Anda di halaman 1dari 15

LUKA BAKAR

KELOMPOK 2 :

1. Vebriyana Riski Meturan


2. Wahyuddin
3. Widya Ade Iriani
4. Zainuddin
5. Neli Palimbong
6. Nur Arifah Alimuddin
7. Nur Alfisyahrian
8. St. Mutiara Ahmad
9. Agung Pratama Umasugi
10. Kristina Tira Lolongan
11. Nur Fatimah Azzahra

FAKULTAS S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES NANI HASANUDDIN
2023

1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puja dan puji atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah “Luka Bakar”.

Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat
memperbaiki makalah ini. Akhir kata saya berharap semoga makalah “Luka
Bakar”, ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

2
DAFTAR ISI

SAMPUL ................................................................................................ 1

KATA PENGANTAR ........................................................................... 2

DAFTAR ISI ......................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 4

A. Latar Belakang ........................................................................... 4


B. Rumusan Masalah ....................................................................... 5
C. Tujuan.......................................................................................... 5

BAB II KONESEP TEORI .................................................................. 6

A. Definisi ....................................................................................... 6
B. Jenis- Jenis Luka Bakar............................................................... 6
C. Patofisiologi ............................................................................... 8
D. Farmakologi & Terapi Diet Pasien Luka Bakar .......................... 9

BAB III PENUTUP .............................................................................. 14

A. Kesimpulan ................................................................................. 14
B. Saran ........................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 15

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebakaran merupakan bencana yang diakibat paling banyak oleh kelalaian
manusia yang menimbulkan kerugian tidak sedikit baik material maupan non
material. Di Unit Luka Bakar RSCM Jakarta selama bulan Januari sampai
Desember 2011 telah dirawat 32 kasus luka bakar anak yang sebagian besar
terkena air panas atau kuah panas (27 kasus / 84%) dan dengan angka kematian
sebesar 12,5 % (Elfiah, 2012). Korban kebakaran dapat mengalami luka bakar,
menurut Depkes RI Luka bakar di Indonesia pada rentang tahun 2014-2018,
menyatakan bahwa di tahun 2014-2018 telah terjadi peningkatan kejadian luka
bakar sebanyak 35%. Pada tahun 2018 sebanyak 1.701 (20,19%), tahun 2017
sebanyak 1.570 (18,64%), tahun 2016 sebanyak 1.432 (17,03%), tahun 2015
sebanyak 1.387 (16,46%), dan tahun 2014 sebanyak 1.209 (14,35%). Tingkat
luka bakar tertinggi di Negara berkembang terjadi pada kalangan perempuan
sedangkan di Negara maju tertinggi pada laki-laki. Sebagian besar sekitar 80%
cidera luka bakar terjadi di rumah dan 20% terjadi di tempat kerja (Kemenkes
RI, 2018) Sebagai salah satu upaya untuk mengurangi dampak dari luka bakar
diperlukan penanganan awal yang tepat (Hiamawan et al., 2022).
Luka bakar merupakan trauma pada tubuh yang mengakibatkan banyak
kerusakan jaringan dan sering mempengaruhi fungsi-fungsi organ penting pada
tubuh penderita yang tidak jarang menyebabkan kematian dan kecacatan
(Elfiah, 2012).
Penanganan luka bakar cukup kompleks, banyak faktor-faktor yang harus
diperhatikan dalam penanganannya. Cedera luka bakar terutama pada luka
bakar yang dalam dan luas masih merupakan penyebab utama kematian dan
ketidakmampuan jangka panjang. Anak- anak dan orang tua beresiko untuk
mengalami luka bakar yang lebih dalam karena lapisan kulit dermis mereka
lebih tipis (Ratna & Dewi, 2013)

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan luka bakar ?
2. Apa jenis-jenis luka bakar ?
3. Bagaimana patofisiologi luka bakar ?
4. Bagaimana Farmakologi dan Terapi diet pada pasien luka bakar?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi luka bakar
2. Untuk mengetahui jenis-jenis luka bakar
3. Untuk mengetahui patofisiologi luka bakar
4. Untuk mengetahui farmakologi dan terapi diet pada pasien luka bakar

5
BAB II

KONSEP TEORI

A. Definisi
Luka bakar merupakan jenis trauma yang merusak dan merubah berbagai
sistem tubuh. Luka bakar adalah suatu kondisi terjadi kerusakan atau bahkan
kehilangan jaringan yang dapat disebabkan oleh panas seperti api, cairan panas,
uap panas, radiasi, listrik, dan kimia. (Anggowarsito, 2014).
Luka bakar adalah luka pada kulit yang disebabkan oleh macam-macam
sumber non-mekanik seperti bahan kimia, listrik, panas, sinar matahari atau
radiasi nuklir (Murray & Hospenthal, 2008).
Luka bakar merupakan terjadinya cedera pada jaringan yang disebabkan
oleh kontak dengan panas kering (api), panas lembab (uap atau cairan panas),
kimiawi (seperti, bahan korosif), barang elektrik (aliran listrik atau
lampu), atau zat elektromagnetik dan radiasi (Christie et al., 2018).

B. Jenis- Jenis Luka Bakar


Luka bakar terbagi dalam 3 fase, yaitu fase akut, subakut, dan fase lanjut.
Pembagian ketiga fase ini tidaklah tegas, namun pembagian ini akan membantu
dalam penanganan luka bakar yang lebih terintegrasi.
1. Fase akut (syok awal)
Fase ini dimulai pada saat kejadian hingga pasien dirawat di IRD atau
bagian luka bakar. Seperti korban trauma lainnya, korban luka bakar
menghadapi risiko gangguan pada saluran napas, gangguan pernafasan
(mekanik pernafasan), dan gangguan di peredaran darah. Obstruksi jalan
napas dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah cedera, namun
obstruksi jalan napas juga dapat terjadi dalam waktu 48 hingga 72 jam
setelah cedera. Luka bakar inhalasi merupakan penyebab utama kematian
pada fase akut. Terganggunya keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit
akibat cedera termal mempunyai efek sistemik yang dapat menyebabkan

6
syok hipovolemik dan berkembang menjadi keadaan hiperaktif akibat
ketidakstabilan peredaran darah.
2. Fase subakut/flow/hipermetabolik
Pada fase ini terjadi setelah syok teratasi. Permasalahan pada fase ini
adalah proses inflamasi atau infeksi pada luka bakar, problem penutupan
lukan, dan keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut
Pada fase ini pasien dinyatakan sembuh, namun memerlukan kontrol
rawat jalan. Permasalahan pada tahap ini adalah munculnya komplikasi
seperti jaringan parut hipertrofik, bekas luka keloid, kelainan pigmentasi,
deformasi dan kontraktur..
Kedalaman luka bakar :
1. Derajat I : Hanya melibatkan epidermis (Sun burn) tidak memerlukan
terapi khusus
2. Derajat II : terjadi kerusakan dibagian epidermis dan sebagian dermis
berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Pada derajat ini
terdapat bula dan terasa nyeri akibat iritasi ujung-ujung saraf sensoris.
3. Derajat III/IV : Kerusakan jaringan permanen yang meliputi seluruh
tebal kulit hingga jaringan subkutis, otot, dan tulang. Tidak ada lagi
elemen epitel dan tidak dijumpai bula, kulit yang terbakar berwarna
keabu-abuan pucat hingga warna hitam kering (nekrotik)(Elfiah, 2012).

Gambar 2. 1. Rule Of Nine

7
C. Patofisiologi
Luka bakar terjadi akibat perpindahan energi dari sumber panas ke dalam
tubuh. Panas ini dapat ditransfer dengan cara konduksi atau terpapar radiasi
elektromagnetik. Luka bakar diklasifikasikan sebagai luka bakar termal
(termasuk luka bakar listrik), radiasi, atau bahan kimia. Kerusakan pada
jaringan disebabkan oleh koagulasi, denaturasi protein, atau ionisasi isi sel.
Kulit dan mukosa saluran pernafasan bagian atas merupakan tempat terjadinya
kerusakan jaringan. Jaringan dalam, termasuk organ dalam, dapat rusak akibat
luka bakar listrik atau kontak yang cukup lama dengan sumber panas tersebut.
Rusaknya kulit dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kehilangan cairan
lebih cepat, terjadi infeksi, hipotermia (suhu rendah), jaringan parut, gangguan
kekebalan, serta perubahan fungsi dan penampilan. Kedalaman cedera
tergantung pada suhu bahan yang terbakar dan lamanya kontak dengan bahan
tersebut. Misalnya, pada kasus luka bakar melepuh pada orang dewasa, kontak
dengan air keran panas sebesar 68,9°C (156°F) dapat menyebabkan luka bakar
sehingga merusak kedua lapisan kulit yaitu kulit epidermis dan dermis,
sehingga dapat terjadi cedera di keseluruh badan (derajat ketiga). Lima belas
detik terkena air panas pada 56,1°C (133°F) akan menghasilkan luka seluruh
ketebalan yang serupa. Suhu kurang dari 111°F disinyalir untuk jangka waktu
lama tanpa terjadi cedera (Pamela J. LaBorde, n.d.).
Syok akibat luka bakar luka bakar derajat berat akan menyebabkan
timbulnya area nekrotik. Di bawah area tersebut terdapat zona stasi yang
mengakibatkan pelepasan mediato inflamasi (misalnya histamin,
prostaglandin, tromboksan, oksida nitrat) yang meningkatkan permeabilitas
kapiler dan menyebabkan luka bakar lokal dan edema. Hal Ini terjadi dalam
beberapa menit hingga beberapa jam setelah cedera dan diikuti oleh produksi
oksigen yang sangat reaktif (ROS) selama reperfusi jaringan iskemik. ROS
adalah metabolit sel toksik yang mencakup radikal bebas oksigen dan
menyebabkan disfungsi membran seluler lokal dan menyebarkan respon imun.
Selanjutnya, penurunan potensial transmembran seluler diamati pada jaringan
yang cedera.Disfungsi membran sel menyebabkan distribusi aktivitas

8
sodiumATPase. Syok luka bakar, yang merupakan kombinasi dari syok
distributif, hipovolemik dan kardiogenik, dimulai pada tingkat sel. Gangguan
aktivitas natriumATPase mungkin menyebabkan pergeseran natrium
intraseluler yang berkontribusi terhadap terjadinya hipovolemia dan edema
seluler. Cedera panas juga memulai pelepasan mediator inflamasi dan vasoaktif.
Mediator ini bertanggung jawab untuk vasokonstriksi lokal, vasodilatasi
sistemik, dan peningkatan permeabilitas transkapiler. Peningkatan
permeabilitas transkapiler menghasilkan transfer cepat air, zat terlarut
anorganik, dan protein plasma antara ruang intravaskular dan interstisial.
Selanjutnya, hipovolemia intravaskular dan hemokonsentrasi berkembang
dan tingkat maksimum dicapai dalam waktu 12jam setelah cedera.Kehilangan
cairan intravaskular yang stabil karena rangkaian kejadian ini membutuhkan
penggantian volume intravaskular berkelanjutan untuk mencegah endorgan
hipoperfusi dan iskemia (Nanggroe et al., 2020).

D. Farmakologi & Terapi Diet Pasien Luka Bakar


Pertolongan pertama yang dapat dilakukan pada pasien yaitu dengan
mengurangi kerusakan yang diakibatkan oleh luka bakar. Tujuan pertolongan
pada penanganan luka bakar adalah untuk mengontrol rasa sakit, mengangkat
jaringan mati, mencegah infeksi, mengurangi risiko jaringan parut dan
mengembalikan fungsi (Hiamawan et al., 2022).
Pemberian terapi obat pada pasien luka bakar meliputi pemberian secara
topical dan resusitasi cairan :
1. Terapi topical
Terdapat kesepakatan umum bahwa beberapa bentuk terapi antimikroba
yang diterapkan pada luka bakar adalah metode perawatan lokal terbaik
pada luka bakar yang luas. Terapi antibakteri topikal tidak mensterilkan luka
bakar; ini hanya mengurangi jumlah bakteri sehingga populasi mikroba
secara keseluruhan dapat dikendalikan oleh mekanisme pertahanan tubuh.
Terapi topikal mendorong konversi luka terbuka dan kotor menjadi luka

9
tertutup dan bersih. Kriteria untuk memilih agen topikal adalah sebagai
berikut:
a. Ini efektif melawan organisme gram negatif, Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus aureus, dan bahkan jamur.
b. Ini menembus eschar tetapi tidak beracun secara sistemik.
c. Obat ini tidak kehilangan efektivitasnya, sehingga memungkinkan
infeksi lain berkembang.
d. Ini hemat biaya, tersedia, dan dapat diterima oleh pasien.
e. Mudah diaplikasikan, meminimalkan waktu perawatan.
Tiga agen topikal yang paling umum digunakan adalah perak
sulfadiazine (Silvadene), perak nitrat, dan mafenide asetat (Sulfamilon).
Banyak agen topikal lain yang tersedia, termasuk salep povidone-iodine
10%. (Betadine), gentamisin sulfat, nitrofurazon (Furacin), larutan Dakin,
asam asetat, mikonazol, dan klortrimazol. Bacitracin dapat digunakan untuk
luka bakar pada wajah atau pada cangkok kulit pada awalnya. Produk baru
yang digunakan dalam perawatan luka bakar adalah balutan Acticoat
Antimicrobial Barrier. Acticoat adalah balutan berlapis perak yang disetujui
untuk pengobatan luka bakar dansitus donor. Balutan ini dijaga agar tetap
lembab dengan air untuk melepaskan perak secara terkontrol dan
berkelanjutan pada luka guna memberikan penghalang antimikroba.
Acticoat telah terbukti memiliki kinerja antimikroba yang lebih baik
dibandingkan produk tradisional berbahan dasar perak yang biasa
digunakan dalam pengobatan luka bakar. Acticoat juga hemat biaya.
Balutan dapat didiamkan hingga 5 hari, sehingga mengurangi
ketidaknyamanan pasien, biaya perlengkapan balutan, dan waktu perawatan
untuk penggantian balutan. Dressing telah terbukti secara klinis sangat
efektif untuk pencegahan infeksi luka bakar (Pamela J. LaBorde, n.d.).
2. Resusitasi Cairan
Terdapat beberapa rumus untuk memprediksi kebutuhan resusitasi
cairan. Kuncinya adalah perkiraan dan kecepatan infus harus disesuaikan
setiap jam berdasarkan respons individu. Formula Brooke yang

10
dimodifikasi memprediksi volume konservatif sebanyak 2 mL/kg/%TBSA
larutan ringer laktat (LR) selama 24 jam pertama, dengan 50% dari jumlah
total yang diprogram untuk diberikan selama 8 jam pertama. Yang paling
sering digunakan adalah rumus Parkland dengan formula 4 mL/kg/%
TBSA.
Pada luka bakar yang luasnya >15%, bila ditemukan tanda renjatan
dapat diberikan loading cairan kristaloid secara cepat sampai renjatan
teratasi. Setelah itu dilanjutkan cairan sesuai formula Parkland yaitu: 4
mL/kgBB/% TBSA untuk luka bakar derajat dua dan tiga. Setengahnya
diberikan dalam 8 jam, sisanya dilanjutkan 16 jam kemudian.
Tambahkan rumatan dengan dekstrosa 5 % pada anak < 5 tahun(Christie
et al., 2018). Formula Parkland (Baxter) untuk penggantian cairan adalah
formula yang paling umum digunakan. Ingat bahwa semua formula adalah
perkiraan, dan cairan harus diberikan berdasarkan respons pasien (misalnya,
keluaran urin per jam, tanda-tanda vital) (Lewis Sharon, 2014).
Ada beberapa jenis cairan yang biasa diberikan ;
a. Kristaloid
Kristaloid merupakan larutan yang terdiri dari garam mineral serta
dapat ditembus secara bebas melalui membran sel. Ion utama yang
menentukan tonisitasnya adalah natrium dan klorin. Keuntungan utama
pemberian kristaloid isotonik adalah redistribusi yang cepat ke
kompartemen cairan ekstravaskular (interstitium), yang membutuhkan
cairan intravena lebih lanjut untuk mempertahankan volume
dikompartemen intravaskular. Selanjutnya, penurunan tekanan onkotik
plasma, akibat dari hemodilusi,menyebabkan kebocoran ekstravaskular
dan pembentukan edema.
b. Koloid
Cairan koloid mengandung molekul besar dalam larutan pembawa
(paling sering kristaloid isotonik). Molekul dengan berat molekul tinggi
ini cenderung tidak bocor ke kompartemen ekstravaskular dan akan
meningkatkan tekanan onkotik plasma saat berada di kompartemen

11
intravaskular. Cairan ini secara teoritis meningkatkan ekspansi volume
intravaskular. Ini merupakan kelebihan utama dibandingkan cairan
kristaloid.Formula tradisional menggambarkan rasio kristaloid: koloid
1: 3 untuk mencapai efek intravaskular yang serupa. Larutan koloid
dapat berasal dari bahan alami (berasal dari darah, misalnya albumin
atau plasma beku segar) atau semi-sintetis (Nanggroe et al., 2020).
Pada fase akut cedera luka bakar, penderita luka bakar berada pada
keaadan hipermetabolik dan hiperkatabolik, dimulai dari peningkatan
tingkat metabolisme saat fase injuri sampai proses penyembuhan luka.
Selain itu, kebutuhan nutrisi untuk proses penyembuhan luka, tandur kulit,
dan lokasi donor juga meningkatkan jumlah nutrisi yang dibutuhkan
penderita luka bakar. Pemberian nutrisi baik secara oral maupun enteral
sebaiknya dimulai sedini mungkin (Elfiah, 2012).
Pemberian nutrisi melalui jalur oral dan enteral lebih dipilih sebagai
jalur pemberian nutrisi pada luka bakar berat. Pemberian nutrisi enteral dini
dapat memperbaiki perfusi splanknik, dan respon metabolik, menstimulasi
produksi IgA usus, dan mempertahankan integritas mukosa usus. Selain itu,
adanya nutrisi bahkan dalam jumlah yang kecil di dalam lumen usus akan
menstimulasi fungsi sel usus, mempertahankan arsitektur mikrovili usus
dan fungsi mukosa yang normal, dan dapat menjaga aliran darah yang
normal ke usus. Bersama-sama, hal ini akan menurunkan translokasi
bakteri dan sepsis dan mempertahankan fungsi imun. Pemberian nutrisi
parenteral hanya diindikasikan apabila pemberian nutrisi melalui enteral
gagal atau dikontraindikasikan. Diperlukan pemantauan yang lebih ketat
pada pemberian nutrisi parenteral terkait risiko hiperglikemia dan
overfeeding.
Selain itu edukasi nutrisi diberikan saat pulang kepada pasien dan
keluarga. Edukasi yang diberikan meliputi manfaat terpenuhinya
kecukupan kalori, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral dalam
proses penyembuhan luka dan menjaga massa otot serta cara memenuhi

12
kebutuhan kalori dan protein dengan contoh menu. Pasien juga dimotivasi
untuk dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya(Raihannah Suzan, 2017).

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Luka bakar merupakan suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada kulit
akibat beberapa faktor salah satunya yaitu disebabkan oleh api.
2. Luka bakar terbagi dalam 3 fase, yaitu fase akut, subakut, dan fase lanjut.
Berdasarkan kedalamannya luka bakar dibagi menjadi derajat tingkat I,
II,III/IV.
3. Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh.
Akibat gangguan ini dapat menyebabkan kerusakan pada kulit sehingga
dapat terjadi peningkatan kehilangan cairan, infeksi, hipotermia, jaringan
parut, gangguan kekebalan, dan perubahan fungsi, penampilan, dan citra
tubuh.
4. Pengobatan yang dapat diberikan pada pasien luka bakar yaitu resusitasi
cairan untuk mencegah terjadinya syok akibat kekurangan cairan. Selain itu
dapat juga diberikan obat topical selama proses penyembuhannya.
B. Saran
1. Bagi mahasiswa
Mahasiswa/i mampu memahami konsep luka bakar dan mampu mengerti
tentang penatalaksanaan pada kasus luka bakar
2. Bagi perawat
Mampu memberikan pelayanan pada klien dengan kondisi luka bakar secara
holistik dengan pengetahuan yang mendalam mengenai penyakit tersebut.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anggowarsito, J. L. (2014). Luka Bakar Sudut Pandang Dermatologi. In Jurnal


Widya Medika Surabaya (Vol. 2, Issue 2).

Christie, C. D., Dewi, R., Pardede, S. O., & Wardhana, A. (2018). Luka Bakar pada
Anak Karakteristik dan Penyebab Kematian. Majalah Kedokteran UKI, 3.

Elfiah, U. (2012). Buku-PKB-61.


https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/91390

Hiamawan, F., Kemenkes, P., Prodi, S., Keperawatan, D., & Korespondensi, T.
(2022). Juru Rawat Descriptive Study of First Aid For Mind Burn
Management of the Tegal City Orphanage In Fire Disaster (Vol. 2, Issue P).
https://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/JUK

Lewis Sharon, D. S. R. ,Margaret,Bucher L. (2014). Medical Surgical Nursing,


Assessment and Management of Clinical Problem. In Medical-Surgical
Nursing, 9/e.

Nanggroe, Birem Bayeun, P., Kabupaten, A., & Timur, A. (2020). Penatalaksanaan
Resusitasi Cairan pada Pasien Luka Bakar. Ked. N. Med |, 3(3).

Pamela J. LaBorde, M. R. (n.d.). Brunner&Suddart’s Textbook of Medical-Surgical


nursing (1).

Raihannah Suzan, D. E. A. (2017). Tatalaksana Nutrisi pada Pasien Luka Bakar


Listrik. 5(1).

Ratna, Y., & Dewi, S. (2013). Luka Bakar: Konsep Umum dan Investigasi Berbasis
Klinis Luka Antermortem dan Postmortem.

15

Anda mungkin juga menyukai