Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM

FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN SEMISOLIDA-LIKUIDA

GEL SULFUR

Disusun Oleh :

Kelompok 7

Andreas Agung Wicjaksono 11194761920041


Kriscika Guspani 11194761920055
Noorjannah 11194761920061
Talitha Cressentia Rahma 11194761920074

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2019

i
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ..................................................................................................... i


Daftar Isi.................................................................................................................. ii
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Tujuan Praktikum ...................................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 3
A. Dasar Teori................................................................................................ 3
B. Deskripsi Bahan ........................................................................................ 8
BAB III. METODE PRAKTIKUM ...................................................................... 11
A. Alat dan Bahan ........................................................................................ 11
B. Formula ................................................................................................... 11
C. Perhitungan Bahan .................................................................................. 12
D. Prosedur Kerja ........................................................................................ 13
E. Evaluasi ................................................................................................... 14
BAB IV. HASIL ................................................................................................... 15
BAB V PEMBAHASAN. ..................................................................................... 18
BAB VI. KESIMPULAN...................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23
JAWABAN PERTANYAAN ............................................................................... 24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan tekhnologi,
perkembangan didunia farmasi pun tak ketinggalan. Semakin hari semakin
banyak jenis dan ragam penyakit yang muncul. Perkembangan pengobatan
pun terus di kembangkan. Berbagai macam bentuk sediaan obat, baik itu
liquid, solid dan semisolid telah dikembangkan oleh ahli farmasi dan
industri. Ahli farmasi mengembangkan obat untuk pemenuhan kebutuhan
masyarakat, yang bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis
yang sesuai untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Selain itu, sediaan
semisolid digunakan untuk pemakaian luar seperti krim, salep, gel, pasta
dan suppositoria yang digunakan melalui rektum. Kelebihan dari sediaan
semisolid ini yaitu praktis, mudah dibawa, mudah dipakai, mudah pada
pengabsorbsiannya juga untuk memberikan perlindungan pengobatan terhadap
kulit.
Berbagai macam bentuk sediaan semisolid memiliki kekurangan,
salah satu diantaranya yaitu mudah ditumbuhi mikroba. Untuk
meminimalisir kekurangan tersebut, para ahli farmasis harus bisa
memformulasikan dan memproduksi sediaan secara tepat. Dengan
demikian, farmasis harus mengetahui langkah-langkah yang tepat
untuk meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan. Dengan cara
melakukan, menentukan formulasi dengan benar dan memperhatikan
konsentrasi serta karakteristik bahan yang digunakan dan dikombinasikan
dengan baik dan benar.
Banyaknya penggunaan sediaan semisolid pada masa sekarang ini,
baiksebagai obat maupun kosmetik menjadi perhatian para farmasis dunia, dan
mendorong pengembangan bentuk sediaan yang lebih baik sehingga
dapatmencakup berbagai bidang dan mengatasi permasalahan dalam dunia
kosmetikdan terutama mengobati penyakit yang diderita manusia sehingga
lebih cepatteratasi. Obat-obat sediaan topikal selain mengandung bahan

1
berkhasiat jugabahan tambahan (pembawa) yang berfungsi sebagai pelunak
kulit, pembalutpelindung, maupun pembalut penyumbat. Salah satu bahan
pembawa yang biasadigunakan dalam sediaan topikal adalah gel yang dibuat
dari partikel anorganikmaupun molekul organic. Sediaan dalam bentuk gel
banyak digunakan karenamudah mengering dan membentuk lapisan film
sehingga mudah dicuci.
B. Tujuan Praktikum
Memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam memformulasi sediaan
gel sulfur serta mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan gel
sulfur.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Teori
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gel kadang-kadang disebut jeli,
merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel
anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu
cairan.
Menurut Formularium Nasional, gel adalah sediaan bermassa lembek,
berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau
makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling
terserap oleh cairan.
Menurut Ansel, gel didefinisikan sebagai suatu system setengah padat
yang terdiri dari suatu disperse yang tersusun baik dari partikel anorganik yang
terkecil atau molekul organic yang besar dan saling diresapi cairan.
1. Penggolongan Gel
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV penggolongan sediaan gel dibagi
menjadi dua yaitu:
a. Gel sistem dua fase
Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi
relatif besar , massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma
misalnya magma bentonit. Baik gel maupun magma dapat berupa
tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada
pengocokan.Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk
menjamin homogenitas.
b. Gel sistem fase tunggal
Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar
sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan
antara molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat
dibuat dari makromolekul sintetik misalnya karboner atau dari gom alam
misanya tragakan.
2. Keuntungan dan Kerugian Gel
Keuntungan dan kerugian menurut Lachman, 1994 :

3
a. Keuntungan sediaan gel
Untuk hidrogel: efek pendinginan pada kulit saat digunakan,
penampilan sediaan yang jernih dan elegan, pada pemakaian di kulit
setelah kering meninggalkan film tembus pandang, elastis, mudah dicuci
dengan air, pelepasan obatnya baik, kemampuan penyebarannya pada
kulit baik.
b. Kekurangan sediaan gel
Untuk hidrogel: harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air
sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan
agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel
tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan
surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.
3. Kegunaan Gel
Kegunaan sediaan gel secara garis besar di bagi menjadi empat seperti:
a. Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral,
dalam bentuk sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat
dari gelatin dan untuk bentuk sediaan obat long–acting yang diinjeksikan
secara intramuskular.
b. Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi
tablet, bahan pelindung koloid pada suspensi, bahan pengental pada
sediaan cairan oral, dan basis suppositoria.
c. Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik,
termasuk pada shampo, parfum, pasta gigi, kulit dan sediaan perawatan
rambut.
d. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non
streril) atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril).
4. Sifat dan Karakteristik Gel
Menurut Lachman, dkk. 1994 sediaan gel memiliki sifat sebagai berikut:
a. Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah
inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain.
b. Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan
yang baik selama penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan

4
diberikan kekuatan atau daya yang disebabkan oleh pengocokan dalam
botol, pemerasan tube, atau selama penggunaan topikal.
c. Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan
yang diharapkan.
d. Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau
BM besar dapat menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau
digunakan.
e. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga
pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh
polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut hanya pada air yang dingin
yang akan membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan suhu
larutan tersebut akan membentuk gel.
f. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh
pemanasan disebut thermogelation.
Sediaan gel umumnya memiliki karakteristik tertentu, yakni (disperse
system, vol 2 hal 497):
a. Swelling
Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat
mengabsorbsi larutan sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan
berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut
dengan gel. Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi ikatan silang
antar polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan
komponen gel berkurang.
b. Sineresis
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa
gel. Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel.
Pada waktu pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga
terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi
berhubungan dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada
saat terbentuknya gel. Adanya perubahan pada ketegaran gel akan
mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga memungkinkan

5
cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada hidrogel
maupun organogel.
c. Efek Suhu
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui
penurunan temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah
pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer seperti MC, HPMC, terlarut
hanya pada air yang dingin membentuk larutan yang kental. Pada
peningkatan suhu larutan tersebut membentuk gel. Fenomena
pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan
disebut thermogelation.
d. Efek Elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada
gel hidrofilik dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid
terhadap pelarut yang ada dan koloid digaramkan (melarut). Gel yang
tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit kecil akan
meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk menyusun diri
sesudah pemberian tekanan geser. Gel Na-alginat akan segera mengeras
dengan adanya sejumlah konsentrasi ion kalsium yang disebabkan karena
terjadinya pengendapan parsial dari alginat sebagai kalsium alginat yang
tidak larut.
e. Elastisitas dan Rigiditas
Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan
nitroselulosa, selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi
peningkatan elastisitas dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel.
Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan
mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam
tergantung dari komponen pembentuk gel.
f. Rheologi
Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang
terflokulasi memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan
menunjukkan jalan aliran non–newton yang dikarakterisasi oleh
penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran.

6
5. Komponen Gel
Untuk kompenen gel di bagi menjadi dua gilling agents dan bahan
tambahan. Disetiap sedian gel harus memilik kedua komponen seperti yang
ada di bawah ini:
a. Gelling agent
Sejumlah polimer digunakan dalam pembentukan struktur
berbentuk jaringan yang merupakan bagian penting dari sistem gel.
Termasuk dalam kelompok ini adalah gom alam, turunan selulosa, dan
karbomer. Kebanyakan dari sistem tersebut berfungsi dalam media air,
selain itu ada yang membentuk gel dalam cairan non-polar. Beberapa
partikel padat koloidal dapat berperilaku sebagai pembentuk gel karena
terjadinya flokulasi partikel. Konsentrasi yang tinggi dari beberapa
surfaktan non-ionik dapat digunakan untuk menghasilkan gel yang jernih
di dalam sistem yang mengandung sampai 15% minyak mineral.
b. Bahan tambahan
1) Pengawet
Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba,
tetapi semua gel mengandung banyak air sehingga membutuhkan
pengawet sebagai antimikroba. Dalam pemilihan pengawet harus
memperhatikan inkompatibilitasnya dengan gelling agent.
2) Penambahan bahan higroskopis
Bertujuan untuk mencegah kehilangan air. Contohnya gliserol,
propilenglikol dan sorbitol dengan konsentrasi 10-20 %.
3) Chelating agent
Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive terhadap
logam berat. Contohnya EDTA.

7
B. Deskripsi Bahan
1. Asam Salisilat
a. Nama resmi : Acidum salicycum
b. Nama lain : Asam salisilat
c. Rumus molekul : C7H6O3
d. Berat Molekul : 136,12
e. Pemerian : Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk
berwarna putih, hamper tidak berbau, rasa agak
manis dan tajam
f. Kelarutan : Larut dalan 550 bagian air dan dalam 4 bagian
etanol (95%) P, mudah larut dalam klorofom P dan
dalam eter P, larut dalan ammonium asetat P,
hidrogenfosfat P, kalium sitrat P dan natrium sitrat
P.
g. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
h. Khasiat : Kerotolitik, anti fungi.
2. Etanol 70% (Farmakope Indonesia Edisi III : 65)
a. Nama resmi : AETHANOLUM
b. Nama lain : Alkohol ; Etanol
c. Rumus molekul : C2H6OH
d. Berat molekul : 46,068 g/mol
e. Rumus struktur : CH3 – CH2 – OH
f. Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap,
dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah
terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak
berasa.
g. Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform
P, dan dalam eter P
h. Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
i. Kegunaan : sebagai pereaksi
3. Nipasol
a. Dosis lazim : 0.01-0,6%

8
b. Sifat fisika kimia : serbuk atau Kristal putih sampai tidak berwarna.
c. Kelarutan : mudah larut dalam aseton, larut dalam etanol,
mudah larut dalam eter. Praktis tidak larut dalam
air
d. Khasiat : anti mikroba dan pengawet
e. OTT : MgAl silikat, Mg Tri silikat mengabsorpsi propil
paraben, berubah warna dengan adanya besi
4. Gliserol
a. Pemerian : cairan seperti sirup; jernih tidak berwarna; tidak
berbau; manis diikuti rasa hangat. Higroskopik. Jika
disimpan beberapa lama pada suhu rendah dapat
memadat membentuk massa hablur tidak berwarna
yang tidak melebur hingga suhu mencapai lebih
kurang 20oC.
b. Kelarutan : dapat bercampur dengan air dan dengan etanol
(95%) P, praktis ridak larut dalam kloroform P,
dalam eter P, dan dalam minyak lemak.
c. Keasaman-basaan : Larutan 10% b/v bereaksi netral terhadap larutan
lakmus P
d. Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
e. Khasiat : zat tambahan
5. Aquadest (Dirjen POM, 1979)
a. Nama resmi : Aqua Destillata
b. Nama lain : Aquadest
c. Berat molekul : 18,02 g/mol
d. Rumus molekul : H2O
e. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
f. Kegunaan : Sebagai pelarut
g. Pemerian :Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, dan
tidak berasa.

9
6. Nipagin (Metil paraben)
a. Metil paraben adalah bahan yang mengandung tidak kurang dari 99,0%
dan tidak lebih dari 101,0% C8H8O3.
b. Pemerian : serbuk hablur halus, putih, hampir tidak berbau, tidak
mempunyai rasa, agak membakar diikuti rasa tebal.
c. Kelarutan :larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih,
dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 3 bagian
aseton, jika didinginkan larutan tetap jernih.
d. Fungsi :sebagai zat tambahan dan zat pengawet (Anonim, 1979)
7. Na. CMC
a. Kelarutan : praktis tidak larut di dalam aseton, etanol, eter, dan
toluene. Mudah terdispersi di dalam air membentuk larutan
koloid.
b. pKa : 4,3, larutan 1% dalam air mempunyai pH 6-8,5. Stabil
pada rentang pH 5-10. viskositas musilago CMC Na
menurun drastis pada pH di bawah 5 atau pH di atas 10.
c. Stabilitas : Pada kondisi kelembaban tinggi, CMC-Na dapat menyerap
sejumlah air. Pada sediaan tablet hal tersebut berkaitan
dengan penurunan kekerasan tablet dan peningkatan waktu
hancur.
d. OTT : Larutan asam kuat, garam besi terlarut dan logam lain
seperti aluminium, raksa, dan seng, juga dengan xantan
gum. Pengendapan dapat terjadi pada pH di bawah 2 dan
ketika dicampurkan dengan etanol (95%)..
8. Xanthan gum
a.Pemerian : Xanthan gum berupa krim atau berwarna putih, tidak
berbau, serbuk halus
b. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol dan eter. Larut dalam air
dingin atau hangat
c. Titik didih :270oC
d. Fungsi :Pembentukan gel, penstabilan, penambah viskositas.

10
e. Stabilitas : Merupakan bahan yang stabil. Larutan xanthan gum yang
kurang dari konsentrasi 1% dapat terpengaruh oleh suhu
yang lebih besar dari suhu kamar, contohnya viskositas
berkurang, xanthan gum juga memastikan stabilitas dalam
leleh-beku yang sangat baik.
f. Wadah : Dalam wadah tertutup baik, ditempat sejuk dan kering.

11
BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan yaitu:
1. Timbangan analitik
2. Sendok tanduk
3. Kaca arloji
4. Gelas ukur
5. Buret dan perlengkapannya
6. Erlenmeyer
Bahan yang digunakan yaitu:
1. Asam salisilat
2. Etanol 70%
3. Gliserin
4. Xanthan gum
5. Nipagin
6. Nipasol
7. Aquadest
B. Formula
1. Golongan I
No. Nama Bahan Kel. 1 Kel. 2 Kel. 3 Kel. 4
1. Asam salisilat 5%
2. Etanol 70% q.s
3. Gliserin 5%
4. Xanthan gum 0,2 % 0,275% 0,35% 0,425%
5. Nipagin 0,18%
6. Nipasol 0,02%
7. Aquadest 100 gram

12
C. Perhitungan Bahan
1. Formula 1
5
a. Asam salisilat : 100 𝑥 10 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,5 𝑔𝑟𝑎𝑚

b. Etanol 70% : q.s


5
c. Gliserin : 100 𝑥 10 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,5 𝑔𝑟𝑎𝑚
0,2
d. Xanthan gum : 100 𝑥 10 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,02 𝑔𝑟𝑎𝑚
0,18
e. Nipagin : 𝑥 10 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,01 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
0,02
f. Nipasol : 100 𝑥 10 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,002 𝑔𝑟𝑎𝑚

g. Aquadest : =10 - (0,5+0,5+0,02+0,01+0,002)


=10 – 1,032 = 8,96 =9 ml
2. Formula 2
5
a. Asam salisilat : 100 𝑥 10 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,5 𝑔𝑟𝑎𝑚

b. Etanol 70% : q.s


5
c. Gliserin : 100 𝑥 10 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,5 𝑔𝑟𝑎𝑚
0,275
d. Xanthan gum (2) : 𝑥 10 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,02 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
0,18
e. Nipagin : 𝑥 10 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,01 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
0,02
f. Nipasol : 100 𝑥 10 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,002 𝑔𝑟𝑎𝑚

g. Aquadest : =10 - (0,5+0,5+0,02+0,01+0,002)


=10 – 1,032 = 8,96 =9 ml
3. Formula 3
5
a. Asam salisilat : 𝑥 10 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,5 𝑔𝑟𝑎𝑚
100

b. Etanol 70% : q.s


5
c. Gliserin : 100 𝑥 10 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,5 𝑔𝑟𝑎𝑚
0,35
d. Xanthan gum : 100 𝑥 10 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,03 𝑔𝑟𝑎𝑚
0,18
e. Nipagin : 𝑥 10 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,01 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
0,02
f. Nipasol : 𝑥 10 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,002 𝑔𝑟𝑎𝑚
100

g. Aquadest (Formula 3) : =10 - (0,5+0,5+0,03+0,01+0,002)

13
=10 – 1,042 = 8,95 =9 ml
4. Formula 4
5
a. Asam salisilat : 100 𝑥 10 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,5 𝑔𝑟𝑎𝑚

b. Etanol 70% : q.s


5
c. Gliserin : 100 𝑥 10 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,5 𝑔𝑟𝑎𝑚
0,425
d. Xanthan gum : 𝑥 10 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,04 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
0,18
e. Nipagin : 𝑥 10 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,01 𝑔𝑟𝑎𝑚
100
0,02
f. Nipasol : 100 𝑥 10 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0,002 𝑔𝑟𝑎𝑚

g. Aquadest (Formula 4) : =10 - (0,5+0,5+0,02+0,01+0,002)


=10 – 1,032 = 8,96 =9 ml

D. Prosedur Kerja
1. Golongan I
Menimbang semua bahan yang diperlukan

Melarutkan nipasol dan nipagin dalam gliserin (campuran A)

Melarutkan asam salisilat dalam etanol 70% digerus hingga homogen


(campuran B)

Menambahkan aquadest dan ditaburkan xanthan gum sebanyak yang


akan ditimbang pada bekerglass biarkan mengembang (campuran C)

Campuran A ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam campuran


Bdan digerus hingga homogeny (campuran D)

Campuran C yang telah berbentuk gel dituang sedikit demi sedikit


kedalam campuran D

Timbang bobot yang didapat

Dikemas dalam wadah 14


E. Evaluasi
1. Homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan dengan mengoleskan zat yang akan
diuji di atas kaca atau bahan transparan. Hasil pengamatan harus
menunjukkan distribusi butiran yang homogen.
2. Organoleptis
Merupakan pengujian sediaan dengan menggunakan pancaindra untuk
mendeskirpsikan bentuk atau konsistensi.
3. Ph
Gel dimasukkan dalam cawan dan diletakkan kertas indikator ph. Ph gel
diketahui dengan mengamati perubahan warna pada kertas Ph.
4. Viskositas
Gel dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada viskometer rion.
Viskositas gel diketahui dengan mengamati nilai “dpas”
5. Uji daya sebar
Sebanyak 0,50 gram diletakkan ditengah-tengah kaca, ditutup dengan kaca
lain yang telah ditimbang dan dibiarkan selama satu menit kemudian
diukur diameter sebar gel. Setelah itu diberi penambahan beban tiap satu
menit sebesar 50 gram -1000 gram. Lalu diukur diameternya yang cukup
untuk melihat pengaruh beban terhadap daya sebar gel (dilakukan
pengulangan sebanyak tiga kali, rata-rata diameter), pengukuran
(membujur, melintang) dari tiga kali pengujian.

15
BAB IV
HASIL

A. Uji Organoleptis

Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4


- Warna :Putih - Warna :Putih - Warna :Putih - Warna :Putih
- Bau : - Bau : - Bau : - Bau :
-Tekstur: Lembut -Tekstur: Lembut -Tekstur: Lembut -Tekstur: Lembut
(Homogen) (Homogen) (Homogen) (Homogen)

B. Uji Homogenitas

Formula 1 Homogen
Formula 2 Homogen
Formula 3 Homogen
Formula 4 Homogen

C. Uji Ph

Formula 1 Ph 2
Formula 2 Ph 2
Formula 3 PH 2
Formula 4 Ph 2

D. Uji Viskositas

Formula
Formula 1 Speed = 30 rpm
Data = 0,80 mPa’s
Speed = 60 rpm
Data = 1,00 mPa’s
Formula 2 Speed = 30 rpm
Data = 1,00 mPa’s

16
Speed = 60 rpm
Data = 2,00 mPa’s
Formula 3 Speed = 30 rpm
Data = 1,00 mPa’s
Speed = 60 rpm
Data = 2,50 mPa’s
Formula 4 Speed = 30 rpm
Data = 1,00 mPa’s
Speed = 60 rpm
Data = 3,90 mPa’s

GRAFIK VISKOSITAS
10
3.9
9
8
7
6 Formula IV
2.5
5 Formula III
4 1 Formula II
3 1 2 Formula I
2 1
1 0.8 1
0
30 rpm 60 rpm

E. Uji Daya Sebar

1. Formula 1
Beban D1 D2 D3 D4 Rata-rata
74,17 1 cm 1 cm 1,2 cm 1,2 cm 1,1 cm
+ 50 gram 1,2 cm 1,1 cm 1,4 cm 1,4 cm 1,2 cm
+ 50 gram 1,3 cm 1,2 cm 1,5 cm 1,5cm 1,3 cm
+ 50 gram 1,4 cm 1,3 cm 1,6 cm 1,7 cm 1,5 cm
+ 50 gram 1,6 cm 1,5 cm 1,7 cm 1,8 cm 1,6 cm

17
2. Formula 2
Beban D1 D2 D3 D4 Rata-rata
74,17 0,3 cm 0,3 cm 0,4 cm 0,4cm 0,3 cm
+ 50 gram 0,4 cm 0,4 cm 0,5 cm 0,6 cm 0,4 cm
+ 50 gram 0,5 cm 0,6 cm 0,6 cm 0,7 cm 0,6 cm
+ 50 gram 0,6 cm 0,7 cm 0,7 cm 0,8 cm 0,7 cm
+ 50 gram 0,7 cm 0,8 cm 0,8 cm 0,9 cm 0,8 cm

3. Formula 3
Beban D1 D2 D3 D4 Rata-rata
74,17 1,0 cm 1,0 cm 1,1 cm 1,1 cm 1,0 cm
+ 50 gram 1,1 cm 1,2 cm 1,2 cm 1,2 cm 1,1 cm
+ 50 gram 1,2 cm 1,3 cm 1,4 cm 1,4 cm 1,3 cm
+ 50 gram 1,3 cm 1,4 cm 1,6cm 1,6 cm 1,4 cm
+ 50 gram 1,5 cm 1,5cm 1,7 cm 1,8 cm 1,6 cm

4. Formula 4
Beban D1 D2 D3 D4 Rata-rata
74,17 0,6 cm 0,6 cm 0,7 cm 0,8cm 0,6 cm
+ 50 gram 0,7 cm 0,7 cm 0,8 cm 0,9 cm 0,7 cm
+ 50 gram 0,8 cm 0,8 cm 0,9 cm 1 cm 0,8 cm
+ 50 gram 0,9 cm 0,9 cm 1 cm 1,1 cm 0,9 cm
+ 50 gram 1 cm 1,1 cm 1,2 cm 1,2 cm 1,1 cm

Gambar 4.1 Uji Daya Sebar

18
BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan percobaan pembuatan gel
sulfur. Pada praktikum ini bertujuan untuk memberikan pengalaman kepada
mahasiswa dalam memformulasi sediaan gel sulfur serta mengetahui tahapan-
tahapan dalam pembuatan sediaan gel sulfur.
Pada praktikum kali ini dibuat sediaan gel dengan zat aktif asam salisilat
dan masing-masing memiloki bobot 10 gram. Pada praktikum kali ini dibuat 4
formulasi dengan masing-masing konsentrasi xanthan gum berturut-turut yaitu
0,2%0, 275%, 0,35%. 0,5%.
Gel terkadang disebut jeli, gel merupakan system semipadat yang terdiri
dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik
yang besar dan terpenetrasi oleh suatu cairan. Penampilan gel yaitu transparan
atau berbentuk suspensi partikel koloid yang terdispersi dimana dengan jumlah
pelarut yang cukup banyak membentuk gel koloid yang mempunyai struktur tiga
dimensi. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal atau
dimasukkan ke dalam lubang tubuh (Depkes RI,2014). Sediaan gel merupakan
suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu system disperse yang tersusun
baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul oganik besar dan saling
diresapi cairan (Ansel,1989).
Sediaan gel yang dibuat pada praktikum kali ini mengandung zat aktif
asam salisilat. Asam salisilat memiliki bersifat keratolitik digunakan secara
topikal dalam pengobatan hyperkeratorisis dan kondisi kulit bersisik seperti
ketombe, dermatitis serboroik, ichthyosis, psoriasis dan jerawat. Bahan-bahan
tambahan yang digunakan dalam sediaan gel ini adalah xanthan gum yang
berfungsi sebagai gellin agent (basis), gliserin sebagai zat pembasah, nipagin dan
nipasol sebagai pengawet, aquadest sebagai pengembang xanthan gum, dan etanol
70% sebagai pelarut yang mampu meningkatkan kelarutan zat aktif asam salisilat
yang sukar larut dalam air. Pemilihan bahan tambahan ini bertujuan untuk
membenuk sifat padatan gel yang cukup baik selama penyimpanan dan
menentukan sifat karakterisitik gel sehingga sesuai dengan tujuan penggunaannya.

19
Gelling agent yang digunakan adalah xanthan gum dengan pelarut air yang
bersifat hidrofilik sehingga pada nantinya akan terbentuk hydrogel. Hydrogel pada
umumnya terbentuk oleh molekul polimer hidrofilik yang saling sambung silang
melalui ikatan kimia atau gaya kohesi seperti interaksi ionik, ikatan hydrogen atau
interaksi hidrofobik. Keuntungan pembuatan sediaan hydrogen adalah memiliki
efek pendinginan pada kulit saat digunakan, penampilan sediaan yang jernih dan
elegan, pada pemakaian dikulit setelah kering meninggalkan film tembus
pandang, elastis, daya lekat tinggi yang tidak menyumbat pori sehingga
pernapasan pori tidak terganggu, mudah dicuci dengan air, pelepasan obatnya baik
dan kemampuan penyebarannya pada kulit baik. Alas an pemilihan gelling agent
xanthan gum karena xanthan gum merupakan bahan yang stabil. Stabil pada
kisaran Ph yang lebar (ph 3-12) dengan stabilitas maksimum pada ph 4-10 dan
suhu 10-60oC (Rowe, et al 2009).
Pada proses formulasi diawali dengan pengembangan xanthan gum
(gelling agent). Gel dapat mengembangan karena xanthan gum dapat
mengabsorpsi pelarut air yang mengakibatkan terjadi pertambahan volume.
Pelarut akan berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi antar pelarut
dengan xanthan gum untuk membentuk massa gel. Pengembangan gel kurang
sempurna bila terjadi ikatan silang antar polimer didalam matriks gel yang dapat
menyebabkan kelarutan komponen gel berkurang.
Selanjutnya dilakukan pengecilan ukuran partikel asam salisilat dengan
cara digerus menggunakan mortir dan stemper sehingga asam salisilat yang
awalnya berbentuk hablur diharapkan memiliki ukuran partikel yang homogen.
Kemudian asam salisilat ditambahkan etanol 70% yang bertujuan untuk
meningkatkan kelarutan asam salisilat sesuai dengan kelarutannya. Kemudian
melarutkan nipasol dan nipagin dengan pencampuran gliserin. Nipasol dan
nipagin berfungsi sebagai pengawet yang bertujuan untuk mencegah pertumbuhan
bakteri karena dalam sediaan gel yang dibuat mengandung air yang merupakan
media pertumbuhan yang baik bagi bakteri. Pelarutan nipasol dan nipagin
menggunakan gliserin karena campuran ini akan dicampurkan pada campuran
asam salisilat dan etanol. Penggunaan gliserin ini untuk meningkatkan kelarutan
zat aktif yaitu asam salisilat karena memiliki sifat yang sukar larut dalam air atau

20
dalam kata lain untuk meningkatkan dispersi bahan yang tidak larut dalam cairan
pendispersinya. Gliserin juga berfungsi sebagai peningkat viskositas sediaan
sehingga gel yang dihasilkan tidak terlalu encer sehingga sediaan nantinya
diharapkan sediaan dapat melekat pada kulit. Gel yang sudah siap kemudian
ditimbang untuk mengetahui bobot yang didapatkan dan dikemas didalam wadah
tertutup agar tetap stabil selama penyimpanan. Gel asam salisilat yang dihasilkan
yaitu berwarna putih, tekstur lembut agak cair, dan tidak berbau.
Setelah sediaan gel jadi selanjutnya melakukan evaluasi terhadap sediaan
gel asam salisilat yang dihasilkan. Evaluasi yang akan dilakukan yaitu uji
organoleptis, uji homogenitas, uji ph, uji viskositas dan uji daya sebar. Pada
evaluasi yang pertama dilakukan uji organoleptis terlebih dahulu. Pada uji
organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, bau dan tekstur. Pada formula
1,2,3, dan 4 warna yang dihasilkan berwarna putih, tidak berbau dan memiliki
tekstur lembut (homogen) namun sedikit agak cair. Hal ini dikarenakan
pengembangan xanthan gum yang belum sempurna sehingga diperoleh sediaan
yang cair. Hal ini dapat juga disebabkan karena konsentrasi xanthan gum yang
sangat kecil yakni hanya 0,2%, 0,275%, 0,35%, 0,425%. Sedangkan berdasarkan
pustaka untuk membentuk gel dibutuhkan konsentrasi xanthan gum sebesar 2-3%
(Tranggono,2007).
Selanjutnya dilakukan evaluasi uji homogenitas yaitu dengan mengoleskan
gel diatas gelas objek kemudian diratakan. Lakukan pengamatan secara visual.
Hasil yang diperoleh untuk semua formulasi menunjukkan homogen karena
tidak adanya butiran-butiran.
Selanjutnya dilakukan evaluasi uji ph yaitu dengan menggunakan kertas
Ph. Hasil yang didapatkan pada formula 1,2,3, dan 4 yaitu ph 2. Dari data tersebut
diperoleh hasil yang menunjukkan ph cenderung bersifat asam, hal ini dapat
diakibatkan karena zat aktif yang digunakan berupa asam salisilat.
Selanjutnya dilakukan evaluasi uji viskositas dan didapatkan hasil pada
formula 1 yaitu 30 rpm = 0,80 mPa’s dan 60 rpm= 1,00 mPa’s. Formula 2 yaitu
30 rpm = 1,00 mPa’s dan 60 rpm= 2,00 mPa’s . Formula 3 yaitu 30 rpm = 1,00
mPa’s dan 60 rpm= 2,50 mPa’s. Formula 4 yaitu 30 rpm = 1,00 mPa’s dan 60
rpm= 3,90 mPa’s. Pada pengujian viskositas setelah data dimasukkan ternyata

21
dihasilkan jenis aliran plastis. Dimana aliran plastis diperoleh ketika semakin
besar kecepatan maka semakin besar viskositas.
Selanjutnya dilakukan evaluasi uji daya sebar dilakukan dengan
menimbang 0,5 gram gel diletakkan diatas kaca. Pengujian dilakukan dengan
memberikan beban secara bertingkat. Beban yang diberikan berturut-turut yaitu
tanpa beban, anak timbang 50 gram, 100 gram, 150 gram, 200 gram. Berdasarkan
uji daya sebar diperoleh daya sebar formulasi 1 yaitu 1,1 cm, 1,2 cm, 1,3 cm, 1,5
cm,dan 1,6 cm. Formulasi 2 yaitu 0,3 cm, 0,4 cm, 0,6 cm, 0,7 cm, dan 0,8 cm.
Formulasi 3 yaitu 1,0 cm, 1,1 cm, 1,3 cm, 1,4 cm, dan 1,6 cm. Formulasi 4 yaitu
0,6 cm, 0,7 cm, 0,8 cm, 0,9 cm dan 1,1 cm.. Data yang diperoleh menunjukkan
dengan meningkatnya beban maka daya sebar yang dihasilkan semakin luas dan
juga peningkatan konsentrasi xanthan gum menyebabkan konsitensi menjadi lebih
encer sehingga meningkatkan daya sebar gel. Berdasarkan teori konsistensi
semisolid yang nyaman daya sebarnya yaitu 5-7 cm (Gang et al,2003). Namun
pada pecobaan yang diperoleh hampir semua formula daya sebarnya dibawah 5
cm.

22
BAB VI
KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa gel


yang didapatkan sudah sesuai pada uji organoleptis formula 1,2,3 dan 4 yaitu
sesuainya pada warna, bau, serta tekstur. Pada uji homogenitas formula 1,2,3 dan
4 gel yang didapatkan telah homogen karena tidak adanya butiran-butiran pada
gel tersebut. Pada uji ph formula 1,2,3 dan 4 gel yang didapatkan yaitu ph 2 hal
ini telah sesuai karena kandungan zat aktif bersifat asam yaitu asam salisilat. Pada
uji viskositas didapatkan hasil dari formula 1,2,3 dan 4 yang menunjukkan
semakin besar kecepatan maka semakin besar viskositas. Selanjutnya formula
pada uji daya sebar gel yang didapatkan sudah sesuai karena semakin lama waktu
dan semakin bertambahnya beban maka semakin luasnya penyebaran pasta.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pasta yang didapatkan pada praktikum kali ini
memiliki kemampuan dalam distribusi secara merata.

23
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, Howard. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV. Jakarta:UI
Press.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
Jakarta: Depkes RI

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.


Jakarta: Depkes RI

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Formularium Nasional Edisi


II. Jakarta: Depkes RI

24
JAWABAN PERTANYAAN
1. Jelaskan fungsi bahan yang digunakan pada pembuatan gel ?
Jawab:
a. Asam salisilat : sebagai zat aktif
b. Etanol 70% : sebagai pelarut
c. Propilenglikol :sebagai pelembab
d. Gliserin :sebagai pelembab/pembasah
e. CMC Na. :sebagai pengental
f. Nipagin :sebagai pengawet
g. Nipasol :sebagai pengawet
h. Aquadest :sebagai pelarut
2. Berikan contoh formula gel!
Jawab:
R/ Ichtimol 2g
Tragakan 5g
Alkohol 10 mL
Gliserol 2g
Air ad 100 g
Buat 50 g

25

Anda mungkin juga menyukai