Anda di halaman 1dari 7

Pertanyaan 1

1. Jelaskan alasan mengapa mencit dan tikus banyak digunakan sebagai hewan coba pada
penelitian obat?
2. Jelaskan cara perlakuan hewan coba yang baik?
3. Jelaskan etika dalam penggunaan hewan coba untuk pengujian laboratorium?

Jawaban

1. Para ilmuwan dan para peneliti bergantung pada mencit dan tikus karena beberapa
alasan, salah satunya kenyamanan. Menurut mereka, ukuran tikus kecil, mudah
disimpan dan dipelihara, serta dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan baru.

Tikus dan mencit juga berkembang biak dengan sangat cepat, tapi memiliki jangka
waktu hidup yang pendek, sekitar dua hingga tiga tahun. Sehingga beberapa generasi
tikus, dapat diamati para peneliti dalam waktu yang relatif singkat.

Alasan kedua karena harga mencit dan tikus relatif murah, dan bisa dibeli dalam
jumlah besar. Tikus juga umumnya berwatak lembut dan jinak, membuat mereka
mudah ditangani oleh para peneliti.

Menurut National Human Genome Research Institute, sebagian besar mencit dan
tikus yang digunakan dalam percobaan medis adalah inbred, sehingga selain memiliki
jenis kelamin yang berbeda, mereka semua hampir identik secara genetik. Hal ini
kemudian membuat hasil uji medis pun lebih seragam. Sebagai persyaratan minimum,
tikus dan mencit yang digunakan untuk percobaan medis, harus berasal dari spesies
ras yang sama.

Alasan ketiga mengapa tikus dan mencit suka digunakan dalam pengujian medis,
karena mulai dari karakteristik genetik, biologi, dan perilaku mereka semua sangat
mirip dengan manusia. Banyak kondisi gejala pada manusia yang dapat direplikasi
pada tikus dan mencit.

“Tikus dan mencit adalah mamalia yang berbagi banyak proses dengan manusia, dan
sesuai digunakan untuk menjawab banyak pertanyaan penelitian,” ujar wakil dari the
National Institutes of Health (NIH) Office of Laboratory Animal Welfare, Jenny
Haliski.

Selama dua dekade terakhir, kesamaan tersebut menjadi lebih kuat. Karena para
ilmuwan dapat mengembangbiakkan tikus secara genetik yang disebut "tikus
transgenik", yang membawa gen mirip penyebab penyakit pada manusia.
Menurut FBR, gen yang terpilih oleh peneliti pun dapat dimatikan atau dibuat tidak
aktif, sehingga dapat digunakan untuk mengevaluasi efek dari bahan kimia penyebab
kanker (karsinogen), dan menguji keamanan obatnya.

2. Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang
dan berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis suatu senyawa bioaktif
dengan hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain :
a) Faktor internal pada hewan percobaan sendiri :
· Umur
· Jenis kelamin
· Bobot badan
· Keadaan kesehatan
· Nutrisi
· Sifat genetic

b) Faktor – faktor lain yaitu :


· Lingkungan
· Keadaan kandang
· Suasana kandang
· Populasi dalam kandang
· Keadaan ruang tempat pemeliharaan,
· Pengalaman hewan percobaan sebelumnya
· Suplai oksigen dalam ruang pemeliharaan
· Cara pemeliharaannya

Keadaan faktor–faktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon hewan


percobaan terhadap senyawa bioaktif yang diujikan. Penanganan yang tidak wajar
terhadap hewan percobaan dapat mempengaruhi hasil percobaan, memberikan
penyimpangan hasil. Di samping itu cara pemberian senyawa bioaktif terhadap hewan
percobaan tentu mempengaruhi respon hewan terhadap senyawa bioaktif yang
bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya. Cara pemberian yang digunakan
tentu tergantung pula kepada bahan atau bentuk sediaan yang akan digunakan serta
hewan percobaan yang akan digunakan. Sebelum senyawa bioaktif dapat mencapai
tempat kerjanya, senyawa bioaktif harus melalui proses absorpsi terlebih dahulu.

3. Persyaratan etik adalah bahwa relawan manusia hanya boleh diikutsertakan jika obat
dan sarana medik baru telah di uji coba tuntas di laboratorium serta jika layak dengan
menggunakan hewan percobaan.

Obat dan sarana medik baru tidak boleh digunakan utk pertama kali langsung pada
manusia, kecuali bila sekalipun tanpa uji coba telah dapat diduga dengan wajar
keamanannya.
Penderitaan yang dialami hewan percobaan adalah ketidaknyamanan (inconvenience),
ketidaksenangan (discomfort), kesusahan (distress), rasa nyeri (pain), dan akhirnya
kematian (death).

Pedoman etik penelitian kesehatan khusus penggunaan hewan percobaan adalah


Deklarasi
Helsinski Oktober 2004 di Tokyo, Jepang butir 11 dan 12.
Butir11. Penelitian Kesehatan yang mengikut sertakan manusia sebagai subyek
penelitian harus memenuhi prinsip-Prinsip ilmiah yang sudah diterima secara umum,
Didasarkan pada pengetahuan seksama dari kepustakaan ilmiah dan sumber informasi
lain, percobaan di laboratorium yang memadai dan jika layak percobaan hewan.

Butir 12. Keberhatian (caution) yang Tepat harus diterapkan pada penelitian yang
dapat mempengaruhi lingkungan dan kesejahteraan hewan yang digunakan dalam
penelitian harus dihormati.

Penelitian kesehatan dgn menggunakan hewan percobaan secara etis hanya dapat
dipertanggung jawabkan jika:

1. Tujuan penelitian cukup bernilai manfaat

2. Desain penelitian disusun sedemikian rupa sehingga


kemungkinannya sangat besar bahwa penelitian tersebut akan
mencapai tujuannya

3. Tujuan penelitian tdk mgkn dpt dicapai dengan menggunakan


subyek atau prosedur alternatif yang secara etis lebih dapat
diterima namun sekaligus tidak mengurangi kaidah ilmiah yg
diperlukan

4. Manfaat yang akan diperoleh jauh lebih berarti dibandingkan


dengan penderitaan yang dialami hewan percobaan.

Prinsip dasar penggunaan hewan percobaan yang secara etis


dapat dipertanggung jawabkan:

1. Untuk kemajuan pegetahuan biologi dan pengembangan cara


-cara lebih baik dalam melindungi kesehatan dan kesejahteraan
manusia, diperlukan percobaan pada berbagai spesies hewan yg
utuh. Ini dilakukan setelah pertimbangan yg seksama jika layak,
harus digunakan metode spt model matematika, simulasi
komputer dan sistem in vitro.
2. Hewan yg dipilih utk penelitian hrs sesuai spesies dan mutunya,
serta jumlahnya hendaknya sekecil mgkn, namun hasil
penelitiannya absah secara ilmiah.

3. Peneliti dan tenaga kerja lainnya hrs memperlakukan hewan


percobaan sbg makhluk perasa, memperhatikan pemeliharaan
dan pemanfaatannya serta memahami cara mengurangi
penderitaannya.

4. Pada akhir penelitian bahkan pada waktu dilakukan percobaan,


hewan yg menderita nyeri hebat atau terus menerus atau
menjadi cacat yang tdk dpt dihilangkan harus dimatikan tanpa
rasa nyeri.

5. Hewan yg akan dimanfaatkan utk penelitian hendaknya


dipelihara dgn baik termasuk kandang, makanan, air minum,
transportasi dan cara menanganinya sesuai tingkah laku dan
kebutuhan biologik tiap species.

6. Pimpinan lembaga yg memanfaatkan hewan percobaan


bertanggung jawab penuh atas segala hal yg tdk mengikuti etik
pemanfaatan hewan percobaan di lembaganya.

Sebaliknya pimpinan wajib menjaga keselamatan dan kesehatan


para pengelola dgn cara:

-Pemeriksaan kes setiap tahun sekali & memberikan imunisasi

-Menyediakan alat pelindung spt masker, sarung tangan, sepatu


karet/ pelindung sepatu, tutup kepala, pelindung mata & jas
laboratorium.

-Menyediakan fasilitas fisik baik ruangan maupun peralatan yg


memenuhi persyaratan keamanan kerja dan ergonomic shgga
mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan.

-Penanganan limbah yg baik dan benar utk mencegah terjadinya


pencemaran.
Pertanyaan bab 2

1. Jelaskan perbedaan farmakokinetika obat yang diberikan secara oral, injeksi


subkutan dan intra peritoneal?
2. Jelaskan keuntungan dan kerugian dari masing masing cara pemberian obat yang
dilakukan?
3. Jelaskan efek samping yang mungkin terjadi pada masing-masing cara pemberian
obat yang dilakukan?

Jawaban

1.
Peroral
Absorbsi obat melalui saluran pencernaan Secara anatomi melalui mulut,
kerongkongan, lambung dan usus. Sehingga obat peroral dapat memberikan efek
sistemik.

injeksi Subcutan
Obat diabsorbsi melalui jaringan lemak, dibawah kulit. Secara anatomi dan
fisiologisnya, obat diinjeksikan dibawah kulit sehingga obat akan menembus
dinding kapiler dan masuk ke dalam peredaran darah.

intraperitoneal
Absorbsi melalui rongga perut, karena rongga perut banyak mengandung
pembuluh darah.

2. Per oral (p.o) Pemberian obat yang rutenya melalui saluran pencernaan dan
pemberian melalui mulut. Cara ini merupakan cara pemberian obat yang paling
umum karena mudah digunakan, relative aman, murah dan praktis (dapat
dilakukan sendiri tanpa keahlian dan alat khusus). Kerugian dari pemberian obat
secara peroral adalah efeknya lama, mengiritasi saluran pencernaan, absorpsi
obat tidak teratur, tidak 100% obat diserap. Tidak diserapnya obat secara 100%
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:
1. Jumlah makanan dalam lambung
2. Kemungkinan obat dirusak oleh reaksi asam lambung atau enzim
gastrointestinal, misalnya insulin yang harus diberikan secara peroral akan
dirusak oleh enzim proteolitik dari saluran gastrointestinal.
3. Pada keadaan pasien muntah-muntah sehingga obat tidak dapat diabsorpsi.
4. Dikehendaki kerja awal yang cepat.

Ketersediaan hayati yaitu persentase obat yang diabsorpsi tubuh dari suatu dosis
yang diberikan dan tersedia untuk memberi efek terapeutik. Tujuan penggunaan
obat melalui oral terutama untuk memperoleh efek sistemik, yaitu obat masuk
melalui pembuluh darah dan beredar ke seluruh tubuh setelah terjadi absorpsi obat
dari bermacam-macam permukaan sepanjang saluran gastrointestinal. Tetapi ada
obat yang memberi efek lokal dalam usus atau lambung karena obat yang tidak
larut, misalnya obat yang digunakan untuk membunuh cacing dan antasida yang
digunakan untuk menetralkan asam lambung.

Subkutan (s.c)
Pemberian obat melalui injeksi ke dalam jaringan di bawah kulit. Bentuk
sediaan yang mungkin diberikan dengan cara ini antara lain larutan dan suspensi
dalam volume lebih kecil dari 2 ml, misalnya insulin. Obat diabsorpsi secara
lambat sehingga intensitas efek sistemik dapat diatur. Pemberian obat dengan cara
ini dilakukan bila obat tidak diabsorpsi pada saluran pencernaan atau dibutuhkan
kerja obat secara tepat, misalnya pada situasi akut. Pemberian

subkutan hanya boleh digunakan untuk obat-obat yang tidak menyebabkan iritasi
pada jaringan.

Keuntungannya: i.

1. Absorpsinya lambat dan diperpanjang.


2. Efek obat lebih teratur dan cepat disbanding per oral.
3. Fleksibel bagi penderita yang collaps dan disorientasi.
4. Berguna pada kondisi darurat

Kerugiannya: i.

1. Tidak boleh untuk obat-obat yang iritatif/dicampur dengan vasokonstriktor.


2. Variable absorpsi tergantung aliran darah .

Intra peritoneal (i.p)


Obat diinjeksikan pada rongga perut tanpa terkena usus atau terkena hati, karena
dapat menyebabkan kematian. Di dalam rongga perut ini, obat diabsorpsi secara
cepat karena pada mesentrium banyak mengandung pembuluh darah. Dengan
demikian absorpsinya lebih cepat dibandingkan peroral dan intramuscular. Obat
yang diberikan secara i.p akan diabsorpsi pada sirkulasi portal sehingga akan
dimetabolisme di dalam hati sebelum mencapai sirkulasi sistemik.

3.
1. Peroral, karena melalui saluran cerna yang memiliki rute cukup panjang dan
banyak factor penghambat maka konsentrasi obat yang terabsorbsi semakin
sedikit dan efek obat lebih cepat.
2. Intraperitonial, disini obat langsung masuk ke pembuluh darah sehingga efek
yang dihasilkan lebih cepat dibandingkan intramuscular dan subkutan karena obat
di metabolisme serempak sehingga durasinya agak cepat.
4. Subkutan, terdapat lapisan lemak yang paling banyak sehingga durasi lebih
lama.

Anda mungkin juga menyukai