Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA

DAN FARMAKOKINETIKA
ADAPTASI HEWAN DAN ANTIINFLAMASI

DISUSUN OLEH:
GOLONGAN II
KELOMPOK 5

A. A. DEVA AGUNG WIJAYA (1708551074)


I KADEK SUARDIANA (1708551075)
MUTIARANI DASHA HANGGARESTY (1708551078)
I PUTU MAS ARIE PRADINA PUTRI (1708551080)
NI PUTU MAS ARYA SHINTA (1708551081)
NURINA BARQY (1708551082)
MIRILLIA VITAL MOREIRA (1708551083)
DEWA AYU TRESNA MAHOTAMA DEWI (1708551085)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Biofarmasetika adalah ilmu yang meneliti hubungan timbal balik dari sifat
fisikokimia obat, rute pemberian obat, dan bioavailabilitas obat tersebut di dalam
tubuh (Shargel, 2005), sedangkan farmakokinetika adalah farmakokinetik adalah
studi tentang perjalanan waktu obat dalam sistem absorpsi, distribusi, metabolisme
dan ekskresi (Fan and Lannoy, 2014). Pembelajaran farmakokinetika dan
biofarmasetika bertujuan untuk mengetahui cara pemberian obatdan hubungannya
dengan keefektifan kadar obat.
Untuk mengetahui efek dari suatu obat atau treatment dalam suatu percobaan,
maka dilakukan pengujian menggunakan hewan uji. Hewan coba adalah hewan
yang sengaja dipelihara untuk digunakan sebagai hewan model yang berkaitan
untuk pembelajaran dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala
penelitian atau pengamatan laboratorium. Penelitian yang memanfaatkan hewan
coba, harus menggunakan hewan percobaan yang sehat dan berkualitas sesuai
dengan materi penelitian. Hewan tersebut dikembangbiakkan dan dipelihara secara
khusus dalam lingkungan yang diawasi dan dikontrol dengan ketat. Tujuannya
adalah untuk mendapatkan defined laboratory animals sehingga sifat genotipe,
fenotipe (efek maternal), dan sifat dramatipe (efek lingkungan terhadap fenotipe)
menjadi konstan. Hewan coba yang sering digunakan yakni mencit (Mus
musculus), tikus putih (Rattus Norvegicus), kelinci (Oryctolagus cuniculus), dan
hamster. Sekitar 40-80 % penggunaan mencit sebagai hewan model laboratorium
karena siklus hidupnya yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak,
variasi sifat-sifatnya tinggi, mudah ditangani, dan sifat anatomis dan fisiologinya
terkarakterisasi dengan baik (Tolistiawaty dkk., 2014).
Peradangan (Inflamasi) adalah respons biologis kompleks dari jaringan
pembuluh darah terhadap rangsangan berbahaya yang ada , seperti patogen, sel
yang rusak, atau iritasi. Respon ini merupakan upaya perlindungan oleh organisme
untuk menghilangkan rangsangan yang merugikan serta memulai proses
penyembuhan untuk jaringan. Peradangan bukanlah sinonim untuk infeksi, karena
infeksi disebabkan oleh patogen eksogen, sedangkan peradangan adalah respons
organisme terhadap patogen. Peradangan ini memiliki peran yang sangat penting
dimana bila tidak adanya peradangan, luka dan infeksi tidak akan pernah sembuh
dan kerusakan progresif jaringan akan membahayakan kelangsungan hidup
organisme. Namun, peradangan yang berjalan tidak terkendali juga dapat
menyebabkan sejumlah penyakit, seperti demam, aterosklerosis, dan radang sendi.
Peradangan yang menimbulkan efek negatif inilah biasanya diatur dengan ketat
oleh tubuh (Vetriselvan et al., 2013).
Penghambatan mediator inflamasi/pro-inflamasi (antiinflamasi) dengan
menggunakan senyawa antiinflamasi sintetis (baik steroid dan non-steroid) adalah
salah satu rute utama untuk pengobatan gangguan inflamasi. Namun, beberapa efek
samping yang umum, termasuk iritasi lambung dan ulserasi, gagal ginjal dan hati,
anemia hemolitik, eksaserbasi asma, ruam kulit, sering dikaitkan dengan
penggunaan obat antiinflamasi sintetis (Bruni et al., 2018). Sehingga pada
praktikum ini dilakukan penelitian mengenai efek gel manggis terhadap
antiinflamasi pada mencit putih jantan.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui kondisi kesehatan awal dan kondisi lingkungan ideal
mencit (Mus musculus L.).
2. Untuk mengetahui tingkah laku dan cara adaptasi mencit (Mus muculus
L.).
3. Untuk mengetahui pengaruh pemberian gel manggis terhadap ukuran
udema kaki mencit (Mus muculus L.).
1.3 Manfaat
1. Dapat memperlakukan hewan uji mencit sebagai objek dalam penelitian
sesuai dengan kondisi lingkungan ideal mencit (Mus muculus L.) untuk
memastikan perawatan yang konsisten sehingga memberikan hasil
memuaskan dalam penelitian
2. Untuk memahami mekanisme kerja dari gel manggis sebagai obat herbal
antiinflamasi.
1.4 Luaran
Luaran yang diharapkan dalam praktikum ini adalah berupa video dan artikel
ilmiah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Adaptasi Hewan


Adaptasi adalah ciri tertentu yang dimiliki makhluk hidup yang
memungkinkan makhluk hidup tersebut bisa hidup pada lingkungan hidupnya
(Widodo, 2008). Salah satu metode penelitian yang banyak digunakan dalam
bidang kesehatan ialah penelitian menggunakan hewan percobaan. Hewan
percobaan adalah setiap hewan yang dipergunakan pada sebuah penelitian biologis
dan biomedis yang dipilih berdasarkan syarat atau standar dasar yang diperlukan
dalam penelitian tersebut. Penelitian yang memanfaatkan hewan coba, harus
menggunakan hewan percobaan yang sehat dan berkualitas sesuai dengan materi
penelitian. Hewan tersebut dikembangbiakkan dan dipelihara secara khusus dalam
lingkungan yang diawasi dan dikontrol dengan ketat. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan defined laboratory animals sehingga sifat genotipe, fenotipe (efek
maternal), dan sifat dramatipe (efek lingkungan terhadap fenotipe) menjadi
konstan. Hal itu diperlukan agar penelitian bersifat reproducible, yaitu memberikan
hasil yang sama apabila diulangi pada waktu lain, bahkan oleh peneliti lain.
Penggunaan hewan yang berkualitas dapat mencegah pemborosan waktu,
kesempatan, dan biaya (Ridwan, 2013).
Hewan coba banyak digunakan sebagai penunjang dalam melakukan
pengujian-pengujian terhadap obat, vaksin, atau dalam penelitian biologi. Hewan
bisa digunakan sebagai hewan coba apabila hewan tersebut bebas dari
mikroorganisme patogen, mempunyai kemampuan dalam memberikan reaksi
imunitas yang baik, kepekaan hewan terhadap sesuatu penyakit, dan performa atau
performa atau anatomi tubuh hewan percobaan yang dikaitkan dengan sifat
genetiknya. Mencit bila diperlakukan dengan baik akan memudahkan penanganan,
sebaliknya perlakuan yang kasar akan menimbulkan sifat agresif bahkan dapat
menggigit pada kondisi tertentu. Mencit betina yang sedang menyusui anak akan
mempertahankan sarangnya dan bila anaknya dipegang dengan tangan yang kotor,
induknya akan menggigit dan memakan 3 anak tersebut (Priyambodo, 2003).
Beberapa alasan mengapa hewan percobaan tetap diperlukan dalam penelitian
yaitu:
1. Keragaman dari subjek penelitian yang dapat diminimalisasi
2. Variabel penelitian lebih mudah dikontrol
3. Daur hidup relatif pendek sehingga dapat dilakukan penelitian yang bersifat
multigenerasi
4. Pemilian jenis hewan dapat disesuaikan dengan kepekaan hewan terhadap
materi penelitian yang dilakukan
5. Dapat dilakukan pada penelitian dengan resiko tinggi
6. Mendapatkan informasi lebih mendalam dari penelitian yang dilakukan karena
dapat membuat sediaan biologi dari organ hewan yang digunakan
7. Memperoleh data maksimum untuk keperluan penelitian simultan
8. Dapat digunakan untuk uji keamanan, diagnostic dan toksisitas serta relatif
murah.
(Stevani, 2016).

2.2 Mencit (Mus musculus)


Klasifikasi Mencit (Mus musculus) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
(Syafri, 2010)
Mencit (Mus musculus) adalah hewan percobaan yang sering dan banyak
digunakan di dalam laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan.
Hewan ini mudah ditangani dan bersifat penakut, fotofobik, cenderung berkumpul
sesamanya dan bersembunyi. Aktivitasnya di malam hari lebih aktif. Kehadiran
akan mengurangi aktivitasnya (Malole dan Pramono, 1989).
Mencit dapat dipegang dengan memegang ujung ekornya dengan tangan
kanan, biarkan menjangkau / mencengkeram alas yang kasar (kawat kandang).
Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit tengkuknya
seerat atau setegang mungkin. Ekor dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara
jari kelingking dan jari manis dengan tangan kiri. Dengan demikian, mencit telah
terpegang oleh tangan kiri dan siap untuk diberi perlakuan (Malole dan Pramono,
1989).
Di dalam penggunaan, hewan percobaan yang digunkan dapat berdasarkan
kriteria bobot badannya di samping usianya. Farmakope Indonesia Edisi III
mengemukakan kriteria bobot beberapa hewan percobaan yang digunakan dalam
uji hayati. Berikut penjelasannya :
Mencit : 12-25 gram
Kelinci : 15-20 kg
Tikus : 150-200 gram
Kucing : tidak < 5kg
Marmot : 300-500 gram
Merpati : 100-200 gram
2.3 Pra Perlakuan dan Adaptasi Mencit
Salah satu tahap pra perlakuan mencit adalah penadaan, Penandaan hewan uji
dilakukan dengan cara memberikan larutan asam pikrat 10% dalam alkohol.
Penandaan dilakukan dengan tujuan membedakan antara hewan satu dengan yang
lainnya. Penandaan biasanya dilakukan seperti pada Gambar 1 dan Tabel 1 (BPOM
RI, 2014).
s

Gambar 1. Tempat penandaan hewan uji pada beberapa bagian tubuh


hewan (BPOM, 2014)
Tabel 1. Tempat penandaan hewan uji (BPOM, 2014)
No Hewan Tanda Tempat
1 A Kepala
2 B Punggung
3 C Ekor
4 A&B Kepala dan Punggung
5 A&C Kepala dan Ekor
6 B&C Punggung dan Ekor
7 A, B & C Kepala, Punggung, dan Ekor
8 D Kaki kanan depan
9 E Kaki kiri depan
10 F Kaki kanan belakang
11 G Kaki kiri belakang
12 - Tidak diberi tanda apapun
Cara memegang hewan uji jenis rodensia berbeda antara tikus dan mencit
pada saat pemberian sediaan uji secara oral. Pemegangan yang benar sangat
diperlukan sewaktu pemberian sediaan uji, karena pemegangan yang salah dapat
berakibat fatal. Cara pemegangan yang salah dapat menyebabkan antara lain:
sediaan uji yang diberikan tidak dapat masuk kedalam lambung tetapi masuk
kedalam paru-paru, sehingga mengakibatkan kematian hewan uji. Disisi lain,
pemegangan yang salah juga dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja
seperti tergigit oleh hewan (BPOM, 2014). Cara pemegangan hewan yang benar
dapat dilihat pada gambar berikut

Gambar 2. Cara memegang mencit (atas) dan tikus (bawah) (BPOM, 2014)
Standar ruang hewan percobaan adalah luas lantai ± 20 m2 segi empat siku –
siku, dengan tinggi 2,5 – 3,0 m. ruang ini memberi kemudahan pemeliharaan
lingkungan, pengawasan hewan dan tidak mengganggu hewan yang dipiara di
dalamnya. Suhu kelembaban relatif, kualitas udara harus dipertahankan stabil.
Harus diperhitungan daya tampung maksimal ruang. Mencit dengan suhu 18-26ºC
dan kelembaban relatif 40-70%. Ventilasi ruang mampu mengalirkan udara 1-20
kali setiap menit. Penerangan bisa diatur terang gelap 12 jam berganting. Hewan
harus terhindar dari suara bising baik yang terdengar ataupun tidak (ultrasonik).
Kandang sebaiknya dibuar dari logam tahan karat, logam divalganisasi atau plastik
(Agustina, 2017).
Berat Badan Luas Lantai/Ekor Tinggi Kandang
Hewan
(g) (cm2) (cm)
Mencit < 10 39 12,7
10 – 15 52 12,7
15 – 20 77 12,7
˃ 25 97 12,7
Tabel 2. Persyaratan Berat Badan, Luas Lantai dan Tinggi Kandang Mencit
(Agustina, 2017).
Persyaratan pakan dan air minum untuk hewan mencit yaitu 3-4 g/hewan/hari.
Pakan berbentuk pelet sering digunakan daripada tepung untuk mengurangi
perubahan komposisi dan diperlukan untuk membuat aus gigi. Pakan sebaiknya
disimpan pada suhu 15-16ºC dan dihabiskan paling lama 4-6 minggu. Air minum
dapat diberikan dalam botol dengan pipa dilengkapi “klep” peluru bulat yang
terletak di ujung pipa. Alas tidur harus dapat menyerap kebasahan dan bau dengan
baik, serta bebas dari bahan kimia pencemar. Meskipun alas tidur bersifat
higroskopis, tetapi tidak boleh sampai menimbulkan dehidrasi. Alas tidur harus
lunak, tidak tajam, murah, mudah diganti, dan dapat digunakan untuk sarang
(Agustina, 2017).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1. Masker
2. Timbangan
3. Kertas pH
4. Spuite 1 cc dan spuite 3 cc
5. Stopwatch
6. Plastik urin
7. Handscoon
8. Tissue
9. Lap
10. Batu
11. Sekam
12. Kawat
13. Cat Kuku
3.1.2 Bahan
1. Mencit
2. Konsentrat 511
3. Air mineral
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Penimbangan Mencit
Ditandai mencit 1-6 dengan spidol, disiapkan nneraca anallitik dengan
dilengkapi beaker glass yang diletakkan terbalik di atas timbangan. Ditimbang
mencit satu persatu dari nomor 1-6 dengan cara meletakkan mencit diatas beaker
glass. Dicatat bobot mencit yang diperoleh. Tandai masing-masing mencit dengan
nomor 1-6 pada bagian kepala, punggung dan ekor mencit sesuai dengan Peraturan
BPOM Nomor 7.
3.2.2 Pemeriksaan Awal Mencit
Mencit disiapkan pada kandang perlakuan, kemudian masing-masing mencit
diitung pergerakannya menggunakan stopwatch, volume urin awal, warna urin dan
pH urin.
3.3 Skema Penelitian
3.3.1 Adaptasi Hewan
3.3.1.1 Penimbangan Mencit

Ditandai mencit 1-6 dengan spidol

Disiapkan neraca analitik dilengkapi dengan beaker glass yang


diletakkan terbalik di atas timbangan.

Ditimbang mencit satu persatu dari nomor 1-6. Dengan cara diletakkan
di atas beaker glass.

Dicatat bobot mencit yang diperoleh.

Ditandai masing-masing mencit dengan nomor 1-6 pada bagian kepala,


punggung dan ekor mencit sesuai dengan Peraturan BPOM Nomor 7
Tahun 2014

3.3.1.2 Pemeriksaan Awal Mencet

Mencit disiapkan pada kandang perlakuan

Kemudian masing-masing mencit dihitung pergerakannya


menggunakan stopwatch, volume urin awal, warna urin dan pH urin
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, K. K. 2017. Kesejahteraan Hewan Laboratorium. Denpasar : Fakultas


Kedokteran Hewan, Universitas Udayana.
BPOM. 2014. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
tentang Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik secara In Vivo. Nomor 7.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta.
Bruni, N., C.D. Pepa, S. Oliaro-Bosso, E.Pessione, D.Gastaldi, and F.Dosio. 2018.
Cannabinoid Delivery Systems fot Pain and Inflammation Treatment.
Molecules. 23(10): 2478-2485.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Fan, J., and I. A.M.D Lannoy. Pharmacokinetics. Biochemical Pharmacology. 87.
93-120.
Fusonas, E. R., L. Escovich and L. Maestri. 2009. The Use of Topical Subgingival
Gels of Non-steroidal Anti-Inflamatory Drugs (NSAIDs) as an Adjunct to
Non-Surgical Management of Chronic Periodontitis. Acta Odontol Latinoam.
22(3): 215-219.
Gunawan, S. G., S. Rianto, Nafrialdi, dan Elysabeth. 2007. Farmakologi dan Terapi.
Edisi 5. Jakarta : FKUI.
Houglum, J. E, G. L. Harrelson and D. L. Dunn. 2005. Principles of Pharmacology
for Athletic Trainers. Stack Incorporated. United States.
Kee, J. L. dan E. R. Hayes. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.
Malole , M. B. M. dan C. S. U. Pramono. 1989. Penggunaan Hewan – Hewan
Percobaan di Laboratorium. Bogor : PAU Pangan dan Gizi Institut Pertanian
Bogor.
MIMS. 2014. MIMS Indonesia. Edisi Bahasa Indonesia. Edisi 15. Jakarta : BIP.
Morris, C. 2003. Carragenan-Induced Paw Edema in The Rat and Mouse.
Inflammations Protocols. 225: 115-121.
Nakatani, K., T. Yamakuni, N. Kondo, T. Arakawa, K. Oosawa, S. Shimura, H.
Inoue and Y. Ohizumi. 2004. γ-mangostin Inhibits Inhibitor-kB Inase
Activity and Decreases Lipopolysaccharide-Induced Cyclooxygenase-2 Gene
Expression in C6 Rat Glioma Cells. Molecular Pharmacology. 66: 1718-
1723.
Priyambodo, S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Ed ke-3. Jakarta:
Penebar Swadaya
Rowe, R. C., P. J. Sheskey and M. E. Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients. 6th Edition. Londoh : The Pharmaceutical Press.
Shargel, L., Yu, A., and Wu, S. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan. Edisi kedua. Airlangga Surabaya: University Press.
Singh, R., R. Bisht, A. Katiyar and P. Mittal. 2009. Antibiotic Resistance – A
Global Issue of Concern. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical
Research. 2(2): 34-39.
Stevani, H. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi Praktikum Farmakologi.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Swingle, K. 1974. Antiinflamatory Agents Chemistry and Pharmacology. Vol II.
40-43. New York.
Syafri, M. 2010. Bersahabat Dengan Hewan Coba. Yogyakarta : UGM Press.
Tolistiawaty, I., Junus,W., Phetisya, P., dan Octaviani. Gambaran Kesehatan pada
Mencit (Mus musculus) di Instalasi Hewan Coba. Jurnal Vektor Penyakit.
8(1) : 27-32.
Vetriselvan, S., U. Subasini, C. Velmurugan, T. Muthuramu, S. Jothi, and Revathy.
2013. Anti-Inflammatory Activity of Cucumis sativus Seed In Carrageenan
and Xylene Induced Edema Model Using Albino Wistar Rats.
Vogel, H. G. 2002. Drug Discovery and Evaluation Pharmacologycal Assays.
Springer-Verley Berlin, Deidelbarg, New York.
Widodo, A., R. Ristansa, I. Rokhayah, M. Sekarwangi, M. Rumanta, Ratnaningsih,
dan U. Rahayu. 2008. Materi Kurikuler Biologi. Banten : Penerbit Universitas
Terbuka.
Winter, C. A., E. A. Risley and G. W. Nuss. 1962. Caragenin – Induced Edema in
Hind Paw of The Rat as an Assay for Antiinflamatory Drugs. Proceedings of
the Society for Experimental Biology and Medicine Journal. 111, 544-7.

Anda mungkin juga menyukai