Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN TUTORIAL

GENERAL EMERGENCY LIFE SUPPORT

SKENARIO 3

Disusun oleh:

KELOMPOK 3

Tutor:

Sohibatus Syifak, dr., Sp.S

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA

2018
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan tutorial berjudul “Skenario 3” mata kuliah General Emergency Life Support telah melalui
konsultasi dan disetujui oleh Tutor Pembimbing

Surabaya, 27 Maret 2019

Pembimbing

Sohibatus Syifak, dr., Sp.S


KELOMPOK PENYUSUN

Ketua : Nada Atikah Agustina (6130016052)

Sekretaris I : Firda Nur Laila (6130016017)

Sekretaris II : Ferdian Satria Tama (6130016012)

Anggota :

Eka Anggi Safitri (6130016002)

Yuniar Revayanti I (6130016007)

Mada Putrayana (6130016022)

Afira Febriani (6130016027)

Dinda Hidayatul (6130016032)

Sultan Fajar Pelu (6130016037)

Muhammad Lubbabul Hikam (6130016042)

Naila Mahfaza (6130016047)


SKENARIO

Seorang laki-laki usia sekitar 40 tahun dating ke UGD pukul 12.00 WIB dengan diantar
ambulan. Dari anamnesa diketahui bahwa pasien dikirim oleh puskesmas. Pasien mengalami luka
bakar ditubuhnya karena terkena ledakan mesin pabrik tempat pasien bekerja pada pukul 08.00
WIB.

Pasien datang dalam keadaan tidak sadar, gelisah, nafas cepat, terdengar suara melengking
saat pasien bernafas. Didapatkan rambut terbakar, bulu mata terbakar, alis terbakar, bulu hidung
terbakar, dan ada jelaga di rongga mulut serta sputum pasien. Sebelum ke UGD, pasien sempat
dibawa ke Puskesmas pada pukul 10.00 WIB dan mendapatkan terapi infus RL 1000cc dan
Oksigen nasal 3lpm. Namun kesadaran dan tekanan darah tidak membaik, akhirnya diputuskan
untuk dirujuk ke Rumah Sakit.

Pada pemeriksaan fisik di UGD didapatkan : jalan nafas obstruksi parsial, terdengar suara
crowing, RR 30 x/menit, retraksi otot intercostal +/+, rhonki -/-, perfusi akral dingin, basah dan
pucat, TD : 80/50 mmHg, HR : 120 x/menit cepat dan lemah, kesadaran respon to pain, pupil bulat
isokor 3/3 mm. setelah dipasang kateter urin hanya keluar 100cc pekat kemudian tidak keluar urin
sama sekali. Didapatka luka bakar diseluruh wajah, leher, dada bagian depan, kedua lengan kanan
dan kiri.

HIPOTESIS

MIND MAPPING

LEARNING OBJEKTIF

1) Untuk dapat menjelaskan definisi dan etiologi dari kasus diatas


2) Untuk dapat menjelaskan klasifikasi derajat luka bakar dan luas luka bakar
3) Untuk dapat menjelaskan pertolongan pertama pada luka bakar
4) Untuk dapat menjelaskan perawatan luka bakar
5) Untuk dapat menjelaskan manifestasi klinis
6) Untuk dapat menjelaskan Pemeriksaan penunjang
7) Untuk dapat menjelaskan penatalaksanaan dari kasus diatas
8) Untuk dapat menjelaskan komplikasi dari luka bakar
9) Untuk dapat menjelaskan patofisiologi proses cairan pada tubuh yang terkena luka bakar
10) Untuk dapat menjelaskan kejadian hipotermi pada pasien luka bakar

HASIL BELAJAR MANDIRI

DEFINISI

Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas
seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh
benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan
matahari (sunburn). (Moenajat, 2003)

ETIOLOGI

Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah

a. Luka bakar suhu tinggi(Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat

Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald) ,jilatan api ketubuh (flash),
kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas
lainnya(logam panas,dan lain-lain) (Moenadjat, 2005).

b. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)

Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa digunakan dalam
bidang industri militer ataupu bahan pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah
tangga (Moenadjat, 2005).
c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)

Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan.

Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah.
Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khusunya tunika intima, sehingga menyebabkan
gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak
dengan sumber arus maupun grown (Moenadjat, 2001)

d. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)

Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif. Tipe injury ini sering
disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan
industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar
radiasi (Moenadjat, 2001)

KLASIFIKASI

Klasifikasi Kedalaman Luka Bakar


Klasifikasi Luas Luka Bakar

 Derajat luka bakar I (derajat erytema)


a. Sangat ringan (erytema)
b. Sembuh tanpa perawatan khusus
c. Klinisya yaitu kulit kemerahan dan nyeri hebat
d. Terapi : analgetik
e. Biasanya disebabkan sengatan matahari
 Derajat luka bakar II (derajat bollusa)
a. Dibagi : derajat II A (dangkal), derajat II B ( dalam)
b. Klinis : kerusakan mencapai dermis, terdapat lepuh (bulla)
c. Pada derajat IIA, penyembuhan kurang lebih 2 minggu tanpa jaringan parut (bila
tidak ada infeksi)
d. Pada derajat IIB, penyembuhan agak lama, bila luas perlu skin graft
 Derajat luka bakar III
a. Mengenai seluruh tebal kulit, otot dan tulang
b. Kulit nampak hitam dan kering

PERTOLONGAN PERTAMA PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR


a) Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya dengan menyelimuti
dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan oksigen pada api yang
menyala
b) Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek Torniket, karena
jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi oedem
c) Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air atau menyiramnya
dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas menit. Proses koagulasi protein
sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung terus setelah api dipadamkan
sehingga destruksi tetap meluas. Proses ini dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah
yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama sehingga kerusakan
lebih dangkal dan diperkecil.
d) Akan tetapi cara ini tidak dapat dipakai untuk luka bakar yang lebih luas karena bahaya
terjadinya hipotermi. Es tidak seharusnya diberikan langsung pada luka bakar apapun.
e) Evaluasi awal
f) Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka akibat trauma yang
lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing Circulation) yang diikuti dengan pendekatan
khusus pada komponen spesifik luka bakar pada survey sekunder

Saat menilai ‘airway” perhatikan apakah terdapat luka bakar inhalasi. Biasanya ditemukan sputum
karbonat, rambut atau bulu hidung yang gosong. Luka bakar pada wajah, oedem oropharyngeal,
perubahan suara, perubahan status mental. Bila benar terdapat luka bakar inhalasi lakukan intubasi
endotracheal, kemudian beri Oksigen melalui mask face atau endotracheal tube.Luka bakar
biasanya berhubungan dengan luka lain, biasanya dari luka tumpul akibat kecelakaan sepeda
motor. Evaluasi pada luka bakar harus dikoordinasi dengan evaluasi pada luka-luka yang lain.
Meskipun perdarahan dan trauma intrakavitas merupakan prioritas utama dibandingkan luka
bakar, perlu dipikirkan untuk meningkatkan jumlah cairan pengganti.

Anamnesis secara singkat dan cepat harus dilakukan pertama kali untuk menentukan mekanisme
dan waktu terjadinya trauma. Untuk membantu mengevaluasi derajat luka bakar karena
trauma akibat air mendidih biasanya hanya mengenai sebagian lapisan kulit (partial thickness),
sementara luka bakar karena api biasa mengenai seluruh lapisan kulit (full thickness).
MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis yang muncul pada luka bakar sesuai dengan kerusakannya:

1) Grade I
Kerusakan pada epidermis, kulit kering kemerahan, nyeri sekali, dan tidak ada jaringan
parut
2) Grade II
Kerusakan pada epidermis dan dermis, terdapat vesikel dan edema subkutan, luka merah,
basah, dan mengkilap, sangat nyeri, sembuh dalam 28 hari tergantung komplikasi infeksi
3) Grade III
Kerusakan pada smua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah keputih-putihan, dan hitam
keabu-abuan, tampak kering, lapisan yang rusak tidak sembuh sendiri maka perlu skin
graff.(Effendi:1999)

PERAWATAN LUKA BAKAR

Perawatan luka bakar tergantung pada tingkat keparahan luka bakar tersebut. Menurut derajat
keparahan luka bakar :

 Derajat I (superficial) hanya terjadi dipermukaan kulit (epidermis) kemudian


penyembuhannya 3-6 hari tidak menimbulkan jaringan parut.
 Derajat II (partial thikness) melibatkan semua lapisan epidermis dan sebagian dermis, kulit
akan ditemukan bulla, warna kemerahan sedikit edem dan nyeri berat, penyembuhannya
7-20 hari dan akan meninggalkan jaringan parut.

Kedua derajat ini sebenarnya hampir sama perawatannya yaitu menggunakan krim/salep antibiotik
pada luka bakar, kemudian memberikan obat NSAID yaitu bisa menggunakan ibuprofen atau
acetaminophen, obat itu untuk pengilang rasa sakit dan pembekakan.

 Derajat III (full thickness) kerusakan pada semua lapisan kulit, termasuk tulang, tendon,
saraf dan jaringan otot, terdapat bulla berdinding tipis, kulit tampak warna putih dan
terdapat bekas arang, terdapat nyeri. Untuk perawatannya sama juga menggunakan
krim/salep antibiotik dan obat NSAID tetapi dengan pemeriksaan lanjut bahkan bisa
sampai dioperasi, cangkok kulit, fisioterapi, rehabilitasi bahkan tindakan yang suportif
seumur hidup.( Wim de Jong. 2005)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Evaluasi kedokteran forensik dalam kepentingan menentukan derajat luka untuk


pembuatan visum repertum, pada beberapa kasus akan membutuhkan pemeriksaan
penunjang berupa: pemeriksaan darah, pemeriksaa urin, dan foto toraks.
 Pemeriksaan darah dilakukan untuk mendeteksi terjadinya hipoalbuminemia.
Hipoalbuminemia sebagian terjadi akibat hemodilusi, terutama pada korban yang
memperoleh resusitasi cairan, dan sebagian lagi akibat hilangnya protein karena rusaknya
kapiler. Pada korban juga dapat terjadi hipomagnesia, hipofosfatemia dan hipokalemia
akibat pemberian cairan.
 Pemeriksaan urin untuk mendeteksi terjadinya hemoglobinuria. Luka bakar dapat
menyebabkan rabdomiolisis, yang akan menyebabkan mioglobinuria atau hemolisis yang
merusak ginjal. Pada ginjal dapat terjadi nekrosis tubular akut dan kegagalan ginjal,
sehingga pada kasus tertentu, pemeriksaan fungsi ginjal perlu dilakukan.
 Foto toraks dapat membantu mendeteksi adanya kerusakan akibat inhalasi udara panas,
asam, atau inhalan lain yang merusak saluran nafas korban.( Knight B, 1997)

PENATALAKSANAAN

Pertolongan Pertama

a. Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya dengan menyelimuti
dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan oksigen pada api yang
menyala

b. Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek Torniket, karena
jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi oedem
c. Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air atau menyiramnya
dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas menit. Proses koagulasi protein
sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga
destruksi tetap meluas. Proses ini dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang
terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama sehingga kerusakan lebih
dangkal dan diperkecil.

d. Akan tetapi cara ini tidak dapat dipakai untuk luka bakar yang lebih luas karena bahaya
terjadinya hipotermi. Es tidak seharusnya diberikan langsung pada luka bakar apapun.

e. Evaluasi awal

f. Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka akibat trauma
yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing Circulation) yang diikuti dengan
pendekatan khusus pada komponen spesifik luka bakar pada survey sekunder.

Resusitasi Cairan

Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka bakar, Pemberian cairan
intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena yang adekuat harus ada, terutama
pada bagian ekstremitas yang tidak terkena luka bakar. Adanya luka bakar diberikan cairan
resusitasi karena adanya akumulasi cairan edema tidak hanya pada jaringan yang terbakar,
tetapi juga seluruh tubuh. Telah diselidiki bahwa penyebab permeabilitas cairan ini adalah
karena keluarnya sitokin dan beberapa mediator, yang menyebabkan disfungsi dari sel,
kebocoran kapiler. Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan
mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema. Kehilangan cairan terbesar
adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka dan akumulasi maksimum edema adalah pada 24
jam pertama setelah luka bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah pemberian
garam ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel tubuh.
Pemberian cairan paling popular adalah dengan Ringer laktat untuk 48 jam setelah terkena
luka bakar. Output urin yang adekuat adalah 0.5 sampai 1.5mL/kgBB/jam.

Cara penghitungan resusitasi cairan adalah menggunakan rumus Baxter yaitu :


% x BB x 4 cc Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan
RL karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua diberikan setengah cairan hari pertama.

KOMPLIKASI LUKA BAKAR

Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut yang dapat berkembang
menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan
sendi atau menimbulkan cacat estetik yang buruk sekali sehingga diperlukan juga ahli ilmu
jiwa untuk mengembalikan kepercayaan diri.

Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar:

• Infeksi dan sepsis

• Oliguria dan anuria

• Oedem paru

• ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome)

• Anemia

• Kontraktur

• Kematian 7.( Wim de Jong. 2005)

KEJADIAN HIOTERMI PADA PASIEN LUKA BAKAR

Hipotermia adalah salah satu komplikasi dari luka bakar. Kondisi yang berbahaya ini terjadi
ketika suhu tubuh menjadi sangat rendah akibat luka bakar. Pada suhu lebih tinggi dari 44 °C
(111 °F), protein mulai kehilangan bentuk tiga dimensinya dan mulai terurai. Keadaan ini
menyebabkan kerusakan pada sel dan jaringan. Kebanyakan efek kesehatan langsung dari luka
bakar adalah gangguan sekunder terhadap fungsi kulit yang normal. Efek-efek ini meliputi
gangguan sensasi kulit, kemampuan untuk mencegah keluarnya air melalui evaporasi, dan
kemampuan untuk mengontrol suhu tubuh. Gangguan pada membran sel menyebabkan sel
kehilangan kalium yang keluar dari sel dan mengisi ruang di luar sel sehingga sel tersebut
mengikat air dan natrium.( Tintinalli, 2010)

KESIMPULAN

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas, seperti api, listrik, bahan kimia dan radiasi. Luka bakar juga merupakan
suatu trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi.

Luka bakar dibagi menjadi 4 grade menurut derajat luka bakar, yaitu grade I (superficial atau
eritem), grade II yang dibagi menjadi 2 a (partial thickness) dan b (deep partial thickness),
grade III (kerusakan jaringan permanen) dan grade IV (full thickness).

Diakarenakan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, maka dalam perawatan dan
rehabilitasi pada pasien luka bakar harus dilakukan dengan tekun, tenaga medis terlatih dan
terampil, oleh karena itu dalam perawatan pasien luka bakar akan melibatkan tim trauma yang
terdiri dari Spesialis Bedah (bedah plastik, bedah umum dan bedah thoraks), Intensifies,
Spesialis Penyakit Dalam, Ahli Gizi, Rehablitas Medik, Psikiatri dan Psikologi.
DAFTAR PUSTAKA

Effendi,C., 1999. Perawatan Pasien Luka Bakar;Jakarta EGC

EGC. Jakarta. p 66-88.

Knight B. Simpson’s Forensic Medicine (Eleventh Edition). New York: Oxford University,
1997.

Kristanto, Erwin G., Sonny J.R. Kalangi, Penentuan Derajat Luka Dalam Visum et Repertum
Pada Kasus Luka Bakar, Jurnal Biomedik (JBM), Volume 5, Nomor 3, Suplemen, November
2013.

Moenadjat, Yefta. 2003. Luka Bakar : Pengetahuan Klinis Praktis. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

St. John Ambulance. First aid: First on the Scene: Activity Book, Chapter 19.

Tintinalli, Judith E. (2010). Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide (Emergency


Medicine (Tintinalli)). New York: McGraw-Hill Companies. hlm. 1374–1386.

Wim de Jong. 2005. Bab 3: Luka, Luka Bakar: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa Monica Ester.
Editor Sari Kurnianingsih. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai