nominal ini berhubungan dengan bentuk keruntuhan yang terjadi pada
batang tersebut. Nilai kuat tekan yang yang paling besar dapat dicapai jika
keseluruhan penampang mampu mencapai leleh. Ini terjadi pada angka kelangsingan
batang yang kecil. Kekuatan ini akan berkurang jika kelangsingan batang bertambah
besar. Sehubungan dengan kelangsingannya itu, kolom dapat dikelompokkan dalam
kolom pendek, menengah atau panjang. Setiap kelompok tersebut memiliki
karakteristik yang berbeda sehingga rumus yang dipakai untuk menghitung kekuatan
kolom tersebut berbeda-beda pula. Gambar 3.3 memberikan ilustrasi secara skematik
hubungan antara kekuatan maksimum kolom terhadap kelangsingan batangnya. Ada
tiga range prilaku kolom dimana setiap range tersebut ditentukan oleh kelangsingan
kolomnya.

23
Keseluruhan penampang leleh, (keruntuhan plastis)

sebagian penampang leleh, (keruntuhan elasto plastic)

penampang belum leleh, (keruntuhan elastis)


Py
Kuat tekan nominal

Kurva Pn = P euler
(Pn)

Kolom Kolom Kolom


pendek menengah panjang

penamp penampa
Kelangsingan kolom (kL/r) penamp
ang ng ang
belumGambarbelum
3.3 belum
leleh, leleh, leleh,
keruntu keruntuh keruntu
han an
Kolom pendek adalah kolom yang dapat han menerima beban sampai setara dengan kuat
akibatte akibattek akibatte
lelehnya Py (keseluruhan
kuk ukpenampang mengalami
kuk leleh). Kuat leleh didefinisikan
sebagai hasil perkalian luas penampang bruto Ag dengan tegangan leleh baja fy .
Dengan demikian kuat nominal kolom pendek Pn adalah sama dengan kuat lelehnya
atau: Pn = Py = Ab fy …………… (3.4)

Kolom panjang adalah kolom yang keruntuhannya ditandai oleh pertambahan


deformasi yang sangat besar yang disebabkan oleh tertekuknya kolom kearah lateral,
pada sumbu yang memiliki kelangsingan yang terkecil. Pada saat keruntuhan tersebut
terjadi tegangan pada penampang masih dalam kondisi elastis. Jadi beban maksimum
tidak dipengaruhi oleh tegangan leleh bahan fy tapi dipengaruhi oleh modulus dari
batang (E) dan kelangsingan batang (λ) yang besarnya = L/r. Karena pada saat
keruntuhan tegangan pada penampang masih dalam daerah elastis maka
keruntuhannya dinamakan keruntuhan tekuk elastis. Kekuatan nominal kolom ini
sama dengan kuat tekuk elastisnya nya atau tekuk euler nya yaitu;
 2E
Pn = Pe  Ag * Fe dengan Fe  …………… (3.5)
(k c L / r ) 2

dimana; kc adalah faktor panjang tekuk yang dapat dilihat pada sub bab 3.3

24
Kolom menengah walaupun keruntuhannya lebih kompleks adalah merupakan
kategori kolom yang paling banyak dijumpai pada struktur baja. Keruntuhan kolom
menengah juga ditandai oleh pertambahan deformasi yang cukup besar akibat
tertekuknya kolom namun itu terjadi hanya setelah ada bagian dari penampang
mengalami leleh. Leleh dimulai pada bagian penampang yang mempunyai residual
stress tekan (tegangan sisa akibat fabrikasi) yang paling besar. Keruntuhan pada kasus
ini adalah suatu bentuk inelastic instability (ketidak-stabilan tak-elastis), dan
dinamakan keruntuhan elasto-plastic. Kekuatan maksimum dari kolom ini bergantung
pada beberapa hal yaitu; kekakuan lentur penampang, tegangan leleh dari bahan,
distribusi residual stress pada penampang dan kondisi cacat awal pada batang. Kuat
tekan nominal kolom ini berada diantara Py dan P-euler.

Pada Gambar 3.3 terdapat dua kurva yaitu dengan garis solid dan garis putus. Kurva
garis putus untuk kondisi penampang ideal yaitu yang tidak ada residual stress, dan
kurva garis solid untuk penampang yang memiliki residual stress. Pada kenyataannya
penampang baja karena proses produksinya selalu memiliki residual stress yang
menyebabkan kuat tekannya berkurang sehingga kurva kuat tekan terhadap
kelangsingannya berubah dari posisi garis putus menjadi garis solid.

3.3 Keruntuhan Tekuk Lentur (FB)

Keruntuhan tekuk lentur atau Flexural Buckling (FB) adalah keruntuhan yang
disebabkan oleh melenturnya batang kearah lateral secara kesatuan akibat gaya
normal tekan yang diterima. Kondisi ini terjadi jika elemen-elemen penampangnya
kompak, atau kelangsingan komponen penampangnya (λ) lebih kecil dari batasan
kelangsingan terjadinya tekuk lokal (λr).

Rumusan kuat tekan nominal pada persamaan (3.4) dan (3.5) adalah untuk
keruntuhan tekuk lentur namun untuk kondisi penampang ideal tanpa residual stress.
Untuk penampang baja yang memiliki residual stress maka kuat tekan nominalnya
tidak dapat dihitung dengan rumus tersebut. Rumusan harus memperhitungkan adanya
residual stress, tegangan tekan awal sebelum dibebani. AISC memberikan rumus kuat
tekan nominal untuk penampang baja yang kemudian dipakai pada peraturan SNI
1729-2015. Pada rumusan ini kuat tekan nominal kolom pendek dan kolom menengah

25
disatukan yaitu kolom dengan kelangsingan (λ) = kL / r  4,71 E / Fy , sedangkan

kolom panjang untuk kelangsingan (λ) = kL / r  4,71 E / Fy .

Kuat tekan nominal (Pn) didefinisikan sebagai luas penampang bruto (Ag)
dikalikan tegangan kritis (Fcr), yaitu tegangan rata-rata penampang saat keruntuhan.
Sehingga;
Pn = Ag * Fcr SNI (E3-1) …………… (3.6)
Tegangan kritis Fcr ditentukan dengan persamaan berikut.
1. Untuk kL / r  4,71 E / Fy atau (Fy/Fe) ≤ 2,25

Fcr  0,658( Fy / Fe) * Fy SNI (E3-2) …………… (3.7)

2. Untuk kL / r  4,71 E / Fy atau (Fy/Fe) > 2,25

Fcr  0,877 * Fe SNI (E3-3) …………… (3.8)

 2E
Dengan Fe  SNI (E3-4) seperti pers. (3.5)
(k L / r ) 2

3.4 Keruntuhan Tekuk Torsi (TB) dan Tekuk Torsi-Lentur (FTB)


Ada dua jenis keruntuhan tekuk torsi yaitu tekuk torsi murni (torsional
buckling) dan tekuk torsi yang dibarengi dengan lentur (flexural torsional buckling).
Type keruntuhan tekuk torsi murni, atau disebut tekuk torsi saja, terjadi pada
penampang simetri ganda seperti propil I simetri ganda dan propil box, sedangkan
keruntuhan tekuk torsi lentur tejadi pada penampang simetri tunggal, seperti propil I
simetri tunggal, C, T dan siku ganda, dan propil tidak simetri. Kuat tekan nominal
penampang dengan type keruntuhan ini adalah;
Pn = Ag * Fcr SNI (E4-1) seperti pers. (3.6)
Dimana perhitungan tegangan kritikal (Fcr) untuk tiap-tiap jenis penampang tersebut
adalah sebagai berikut:

1. Penampang siku ganda dan propil T

SNI (E3-3) …………… (3.9)

26
2. Penampang Simetri Ganda ( I simetri ganda dan box)

SNI (E4-4) ……………(3.10)


3. Penampang simetri tunggal, (propil C dan I simetri tunggal) dengan sumbu y
adalah sumbu simetrinya

 f cry  f crz  4 f cry f crz H 


   1  1  
 f cry  f crz 2
f cr
 2H   
SNI (E4-5) ………… (3.11)
4. Penampang tidak simetri, seperti propil siku tunggal, Fe dihitung dari pers.

SNI (E4-6) ………… (3.12)


Dengan;
Fcry = Fcr yang dihitung terhadap sumbu simetri y menggunakan rumus (3.7)
atau (3.8), menggunakan nilai (kL/r) y untuk propil T dan (kL/r)m untuk
penampang tersusun (lihat sub bab 3.4)
Fcrz = tegangan kritis Fcr terhadap sumbu Z

…………(3.13)
G = modulus geser = 77.200 Mpa
Fex , Fey , Fez = tegangan tekuk elastis terhadap sumbu x, y atau z

………… (3.14)

………… (3.15)

.…………… (3.16)
xo, yo adalah koordinat pusat geser terhadap titik berat

27
ro adalah jari-jari girasi polar terhadap pusat geser

.…………… (3.17)
2
I y ho
Cw = konstanta tekuk torsi = C w  ……………. (3.18)
4
J = inertia rotasi =
1
3
 
 b t3 , ……………. (3.19)

 
untuk propil I, J  2bt 3f  ho t w3 / 3

ho = d - 2tf
r = jari-jari inertia terhadap sumbu yang ditinjau = I/A
k = faktor panjang tekuk terhadap sumbu yang ditinjau (lihat sub bab 3.3)
λ = kelangsingan terhadap sumbu yang ditinjau misal, λx = (kL/r)x
Selanjutnya Fe yang didapat dari persamaan (3.10), (3.11) dan (3.12) dipakai untuk
menghitung Fcr dengan menggunakan persamaan (3.7) atau (3.8) sesuai dengan nilai
Fy/Fe nya, dan akhirnya menghitung kuat tekan nominal dengan persamaan (3.4).
Berarti ada dua nilai kuat tekan yang harus dihitung yaitu akibat tekuk lentur dan
tekuk torsi. Kuat tekan nominal yang dipakai untuk batang itu adalah nilai yang
terkecil dari keduanya. Tekuk torsi pada penampang simetri ganda maupun tekuk
letur torsi pada penampang simetri tunggal dari baja canai panas (hot rolled) tidak
akan terjadi jika panjang tekuk arah sumbu puntir (sb. z) dan sumbu lainnya sama.
Artinya kuat tekan nominal yang diberikan oleh kondisi tekuk torsi lebih besar dari
kuat tekan nominal lentur sumbu lainnya. Sehingga pada kondisi ini tekuk torsi atau
tekuk lentur torsi tidak perlu dihitung.

3.5 Keruntuhan Tekuk Lokal (Local Buckling)

Keruntuhan tekuk lokal adalah keruntuhan yang disebabkan oleh tertekuknya elemen
sayap atau badan suatu penampang selanjutnya diikuti oleh menekuknya batang
melalui tekuk lentur atau tekuk torsi. Tekuk lokal terjadi pada kelangsingan elemen
penampang (λ) yang lebih besar dari batas kelangsingan (λr). Perhitungan kuat tekan

nominalnya hampir sama dengan untuk penampang yang kompak namun dengan
menambahkan faktor reduksi tekuk lokal Q pada rumus tegangan tekan kritikal-nya.

28
Sehingga kuat tekan nominal batang dengan penampang tidak kompak tetap dihitung
dengan rumus (3.1) yaitu;
Pn = Ag * Fcr
Dengan tegangan kritikalnya (Fcr) dihitung sebagai berikut

3.5.1 Tegangan Kritikal Elemen Dengan Penampang Tidak Kompak


1. Untuk kL / r  4,71 E / QFy atau (QFy/Fe) ≤ 2,25

 
Fcr  Q * 0,658(QFy / Fe) * Fy SNI (E7-2) ………… (3.20)

2. Untuk kL / r  4,71 E / QFy atau (QFy/Fe) > 2,25

Fcr  0,877 * Fe SNI (E7-3) ………… (3.21)

 2E
Dengan Fe  seperti pers. (3.2)
(k L / r ) 2

3.5.2 Faktor Reduksi Tekuk Lokal Q

Akibat tekuk lokal pada sayap atau pada badan, rumus untuk perhitungan Fcr
dimodifikasi dengan menambahkan faktor reduksi Q yang besarnya ≤ 1. Pada
penampang yang kompak maka nilai Q = 1. Penampang dari suatu propil dapat
dianggap dibentuk dari elemen-elemen, seperti propil I dibentuk oleh elemen sayap
dan elemen badan. Elemen tersebut dikatagorikan sebagai elemen berpengaku jika
kedua sisinya terpegang dan elemen tidak berpengaku jika salah satu sisinya bebas.
Contoh elemen berpengaku adalah badan propil I, C dan box sedangkan contoh
elemen tidak berpengaku adalah sayap propil I, C dan L.

Oleh sebab itu faktor reduksi untuk keseluruhan penampang terdiri dari faktor reduksi
untuk elemen tidak berpengaku (Qs), dan faktor reduksi untuk elemen berpengaku
(Qa). Jika pada penampang hanya elemen tidak berpengakunya saja yang langsing
maka Q = Qs , jika hanya elemen berpengakunya saja yang langsing maka Q = Qa,
dan jika kedua elemen langsing maka Q = Qs * Qa.

3.5.2.1 Faktor Reduksi Elemen Tak Berpengaku (Qs)


A. Untuk sayap propil I, C, T dan L majemuk dari baja canai panas (hot roll shaped)

29
1. Jika b / t  0,56 E / Fy → Qs = 1 ………… (3.22)

2. Jika 0,56 E / Fy  b / t  1,03 E / Fy

Qs  1,415  0,74(b / t ) Fy / E .…………(3.23)

0,69E
3. Jika b / t  1,03 E / Fy → Qs  .…………(3.24)
Fy b / t 
2

B. Untuk sayap propil I, dan C terbuat dari plat tersusun


1. Jika b / t  0,64 Ekc / Fy → Qs = 1 ………… (3.25)

2. Jika 0,64 Ekc / Fy  b / t  1,17 Ekc / Fy

Qs  1,415  0,65(b / t ) Fy / Ekc .…………(3.26)

0,90Ekc
3. Jika b / t  1,17 Ekc / Fy → Qs  .…………(3.27)
Fy b / t 
2

Dengan k c  4 / h / t w dan 0,35 ≤ kc ≤ 0,76

C. Untuk siku tunggal


1. Jika b / t  0,45 E / Fy → Qs = 1 ………… (3.28)

2. Jika 0,45 E / Fy  b / t  0,91 E / Fy

Qs  1,34  0,76(b / t ) Fy / E .…………(3.29)

0,53E
3. Jika b / t  0,91 E / Fy → Qs  .…………(3.30)
Fy b / t 
2

D. Untuk badan propil T


1. Jika d / t  0,75 E / Fy → Qs = 1 ………… (3.31)

2. Jika 0,75 E / Fy  d / t  1,03 E / Fy

Qs  1,908  1,22(d / t ) Fy / E .…………(3.32)

0,69E
3. Jika d / t  1,03 E / Fy → Qs  .…………(3.33)
Fy d / t 
2

3.5.2.2 Faktor Reduksi Elemen Berpengaku (Qs)


Faktor reduksi untuk elemen berpengaku (Qs) didefinisikan sebagai berikut.

30
Ae
Qs  .…………(3.34)
Ag

Dimana; Ag = luas bruto penampang


Ae = jumlah luas efektif semua elemen penampang yang menerima
tekan sesuai dengan lebar efektif be yang dihitung sebagai berikut;
A. Untuk semua penampang yang menerima tekan merata kecuali sayap penampang
box.
1. Untuk b / t  1,49 E / f maka Qa = 1 .…………(3.35)

2. Untuk b / t  1,49 E / f maka

 0,34 
be  1,92 t E / f 1  E/ f b .…………(3.36)
 b/t 
B. Untuk semua sayap penampang box yang menerima tekan merata.
1. Untuk b / t  1,40 E / f maka Qa = 1 seperti pers (3.35)

2. Untuk b / t  1,49 E / f maka

 0,38 
be  1,92 t E / f 1  E/ f b seperti pers (3.36)
 b/t 
Dengan f adalah tegangan rata-rata yang terjadi pada penampang tersebut yaitu
f = Pn / Ae .…………(3.37)
Pada kenyataannya untuk menggunakan persamaan ini, nilai Pn justru belum
diketahui sehingga f tidak bisa dihitung. Untuk itu sebagai awal perhitungan nilai f
harus diberikan terlebih dulu agar dapat dihitung nilai Pn, kemudian dilanjutkan
dengan menghitung nilai f yang baru lagi. Demikian seterusnya dilakukan iterasi
sehingga didapat nilai f yang sama. Umumnya dengan dua kali iterasi saja didapatkan
nilai f yang mendekati sehingga perhitungan bisa dihentikan. Sebagai langkah awal
dapat digunakan nilai Fcr yang dihitung dengan memakai Q = 1.

3.6 Penampang Majemuk / Penampang Tersusun

Penampang majemuk atau penampang tersusun adalah penampang yang dibentuk dari
gabungan dua atau lebih propil tunggal.

31
Akibatnya pada penampang majemuk akan terbentuk sumbu penampang yang baru
yang searah dengan sumbu x dan y penampang tunggal.

Gambar 3.4

Gambar 3.4 menggambarkan penampang tunggal dan majemuk propil siku dan
channel/kanal. Pada penampang majemuk sumbu-sumbu utamanya, (sumbu
maximum dan minimum) yaitu sumbu x dan y, dibuat searah dengan sumbu x dan y
penampang tunggal. Umumnya yang dipakai sebagai sumbu x adalah sumbu yang
melewati penampang, dan sebagai sumbu y adalah sumbu yang tidak melewati
penampang. Akibatnya tekuk lentur yang terjadi pada penampang majemuk dapat
terjadi pada arah sumbu x atau sumbu y, pada mana yang memberikan kuat tekan
nominal yang lebih kecil. Perhitungan kuat tekan nominal tekuk lentur batang arah
sumbu x dan y penampang majemuk sama seperti pada sub bab 3.3 dan kuat tekan
tekuk torsi lentur sama seperti sub bab 3.4 yaitu;

3.6.1 Kuat Tekan Nominal Tekuk Lentur Panampang Majemuk

Pnx = Ag * Fcrx dan Pny = Ag * Fcry .………… (3.38)


Tegangan kritis Fcrx dan Fcry ditentukan dengan persamaan berikut.
1. Untuk kL / r  4,71 E / Fy atau (Fy/Fe) ≤ 2,25

Fcr  0,658( Fy / Fe) * Fy SNI (E3-2) ……………(3.39)

2. Untuk kL / r  4,71 E / Fy atau (Fy/Fe) > 2,25

Fcr  0,877 * Fe SNI (E3-3) ……………(3.40)


Meninjau sumbu x, ( kL/ r) = (kL/ r)x
Meninjau sumbu y, ( kL/ r) = (kL/ r)m
Dengan ketentuan;

32
a. Untuk konektor yang disatukan dengan baut kencang biasa

kL / r m  kL / r 2y  a / ri 2 SNI (E6-1) .…….…… (3.41)

b. Untuk konektor yang disatukan dengan las atau baut pratarik


1. (kL / r)m = (kL / r)y bila a/ri ≤ 40 ..…… (3.42)

2. kL / r m  kL / r 2y  k i a / ri 2 bila a/ri > 40 ...…… (3.43)

Dimana;
a adalah jarak antara plat kopel
ri adalah jari jari inertia sumbu minimum penampang tunggal
ry = √ Iy / A adalah jari-jari inertia terhadap sumbu y penampang majemuk
ki = 0,5 untuk siku yang digabung back to back (seperti Gambar 3.4)
= 0,7 untuk kanal yang digabung back to back
= 0,86 untuk kasus lainnya

3.6.2 Kuat Tekan Nominal Tekuk Torsi Lentur Panampang Majemuk

Pn = Ag * Fcr SNI (E4-1) seperti pers. (3.1)


Dengan Fcr dihitung seperti berikut

seperti pers.(3.9)
Dimana Fcry dihitung memakai rumus (3.7) atau (3.8) dengan menggunakan
( kL/ r) = (kL/ r)m

3.7 Perencanaan Batang Tekan Murni


Suatu elemen batang yang menerima gaya tekan harus memenuhi ketentuan
berikut;
1. Metoda DFBK
Pu ≤ Φ Pn …....…… (3.44)
2. Metoda DKI
Pa ≤ Pn / Ω …....…… (3.45)
Dimana:
Pu = gaya tekan ultimit pada batang akibat beban terfaktor

33
Pa = gaya tekan ijin pada batang akibat beban kerja tanpa faktor beban
Pn = kuat tekan nominal batang
Φ = faktor reduksi kuat tekan = 0,9
Ω = faktor keamanan = 1,67

Contoh Soal 3.1


Sebuah bangunan baja dengan denah typical seperti pada Gambar 3.4. Pondasi
diasumsikan tumpuan sendi. Kolom diberi pengaku lateral ditengah bentang pada
lentur arah sumbu lemah penampang. Semua kolom memakai propil WF
300x300x10x15, semua balok arah sb.x denah memakai propil WF 350x300x8x13
dan semua balok arah sb.y denah memakai propil WF 400x300x8x13. Data
penampang yang diperlukan sebagai berikut:
Penampang WF 300x300x10x15 WF 350x300x8x13 WF 400x300x8x13
Ix 20400 cm4 24400 cm4 32700 cm4
Iy 6750 cm4
rx 13.1 cm
ry 7.54 cm
A 119.8 cm2
Hitung gaya tekan ultimit Pu (metoda DFBK) dan gaya tekan ijin Pa (metoda DKI)
untuk kolom tengah lantai bawah seperti pada Gambar.

6m
m
m 4m
6m m
m
2m
m
X m
5m 5m 2m
m m
Denah typical
Pengaku lateral

34
y

x
WF 400x300

WF 350x300 WF 350x300

2m
Pengaku lateral m
WF 400x300

Detail perspektif pertemuan balok-kolom

Jawab: Dari Gambar terlihat bahwa Lx = Lz = 4 m dan Ly = 2 m


Kuat tekan batang adalah yang terkecil dari kuat tekuk lentur dan tekuk torsi. Pada
baja propil canai panas penampang simetri ganda dan tunggal, kuat tekuk torsinya
tidak perlu ditinjau karena memberikan nilai yang lebih besar dari tekuk lentur.
Sehingga hanya perlu ditinjau terhadap tekuk lentur arah sumbu x dan y, kondisi
bergoyang dan tidak bergoyang. Kondisi bergoyang memberikan nilai k yang lebih
besar atau nilai kuat tekan nominal yang lebih kecil dari kondisi tak bergoyang,
sehingga kuat nominal batang tersebut adalah kuat nominal dari kondisi bergoyang.
Periksa kelangsingan elemen penampang:
Sayap
λf = b / tf = (300/2)/15 = 10

r  0,56 E / Fy  0,56 200000 / 240  16,2

Jadi λf < λr sehingga tidak terjadi tekuk lokal pada sayap

Badan
h = d-2*tf = 300 – 2*15 = 270 (jari-jari sudut sayap diabaikan)
λw = h / tw = 270/10 = 27

r  1,49 E / Fy  1,49 200000 / 240  43,0

35
Jadi λw < λr sehingga tidak terjadi tekuk lokal pada badan

Kesimpulan, tidak terjadi tekuk lokal, tidak ada reduksi tekuk lokal.

Menghitung G

Lentur sumbu x Ga 
I c / Lc

2 x(20400 / 400 ) 102
  0,936
I b / Lb 2 x(32700 / 600 ) 109

Gb = 10 (tumpuan sendi)
Dari nomogram struktur bergoyang didapat kx = 1.9

Lentur sumbu y Ga 
I c / Lc

2 x(6750 / 200 ) 67 ,5
  0,69
I b / Lb 2 x(24400 / 500 ) 97 ,6

Gb = 10 (tumpuan sendi)
Dari nomogram struktur bergoyang didapat ky = 1.8
 kL  1.9 x 4000
Lentur sumbu x →     58 .0
 r x 131

 kL  1.8 x2000
Lentur sumbu y →     47.9
 r y 75.1
Tekuk terjadi sumbu x (harga terbesar yang menentukan)
 2E  2 * 200000
Fe    587
(k L / r ) 2 582
Fy / Fe = 240 / 587 = 0,409 < 2,25 jadi

Fcr  0,658( Fy / Fe) * Fy  0,6580, 41 * 240  202

Pn = Ag * Fcr = 11980*202 = 2.420.000 N = 2420 kN


Jadi gaya tekan yang bisa diterima oleh kolom:
Metoda DFBK Pu ≤  Pn = 0,9 * 2420 = 2178 kN
Metoda DKI Pa ≤ Pn / Ω = 2420 / 1,67 = 1449 kN

Contoh 3.2 (Propil majemuk dengan elemen tidak langsing)


Sebuah batang tekan dengan panjang 180 cm dan joint sendi pada kedua ujungnya
menerima gaya tekan ultimit sebesar Pu = 100 kN. Rencanakan batang tersebut
menggunakan propil siku ganda.

36
Jawab:
Kriteria disain Pu ≤  * Pn
y
Dengan Pn = Ag * Fcr
c
Dimana Fcr adalah nilai yang terkecil dari;
 Tekuk lentur arah sumbu x
 Tekuk lentur arah sumbu y x
yo
 Tekuk torsi lentur
ey

Dicoba propil 2 L 40x60x5 disatukan back to back pada sisi yang panjang
Atot = 9,58 cm2 rx = 1,89 cm ry = 1,13 cm
Ixo = 17,2 cm4 Iyo = 6,11 cm4 ex = 1,96 cm ey = 0,97 cm rmin = 0,86 cm
Periksa kelangsingan elemen penampang (bagian yang tidak menempel)
r  0,56 E / Fy  0,56 200000 / 240  16,2

λsayap = b/t = 40/5 = 8 < λr elemen tidak langsing

Kuat tekan kritikal batang (Fcr )

1. Tekuk sumbu x
 2E  2 * 200000
Fe    217,6
(k L / r ) 2 1*180 / 1,892
Fy / Fe = 240 / 217,6 = 1,1 < 2,25 jadi
Fcr  0,658( Fy / Fe) * Fy  0,6581,1 * 240  151,4

2. Tekuk sumbu y

kL / r m  kL / r 2y  a / ri 2 atau

m  2y  1
2

Menentukan jarak plat kopel (a)


λl ≤ 0,75 λx atau λl ≤ 50 dipilih yang terkecil
λx = k Lx / rx = 1*180/1,89 = 95,2 0,75 λx = 71,4
sehingga λl ≤ 50 a ≤ λl * ri = 50 * 0,86 = 43
batang dibagi menjadi 4 bagian sehingga didapat a = 180/4 = 45 cm

37
λl = a / ri = 45 / 0,86 = 52,3

Iy = 2 [ Iyo + A*(ey+c/2)2 ]
Tebal pelat buhul diambil 10 mm sehingga c = 1 cm
Iy = 2 [ 6,11 + 4,79*(0,97+1/2)2 ] = 32,92
ry = (32,92/9,58) = 1,85
λy = ( k L/r)y = 1* 180 / 1,85 = 97,3

kL / r m  m  2y  12  97,32  52,3 2  110,5

 2E  2 * 200000
Fe  2
  161,7
(k L / r ) m 110,5 2

Fy / Fe = 240 / 161,7 = 1,48 < 2,25 jadi


Fcr  0,658( Fy / Fe) * Fy  0,6581, 48 * 240  129,2

3. Tekuk Torsi
Tegangan kritikal akibat tekuk torsi Fclt dihitung sebagai berikut

 f cry  f crz  4 f cry f crz H 


f cr    1  1  
 2H    f cry  f crz 2 

Untuk penampang simetri maka xo = 0


J = 1/3 ∑ (4+6)*0,53 = 0,416 cm4

38
 128,6  615   4 *128,6 * 615 * 0,647 
f cr    1  1    118,6
 2 * 0,647   128,6  6152 
Dari ketiga Fcr yang terkecil adalah 118,6 yaitu akibat tekuk lentur torsi
Jadi Fcr = 118,6 Mpa.
Pn = Ag * Fcr = 958 * 118,6 = 122,6 103 N = 122,6 kN
Kuat tekan ultimit batang =  * Pn = 0,9 * 122,6 = 110 kN > Pu = 100 kN
Jadi batang dapat dipakai untuk menerima gaya tekan ultimit Pu sebesar 100 kN

Contoh 3.3 (Batang dengan elemen penampang tidak langsing)


Sebuah batang tekan propil C 300x90x10x15 panjang 5 m, dengan joint sendi pada
kedua ujungnya. Hitung gaya tekan ultimit (DFBK) dan gaya tekan ijin (DKI) yang
dapat diterima oleh batang tersebut. E = 2 105 MPa G = 77 103 Mpa Fy = 240 MPa
Data penampang adalah sebagai berikut;
Panjang tekuk kLx = kLy = kLz = 5 m.
Ag = 55,74 cm2 bf = 90 mm d = 300 mm tw = 10 mm tf = 15,5 mm
Ix = 7410 cm4 Iy = 360 cm4 r = 19 mm rx = 115 mm ry = 25,4 mm
e = 23,4 cm (jarak CG ke tepi badan)
Jawab;
h = d – 2 tf – 2 r = 300 – 2*15,5 – 2*19 = 231 mm
h1 = d – tf = 300 –15,5 = 284,5 mm
ho = d – 2 tf = 300 –2*15,5 = 269 mm
b = bf – 0,5 tw = 90 – 0,5*10 = 85 mm

3b 2 t f 3 * 852 *15,5
eo    31,25mm
h1t w  6b t f 284,5 *10  6 * 85 *15,5
Periksa kelangsingan elemen penampang
Sayap; r  0,56 E / Fy  0,56 200000 / 240  16,2

b / tf = 85 / 15,5 = 5,48 < λr elemen tidak langsing Qs = 1

39
Badan; r  1,49 E / Fy  1,49 200000 / 240  43,0

h / tw = 231 / 10 = 23,1 < λr elemen tidak langsing Qa = 1

Tidak ada reduksi terhadap tekuk lokal Q = Qs * Qa = 1


Menghitung Fcr

Tekuk Lentur;
Terhadap sumbu x λx = ( k L/r)x = 1* 5000 / 115 = 43,48
Terhadap sumbu x λy = ( k L/r)y = 1* 5000 / 25,4 = 196,9
 2E  2 * 200000
Fe    51,12
(k L / r ) 2 196,92
Fy / Fe = 240 / 51,12 = 4,69 > 2,25 jadi
Fcr  0,877 * Fe = 0,877* 51,12 = 44,8 MPa.

Tekuk Lentur Torsi;


Untuk penampang C karena sumbu simetrinya adalah sumbu x maka
rumus E 4-6 menjadi

 f  f crz  4 f crx f crz H 


f cr   crx 1  1  
 2 H   f crx  f crz 2 

xo = e + eo – 0,5tw = 23,4+31,25- 0,5*10 = 49,6 mm

Ix  Iy 7410  360
ro   xo  y o   4,96 2  0  164 cm 2
2 2 2

A 55,74
x 2 y 2   
  1   4,96  0   0,85
2
H  1   o 2 o   
 ro   164 
   
J  2b f t 3f  ho t w3 / 3  2 * 90 *15,53  269 *103 / 3  939298 mm4

GJ 77000 * 939298
f crz  2
  791 MPa
A ro 5574 * 16400

 2E  2 * 200000
Fex    1044
(k L / r ) 2x 43,482
Fy / Fex = 240 / 1044 = 0,23 < 2,25 jadi
Fcrx  0,658( Fy / Fex) * Fy  0,6580, 23 * 240  218 MPa

40
 218  791   4 * 218 * 791* 0,85 
f cr    1  1    207 MPa
 2 * 0,85   218  7912 

Fcr = 44,8 MPa, (nilai terkecil dari tekuk lentur dan tekuk lentur torsi)
Pn = Ag* Fcr = 5574*44,8 = 249715 N = 249,7 kN
Jadi Pu ≤ *Pn = 0,9*249,7 = 224,7 kN (DFBK)
Pa ≤ Pn / Ω = 249,7 / 1,67 = 149,5 kN (DKI)

Contoh 3.4 (Batang dengan elemen penampang langsing)


Sebuah batang tekan panjang 5 m terbuat dari plat tersusun propil I 500x600x10x6.
Kedua ujung batang dibuat sendi dan tidak bertranslasi lateral. Hitung gaya tekan
ultimit Pu (metoda DFBK) dan gaya tekan ijin Pa (metoda DKI) yang dapat diterima
oleh batang tersebut. E = 2 105 MPa G = 77 103 Mpa Fy = 240 MPa
Data penampang adalah sebagai berikut;
bf = 500 mm d = 600 mm tf = 10 mm tw = 8 mm r = 15 mm
Jawab;
Panjang tekuk kLx = kLy = kLz = 5 m.
h = d – 2 tf – 2 r = 600 – 2*10 – 2*15 = 550 mm
h1 = d – tf = 600 –10 = 590 mm
ho = d – 2 tf = 600 –2*10 = 580 mm
Af = bf*tf = 500*10 = 5000 mm2
Af = ho*tw = 580*8 = 4640 mm2 Ag = 2*5000+4640 = 14640 mm2

I x  b f t 3f / 6  t w ho3 / 12  A f h12 / 2  500 *103 / 6  8 * 5803 / 12  5000 * 5902 / 2  1000,4 106

I y  (t f b 3f ) / 6  (ho t w3 ) / 12  10 * 5003 / 6  580 * 83 / 12  208 106

rx  I x / A  1* 109 / 14640  261 mm

ry  I y / A  208 * 10 6 / 14640  119,2 mm

Kelangsingan batang;
Terhadap sumbu x λx = ( k L/r)x = 1* 5000 / 261 = 19,16
Terhadap sumbu y λy = ( k L/r)y = 1* 5000 / 119,2 = 41,95
Tekuk lentur terjadi terhadap sumbu y

41
Periksa pengaruh kelangsingan penampang plat tersusun
Sayap;
Batasan kelangsingan;
k c  4 / h / t w  4 / 550 / 8  0,48

0,64 Ekc / Fy  0,64 200000* 0,48 / 240  12,8

1,17 Ekc / Fy  1,17 200000* 0,48 / 240  23,4

b / tf = (500/2) / 10 = 25
Jadi b / tf > 1,17 Ekc / Fy sehingga;

0,90Ekc 0,9 * 200000 * 0,48


Qs    0,576
Fy b / t f 
2
240 * (25) 2

Badan;
Batasan kelangsingan; 1,49 E / f

f adalah tegangan kritis pada penampang, karena belum diketahui maka dicari
terlebih dahulu dengan menggunakan faktor reduksi Q
Q = Qa * Qs = 1*0,576 = 0,576
 2E  2 * 200000
Fe    1122
(k L / r ) 2y 41,95 2
Q*Fy / Fe = 0,576*240 / 1122 = 0,123 < 2,25 jadi
Fcr  Q * 0,658(QFy / Fe) * Fy  0,576 * 0,6580,123 * 240  131

Batasan kelangsingan 1,49 E / f  1,49 200000 / 128,7  58,7


h / tw = 550 / 8 = 68,75
Jadi h / tw > 1,49 E / f
Sehingga ada faktor reduksi tekuk lokal pada badan Qa < 1
Menghitung Qa
 0,34 
be  1,92 t E / f 1  E/ f b
 b/t 
Yang dimaksud dengan b pada rumus ini adalah h untuk badan propil I

42
 0,34 
be  1,92 * 8 200000 / 1311  200000 / 131  484  h OK
 550 / 8 
Ae = 2*Af +be*tw = 2*5000+484*8 = 13872
Qa = Ae / Ag = 13872 / 14640 = 0,948
Jadi Q = Qa * Qs = 0,948*0,576 = 0,546
Menghitung Fcr
Terhadap tekuk lentur
Q*Fy / Fe = 0,546*240 / 1122 = 0,117 < 2,25 jadi
Fcr  Q * 0,658(QFy / Fe) * Fy  0,546 * 0,6580,117 * 240  124,8

Terhadap Tekuk Torsi


Untuk propil simetri ganda maka
 2 E C w  1
Fe   G J
 k z L   Ix  Iy
2

   
J  2b f t 3f  ho t w3 / 3  2 * 500 *103  580 * 83 / 3  432320
2
C w  I y h1 / 4  208 106 * 5902 / 4  1,81* 1013 mm6

 2 * 2 E 5 *1,81E13  1
Fe    77000 * 432320   1211
 5000  2
 1E 9  208 E 6

Q*Fy / Fe = 0,546*240 / 1211 = 0,108 < 2,25 jadi


Fcr  Q * 0,658(QFy / Fe) * Fy  0,546 * 0,6580,108 * 240  125,2

Fcr = 125 MPa (kebetulan nilainya sama antara tekuk lokal dan tekuk torsi)
Pn = Ag* Fcr = 14640*125 = 1830000 N = 1830 kN
Jadi Pu ≤ *Pn = 0,9*1830 = 1647 kN (DFBK)
Pa ≤ Pn / Ω = 1830 / 1,67 = 1096 kN (DKI)

43
Rumus-rumus untuk menghitung properties penampang
Penampang I
xo

h
ho h eo x
xp
tf + r
tf + r e

A  2t f b f  ho t w Af  b f t f Aw  bw t w b  bf / 2

h  d  2t f  2r h1  d  t f ho  d  2t f

I x  b f t 3f / 6  t w ho3 / 12  b f t f h12 / 2 I y  (t f b 3f ) / 6  (ho t w3 ) / 12

S x  A f h1  Aw ho / 6  I x / 0,5d S y  (t f b 2f ) / 3  (ho t w2 ) / 6  I y / 0,5b f

Z x  A f h1  Aw ho / 4 Z y  (t f b 2f ) / 2  (ho t w2 ) / 4

 
J  2b f t 3f  ho t w3 / 3
2
C w  I y h1 / 4

Penampang C

xo

h
ho h eo x
xp
tf + r
tf + r e

44
A  2t f b f  ho t w Af  b f t f Aw  bw t w b  b f  0,5t w

h  d  2t f  2r h1  d  t f ho  d  2t f

I x  b f t 3f / 6  t w ho3 / 12  b f t f h12 / 2 I y  I yo  Aw x 2  2 A f (b f / 2  e) 2

S x  I x / 0,5d S y  I y /(b f  e) I yo  (t f b 3f ) / 6  (ho t w3 ) / 12

Z x  A f h1  Aw ho / 4 Z y  0,5d x 2p  t f (b f  x p ) 2  0,5ho (t w  x p ) 2

 
J  2b f t 3f  ho t w3 / 3 xo  e  eo  0,5t w yo  0

t f b 3 h13 (3bt f  2h1t w ) 2b f t f  ho t w


Cw  xp 
12(6bt f  h1t f ) d  2t f  ho

45

Anda mungkin juga menyukai