Anda di halaman 1dari 19

JURNAL AWAL PRAKTIKUM KOSMETIKA

FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN


“KIREI” GEL HAND SANITIZER

DOSEN PENGAMPU :

Putu Sanna Yustiantara, S. Farm., M. Si., Apt.

KELOMPOK 5

Firlyandhika Dwi Faturrochman (1708551067)


Ni Putu Trisna Ayundita (1708551072)
I Putu Mas Arie Pradina Putri (1708551080)
Mirillia Vital Moreira (1708551083)
Desak Putu Putri Satriyani (1708551090)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2020
I. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu merancang formula gel hand sanitizer.
2. Mahasiswa mampu membuat dan melakukan evaluasi terhadap gel hand
sanitizer.
3. Mengetahui mampu menganalisis pengaruh jenis gelling agent terhadap
stabilitas sediaan gel hand sanitizer.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Gel
Gel merupakan sistem sediaan semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat
dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi
oleh suatu cairan (Kemenkes RI, 2014). Gel merupakan suatu sistem setengah
padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik
yang kecil atau molekul organik yang besar dan saling di resapi cairan.
Makromolekul yang disebarkan ke seluruh cairan sampai tidak terlihat ada batas
di antaranya, cairan ini disebut gel satu fase. Massa gel yang terdiri dari
kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda, maka disebut gel sistem dua
fase atau biasa disebut magma atau susu. Gel dan magma merupakan dispersi
koloid karena masing-masing mengandung partikel-partikel dengan ukuran koloid
(Ansel, 2005). Dasar gel yang umum digunakan terbagi menjadi dua, meliputi :
a. Dasar gel hidrofobik
Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik, bila
ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara
kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara
spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel,
1989).
b. Dasar gel hidrofilik
Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang
besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi.
Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya tarik menarik pada
pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik
dari bahan hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat
dan memiliki stabilitas yang lebih besar (Ansel, 1989). Gel hidrofilik umummnya
mengandung komponen bahan pengembang, air, humektan dan bahan pengawet
(Voight, 1994).
Keuntungan sediaan gel menurut Voight (1994) adalah sebagai berikut :
a. Efek dingin yang ditimbulkan akibat lambatnya penguapan air pada kulit.
b. Daya sebarnya pada kulit baik.
c. Mudah dicuci dengan air.
d. Pelepasan obatnya baik.
e. Tidak menghambat fungsi fisiologis kulit, khususnya respiration sensibilis,
oleh karena tidak melapisi permukaan kulit secara kedap dan tidak
menyumbat pori-pori kulit.
Kerugian sediaan gel menurut Lachman (2007) adalah sebagai berikut :
a. Hidrogel mengandung surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi
dan harganya lebih mahal.
b. Gel dengan kandungan alkohol yang tinggi dapat menyebabkan pedih
pada wajah dan mata, penampilan yang buruk pada kulit bila terkena
paparan cahaya matahari, alkohol akan menguap dengan cepat dan
meninggalkan film yang berpori atau pecah-pecah sehingga tidak semua
area tertutupi atau kontak dengan zat aktif.
Sifat gel yang sangat khas menurut (Lieberman et al., 1996), sebagai berikut :
a. Dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorbsi
larutan yang mengakibatkan terjadinya penambahan volume.
b. Sineresis, suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi dalam masa
gel. Gel bila didiamkan secara spontan akan terjadi pengerutan dan cairan
dipaksa keluar dari kapiler meninggalkan permukaan yang basah.
c. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan. Struktur gel dapat
bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel.
Hal yang perlu diperhatikan pada pembuatan sediaan gel menurut (Lieberman et
al., 1996), sebagai berikut :
a. Gelling agent yang dipilih harus bersifat inert, aman, tidak bereaksi
dengan komponen lain dalam formulasi.
b. Penggunaan polisakarida memerlukan pengawet (rentan terhadap
mikroba).
c. Viskositas sediaan harus tepat dan mudah digunakan.
d. Konsentrasi polimer sebagai gelling agent harus tepat (antisipasi
sineresis).
e. Inkompatibilitas terjadi antara obat kationik pada kombinasi zat aktif,
pengawet, dan surfaktan bersifat anionik (inaktivasi/pengendapan bahan
kationik).
2.2 Gel Hand Sanitizer
Gel Hand sanitizer merupakan pembersih tangan yang memiliki
kemampuan antibakteri dalam menghambat hingga membunuh bakteri. Menurut
Asngad dkk., (2018), gel hand sanitizer merupakan pembersih tangan berbentuk
gel yang berguna untuk membersihkan atau menghilangkan kuman pada tangan,
mengandung bahan aktif alkohol 60% (Asngad dkk., 2018).
Kelebihan gel hand sanitizer dapat membunuh kuman dalam waktu relatif
cepat, karena mengandung senyawa alkohol (etanol, propanol, isopropanol)
dengan konsentrasi ± 60% sampai 80% dan golongan fenol (klorheksidin,
triklosan). Senyawa yang terkandung dalam gel hand sanitizer memiliki
mekanisme kerja dengan cara mendenaturasi dan mengkoagulasi protein sel
kuman. Alkohol sebagai disinfektan hanya mempunyai aktivitas bakterisidal saja,
tetapi tidak terhadap virus dan jamur. Selain sebagai disinfektan, alkohol dalam
gel hand sanitizer dapat membantu melarutkan triklosan (Asngad dkk., 2018).
2.3 Ekstrak Aloe vera
Ekstrak Aloe vera mengandung saponin, flavonoid, tanin, dan polifenol.
Kandungan saponin pada ekstrak Aloe vera mempunyai kemampuan sebagai
pembersih sehingga efektif untuk menyembuhkan luka terbuka, sedangkan
kandungan tanin dapat digunakan sebagai pencegahan terhadap infeksi luka
karena mempunyai daya antiseptik dan obat luka bakar. Flavonoid dan polifenol
mempunyai aktifitas sebagai antiseptik, dimana salah salah satu teknologi modern
produk antiseptik yaitu hansanitizer. Ekstrak Aloe vera didapatkan dari proses
ekstraksi, ekstraksi merupakan pengambilan zat aktif dari bahan alam dengan
pelarut yang sesuai. Metode ekstraksi yang digunakan dapat berupa metode
maserasi dengan proses perendaman daun dan daging lidah buaya dengan etanol
96% (Martono dan Suharyani, 2018).

III. FORMULASI
3.1. Formula Pustaka
Ekstrak Daun Kemangi 3%
CMC Na 3%
Propilenglikol 15 %
Gliserin 10 %
Etanol 96 % 0.1 %
Nipagin Qs
Essen Apel Qs
Aquadest Ad 100 g
(Rohmani dan Kuncoro, 2019)

3.2. Formula yang Diajukan


Ekstrak Aloe vera 3%
CMC Na 6%
Propilenglikol 15 %
Gliserin 10 %
Etanol 96 % 10 %
Nipagin 0.1 %
Peppermint Oil Qs
Aquadest Ad 100 g

IV. MONOGRAFI BAHAN


4.1 Tinjauan Fisikokimia Bahan Aktif
a. Aloe vera
Lidah buaya (Aloe vera) berfungsi sebagai antiseptik, lidah
buaya juga dapat menghaluskan dan melembabkan kulit. Hal ini
disebabkan karena lidah buaya mengandung lignin atau selulosa yang
mampu menembus dan meresap ke dalam kulit serta menahan hilangnya
cairan tubuh dari permukaan kulit, sehingga kulit tidak cepat kering dan
terjaga kelembabannya (Suryati dkk., 2017).
Daging dari tanaman lidah buaya mengandung saponin dan
flavonoid, disamping itu juga mengandung tanin dan polifenol. Saponin
ini mempunyai kemampuan sebagai pembersih sehingga efektif untuk
menyembuhkan luka terbuka, sedangkan tanin dapat digunakan sebagai
pencegahan terhadap infeksi luka karena mempunyai daya antiseptik
dan obat luka bakar. Flavonoid dan polifenol mempunyai aktifitas
sebagai antiseptik (Rahayu, 2007).

4.2 Tinjauan Fisikokimia Eksipien


1. CMC Na (Carboxymethylcellulose Sodium)
Pemerian : Bubuk granul berwarna putih hingga
hampir putih, tidak berbau, tidak berasa,
higroskopis setelah pengeringan.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam aseton, etanol
(95%), eter, dan toluena. Mudah
terdispersi dalam air pada semua suhu,
membentuk larutan koloid jernih,
kelarutan dalam air bervariasi dengan
tingkat substitusi.
Stabilitas dan Penyimpanan : Bahan yang stabil meskipun higroskopis,
larutan berair pada pH 2 – 10, viskositas
menurun drastis pada pH 10 dan
umumnya viskositas maksimum pada pH
7 – 9. Disimpan dalam wadah tertutup
rapat.
Penggunaan : Agen pelapis, zat penstabil, agen
suspensi, agen penyerap air dan penambah
viskositas.
Inkompatibilitas : Tidak kompak dengan larutan asam dan
garam besi yang larut dan beberapa
logam. Membentuk coacervate kompleks
dengan gelatin dan pektin dan mampu
mengendapkan protein positif.
(Rowe et al., 2009).
2. Propilenglikol
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna; rasa
khas; praktis tidak berbau; menyerap air
pada udara lembab.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan
aseton, dan dengan kloroform; larut dalam
eter dan dalam beberapa minyak esensial;
tidak dapat bercampur dengan minyak
lemak.
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Bobot molekul : 76,09 g/mol.
(Kemenkes RI, 2014).
Stabilitas dan penyimpanan : Pada suhu dingin, propilen glikol stabil
dalam wadah tertutup dengan baik, tetapi
pada suhu tinggi dan tempat terbuka
cenderung teroksidasi, sehingga
memberikan produk-produk logam seperti
gaspropionaldehid, asam laktat, asam
piruvat, dan asam asetat. Propilen glikol
stabil secara kimiawi jika dicampur dengan
etanol (95%), gliserin, atau air; larutan
berair dapat disterilkan dengan autoklaf.
Penggunaan : Humektan.
Inkompatibilitas : Propilen glikol tidak sesuai dengan
pereaksi pengoksidasi seperti kalium
permanganat.
(Rowe et al., 2009).
3. Gliserin
Pemerian : Cairan; jernih seperti sirup; tidak
berwarna; rasa manis; hanya boleh berbau
khas lemah (tajam atau tidak enak).
Higroskopis; netral terhadap lakmus.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan
etanol; tidak larut dalam kloroform, dalam
eter, dalam minyak lemak dan dalam
minyak menguap.
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Bobot jenis : Tidak kurang dari 1,249 g/mL.
(Kemenkes RI, 2014).
Stabilitas dan penyimpanan : Gliserin bersifat higroskopis. Gliserin
murni tidak rentan terhadap oksidasi oleh
atmosfer dalam kondisi penyimpanan biasa,
tetapi terurai pada pemanasan dengan
evolusi akrolein toksik. Campuran gliserin
dengan air, etanol (95%), dan propilen
glikol stabil secara kimia.
Penggunaan : Humektan.
Inkompatibilitas : Gliserin dapat meledak jika dicampur
dengan zat pengoksidasi kuat seperti
kromium trioksida, kalium klorat, atau
kalium permanganat. Dalam larutan encer,
reaksi berlangsung pada kecepatan yang
lebih lambat dengan beberapa produk
oksidasi terbentuk. Perubahan warna hitam
gliserin terjadi di hadapan cahaya, atau
kontak dengan oksida atau bismut nitrat
dasar. Kontaminan besi dalam gliserin
bertanggung jawab atas penggelapan warna
campuran yang mengandung fenol, salisilat,
dan tanin. Gliserin membentuk kompleks
asam borat, asam gliseroborat, yang
merupakan asam kuat dari asam borat.
(Rowe et al., 2009).
4. Etanol
Pemerian : Cairan mudah menguap, jernih, tidak
berwarna; bau khas dan menyebabkan
rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap
walaupun pada suhu rendah dan mendidih
pada suhu 78° C, mudah terbakar
Kelarutan : Bercampur dengan air dan praktis
bercampur dengan semua pelarut organik.
(Kemenkes RI, 2014).
Inkompatibilitas : Dalam kondisi asam, larutan etanol dapat
bereaksi keras dengan bahan
pengoksidasi. Campuran dengan alkali
dapat berwarna gelap karena reaksi
dengan jumlah residu aldehida.
(Rowe et al., 2009).
Bobot jenis : 0,8119-0,8139 g/mL
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung
dari cahaya; ditempat sejuk, jauh dari
nyala api
Khasiat dan penggunaan : Zat tambahan
(Depkes RI, 1979).
5. Nipagin
Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk
hablur, putih; tidak berbau atau berbau khas
lemah; sedikit rasa terbakar.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzene dan
dalam karbon tetraklorida; mudah larut
dalam etanol dan dalam eter.
(Kemenkes RI, 2014).
Stabilitas dan Penyimpanan : Larutan metilparaben dalam air pada pH
36 dapat disterilkan dengan autoklaf pada
120°C selama 20 menit, tanpa dekomposisi.
Larutan berair pada pH 3-6 stabil (kurang
dari 10% dekomposisi) hingga sekitar 4
tahun pada suhu kamar, sedangkan larutan
berair pada pH 8 atau lebih dapat
mengalami hidrolisis cepat (10% atau lebih
setelah penyimpanan 60 hari di sekitar suhu
kamar).
Penggunaan : Pengawet antimikroba.
Inkompatibilitas : Aktivitas antimikroba metilparaben dan
paraben lainnya sangat berkurang dengan
adanya surfaktan nonionik, seperti
polisorbat 80, sebagai hasil dari miselisasi.
Namun, propilen glikol (10%) telah terbukti
mempotensiasi aktivitas antimikroba dari
paraben dengan adanya surfaktan nonionik
dan mencegah interaksi antara metilparaben
dan polisorbat 80. Nipagin tidak cocok
dengan zat lain, seperti bentonit,
magnesium trisilikat, talek, tragacanth,
natrium alginat, essential oils, sorbitol,
andatropine. Ini juga bereaksi dengan
berbagai gula dan alkohol gula terkait.
Absorpsi metilparaben oleh plastik juga
telah dilaporkan; jumlah yang diserap
tergantung pada jenis plastik dan
kendaraan. Telah diklaim bahwa botol
polietilen densitas rendah dan densitas
tinggi tidak menyerap metilparaben.
Metilparaben berubah warna dengan
adanya zat besi dan mengalami hidrolisis
oleh alkali lemah dan asam kuat.
(Rowe et al., 2009).
6. Peppermint Oil
Pemerian : Cairan tidak berwarna atau kuning pucat,
bau khas kuat menusuk; rasa pedas diikuti
rasa dingin jika udara dihirup melalui
mulut.
Kelarutan : Satu bagian volume dilarutkan dalam 3
bagian volume etanol 70%; tidak terjadi
opalesensi.
Wadah dan Penyimpana : Dalam wadah tertutup rapat dan hindarkan
dari panas berlebih.
(Kemenkes RI, 2014).
Khasiat dan Penggunaan : Zat tambahan; karminativum.
(Depkes RI, 1979).
7. Aquadest
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak
berbau; tidak mempunyai rasa.
Berat molekul : 18,02 gram/mol.
pH : Antara 5-7.
(Depkes RI, 1995).
Wadah dan penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI,
1979).

V. PROSEDUR KERJA
5.1 Alat dan Bahan
Alat
- Sendok tanduk
- Batang pengaduk
- Beaker glass
- Timbangan digital
- Gelas ukur
- Kertas perkamen
- Penangas air
- Plastik Warp
- Cawan Porselen
- Pipet tetes
Bahan
- Ekstrak Aloe Vera
- Etanol 96 %
- Propilenglikol
- Gliserin
- CMC Na
- Nipagin
- Papermint oil
- Aquadest
5.2 Prosedur Kerja

Ditimbang bahan yang akan digunakan

Dilarutkan CMC Na dengan air panas hingga mengembang, terbentuk


basis gel

Ditambahkan propilenglikol dan gliserin kedalam basis gel

Dilarutkan nipagin dalam air panas lalu dimasukan kedalam campuran


Dilarutkan ekstrak aloe vera ke dalam etanol 96 % lalu dimasukan ke
dalam campuran dan diaduk hingga homogen dan terbentuk massa gel.
Setelah semua tercampur tetesi dengan papermint oil, aduk hingga
homogen

5.3 Perhitungan Bahan

A. Perhitungan bahan untuk 2 sediaan Gel hand sanitizer

3
a. Ekstrak Aloe vera = 100 x 100 gram = 3 gram

= 3 gram x 2 = 6 mL

10
b. Etanol 96% = 100 x 100 gram = 10 gram

= 10 gram x 2 = 20 gram

15
c. Propilenglikol = 100 x 100 gram = 15 gram

= 15 gram x 2 = 30 gram

10
d. Gliserin = 100 x 100 gram = 10 gram

= 10 gram x 2 = 20 gram

6
e. CMC Na = x 100 gram = 6 gram
100

= 6 gram x 2 = 12 gram

0,1
f. Nipagin = 100 x 100 gram = 0,1 gram

= 0,1 gram x 2 = 0,2 gram

g. Aquadest = 100 gram – ( 3 gram +10 gram + 15 gram


+ 10 gram + 6 gram + 0,1 gram )

=100 gram - 44,1 gram

= 55,9 gram

= 55,9 gram x 2 = 111,8 mL


B. Tabel Penimbangan

No. Bahan Fungsi Bobot untuk Bobot untuk


1 sediaan 2 sediaan
(gr) (gr)

1. Ekstrak Aloe Zat aktif 3 gram 6 gram


vera

2. Etanol 96% Pelarut 10 gram 20 gram

3. Propilenglikol Humektan 15 gram 30 gram

4. Gliserin Humektan 10 gram 20 gram

5. CMC Na Gelling agent 6 gram 12 gram

6. Nipagin Pengawet 0,1 gram 0,2 gram

7. Pepermint Oil Pewangi qs qs

8. Aquadest Pelarut 55,9 gram 111,8 gram

VI. EVALUASI
6.1 Cara Kerja Evaluasi
a. Uji Organoleptis
Pengujian dilakukan secara kasat mata atau pengamatan secara langsung
untuk mendeskripsikan sediaan

Diamati bentuk atau konsistensi, warna, dan bau dari sediaan

(Rohmani dan Kuncoro, 2019).


b. Uji pH
Dikalibrasi alat terlebih dahulu dengan menggunakan larutan dapar standar
netral (pH 7)
Elektroda dicuci dengan akuades, lalu dikeringkan dengan tisu

Elektroda dicelupkan dalam sediaan

Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan

Angka yang ditunjukkan pH meter merupkan pH sediaan

c. Uji Homogenitas
Dioleskan sejumlah tertentu sediaan pada sekeping kaca atau bahan
transparan lainnnya

Diamati susunan yang homogen dan ada tidaknya partikel yang


bergerombol dan menyebar secara merata

(Rohmani dan Kuncoro, 2019).


d. Uji Viskositas
Gel dimasukkan kedalam wadah kemudian dipasang spindel no 4 ke alat
viskometer dan rotor dijalankan dengan kecepatan 40 rpm

Setelah kecepatan menunjukkan angka yang stabil, hasilnya dicatat dan


dikalikan dengan faktor

(Nabela, 2017).
e. Uji Stabilitas
Diamati masing-masing sediaan dari uji pengamatan organoleptis, uji
homogenitas, dan uji pH maupun uji sifat fisik lainnya setelah cycling test,
serta ada tidaknya pemisahan fase pada sediaan
(Rohmani dan Kuncoro, 2019).

6.2 Syarat Uji Evaluasi


a. Uji Organoleptis
(Rohmani dan Kuncoro, 2019).
Syarat
Bentuk kental/pekat, warna hijau kehitaman dan
bau khas kemangi

b. Uji pH
(Emma dkk., 2014)
Syarat
6–8

c. Uji Homogenitas
(Rohmani dan Kuncoro, 2019)
Syarat
Sediaan harus menunjukkan susunan yang
homogen ditandai dengan tidak ada bagian
yang tidak tercampurkan dengan baik selama
penyimpanan

d. Uji Viskositas
(Yogesthinaga, 2016)
Syarat
2000 – 50000 cP (centipoise)

e. Uji Stabilitas
(Alfred dkk., 1993)
Syarat
Bau, warna, dan tekstur sama
seperti fisik awal sediaan. Ukuran
diameter globul berada pada
kisaran 0,1 – 10 µm

VII. KEMASAN DAN ETIKET


7.1 Kemasan Primer

7.2 Etiket
DAFTAR PUSTAKA

Alfred, M., S. James, dan C. Arthur. 1993. Dasar-Dasar Kimia Fisika dalam Ilmu
Farmasetik. In Yoshita (Ed.). Jakarta : UI Press.
Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : Universitas
Indonesia Press.
Ansel, H.C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Depok : Universitas
Indonesia Press.
Asngad, A., B.R. Aprilia., Nopitasari. 2018. Kualitas Gel Pembersih Tangan
(Handsanitizer) dari Ekstrak Batang Pisang dengan Penambahan Alkohol,
Triklosan dan Gliserin yang Bebeda Dosisnya. Bioeksperimen. 4(2) : 61-
70.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
Emma S., Iskandarsyah, dan Praptiwi. 2014. Evaluasi, Uji Stabilitas Fisik dan
Sineresis Sediaan Gel yang Mengandung Minoksidil, Apigenin, dan Perasan
Herba Seledri (Apium graveolens L.). Buletin Penelitian Kesehatan. 42(2) :
213-222.
Kemenkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Lachman. L., Liberman H.A., dan J.L. Kaning. 2007. Teori dan Praktek Farmasi
Industri. Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.
Lieberman, H.A., M.M. Ringer., and G.S. Banker. 1996. Pharmaceutical Dosage
Form. New York : Marcel Decker Inc.
Martono, C., dan I. Suharyani. 2018. Formulasi Sediaan Spray Gel Antiseptik dari
Ekstrak Etanol Lidah Buaya (Aloe vera). Jurnal Farmasi Muhammadiyah
Kuningan. 3(1) : 29-37.
Nabela, W. 2017. Formulasi dan Uji Sifat Fisik Gel Hand Sanitizer dari Ekstrak
Daun Kedondong. Karya Tulis Ilmiah. Banjarmasin: Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin.
Rahayu, T. P. 2007. Budi Daya Lidah Buaya Si Tanaman Ajaib. Semarang: CV
Ghyyas Putra.
Rohmani, S. dan Kuncoro, M. A. A. 2019. Uji Stabilitas dan Aktivitas Gel
Handsanitizer Ekstrak Daun Kemangi. Journal of Pharmaceutical Science
and Clinical Research. 01: 16-28.
Rowe, R. C., P. J. Sheskey, and M. E. Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipient. Sixth Edition. USA: Pharmaceutical Press.
Suryati, N., Elizabeth, B. dan Ilmiawati. 2017. Uji Efektivitas Ekstrak Aloe vera
Terhadap Pertumbuhan E. coli Secara In Vitro. Jurnal Kesehatan Andalas.
6(3): 510-519.
Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Yogesthinaga, W. 2016. Optimasi Gelling Agent Carbopol dan Humektan
Propilenglikol dalam Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun
Binahong. Skripsi.

Anda mungkin juga menyukai