PENDAHULUAN
A. Tujuan Percobaan
1. Mahasiswa mampu menangani binatang percobaan
2. Mahasiswa mampu menghitung dosis pemberian pada binatang percobaan dan
membuat stok obat
3. Untuk mengetahui karakteristik hewan-hewan yang lazim dipergunakan dalam
percobaan
4. Untuk mengetahui berbagai teknik pemberian obat
5. Mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil percobaan
B. Latar Belakang
Kebutuhan hewan coba pada dunia medis sangat erat, maka dibutuhkan adanya
perkembangan mencit putih dengan jumlah yang banyak. Adapun faktor pendukung yang
tempat hidupnya harus dibuat senyaman mungkin hingga menyerupai habitat aslinya. Selain
itu, hewan coba yang digunakan sebagai objek penelitian harus dalam keadaan sehat dan
mendapatkan nutrisi yang cukup. Oleh karena itu, pemberian imunisasi dan vitamin juga
harus diberikan pada mencit, pemberian dapat dilakukan dengan metode injeksi (Malole,
1989).
Praktikum kali ini akan dilakukan dan dikenalkan cara pemberian dosis dan cara injeksi pada
mencit putih sehingga dapat di praktikum kan dan dapat mengetahui mengenai teknik
perawatan hewan coba (kusumawati, 2004).
Binatang percobaan adalah binatang yang dapat digunakan untuk tujuan penelitian.
Binatang percobaan meliputi binatang laboratorium (khusus dipelihara di laboratorium)
hingga hewan ternak. Tiga hal penting perlu diperhatikan dalam pemanfaatan binatang
percobaan : (1) kesehatan binatang percobaan (bebas dari penyakit) agar tidak
mengacaukan hasil percobaan atau penelitian, (2) pemilihan binatang percobaan
disesuaikan dengan tujuan penelitian, perlukan pengetahuan mengenai anatomi, biologi,
reproduksi, nutrisi, genetik, penyakit serta prosedur bedah yang bervariasi antar spesies, (3)
kebutuhan makanan tiap binatang percobaan yang bervariasi, tergantung pada perbedaan
anatomi, fisiologi serta behaviournya. Selain itu, masa pertumbuhan, reproduksi dan laktasi
turut menentukan variasi bahan makanan yang dibutuhkan (kusumawati, 2004).
C. Tinjauan Pustaka
1. Dasar teori
Hewan percobaan yang digunakan di laboratorium tidak Ternilai jasanya dalam
penilaian efek, toksisitas dan efek samping serta keamanan dan senyawa bioaktif.
Hewan percobaan merupakan kunci di dalam pengembangan senyawa bioaktif dan
usaha-usaha kesehatan (malole, 1989).
Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang
dan berprimanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis suatu senyawa bioaktif
dengan hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:
1. Faktor internal pada hewan percobaan sendiri adalah umur, jenis kelamin, bobot
badan, keadaan kesehatan, nutrisi dan sifat genetik.
2. Faktor-faktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana kandang,
populasi dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan, pengalaman hewan
percobaan sebelumnya, suplai oksigen dalam ruang pemeliharaan dan cara
pemeliharaan. Keadaan faktor-faktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon
hewan percobaan terhadap senyawa bioaktif yang diujikan. Penanganan yang tidak
wajar terhadap hewan percobaan dapat mempengaruhi hasil percobaan,
memberikan penyimpangan hasil. Disamping itu, cara pemberian senyawa bioaktif
terhadap hewan percobaan tentu mempengaruhi respon hewan terhadap senyawa
bioaktif yang bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya. Cara pemberian
yang digunakan tentu tergantung pada kepala bahan atau bentuk sediaan yang akan
digunakan serta hewan percobaan yang akan digunakan. Sebelum senyawa bioaktif
dapat mencapai tempat kerjanya, senyawa bioaktif harus melalui proses absorpsi
terlebih dahulu kemudian sifat fisiologi yang berpengaruh.
a. Distribusi
b. Absorpsi suatu senyawa bioaktif di samping ditentukan oleh sifat senyawa bioaktif
nya sendiri untuk ditentukan oleh sifat/ keadaan daerah kontak mula oleh senyawa
bioaktif dengan tubuh. Sifat sifat fisiologis seperti jumlah suplai darah dan keadaan
biokimia daerah kontak mula senyawa bioaktif tubuh menentukan proses absorpsi
bioaktif yang bersangkutan. Jumlah senyawa bioaktif yang akan mencapai sasaran
kerjanya dalam jangka waktu tertentu akan berbeda.
c. Atau rute pemberian senyawa bioaktif menentukan daerah kontak mula senyawa
bioaktif dengan tubuh dan ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek
senyawa bioaktif. Penanganan umum beberapa hewan coba berbeda dengan bahan
kimia yang merupakan bahan mati, percobaan dengan hewan percobaan yang hidup
memerlukan perhatian dan penanganan atau perlakuan yang khusus (malole, 1989).
2. Cara penanganan hewan coba
Mencit (Mus Musculus) adalah hewan percobaan yang sering dan banyak digunakan
di dalam laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan. Hewan ini
mudah ditangani dan bersifat penakut, foto fobik, cenderung berkumpul sesamanya
dan bersembunyi. Aktivitasnya di malam hari lebih aktif. Kehadiran manusia akan
mengurangi aktivitasnya (malole, 1989).
1) Cara memegang mencit
Umumnya, mencit dan tikus selalu berusaha menggigit bila di kendalikan
sehingga perlu didekati dengan sangat hati-hati, ditangkap pada ekornya lalu
ditempatkan pada bahan yang kasar atau tengkuk hewan di tangkap dengan
ibu jari dan telunjuk sehingga ekornya ditarik. Selanjutnya mencet diangkat
agar terlepas dari handuk dan ekornya dipegang oleh jari ketiga dan
keempat (pada setengah bagian ekornya) (Kusumawati, 2004).
2) Bobot badan hewan coba yang digunakan
Di dalam penggunaan, hewan percobaan yang digunakan dapat berdasarkan
kriteria bobot badannya disamping usianya. Farmakope Indonesia edisi III -
1979 mengemukakan kriteria bobot beberapa hewan percobaan yang
digunakan dalam uji hayati.
Mencit : 17-25 gr
Kelinci : 15-20 kg
Tikus : 150-200 gr
Kucing : tidak <5 kg
Marmut :300-500 gram
Merpati : 100-200 gram
3) Metode penandaan pada binatang percobaan dapat bersifat sementara
(temporer) atau permanen. Penandaan yang bersifat sementara antara lain :
(1) Penggunaan pewarna (pena, crayon dan pewarna lainnya) pada
bagian tubuh binatang percobaan yang mudah hilang karena tercuci
atau rusak karena aktivitas binatang percobaan di dalam kandang
(2) Mencukur bulu (Pekow and Baumans, 2003)
(1) Tato, biasanya digunakan untuk roden (telinga,ekor), kelinci (telinga), dan
babi (telinga)
(2) Melubangi daun telinga (mencit, tikus, hamster) (Kusumawati,2004).
3. Mengurangi variasi biologis binatang percobaan
Binatang percobaan biasanya memberikan hasil dengan deviasi yang lebih besar
dibanding dengan percobaan in Vitro, karena adanya variasi biologis. Maka untuk
meminimalkan variasi tersebut, binatang percobaan harus mempunyai spesies,
strain, usia, jenis kelamin, berat badan serta dipelihara pada kondisi yang sama pula
(sesuai dengan tabel animal housing) (widyarini, 2008).
Area animal housing
Tabel
4. Luka gigitan binatang percobaan
Imunisasi tetanus disarankan bagi yang bekerja dengan binatang percobaan. Luka
yang bersifat abrasif atau luka yang agak dalam karena gigitan binatang ataupun
karena alat-alat yang telah digunakan untuk percobaan binatang, harus diobati
secepatnya menurut cara-cara pertolongan pertama pada kecelakaan. Apabila
korban gigitan belum pernah mendapat Kekebalan terhadap tetanus, iya harus
mendapatkan imunisasi profilaksis.
5. Pemberian obat pada binatang percobaan
1) Tabung dan jarum suntik harus steril jika digunakan pada kelinci,
marmut dan anjing. Untuk tikus, mencit tidak perlu steril
melainkan sangat bersih
2) Setelah penyuntikan, cari tabung dan jarum suntik tersebut
semprotkan cairan ke dalam gelas beker ulangi 3 kali
3) Volume yang diberikan harus diperhitungkan volume maksimalnya
Tabel
Jalannya percobaan
PEMBAHASAN
Pada praktikum farmakologi kali ini telah dilakukan cara penanganan hewan uji cara pemberian
obat atau menyuntikkan larutan uji menggunakan dua cara, yaitu secara intravena (i.v) dan secara
intraperitoneal (i.p) hewan yang digunakan dalam praktikum ini adalah mencit sebanyak 1 ekor,
larutan yang kami gunakan adalah aquadest.
Pertama yang kami lakukan adalah pengenalan terhadap mencit, Bagaimana memperlakukan mencit
dengan benar yaitu dengan mengangkat ujung ekor mencit dengan tangan kanan dan meletakkan
mencit di tempat yang permukaannya kasar. kemudian menjinakkan dengan cara mengelus-ngelus
tengkuk mencit dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri, dan tangan kanan memegang ekornya
membalikkan tubuh mencit sehingga menghadap ke atas dan menjepit ekornya dengan Sela jari
kelingking dan jari manis.
Kedua adalah pemberian larutan uji pada mencit secara intraperitoneal (i.p). pertama-tama elus
mencit sampai jinak atau tenang, lalu jepit tengkuk mencit dengan ibu jari dan telunjuk jari, tahan
ekor dengan kuat lalu balikkan hewan atau mencet sehingga perut menghadap ke atas. suntikan
menggunakan spuit 0,1 ml. ambil larutan aquades lalu suntik di bagian otot mencit yang terdapat di
bagian perut di bawah sebelah kanan sejajar dengan kaki mencet kurang lebih 1 cm dari kelamin
(dikira-kira). sebelum menyuntik jangan lupa usap bagian yang ingin disuntik dengan kapas yang
diberi alkohol setelah selesai menyemprotkan cairan tarik spuit pelan-pelan lalu Usap dengan kapas
yang diberi alkohol. Intraperitoneal melalui ini adalah agar tanpa melalui saluran pencernaan dan
langsung ke pembuluh darah.
Ketiga adalah pemberian larutan uji ke pada mencit menggunakan cara intravena (i.v). pertama-
tama elus mencheat sampai tenang masukkan ke dalam gelas beker yang sudah disiapkan dan telah
diberi gabus yang telah diberi lubang ditengahnya, masukkan mencheat ke dalam beker glass
dengan ekor yang masih di luar. jika sesuai prosedur yang terdapat di modul hal yang dilakukan
pertama kali adalah masukkan mencit ke dalam folder lalu ekornya dicelupkan kedalam air panas
yang sudah menjadi hangat sampai venanya melebar, tetapi kami tadi melakukan dengan cara
ekornya mencheat diusap dengan kapas yang ada alkoholnya lalu sebelum larutan uji disemprotkan
darahnya jika mengeluarkan darah maka sudah betul itu pembuluh darah vena, suntikan secara
pelan-pelan. jika sudah tarik pelan-pelan jarum, lalu beri kapas berisi alkohol ke ekor mencit tadi
dalam penyuntikan mencit harus diberi jeda agar mencetnya tidak stres. Intravena pemberian obat
dengan efek sistemik sangat baik melalui rute ini, karena obat yang dimasukkan tidak akan
mengalami proses absorpsi dan akan langsung diedarkan ke seluruh tubuh dengan cepat melalui
sistem kardiovaskular.
Pada mencet yang lain kami juga menyuntikkan larutan uji menggunakan dua cara, yaitu secara
intramuskular (i.m) dan subkutan (s.c) larutan yang kami gunakan adalah aquadest.
Pertama yang kami lakukan adalah mengelus mencet hingga tenang, setelah tenang dilakukan
dengan cara memegang mencit. pemberian larutan uji pada mencit secara intramuskular (i.m),
pertama-tama usap daerah otot paha posterior dengan kapas beralkohol. suntikan larutan uji,
setelah selesai cabut pelan-pelan alat tersebut dan tekan tempat suntikan dengan kapas beralkohol.
Intramuskular memungkinkan absorbsi obat yang lebih cepat dari pada rute sc karena pembuluh
darah lebih banyak terhadap terdapat di otot.
Kedua adalah pemberian larutan uji kepada mencit secara subkutan (s.c). dikerjakan dengan
memegang mencit melalui sela-sela jepitan pada tengkuk, suntikan cairan ke bawah kulit. suntikan
subkutan hanya bisa dilakukan untuk obat-obat yang tidak menyebabkan iritasi terhadap jaringan
Karena akan menyebabkan rasa sakit dan pengelupasan kulit. Subkutan pada rute ini cenderung
cukup aman karena kulit mencheat bisa diangkat dengan hati-hati sehingga jauh dari organ dalam
mencit sehingga jarum suntik tidak melukai organ mencit.
Adapun keuntungan dan kerugian dari pemberian dari keempat cara pemberian obat tersebut, yaitu
intraperitonial keuntungannya penyerapan lebih cepat terjadi karena penyerapan langsung ke
pembuluh darah usus yang memiliki permukaan besar, sedangkan kerugiannya untuk resiko
kesalahan penyuntikan menyebabkan kesalahan organ. pemberian dengan cara intravena
keuntungannya adalah cepat langsung ke sistem sistemik dan efektif sedangkan kekurangannya
menyakitkan dan dapat meninggalkan bekas goresan hal yang harus diperhatikan saat pemberian
intraperitonial adalah jangan sampai terkena kandung kemih, hati dan usus pemberian dengan cara
intramuskular keuntungannya adalah dapat dipakai untuk pemberian obat larut dalam minyak dan
absorpsi cepat obat larut dalam air sedangkan kerugiannya tidak dapat dipakai pada gangguan
bekuan darah dan bioavailabilitas bervariasi. pemberian dengan cara subkutan keuntungannya
adalah diperlukan latihan sederhana dan mencegah kerusakan sekitar saluran cerna sedangkan
kerugiannya adalah rasa sakit dan kerusakan kulit, tidak dapat dipakai jika volume obat besar dan
bioavailabilitas bervariasi sesuai lokasi.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang
dan berkeprimanusiaan
2. Pemberian obat pada hewan coba dapat diberikan secara subkutan, intravena,
intramuskular dan intraperitoneal
3. Terdapat faktor internal dan eksternal pada hewan percobaan yang dapat
mempengaruhi hasil percobaan
B. Saran
Untuk praktikum selanjutnya sebaiknya menggunakan mencit atau hewan percobaan yang
terstandar, yang kondisinya terbukti baik secara keseluruhan dan fisiologisnya. agar dalam
percobaan memberikan hasil yang baik serta mahasiswa dapat mentaati tata tertib yang
telah ditetapkan.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA